Anda di halaman 1dari 29

PENERAPAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TENTANG MATERI


PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS IV SDN
BANTARUJEG II KABUPATEN MAJALENGKA
Oleh:
Euis Rosidah1, Arifin2
NIM. 857472003
euisrosidah400@gmail.com-arifin6368@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran Matematika untuk


melatih berpikir kreatif siswa kelas IV SD. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi,
tes, dan angket. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Bantarujeg II Tahun
Ajaran 2001/2022. Kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran memenuhi skor
minimal 3 dengan kategori terlaksana dengan baik. Aktivitas siswa secara keseluruhan sesuai
dengan kriteria waktu ideal yang ditentukan dan perilaku mengerjakan/menyelesaikan
pemecahan masalah adalah perilaku yang paling dominan. Berdasarkan hasil pengamatan awal
dari jumlah 15 orang siswa kelas IV hanya 2 orang siswa (13%) saja yang mampu
menyelesaikan soal cerita dengan benar, itupun dengan bimbingan guru. Sisanya 13 orang
siswa (87%) tidak bisa menyelesaikan soal cerita yang diberikan oleh guru. Kesulitan belajar
matematika menyelesaikan soal cerita yang terjadi di kelas IV SD meliputi kesulitan memahami
konsep, kesulitan dalam keterampilan, dan kesulitan memecahkan masalah. Implikasi penelitian
yang dapat ditarik adalah pembelajaran pecahan berbasis pemecahan masalah dapat melatih
keterampilan berpikir kreatif siswa. Perangkat pembelajaran pecahan berbasis pemecahan
masalah dapat menjadi alternatif untuk melatih berpikir kreatif siswa kelas IV SD pada topik
pecahan.

Kata Kunci : Hasil Belajar,Problem Solving,Matematika

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
1. Identifikasi Masalah
Pelajaran matematika sampai saat ini masih merupakan pelajaran yang dianggap
sulit oleh siswa. Hal ini dapat terlihat dari hasil belajar matematika siswa yang masih
rendah. Salah satu kesulitan yang dihadapi siswa dalam mempelajari matematika
adalah dalam mengerjakan soal cerita. Soedjadi dalam Juariah (2003: 5)
mengemukakan bahwa: ‘Salah satu kelemahan siswa dalam belajar matematika di SD
adalah menyelesaikan soal cerita’. Dalam mengerjakan soal cerita, walaupun guru

1
sudah berulang kali menjelaskan, ternyata masih banyak siswa yang belum dapat
mengerjakan soal cerita tersebut dengan benar.
Kesulitan dalam operasi hitung dapat terjadi karena siswa melakukan kesalahan dalam
mengoperasikan angka secara tidak benar. Siswa juga kesulitan dalam keterampilan
menghitung karena tidak teliti ketika menghitung sesuai dengan pendapat (Runtukkahu,
2014) bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika sering melakukan
kekeliruan dalam berhitung. Pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang
harus dikuasai siswa setelah belajar matematika. Kemampuan ini sangat diperlukan siswa
terkait dengan kebutuhan siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam
kehidupan sehari-hari dan mampu mengembangkan diri mereka sendiri. Hasil analisis
kesulitan memecahkan masalah pada soal cerita menunjukkan bahwa siswa tidak mampu
memaknai kalimat pada soal cerita dan mengerjakan soal cerita tidak sesuai dengan
langkah-langkah pemecahan masalah matematika sehingga tidak dapat menyelesaikan soal
dengan benar. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan (Jamaris, 2014) bahwa anak yang
kesulitan belajar matematika mempunyai ciri pemahaman bahasa matematika yang kurang.
Kurangnya pemahaman tersebut mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam
membuat hubungan-hubungan yang bermakna matematika, seperti yang terjadi dalam
memecahkan masalah hitungan soal yang disajikan dalam bentuk cerita.
Dalam pembelajaran matematika soal cerita dialami oleh siswa kelas IV SDN
Bantarujeg II Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka dengan pokok bahasan
penjumlahan dan pengurangan pecahan. Berdasarkan hasil pengamatan awal dari jumlah
15 orang siswa kelas IV hanya 2 orang siswa (13%) saja yang mampu menyelesaikan soal
cerita dengan benar, itupun dengan bimbingan guru. Sisanya 13 orang siswa (87%) tidak
bisa menyelesaikan soal cerita yang diberikan oleh guru. Kesulitan belajar matematika
menyelesaikan soal cerita yang terjadi di kelas IV SD meliputi kesulitan memahami
konsep, kesulitan dalam keterampilan, dan kesulitan memecahkan masalah.
2. Analisis Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka dapat dianalisis beberapa masalah dan
kesulitan yang dihadapi siswa saat pembelajaran matematika soal cerita penjumlahan dan
pengurangan pecahan adalah sebagai berikut :
1. Memahami isi soal cerita.

2
2. Memahami komponen yang ada dalam soal cerita. Misalnya apa yang diketahui, apa
yang ditanyakan.
3. Prosedur pengerjaan soal cerita yang masih membingungkan siswa.
4. Perhitungan saat menyelesaikan soal cerita yang menggunakan skala.
3. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah
Untuk mengatasi kesulitan dalam pembelajaran soal cerita diperlukan suatu pendekatan
pembelajaran. Pendekatan pembelajaran adalah cara yang ditempuh oleh guru dalam
pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa.
Salah satu pendekatan yang dapat menjembatani kesulitan siswa serta untuk
meningkatkan kemampuan memahami soal cerita adalah pendekatan problem solving.
Pepkin (dalam Shoimin, 2017, hlm. 135) bahwa metode problem solving adalah suatu
model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan
pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan.
Adapun alasan penulis mengambil pendekatan problem solving karena pendekatan ini
banyak memungkinkan siswa untuk terlibat aktif serta menuntut siswa untuk lebih teliti
dan hati-hati dalam memecahkan soal cerita atau masalah yang dihadapinya.
Untuk itu dalam PKP ini peneliti akan mengangkat judul “Penerapan Pendekatan
Problem solving untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah siswa Kelas IV
SD dalam Pembelajaran Matematika Soal Cerita Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan”.
4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pertanyaan yang akan dikemukakan
peneliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana menerapkan pendekatan problem solving dalam pembelajaran matematika
soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan di kelas IV SDN Bantarujeg II
Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka?
2. Bagaimana aktivitas belajar siswa saat pembelajaran matematika soal cerita
penjumlahan dan pengurangan pecahan menggunakan pendekatan problem solving?
3. Bagaimana hasil belajar siswa dalam memecahkan masalah soal cerita penjumlahan dan
pengurangan pecahan dengan menggunakan pendekatan problem solving?
5. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Adapun tujuan perbaikan dari penelitian tindakan kelas ini melalui penerapan pendekatan

3
problem solving adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan problem solving dalam
pembelajaran matematika soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan di kelas IV
SDN Bantarujeg II Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka
2. Mengetahui aktivitas belajar siswa saat pembelajaran matematika soal cerita
penjumlahan dan pengurangan pecahan menggunakan pendekatan problem solving.
3. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam memecahkan masalah soal cerita penjumlahan
dan pengurangan pecahan dengan menggunakan pendekatan problem solving.
6. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran
a. Bagi Siswa
- Mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan masalah.
- Meningkatkan kreativitas siswa dalam keterampilan memecahkan masalah.
- Meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran soal cerita yang menggunakan
perbandingan dan skala.
b. Bagi Guru
- Memperbaiki praktek pembelajaran matematika khususnya dalam meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa.
- Mendapat kesempatan untuk berperan aktif mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan guru.
- Mendorong guru untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran.
c. Bagi Sekolah
- Meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah yang bersangkutan.
- Memberikan sumbangan yang positif terhadap kemajuan sekolah.
II. Kajian Pustaka
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika Soal Cerita
1. Pengertian Pembelajaran Matematika di SD
Orang akan merasa senang mempelajari sesuatu jika sesuatu itu menarik dan dapat
menyenangkan dirinya, tidak terkecuali untuk anak sekolah dasar. Anak SD akan
senang belajar matematika jika pelajaran tersebut menarik dan mudah dipahami.
Untuk bisa menyajikan pembelajaran matematika sorang guru harus mengetahui

4
terlebih dahulu apa yang dimaksud belajr matematika dan pembelajaran
matematika. Menurut Ahmad Susanto (2013 :186) mengungkapkan bahwa:
‘Pembelajaran matematika adala suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh
guru unruk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkrontruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
materi matematika’.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran matematika
merupakan suatu proses belajar mengajar yang mengandung dua jenis kegiatan
tidak terpisahkan. Kegiatan tersebut adalah belajar dan mengajar. Kedua aspek ini
berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi
antara siswa dengan guru, antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan
lingkungan di saat pembelajaran matematika sedang berlangsung.
2. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Matematika di luar negeri saat ini berkembang pesat seiring perkembangan
teknologi yang semakin maju. Hal tersebut berpengaruh pula pada pembelajaran
matematika di sekolah yang ditandai dengan perubahan kurikulum yang
disesuaikan dengan perkembangan zaman saat ini.
Menurut Ahmad Susanto (2013 :189) Tujuan umum pendidikan matematika di SD
adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Adapun tujuan
matematika di SD secara khusus menurut Depdiknas (Ahmad Susanto, 2013:190)
sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat
dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh.

5
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta
sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
3. Konsep Soal Cerita
Salah satu tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP adalah
agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan dan
keterampilan siswa dalam memecahkan masalah akan terlatih apabila siswa sering
diberikan latihan soal yang dapat merangsang siswa memecahkan masalah. Latihan
soal yang dapat merangsang siswa memecahkan masalah dalam pelajaran
matematika salah satunya melalui soal cerita. Namun, dalam belajar soal cerita
siswa banyak menemui kesulitan. Soedjadi dalam Juariah (2003: 9) mengemukakan
bahwa kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal cerita
adalah:
1. Kesalahan memahami soal, terjadi jika siswa tidak menuliskan hal yang
diketahui dan ditanyakan dalam soal.
2. Kesalahan melakukan komputasi terjadi jika siswa salah dalam melakukan
perhitungan dan siswa tidak memahami perhitungan.

Soal cerita merupakan soal yang disusun dalam bentuk soal cerita yang harus
diselesaikan secara matematik. Seperti yang dikemukakan Suharjo (2008) bahwa:
“Soal cerita adalah soal dalam bentuk cerita yang di dalamnya memuat masalah-
masalah untuk dipecahkan sebagai wahana untuk melatih murid menyelesaikan
masalah”. Dalam soal cerita tidak hanya memuat penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian tetapi bagaimana memproses soal tersebut dengan
langkah-langkah pemecahan masalah (problem solving) yang tepat.
4. Pengajaran soal Cerita dalam Matematika
Menyelesaikan soal cerita berbeda dengan mengerjakan soal biasa yang dapat
dijawab secara langsung. Dalam mengerjakan soal cerita harus melalui proses yaitu
melalui langkah-langkah penyelesaian.

6
‘Pada penyelesaian soal cerita lebih ditekankan pada pemahaman soal tersebut,
yaitu mampu mengenal apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan pengerjaan
hitung apa yang diperlukan’ (Depdikbud, 193 dalam Juariah (2003: 16).
Jadi dalam pengerjaan soal cerita, pemahaman akan isi soal cerita sangat penting
untuk dikuasai siswa, sehingga selanjutnya siswa dalam menuliskan apa yang
diketahui dan ditnyakan dalam soal cerita melalui problem solving.
2. Pendekatan Pembelajaran Problem Solving
1. Pendekatan Problem Solving
Sebelum membahas problem solving lebih jauh, terlebih dahulu kita harus
mengetahui apa itu masalah. Menurut Sugiyono (2009:52) masalah diartikan
sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar
terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan dengan pelaksanaan, antara
rencana dengan pelaksana.
Jadi apabila guru akan menerapkan problem solving dalam kegiatan
pembelajaran hendaknya diperhatikan kondisi siswa dan materi yang akan
disampaikan. Masalah dalam problem solving harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan siswa. Masalah bagi anak SD bukan merupakan masalah bagi
orang dewasa.
2. Langkah-langkah Pendekatan Problem Solving
Banyak ahli yang mengungkapkan teori mengenai langkah-langkah problem
solving. Hamiyah dan Jauhar (2014:129) membahas secara ringkas lima langkah
problem solving. Langkah-langkah itu sebagai berikut.
a. Mengenali adanya masalah—kesadaran akan suatu kesukaran, perasaan
frustrasi, keingintahuan, atau keraguan.
b. Mengidentifikasi masalah—klarifikasi dan definisi, termasuk perumusan
sasaran yang hendak dicapai, sebagaimana ditentukan oleh situasi yang
mengedepankan masalah itu.
c. Memanfaatkan pengalaman-pengalaman yang sebelumnya, misalnya
informasi yang relevan, penyelesaian-penyelesaian, atau gagasan-gagasan
sebelumnya untuk merumuskan hipotesis-hipotesis dan proposisi-proposisi
problem solving.

7
d. Menguji hipotesis-hipotesis atau kemungkinan-kemungkinan penyelesaian,
secara berurutan. Jika perlu, masalah boleh dirumuskan ulang.
e. Mengevaluasi penyelesaian-penyelesaian dan menarik simpulan berdasarkan
bukti. Ini melibatkan pemasukan penyelesaian yang berhasil tadi ke dalam
pemahaman yang dimiliki seseorang itu dan menerapkannya pada bentuk-bentuk
lain dari masalah yang sama.

3. Manfaat Penerapan Pendekatan Problem Solving dalam Pembelajaran


Problem solving memberikan kontribusi yang banyak terhadap pembelajaran
dalam hal ini pembelajaran matematika. Misalnya dapat melatih siswa
memecahkan masalah, dalam pembelajaran siswa menjadi lebih aktif, mengasah
kreativitas siswa dan sebagainya.

Riedesel, Schwartz, dan Clements dalam Suryadi (2007: 17) mengemukakan


bahwa: ‘… melalui kegiatan problem solving anak dapat mengembangkan
kemampuannya untuk menyelesaikan permasalahan tidak rutin yang memuat
berbagai tuntutan kemampuan berpikir termasuk yang tingkatannya lebih
tinggi”. Dari pendapat di atas jelas sekali bahwa manfaat penerapan problem
solving dalam pembelajaran salah satunya adalah dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam berpikir tingkat tinggi.

Selain manfaat melalui problem solving juga dapat mengembangkan


berbagai kemampuan dalam diri siswa. Ada empat jenis pengetahuan yang
dikembangkan dalam diri siswa melalui problem solving. Keempat pengetahuan
tersebut adalah:

1. Declarative knowledge (pengetahuan tentang fakta atau prinsip),

2. Prosedural knowledge (pengetahuan tentang prosedur atau cara),

3. Schematic knowledge (pengetahuan tentang cara yang telah ditempuh),

4. Metakognitive knowledge (pengetahuan mengevaluasi cara yang telah


dilakukan dalam memecahkan masalah).

Kemampuan-kemampuan yang didapat siswa dengan belajar melalui problem


solving dapat bermanfaat bagi siswa di masa yang akan datang, terutama

8
mematangkan kesiapan mereka untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.

3.Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika


Teori yang mendukung penerapan pendekatan problem solving dalam
pembelajaran matematika kajian soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan
adalah teori menurut J Bruner dalam Subarinah, S (2006: 3) bahwa: ‘Individu yang
belajar mengalami sendiri apa yang dipelajarinya agar proses tersebut yang direkam
dalam pikirannya dengan caranya sendiri’. Sebab itu alangkah baiknya jika di
sekolah menyediakan kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran.
Teori lain yang mendukung pembelajaran matematika dengan pendekatan
problem solving adalah teori belajar yang dikemukakan oleh Brownell. Brownell
dalam Subarinah, S (2006: 6) mengemukakan bahwa: ‘pada hakikatnya belajar
merupakan proses yang bermakna, dan belajar matematika merupakan suatu proses
bermakna dan pengertian’. Dalam pembelajaran matematika di SD, Brownell
mengemukakan teori makna. ‘Menurut teori makna, anak harus memahami makna
dari topik yang sedang dipelajari, mamahami simbol tertulis dan apa yang
diucapkan’.
Dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika guru harus bisa
menyajikan pembelajaran yang menarik bagi siswa, sehingga dalam proses KBM
siswa tidak merasa jenuh. Dienes dalam Subarinah, S. (2003: 5) mengemukakan
suatu teori belajar bahwa: ‘sistem pengajaran matematika agar lebih menarik dan
mengembangkan teknik mengajar yang menarik dan sederhana sehingga
pembelajaran matematika tidak hanya menyenangkan tapi materi yang disampaikan
dapat dipahami oleh siswa.
Teori belajar kaitannya dengan penerapan pendekatan problem solving dalam
pembelajaran soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan pada dasarnya
mengungkapkan bahwa dalam setiap kegiatan pembelajaran hendaknya guru dapat
menciptakan situasi yang kondusif sehingga pembelajaran berlangsung efektif.
C. Kaitan Teori dengan Latar belakang Masalah

9
Dewasa ini, perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tidak
mungkin lagi guru mengajarkan semua fakta dan konsep yang ada kepada siswa. Jika guru
masih bersikap “mau mengajarkan” semua pokok sains tersebut, maka sudah jelas target itu
tidak akan tercapai karena dapat dibayangkan berapa banyak waktu yang harus dibutuhkan
untuk menyampaikan suatu informasi yang begitu banyaknya.
Salah satu cara yang dapat ditempuh guru dalam suatu proses pembelajaran adalah
melatihkan siswa untuk menemukan konsep dan mengembangkan pengetahuannya sendiri
dengan berbagai sumber belajar yang tersedia disekitarnya. Metode problem solving adalah
suatu penyajian materi pelajaran dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus
dipecahkan atau diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini
siswa diharuskan melakukan penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian terhadap
masalah yang diberikan. Mereka memahami masalah atau problema, merumuskan hipotesis
atau jawaban yang mungkin memberi penyelesaian, mengumpulkan keterangan atau data,
menilai suatu hipotesis, mengetes dan mengadakan eksperimen, serta membentuk kesimpulan.
Dalam penerapan metode problem solving ini akan meningkatkan dan
menumbuhkembangkan aktivitas belajar siswa yang berdampak kepada hasil belajar yang
meningkat, baik aktivitas belajar individu maupun kelompok. Siswa dituntut untuk mandiri
dan mengkonstruksikan pengetahuan dan pemahamannya terhadap materi yang dipelajari,
sehingga dengan metode pembelajaran problem solving akan tercipta suatu suasana kelas
yang aktif dan tidak membosankan, konsentrasi siswa akan terfokus pada materi yang
diajarkan, karena dalam metode pembelajaran problem solving siswa dituntut untuk lebih
aktif dan berakibat kepada hasil yang lebih baik.
C. Kaitan Teori dengan Rumusan Masalah
Berdasarkan observasi di kelas IV SD Negeri Bantarujeg II didapat permasalahan,
yaitu hasil belajar matematika siswa yang rendah, faktor yang mempengaruhi hasil belajar
siswa rendah karena siswa menganggap matematika merupakan pelajaran yang sangat sulit
dipahami dan dimengerti sehingga kurang termotivasi dalam mengikuti pelajaran matematika.
sebenarnya guru sudah bervariasi dalam menggunakan metode pembelajaran. Akan
tetapi guru masih belum maksimal menggunakannya sehingga ketika menyampaikan materi
pada mata pelajaran matematika masih apa adanya. Kemudian guru langsung memberikan
soal latihan kepada siswa. Dalam proses pembelajaran soal yang diberikan lebih banyak

10
berupa soal secara simbol jarang sekali soal tersebut dikaitkan dengan soal sehari – hari (soal
cerita) sehingga ketika siswa diberi soal cerita siswa masih kesulitan dalam mengerjakannya.
Hal tersebut menyebabkan siswa lebih banyak terpaku pada soal yang ada dibuku, sehingga
siswa akan kebingungan ketika diberi soal yang sedikit berbeda dengan soal latihan.
Pembelajaran matematika yang seperti ini mengakibatkan siswa bekerja secara prosedural
tanpa memahami konsep yang sebenarnya.
Berdasarkan permasalahan di atas, sangat diperlukan pembelajaran yang membuat
siswa lebih aktif melatih kemampuan berpikirnya dalam memecahkan masalah. Hal ini
memungkinkan siswa untuk memahami materi yang disampaikan guru secara lebih bermakna.
Salah satu alternatif metode pembelajaran yang dapat digunakan yaitu metode problem
solving (pemecahan masalah). Metode problem solving merupakan “metode yang sangat
potensial untuk melatih peserta didik berpikir kreatif dalam menghadapi berbagai masalah
baik itu masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara
bersama-sama”. Masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam
usaha untuk mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa. Dalam penerapan metode ini
diharapkan dapat membuat siswa untuk lebih terampil dalam memecahkan masalah yang
berkaitan dengan soal matematika. Sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
III.PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SDN Bantarujeg II yang terdiri dari 11
orang siswa laki-laki, 12 orang siswa perempuan dan jumlah seluruhnya 23 orang.
Adapun alasan dipilihnya subjek penelitian ini didasari oleh pertimbangan bahwa
tingkat kemampuan pemecahan masalah soal cerita pada siswa kelas IV SDN Bantarujeg
II pada materi penjumlahan dan pengurangan pecahan masih rendah.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN Bantarujeg II yang berlokasi di Blok Cibeurih Desa
Bantarujeg Kecamatan Bantarujeg.
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan dengan dua siklus tindakan yang didahului oleh pra
siklus atau penelitian pendahuluan yang dilaksanakan pada Hari Selasa tanggal 12 April

11
2022. Siklus pertama dilaksanakan pada Hari Selasa tanggal 26 April 2022, dan siklus
kedua dilaksanakan pada Hari Rabu tanggal 18 Mei 2022
B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran
Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dengan dua siklus tindakan yang setiap
siklusnya terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini
untuk melihat tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa dalam materi penjumlahan
dan pengurangan pecahan dan kemampuan guru dalam mempersiapkan perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi yang bisa mengukur tingkat kemampuan pemecahan masalah
siswa.
Penelitian tindakan kelas ini merupakan suatu bentuk penelitian yang dilakukan
ketika proses belajar mengajar berlangsung yang bersifat reflektif kolaboratif dengan
melakukan tindakan-tindakan yang tepat dengan subjek yang diteliti adalah siswa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, sehubungan
dengan definisi yang diungkapkan oleh Bogdan dan Taylor (Moleong, 2002: 3)
mendefinisikan “Metode kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan prilaku yang dapat diamati”.
Yang menjadi dasar pertimbangan peneliti menggunakan metode tersebut
berdasarkan pendapat yang dikemukakan Moleong (2002: 5) adalah sebagai berikut:
Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan
dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat
hubungan antara peneliti dengan responden. Ketiga, Metode ini lebih peka dan dapat
menyesuaikn diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola
nilai yang dihadapi
Dengan demikian, proses dan hasil penelitian yang dilakukan digambarkan
dengan jelas dan rinci melalui penggunaan kata-kata. Penelitian ini menggunakan
rancangan penelitian tindakan kelas. Karena pendekatan ini mampu menawarkan
pendekatan dan prosedur yang mempunyai dampak langsung bentuk perbaikan dan
peningkatan propesionalisme guru dalam mengelola proses pembelajaran di kelas.
Adapun rancangan penelitian ini mengacu kepada rancangan penelitian yang
dilakukan oleh Kemmis dan Tagart yaitu model Spiral (Rochiati, 2005: 66) yang dimulai
dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.

12
Sebelum peneliti melakukan tindakan, pertama membuat rancangan tindakan yang
akan dilakukan. Kedua, setelah rancangan tersusun dengan matang barulah dilakukan
tindakan. Ketiga, bersamaan dengan dilakukannya tindakan peneliti mengamati proses
pelaksanaan tindakan itu sendiri dan akibat yang ditimbulkan melalui lembar observasi.
Keempat, berdasarkan hasil pengamatan tersebut peneliti kemudian melakukan refleksi
atas tindakan yang telah dilakukan.
Jika hasil refleksi menunjukkan perlunya dilakukan perbaikan atas dasar tindakan
yang telah dilkukan, maka rencana tindakan yang dilakukan berikutnya tidak sekedar
mengulang dari apa yang telah diperbuat sebelumnya.
Demikian seterusnya sampai masalah yang diteliti dapat dipecahkan secara
optimal.
Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah
bentuk spiral yang dilaksanakan dalam dua siklus. Model spiral ini meliputi empat tahapan,
yaitu tahap perencanaan tindakan, tahap pelaksanaan tindakan, observasi dan tahap refleksi.
1. Tahap Perencanaan Tindakan
Pertama, mengadakan penelitian awal untuk mengungkapkan permasalahan yang
perlu dipecahkan. Dalam hal ini peneliti melakukan observasi awal pelaksanaan
pembelajaran soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan, dan mengadakan tes
kemampuan dalam soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan
Kedua, menyusun langkah-langkah yang akan diambil agar semua komponen
yang diperlukan dapat dikelola dengan baik. Langkah-langkah yang ditempuh dalam
tahapan kedua ini adalah rancangan dan menentukan kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan. Peneliti juga memperkenalkan pendekatan pembelajaran yang akan dilakukan
dalam pembelajaran yaitu pendekatan problem solving. Dalam rancangan dan
menentukan kegiatan dilakukan dengan cara berdiskusi dengan pengamat atau supervisor.
Ketiga, mempersiapkan sarana dan fasilitas pendukung yang dibutuhkan seperti:
1. Menyiapkan RPP.
2. Menyiapkan soal pemecahan masalah.
3. Merencanakan waktu yang diperlukan dalam setiap fase kegiatan.
Keempat, mempersiapkan instrumen-instrumen pengumpul data untuk digunakan
dalam tahap pelaksanaan sesuai dengan hasil kesepakatan bersama.

13
Kelima, setelah mencapai kesepakatan bersama peneliti menyusun skenario
pembelajaran dengan penerapan pendekatan problem solving.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam dua siklus sampai berhasil, pelaksanaan
tindakan antara lain dengan menyusun RPP dan skenario pembelajaran untuk diterapkan
pada ptoses pembelajaran yang sebenarnya.
a. Kegiatan siklus I
Pada tahap awal siswa diberi contoh bagaimana belajar melalui pemecahan
masalah. Pemecahan masalah didahului dengan persoalan. Namun sebelumnya guru
menjelaskan terlebih dahulu materi yang akan dipelajari.
1. Kegiatan Awal
a. mengucapkan salam
b. Mengecek kehadiran siswa.
c. Guru mengenalkan konteks yang dipakai sebagai titik tolak pembelajaran.
d. Guru mengadakan apersepsi dengan tanya jawab tentang pengurangan pecahan
berpenyebut tidak sama yang sudah dipelajari.
e. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan Eksplorasi
a. Guru menjelaskan materi yang akan dipelajari hari ini, yaitu materi yang mengambil
penyelesaian masalah pengurangan.
b. Guru menjelaskan penyelesaian masalah pengurangan dihubungkan dengan
lingkungan sekolah melalui tanya jawab dibantu dengan media dan alat peraga yang
sudah dipersiapkan.
Kegiatan Elaborasi
a. Guru mengajukan satu buah soal cerita yang menggunakan pengurangan.
b. Melalui soal cerita, guru menjelaskan dan membimbing siswa menerapkan langkah-
langkah pemecahan masalah versi Polya.
c. Pada langkah pertama pemecahan masalah yang dianjurkan Polya adalah
memamhami masalah, guru menyuruh siswa secara individu membacakan soal cerita
secara berulang.

14
d. Siswa mengidentifikasi apa yang diketahui, apa yang ditanyakan serta apa yang harus
disesuaikan dari soal cerita tersebut melalui tanya jawab dengan guru.
e. Guru melanjutkan langkah pemecahan masalah ke tahap berikutnya yaitu
merencanakan pemecahan masalah.
f. Guru menjelaskan cara menyelesaikan masalah tersebut.
g. Pada langkah berikutnya, siswa dengan bimbingan guru menerapkan strategi yang
sudah dijelaskan untuk menyelesaikan soal cerita.
h. Siswa menyelesaikan soal cerita.
Kegiatan Konfirmasi
a. Siswa memeriksa kembali langkah-langlah penyelesaian soal cerita yang sudah
dilakukan.
b. Guru dan siswa membahas soal cerita yang sudah dikerjakan.
3. Kegiatan Akhir
a. Guru dan siswa menyimpulkan materi.
b. Guru mengadakan evaluasi
c. Guru memberikan umpan balik beruapa pemberian pekerjaan rumah.
3. Observasi
Pelaksanaan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan berlangsung,
sasaran kegiatan observasi dalam penelitian ini adalah untuk menemukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Seberapa jauh pelaksanaan tindakan telah sesuai dengan rencana tindakan.
b. Seberapa jauh pelaksanaan tindakan telah menunjukkan tanda-tanda akan tercapainya
tujuan tindakan.
c. Apakah terjadi dampak tambahan yang positif walaupun tak direncanakan.
d. Apakah terjadi dampak sampingan yang negatif atau merugikan sehingga
mengganggu kegiatan lainnya.
Pelaksanaan observasi dalam penelitian ini peneliti dibantu oleh rekan guru yang
lain sebagai praktisi dan kepala sekolah dengan tujuan untuk menjaga keobjektipan dan
untuk bahan perbandingan hasil dari pelaksanaan observasi. Tahap observasi ini sangat
berarti bagi kelanjutan pada tindakan selanjutnya. Hasil data observasi yang terkumpul
diolah dan dimaknai sehingga dapat segera dapat diketahui apakah tujuan dilaksanaka

15
tindakan akan tercapai. Pemahaman hasil observasi menjadi dasar untuk merumuskan
langkah-langkah beriktnya dalam pelaksanaan beriktnya. Apa yang perlu ditingkatkan,
diubah, atau dihilangkan kalau ditemukan hal yang dapat mengganggu terhadap jalannya
kegiatan pelaksanaan tindakan.
4. Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan akhir dari penelitian, yakni penelitian mengkaji ,
serta mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari pelaksanaan tindakan dari berbagai
kriteria. Sehingga hasil refleksi ini peneliti bersama-sama guru sebagai praktisi dan guru
lain dapat melakukan revisi perbaikan terhadap rencana awal pada tindakan lanjutnnya.
Dalam tahap refleksi ini merupakan kegiatan analisis-analisis, interprestasi, dan
penjelasan-penjelasan terhadap semua informasi yang diperoleh selama pelaksanaan
tindakan berlangsung. Hasil tahap refleksi dijadikan sumber dalam melakukan tindakan
selanjutnya, yaitu sebagai perbaikan dan penyempurnaan dari tindakan sebelumnya.
Pencapaian tujuan yang sudah maksimal dipertahankan sedangkan tujuan yang belum
tercapai diperbaiki untuk perbaikan pada siklus berikutnya.
C. Teknik Analisis Data
Proses analisis data pada penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu
pengumpulan, kondifikasi dan kategorisasi data. Data mentah yang diperoleh dari
berbagai berbagai instrumen pengumpulan data berupa tes, observasi, wawancara dan
catatan lapangan yang dirangkum dan dikumpulkan, kemudian diberi kode-kode tertentu
berdasarkan jenis dan sumbernya.
Teknik pengolahan data pada setiap instrumen akan diuraikan sebagai berikut.
1. Observasi
Lembar observasi terdiri dari lembar observasi guru dan siswa. Pada lembar
observasi guru disediakan kolom-kolom yang berisi aspek yang dinilai, nilai yang
ditetapkan/target dan nilai yang dicapai. Dalam lembar observasi siswa berisi nomor,
nama siswa, aspek yang diobservasi, skor dan keterangan.
2. Wawancara
Dalam pelaksanaan wawancara digunakan tabel yang berisi pertanyaan dan
jawaban dari observer dan siswa, kemudian tiap-tiap komentar atau jawaban
diklasifikasikan dan dipersentasikan untuk mendapatkan kesimpulan kegiatan belajar

16
mengajar yang sudah dilakukan.
3. Tes akhir belajar
Pada tes akhir belajar, teknik pengolahan data yang digunakan adalah teknik
kualitatif,
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrmen utama dalam penelitian adalah
penelliti sendiri. Namun dalam pelaksanaannya dibantu oleh guru yang lain. Teknik
pengolahan data untuk penelitian kualittif dapat dilakukan dengan berbagai cara. Menurut
Wiriaatmadja (2005: 122) mengemukan bahwa, “Pada dasarnya ada empat cara yang
mendasar utuk mengumpulkan informasi, yaitu observasi, wawancara, dokumen, dan
materi audio-visual”. Namun menurut Moleong (2002: 11) mengemukakan, “Teknik
pengumpulan data yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif adalah melalui
wawancara, pengamatan, catatan lapangan, dan dokumen”. Dalam pelaksanaan teknik-
teknik tersebut digunakan secara profesional sesuai dengan jenis data yang diperlukan.
Instrumen utama yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah
observasi, wawancara, dan tes.
Teknik yang digunakan sebagai pemantauan dalam pengumpulan data tentang
pelaksanaan tindakan kelas adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Salah satu alat pengumpul data dalam penelitian dalam hal ini dalam hal ini pnelitian
tindakan sekolah adalah observasi atau pengamatan. Nasution (1988) dalam Sugiyono
(2005:64) mengemukakan bahwa: “Organisasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan.
Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia
kenyataan yang diperoleh melalui observer”.
Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas dapat disimpulkan bahwa observasi
merupakan langkah yang strategis dalam penelitian. Dalam PTK observasi merupakan
salah satu teknik pengumpulan data yang sangat menentukan keberhasilan penelitian.
Observasi dapat dilakukan oleh guru secara langsung, namun jika terlalu menyita waktu
dan mengakibatkan konsentrasi guru dalam mengajar terganggu maka observasi dapat
dilakukan oleh teman sejawat atau alat perekam.
2. Wawancara

17
Wawancara dilakukan untuk mengungkap pendapat siswa atau pengamat mengenai
pembelajaran. Esterberg (2002) dalam Sogiyono (2005: 72) mengemukakan bahwa:
“wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu”.
Wawancara dapat dilakukan sebelum pembelajaran dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana perencanaan pembelajaran sudah dipersiapkan. Sesudah pembelajaran
wawancara dapat dilakukan untuk mengetahui komentar siswa atau pengamat mengenai
jalannya pembelajaran.
Selanjutnya Stainback dalam Sugiyono (2005: 72) mengemukakan pentingnya
wawancara dalam suatu penelitian bahwa : “Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan
mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan
situsi dan penemuan yang terjadi, dimana hal ini tidak dapat ditemukan dlam
wawancara”.
3. Tes
Berdasarkan tujuan dari penelitian tindakan kelas, yaitu untuk memperbaiki dan
meningkatkan praktek pembelajaran. Dalam proses pembelajaran evaluasi harus
dilaksanakan secara berkelanjutan, artinya evaluasi harus dilaksanakan setiap saat,
sehingga diperoleh keterangan yang objektif mengenai kemajuan belajar siswa. Evaluasi
yang digunakan pada tindakan pembelajaran dalam penelitian ini menyangkut tes hasil
dan tes proses.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian dan perbaikan pembelajaran
1. Paparan Data Awal
Guru dan siswa merupakan dua komponen penting dalam kegiatan belajar mengajar
yang tidak mungkin dapat dipisahkan. Perilaku guru saat mengajar, pendekatan
pembelajaran, pengelolaan kelas yang diterapkan guru dalam pembelajaran akan
berpengaruh terhadap perilaku siswa saat belajar dan daya serap siswa terhadap materi
pelajaran yang diterimanya, sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pada hasil belajar
siswa secara menyeluruh.
Dalam pelaksanaan pembelajaran matematika soal cerita penjumlahan dan
pengurangan pecahan di kelas IV SDN Bantarujeg II, siswa masih belum memecahkan

18
soal cerita, diantaranya siswa masih belum memahami isi soal cerita dan belum pahan
dengan prosedur penyelesaian soal cerita, siswa juga harus menyamakan penyebut. ,
kemampuan siswa dalam memahami isi soal cerita yang masih rendah, tidak antusias dan
malas dalam mengerjakan soal cerita tersebut, siswa lebih menyukai kegiatan lain yang
baginya menarik dan menyenangkan seperti bercanda dengan teman, memukul-mukul
meja, mengobrol dan sebagainya dan akhirnya suasana kelas menjadi gaduh, akibatnya
materi yang disampaikan guru tidak dapat diserap dan dipahami siswa secara optimal
yang berujung pada nilai tes matematika soal cerita penjumlahan dan pengurangan
pecahan menjadi rendah.
Kondisi di atas memberikan indikasi terhadap suatu masalah yang cukup signifikan,
yang akhirnya bermaura pada kejenuhan dan keengganan siswa dalam mengikuti
pelajaran matematika. Bahkan lebih parah dari itu, siswa menjadi tidak suka dengan
pelajaran matematika.
Berdasarkan pelaksanaan tes awal hasil belajar siswa pada pelajaran matematika soal
cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada
tes awal masih rendah yaitu 52 jauh di bawah nilai ketuntasan minimal yang ditetapkan
yaitu 65.
Jadi berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa pada soal
cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan masih rendah. Oleh karena itu untuk
memperbaiki pembelajaran soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan
selanjutnya , maka pada penelitian ini akan dilakukan tindakan dengan menerapkan
pendekatan problem solving.
2. Paparan Data Tindakan
Pelaksanaan siklus I meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan hasil penelitian,
analisis data dan refleksi sebelum dilaksanakan siklus selanjutnya.
a. Paparan Data Tindakan Siklus I
1. Paparan Data Perencanaan Siklus I
Pada tahap perencanaan siklus I dimulai dengan penetapan jadwal pelaksanaan
pembelajaran matematika soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan yang akan
dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 26 April 2022 jam pertama sesuai dengan jadwal
pelajaran matematika di kelas IV SDN Bantarujeg II.

19
Kegiatan selanjutnya adalah menyusun rencana pembelajaran yang sesuai dengan
kurikulum yang digunakan saat ini yaitu KTSP dan disesuaikan pula dengan materi yang
akan disampaikan. Selain itu juga dipersiapkan alat peraga yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran, yang tidak kalah penting adalah pendalaman mengenai problem
solving oleh guru sehingga penerapannya tidak mengalami banyak hambatan.
2. Paparan Data Pelaksanaan Siklus I
Pelaksanaan siklus I dilakukan satu kali pertemuan selama 1 jam pelajaran atau 1 x
35 menit, dimulai pada pukul 07.30 sampai pukul 08.05 WIB. Pada kegiatan awal
dimulai dengan mengkondisikan siswa, apersepsi dengan tanya jawab tentang
penjumlahan dan pengurangan pecahan.
Guru menjelaskan dan melakukan tanya jawab mengenai soal cerita penjumlahan dan
pengurangan pecahan, kemudian guru memberikan masalah. Masalah yang diajukan
adalah soal dalam bentuk cerita yang berisi perhitungan yang harus dipecahkan dan
diselesaikan oleh siswa melalui langkah-langkah pemecahan masalah dengan bimbingan
guru.
3. Paparan Data Hasil Siklus I
Hasil data yang diperoleh pada pelaksanaan siklus I terdiri dari lembar observasi
siswa, lembar wawancara semistruktur siswa, serta lembar tesevaluasi. Masing-masing
hasil data tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.
a) Observasi
Data hasil observasi yang pertama akan dibahas adalah lemabar hasil observasi siswa
saat melaksanakan langkah-langkah pemecahan masalah.
b) Wawancara
Hasil wawancara yang dilakukan dengan siswa
Jadi berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa pada mata
pelajaran matematika soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan sudah
mengalami peningkatan dibandingkan sebelum tindakan tetapi belum mencapai nilai
batas minimal yang ditetapkan. Oleh karena itu, untuk memperbaiki pembelajaran, akan
diadakan perbaikan pada tindakan siklus berikutnya.
4. Analisis Data dan Refleksi Siklus I
a) Analisis Data

20
Analisis data kegiatan guru dan siswa saat pembelajaran matematika soal cerita
penjumlahan dan pengurangan pecahan serta temuan-temuan yang terjadi di lapangan pada
siklus I menunjukkkan bahwa pembelajaran belum sepenuhnya memenuhi target yang
diharapkan, hal ini dapat terlihat dari temuan-temuan yang diperoleh di lapangan pada saat
pembelajaran. Temuan-temuan tersebut meliputi kegiatan guru dan aktivitas siswa saat
pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran masih didominasi oleh guru, sementara siswa hanya diam mendengar
penjelasan guru di depan kelas.
2) Penjelasan guru terlalu cepat.
3) Penerapan pendekatan problem solving belum maksimal.
4) Masih ada siswa yang melakukan kegiatan lain saat belajar.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut di atas, maka perlu diadakannya suatu tindakan
lanjutan untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus berikutnya.
Analisis data hasil observasi siswa saat mengerjakan latihan soal cerita penjumlahan
dan pengurangan pecahan menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah
digambarkan dengan grafik di bawah ini:
b) Refleksi
Berdasarkan data yang terkumpul dan setelah dilakukannya analisis serta penelaahan
terhadap data tersebut, maka peneliti menyimpulkan pelaksanaan siklus I yang telah
dilakukan. Kesimpulan yang diperoleh peneliti diantaranya:
1) Pembelajaran sudah berlangsung lancar, hanya saja siswa belum terlihat aktif.
2) Penerapan pendekatan problem solving sudah dilakukan yaitu dengan menerapkan
langkah-langkah problem solving untuk memecahkan soal cerita penjumlahan dan
pengurangan pecahan, namun siswa belum menguasai langkah L1 diketahui, L2, L3,
dan L4.
3) Nilai tes formatif siswa sudah mengalami peningkatan hanya belum menyeluruh dan
belum mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti menemukan beberapa hambatan pada
pelaksanaan siklus I sebagai berikut:
1) Siswa kurang aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru sehingga guru kesulitan
mengindikasi siswa mana yang belum paham.

21
2) Penelitian yang baru pertama kali dilakukan peneliti menyebabkan situasi pembelajaran
masih terasa tegang sehingga penyampaian materi kurang maksimal, misalnya suara
guru yang kurang nyaring dan penjelasan materi yang terlalu cepat.
3) Siswa masih kesulitan menyamakan penyebut pecahan berpenyebut tidak sama.
4) Beberapa siswa masih lambat dalam melakukan operasi perkalian dan pembagian.
Dengan refleksi yang sudah dilakukan, maka pada pelaksanaan tindakan siklus II
berikutnya akan diadakan perbaikan sebagai berikut:
1) Sebaran pertanyaan akan diusahan lebih merata, sehingga dapat memotivasi siswa untuk
aktif.
2) Siswa diberi kesempatan untuk bertanya apa yang belum dipahami dalam langka-
langkah problem solving.
3) Dalam menjelaskan langkah-langkah problem solving guru melakukan pendekatan
dengan cara berkeliling ke bangku siswa untuk membimbing siswa yang lambat dan
belumpaham apa yang dijelaskan guru.
b. Paparan Data Tindakan Siklus II
1. Paparan Data Perencanaan Siklus II
Setelah mengakomodasi masukan dari siklus I, maka pada tahap perencanaan, guru
terlebih dahulu mempersiapkan RPP yang baru dengan soal cerita penjumlahan dan
pengurangan pecahan yang baru pula, karena pada siklus I siswa belum memahami
langkah-langkah pemecahan masalah dan nilai tes akhir yang diperoleh masih rendah.
Selain itu, dipersiapkan pula pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dalam
pembelajaran.
2. Paparan Data Pelaksanaan Siklus II
Pelaksanaan siklus II dilakukan satu kali pertemuan selama 1 jam pelajaran atau 1 x
35 menit, dimulai pada pukul 07.30 sampai pukul 08.05 WIB. Pada kegiatan awal dimulai
dengan mengkondisikan siswa, apersepsi dengan tanya jawab tentang penjumlahan dan
pengurangan pecahan.
Guru menjelaskan dan melakukan tanya jawab mengenai soal cerita penjumlahan dan
pengurangan pecahan, kemudian guru memberikan masalah. Masalah yang diajukan adalah
soal dalam bentuk cerita yang berisi perhitungan yang harus dipecahkan dan diselesaikan
oleh siswa melalui langkah-langkah pemecahan masalah dengan bimbingan guru.

22
3. Paparan Data Hasil Siklus II
Hasil data yang diperoleh pada pelaksanaan siklus II terdiri dari lembar observasi
siswa, lembar wawancara semistruktur siswa, serta lembar tes evaluasi. Masing-masing
hasil data tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.
a) Observasi
Data hasil observasi yang pertama akan dibahas adalah lemabar hasil observasi siswa
saat melaksanakan langkah-langkah pemecahan masalah.
b) Wawancara
c) Tes Hasil Belajar
Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa pada
mata pelajaran matematika soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan sudah
mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I dan sudah di atas kriteria ketuntasan
minimal sehingga penelitian akan dihentikan sampai siklus II.
4. Analisis Data dan Refleksi Siklus II
a) Analisis Data
Analisis data kegiatan guru dan siswa saat pembelajaran matematika soal cerita
penjumlahan dan pengurangan pecahan serta temuan-temuan yang terjadi di lapangan pada
siklus II menunjukkkan bahwa pembelajaran sudah sepenuhnya memenuhi target yang
diharapkan, hal ini dapat terlihat dari temuan-temuan yang diperoleh di lapangan pada saat
pembelajaran. Temuan-temuan tersebut meliputi kegiatan guru dan aktivitas siswa saat
pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran sudah berjalan lancar, siswa sudah aktif mengikuti pembelajaran.
2) Penjelasan guru cukup menarik.
3) Penerapan pendekatan problem solving sudah maksimal.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut di atas, maka penelitian dihentikan sampai
siklus II
b) Refleksi
Berdasarkan data yang terkumpul dan setelah dilakukannya analisis serta penelaahan
terhadap data tersebut, maka peneliti menyimpulkan pelaksanaan siklus II yang telah
dilakukan. Kesimpulan yang diperoleh peneliti diantaranya:
1) Pelaksanaan pembelajaran berjalan lancar.

23
2) Penerapan pendekatan problem solving sudah dilakukan dengan baik.
3) Nilai tes formatif semua siswa sudah mengalami peningkatan nilainya sudah melebihi
nilai KKM.
Berdasarkan kesimpulan dari hasil pengumpulan data yang sudah dilakukan dari
siklus I sampai siklus II, seluruhnya sudah mencapai hasil yang memuaskan, maka peneliti
akan menghentikan penelitian sampai dengan siklus II.
B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Penelitian tindakan kelas pada dasarnya adalah penelitian yang dilakukan guru dalam
kelas dimana guru berperan sebagai pengajar sekaligus peneliti yang dibantu oleh pengamat.
Setelah dilakukan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan pendekatan problem solving
pada pembelajaran matematika soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan di kelas IV
SDN Bantarujeg II Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka ternyata kemampuan siswa
dalam memahami pelajaran matematika soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan
meningkat.
Penelitian yang sudah dilakukan terdiri dari dua siklus. Siklus I dilakukan dengan
menerapkan pendekatan problem solving untuk memperbaiki pelaksanaan pembelajaran
matematika soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan. Setelah dilakukan siklus I
ternyata memperlihatkan situasi belajar yang semakin membaik dan hasil belajar yang
semakin meningkat.
1. Secara Teoritis
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada siklus 1 menunjukkan bahwa nilai
siswa masih di bawah kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan , sehingga rata-rata
nilai kelas yang diperoleh pun masih di bawah KKM. Dapat disimpulkan bahwa pemahaman
siswa pada mata pelajaran matematika soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan
sudah mengalami peningkatan dibandingkan sebelum tindakan tetapi belum mencapai nilai
batas minimal yang ditetapkan. Oleh karena itu, untuk memperbaiki pembelajaran, akan
diadakan perbaikan pada tindakan siklus berikutnya
Teori lain yang mendukung pembelajaran matematika dengan pendekatan
problem solving adalah teori belajar yang dikemukakan oleh Brownell. Brownell dalam
Subarinah, S (2006: 6) mengemukakan bahwa: ‘pada hakikatnya belajar merupakan proses
yang bermakna, dan belajar matematika merupakan suatu proses bermakna dan pengertian’.

24
Dalam pembelajaran matematika di SD, Brownell mengemukakan teori makna. ‘Menurut
teori makna, anak harus memahami makna dari topik yang sedang dipelajari, mamahami
simbol tertulis dan apa yang diucapkan’.
2. Secara Empiris
Setelah dilakukan analisis siklus I ternyata pembelajaran yang sudah dilakukan
belum maksimal. Siswa masih kurang aktif berpartisipasi dalam pembelajaran sehingga nilai
tes akhirnya juga belum mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal yang sudah ditetapkan.
Maka diadakanlah siklus II untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan pada siklus I. Dan
ternyata siklus II mampu meningkatkan kondisi belajar yang kondusif serta hasil belajar yang
sesuai target.
Dalam menerapkan pendekatan problem solving atau metode apapun dalam
pembelajaran haruslah dapat menarik perhatian siswa, seperti yang diungkapkan Dienes
dalam Subarinah, S (2003:5) bahwa: ‘Sistem pembelajaran matematika harus menarik dan
mudah dipelajari’. Untuk menarik perhatian siswa, dalam penelitian yang sudah dilakukan,
selain berusaha menciptakan kondisi kelas yang menyenangkan, berkaitan dengan pendekatan
problem solving yang diterapkan dalam penelitian ini, peneliti juga mengadopsi langkah-
langkah pemecahan masalah Polya untuk mempermudah siswa dalam menyelesaikan soal
cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan problem
solving yaitu dengan menerapkan langkah-langkah problem solving dapat berhasil
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa pada pembelajaran matematika soal
cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan di SDN Bantarujeg II Kecamatan Bantarujeg
Kabupaten Majalengka.
3. Temuan dan Penafsiran hasil penelitian
Hasil belajar ditentukan oleh banyak faktor yang bervarisi artinya tidak semua faktor
itu mendukung keberhasilan tetapi ada juga yang menghambat keberhasilan seseorang. Faktor
yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran diantaranya adalah peran pendidik dan
peserta didik. Pelaksanaan pendidikan saat ini menuntut pendidik untuk berperan sebagai
fasilitator, motivator, dan sekaligus evaluator dalam kegiatan pembelajaran. Model
pembelajaran aktif tipe problem solving merupakan model pembelajaran yang secara
langsung melibatkan keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran. Peneliti bermaksud

25
untuk mengkaji dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran aktif tipe problem
solving akan menghasilkan hasil belajar peserta didik yang berbeda atau tidak. Kelebihan dari
model pembelajaran aktif tipe problem solving adalah memberi kesempatan peserta didik
untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain menumbuhkan rasa percaya diri
dan menyenangkan. Pada tahap awal pembelajaran siswa pada kedua kelas diberikan stimulus
tentang mata pelajaran Matematika materi pecahan. Hal tersebut bertujuan untuk melihat
kemampuan siswa.
Berdasarkan pelaksanaan tes awal hasil belajar siswa pada pelajaran matematika soal
cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada tes
awal masih rendah yaitu 52 jauh di bawah nilai ketuntasan minimal yang ditetapkan yaitu 65.
Hanya beberapa siswa yang menempuh kriterian ketuntasan nilai, sedangkan nilai yang di
bawah KKM masih banyak. Maka dari itu dilaksanakan siklus 2, setelah dilaksanakan siklus 2
hasil belajar siswa mengalami peningkatan pada hasil belajar.
V. SIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan dan menerapkan suatu pendekatan
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami apa yang
dipelajarinya.
2. Faktor yang menghambat siswa dalam menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan
pengurangan pecahan sebelum diterapkan pendekatan problem solving diantaranya:
a. Masih rendahnya kemampuan siswa dalam memahami topik soal cerita.
b. Komponen dan substansi dalam soal cerita yang belum dipahami siswa karena soal
cerita hanya dibaca sekilas tanpa pemahaman yang mendalam.
c. Strategi dan prosedur soal cerita yang belum jelas sehingga masih membingungkan
siswa.
3. Aktivitas siswa saat berlangsungnya pembelajaran matematika soal cerita penjumlahan dan
pengurangan pecahan dengan menggunakan pendekatan problem solving berjalan dengan
kondusif diantaranya ditunjukkan dengan perhatian siswa yang fokus saat guru
menjelaskan, adanya respon siswa saat guru mengajukan pertanyaan, tidak ada lagi siswa

26
yang melakukan kegiatan lain selain kegiatan yang ada hubungannya dengan
pembelajaran.
4. Setelah dilakukan upaya perbaikan pembelajaran soal cerita penjumlahan dan pengurangan
pecahan dengan menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah (problem solving)
akhirnya sebagian besar prestasi siswa mengalami peningkatan.
B. Saran Tindak Lanjut
Berdasarkan kesimpulan di atas, untuk perbaikan tindakan dan peningkatan prestasi
belajar matematika, khususnya materi soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan di
kelas IV SDN Bantarujeg II, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut.
1. Bagi Guru
a. Guru di sekolah dasar hendaknya meningkatkan kemampuannya dalam penguasaan
pendekatan pembelajaran dan penguasaan konsep pelajaran matematika di SD,
sehingga guru dapat menerapkan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat dan tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
b. Sehubungan dengan materi yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengenai soal cerita
penjumlahan dan pengurangan pecahan yang didalamnya memuat perhitungan
campuran serta cara penyelesaian yang tidak sederhana dan dianggap sulit oleh siswa,
maka sangat penting bagi guru untuk memiliki kreatifitas dalam menyajikan materi
sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan menyenangkan.
c. Pelajaran matematika bukan hanya sekedar pelajaran yang mendidik siswa untuk pandai
berhitung semata, tetapi bagaimana menerapkan matematika sebagai ilmu yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan siswa, karena itu guru harus terus meningkatkan dan
memperluas kemampuan matematiknya sehingga dalam pembelajaran matematika guru
tidak hanya mengajarkan siswa berhitung saja tetapi sekaligus mengarahkan siswa pada
pembelajaran matematik yang lebih bermakna.
d. Pendekatan problem solving sebaiknya diterapkan oleh guru untuk materi-materi tertentu
sebagai pendekatan pembelajaran sejak siswa masih di kelas rendah, sehingga pada
tahap selanjutnya siswa menjadi terbiasa melakukan pemecahan masalah dalam
pembelajaran.
2. Bagi Kepala Sekolah
a. Dukungan dari kepala sekolah dalam memotivasi guru untuk profesional dan disiplin

27
dalam mengajar sehingga pelajaran matematika disampaikan tidak asal-asalan sehingga
materi yang disampaikanpun dapat diserap dan dipahami siswa secara maksimal.
b. Kepala sekolah hendaknya menganjurkan guru sekolah dasar untuk mengikuti diklat,
seminar atau pelatihan yang berhubungan dengan pendidikan matematika di SD
sehingga memlalui kegiatan tersebut dapat meningkatkan dan memperluas pengetahuan,
wawasan, dan keterampilan matemtaika guru SD.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Susanto. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Alwasilah, Chaedar.(2011). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya
Akdon. (2005). Aplikasi Statistik dan Metode Penelitian untuk Administrasi & Manajemen.
Bandung: Dewa Ruchi.
Arikunto,Suharsimi (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Edisi revisi). Jakarta: Bumi
Aksara.
Arifin, Zaenal. (2008). Meningkatkan Motivasi Berprestasi, Kemampuan Pemecahan Masalah,
dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Melalui Pembelajaran Matematika Realistik dengan
Strategi Kooperatif di Kabupaten Lamongan. Disertasi. Tidak diterbitkan.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2006). Panduan Kurikulum Tingkat satuan
pendidikan (KTSP) SD/MI. Jakarta: BP. Dharma Bhakti
Bogdan, Robert dan Taylor. (1992). Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Terjemahan oleh
Arief Rurchan, Surabaya : Usaha Nasional.
Danim, Sudarwan. (2002). Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Depdiknas. (2003). Kurikulum Pendidikan Dasar. GBPP SD. Depdiknas. Jakarta.
Depdiknas. (2006). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Tingkat Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah. Jakarta: Media Pustaka.
Echols, Jhon M dan Hassan Shadily. (2006). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Hamiyah, N. Dan M. Jauhar. 2014. Strategi Belajar-Mengajar di Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Iskandar. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: GP Press
Pepkin. (2016). Creative Problem Solving in Math (online). Tersedia di:
http://www.uh.edu/hti/cu/2004/v02/04.html. (01 November 2015)

28
Juariah, A. (2003). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Soal Cerita melalui Pemecahan
masalah untuk Siswa Kelas III SD. Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Pitajeng. (2006). Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Ketenagaan.
Purwanto Sigid. (2010). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP
dan MTs melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Disertasi. Tidak diterbitkan.
Maulana. (2006). Konsep Dasar Matematika untuk PGSD. Bandung: Tidak diterbitkan.
Moleong, Lexy, J.(2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Runtukkahu, J. T. (2014). Pembelajaran Matematika Dasar bagi Anak Berkesulitan Belajar.
Pustaka Pelajar.
Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. (2009) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Shadiq, Fajar. (2004). Pemecahan Masalah, penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: PPPG
Yogyakarta.
Subarinah. (2006). Inovasi Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Ketenagaan.
Sudjana. (2002). Metode Statistika. Jakarta: Tarsito.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukirwan. (2008). Kegiatan Pembelajaran Eksploratif untuk Meningkatkan Kemampuan
Penalaran dan Koneksi Matematika Siswa Sekolah Dasar. Tesis UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
Suryadi, Didi dan Herman,tatang. (2007). Eksplorasi Matematika Pembelajaran Pemecahan
Masalah. Jakarta: CV. Rizky Grafis.
Turmudi. (2008). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan
Investigatif). Bandung: PT. Leuser Cita Pustaka.
Wahyudin. (2003). Peranan Problem Solving. Makalah seminar Technical Cooperation Project
For Development of Mathematics and Science for Primary and Scondary Education in
Indonesia. August 25,2003.

29

Anda mungkin juga menyukai