Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang
hayat oleh setiap individu dalam mencapai kedewasaannya sebagai perubahan
tingkah laku dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dari alam
sekitar dimana individu tersebut hidup. Ki Hajar Dewantara mengartikan
pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran,serta
jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Pendidikan
sangat berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dimana salah satu yang membuat suatu bangsa menjadi maju adalah
karena pendidikan, maka dari itu pendidikan harus terpenuhi terhadap setiap
individu (La Riki, 2019).
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk karakter
diri seseorang. Pendidikan diharapkan mampu membentuk peserta didik dalam
mengembangkan sikap, keterampilan dan kecerdasan intelektualnya agar menjadi
manusia yang terampil, cerdas serta berakhlak mulia. Dalam mengembangkan
sikap, keterampilan dan kecerdasan intelektualnya siswa berperan dalam proses
pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika (Sundayana, 2020).
Belajar matematika merupakan salah satu sarana berpikir ilmiah yang logis serta
mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia.
Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang dapat meningkatkan
cara berpikir seseorang khususnya dalam memecahkan masalah yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan hal tersebut, Cornelius
(Abdurahman, 2012) juga mengemukakan bahwa salah satu alasan perlunya
belajar matematika karena matematika merupakan sarana untuk memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari. NCTM mengemukakan bahwa pemecahan
masalah merupakan fokus pembelajaran matematika dimana kemampuan

1
2

pemecahan masalah bukan hanya sebagai tujuan dari pembelajaran tetapi juga
merupakan kegiatan yang penting dalam pembelajaran matematika, karena selain
siswa mencoba memecahkan masalah dalam matematika, mereka juga termotivasi
untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan permasalahan
dalam matematika dengan baik. Ini menunjukan bahwa pemecahan masalah
matematika sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, olehnya melalui belajar
atau berlatih untuk memecahkan masalah matematis, siswa diharapkan mampu
mengaitkan antar konsep, pengetahuan, dan keterampilan yang diperoleh selama
belajar sehingga kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat
meningkat.
Fakta dilapangan menunjukan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematika di Indonesia boleh dikatakan masih kurang dan perlu ditingkatkan.
Hal ini terlihat dengan adanya beberapa data yang menunjukan rendahnya
kemampuan pemecahan masalah matematika di Indonesia. Berdasarkan hasil
studi PISA (Programe For International Student Asesmen) pada tahun 2018, skor
Indonesia relative turun disemua bidang salah satunya adalah bidang matematika.
Untuk bidang matematika di Indonesia, sekitar 71% siswa tidak mencapai tingkat
kompetensi minimum matematika dimana siswa di indonesia menempati 72 dari
78 negara artinya masih banyak siswa Indonesia kesulitan dalam menghadapi
situasi yang membutuhkan kemampuan pemecahan masalah menggunakan
matematika. Hal ini relevan dengan hasil survey TIMMS pada tahun 2015 yang
menunjukan perolehan skor peserta didik indonesia meningkati peringkat ke 45
dari 50 negara.
Uraian tersebut diatas, sejalan dengan hasil observasi awal oleh peneliti
melalui tes pada materi segiempat dan segitiga yang merupakan materi prasyarat
dari materi pythagoras sebagai berikut.
3

Gambar 1.1 Lembar jawaban siswa 1

Gambar 1.2 Lembar jawaban siswa 2

Gambar 1.3 Lembar jawaban siswa 3


Deskripsi hasil tes siswa diatas yaitu, pada gambar 1.1, siswa bisa menuliskan
yang diketahui tetapi masih ada yang keliru, bisa melakukan perhitungan tetapi
masih keliru dalam menentukan alternatif (rumus) sehingga jawaban siswa
tersebut tidak benar serta siswa tidak menuliskan kesimpulan. Begitupula dengan
jawaban siswa pada gambar 1.2, siswa menuliskan yang diketahui namun masih
keliru, siswa juga melakukan perhitungan tetapi masih keliru dan belum bisa
memberikan kesimpulan dari hasil jawaban tersebut. Selanjutnya untuk jawaban
4

siswa pada gambar 1.3, yaitu siswa tidak mampu dalam menentukan hal yang
diketahui dan ditanyakan serta alternatif dari solusi yang digunakan masih keliru
serta tidak mampu dalam menuliskan kesimpulan.
Berdasarkan hasil tes siswa tersebut menunjukan bahwa siswa kurang mampu
dalam mengenali masalah, mendefenisikan masalah, serta belum mampu
memberikan alternatif penyelesaian soal dengan benar dan tidak memberikan
kesimpulan dari hasil jawaban. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa kelas masih tergolong rendah. Hal ini
didukung pula oleh hasil ulangan siswa, dimana hasil ulangan siswa tersebut
masih di bawah KKM yaitu 75 untuk mata pelajaran matematika di SMP 12
Kendari. Berikut data hasil rata-rata nilai ujian tengah semester kelas VIII
semester ganjil tahun ajaran 2022/2023 kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari.
Tabel 1. 1 Hasil UTS Siswa Kelas VIII

No. Kelas Rata-Rata


1 VIII 1 56,062
2 VIII 2 55,75
3 55,14
VIII 3
4 VIII 4 48,86
5 51,59
VIII 5
6 47,40
VIII 6
7 39,83
VIII 7
8 44,16
VIII 8

Berdasarkan wawancara pula bersama guru matematika SMP Negeri 12


Kendari bahwa faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa adalah karena siswa sulit memahami konsep materi
dimana siswa hanya cenderung mengahafal suatu konsep tanpa memahami konsep
tersebut yang pada akhirnya siswa belum mampu memecahkan masalah
matematika yang diberikan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
(Nufus, dkk, 2019) bahwa rendahnya pemahaman konsep meyebabkan siswa
kesulitan dalam memecahkan masalah matematika khusnya dalam menganalisa
5

soal-soal yang diberikan. Selain itu guru juga mengungkapkan bahwa rendahnya
pengetahuan siswa mengenai materi yang telah dipelajari sebelumnya sehingga
siswa sulit dalam menyelesaikan sebuah soal yanng merupakan pemecahan
masalah.
Umumnya pemecahan masalah yang diselesaikan menggunakan pemecahan
masalah Polya dengan langkah-langkah (1) memahami masalah, (2) menyusun
rencana, (3) melaksanakan rencana, (4) memeriksa kembali. Kurangnya
kemampuan pemecahan masalah siswa disebabkan karena siswa kurang
mendefenisikan masalah dan menyelesaikan masalah dalam soal, oleh karena itu
peneliti menggunakan pemecahan masalah matematis dari John Dewey dengan
langkah-langkah (1) mengenali masalah, (2) mendefenisikan masalah (3)
merumuskan hipotesis, (4) menguji hipotesis, (5) memilih hipotesis terbaik.
Mencermati berbagai persoalan rendahnya kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa diatas ini disebabkan karena siswa kurang terlibat aktif dalam
kegiatan pembelajaran di kelas hal ini karena model pembelajaran yang digunakan
oleh guru pada saat pembelajaran yaitu dengan menggunakan pembelajaran
langsung. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Setyo dan Harmini (2011)
bahwa pemahaman siswa tentang pelajaran yang diajarkan dapat terlihat dari sifat
aktif, kreatif, dan inovatif dalam mengahadapi pelajaran tersebut.
Menyikapi permasalahan yang timbul dalam pembelajaran matematika, perlu
adannya perubahan model pembelajaran yang selama ini secara langsung dengan
pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif serta siswa dapat
mengkontruksi pengetahuaannya melalui kerja sama dalam kelompok yaitu
pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle 7E karena terdapat
langkah-langkah model pembelajaran ini ini juga mencakup pemecahan masalah
yaitu pada tahap elaboration dan evaluation. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan Rosdiana (2018) bahwa Siswa pada
kelas learning cycle 7E mampu menunjukkan peningkatan kemampuan
pemecahan masalah dengan kualitas peningkatannya dalam kategori sedang. Yang
kemudian sejalan pula dengan penelitian Darojat dan Kartono (2016), bahwa
6

model pembelajaran Learning Cycle 7E terbukti dapat meningkatkan pemecahan


masalah matematis siswa.
Model pembelajaran learning cycle 7E merupakan salah suatu model
pembelajaran berbasis kontruktivis. Learning cycle merupakan fase-fase kegiatan
yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-
kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif
dalam proses pembelajaran. Olehnya model pembelajaran learning cycle 7E
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa.
Model pembelajaran learning cycle 7E adalah model pembelajaran yang
bersifat study centered yaitu suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa
serta berbasis kontruktivisme. Menurut Shoimin (2014) bahwa ciri khas model
pembelajaran learning cycle adalah setiap siswa secara individu belajar materi
pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Kemudian,hasil belajar
individual tersebut di bawah ke kelompok-kelompok yang kemudian didiskusikan
secara bersama-sama oleh setiap anggota kelompok dan semua anggota kelompok
turut bertanggung jawab secara bersama-sama atas keseluruhan jawaban. Shoimin
(2014) juga menyebutkan bahwa implementasi learning cycle dalam pembelajaran
adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah. Adapun
tahapan-tahapan dalam model pembelajaran Learning Cycle 7E meliputi Elicit
(memunculkan), Engage (menarik perhatian siswa) Exploration (menyelidiki),
Explanation (penjelasan), Elaboration (penerapan), Evaluation (menilai),dan
Extend (memperluas).
Beberapa penelitian telah dapat memberikan data empirik tentang dampak
positif learning cycle 7E terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika.
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Putri (2021) bahwasanya hasil
penerepan model pembelajaran learning cycle 7E dapat memberikan pengaruh
dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Pentingnya
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang sesuai dengan
pembelajaran matematika maka menginspirasi untuk dilakukannya suatu
penelitian tentang kemampuan pemecahan masalah matematis siswa selain itu
7

adanya teori dan hasil penelitian yang menyatakan bahwa model pembelajaran
learning cycle 7E dapat memberikan pengaruh dan meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa menjadi dasar pemilihan model
pembelajaran learning cycle 7E untuk menindaklanjuti permasalahan yang ada.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Pengaruh Model Learning Cycle 7E Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari “.
B. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih fokus maka perlu adanya batasan masalah. Penelitian
ini dibatasi pada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi
Pythagoras setelah diajar dengan model learning cycle 7E.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi pembelajaran matematika menggunakan model
Learning Cycle 7E pada siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari?
2. Bagaimana deskripsi pembelajaran matematika menggunakan model
pembelajaran langsung pada siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari?
3. Bagaimana deskripsi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas
VIII SMP Negeri 12 Kendari yang diajar dengan model Learning Cycle 7E ?
4. Bagaimana deskripsi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas
VIII SMP Negeri 12 Kendari yang diajar dengan model pembelajaran
langsung ?
5. Bagaimana deskripsi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa per
indikator menurut Dewey yang diajar dengan model Learning Cycle 7E dan
model pembelajaran langsung?
6. Apakah Terdapat pengaruh signifikan model Learning Cycle 7E terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 12
kendari?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan diadakannya penelitian adalah sebagai berikut:
8

1. Untuk menguji bagaimana pelaksanaan pembelajaran matematika


menggunakan model Learning Cycle 7E pada siswa kelas VIII SMP Negeri
12 Kendari
2. Untuk menguji bagaimana pelaksanaan pembelajaran matematika
menggunakan model pembelajaran langsung pada siswa kelas VIII SMP
Negeri 12 Kendari
3. Untuk menguji bagaimana deskripsi kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari yang diajar dengan
model Learning Cycle 7E
4. Untuk menguji bagaimana deskripsi kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari yang diajar dengan
model pembelajaran langsung
5. Untuk menguji bagaimana deskripsi kemampuan pemecahan masalah
matematis matematis siswa per indikator menurut Dewey yang diajar dengan
model Learning Cycle 7E dan model pembelajaran langsung
6. Untuk menguji apakah terdapat pengaruh signifikan model Learning Cycle
7E terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII
SMP Negeri 12 kendari
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi upaya peningkatan
mutu pembelajaran matematika. Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memperluas wawasan untuk mengoptimalkan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan menggunakan
model Learning Cycle 7E.
2. Secara Praktis
a. Bagi Siswa
Siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis yang optimal
dengan belajar menggunakan model Learning Cycle 7E.
9

b. Bagi Guru
Sebagai bahan referensi bagi guru dalam proses pembelajaran yang dilakukan
dengan menggunakan model Learning Cycle 7E.
c. Bagi Peneliti
Dapat memperluas wawasan mengenai pembelajaran yang dilakukan dengan
model Learning Cycle 7E bahwasannya model ini memiliki karakteristik
yang tepat agar kemampuan pemecahan masalah matematis siswa meningkat.
d. Bagi Sekolah
Memberikan gambaran kepada sekolah tentang pembelajaran matematika
melalui model Learning Cycle 7E serta dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika khususnya pada materi Pythagoras.

Anda mungkin juga menyukai