Anda di halaman 1dari 31

PENERAPAN METODE MONTESSORI UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA


PERMULAAN PADA SISWA KELAS 1 SD EDUPOTENSIA
MAJALENGKA

INE NURIL AZIZAH


857453716
ineazizah556@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) ini bertujuan untuk


mengetahui bagaimana upaya meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui
penerapan metode Montessori. Penelitian dilaksanakan di SD Edupotensia Kabupaten
Majalengka Jawa Barat. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan selama bulan April
sampai dengan Juni 2021. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I siswa
menunjukan ketertarikan dan terdorong mau mempraktekan pelafalan huruf, hal ini
dikarenakan metode montesori yang dipraktek Guru, diawali dengan membangun
kedekatan/interaksi membangun suasana nyaman, suasana senang, sehingga anak
tertarik dengan kegiatan membaca. Guru memberikan beragam rangsangan kepada
siswa melalui berbagai media konkrit untuk lebih meningkatkan keterampilan membaca
permulaan. Berdasarkan Data hasil pengamatan dapat ditarik kesimpulan bahwa
penggunaan metode Montessori dapat meningkatkan keterampilan membaca permulaan
secara signifikan pada siklus II. Sebagai saran dari penelitian ini yaitu gunakanlah alat
media yang mampu dilihat, di dengar dan di raba atau disentuh oleh siswa, agar panca
indera pendengaran, penglihatan dan perabaan menjadi terstimulan aktif. Selain itu
Guru harus menjaga suasana kedekatan dan suasana menyenangkan dalam
pembelajaran, menyiapkan asesmen evaluasi perkembangan yang muncul setiap
tahapannya

Kata kunci: Metode Montessori, Keterampilan Membaca Permulaan, Siswa Kelas 1

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pondasi dasar kemampuan akademik adalah keterampilan membaca.
Membaca adalah fungsi tertinggi yang berasal dari otak manusia, sehingga dapat
dikatakan bahwa setiap proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca
titik membaca menjadi media bagi anak untuk mengetahui dan mencari
informasi. Pengenalan huruf merupakan salah satu langkah awal mengajarkan
anak agar mampu membaca dengan baik. Pengenalan huruf ini merupakan dasar
yang diperlukan agar anak mampu membaca serangkaian huruf dengan baik

1
tanpa mengenal huruf anak tidak mungkin dapat membaca suatu teks kalimat
atau membaca kata dengan baik. Ditambah lagi huruf-huruf vokal merupakan
pelajaran mendasar yang harus dikuasai oleh anak atau siswa. Membaca
permulaan merupakan suatu materi yang terdapat pada pelajaran bahasa
Indonesia yang memiliki ruang lingkup dari beberapa aspek seperti :
mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis. Upaya tersebut pada
peranannya juga mengasah motorik halus pada anak. Idealnya keempat aspek
tersebut dilaksanakan secara terpadu. Akan tetapi pelajaran bahasa Indonesia
untuk kelas rendah khususnya di sekolah dasar lebih menekankan pada aspek
keterampilan membaca dan menulis.
Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA),
menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa Indonesia masih sangat rendah
dibandingkan dengan negara-negara lain. PISA adalah studi internasional tentang
prestasi literasi membaca, matematika dan sains. Berdasarkan hasil studi tersebut
menunjukkan bahwa rata-rata skor prestasi literasi membaca, matematika dan
sains pada siswa, Indonesia berada di bawah rata-rata internasional. Untuk
literasi membaca, Indonesia pada tahun 2000 berada di peringkat ke-39 dari 41
negara, tahun 2003 berada di peringkat ke-39 dari 40 negara dan tahun 2006
berada di peringkat ke-48 dari 56 negara.
Riset berikutnya, disebutkan oleh Progress in International Reading
Literacy Study (PIRLS) yaitu studi internasional tentang literasi membaca (melek
huruf) untuk siswa Sekolah Dasar. Hasilnya memperlihatkan bahwa prestasi
literasi membaca peserta didik Indonesia berada di bawah rata-rata internasional.
Indonesia berada pada posisi ke 41 dari 45 negara peserta.
Data lain tentang kemampuan membaca di Indonesia adalah data dari
World’s Most Literate Nations yang dilakukan oleh Central Connecticut State
University Amerika Serikat yang dirilis pada awal tahun 2017, dimana Indonesia
menempati urutan ke-60 dari 61 negara partisipan survei dalam hal
kemampuan literasi.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Indonesia National Assesment
Program di tahun 2016 yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Pendidikan
(Puspendik) Kementerian Pendidikan & Kebudayaan mengungkap data bahwa

2
rata-rata nasional distribusi literasi pada kemampuan membaca pelajar di
Indonesia adalah 46,83% berada pada kategori kurang, hanya 6,06% berada pada
kategori Baik, dan 47,11 berada pada kategori Cukup.
Berdasarkan identifikasi kegiatan pembelajaran membaca di kelas 1 SD
Edupotensia Kabupaten Majalengka ditemukan bahwa pembelajaran membaca
yang dilakukan guru yaitu dimulai dengan mengenalkan huruf lepas abjad dari a
sampai z baik itu huruf kapital ataupun huruf kecil. Kemudian siswa menghafal
abjad dari a sampai z. Guru hanya menggunakan metode ceramah saja dan media
pengenalan huruf maupun kata tidak begitu menarik. Lebih sering hanya menulis
huruf dan kata di papan tulis kemudian siswa menirukan bunyinya. Dengan
penggunaan metode tersebut kemampuan siswa dalam mengkonversi symbol ke
dalam bunyi yang tepat berlangsung sangat lambat. Hal ini terjadi karena pada
saat mengidentifikasi kata, siswa memerlukan informasi lain yang berasal dari
pengalaman mereka untuk dapat mengenal. (Yuniawati, 2008)
Siswa yang lainnya mengalami kesulitan dalam membedakan huruf yang
bentuknya mirip seperti huruf “b” dengan “d”, huruf “p” dengan “q”, huruf “m”
dengan “w” dan sebagainya. Mereka juga sulit membedakan huruf yang bunyinya
hampir sama yaitu antara huruf “f” dengan “v”. Wardani (1995: 57) mengatakan
bahwa jika hal ini terjadi, artinya peserta didik tidak dapat melakukan decoding,
yaitu membaca tulisan sesuai dengan bunyinya.
Kesulitan lain yang dialami siswa Kelas 1 SD Edupotensia Kabupaten
Majalengka yaitu dalam merangkai huruf menjadi kata-kata. Ada siswa yang
bahkan kesulitan dalam merangkai 2 huruf saja, misalnya huruf “b” dan “o”
dirangkai menjadi “bo” dan huruf “l” dengan “a” menjadi “la”, seharusnya dibaca
“bola”. Tetapi kata “bola” tersebut tidak terbaca “bola” oleh siswa. Terlebih untuk
kata yang susunan huruf-hurufnya lebih kompleks seperti huruf konsonan rangkap
sangat menyulitkan siswa, misalnya kata “nyamuk”, “mengeong”, “khawatir” dan
lain-lain. Hal ini kemungkinan terjadi karena anak tidak mengenal huruf.
Sebagian siswa ketika mengeja ada yang menghilangkan beberapa huruf.
Misalnya tulisan “menyanyikan” dibaca “menyanyi”. Hal tersebut karena anak
menganggap huruf atau kata yang dihilangkan tersebut tidak diperlukan.
Penyebab lain adalah karena membaca terlalu cepat, sehingga terjadi

3
penghilangan beberapa huruf.
Siswa juga masih terbata-terbata dalam mengeja ketika membaca rangkaian
kalimat. Ketidaklancaran membaca seperti ini karena anak memusatkan
perhatiannya secara berlebihan pada proses decoding (Kumara dkk, 2014). Ada
siswa yang bercanda dan berlari-lari ketika disuruh membaca. Selain itu ada juga
siswa yang membaca dengan menggunakan alat bantu seperti jari tangan. Hal itu
karena anak kesulitan konsentrasi.
Dari pembelajaran tersebut diperoleh hasil yaitu sebesar 60% dari total
siswa di kelas mengalami kesulitan membaca permulaan. Ada siswa yang belum
mengenal beberapa huruf dengan baik atau bahkan sebagian besar bentuk huruf.
Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia memiliki banyak
problematika terkait dengan membaca ini. Diantaranya ; pertama, karena sistem
pembelajaran di Indonesia belum membuat pelajaran siswa untuk gemar membaca
buku, mencari dan menentukan informasi lebih dari sumber yang diajarkan di
sekolah. Kedua, adanya kesulitan-kesulitan belajar dalam pembelajaran membaca
di sekolah dasar.
Pembelajaran membaca di Sekolah Dasar dinilai sangat penting. Hal ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa pembelajaran membaca tidak hanya berperan
dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak, tetapi lebih dari itu, yaitu untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari mata pelajaran yang lainnya.
Namun kenyataanya pembelajaran membaca yang dilaksanakan di sekolah dasar
masih belum memuaskan dan belum sesuai dengan harapan.
Pada dasarnya Usia 4-6 tahun, anak mempunyai kepekaan yang baik
dalam belajar membaca. Oleh karenanya pada saat usia demikian siswa perlu
diberikan rangsangan aktivitas yang dapat membantu dalam membaca dan
merangsang pintu masuk kecerdasan lainnya. Mencermati hal ini Maria
Montessori yang merupakan tokoh psikologi perkembangan memiliki cara-
cara tersendiri untuk mengatasi permasalahan dalam membaca permulaan
yang dikenal sebagai metode Montessori. Dalam metode ini peserta didik
melakukan aktivitas-aktivitas dengan menggunakan alat atau material untuk
menunjang aktivitas belajar anak. Melalui aktivitas yang dilakukan anak
mampu meningkatkan kemampuan membaca sebagaimana prinsip–prinsip

4
dalam teori Montessori itu sendiri.
Guru kelas 1 di sekolah dasar, memegang peranan penting dalam bidang
pembelajaran membaca. Pengenalan huruf merupakan salah satu langkah awal
mengajarkan anak agar mampu membaca dengan baik. Pengenalan huruf ini
merupakan pondasi awal yang diperlukan agar siswa mampu membaca
serangkaian huruf dengan baik. Tanpa mengenal huruf, siswa tidak akan dapat
membaca suatu kata atau kalimat dengan baik. ditambah lagi huruf-huruf vocal
merupakan materi dasar yang harus dikuasai siswa.
Dengan latar belakang permasalahan tersebut, penulis tertarik meneliti
penerapan Metode Montessori untuk meningkatkan keterampilan membaca
permulaan di Kelas 1 SD Edupotensia Kabupaten Majalengka.
1. Identifikasi Analisis Masalah
Berdasarkan hasil pengamatan di kelas, maka dapat diidentifikasi sebagai
berikut :
a. Adanya siswa yang belum mengenal kosakata
b. Adanya siswa yang belum terampil membaca kata dan kalimat
c. Adanya siswa yang memiliki kesulitan membaca
2. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah
Mengacu dari identifikasi masalah yang ada, maka penulis menganalisis
masalah sebagai berikut :
a. Metode pembelajaran yang digunakan guru sebelumnya merupakan
pembelajaran klasikal, suasana pembelajaran yang menegangkan sehingga
siswa ada yang merasa terbebani dan kurang konsentrasi
b. Metode pembelajaran sebelumnya kurang menstimulus/merangsang
potensi kecerdasan yang dimiliki siswa terutama untuk siswa yang
memiliki kesulitan belajar.
c. Media atau alat peraga yang dirancang tidak kurang membantu dalam
memperkuat ingatan anak terhadap huruf dan kata
d. Materi dan latihan pembelajaran kurang menarik siswa untuk belajar aktif
3. Alternatif Dan Prioritas Pemecahan Masalah
Dari persoalan / permasalahan yang ditemukan oleh penulis, maka terdapat
beberapa alternatif pemecahan masalah, diantaranya:

5
a. Dalam pembelajaran guru harus menggunakan metode yang tepat dan
menarik.
b. Guru hendaknya membangun suasana pembelajaran yang menyenangkan
c. Media, materi dan latihan pembelajaran yang dirancang sebaiknya
merangsang pengalaman sensorik, fisik dan psikis siswa agar dapat
memperkenalkan, memperkuat ingatan anak terhadap huruf dan kata.
Prioritas pemecahan masalah untuk meningkatkan keterampilan membaca
yang digunakan oleh penulis yaitu metode pembelajaran dari Montessori
Sehingga penelitian ini diberi judul sebagai berikut :
“Penerapan Metode Montessori Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca
Permulaan Pada Siswa Kelas 1 SD Edupotensia Majalengka.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari berbagai permasalahan di atas maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apakah Metode Montesori dapat meningkatkan keterampilan membaca
permulaan pada siswa Kelas 1 SD Edupotensia Majalengka ?
2. Bagaimana upaya meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui
penerapan metode Montessori pada siswa Kelas 1 SD Edupotensia Majalengka?
C. Tujuan Penelitian Perbaikan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian perbaikan
pembelajaran ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui metode Montessori untuk meningkatkan keterampilan membaca
permulaan pada siswa kelas 1 SD Edupotensia Majalengka
2. Mengetahui penerapan Metode Montessori dalam meningkatkan keterampilan
membaca permulaan pada siswa kelas 1 SD Edupotensia
D. Manfaat Penelitian Perbaikan
Manfaat yang ingin dihasilkan melalui penelitan ini antara lain :
1. Bagi siswa
a. Membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan membaca permulaan
b. Membantu siswa dalam mengembangkan tingkat intelektual, psikomotor,
dan afektif

6
c. Membantu perkembangan optimal siswa sehingga siswa tidak mengalami
hambatan perkembangan berikutnya

7
2. Bagi Guru
a. Membantu para guru dalam menerapkan pola pengajaran yang efektif
bagi para peserta didik
b. Membantu Guru menemukan metode mengajar yang sesuai dalam
meningkatkan keterampilan membaca permulaan bagi siswa
3. Bagi Sekolah
a. Penelitian ini diharapkan menjadi citra yang baik yang menggambarkan
pelayanan sekolah yang lebih berkualitas
b. Dengan terbantunya peningkatan prestasi peserta didik, membantu
meningkatkan kepercayaan public kepada Lembaga sekolah

II. KAJIAN PUSTAKA


1. Keterampilan Membaca Permulaan
a. Pengertian Membaca
Membaca menurut Hudgson dalam Tarigan (2008) adalah suatu proses yang
dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak
disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahan tulis. Suatu proses yang
menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam
suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat
diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak
akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan
baik. Membaca merupakan suatu kesatuan kegiatan yang terpadu yang mencakup
beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkan dengan
bunyi serta maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan.
Menurut Anderson dkk dalam Tarigan (2008) membaca dipandang sebagai suatu
proses untuk memahami makna suatu tulisan.
Menurut Finochiano and Bonomo dalam Tarigan (2008), pada saat
membaca mata mengawali kata, sementara fikiran menghubungkannya dengan
maknanya, kata dihubungkan satu sama lain menjadi makna frase, klausa,
kalimat dan akhirnya makna seluruh bacaan. Secara singkat dapat dikatakan
reading adalah bringing meaning to and getting meaning from printed or

8
written material, memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung
didalam bahan tertulis. Jelaslah bahwa membaca adalah suatu proses yang
bersangkut paut dengan bahasa. Oleh karena itu, para peserta didik haruslah
dibantu untuk menanggapi atau memberi respon terhadap lambang-lambang
visual yang menggambarkan tanda-tanda oditori yang sama yang telah mereka
tanggapi sebelum itu.
Menurut Klein dan kawan-kawan dalam Rahim (2007) mengemukakan
bahwa definisi membaca mencakup: (1) membaca merupakan suatu proses, (2)
membaca adalah strategis, dan (3) membaca merupakan interaktif. Membaca
merupakan suatu proses dimaksudkan informasi dari teks dan pengetahuan
yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam
membentuk makna. Membaca merupakan suatu strategis. Pembaca yang efektif
menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks
dalam rangka mengkontruk makna ketika membaca.
Membaca adalah interaktif, keterlibatan pembaca dengan teks tergantung
pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat akan
memenuhi beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang
harus mudah dipahami (readable) sehingga menjadi interaksi antara pembaca
dan teks.
Dari berbagai pendapat di atas dapat dideskripsikan bahwa membaca
adalah membaca lebih memahami isi, ide atau gagasan baik yang tersurat
maupun tersirat dalam bahan bacaan. Dengan demikian, pemahaman menjadi
produk yang dapat diukur dalam kegiatan membaca, bukan perilaku fisik pada
saat membaca. Suatu proses dalam suatu tujuan yang akan dicapainya, jika
anak senang dalam membaca dan merasa puas akan hasil bacaannya maka
mereka telah mencapai tujuannya atau dapat memahami apa makna dari bacaan
tersebut.
b. Pengertian Keterampilan Membaca
Keterampilan berasal dari kata dasar terampil. Menurut KBBI 
keterampilan adalah kemampuan untuk menyelesaikan tugas. Kata
keterampilan sama artinya dengan kata kecekatan. Terampil atau cekatan
adalah kepandaian melakukan sesuatu dengan cepat dan benar. Seseorang yang

9
dapat melakukan sesuatu dengan cepat tetapi salah tidak dapat dikatakan
terampil. Demikian pula apabila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan
benar tetapi lambat, juga tidak sampai dikatakan terampil.
Soemarjadi, dkk (1991) menyatakan bahwa pengertian keterampilan
dalam konteks pembelajaran adalah usaha untuk memperoleh kompetensi
cekat, cepat dan tepat dalam menghadapi permasalahan belajar. Ruang lingkup
keterampilan sendiri cukup luas, meliputi kegiatan berupa perbuatan, berpikir,
berbicara, melihat, mendengar, dan sebagai.
Dalam pembelajaran, keterampilan dirancang sebagai proses komunikasi
belajar untuk mengubah perilaku siswa menjadi cekat, cepat, dan tepat dalam
melakukan atau menghadapi sesuatu.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah
suatu bentuk kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan dalam
mengerjakan sesuatu secara efektif dan efisien. Menurut Khoiruddin (2007)
membaca adalah suatu keterampilan berbahasa dalam bentuk kegiatan melihat
serta memahami isi tulisan, baik dengan cara diujarkan maupun hanya dalam
hati. Kegiatan membaca mempunyai beberapa aspek yaitu aspek gerak dan
aspek pemahaman. Aspek gerak adalah aspek yang mencakup pengenalan
huruf dalam bacaan, pengenalan unsur bahasa, pengenalan hubungan antara
intonasi dan huruf, dan kecepatan membaca dalam hati. Sedangkan aspek
pemahaman adalah aspek yang meliputi kemampuan untuk memahami bacaan
secara sederhana, memahami makna yang tersirat dalam bacaan dan
penyesuaian tanda baca atau intonasi dengan kecepatan membaca.
Kata keterampilan sering dikaitkan sebagai suatu kemampuan praktek.
Keterampilan berasal dari kata terampil yang artinya cakap. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Keterampilan diartikan sebagai kecakapan dalam
melaksanakan tugas.
Dalam hal ini, Soemarjadi dkk (1991) menjelaskan bahwa kata
keterampilan sama artinya dengan kata kecekatan. Terampil atau cekatan
adalah kepandaian melakukan suatu pekerjaan dengan cepat dan baik pendapat
lain keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat syaraf dan
otot- otot yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis,

10
mengetik, olahraga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun
keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang
tinggi.
Masih menurut Soemarjadi dkk (1991) membagi keterampilan menjadi
tiga karakteristik yakni : 1) Respon motorik yaitu gerakan - gerakan otot
melibatkan koordinasi gerakan mata dengan tangan, dan mengorganisasikan
respon menjadi pola pola respon yang kompleks, 2) Koordinasi gerakan
terampil yaitu koordinasi gerakan mata dengan tangan. Dalam hal ini
keterampilan menitikberatkan koordinasi persepsi dan tindakan motorik seperti
main tenis, voli, alat music. 3) Pola respon Terampil merupakan serangkaian
stimulus – respon menjadi pola- pola respon yang kompleks. Keterampilan
yang kompleks terdiri dari unit - unit stimulus respon dan rangkaian respon
yang tersusun menjadi pola respon yang luas.
Berdasarkan berbagai pengertian di atas keterampilan diartikan
kemampuan untuk menggunakan akal, fikiran, ide dan kreatifitas dalam
mengerjakan, mengubah ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna
sehingga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut.
Kata keterampilan hampir semakna dengan kemampuan, pengertian
kemampuan adalah : mengartikan bahwa Kemampuan adalah kesanggupan,
kecakapan, kekuatan kita berusaha dengan diri sendiri. Sementara itu, kemampuan
berarti kapasitas seseorang individu unutk melakukan beragam tugas dalam suatu
pekerjaan. lebih lanjut menyatakan bahwa kemampuan (ability) adalah sebuah
penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang.

c. Pengertian Membaca Permulaan


Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan
dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian
membaca secara mekanikal. Menurut Anderson dalam Tarigan membaca
permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recoding dan
decoding. Membaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis.
Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual.
Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar
bunyi serta kombinasinya. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan

11
gambar-gambar bunyi beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan
proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian
bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.
Menurut Wahyudin (1996) membaca permulaan merupakan membaca awal
yang diberikan kepada anak di kelas I dan II sebagai dasar untuk pelajaran
selanjutnya. Seiring dengan itu Sahari dalam artikel Romiaryanto, mengemukakan
membaca permulaan adalah kegiatan dalam menerapkan dalam kemampuan
berbahasa (linguistik) dengan melibatkan faktor biologis dan psikis yang di
pengaruhi oleh lingkungan denagn huruf, suku kata, kata dan kalimat sebagai
objek bacaan sebagai tingkatan awal dalam belajar membaca.
Purwanto dan Djeniah (2003), mengemukakan disebut pengajaran membaca
permulaan jika maksud pengajaran membaca itu yang diutamakan ialah: (a)
memberikan kecakapan kepada siswa untuk mengubah rangkaian-rangkaian huruf
menjadi rangkaian-rangkaian bunyi bermakna, dan (b) melancarkan teknik
membaca pada anak. Jadi, sama halnya seperti pada berhitung permulaan yang
mengutamakan penanaman pengertian bilangan dan pengajaran angka makna
pada membaca permulaan pun mengutamakan pengajaran huruf dan
rangkaiannya, serta melancarkan teknik membaca.
Keterampilan membaca permulaan lebih diorientasikan pada keterampilan
membaca tingkat dasar, yakni kemampuan melek huruf. Maksudnya, anak-anak
dapat mengubah dan melafalkan lambang- lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi
bermakna. Pada tahap ini sangat dimungkinkan anak-anak dapat melafalkan
lambang-lambang huruf yang dibacanya tanpa diikuti oleh pemahaman terhadap
lambang bunyi-bunyi lambang tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dideskripsikan bahwa
membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa
sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan
menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh
karena itu peneliti perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga
mampu menumbuhkan kebiasan membaca sebagai suatu yang menyenangkan.
d. Tujuan Membaca

12
Tujuan utama dalam membaca adalah mendapatkan informasi yang tepat
dan benar. Hal ini ditegaskan oleh Rahim (2007 : 11) membaca bertujuan untuk
mendapatkan informasi atau pesan dari teks. Membaca dengan tujuan, cenderung
lebih memahami dibandingkan dengan yang tidak mempunyai tujuan. Menurut
Tarigan (2008 : 9) tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta
memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna, arti (meaning) erat
sekali hubungannya dengan maksud tujuan atau intensif kita dalam membaca. 
Hal ini sesuai pendapat Nurhayati (2009 : 4) bahwa tujuan membaca
mempunyai kedudukan yang sangat penting karena akan berpengaruh pada proses
membaca dan pemahaman membaca. Resmini (2009) menjelaskan bahwa
pembelajaran membaca harus mempunyai tujuan yang jelas. Tujuan tersebut
yaitu: (a) menikmati keindahan yang terkandung dalam bacaan, (b) membaca
bersuara memberikan kesempatan kepada siswa menikmati bacaan, (c)
menggunakan strategi tertentu untuk memahami bacaan, (d) menggali simpanan
pengetahuan atau schemata siswa tentang suatu topik, (e) menghubungkan
pengetahuan baru dengan schemata siswa, (f) mencari informasi untuk pembuatan
laporan yang akan disampaikan dengan lisan dan tertulis, (g) melakukan
penguatan dan penolakan terhadap ramalan-ramalan yang dibuat oleh siswa
sebelum melakukan perbuatan membaca.(h) memberikan kesempatan kepada
siswa melakukan eksperimentasi untuk meneliti sesuatu yang dipaparkan dalam
sebuah bacaan, (i) mempelajari struktur bacaan, (j) menjawab pertanyaan
khususnya yang dikembangkan oleh guru atau sengaja diberikan oleh penulis
bacaan.
Berdasarkan beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca
adalah mendapatkan informasi dari bacaan sesuai dengan tujuan masing-masing
pembaca. Membaca dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan dalam membaca, dan
akan dengan mudah memperoleh banyak pengetahuan tentang isi, makna, arti dari
suatu bahan bacaan.
2. Metode Montenssori
Maria Montessori merupakan tokoh pelopor yang menemukan metode
montessori yang lahir pada 31Agustus 1870 di Provinsi Ancona Italia.

13
Montessori merupakan anak tunggal dari seorang pebisnis di perusahaan
monopoli tembakau yang menjadikannya hidup berkecukupan. Alessandro
montessori adalah ayah dari Montessori yang juga seorang militer kuno
dengan kebiasaan suka marah. Awal ketertarikan montessori terhadap anak-
anak dimulai ketika ia menempuh pendidikan di Italia dan bekerja
dibidang psikiater dan antropologi. Ketertarikan Montessori terhadap
dunia anak ia tuangkan dalam pengembangan observasi dalam perawatan
anak berkebutuhan khusus dan keterbelakangan mental dalam karya
tulisnya (Azkia dan Nur Rohman, 2020).

Metode Montessori adalah metode yang memperkenalkan strategi


pendidikan yang mencangkup melatih panca indra dan keterampilan motorik
anak, dengan alat peraga khusus, dilingkungan rumah anak. Maria Montessori
berpendapat jika anak diberi materi dan lingkungan yang tepat, anak cenderung

bisa mengerjakan aktifitas secara spontan (Hainstock, 2008 : 11). Lewat


aktivitas, anak mendapatkan pengetahuan dan keterampilan. Anak akan belajar
sesuai keinginan pribadi dan mengatasi ketidakmampuan tanpa bantuan dan
campur tangan orang tua.

Kreativitas spontan merujuk pada hakikat kreativitas makhluk hidup. Anak


spontan beraktivitas menurut keinginan dan inisiatif, tanpa diberitahu apa dan
kapan harus dilakukan. Anak otomatis menyalurkan energi dan usaha untuk
membangun tubuh, kepribadian, dan semua aspek kehidupan.

Anak juga suka materi dan latihan yang melatih panca indra. Dengan
melihat, menyentuh, mendengarkan, mencium dan merasakan sesuatu, anak
belajar membedakan dan menentukan kualitas dan kuantitas tertentu. Ketika
intelegensi berkembang dan anak mencari informasi yang lebih kompleks, dan
tugas yang lebih menantang, anak mulai mengeksplorasi materi yang tidak terlalu
kongkrit dan mulai berkenalan materi abstrak. Anak pada tahap perkembangan
intelektual ini dapat memahami konsep yang tidak nyata. Misal, bahasa dan
matematika. Penambahan perbendaharaan dari pengalaman sebelumnya
memungkinkan anak membicarakan topik baru yang ditemui ketika berinteraksi
dengan lingkungan.

14
Dengan demikian metode Montessori membantu anak memuaskan dan
memenuhi keinginan sekaligus menunjang perkembangan total. Ini berarti
memberikan setiap aspek pertumbuhan fisik, intelektual, linguistik, emosi,
spiritual, atau sosial yang proposional setiap saat agar membantu anak
berkembang menjadi manusia utuh. Montessori berpendapat manusia kreatif
sangat haus ilmu dari berbagai disiplin ilmu. Montessori berpendapat tugas
pendidik (orang tua atau guru) adalah menyediakan informasi. Anda harus
dibimbing menjadi manusia terdidik.

Setelah anak mempunyai pengalaman dengan huruf-huruf pada kertas kasar


dan terbiasa dengan semua bunyi- bunyi dari huruf. Huruf yang biasa
dipindahkan merupakan langkah pertama dalam pembentukan kata. Obyek-obyek
yang sudah dikenal digunakan, dan begitu anak mengucapkan nama-nama obyek
itu, dia mendengarkan setiap bunyi dari huruf, menentukan huruf-huruf tersebut,
dan membentuk kata-kata. Pengejaan tidak begitu penting pada tahap ini. Begitu
anak mengucapkan bunyi-bunyi itu satu persatu dengan lambat sehingga dia
mendengar kata-kata secara keseluruhan. Ini membutuhkan latihan. Pertama-tama
digunakan kata-kata fonetis yang terdiri dari tiga dan empat huruf (kata-kata
dengan vokal atau konsonan yang diucapkan secara tetap), kemudian
ditambahkan kata-kata yang lebih panjang. Proses pembentukan kata ini akan
terus berlanjut selama beberapa waktu dan anak akan menganggap ini sebagai
suatu permainan yang mengasikan. Melalui penguasaan huruf yang bisa
dipindahkan, anak memperoleh persiapan yang tak ternilai untuk menulis,
membaca dan mengeja. anak menjadi terbiasa dengan huruf dan bagaimana
huruf-huruf dipadukan untuk membentuk kata-kata, disamping secara tidak sadar
memahami analisis kata-kata. Secara bertahap dia melihat bahwa semua kata
kelihatannya membutuhkan setidak- tidaknya satu huruf vokal. Anak dengan
segera dapat membentuk kata-katanya sendiri, mengucapkan dan menuliskannya
dengan huruf-huruf yang bisa dipindahkan. Seringkali pada tahap ini, setelah
anak membentuk kata-kata, dia akan mengambil pensil dan kertas dan
menuliskannya. Kemudian dia akan menulis fase-fase dan kalimat-kalimat.
Setelah anak terlatih untuk membentuk dan menuliskan kata-kata dengan cara ini,
anak telah siap dan mampu untuk mulai mambaca dengan sebenarnya, karena

15
membaca dimungkinkan oleh pemahaman secara penuh akan kata-kata yang telah
tersusun.

Jadi dapat dideskripsikan dari pembahasaan di atas bahwa melalui metode


Montessori anak mampu menghafal bentuk huruf melalui pengalamannnya
dengan kertas kasar dan terbiasa dengan semua bunyi dari huruf, dari sinilah anak
akan mulai terbiasa membaca. Mulai dari pengenalan huruf dan menyusunya
menjadi kata-kata dan kalimat. Kenyataannya, begitu seorang anak menyadari
keajaiban huruf-huruf.
3. Langkah-langkah Pembelajaran Membaca Permulaan melalui Metode
Montessori
Berikut ini adalah langkah-langkah pembelajaran membaca permulaan untuk
anak menurut Montessori yaitu :
a. Pengenalan huruf-huruf menggunakan kertas yang permukaannya kasar.
1) Letakan dua huruf yang bentuk dan bunyinya berbeda di atas meja.
2) Guru memberi pengarahan bagaimana cara mengetahui bentuk huruf dan
bagaimana bunyinya.
3) Anak diminta menelusuri bentuk huruf dengan dua jari yang bekerja (jari
telunjuk dan jari tengah) dan katakan bagaimana bunyi huruf tersebut.
4) Setelah anak menelusuri bentuk huruf dan mengetahui bunyi huruf tersebut
guru mengajarkan penggunaan pembelajaran tiga tahap untuk masing-masing
huruf.
5) Melakukan permainan tebak kata yang diawali dari huruf yang
merekapegang, guru menjelaskankan kepada anak tentang kata-kata apa yang
bisa dibentuk dari huruf-huruf ini.
6) Misalnya, bila kita menggunakan huruf b dan s, kita mengaitkan “dapatkah
kamu mendengarkan huruf b pada saat ibu mengatakan “baju”?” dapatkah
kamu membayangkan kata-kata dengan bunyi b pada kata-kata tersebut?”
lakukan dengan cara yang sama pada huruf s.
7) Bila anak telah merasa siap, berikan materi huruf-huruf yang lain, setelah
gunakan dua huruf sekaligus dan gunakan petunjuk yang telah dijelaskan di
atas.
8) Bagi anak menjadi beberapa kelompok untuk melakukan permainan seperti

16
di atas.
9) Biarkan anak merasakan huruf dengan jari-jarinya, katakan bunyinya,
kemudian pilih gambar dari kotak indeks yang sesuai bunyi yang telah
dipilih sebelumnya.
10) Setiap kali anak mengambil gambar baru, suruhlah anak mengenali huruf
tersebut sekali lagi, katakan bunyinya dan beritahukan nama benda yang ada
dalam gambar tersebut. Misalnya bunyi b dengan baju, batu, baja.
11) Ulangi latihan ini untuk semua huruf.
b. Pengenalan abjad yang dapat dipindahkan
1) Anak memperoleh kotak huruf dan bermacam-macam gambar yang lengkap
dengan nama benda tertulis di bawahnya.
2) Guru menunjukan gambar- gambar yang telah disediakan didepan lengkap
dengan nama benda tertulis dibawahnya.
3) Guru menunjuk salah seorang anak untuk mengeja fonem dan kata-kata di
bawah gambar.
4) Anak menyebutkan fonem yang menyusun kata-kata dan anak menyusun
fonem tersebut diatas mejanya menggunakan kartu huruf .
5) Guru menyebutkan beberapa kata didepan kelas dan menunjuk anak untuk
menunjukan huruf sehingga membentuk kata yang telah disebutkan guru.
6) Anak menunjukan huruf sehingga membentuk kata yang telah disebutkan dan
anak menyusun huruf menjadi sebuah kata.
Dengan penerapan metode Montessori menggunakan langkah-langkah di atas
dalam pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa
dan dapat mengatasi keterbatasan siswa dalam pengenalan huruf-huruf.
(Hainstock, 2002 : 130-134)

4. Kelebihan Metode Montessori


Pada seluruh dimensi, anak-anak pada sekolah dengan metode pembelajaran
Montessori memiliki kemampuan yang relatif lebih baik. Karena hasil yang lebih
baik pada tes standar yaitu membaca dan berhitung, demikian juga interaksi yang
positif dan menampilkan interaksi yang baik juga dengan lingkungan sosialnya
demikian juga dengan kejujuran dan keadilan pada teman-temannya. Dari uraian
dan pernyataan diatas kemudian dapat digambarkan bahwa metode Montessori

17
mempunyai beberapa kelebihan ataupun keunggulan dibandingkan metode
peembelajaran yang lain (tradisional), sehingga di bawah ini dapat digambarkan
tabel tentang perbandingan metode Montessori dengan metode pembelajaran non
montessori atau tradisional. (Azkia dan Nur Rohman, 2020).
5. Implementasi Metode Montessori pada Pelajaran Membaca Permulaan
(Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di kelas rendah)
Saat yang tepat untuk mengajari anak membaca ketika anak memiliki
kesiapan membaca, umumnya anak memiliki kesiapan membaca pada usia enam
tahun. Teori kesiapan ini sejalan dengan pendapat klasik dari Havighurst bahwa
mengajar haruslah pada saat anak berada dalam kondisi teachable moment (saat
tepat untuk belajar). Beberapa akibat negatif akan timbul jika pemberian materi
pelajaran diberikan kepada anak sebelum masa kesiapan (Azim : 2007).
Kemampuan membaca tentunya mengharuskan anak berinteraksi dengan bahan-
bahan bacaan yang menarik sehingga yang diperlukan anak untuk siap membaca
adalah paparan pada banyak bahan cetak. Bahan cetak akan membantu anak
untuk menerjemahkan setiap symbol huruf yang tampak pada bahan cetak (John
Holt, 2012).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca (Rahim :
2007), yaitu :
1) Faktor Fisiologis Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan
neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak
menguntungkan bagi anak untuk belajar khususnya membaca. Gangguan
pada alat bicara, alat pendengaran dan alat penglihatan juga dapat
memperlambat kemajuan kemampuan membaca anak.
2) Faktor Intelektual Secara umum, intelegensi anak tidak sepenuhmya
memengaruhi kemampuan membaca anak khususnya membaca permulaan.
Faktor metode mengajar guru, prosedur dan kemampuan guru juga turut
memengaruhi kemampuan membaca permulaan anak.
3) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan mencakup : latar belakang dan
pengalaman siswa di rumah dan social ekonomi keluarga siswa. Orang tua
yang memiliki minat yang besar terhadap kegiatan sekolah di mana anak-
anak mereka belajar dapat memacu sikap positif anak terhadap belajar

18
khususnya membaca. Faktor sosioekonomi, orang tua dan lingkungan
tetangga merupakan faktor yang membentuk lingkungan rumah siswa. Status
sosioekonomi siswa memengaruhi kemampuan verbal siswa. Semakin tinggi
status sosioekonomi siswa maka semakin tinggi kemampuan verbal siswa.
4) Faktor Psikologis, mencakup : motivasi, minat dan kematangan social, emosi
dan penyesuaian diri. Motivasi merupakan kunci dalam belajar membaca.
Prinsip motivasi dalam belajar antara lain : kebermaknaan, pengetahuan dan
keterampilan prasyarat, model, komunikasi terbuka, keaslian dan tugas yang
menantang, kondisi dan konsekuensi yang menyenangkan, mengembangkan
beberapa kemampuan, dan melibatkan sebanyak mungkin indera.
Penggunaan metode Montessori dalam meningkatkan kemampuan membaca
pada anak usia dini (Kurniastuti, 2016) antara lain :
1) Pengenalan huruf-huruf menggunakan permukaan kasar anak dikenalkan
bunyi huruf melalui meraba bentuk-bentuk huruf dengan permukaan kasar
sehingga anak-anak mulai mengerti perbedaan bentuk-bentuk huruf.
2) Penggunaan kartu huruf :
a. Anak-anak diberikan kartu huruf dengan memberikan warna yang berbeda
pada huruf vocal dan huruf konsonan.
b. Anak-anak dikenalkan kosakata baru melalui kartu kata yang bergambar
dengan di bawahnya ada tulisan dari gambar tersebut.
3) Membacakan cerita kepada anak Guru membacakan buku cerita kepada anak
lalu guru meminta kepada anak untuk menceritakan kembali apa isi dari buku
cerita yang dibacakan tadi.
4) Mengajari anak membaca buku cerita meskipun belum memahami
maknanya.
Anak diberi buku cerita kemudian anak disuruh membacanya berdasarkan
pengalaman anak sendiri. Penggunaan metode Montessori dalam meningkatkan
kemampuan membaca pada anak usia dini juga disesuaikan dengan Standar
Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak atau yang lebih dikenal dengan STPPA.
Adapun Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak berdasarkan
Permendiknas 137 adalah :
Tabel 2.1 Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak “Aspek

19
Perkembangan Bahasa”
Lingkup Usia 4-5 Tahun Usia 5-6 Tahun
Perkembangan
Kd. 3.10, 4.10 1. Menyimak Perkataan 1. Mengerti beberapa
Menerima Bahasa Orang Lain (bahasa perintah secara
(Reseptif) ibu atau bahasa bersamaan
lainnya) 2. Mengulang kalimat
2. Mengerti dua perintah yang lebih kompleks
yang diberikan 3. Memahami aturan
bersamaan dalam suatu
3. Memahami cerita permainan
yang dibacakan
4. Mengenal
perbendaharaan kata
mengenal kata sifat
Kd. 3.11, 4.11 1. Mengulang kalimat 1. Menjawab pertanyaan
Menyatakan Bahasa sederhana yang lebih kompleks
(Ekspresif) 2. Menjawab pertanyaan 2. Menyebutkan
sederhana kelompok gambar
3. Mengungkapkan yang memiliki bunyi
perasaan dengan kata yang sama
sifat 3. Berkomunikasi secara
4. Menyebutkan kata- lisan, memiliki
kata yang dikenal perbendaharaan kata,
5. Mengutarakan serta mengenal
pendapat kepada simbol-simbol untuk
orang lain persiapan membaca,
6. Mengatakan alas an menulis dan
terhadap sesuatu yang berhitung
diinginkan atau 4. Menyusun kalimat
ketidaksetujuan sederhana dalam
7. Menceritakan kembali strutur kalimat
dongeng atau cerita lengkap
yang pernah didengar 5. Memiliki lebih
banyak kata-kata
untuk mengekspresi
kan ide kepada orang
lain
6. Melanjutkan sebagian
cerita atau dongeng
yang telah
diperdengarkan
3.12, 4.12 Keaksaraan 1. Mengenal symbol- 1. Menyebutkan simbol
Awal simbol simbol huruf yang
2. Mengenal suara-suara dikenal
hewan atau benda 2. Mengenal suara huruf
yang ada di sekitarnya awal dari nama-nama
3. Membuat coretan benda di sekitarnya

20
yang bermakna 3. Menyebutkan
4. Meniru huruf kelompok gambar
yang memiliki bunyi
atau huruf awal yang
sama
4. Memahami hubungan
bunyi dan bentuk
huruf
5. Membaca nama
sendiri
6. Menuliskan nama
sendiri

III. PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN


A. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas I tahun ajaran 2020/2021
bertempat di SD Edupotensia yang beralamat di Komplek Neglasari Kelurahan
Majalengka Wetan Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka.
Penelitian ini dimulai dengan tahap pra siklus yang dilaksanakan pada tanggal
14 April 2021, kemudian dilakukan siklus I pada tanggal 27 April 2021
selanjutnya siklus II dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2021.
B. Deskripsi Per Siklus
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) atau Classroom Action Research. Wardani, dkk (2014:1.4)
mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang
dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan
untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi
meningkat.
Classroom Action Research pada hakikatnya merupakan rangkaian riset
Tindakan-riset Tindakan yang dilakukan secara siklik, dalam rangka memecahkan
masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Classroom Action Research lebih
bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak
untuk digeneralisasi (Muslihuddin : 2011).
Penelitian ini ditempuh sesuai model siklus, termasuk penelitian kualitatif
meskipun data yang dikumpulkan bersifat kuantitatif. Satu siklus tindakan sama
dengan satu kali tindakan pembelajaran dengan alokasi waktu 1 x 35 menit,

21
sehingga istilah siklus tindakan identik dengan tindakan pembelajaran.
1. Siklus I (Siklus Pertama)
a) Tahap Perencanaan
Rencana tindakan yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut. a) Mengidentifikasi permasalahan yang muncul pada pembelajaran
membaca. b) Merumuskan masalah. c) Merancang skenario pelaksanaan
pembelajaran membaca melalui metode montessori. d) Mempersiapkan materi dan
sarana pendukung pembelajaran. f) Membuat instrumen berupa lembar observasi,
dan catatan lapangan untuk mengamati jalannya pembelajaran membaca
permulaan g) Mengukur keterampilan siswa dalam membaca permulaan setelah
dilakukannya penerapan pembelajaran membaca menggunakan metode
Montessori pada siklus I.
b) Tahap Melakukan Tindakan (Action)
Tindakan dalam penelitian ini adalah penggunaan metode Montessori
dalam meningkatkan keterampilan membaca permulaan. Tindakan yang dilakukan
harus sesuai dengan metode Montessori. Perlakuan (tindakan) yang akan
dilakukan dalam penelitian siklus pertama ini adalah sebagai berikut. a)
Penggunaan metode montessori pada siklus I dilaksanakan sesuai rencana. b)
memotivasi siswa dengan menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan agar meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam kegiatan
membaca permulaan. c) Menerapkan langkah-lankah pembelajaran montessori
menggunakan media alat peraga permainan. d) menstimulus seluruh indera
(perabaan, visual, audio) siswa dalam melakukan kegiatan membaca permulaan
melalui alat peraga permainan. e) Memperhatikan alokasi waktu dengan jumlah
kegiatan yang akan dilaksanakan. f) Mengantisipasi kendala yang ada dengan
membuat solusi dari kendala tersebut. g) menuliskan catatan-catatan penting dari
tindakan pada siklus I.
c) Tahap Mengamati (Observing)
Pada tahap ini, peneliti melakukan kegiatan pengamatan yakni mengamati
hasil tindakan terhadap siswa dibantu oleh guru pendamping. Observasi yang
dilakukan meliputi pemantuan hal-hal berikut. a) Mengamati suasana
pembelajaran, perilaku dan reaksi siswa terhadap penerapan metode Montessori di

22
kegiatan awal pembelajaran keterampilan membaca permulaan b) Mencatat setiap
kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penerapan metode Montessori serta
respon siswa terhadap penggunaan metode Montessori disertai alat peraga
permainan. c) Mendokumentasikan dalam catatan lapangan.
d) Tahap refleksi (Reflection)
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengkaji ulang,
mempertimbangkan hasil dari berbagai kriteria atau indikator keberhasilan.
Refleksi dilakukan bersama guru pendamping untuk menentukan dan
memantapkan tindakan selanjutnya pada siklus kedua. Refleksi ini dilakukan
berdasarkan hasil observasi dan catatan lapangan. Berikut ini hal-hal yang
dilakukan peneliti pada tahap refleksi. a) Memahami proses, masalah, dan kendala
yang ditemui ketika mengimplementasikan tindakan. b) Mendeskripsikan dalam
bentuk catatan lapangan. c) Mengidentifikasi masalah yang perlu diperbaiki. d)
Melakukan refleksi dengan melakukan diskusi terhadap hasil belajar siswa. Hasil
dari analisis yang dilakukan pada tahap ini digunakan untuk merencanakan
kegiatan pada siklus selanjutnya. Hasil tindakan yang berhasil akan tetap
dilakukan sedangkan yang kurang berhasil akan diperbaiki pada siklus
selanjutnya.
2. Siklus II (Siklus Kedua)
Pelaksanaan tindakan pada siklus II berupa perbaikan tindakan dan
disesuaikan dengan hasil refleksi pada siklus I. Berikut ini tahap-tahap yang
dilakukan pada siklus II. a) Tahap Perencanaan (Planing)
Tahap perencanaan pada Siklus II ini mencakup 1) Mendiskusikan mengenai
kesulitan-kesulitan yang dialami siswa. 2) Merancang perbaikan berdasarkan
refleksi siklus I.
b) Tahap Melakukan Tindakan (Action)
Tahap tindakan siklus II mencakup : Melaksanakan tindakan perbaikan
penerapan metode pada siklus I, misalnya dengan bernyanyi lagu phonic untuk
lebih membangun suasana belajar yang menyenangkan sekaligus latihan
melafalkan kosa kata.
c) Tahap Mengamati (Observing).

23
Tahap mengamati mencakup: a) Melakukan pengamatan terhadap
penerapan media stick figure. b) Mencatat perubahan yang terjadi.
d) Tahap Refleksi (Reflection)
Tahap refleksi mencakup: a) Merefleksikan proses pembelajaran media
stick figure. b) Merefleksikan hasil belajar peserta didik c) Menganalisis temuan
dan hasil akhir penelitian.
Penelitian ini direncanakan dua siklus, tapi tidak menutup kemungkinan
untuk melakukan siklus berikutnya apabila hasil perbaikan belum mencapai tujuan
yang diharapkan. Siklus ke III dan selanjutnya dilakukan dengan langkah-langkah
seperti pada siklus I dan II yang merupakan perbaikan dari langkah sebelumnya.
Apabila hasil yang dilakukan sudah mencapai target maka siklus sudah dianggap
selesai.
Dari tahap kegiatan pada siklus-siklus tersebut, hasil yang diharapkan
adalah: 1) Dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam membaca. 2) Guru
dapat merancang dan menggunakan metode Montessori dalam pembelajaran agar
proses belajar mengajar lebih bervariatif. 3) Terjadi peningkatan keterampilan
membaca siswa
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini Guru membuat Langkah perencanaan
metode montesori dalam meningkatkan keterampilan membaca permulaan.
Langkah perencanaannya sebagai berikut :
1. Guru menyiapkan Rencana Pembelajaran (RPP terlampir)
2. Guru menyiapkan peralatan yang akan dijadikan media belajar
3. Guru Menyaiapkan Langkah pembelajaran seuai dengan prosedur metode
Montesori (telihat di RPP terlampir)
b. Tahap Pelaksanaan (action)
Pada tahap pelaksanaan ini Guru menerapkan metode montesori dalam
meningkatkan keterampilan membaca permulaan. Pada Metode montessori yang
dilakukan oleh Guru diawali dengan membangun kedekatan/interaksi dengan

24
siswa sehingga siswa merasa nyaman, membangun suasana senang sehingga anak
tertarik dengan kegiatan membaca dan memberikan beragam rangsangan kepada
siswa melalui berbagai media konkrit untuk proses pembelajaran.
Dari kegiatan awal membangun kedekatan dengan siswa, terlihat siswa
antusias dengan ditandai ekpresi gembira, tersenyum dan tertawa riang sebagai
respon dari pembangunan suasana yang dilakukan oleh Guru diawal
pembelajaran.
Siswa mulai mengenal huruf yang di perlihatkan guru, dan siswa mengikuti
pelafalan bunyi huruf yang di praktekan oleh guru.
2. Tahap Pengamatan (Observing)
Hasil pengamatan pada kegiatan pendahuluan terlihat sudah tampak
aktivitas yang mendorong ketertarikan peserta didik. Namun pada kegiatan
Apersepsi perlu dilakukan identikasi, ada beberapa catatan yang harus menjadi
kegiatan tindak lanjut di tahap siklus II berikutnya. Catatan yang dimaksud adalah
sebagai beikut : 1) sejauh mana peserta didik mengenal huruf, 2) huruf apa saja
yang sudah dketahui dan 3) huruf mana saja yang belum diketahui siswa.
Pada kegiatan inti secara umum siswa sudah memperlihatkan aktivitas
pengenalan huruf dengan metode Montessori, dan alat peraga memadai. Sebagai
catatan untuk tindak lanjut di tahap siklus II beberapa hal perlu ditindak lanjuti :
1) perlu dicatat peserta didik mana yang belum bisa mengenal huruf konsonan dan
vocal. 2) harus tercatat peserta didik mana yang sudah bisa menggabungkan bunyi
dua huruf atau lebih.
2. Siklus II
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini guru membuat Langkah perencanaan metode
montesori dalam meningkatkan keterampilan membaca permulaan. Langkah
perencanaannya sebagai berikut :
1. Guru menyiapkan Rencana Pembelajaran
2. Guru menyiapkan peralatan yang akan dijadikan media belajar
3. Guru Menyiapkan Langkah pembelajaran seuai dengan prosedur metode
Montessori
4. Guru Menyiapkan Audio Visual

25
5. Guru menyiapkan alat untuk mencatat hasil pengamatan

b. Tahap Pelaksanaan (action)


Pada tahap pelaksanaan ini Guru menerapkan metode montessori dalam
meningkatkan keterampilan membaca permulaan. Pada Metode montessori yang
dilakukan oleh Guru diawali dengan membangun kedekatan/interaksi dengan
siswa sehingga siswa merasa nyaman, membangun suasana senang sehingga anak
tertarik dengan kegiatan membaca dan memberikan beragam rangsangan kepada
siswa melalui berbagai media konkrit untuk proses pembelajaran.
Selanjutnya Guru mengidentifikasi sejauh mana siswa mengenal huruf
dengan mengajak siswa bernyayi bersama, dari lagu yang telah ditonton, Guru
mengenalkan huruf-huruf alfabet melalui Puzzle huruf, kemudian Guru
memberikan kesempatan pada siswa untuk melihat, meraba setiap huruf puzzle
dan menyusun huruf alfabet dari A sampai Z. Setelah siswa terlihat mampu
menyusun puzle Huruf, selanjutnya Guru mengajak siswa berlatih menyusun
kosakata melalui bermain mencari kata dengan bantuan alat peraga poster,
potongan puzzle huruf dan kartu huruf. (RPP terlampir)
Dari kegiatan pada siklus II ini terlihat guru mampu membangun kedekatan
dengan siswa, siswa antusias dengan ditandai ekpresi gembira, tersenyum dan
tertawa riang sebagai respon dari pembangunan suasana yang dilakukan oleh
Guru pada aktivitas pembelajaran.
Keterampilan mengenal huruf dan menyusun kata menjadi satu kalimatpun
sudah mulai bisa dilakukan siswa. Selain siswa senang mengikuti pembelajaran
dari ekspresinya, siswa juga antusias untuk mengulangi bahkan mencari kalimat
apalagi yang bisa disusun dari huruf yang disediakan.
c. Tahap Pengamatan (Observing)
Hasil pengamatan pada kegiatan siklus II terlihat sudah tampak aktivitas yang
mendorong ketertarikan peserta didik. Disamping itu keterampilan mengenal
huruf vocal dan konsonan serta menyusun kalimat dari huruf konsonan dan vocal
sudah mulai bisa dilakukan oleh siswa.
B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran

26
Membaca permulaan di sekolah dasar adalah membaca yang diajarkan secara
terprogram dalam mata pelajaran bahasa Indonesia yang diberikan kepada siswa
kelas rendah yaitu kelas satu sampai dengan kelas dua. Pembelajaran ini lebih
ditujukan kepada perkataan-perkataan utuh, bermakna dalam konteks siswa kelas
rendah. Tujuan membaca ini adalah tujuan yang merupakan persiapan membaca,
karena pada saat ini belum terjadi kegiatan membaca yang sebenarnya seperti
membacanya orang dewasa atau membaca pemahaman, karena kegiatan ini baru
bagian awal dari kegiatan membaca.
Penggunaan metode dalam kegiatan membaca permulaan untuk siswa kelas
rendah harus disesuaikan dengan tingkat perkembangannya. Metode Montessori
berlandaskan pada kondisi alam penyerapan otak dan perkembangan spontanitas
periode sensitif anak untuk menunjang perkembangan fisik dan psikis serta
mengarahkan anak untuk sehat dan bebas (Hainstock : 2008)
Menurut Montessori kebebasan dalam lingkungan yang telah dimodifikasi
sangatlah penting bagi perkembangan fisik, mental, dan spiritual anak. kebebasan
ini bertujuan agar ketika tiba masa peka terhadap suatu kemampuan yang
mendorong untuk melatih suatu fungsi, anak akan berlatih sesuka hatinya.
Lingkungan belajar harus diciptakan dalam suasana yang kondusif yang
memberikan kesempatan kepada anak bertindak secara bebas dan
mengembangkan potensinya (Yus : 2011).
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Kelas 1 SD Edupotensia
pada tindakan yang pertama dalam penerapan metode Montessori pada
pembelajaran membaca permulaan ditandai ekpresi gembira, tersenyum dan
tertawa riang sebagai respon dari pembangunan suasana yang dilakukan oleh
Guru diawal pembelajaran. Selain itu siswa mulai mengenal huruf yang di
perlihatkan guru, dan siswa mengikuti pelafalan bunyi huruf yang di praktekan
oleh guru.
Dalam membaca permulaan sangat penting berkembang pada siswa
beberapa kemampuan atau keterampilan diantaranya kemampuan melafalkan,
kemampuan melafalkan meliputi kemampuan untuk menggunakan bahasa
dengan ucapan yang benar, dapat dimengerti dan dapat diterima. Dengan
pelafalan yang benar terhadap berbagai bunyi bahasa, suku kata, kata-kata,

27
frase, kalimat dan wacana pada umumnya, isi pikiran yang diungkapkan
seorang pemakai bahasa dapat dimengerti tanpa salah pengertian, kebingungan
atau perasaan aneh dipihak mereka yang mendengarkan. Adapun unsur-unsur
tes kemampuan pelafalan meliputi (1) kejelasan pelafalan (intelligibility), (2)
kelancaran pelafalan (fluence), (3) ketepatan pelafalan (accuaracy), dan (4)
kewajaran (native- like). Hal ini mengindikasikan bahwa metode montesori yang
dilakukan oleh guru berdampak pada ketertarikan siswa dalam mengenal huruf
sebagai keterampilan permulaan membaca.
Dari hasil kegiatan pada siklus II terlihat guru mampu membangun
kedekatan dengan siswa, siswa antusias dengan ditandai ekpresi gembira,
tersenyum dan tertawa riang sebagai respon dari pembangunan suasana yang
dilakukan oleh Guru pada aktivitas pembelajaran. Disamping itu Keterampilan
mengenal huruf dan Menyusun kata menjadi satu kalimatpun sudah mulai bisa
dilakukan siswa. Selain siswa senang mengikuti pembelajaran dari ekspresinya,
siswa juga antusias untuk mengulangi bahkan mencari kalimat apalagi yang bisa
disusun dari huruf yang disediakan. Hal tersebut menggambarkan bahwa metode
montesori berdampak pada aspek bergembira belajar, melafalkan huruf dan
kosakata, menuliskan huruf dan kosakata. Aspek tersebut menjadi keterampilan
siswa dalam membaca permulaan.
V. SIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT
A. Simpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian Tindakan kelas yang telah dilaksanakan
adalah sebagai berikut :
1. Metode montesori berdampak baik untuk menstimulasi siswa dalam
meningkatkan ketrampilan membaca permulaan
2. Penerapan Metode Montesori dapat meningkatkan keterampilan membaca
permulaan apabila Guru mampu menjaga suasana menyenangkan, suasana
antusias belajar membaca dan didorong oleh aktivitas yang menantang
untuk dikerjakan oleh siswa
B. Saran dan Tindak Lanjut

28
Ada beberapa hal yang menjadi saran bagi guru yang akan menerapkan
montesori dalam meningkatkan keterampilan membaca permulaan, diantaranya
sebagai berikut :
1. Guru menyiapkan alat media yang mampu dilihat, di dengar dan di raba
atau disentuh oleh siswa, agar panca indera pendengaran, penglihatan dan
perabaan menjadi terstimulan aktif
2. Guru harus menjaga suasana kedekatan dan suasana menyenangkan dalam
pembelajaran
3. Guru menyiapkan asesmen evaluasi perkembangan yang muncul setiap
tahapannya

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar,
Jakarta: Rineka Cipta.
Amitya Kumara, A. Jayanti Wulansari & L. Gayatri Yosef. (2014). Perkembangan
Kemampuan Membaca. dalam Amitya Kumara, dkk, Kesulitan Berbahasa
pada Anak, (Yogyakarta: PT Kanisius, 2014),
Azim, Fauzil Muhammad. (2007). Membuat Anak Gila Membaca. Bandung :
Mizania
Azkia, Nur dan Nur Rohman. (2020). Analisis Metode Montessori dalam
Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas Rendah
SD/MI Jurnal Pendidikan Dasar vol. 4, no. 1. Bengkulu : IAIN Curup
diunduh dari http://journal.iaincurup.ac.id/index.php/JPD
Hainstock, Elizabeth G. (2002). Montessori Untuk Sekolah Dasar. Jakarta :
Pustaka Delapratasa)
Hainstock, Elizabeth G. (2008). Kenapa? Montessori. Jakarta: Mitra Cipta
Hamalik, Oemar. (2004). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Hasan, Alwi dkk. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional Balai Pustaka
Hildayani, Rini. (2013). Psikologi Perkembangan Anak. Tangerang selatan :
Universitas Terbuka
Holt, John. (2012). Belajar Sepanjang Waktu. Jakarta : Erlangga
Iskandarwassid dan Sunendar, D. (2008) . Strategi Pembelajaran Bahasa.
Bandung: SPs UPI dan PT Rosda Karya.
Kerti, Wayan. (2019, 23 Maret). Masalah Membaca dan Solusinya. Dikutip
tanggal 26 Mei 2021 dari https://www.kompasiana.com

29
Khoiruddin, Alan. (2007). Sapu Jagat Bahasa dan Sastra Indonesia: Teori Dasar
Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta : Universitas Terbuka
Kunandar. (2012). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai.
Pengembangan Profesi Guru. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Kurniastuti, Irine (2016) Mengenal Kesukaran Belajar Membaca Menulis Awal
Siswa Sekolah Dasar dan Metode Montessori sebagai Alternatif
Pengajarannya. Jurnal Penelitian LPPM USD, 19 (2). pp. 173-185. ISSN
1410-5071
Muhibbin, Syah. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Muslihuddin. (2011). Kiat Sukses Melakukan Tindakan Kelas dan Sekolah,
Panduan Praktis untuk Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung : Rizqi
Press
Naisaban, Ladislaus. (2004). Para Psikolog Terkemuka Dunia Riwayat Hidup,
Pokok Pikiran dan Karya. Jakarta : PT Grasindo
Nasutions. (2003). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.
Jakarta : Bumi Aksara.
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (n.d). Keterampilan (Def.1) Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia Online. Diakses tanggal 19 Mei 2021, melalui
https : //kbbi.web.id/
Permendikbud 137 Tahun 2014 Standar Nasional PAUD± Lampiran, diunduh
tanggal 7 Juni 2021 melalui https :// www.paud.id
Purwanto, M. Ngalim dan Djeniah Alim. (2003). Metodologi Pengajaran Bahasa
Indonesia di Sekolah Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset
Rahim, Farida. (2007). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar, Jakarta: Bumi
Aksara
Resmini, N, dkk. (2009). Pembinaan dan Pengembangan Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia. Bandung: UPI Press.
Resmini, N. (2010). Membaca dan Menulis di SD: Teori dan Pengajarannya.
Bandung: UPI Press.
Slamet. (2014). Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia Di Kelas Rendah Dan Tinggi
Sekolah Dasar. Surakarta: UNS Press
Soemarjadi, Muzni Ramanto, Wikdati Zahri. (1991). Pendidikan Keterampilan.
Jakarta: Depdikbud.
Suherman, Yuyus. (2009). Adaptasi Pembelajaran siswa berkesulitan Belajar.
Bandung: Rizqi Press
Sumantri, Mulyani. (2019). Materi Pokok Perkembangan Peserta Didik.
Tangerang Selatan : Universitas Terbuka
Tarigan, Henry Guntur. (2008). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa, Bandung: Angkasa

30
Wahyudin, Ritawati. (1996). Bahan Ajar Pendidikan Bahasa Indonesia di Kelas-
kelas Rendah SD. Padang: IKIP
Wardani, I.G.A.K, et.al. (2020). Materi Pokok Pemantapan Kemampuan
Profesional. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka
Wardani, I.G.A.K, Kuswaya Wihardit. (2020). Materi Pokok Penelitian Tindakan
Kelas. Tangerang Selatan : Universitas TerbukaYus, Anita. (2011). Model
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.
Yuniawati, R. (2008). Pelatihan Bermain Kata untuk Meningkatkan Kemampuan
Membaca pada Siswa Kelas I SD di Kabupaten Semarang. Surakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Diakses tanggal 19 Mei di
https://core.ac.uk
Yus, Anita. (2011). Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.

31

Anda mungkin juga menyukai