Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara adalah merupakan kelompok sosial yang yang menduduki

wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi dibawah lembaga politik

pemerintahan yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik, berdaulat

sehingga berhak menentukan tujuan bangsa dan nasionalnya 1. Secara teoritis

sebuah negara bisa disebut sebagai negara apabila telah memenuhi unsur-

unsur sebagai berikut :

1. Adanya rakyat

Rakyat dalam sebuah negara adalah orang-orang yang bertempat

tinggal diwilayah tersebut yang tunduk pada kekuasaan negara serta dapat

mendukung negara yang bersangkutan.

2. Adanya wilayah

Adanya wilayah dapat diartikan sebagai daerah yang menjadi

kekuasaan negara serta menjadi tempat tinggal bagi rakyat yang hidup

0didalamnya.Wilayah suatu negara sangatlah penting karena dia menjadi

sumber kehidupan masyarakat yang ada didalamnya, pengertian wilayah

disini adalah meliputi wilayah darat, lautan dan udara.

1
Winarmo, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta : Bumi Aksara,
2009 ), cet. ke- 9, h. 35

1
2

3. Pemerintahan yang berdaulat

Pemerintahan yang berdaulat adalah penyelenggara negara yang

memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan dinegara

tersebut2.

Akan tetapi aspek terpenting dalam sebuah negara yang merdeka dan

berdaulat adalah bagaimana sebuah negara tersebut bisa menjalankan

fungsinya secara benar dan baik, para ahli sepakat bahwa salah satu fungsi

terpenting dalam sebuah negara adalah menjalankan fungsi pertahanan,

keamanan dan ketertiban negara3. Fungsi ini bertujuan adalah untuk menjaga

kedaulatan negara dari serangan negara lain, mempertahankan keutuhan dan

martabat bangsa, mempertahankan kekayaan negara serta menjaga ketertiban,

stabilitas, keamanan dan ketentraman masyarakat dalam suatu negara4.

Indonesia dalam hal ini adalah merupakan sebuah negara besar yang

merdeka dan berdaulat, berdasarkan sensus penduduk 2010 jumlah penduduk

Indonesia mencapai 237.641.326 juta jiwa5, jumlah penduduk yang banyak ini

hidup dalam keberagaman suku, budaya, ras, bahasa dan agama serta memiliki

potensi kekayaan alam yang melimpah ruah. Keadaan seperti ini membuat

Indonesia menjadi negara yang rentan terhadap gesekan, ancaman, intimidasi

baik yang datang dari dalam negeri maupun dari luar, maka dengan demikian

negara Indonesia perlu sistem pertahanan dan keamanan negara yang kuat.

2
Ibid, h. 36
3
Ibid, h. 40
4
Masdar Syarif Mas’udi, Syarah UUD 1945 dalam Perspektif Islam, (Jakarta : Pustaka
Albert, 2013 ), cet. ke-3, h. 236
5
http :// www.bps.go.id, 2015/12/10, Badan Pusat Statistik
3

Sistem pertahanan dan keamanan negara adalah sistem pertahanan

yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan

sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah

dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesenambungan, dan

berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara6.

Pertahanan dan keamanan negara adalah segala usaha untuk

menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari

ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara7. Maka sistem

pertahanan dan kemanan negara di Indonesia diatur dalam UUD 1945 pasal 30

ayat ( 1 ) dan ayat ( 2 ) sebagai berikut :

1. Pasal 30 ayat ( 1 ) UUD 1945

Bunyi pasal 30 ayat (1) UUD 1945 sebagai berikut:

“Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya

pertahanan dan keamanan negara“. Isi dari pasal ini menimbulkan

konsekuensi bahwa warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam

menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga

perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang

berlaku.8

Penjelasan secara spesifik terhadap pasal 30 ayat ( 1 ) ini terdapat

dalam Undang-Undang Pertahanan Negara No.3 tahun 2002 pasal 9 ayat

6
Anggota IKAPI, Undang-Undang Hukum Disiplin Militer, (Bandung : Fokus Media,
2015 ), cet. ke-1, h. 47
7
Ibid.
8
Winarmo, op.cit, h.183
4

(1) “Bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya

pertahanan negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan

negara “9. Penyelenggaraan pertahanan keamanan negara sebagaimana

yang dimaksud dalam pasal ini adalah penyelenggaraan yang bersifat

semesta yang melibatkan warga negara, pemanfaatan seluruh sumber daya

nasional, dan seluruh wilayah negara.10

Maka keikut sertaan warga negara dalam upaya pertahanan dan

keamanan negara disusun dalam konsep bela negara, bela negara dalam

konteks ini dapat dikategorikan dalam dua bentuk yaitu secara fisik dan

non-fisik, secara fisik adalah siap dan tanggap terhadap serangan atau

agresi musuh yang mengancam keselamatan negara, sedangkan secara

non-fisik dapat diartikan segala upaya yang dilakukan untuk

mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan

cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan

kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa

dan negara11.

Namun pada kenyataannya konsep bela negara yang disusun

pemerintah menimbulkan pro-kontra dikalangan masyarakat Indonesia,

kementerian pertahanan RI menargetkan 100 juta rakyat Indonesia ikut

dalam program bela negara selama sebulan penuh, berbagai latihan

9
Redaksi Sinar Grafika, UU Pertahanan Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002 ), cet. ke-
1, h. 52
10
Ibid, h. 67
11
Ibid.
5

mengenai cinta tanah air hingga latihan fisik, program bela negara yang

dicanangkan pemerintah ini berlangsung hingga tahun 2025.

Perdebatan soal program bela negara yang diwacanakan

pemerintah saat ini menjadi isu hangat sebagian masyarakat, pihak

masyarakat yang pro terhadap program bela negara menanggapi bela

negara sebagai momen untuk menunjukan semangat patriotik melawan

serangan dari luar, sementara pihak yang kontra nenaggapi bela negara

sebagai upaya memobilisasi negara untuk melibatkan rakyat kedalam

perang12.

2. Pasal 30 ayat ( 2 ) UUD 1945

Pasal 30 ayat (2) UUD 1945 adalah merupakan dasar pelaksanaan

UU No.03 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, sebagaimana dalam

pasal 4 bab II UU Pertahanan Negara No.03 Tahun 2002 berbunyi:

“Pertahanan negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan

negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),

dan keselmatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman”13

Maka pelaksanaan UU No.03 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara

adalah berdasarkan kepada sistem yang telah diatur dalam pasal 30 UUD 1945

ayat (2), sebagaimana berbunyi:

“Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui

sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional

12
http:// kompas.com/2015/10/23/menakar -evektifitas- bela negara.html.
13
Undang-Undang Pertahanan Negara, op.cit, h. 51
6

Indonesia dan kepolisian negara republik Indonesia sebagai kekuatan utama

dan rakyat sebagai kekuatan pendudukung“

Pasal ini secara tegas menjelaskan bahwa sistem pertahanan dan

keamanan negara kekuatan yang paling utama yang menjadi benteng paling

depan adalah militer dan kepolisian negara republik Indonesia, mereka adalah

alat pertahanan negara yang kuat, terlatih dan siap bertindak kapanpun

diperlukan sedangkan warga negara hanya sebagai kekuatan pendukung.

TNI adalah merupakan singkatan dari Tentara Nasional Indonesia yang

memiliki tugas pokok untuk menegakkan kedaualatan negara,

mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, serta melindungi segenap segenap bangsa dan seluruh tumpah

darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan

negara14.

Sementara itu, kepolisian menurut undang-undang adalah segala hal

ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan

peraturan perundang-undangan15, Kepolisian Negara Republik Indonesia

bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi

terpiliharannya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya

hukum, terselenggarannya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

14
Undang-Undang Hukum Disiplin Militer, op.cit, h. 51
15
Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang dan Peraturan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2015 ), cet. ke- 5, h. 3
7

masyarakat, serta terbinannya masyarakat yang menjujung tinggi hak asasi

manusia.16

Maka dengan demikian, pertahanan dan keamanan negara dalam

konteks UUD 1945 bertujuan agar terciptanya keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) serta terjaminnya keselamatan dan ketenteraman

dalam negeri. Hal ini menurut UUD 1945 dilakukan oleh masyarakat, TNI dan

POLRI sebagai kekuatan utama. Maka setiap warga negara berhak dan wajib

ikut serta dalam upaya pertahanan dan keamanan negara tersebut, tidak

memandang kepada perbedaan suku, ras, budaya, bahasa dan bahkan agama,

dalam konteks perbedaan tersebut agar terciptanya perdamain dan tidak

terjadinya konflik serta perpecahan antar sesama khususnya dalam hal

keberagaman agama, maka ada beberapa istilah atau ajaran yang berkembang

di Indonesia diantarannya:

1. Toleransi (tasamuh)

Dalam kamus Bahasa Indonesia kata toleransi berasal dari kata

toleran yang bearti sikap tenggang rasa, bersikap menghargai pendirian

orang lain atau suatu penyimpangan yang masih dapat diterima dalam

pengukuran kerja.17 Sementara kata toleransi diartikan sebagai suatu

kelapangan dada dalam arti suka rukun dan damai kepada siapapun dan

membiarkan orang lain berpendapat atau berpendirian.18

16
Ibid, h. 6
17
Ahmad AK. Muda, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Reality Publisher,
2006 ), cet. ke-1, h. 534
18
Wahyu Baskoro, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Setia Kawan, 2005 ), cet.
ke-4, h. 846
8

Maka dengan demikian yang dimaksud dengan toleransi adalah

pemberian kebebasan terhadap sesama manusia, atau kepada sesama

masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya

masing-masing19. Toleransi terjadi dan berlaku karena adanya perbedaan

prinsip, dan menghormati prinsip orang lain tanpa mengorbankan prinsip

sendiri20. Dalam konteks keberagaman tersebut sikap toleransi antar

sesama sangat diperlukan

2. Pluraritas agama

Pengertian pluralitas dalam kamus umum bahasa Indonesia adalah

suatu keadaan yang melambangkan keberagaman atau jamak yaitu lebih

dari satu.21 Sementara agama dalam kamus bahasa Indonesia diartikan

sebagai suatu kepercayaan (kepada tuhan) serta dengan ajaran

kebaktiannya dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan

kepercayaan itu.22 Sedangkan pengerian agama dalam pengertian secara

terminologinya adalah aturan atau tata cara hidup manusia yang

dipercayainya bersumber dari tuhan yang maha kuasa untuk kebahagian

didunia dan diakhirat.23

Maka dengan demikian pluraritas agama adalah kondisi dimana

berbagai macam agama wujud (ada) secara bersamaan dalam suatu

19
Didiek Ahmad Supadie Dkk, Pengantar Study Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2012 ), cet. ke-2, h. 55
20
Ibid.
21
Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, ( Bandung: M2S Bandung, 2000 ), cet.
ke- 1, h. 443
22
Poerwardaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka Jakarta,
2006 ), cet. ke-3, h. 10
23
Abdul Aziz Dahlan, Dkk, Ensiklopedia Hukum Islam, ( Jakarta: PT. Ightiar Baru Van
Hoeve, 2006 ), cet. ke- 7, h. 32
9

masyarakat atau negara.24 Pluraritas agama muncul dan dibangun atas

plurarisme agama. Plurarisme agama yaitu suatu paham yang menjarkan

bahwa semua agama adalah sama dan karenannya kebenaran setiap agama

adalah relatif25.

Dalam konteks ke-Indonesiaan pluraitas agama sangat penting bagi

masyarakat Indonesia, kesadaran terhadap pluraritas adalah merupakan suatu

keniscayaan bagi masyarakat Indonesia, sedangkan pengingkaran terhadap

pluraritas agama adalah penolakan terhadap kebenaran, sejarah dan cita-cita

bangsa.26

Dalam kajian fiqih siyasah, pertahanan dan keamanan negara dikenal

dengan adanya prinsip ketentaraan (militer) yang bertujuan agar kaum

muslimin selalu siap dalam menghadapi segala kemungkinan adanya serangan

musuh.27 Imam al-Ghazali berpendapat bahwa ketentaraan (militer) adalah

merupakan suatu profesi politik dalam sebuah negara yang bertujuan untuk

menjamin keamanan dan pertahanan negara, baik terhadap ancaman dari

dalam maupun dari luar.28

Sementara Abu A’la al-Maududi dalam bukunya yang berjudul The

Islamic Law and Constitution mengatakan kewajiban militer dalam pertahanan

negara hanya diberikan wewenang kepada penduduk muslim saja sedangkan

24
Ibid, h. 59
25
Ibid, h. 58
26
Said Agil Husin al-Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama, ( Jakarta: Ciputat Press,
2005 ), cet. ke-3, h. 210
27
Djazulu, Fiqih Siyasah : Implementasi Kemashlahatn Umat dalam rambu-rambu
Syari’ah, ( Jakarta : Kencana, 2007 ), cet. ke-3, h. 153
28
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, ( Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia,
1993 ), cet. ke-5, h. 75
10

kaum dzimmy dikecualikan dalam kewajiban militer.29 Artinya jika melihat

dari pemikiran politik Abu A’la al-Maududi bahwa dalam sebuah negara yang

dikuasai oleh masyarakat Islam maka kaum dzimmy tidak dibenarkan ikut

dalam upaya pertahanan negara karena telah dikecualikan dari pengabdian

militer, akan tetapi mereka diwajibkan ikut andil dalam pertahanan dan

keamanan serta pembelaan negara dengan membayar jizyah, hal ini adalah

sebagai tanda kesetiaan mereka terhadap negara dan juga sebagai kompensasi

terhadap pengecualian militer.30

Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa kaum dzimmy memiliki hak

dalam mengemban tugas-tugas negara seperti halnya kaum muslimin kecuali

dalam beberapa hal seperti kepemimpinan negara, komando militer, peradilan

diantara kaum muslimin, dan otoritas keuangan.31 Maka diluar ketentuan

tersebut, tugas-tugas negara boleh dilakukan oleh kaum dzimmy apabila

mereka telah memenuhi kriteria yang diperlukan seperti kecakapan, amanah,

dan kesetiaan pada negara.32 Dalam persoalan komando militer Yusuf

Qardhawi mengatakan hal ini bukan semata kewajiban sipil tetapi merupakan

salah satu ibadah dalam Islam karena semangatnya adalah jihad, dan jihad

berada di puncak ibadah Islam.33

29
Abu A’la al-Maududi, The Islamic Law and Constitution, alih bahasa oleh Asep
Hikmat, ( Bandung : Penerbit Mizan, 1994 ), cet. ke-3, h. 315
30
Ibid.
31
Yusuf Qardhawi, Fiqih Jihad, alih bahasa oleh Irfan Maulana Hakim, dkk, (Bandung :
PT. Mizan Pustaka, 2010 ), cet. ke-1, h. 765
32
Ibid.
33
Ibid.
11

Oleh karena itu, untuk membangkitkan semangat jihad ditengah-

tengah umat Islam, menurut Yusuf Qardhawi bisa direalisasikan dengan

beberapa hal, yaitu :

1. Mewajibkan latihan militer kepada setiap pemuda Islam dan melatih

mereka dengan teori perang serta pertempuran dengan senjata modern.

2. Menyiapkan diri, baik dalam pemikiran maupun jiwa supaya generasi

penerus umat siap untuk berjihad.34

Dalam Islam sistem pertahanan dan keamanan negara dilakukan oleh

sistem kemiliteran ( ketentaraan ) hal ini bertujuan untuk menjamin keamanan

dan pertahanan negara dari berbagai serangan musuh, konsepnya adalah jihad

dan perang melawan musuh-musuh Islam, hal ini Allah jelaskan dalam al-

Qur’an surat al-Baqarah ayat 190 :

            

 
Artinya : “Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi
kamu, ( tetapi ) janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melapaui batas.” (Q.S al-
Baqarah :190)35
Kewajiban perang Allah jelaskan juga dalam ayat 216 surat al-

Baqarah yang berbunyi sebagai berikut :

34
Yusuf al-Qardawhi, Konsep Islam, Solusi Utama Bagi Umat, alih bahasa oleh M.
Wazib Aziz, (Jakarta : Senayan Abadi Publishing, 2004), cet. ke-1, h. 49
35
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bogor : PT. Sygma Examedia
Arkenleema, 2009), cet. ke-1, h. 29
12

              

             
Artinya: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak
menyenangkan bagimu, akan tetapi boleh jadi kamu tidak
menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu
menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah maha
mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui” (Q.S al-Baqarah:
216) 36
Ayat ini menegaskan kepada umat Islam tentang perintah untuk

berperang terhadap orang-orang yang memerangi umat Islam itu sendiri,

tujuannya adalah untuk menghentikan permusuhan terhadap para penyerang

dan untuk menghalau kejahatan dan kerusakan serta untuk menjaga

keamanan37, perang juga bertujuan untuk mempertahankan diri dari serangan,

melawan kezaliman, menjaga keamanan dan perdamain38. Imam al-Ghazali

mengatakan perperangan diizinkan dalam Islam dengan tiga sebab yaitu :

1. Karena membela diri

2. Melindungi kehormatan agama

3. Membela bangsa dan negara39

Militer dalam Islam konsep dan motivasinya adalah jihad dijalan Allah

swt, jihad adalah merupakan suatu jalan untuk memerangi kezaliman dan

melepaskan manusia dari belenggu perbudakan, tujuannya adalah untuk

memilihara kemerdekaan, kemuliaan bangsa dan terjaminnya kemerdekaan

36
Ibid, h. 34
37
Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, (Surabaya : PT. Bina
Ilmu, 1995), cet. ke-1, h. 334
38
Ibid, h. 338
39
Zainal Abidin Ahmad, Konsepsi Negara Bermoral Menurut Imam al-Ghazali, (Jakarta
: PT. Bulan Bintang, 1975), cet. ke-1, h. 397
13

warga negara40, serta mempertahankan negara dan melindungi agama41.

kewajiban tentang jihad ini Allah jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Hajj ayat

78 :

     


Artinya :“ Dan berjihadlah kamu dijalan Allah dengan jihad yang sebenar-

benarnya “(Q.S al-Hajj:78)42

Dengan demikian bukanlah bearti agama Islam itu adalah agama

perang akan tetapi prinsip kemiliteran yang ada dalam Islam bertujuan agar

kaum muslim selalu siap terhadap ancaman serangan musuh. Oleh karenanya,

umat Islam dalam sebuah negara mempunyai salah satu profesi politik yaitu

profesi ketentaraan43. Profesi ketenteraan atau militer sudah ada sejak zaman

Rasulullah sebagai upaya untuk mempertahankan diri dari serangan musuh

dan dalam upaya mewujudkan keamanan dan kedamain serta ketenteraman

hidup.

Dalam konteks pertahanan dan keamanan negara rasul telah meletakan

dasar tersebut dalam sebuah konstitusi madinah setelah rasul hijrah bersama

kelompok muhajirin ke kota madinah, konsep pertahanan dan keamanan yang

dibangun oleh rasul dikota madinah adalah konsep ummah44. Konsep ummah

yang dimaksud adalah menandai adanya pembatasan internal dan eksternal

40
Hasby Ash-Shiddiqie, Ilmu Kenegaraan Dalam Fiqih Islam, (Jakarta : PT. Bulan
Bintang, 1991), cet. ke-2, h. 100
41
Hasby Ash-Shiddiqie, al-Islam, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1999), cet. ke-1, jilid
2, h. 407
42
al-Qur’an dan Terjemahnya, op.cit, 341
43
Munawir Sjadzali, op.cit, h. 75
44
Hasan Bakti Nasution, Dkk, Islam dan Reformasi TNI, Relasi Rakyat-TNI Mewujudkan
Pertahanan Negara, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2000), cet. ke-1, h. 26
14

komunitas muslim dengan non muslim madinah dan menghilangkan fanatisme

kesukuan serta mengikat seluruh fraksi komunitas masyarakat madinah dalam

suatu kesepakatan saling membantu dalam menghadapi ancaman pertahanan

dan keamanan45. Maka dengan demikian persoalan pertahanan dan keamanan

negara merupakan suatu hal yang sangat penting dalam Islam karena ini

merupakan persoalan kemaslahatan umat dalam sebuah negara.

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul penelitian “PERTAHANAN DAN

KEAMANAN NEGARA DALAM UUD 1945 PASAL 30 AYAT ( 1 ) DAN

(2) DITINJAU DARI PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH “

B. Batasan Masalah

Supaya penenlitian ini lebih terarah dan tidak lari dari fokus topik

pembahasan, maka pembahasan ini dibatasi pada konsep pertahanan dan

keamanan negara dalam UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) dan ayat ( 2 ),

kemudian hal tersebut ditinjau dalam perspektif fiqih siyasah.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada urain latar belakang maka dapat ditarik sebagai

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah konsep pertahanan keamanan negara menurut konstitusi

UUD 1945 pasal 30 ayat (1) dan (2)?

45
Ibid, h. 27
15

2. Bagaimana konsep pertahanan dan keamanan negara dalam perspektif

fiqih siyasah?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Untuk mengetahui konsep pertahanan dan keamanan negara dalam

UUD 1945 pasal 30 ayat (1) dan ayat (2)

b) Untuk menjelaskan konsep pertahanan dan kemanan negara dalam

perspektif fiqih siyasah terhadap penjelasan UUD 1945 pasal 30 ayat (

1 ) dan ( 2 ).

2. Kegunaan Penelitian

a) Memperkaya khazanah keilmuan kususnya dalam bidang konsep dan

sistem pertahanan negara dalam kajian fiqih siyasah dan konstitusi

negara Indonesia.

b) Untuk penyelesain tugas ahir perkuliahan Strata 1

E. Studi Kepustakaan

Studi pustaka adalah merupakan proses umum yang dilakukan untuk

mendapatkan teori terdahulu46. Maka dari judul penelitian diatas sudah banyak

ditemui hasil penelitian berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara.

Hasil penelitian dan pendapat para tokoh tersebut ditemui dalam berbagai

bentuk baik artikel, makalah, tulisan, buku, skripsi, majalah dan sebagainnya,

antara lain:
46
Ibid, h. 37
16

Pertama, dalam buku Hasan Bakti Nasution (2000) dengan judul

“Islam dan Reformasi TNI, Relasi Rakyat-TNI Mewujudkan Pertahanan

Negara” menjelaskan tentang pertahanan dan keamanan negara merupakan

dua kondisi yang saling berhubungan antara yang satu dengan lain, dalam

rangka untuk menciptakan keutuhan sebuah negara.

Oleh karena itu, dalam upaya mewujudkan pertahanan dan keamanan

negara diperlukan tiga upaya yang saling bersinegi, antara lain:

1. Preemtif yaitu suatu upaya penyadaran kepada masyarakat akan bahaya

dari masyarakat yang tidak memiliki pertahanan dan keamanan.

2. Preventif yaitu suatu upaya pencegahan masyarakat dari upaya melakukan

tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan rusaknya pertahanan dan

keamanan, dalam bahasa agama tidakan tersebut dilakukan untuk menutup

celah kemungkinan terjadinya kejahatan.

3. Represif yaitu upaya penindakan terhadap masyarakat yang melakukan

perbuatan yang dapat merusak pertahanan dan keamanan47.

Kedua, dalam buku Nurcholish Madjid (2009) yang berjudul “Cita-

Cita Politik Islam“ menjelaskan persoalan pertahanan dan keamanan negara

lebih mengarahkan persoalan ini ke dalam konteks ke Indonesiaan yang

dikaitkan dengan demokrasi, menurutnya Indonesia adalah merupakan negara

demokrasi, demokrasi disini adalah merupakan suatu hal yang dinamis yang

senantiasa bergerak dan berubah, terkadang negatif dan terkadang positif48.

47
Islam dan Reformasi TNI, op.cit, h. 20-21
48
Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam, (Jakarta: Paramadina, 2009), cet.ke-2, h. 65
17

Oleh karenanya, Indonesia perlu suatu lembaga atau kekuatan yang

mampu untuk mewujudkan stabilitas dan keamanan dalam berdemokrasi,

kaitan dengan hal ini Nurcholis Madjid mengarahkan pendapatnya dengan

menyebut istilah ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) pada

konteks ke Indonesiaan, menurutnya ABRI terlibat dalam proses sosial politik

yang melandasasi konsep yang unik yaitu “ dwifungsi ABRI “ 49, salah satu

fungsi ABRI adalah membantu pengembangan demokrasi dengan menjaga

kelestarian pembangunan nasional atas dasar pertahanan stabilitas dan

keamanan, karena demokrasi tidak akan mungkin tanpa adanya stabilitas dan

keamanan50. Stabilitas dan keamanan adalah merupakan prasyarat bagi

pembangunan yang lestari dan lancar menuju kemakmuran51.

Ketiga, dalam buku Prof.Jimly Asshidiqqie (2009) dengan judul

“Komentar atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945” menjelaskan tentang kesamaan rumusan pasal 27 ayat (1) dengan pasal

30 ayat (1) UUD 1945 antara kewajiban warga negara ikut serta dalam upaya

bela negara dengan kewajiban warga negara ikut serta dalam upaya

pertahanan dan keamanan negara. Menurut Prof.Jimly Ashidiqqie kedua pasal

ini harusnya tidak dibuat dua pasal dalam bab yang berbeda karena keduanya

memiliki kesamaan rumusan52.

Rumusan yang dimaksud yaitu antara pertahanan dengan bela negara,

pertahanan dan keamanan negara yang dilakukan oleh warga negara adalah

49
Ibid, h. 63
50
Ibid, h. 64
51
Ibid.
52
Jimly Ashidiqqie, Komentar Atas Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun
1945, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), cet.ke-1, h. 131
18

dengan upaya bela negara, sementara bela negara yang dilakukan oleh warga

negara adalah bentuk upaya pertahanan dan keamanan yang dilakukan oleh

warga negara terhadap bangsa dan negara. Hal ini dijelaskan kemudian oleh

pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tentang pertahanan

negara53.

Keempat, dalam skripsi Ahmadi (2009) dengan judul “pandangan

fiqih siyasah terhadap Tentara Nasional Indonesia” menjelaskan bahwa

sistem pertahanan negara adalah merupakan suatu sistem berdasarkan pada

undang-undang untuk menyelenggarakan pertahanan negara, melalui suatu

kebijakan pertahanan yang ditetapkan untuk melakukan upaya nasional dan

terus menerus dengan melibatkan segala unsur dan potensi yang ada agar

dibina menjadi pertahanan nasional dalam rangka mempertahankan wilayah

negara Islam54.

Kelima, dalam artikel yang ditulis oleh Idrus Affandi (2009) dengan

judul “Bela negara membangun watak bangsa” membahas tentang bela

negara bahwa pertahanan dan keamanan negara dengan konsep bela negara

adalah konsep untuk sekarang dan jangka panjang, maka solusi jangka

panjang dalam menjaga keutuhan, keamanan, dan kenyamanan hidup

berbangsa dan bernegara Indonesia membutuhkan fundamental ekonomi,

budaya dan pertahanan keamanan nasional yang kuat dan kokoh adalah

53
Undang-Undang Pertahanan Negara, loc.cit.
54
Ahmadi, “Pandangan Fiqih Siyasah Terhadap Tentara Nasional Indonesia”, skripsi
Ahmadi diakses pada 2016/09/01 dari pdf.digilib.uinsby.ac.id, 2009, h. 20
19

dengan pendidikan kewarganegaraan melalui pendidikan bela negara kepada

setiap warga negara55.

Keenam, dalam buku karangan Masdar Farid Mas’ud (2013) yang

berjudul “Syarah UUD 1945 Perspektif Islam“ pada bagian penjelasan pasal

30 UUD 1945 tentang pertahanan dan keamanan negara menjelaskan bahwa

pertahanan dan keamanan negara adalah bertujuan untuk menjaga kedaulatan

dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maka untuk

mempertahankan keutuhan wilayah negara dan kekayaannya tersebut

diperlukan kekuatan pertahanan yang terlatih, kuat dan siap bertindak

kapanpun diperlukan oleh negara56.

Maka disinilah perlunya tentara (militer) sebagai kekuatan pertahanan

dari gangguan atau serangan dari negara lain atau pihak luar yang mengancam

stabilitas dan keamanan negara. Sementara masyarakat Islam dalam konteks

ini menurut beliau memiliki konsep ajaran “nahi munkar”, peran warga dan

masyarakat dalam agenda nahi munkar hanya bisa dilakukan dengan lisan

tidak boleh dengan tindakan fisik yang bersifat kekerasan57.

Ketujuh, pendapat ahli hukum politik dan hubungan international

Dr.Agus Subagyo (2015) sebagaimana dimuat dalam buku “Paradigma baru

bela negara, Implementasi dan pengembangannya di era globalisasi” yang

ditulis oleh Tuhana Taufik Andrianto, menjelaskan bahwa bela negara adalah

modal dasar untuk membentengi bangsa dan negara dari berbagai ancaman

55
Idrus Affandi, “Bela Negara Membangun Watak Bangsa”, artikel Idrus Affandi
diakses pada 2016/09/05 dari http://belanegarari.com
56
Masdar Farid Mas’udi, op.cit, h. 240
57
Ibid.
20

terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karenanya setiap warga

negara perlu meningkatkan kesadaran bela negara di era globalisasi. Bela

negara yang dimaksud di era globalisasi dapat dilaksanakan dengan berbagai

aspek diantaranya aspek ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya58.

Dari berbagai pendapat serta pembahasan tentang pertahanan

keamanan negara dalam studi pustaka ini, memberikan penjelasan tentang

bagaimana perlunya suatu pertahanan dan keamanan dalam sebuah negara,

khusus bagi bangsa Indonesia pertahanan dan keamanan negara yang

dilakukan oleh warga negara disusun dalam konsep bela negara. Partisipasi

warga negara ikut dalam upaya bela negara hukumnya adalah wajib

berdasarkan pada peraturan dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia

tujuannya adalah untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh dalam

mencari, menggali, mengolah dan membahas data dalam suatu penelitian

untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap permasalahan.59 Maka dalam

penelitian ini penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut :

58
Tuhana Taufik Andrianto, Paradigma Baru Bela Negara, Implementasi dan
Pengembangannya di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2015), cet. ke-1, h.
130
59
Joko Subagyo, Metodologi Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Rineka
Cipta, 1994) , cet. ke-1, h. 2
21

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian pustaka yaitu dengan melakukan

penelitian terhadap sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan

pembahasan penelitian.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan alat ukur yang diperlukan

dalam melaksanakan penelitian60. Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini berupa data yang terdapat dalam karangan tertulis, karya-

karya ilmiyah, buku-buku yang berhubungan dengan fokus penelitian yang

akan diteliti, berkaitan dengan hal tersebut maka dalam penelitian ini

digunakan teknik pengumpulan data yaitu studi kepustakaan.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu:

a) Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari

obyek yang diteliti, yaitu pertahanan dan kemananan negara yang

tercantum dalam UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 ) dan ayat ( 2 ).

b) Data sekunder

Data sekunder yaitu data pendukungseperti buku-buku yang

berkaitan dengan pembahasan yang akan diteliti.

c) Data tersier

60
Riduwan, Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian, (Bandung : Alberta
Bandung, 2013 ) , cet. ke- 5, h. 290
22

Data tersier adalah merupakan data-data yang memberikan

penjelasan terhadap data primer dan sekunder, yakni seperti kamus

baik kamus bahasa Indonesia maupun kamus bahasa arab serta kamus-

kamus lainnya yang berkaitan dengan penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan penulis

menggunakan teknik pendekatan deskriptif kualitatif yaitu dengan

melakukan analisis terhadap teori-teori yang terdapat dalam buku yang

berkaitan dengan sistem pertahanan dan keamanan negara baik dalam

penjelasanan UUD 1945 maupun dalam buku-buku Islam yang berkaitan

dengan fiqih siyasah.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dimaksudkan untuk mempermudah memahami

permasalahan dan pembahasannya, maka dalam penenelitian ini sistematika

penulisannya adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, yang berisikan tentang latar belakang, pembatasan

masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

Studi kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjaun umum konsep pertahanan dan keamanan negara. Pada

bab ini akan dikemukan yaitu pengertian konsep, pengertian

pertahanan dan keamanan negara, Landasan hukum pertahanan

dan keamanan negara, Prinsip dan fungsi pertahanan dan


23

keamanan negara, Sistem dan bentuk pertahanan dan keamanan

negara.

BAB III : Tinjaun teoritis pertahanan dan keamanan negara dalam fiqih

siyasah. Dalam bab ini dipaparkan tentang pengertian pertahanan

dan keamanan negara dalam fiqih siyasah, Dasar hukum

pertahanan dan keamanan negara dalam fiqih siyasah, Prinsip

pertahanan dan keamanan negara dalam fiqih siyasah, bentuk dan

sistem pertahanan dan keamanan negara dalam fiqih siyasah.

BAB IV : Analisis pertahanan dan keamanan negara dalam UUD 1945 dan

fiqih siyasah. Pada bab ini dibahas tentang konsep pertahanan dan

keamanan negara dalam pasal 30 UUD 1945 ayat (1) dan (2), dan

tinjaun fiqih siyasah terhadap konsep pertahanan dan keamanan

negara.

BAB V : Kesimpulan, yaitu mengumpulkan semua hasil penelitian mulai dari

bab I hingga bab IV, kemudian penulis juga memasukan saran-

saran demi utuh dan sempurnanya sebuah skripsi.

Anda mungkin juga menyukai