Anda di halaman 1dari 38

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM

SOLVING (CPS) BERBASIS MEDIA ANIMASI MICROSOFT POWER


POINT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN
SOAL CERITA VOLUME KUBUS DAN BALOK DI KELAS V SD
NEGERI KERTASARI

Oleh:

CANDRA ANDRIAWAN
NIM. 836502069
candraandriawan27@gmail.com

ABSTRAK

Latar belakang masalah penelitian ini adalah bahwa pembelajaran matematika pada
kelas V di SD Negeri Kertasari masih kurang efektif serta penyampaian guru masih
konvensional sehingga siswa enggan mendengarkan penjelasan guru sehingga
mengakibatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita menjadi berkurang. Maka dari itu
perlu diadakan penelitian untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dengan menerapkan
model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita
tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan untuk
mendiskripsikan penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
berbasis media animasi Microsoft Power Point dalam meningkatkan kemampuan
menyelesaikan soal cerita volume kubus dan balokdi kelas V SD Negeri Kertasari setelah
model diterapkan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengambil latar
SD Negeri Kertasari. Adapun urutan kegiatan penelitian mencakup : (1) Perencanaan,(2)
Pelaksanaan, (3) Observasi, (4) Refleksi. Hasil penelitian: (1) penerapan model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbasis media animasi microsoft power
point dilakukan dalam dua siklus. (2) penerapan model pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) berbasis media animasi microsoft power point pada pembelajaran
matematka dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita volume kubus
dan balok di kelas V SD Negeri Kertasari. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan
kemampuan menyelesaikan soal cerita volume kubus dan balok di kelas V SD Negeri
Kertasari yang cukup signifikan, pemahaman dan hasil belajar siswa terhadap materi
yang disampaikan guru, ketuntasan belajar meningkat dari masing-masing siklus I
(58%), dan Siklus II (92%).

Kata Kunci : Pemecahan Masalah, Model Pembelajaran Creative Problem


Solving (CPS), Animasi Microsoft Power Point, Volume Kubus dan Balok,
Matematika.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kegiatan belajar mengajar mengandung arti interaksi dari berbagai
komponen seperti guru, murid, sarana dan bahan ajar lainnya yang digunakan
pada saat kegiatan berlangsung. Saat ini interaksi antara guru dan murid
sangat kurang. Akibatnya akan memberikan pengaruh yang tidak kondusif
kepada siswa dalam proses pembelajarannya, seperti siswa menjadi tidak
tertantang untuk belajar, tidak fokus pada pelajaran terkait atau bahkan
terkesan mengganggu jalannya proses pembelajaran.
Dalam meningkatkan mutu pendidikan diperlukan perubahan pola
pikir yang akan dijadikan landasan pelaksanaan pendidikan di masa yang
akan datang. Peningkatan mutu pendidikan direalisasikan melalui proses
pembelajaran. Pada waktu sekarang ini masih ada proses pembelajaran yang
hanya terfokus pada guru, dan kurang terfokus pada siswa. Akibatnya
kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada pengajaran bukan pada
pembelajaran. Kegiatan pengajaran lebih berpihak pada kepentingan orang
yang mengajar (guru), sedang kegiatan pembelajaran lebih berpihak pada
orang yang belajar (siswa). Agar proses pembelajaran yang terjadi dapat
berlangsung efektif maka seorang guru harus dapat mengemban tugasnya
dengan baik sebagai pendidik.
Kegiatan pembelajaran tidak hanya menerima informasi dari guru,
tetapi mengolah informasi sebagai masukan dalam meningkatkan
kemampuan. Namun, guru selama ini mengajarkan matematika dengan hanya
menggunakan metode ceramah saja dan belum menggunakan metode
mangajar yang bervariasi sehingga siswa kurang dapat memahami
pembelajaran matematika dengan baik. Pada pembelajaran matematika
tentunya siswa tidak hanya diajarkan dengan ceramah saja, melainkan siswa
bisa memahami materi dengan baik yaitu dengan cara pengalaman langsung
dan dapat menemukan sendiri pemecahan masalah yang ada dengan
pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Katagiri (Marsigit, 2009: 3) mengatakan bahwa berpikir matematika
meliputi 3 aspek yaitu, sikap matematika, metode memikirkan matematika
dan konten matematika. Sikap matematika adalah sikap yang ditunjukkan
dengan adanya rasa senang untuk mempelajari matematika, sikap yang
mendukung untuk mempelajari matematika, pengetahuan yang cukup untuk
mempelajari matematika, rasa ingin tahu, kemauan untuk bertanya, dan
kemauan untuk memperoleh keterampilan dan pengalaman matematika.
Namun, pada kenyataannya siswa menganggap bahwa matematika sulit untuk
dipelajari. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi prestasi belajar matematika
menjadi rendah. Kenyataan seperti ini sangat memprihatinkan mengingat
matematika sangat berpengaruh untuk memecahkan masalah di kehidupan
sehari-hari. Pitadjeng (2006: 1) menyatakan bahwa banyak orang tidak
menyukai matematika termasuk siswa-siswa yang masih duduk di bangku
SD/MI.
Kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika juga merupakan
salah satu kemampuan matematik yang juga harus dimiliki seorang siswa.
Kemampuan menyelesaikan soal cerita dapat memberikan manfaat bagi siswa
yaitu siswa mengetahui apa kegunaan dari pokok bahasan yang telah
dipelajari. Selain itu, kemampuan siswa dalam mengambil suatu keputusan
merupakan manfaat lain yang dapat diperoleh dari kemampuan
menyelesaikan soal cerita.
Berdasarkan data yang didapatkan dari siswa kelas V SD Negeri
Kertasari, sebanyak 15 siswa dari 38 siswa (39%) yang mampu
menyelesaikan soal cerita matematika dengan baik. Itu berarti kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika siswa kelas V SD Negeri Kertasari
masih rendah. Data tersebut dapat diuraikan dengan melihat rekap nilai
pelajaran matematika kelas V, khususnya materi kubus dan volume balok,
dapat disimpulkan jika 61% siswa memiliki kemampuan memecahkan
masalah matematika yang rendah. Nilai mereka rata-rata di bawah KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 70. Dari data nilai 38 siswa dapat
diuraikan sebagai berikut: (1) nilai 93-100 atau Amat baik ada 2 orang =
5,55%, (2) nilai 85-92 atau Baik ada 4 orang = 11,11%, (3) nilai 77-84 Cukup
ada 8 orang = 22,22% (4) nilai <76 ada 22 orang = 61,11%.
Kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita merupakan suatu masalah
yang perlu ditangani pemecahannya. Dengan masalah ini dikhawatirkan akan
mengakibatkan siswa kurang memahami permasalahan- permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan matematika.
Berbagai permasalahan di atas memerlukan solusi dan penanganan
yang tepat agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Salah satu
langkah yang diambil adalah menggunakan model pembelajaran creative
problem solving. Model pembelajaran berbasis Creative Problem Solving
merupakan model pembelajaran yang memusatkan pada pengajaran dan
keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan
keterampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu masalah, siswa dapat
melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan
mengembangkan tanggapannya. Mengingat kemampuan menyelesaikan soal
cerita matematika siswa kelas V SD Negeri Kertasari rendah, maka peneliti
bermaksud menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving
(CPS) untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa
kelas V SD Negeri Kertasari.
Selain metode pembelajaran yang masih bersifat konvensional yang
digunakan di SD Negeri Kertasari, salah satu penyebab kurang berminatnya
siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar matematika yang berujung
kepada rendahnya kemampuan komunikasi matematik adalah kurangnya
penggunaan media pembelajaran yang digunakan oleh guru. Padahal SD
Negeri Kertasari sudah termasuk sekolah yang mempunyai sarana dan
prasarana ataupun media pembelajaran yang cukup lengkap, baik itu OHV
(Over Head Projector), Radio Tape, VCD Player, infocus ataupun laptop
yang merupakan media pembelajaran yang berteknologi tinggi.
1. Identifikasi Masalah
Dari kenyataan diatas, peneliti dengan bantuan teman sejawat untuk
bersama-sama mengidentifikasi masalah terhadap kekurangan-kekurangan
dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan hasil refleksi terungkap
masalah – masalah dalam pembelajaran, antara lain :
1. Kurang interaksi antara guru dan siswa.
2. Proses pembelajaran masih terfokus pada guru.
3. Guru belum menggunakan metode yang bervariasi dalam pembelajaran.
4. Matematika masih dirasa sulit oleh siswa.
5. Kurangnya kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita matematika.

2. Analisis Masalah
Masalah-masalah tersebut akan ditindakianjuti dengan mencarikan
solusi pemecahannya. Berdasarkan hasil pembelajaran selama kegiatan
pembelajaran berlangsung, penulis menganalisis masalah yang timbul serta
berdiskusi dengan teman sejawat untuk mencari penyebab dan masalah yang
teridentifikasi di atas. Penyebab kurang berhasilnya pembelajaran
Matematika terhadap konsep materi volume kubvus dan balok di kelas V SD
Negeri Kertasari adalah sebagai berikut:
1. Materi volume kubus dan balok merupakan salah satu materi dalam
matematika yang memuat prinsip dan hitungan, memerlukan pemahaman
yang berlebih. Hal itu akan membuat siswa merasa jenuh dan bosan dalam
mengikuti proses pembelajaran;
2. Selain metode pembelajaran yang masih bersifat konvensional yang
digunakan di SD Negeri Kertasari Kecamatan, salah satu penyebab kurang
berminatnya siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar matematika
yang berujung kepada rendahnya kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematik adalah kurangnya penggunaan media pembelajaran yang
digunakan oleh guru. Padahal SD Negeri Kertasari sudah termasuk sekolah
yang mempunyai sarana dan prasarana ataupun media pembelajaran yang
cukup lengkap baik itu OHV (Over Head Projector), Radio Tape, VCD
Player, in focus ataupun komputer/lap top yang merupakan media
pembelajaran yang berteknologi tinggi.;
3. Sampai saat ini masih banyak siswa yang beranggapan bahwa mata
pelajaran matematika sulit dipahami, bersifat abstrak, menjemukan dan
membosankan, sehingga tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan
dalam memahaminya.
4. Mengkaji dari perumusan masalah tersebut maka alternatif tindakan yang
akan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menyeleaikan soal cerita
matematika kelas V SDN Kertasari dalam materi pokok volume kubus dan
balok pada siswa kelas adalah dengan mengadakan penelitian tindakan
kelas (PTK). Dalam hal ini, siswa diharapkan dapat mencapai tujuan
pembelajaran dalam menyelesaikan soal cerita dalam materi pokok volume
kubus dan balok pada mata pelajaran matematika dengan menggunakan
model pembelajaran problem solving yang berbasis Microsoft power point.
Penelitian tindakan kelas (PTK) tersebut dilakukan dalam tiga siklus.
Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan penelitian tindakan
kelas. Penelitian ini terdiri dari tiga siklus dengan masing-masing siklus
satu kali pertemuan. Prosedur penelitian tindakan kelas ini dilakukan
secara berulang.
5. Aqib (2011:8) menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam PTK
merupakan suatu daur atau siklus. Sejalan dengan pemikiran tersebut,
Arikunto (2010 :137) menyatakan bahwa secara garis besar terdapat empat
tahapan yang lazim dilalui dalam melaksanakan penelitian tindakan, yaitu:
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Adapun model dan
penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut:
6.
7.

Gambar 1.1 Rancangan Penelitian, Hopkins (dalam Aqib, 2011:8)

Dengan penelitian tindakan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan


kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita matematika dengan nilai
rata-rata kelas dalam pencapaian tujuan tersebut diatas 70 dan dalam
pembelajaran siswa menyelesaikan soal cerita setiap siswa diharapkan
dapat memperoleh nilai diatas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
matematika kelas V semester II yang telah dibuat dan ditentukan oleh
SDN Kertasari Ligung kabupaten Majalengka, yakni 70.

B. Perumusan Masalah
Sebuah masalah yang dirumuskan terlalu umum dan luas tidak pernah
dapat dipakai sebagai masalah penyelidikan karena tidak pernah jelas batas-
batas masalah itu. Oleh karenanya supaya lebih terarah, penulis memberi
rumusan masalah sesuai dengan yang akan diteliti dengan penjabaran
beberapa pertanyaan sebagai berikut:
“Bagaimana cara penggunaan model pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) berbasis animasi microsoft power point untuk meningkatkan
kemampuan menyelesaikan soal cerita volume kubus dan balok?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan cara
penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbasis
animasi microsoft power point untuk meningkatkan kemampuan penyelesaian
soal cerita volume kubus dan balok.

D. Manfaat Penelitian
Masih rendahnya komunikasi matematik siswa merupakan salah satu
tantangan bagi guru untuk segera mengatasinya. Melalui penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi Penulis
Memberikan gambaran yang lebih jelas tentang peningkatan kemampuan
menyelesaikan soal cerita dengan menggunakan model pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) berbasis microsoft power point di kelas V
SD Negeri Kertasari;
2. Bagi siswa, diharapkan dapat:
a. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar matematika;
b. Siswa semakin menyenangi matematika;
c. Meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa.
3. Bagi guru
Memberikan motivasi bagi guru untuk melakukan inovasi dalam
pembelajaran di kelas. Selain itu dapat memberikan masukan bagi para
guru untuk model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbasis
microsoft power point sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran
yang dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematik.
4. Bagi Sekolah
model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbasis microsoft
power point diharapkan menjadi suatu masukan untuk mengembangkan
suatu model pembelajaran yang baru dalam upaya peningkatan kualitas
dan prestasi sekolah.
5. Peneliti lain
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi insprirasi bagi
peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lain selain model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbasis microsoft power
point.

BAB II
MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS)
BERBASIS MEDIA ANIMASI MICROSOFT POWER POINT DAN SOAL
CERITA VOLUME KUBUS DAN BALOK

A. Belajar dan Mengajar


1. Hakikat Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang kompleks, dimana sesuatu
yang tidak kita ketahui sebelumnya menjadi kita ketahui, sesuatu yang
tidak dapat kita lakukan menjadi dapat kita lakukan. Dalam artian, belajar
memberikan suatu perubahan pada diri kita, baik itu berupa perubahan
pola pikir, sikap, ataupun perbuatan. Hal senada diungkapkan oleh Hudojo
(dalam Sudrajat, 2008) bahwa ‘belajar merupakan suatu proses aktif dalam
memperoleh pengalaman/pengetahuan baru sehingga menyebabkan
perubahan tingkah laku.’
Menyadari karakteristik belajar yang demikian itu maka keberadaan
sarana pendidikan dalam proses belajar mengajar sangat penting, terutama
dalam hal-hal tertentu akan menentukan keberhasilan proses belajar
mengajar. Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan tingkah laku
siswa yang mengalami proses itu. (Direktorat PENDAS, 1996:1).
Idealnya menurut Suherman (2004:9) belajar yang aktif dan pasif
memiliki indikator sebagai berikut:
Tabel 2.1
Kriteria Belajar Aktif dan Pasif

Belajar Aktif Belajar Pasif


1. Belajar pada setiap 1. Tidak dapat melihat adanya
situasi kesempatan belajar
2. Menggunakan 2. Mengabaikan kesempatan
kesempatan untuk
meraih manfaat
3. Berupaya terlaksana 3. Membiarkan segalanya
terjadi
4. Berpartisipasi dalam 4. Menghindar dari
setiap kehidupan kehidupan

2. Pengertian Mengajar
Mengajar merupakan upaya menciptakan kondisi yang kondusif
untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa. Kondisi itu
diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak
secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental.
Menurut Thoifuri (2008 : 37) mengajar adalah kegiatan yang dilakukan
guru dan anak didik secara bersama-sama untuk memperoleh pengetahuan
melalui proses pembelajaran yang akhirnya membentuk perilaku atau
kepribadian anak. Sedangkan menurut Anitah, et.al. (2009 : 5.2) mengajar
bukan hanya menyampaikan bahan pelajaran pada siswa, tetapi merupakan
suatu proses upaya membimbing dan memfasilitasi siswa supaya dapat
belajar secara efektif dan efisien.

B. Pembelajaran Matematika
1. Pengertian
Matematika menurut Abdurahman (2003: 252) adalah bahasa
simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-
hubungan kuantitatif dan keruangan sehingga fungsi teoritisnya adalah
untuk memudahkan berfikir. Kemudian arti matematika menurut
Ruseffendi (1980: 148) yang menyatakan bahwa matematika adalah ilmu
keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisasikan mulai dari unsur
yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan ke aksioma atau
postulat dan akhirnya ke dalil.
Atas dasar-dasar teori konsep matematika menurut para ahli diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa pengertian matematika adalah suatu ilmu
yang mempelajari tentang susunan atau struktur yang terorganisasikan
yang dimulai dengan unsur yang tidak di definisikan/ diartikan, ke dalam
unsur yang didefinisikan ke aksioma atau postulat dan yang pada akhirnya
ke dalil yang mana fungsi praktisnya berguna mengekspresikan hubungan-
hubungan kuantitatif serta keruangan sehingga fungsi teoritisnya ialah
guna memudahkan berfikir.
2. Hakikat Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika dimaksudkan untuk membangun
kemampuan anak untuk bernalar, kemampuan menganalisis masalah,
kemampuan mem-break-down masalah komplek menjadi potongan-
potongan masalah yang lebih sederhana. Belajar matematika juga
merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian
maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian
itu. Berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran
matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berikut:
a.  Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan  matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
3. Tinjauan tentang Volume Kubus dan Balok
Volume artinya isi atau besarnya atau banyaknya benda di ruang.
Secara teori pengertian volume adalah banyaknya satuan volume yang
mengisi ruang bangun. Kalau satuan volume yang digunakan cm3, maka
menghitung volume artinya menghitung berapa banyak kubus berukuran 1
cm3 dapat masuk atau termuat. Volume atau bisa juga disebut kapasitas
adalah penghitungan seberapa banyak ruang yang bisa ditempati dalam
suatu objek. Objek itu bisa berupa benda yang beraturan ataupun benda
yang tidak beraturan. Benda yang beraturan misalnya kubus, balok,
silinder, limas, kerucut, dan bola. Benda yang tidak beraturan misalnya
batu yang ditemukan di jalan. Volume digunakan untuk menentukan massa
jenis suatu benda. Satuan volume adalah m3. Satuan lain yang banyak
dipakai adalah liter (dm3) dan ml. Dari beberapa pengertian di atas, maka
peneliti simpulkan bahwa yang dimaksud volume kubus dan balok adalah
isi atau bagian yang menempati bangun ruang kubus dan balok. Adapun
cara menghitung berapa besaran volume kubus dan balok adalah dengan
menggunakan konsep bangun ruang
Kubus adalah ruang yang berbatas enam bidang segi empat (seperti
dadu). Kubus adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh 6 buah sisi
berbentuk persegi yang kongruen. Bangun kubus mempunyai ketentuan
yaitu; terdapat 6 buah sisi yang berbentuk persegi dengan masing-masing
luasnya sama, terdapat 12 rusuk dengan panjang yang sama, semua sudut
bernilai 90 derajat atau siku-siku.. Menghitung volume kubus pada
dasarnya sama dengan menghitung volume balok, yaitu luas alas x tinggi
atau Vkubus = sxsxs = s3.
Balok adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh 6 persegi
panjang, dimana setiap sisi persegi panjang berimpit dengan tepat satu sisi
persegi panjang yang lain dan persegi panjang yang sehadap adalah
kongruen. Bangun balok juga mempunyai ketentuan yaitu; terdapat 6 buah
sisi, sisi yang berhadapan sama panjang terdapat 12 rusuk, semua sudut
bernilai 90 derajat atau siku-siku. Cara menghitung volume balok, yaitu
luas panjang (p) x lebar (l) x tinggi (t) atau Vbalok = pxlxt.

C. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika


1. Pengertian Soal Cerita Matematika
Suyitno dalam Muslich (2008: 224), menyatakan bahwa suatu soal
yang dianggap “masalah” adalah soal yang memerlukan keaslian berpikir
tanpa adanya contoh penyelesaian sebelumnya. Masalah berbeda dengan
soal latihan. Pada soal latihan, siswa telah mengetahui contoh cara
menyelesaikannya, karena telah jelas hubungan antara yang diketahui
dengan yang ditanyakan dan biasanya telah ada contoh soal. Pada masalah
siswa tidak tahu cara menyelesaikannya, tetapi siswa tertarik dan
tertantang untuk menyelesaikannya. Siswa menggunakan segenap pikiran,
memilih strategi pemecahannya, dan memproses hingga menemukan
penyelesaian dari suatu masalah.
Menurut Abidia (dalam Marsudi Raharjo, 2009: 2), soal cerita adalah
soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Soal cerita wujudnya
berupa kalimat verbal sehari-hari yang makna dari konsep ungkapannya
dapat dinyatakan dalam simbol dan relasi matematika. Soal cerita
merupakan permasalahan yang dinyatakan dalam bentuk kalimat
bermakna dan mudah dipahami (Wijaya, 2008:14). Sedangkan Raharjo
dan Astuti (2011:8) mengatakan bahwa soal cerita yang terdapat dalam
matematika merupakan persoalan-persoalan yang terkait dengan
permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat
dicari penyelesaiannya dengan menggunakan kalimat matematika.
Kalimat matematika yang dimaksud dalam penyataan tersebut adalah
kalimat matematika yang memuat operasi hitung bilangan. Soal cerita
merupakan soal yang dapat disajikan dalam bentuk lisan maupun tulisan,
soal cerita yang berbentuk tulisan berupa sebuah kalimat yang
mengilustrasikan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari (Ashlock,
2003:80). Soal cerita yang diajarkan diambil dari hal-hal yang terjadi
dalam kehidupan sekitar dan pengalaman siswa. Demikian pula soal cerita
hendaknya meliputi aplikasi secara praktis situasi sosial ataupun beberapa
lapangan studi yang mungkin (Ashlock, 2003:240).
Di samping itu, soal cerita berguna untuk menerapkan pengetahuan
yang dimiliki oleh siswa sebelumnya. Penyelesaian soal cerita merupakan
kegiatan pemecahan masalah. Pemecahan masalah dalam suatu soal cerita
matematika merupakan suatu proses yang berisikan langkah-langkah yang
benar dan logis untuk mendapatkan penyelesaian (Jonassen, 2004:8).
Dalam menyelesaikan suatu soal cerita matematika bukan sekedar
memperoleh hasil yang berupa jawaban dari hal yang ditanyakan, tetapi
yang lebih penting siswa harus mengetahui dan memahami proses berpikir
atau langkah-langkah untuk mendapatkan jawaban tersebut.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa soal
cerita matematika adalah soal matematika yang disajikan dalam bentuk
cerita dan berkaitan dengan keadaan yang dialami siswa dalam kehidupan
sehari-hari yang di dalamnya terkandung konsep matematika.

2. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika


Dalam proposal penelitiannya, Cooney (1975: 227-229)
berpendapat bahwa ketidakmampuan memahami soal matematika bentuk
cerita adalah:
1. Kurangnya pengetahuan tentang konsep-konsep, termasuk di
dalamnya arti kata-kata atau istilah-istilah tertentu.
2. Ketidakmampuan menyatakan soal tersebut dengan kata-kata sendiri,
termasuk menyatakan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan
serta prinsip matematika yang menghubungkan apa yang diketahui
dan apa yang ditanyakan.
3. Kurangnya pengetahuan tentang prinsip-prinsip yang dapat digunakan
untuk menafsirkan cerita.
4. Ketidakmampuan menerapkan prinsip soal cerita
Menurut Mardjuki (1999: 4), beberapa kemampuan yang
diperlukan untuk menyelesaikan soal cerita adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan melakukan pengerjaan hitung seperti penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian.
2. Kemampuan bahasa, yaitu kemampuan mengubah bahasa sehari-hari
sesuai soal cerita ke dalam bahasa matematika atau kalimat
matematika.
3. Kemampuan penalaran yaitu kemampuan menjawab pertanyaan sesuai
konteks masalah pada soal cerita.
Dengan memperhatikan uraian di atas, maka kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika adalah:
1. Kemampuan memahami masalah.
Dalam memahami masalah, siswa menuliskan apa yang diketahui dan
apa yang ditanyakan dari soal cerita.
2. Kemampuan membuat perencanaan.
Dalam membuat perencanaan, siswa membuat strategi atau
menentukan cara untuk menyelesaikan soal cerita. Untuk langkah ini
siswa menuliskan kalimat matematika.
3. Kemampuan melaksanakan rencana.
Dalam melaksanakan rencana, siswa mengerjakan soal dengan cara
yang telah ditentukan sebelumnya, misalnya siswa menyelesaikan
kalimat matematika.
4. Kemampuan menjawab pertanyaan.
Dapat menjawab pertanyaan soal cerita sesuai konteks masalah pada
soal cerita berdasarkan selesaian dari kalimat matematika.
Seorang siswa yang dihadapkan dengan soal cerita matematika harus
memahami langkah-langkah sistematik untuk menyelesaikan soal cerita
matematika. Haji (1992: 12) mengungkapkan bahwa untuk menyelesaikan
soal cerita dengan benar diperlukan kemampuan, yaitu kemampuan untuk:
1. Menentukan hal yang diketahui dalam soal.
2. Menentukan hal yang ditanyakan.
3. Membuat model matematika.
4. Melakukan perhitungan.
5. Menginterpretasikan jawaban model ke permasalahan semula.
Muklis (1996: 6) menyatakan bahwa setiap soal cerita diselesaikan
dengan rencana sebagai berikut:
1. Membaca soal itu dan memikirkan hubungan antara bilangan- bilangan
yang dalam pada soal tersebut.
2. Menuliskan apa yang diketahui dari soal tersebut.
3. Menuliskan apa yang ditanyakan.
4. Menuliskan kalimat matematika yang selanjutnya menyelesaikan
sesuai dengan ketentuan.
5. Menuliskan kalimat jawabannya.

D. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)


1. Pengertian
Menurut Pepkin dalam Muslich (2008: 224),“Model pembelajaran
Creative Problem Solving adalah suatu model pembelajaran yang
melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan
masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan”. Sedangkan
Munandar (2009: 94) menyatakan bahwa, “Creative Problem Solving
adalah merupakan suatu rancangan yang berstruktur terhadap pemikiran
kreatif, atau suatu rancangan imajinatif terhadap pemikiran logis.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
model Creative Problem Solving merupakan salah satu model
pembelajaran yang dapat digunakan sehingga siswa dapat lebih terampil
dan imajinatif dalam memecahkan masalah.

Setiawan (2004: 6) menyatakan bahwa:


“Pembelajaran aktif merupakan keadaan di mana siswa dapat
mengkontruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari, tidak hanya duduk
diam mendengarkan penjelasan guru saja. Siswa lebih berpartisipasi aktif
sedemikian sehingga kegiatan siswa dalam belajar jauh lebih dominan
daripada kegiatan guru dalam mengajar.”
Menurut Agus Mirwan (1989: 11):
“Belajar memerlukan aktivitas, tanpa aktivitas belajar tidak
mungkin berlangsung dengan baik. Siswa apabila diberi tugas atau
kepercayaan dan mendapatkan kesempatan untuk mengerjakan sesuatu
sendiri, maka mereka akan senang hati dan penuh kesungguhan akan
melaksanakan tugas pada kesempatan itu.”

Dalam implementasinya Creative Problem Solving, dilakukan


sebagai solusi kreatif. Menurut Noller dalam Suryosubroto (2009: 199)
solusi kreatif sebagai upaya pemecahan masalah yang dilakukan melalui
sikap dan pola pikir kreatif, memiliki banyak alternatif pemecahan
masalah, terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri,
keberanian menyampaikan pendapat, berpikir divergen, dan fleksibel
dalam upaya pemecahan masalah. Creative Problem Solving dibangun atas
tiga macam komponen, yaitu: ketekunan, masalah dan tantangan. Ketiga
komponen tersebut dapat diimplementasikan secara sistematik dengan
berbagai komponen pembelajaran.

2. Langkah-langkah pembelajaran Creative Problem Solving


Adapun proses dari model pembelajaran Creative Problem Solving
menurut Pepkin dalam Muslich (2008: 225), terdiri dari langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Klarifikasi masalah
Klarifikasi masalah ini meliputi pemberian penjelasan kepada siswa
tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang
penyelesaian seperti apa yang diharapkan
2. Pengungkapan pendapat
Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat
tentang berbagai macam strategi yang akan digunakan untuk
penyelesaian masalah.
3. Evaluasi dan pemilihan
Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan
pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk
menyelesaikan masalah.
4. Implementasi
Pada tahap ini siswa menerapkan strategi sampai menemukan
penyelesaian dari masalah tersebut. Selain itu pada tahapan
implementasi, siswa diberi permasalahan baru agar dapat memperkuat
pengetahuan-pengetahuan yang telah diperolehnya. Bila kita
bandingkan antara langkah-langkah CPS dengan langkah pemecahan
masalah Polya perbedaannya terdapat pada langkah pengungkapan
pendapat dan langkah evaluasi dan pemilihan sehingga tujuan utama
dari CPS (Parnes, 1985: 231) adalah:
1. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya usaha kreatif
Meningkatkan motivasi untuk menggunakan potensi kreatif.
2. Meningkatkan percaya diri dalam kemampuan kreatif.
3. Meningkatkan kepekaan terhadap masalah.
4. Terbuka terhadap ide-ide orang lain.
5. Rasa penasaran yang lebih besar/ kesadaran terhadap banyak
tantangan.

3. Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita


Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS)
Kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika mempunyai
peranan penting untuk kehidupan sehari-hari siswa. Untuk menyelesaikan
masalah yang ada siswa ditantang untuk kreatif dan memerlukan keaslian
berpikir dalam menyelesaikan masalah.
Guru hendaknya menggunakan model pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika. Model
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal
cerita matematika salah satunya adalah Creative Problem Solving.
Selama pembelajaran berlangsung guru bertindak sebagai fasilitator
dan motivator, disamping memberikan kemudahan (fasilitas) belajar
kepada siswa dan siswa berinteraksi dengan sumber-sumber belajar yang
dapat mempermudah proses belajarnya. Jadi dalam pembelajaran dengan
model CPS, aktivitas siswa mendominasi proses pembelajaran, atau
dengan kata lain pembelajaran berpusat pada siswa. Hal ini selaras
dengan saran Nasution (1995: 23) bahwa pengajaran modern
hendaknya mengutamakan aktivitas siswa. Demikian pula teori belajar
Bruner, yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah siswa belajar
melalui keterlibatan aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip dalam
memecahkan masalah, dan guru berfungsi sebagai motivator bagi siswa
dalam mendapatkan pengalaman yang memungkinkan siswa menemukan
dan memecahkan masalah. Hal tersebut relevan dengan penjabaran
implikasi teori kognitif Piaget yang antara lain menyatakan bahwa dalam
pembalajaran memusatkan perhatian kepada berpikir atau proses mental
peserta didik, mengutamakan peran peserta didik dalam berinisiatif sendiri
dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar mengajar (Hidayat, 2005: 7).
Pada dasarnya, jika guru melaksanakan proses belajar mengajar
dengan menerapkan model pembelajaran yang berfokus pada aktivitas dan
kreativitas siswa, maka siswa akan menjadi kritis. Menurut Myrmel (2003:
93) model pembelajaran Creative Problem Solving membangkitkan
kemampuan berpikir secara kritis dan kreatif sehingga dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Menurut Yudianto (2003: 26)
Creative Problem Solving merupakan teknik sistematik dalam
mengorganisasikan dan mengolah keterangan dan gagasan, sehingga
masalah dapat dipahami dan dipecahkan.

E. Media Pembelajaran Animasi Microsoft Power Point


Menurut Schramm (dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan bahwa
‘media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran’. Sementara itu Briggs (dalam
Sudrajat, 2008) berpendapat ‘bahwa media pembelajaran adalah sarana
fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti buku, film,
video, dan sebagainya’. Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan
pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik
sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta
didik. Media pembelajaran mempunyai beberapa fungsi, di antaranya:
a. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman belajar
yang dimiliki siswa. Pengalaman setiap siswa berbeda-beda, tergantung
dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman siswa,
seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya.
Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan hal tersebut. Jika
peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari,
maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud
adalah bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk
gambar-gambar yang dapat disajikan secara audio visual.
b. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal
yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para
peserta didik tentang sesuatu obyek.
c. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara
peserta didik dengan lingkungannya.
d. Media menghasilkan keseragaman pengamatan.
e. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan
realistis.
f. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
g. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
h. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang
konkrit sampai dengan abstrak.
Animasi Microsoft Power Point merupakan salah satu program
aplikasi komputer yang banyak digunakan sebagai media untuk presentasi.
Dengan mengoptimalkan fasilitas-fasilitas yang ada seperti animasi, suara,
maupun hyperlink, program ini dapat dipergunakan untuk menyajikan
bahan pelajaran yang menarik bagi siswa. Bagong Gung Haryanto (dalam
Wijaya, 2009:17) guru matematika SMPN 20 Malang mengatakan bahwa
‘berdasarkan pengalamannya mengajar matematika dengan menggunakan
media komputer (program Microsoft Power Point) respon siswanya sangat
posistif, siswa merasa senang dan antusiamenya sangat bagus’. Sumber-
sumber untuk mempelajari Ms Power Point saat ini sudah tersedia cukup
banyak, baik berupa buku-buku panduan ataupun penjelasan yang dapat
diunduh melalui internet. Salah satu situs yang berisi panduan belajar
Microsoft Power Point dapat dilihat di alamat
www2.ukdw.ac.id/kuliah/si/SI4012/materi/pp.pdf.
Allen (dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan tentang
hubungan antara media dengan tujuan pembelajaran seperti yang
terlihat pada di bawah ini :
Tabel 2
Hubungan Antara Media dengan Tujuan Pembelajaran

Jenis Media 1 2 3 4 5 6

Gambar diam S T S S R R
Gambar hidup S T T T S S
Televisi S S T S R S
Obyek tiga dimensi R T R R R R
Rekaman audio S R R S R S
Programmed instruction S S S T R S
Demosntrasi R S R T S S
Buku teks tercetak S R S S R S

Keterangan
R = Rendah, S = Sedang, dan T = Tinggi
1 = Belajar informasi faktual
2 = Belajar pengenalan visual
3 = Belajar prinsip, konsep dan aturan
4 = Prosedur belajar
5 = Penyampaian keterampilan persepsi motorik
6 = Mengembangkan sikap, opini, dan motivasi
F. Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
berbasis animasi Microsoft Power Point
Kemampuan siswa kelas V SD Negeri Kertasari dalam
menyelesaikan soal cerita matematika masih sangat rendah dan belum
memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh
sekolah. Sikap dan motivasi siswa terhadap pembelajaran matematika
masih kurang. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa alasan antara lain
karena belajar matematika dirasakan sulit dan banyak guru mengelola
pembelajaran matematika dengan metode yang kurang menarik.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu diadakan
perbaikan yaitu dengan menggunakan alternatif model pembelajaran lain.
Dalam hal ini akan digunakan model pembelajaran Creative Problem
Solving berbasis animasi Microsoft Power Point untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita.
Kegiatan inti dari model pembelajaran Creative Problem Solving
berbasis Microsoft Power Point adalah mengungkapkan dan memilih
strategi yang akan digunakan untuk menyelesaikan soal cerita matematika,
tanpa ada contoh penyelesaian sebelumnya. Dalam menyelesaikan masalah
tersebut, dilakukan secara berkelompok. Dalam kelompok tersebut siswa
bebas mengungkapkan pendapatnya tentang strategi apa yang akan
digunakan untuk menyelesaikan masalah. Di sini guru memfasilitasi
jalannya diskusi. Setelah siswa memilih strategi apa yang akan digunakan
untuk menyelesaikan masalah, siswa kemudian menerapkan strategi
tersebut untuk menyelesaikan suatu masalah. Kemudian guru membantu
siswa untuk menganalisis hasil jawaban yang disajikan di depan kelas, jika
jawaban yang dihasilkan benar guru cukup menegaskan jawaban tersebut.
Apabila jawaban yang dihasilkan masih salah maka guru menunjuk siswa
lain untuk menjawab soal tersebut sampai diperoleh jawaban yang benar.
Setelah itu siswa dapat memperbaiki jawabannya, selanjutnya guru
mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.
Dalam implementasinya, pembelajaran Creative Problem Solving
berbasis Microsoft Power Point dilakukan sebagai solusi kreatif. Solusi
kreatif sebagai upaya pemecahan masalah yang dilakukan melalui sikap
dan pola pikir kreatif, memiliki banyak alternatif pemecahan masalah,
terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian
menyampaikan pendapat, berpikir divergen, dan fleksibel dalam upaya
pemecahan masalah. Pembelajaran Creative Problem Solving berbasis
Microsoft Power Point dibangun atas tiga macam komponen, yaitu:
ketekunan, masalah dan tantangan. Ketiga komponen tersebut dapat
diimplementasikan dengan berbagai komponen pembelajaran.

BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

A. Subjek, Tempat, Waktu Penelitian, Pihak yang Membantu


1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas V (Lima) dengan jumlah
siswa laki-laki 30 dan perempuan 8 tahun pelajaran 2017/2018.

2. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan
penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini
bertempat di SD Negeri Kertasari Kecamatan Ligung Kabupaten
Majalengka, Jawa Barat.

3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat
penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 9
Maret 2018, 12 Maret 2018, dan 19 Maret 2018, semester genap tahun
pelajaran 2017/2018.

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Mata
No. Hari/ Tanggal Materi Siklus
Pelajaran
Volume kubus dan
1 Jum’at, 9 Maret 2018 Matematika Pra siklus
balok
Volume kubus dan
2 Senin, 12 Maret 2018 Matematika I
balok
Volume kubus dan
3 Senin, 19 Maret 2018 Matematika II
balok

Instrumen yang digunakan dalam penelitian yaitu :


a) Lembar observasi yang digunakan untuk mengetahui pelaksanaan
proses belajar mengajar di kelas.
b) Tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa.
Peningkatan prestasi belajar dari penelitian dapat dilihat pada setiap
siklus.
c) Angket siswa pada penelitian untuk mengetahui masalah yang
dimiliki siswa pada pembelajaran sebelumnya.

4. Pihak yang Membantu


Setiap siklus meliputi rencana, tindakan, pengamatan dan refleksi
dan dibantu oleh supervisor 2 untuk mengamati proses pembelajaran
yang dilakukan dengan menggunakan lembar pengamatan dan supervisor
1 yang bertugas membimbing pelaksanaan PKP mahasiswa di kelas
bimbingan PKP, serta Kepala SD Negeri Kertasari.

B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran


Dalam pelaksanaan perbaikan pembelajaran, guru diamati oleh
supervisor 2 dengan prosedur pembelajaran dan langkah-langkah sebagai
berikut.
1. Siklus I
a. Perencanaan
Perencanaan tindakan dalam siklus kesatu disusun
berdasarkan hasil observasi kegiatan pra tindakan. Rancangan
tindakan ini disusun dengan beberapa cakupan, antara lain:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tentang
materi yang akan diajarkan sesuai dengan Model Pembelajaran
Problem Solving Berbasis Media Animasi Microsoft Power
Point .
2) Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk
melakukan percobaan.
3) Mempersiapkan lembar kerja siswa yaitu lembar kerja kelompok
dan lembar kerja Test Akhir Siklus I.
4) Menyusun dan mempersiapkan lembar observasi aktivitas
peneliti dan lembar observasi aktivitas siswa.
5) Pembentukan kelompok.
b. Pelaksanaan
Tahap ini merupakan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
dengan menggunakan model pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) berbasis microsoft power point. Diawali dengan
persiapan pembelajaran, yaitu mempersiapkan materi pelajaran
volume kubus dan balok, kemudian menyampaikan tujuan
pembelajaran dan melakukan apersepsi.
Mempersiapkan alat-alat pendukung pembelajaran disetiap
kelompok yang digunakan kemudian menyampaikan materi secara
garis besar. Menerapkan model pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) berbasis microsoft power point pada pembelajaran
matematika di kelas. Kegiatan akhir, peneliti mengarahkan siswa
untuk menyimpulkan materi yang telah dibahas bersama, kemudian
peneliti memberikan motivasi agar siswa lebih giat belajar.
Kemudian peneliti menutup pelajaran dengan salam.
Dalam pembelajaran ini juga diadakan tes secara individual
(Tes Akhir siklus I) yang diberikan diakhir tindakan, berguna untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi.
c. Pengamatan
Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap
pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang
telah dibuat dan mengadakan penilaian untuk mengetahui
kemampuan berpikir siswa.
Kegiatan ini meliputi pengamatan terhadap perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan tindakan, minat siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran. Kegiatan guru dan siswa dalam proses
pembelajaran ini diamati dengan menggunakan instrument yang
telah dipersiapkan sebelumnya. Untuk selanjutnya data hasil
observasi tersebut dijadikan dasar untuk menyusun perencanaan
tindakan berikutnya.
d. Refleksi
Pengkajian data pada tahap refleksi melibatkan observasi
sehingga diharapkan evaluasi dan refleksi akan lebih efektif, hasil
dan refleksi ini digunakan sebagai diskusi balikan untuk
merencanakan dan mengadakan perbaikan pada pelaksanaan
tindakan berikutnya. Berdasarkan hasil tindakan yang disertai
observasi dan refleksi dapat diketahui kelemahan dan kekurangan
kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk menentukan
tindakan perbaikan pada siklus II.

2. Siklus II
Pada siklus II ini juga prosedur pelaksanaan disusun sama dengan
siklus I yang terdiri dari :
a. Perencanaan
Perencanaan tindakan siklus II ini disusun berdasarkan
refleksi hasil observasi pembelajaran pada siklus I. Perencanaan
tindakan ini dipusatkan kepada sesuatu yang belum dapat terlaksana
dengan baik pada tindakan siklus I.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas yang
sama sesuai dengan rencana perbaikan pembelajaran berdasarkan
hasil refleksi siklus I.
c. Pengamatan
Kegiatan observasi ini meliputi pengamatan terhadap
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan tindakan siklus II, minat
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan di kelas V pada siklus II, guru melakukan refleksi
terhadap proses pembelajaran yang telah berlangsung. Dari hasil
refleksi dan diskusi dengan supervisor 2 menganalisis pelaksanaan
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Creative
Problem Solving (CPS) berbasis microsoft power point untuk
membuat kesimpulan dalam meningkatkan minat dan hasil belajar
siswa kelas V Semester 2 SD Negeri Kertasari, Kecamatan Ligung,
Kabupaten Majalengka terhadap pembelajaran matematika tahun
pelajaran 2017/2018.

C. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian tindakan kelas ini dikumpulkan dua jenis data, yaitu
data kuantitatif dan data kualitatif. Menurut Kunandar (2008 : 123) data
kuantitatif dapat dianalisis dengan deskriptif persentase, sedangkan data
kualitati dapat dianalisis secara kualitatif.
a) Data Kuantitatif adalah angka hasil belajar siswa.
b) Data Kualitatif yaitu data yang berupa informasi berbentuk kalimat yang
menggambarkan ekspresi siswa tentang tingkat pemahamannya,
antusiasnya, kepercayaan diri, dan motivasinya.
1. Teknik Pengumpulan Data Penelitian Tindakan Kelas
a) Tes, dipergunakan untuk mendapatkan data hasil belajar siswa.
b) Observasi, dipergunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas
siswa dalam PBM dan implementasi pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
berbasis microsoft power point.
c) Diskusi antara guru, supervisor 2, dan kolaborator untuk refleksi
hasil siklus penelitian tindakan kelas.
2. Alat Pengumpulan Data Penelitian Tindakan Kelas
a) Tes, menggunakan butir soal/ instrument soal untuk mengukur hasil
belajar siswa.
b) Observasi, menggunakan lembar observasi untuk mengukur tingkat
aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar matematika.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Dari hasil pengamatan dan evaluasi yang dilakukan oleh guru bersama
dengan supervisor 2 diperoleh bahwa prestasi belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus ke siklus. Hal ini dapat dilihat pada data dibawah ini.
Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Belajar Siswa
Mata Pelajaran : Matematika
Indikator : Volume Bangun Ruang (Kubus dan Balok)
Siklus
No Nama Siswa
Pra Siklus Siklus I Siklus II
1 Dadang Sukandar 60 50 90
2 Sidik Mulya 60 50 80
3 Abdul Sudandi 50 80 80
4 Abdul Sudendi 70 60 80
5 Aditya Pratama Putra 80 80 90
6 Agung Saeki 80 70 90
7 Aliya 40 70 90
8 Andi Sukandi 50 70 80
9 Arjun Putera 80 80 80
10 Auza Alfarizi 50 60 80
11 Ayman Faiz 50 50 90
12 Bagus Nurtaji Malela 60 60 80
13 Cepi Irwan yuda Pramono 20 50 60
14 Ezar Raditya 70 80 90
15 Fajar Nur irsyad Khairullah 60 70 80
16 Fazril 50 70 90
17 Fijar Dewangga 60 80 80
18 Fuza Noviyanti 60 70 80
19 Handi Herdiyan 30 50 60
20 Hayatu Sabilah Azzukhruf 50 70 80
21 Ihsan Faturrahman 60 70 90
22 Ilham Alhafidz Rusmanto 80 90 100
23 Irwan Riwanto 30 80 80
24 Keisya Aulia 70 20 80
25 Moch. Pramudya Raihannur 70 60 70
26 Moch. Rully Lutvika Navaro 60 70 90
27 Muhamad Rizky 50 60 70
28 Nabila Apriliani 70 70 80
29 Raihan Nur Fajrin 40 60 50
30 Rasendriya 70 90 100
31 Regi Rahmat Agam meutuah 40 60 70
32 Rindi Ningsih 80 80 100
33 Saepulloh Maulana Ibrahim 30 40 70
34 Shidqi Muhtasyam 80 80 90
35 Suci Meinarsih 70 70 80
36 Sunedi 70 80 80
37 Yadri Idris 70 60 70
38 Zallu Anggara Romansyah 30 60 80
Jumlah 2.200 2.520 3.080
Nilai ≥ 70 15 22 35
Nilai tertinggi 80 90 100
Nilai terendah 20 50 60
Nilai rata-rata 57,58 66,31 81,05
Persentase nilai ≥ 70 39% 58% 92%

Dilihat dari daftar nilai hasil penelitian sampai dengan siklus II pada
mata pelajaran Matematika pada SD Negeri Kertasari telah terjadi
peningkatan kualitas hasil belajar. Ini dibuktikan banyak siswa yang sudah
mendapat nilai diatas KKM. Pada kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
proses pembelajaran berjalan optimal.

90
81,05
80

70 66.31

60 57.58

50

40

30

20

10

0
Pra Siklus Siklus I Siklus II

Grafik 4.1 Nilai Rata-rata Perolehan Siswa Selama Perbaikan Pembelajaran


Dari grafik 4.1 terlihat bahwa metode pembelajaran dengan model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbasis animasi microsoft
power point pada materi volume kubus dan balok serta latihan soal-soal yang
cukup terhadap siswa kelas V SD Negeri Kertasari yang sudah dilaksanakan
dengan baik oleh guru, maka didapat nilai rata-rata hasil belajar siswa
meningkat. Dari proses perbaikan pembelajaran mulai dari siklus I sampai
siklus II nilai rata-rata siswa meningkat, yakni mencapai 81,05. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pemahaman dan penguasaan
pembelajaran oleh siswa.
Adapun persentase peningkatan Kriteria Kelulusan Minimal (KKM)
yang dilakukan selama perbaikan pembelajaran berdasarkan hasil tes tertulis
terhadap 38 orang siswa kelas V SD Negeri Kertasari (nilai evaluasi
terlampir) adalah sebagai berikut.

100
92%
90
80
70
60 58%

50
39%
40
30
20
10
0
Pra Siklus Siklus I Siklus II

Grafik 4.2 Persentase Ketuntasan Belajar Siswa

Dari grafik 4.2 terlihat bahwa pada pra siklus dari 38 siswa, 39%
siswa sudah mencapai KKM yakni memperoleh nilai 70 keatas sedangkan
yang belum berhasil mencapai nilai nilai 70 sebanyak 61%. Tetapi pada
siklus I terjadi peningkatan dan perbaikan nilai dari 38 siswa, 58% sudah
memperoleh nilai baik di atas 70. Peningkatan jumlah siswa yang mencapai
KKM meningkat tinggi terjadi pada siklus II, yakni 92%. Hal ini disebabkan
dalam proses belajar mengajar guru sudah mampu melibatkan siswa secara
langsung dan aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa dengan cepat
bisa memahami materi yang diberikan. Disamping itu juga, guru lebih kreatif
dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dengan
memberikan pengalaman yang konkrit kepada siswa.
Berikut ini adalah hasil observasi terhadap 38 siswa kelas V SD
Negeri Kertasari yang aktif dan siswa kurang aktif dalam proses
pembelajaran pada saat perbaikan pembelajaran berlangsung.

40
35
35

30

25 23 22
20 Siswa aktif
15 16 Siswa kurang aktif
15

10

5 3

0
Pra Siklus Siklus I Siklus II

Grafik 4.3 Grafik Keaktifan Siswa

Dari grafik 4.3 menunjukkan bahwa dari ke-2 siklus tersebut pada
siklus II terjadi peningkatan yang signifikan terhadap keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran, yakni 35 siswa bisa menjawab benar dan aktif dalam
tanya jawab dengan guru. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kemauan
siswa melakukan tanya jawab dan aktif dalam pembelajaran mengalami
peningkatan yang tinggi.

B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Berdasarkan hasil tes tertulis yang diberikan guru pada siklus I, masih
ada siswa yang belum menguasai materi dengan baik yaitu sebanyak 23
orang atau 61%. Sedangkan siswa sudah tuntas dalam belajar pada siklus II
terdapat 35 siswa yang telah tuntas atau 92%. Dengan kata lain, nilai rata-rata
yang diperoleh siswa pada mata pelajaran normal hanya 57,58 namun pada
siklus I diperoleh nilai 66,31 dan pada siklus II diperoleh nilai 81,05. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat perubahan nilai yang lebih baik
pada siklus II.
Perkembangan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika
pada materi perpindahan energi panas dengan model pembelajaran Creative
Problem Solving (CPS) berbasis animasi microsoft power point dapat
disajikan dalam tabel dan grafik perolehan nilai rata-rata kelas.

Tabel 4.2 Perkembangan Hasil Belajar Siswa

Perolehan Nilai Siswa


No Catatan Prestasi Pra Siklus
Siklus I Siklus II

1. Nilai terendah 20 20 50

2. Nilai tertinggi 80 90 100

3. Nilai rata-rata kelas 57,58 66,31 81,05

120

100
100
90
80 81.05
80
66.31
57.58 Nilai terendah
60
50 Nilai tertinggi
Nilai rata-rata
40

20 20
20

0
Pra Siklus Siklus I Siklus II

Grafik 4.4 Perolehan nilai per siklus

Dari grafik 4.4 perolehan nilai per siklus dapat dikatakan bahwa,
penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbasis
animasi microsoft power point dapat meningkatkan kemampuan
menyelesaikan soal cerita volume kubus dan balok kelas V di SD Negeri
Kertasari sebelum diberi tindakan diperoleh nilai rata-rata test awal siswa
kelas V SD Negeri Kertasari dengan taraf keberhasilan hasil test awal siswa
yang mencapai nilai ≥70 sebanyak 15 siswa (39%) dan <70 sebanyak 23
siswa (61%) dengan nilai ratarata kelas adalah 57,58. Pada siklus I nilai rata-
rata kelas 66,31 siswa yang mendapat nilai ≥70 sebanyak 22 siswa (58%) dan
<70 sebanyak 16 siswa (42%). Sedangkan pada siklus II nilai rata-rata 81,05
siswa yang mendapat nilai ≥70 sebanyak 35 siswa (92%) dan <70 sebanyak 3
siswa (8%).

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN SERTA TINDAK LANJUT

A. Simpulan
Dari hasil perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan dalam dua
siklus dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Gambaran Penggunaan
model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbasis animasi
microsoft power point adalah sebagai berikut. Kegiatan inti dari model
pembelajaran Creative Problem Solving berbasis microsoft power point
adalah mengungkapkan dan memilih strategi yang akan digunakan untuk
menyelesaikan soal cerita matematika, tanpa ada contoh penyelesaian
sebelumnya. Dalam menyelesaikan masalah tersebut, dilakukan secara
berkelompok. Dalam kelompok tersebut siswa bebas mengungkapkan
pendapatnya tentang strategi apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan
masalah. Di sini guru memfasilitasi jalannya diskusi. Setelah siswa memilih
strategi apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah, siswa
kemudian menerapkan strategi tersebut untuk menyelesaikan suatu masalah.
Kemudian guru membantu siswa untuk menganalisis hasil jawaban yang
disajikan di depan kelas, jika jawaban yang dihasilkan benar guru cukup
menegaskan jawaban tersebut. Apabila jawaban yang dihasilkan masih salah
maka guru menunjuk siswa lain untuk menjawab soal tersebut sampai
diperoleh jawaban yang benar. Setelah itu siswa dapat memperbaiki
jawabannya, selanjutnya guru mengarahkan siswa untuk menarik
kesimpulan.
Kemampuan menyelesaikan soal cerita pada siswa kelas V SD Negeri
Kertasari pada mata pelajaran matematika materi volume kubus dan balok
mengalami peningkatan yang signifikan setelah dilaksanakan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbasis
animasi microsoft power point. Mengaitkan pembelajaran dengan model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbasis animasi microsoft
power point akan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna sera
keterampilan dan minat belajar siswa dalam tanya jawab selama proses
pembelajaran menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving
(CPS) berbasis animasi microsoft power point dapat muncul dan 88%
menunjukkan peningkatan dengan perincian sebagai berikut: sebelum diberi
tindakan diperoleh nilai rata-rata test awal siswa kelas V SD Negeri Kertasari
dengan taraf keberhasilan hasil test awal siswa (pra siklus) yang mencapai
nilai ≥70 sebanyak 15 siswa (39%) dan <70 sebanyak 23 siswa (61%) dengan
nilai rata-rata kelas adalah 57,58 serta nilai tertinggi adalah 80 dan nilai
terendah 20. Pada siklus I nilai rata-rata kelas 66,31 siswa yang mendapat
nilai ≥70 sebanyak 22 siswa (58%), dan <70 sebanyak 16 siswa (42%)
dengan nilai tertinggi adalah 90, nilai terendah 50. Sedangkan pada siklus II
nilai rata-rata 81,05 siswa yang mendapat nilai ≥70 sebanyak 35 siswa (92%)
dan <70 sebanyak 3 siswa (8%) dengan nilai tertinggi adalah 100 dan nilai
terendah 60.

B. Saran dan Tindak Lanjut


Berdasarkan simpulan diatas, maka terdapat beberapa hal yang
sebaiknya dilakukan oleh guru dalam upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika sebagai berikut:
1. Sebaiknya guru melaksanakan pembelajaran pada materi volume kubus
dan balok dengan menggunakan model pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) berbasis animasi microsoft power point agar minat prestasi
belajar siswa dapat meningkat.
2. Gunakan model pembelajaran yang tepat dan bervariatif sesuai dengan
tujuan pembelajaran dan perkembangan peserta didik .
3. Sebaiknya kaitkan pembelajaran yang dilaksanakan dengan pengalaman
kongkrit siswa agar pembelajaran menjadi bermakna.
4. Libatkan siswa secara lebih aktif dalam setiap proses pembelajaran
melalui penerapan metode eksperimen.
5. Lakukan refleksi diri setiap selesai mengajar untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Yrama


Widya.

Aqib, Zainal. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran


Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya

Arikunto, Suharsimi. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi


Aksara. Arikunto, Suharsimi. (2007). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. rev.ed.
Jakarta:Bumi Aksara.
Ashlock. (2003). Guiding Each Child’s Learning of Mathematics.
Colombus: Bell Company
Bitman dan Clara. (2008). Pemecahan Masalah Matematika. Jakarta: Dirjen
Dikti Depdiknas
Cooney, Thomas. (1975). Dynamic of Teaching Secondary School
Mathematic. Houghton: Miffun Company.

Hikmah, Dewi. (2010). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Tipe


Creative Problem Solving (CPS) Untuk Meningkatkan Ketuntasan Belajar Fisika
Siswa Kelas VIII-E SMPN 1 Ma’rang Kabupaten Pangkep. Makassar: Universitas
Negeri Makassar.

Isdiardi. (2004). Strategi Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita.


Yogyakarta: FMIPA UNY
Lubis, Hari. S.B. dan Martani Husaini. (2004). Teori Organisasi (Suatu
Pendekatan Makro), Pusat Antar Universitas Ilmu-ilmu Sosial Universitas
Indonesia, Jakarta.

Mardjuki. (1999). Pembelajaran Soal Cerita dalam Matematika. Laporan


Penelitian. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Marsigit. (2009). Pembudayaan Matematika di Sekolah Untuk Mencapai
Keunggulan Bangsa. Diperoleh dari
http://staff.uny.ac.id/Marsigit_Makalah_Membudayakan_Matematika_Se
mnas_Matematika Desember_2009.pdf

Mirwan, Agus. (1989). Teori Mengajar. Yogyakarta: Sumbangsih.

Muklis. (1996). Dasar-dasar dan Strategi Pembelajaran. Jakarta:


Gramedia.
Muslich. (2008). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan
Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Munandar, Utami. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan Strategi


Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Munandar, Utami. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.
Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai