Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan Nasional khususnya dalam bidang pendidikan

bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan

kualitas manusia Indonesia dalam upaya untuk mewujudkan masyarakat

yang adil dan makmur sebagai usaha sadar dan terencana

untukmewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa

secara aktifmengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara.

Dunia pendidikan erat kaitannya dengan kegiatan pembelajaran.

proses pembelajaran, sebagai proses implementasi kurikulum, menuntut

peran guru untuk mengartikulasikan kurikulum atau bahan pelajaran serta

mengembangkan dan mengimplementasikan program-program

pembelajaran dalam suatu tindakan yang akurat. Belajar adalah suatu

upaya menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar,

secara menyeluruh terlihat bahwa ada kegiatan memilih, menetapkan dan

mengembangkan metode untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Salah

1
satu tujuan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SD adalah menuntut

siswa untuk bisa membaca dengan baik dan benar yang disertai dengan

pemahaman yang benar. Pembelajaran membaca sampai saat ini masih

dinilai sangat penting di sekolah. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa

pembelajaran membaca tidak hanya berperan dalam meningkatkan

kemampuan berbahasa siswa, namun lebih jauh memberikan manfaat bagi

peningkatan kemampuan siswa pada mata pelajaran lainnya.

Membaca adalah suatu proses menuntun agar kelompok kata yang

merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas

dan agar makna kata-kata secara individu akan dapat diketahui. Dengan

membaca seseorang akan memperoleh informasi, ilmu pengetahuan, dan

pengalaman-pengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui bacaan itu

akan memungkinkan orang tersebut mampu mempertinggi daya pikirannya,

mempertajam pandangannya, dan memperluas wawasannya. Dengan

demikian, maka kegiatan membaca merupakan kegiatan yang sangat

diperlukan oleh siapa saja yang ingin maju dan meningkatkan kualitas diri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa

Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain.

Programme for International Student Assessment (PISA), adalah studi

internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika dan sains.

Berdasarkan hasil studi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata skor

prestasi literasi membaca, matematika dan sains siswa Indonesia berada

di bawah rata-rata internasional. Untuk literasi membaca, Indonesia pada

2
tahun 2000 berada di peringkat ke-39 dari 41 negara, tahun 2003 berada di

peringkat ke-39 dari 40 negara dan tahun 2006 berada di peringkat ke-48

dari 56 negara.

Riset berikutnya, Progress in International Reading Literacy Study

(PIRLS) adalah studi internasional tentang literasi membaca (melek huruf)

untuk siswa Sekolah Dasar. Hasilnya memperlihatkan bahwa prestasi

literasi membaca peserta didik Indonesia berada di bawah rata-rata

internasional. Indonesia berada pada posisi ke 41 dari 45 negara peserta.

Kemampuan membaca merupakan kemampuan dasar pada jenjang

pendidikan dasar dan sekolah dasar (SD) merupakan satuan pendidikan

yang memberikan kemampuan dasar tersebut sebagaimana yang

dinyatakan dalam Bab II pasal 6 ayat 6 PP No. 19 tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan. Selain itu, sekolah dasar sebagai lembaga

pendidikan formal diharapkan dapat menangani kesulitan yang dialami

anak untuk meningkatkan keterampilan berbahasa termasuk kemampuan

membaca. Pembelajaran di sekolah nampaknya belum berhasil mengatasi

kesulitankesulitan belajar yang dialami siswa. Untuk masalah-masalah

seperti kesulitan membaca pada siswa ini seringkali kurang mendapat

perhatian dari guru.

Hal ini ditegaskan oleh Sunaryo Kartadinata, (1998: 85) yang

menyatakan bahwa sebagian pendidik atau guru yang setiap harinya

berkecimpung dalam proses pendidikan, cenderung belum memahami

3
benar siswa yang mengalami kesulitan belajar. E. Mulyasa (2006: 22-23)

mengatakan bahwa siswa akan berkembang secara optimal melalui

perhatian guru yang positif, begitupun sebaliknya. Lebih lanjut lagi beliau

mengemukakan bahwa salah satu dari tujuh kesalahan yang sering

dilakukan guru salah satunya yaitu menunggu siswa berperilaku negatif.

Tidak sedikit guru yang mengabaikan perkembangan siswanya. Guru baru

memberikan perhatian kepada siswa ketika mereka ribut, tidak

memperhatikan, atau membuat masalah. Guru akan turun tangan ketika

siswa mengalami kesulitan dalam belajar. Gejala-gejala awal siswa

mengalami kesulitan tidak diperhatikan oleh guru, sehingga kesulitan itu

semakin parah dan mengganggu proses belajarnya. Untuk itu guru perlu

untuk senantiasa memperhatikan perkembangan siswa-siswanya.

Turkeltaub, et. al. (2005: 103) mengatakan bahwa kemampuan

terpenting yang harus dipelajari pada masa kanak-kanak adalah membaca.

Hal serupa dikemukakan oleh Burns, dkk. (Farida Rahim, 2008: 1) yang

mengatakan bahwa kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital

dalam suatu masyarakat terpelajar, karena aktivitas belajar pada anak

dimulai dari bagaimana individu membaca, dan proses membaca buku

akan sangat dipentingkan bagi anak untukkehidupan mendatang. Jika

terjadi permasalahan pada kemampuan membaca yang merupakan bagian

dari kemahiran berbahasa, maka akan berdampak pada proses belajar

yang lain. Fakta di lapangan mendukung bahwa anak yang mengalami

4
hambatan berbahasa dan kesulitan belajar mempunyai efek negatif dan

signifikan pada pendidikan anak.

Pengajaran membaca di SD terbagi menjadi 2 tahapan yaitu

membaca permulaan dan membaca lanjut. Membaca permulaan yang

diajarkan di kelas I dan II memiliki peranan yang sangat penting. Siswa yang

tidak mampu membaca dengan baik akan mengalami kesulitan dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran serta kesulitan dalam menangkap dan

memahami informasi yang disajikan melalui berbagai buku pelajaran, buku-

buku bahan penunjang, dan sumbersumber belajar tertulis lainnya.

Menurut teori perkembangan Kognitif Piaget, siswa kelas I SD

termasuk dalam tahap operasional konkret (concrete operational stage)

yang berlangsung dari usia 7 sampai 11 tahun. Santrock (2011: 331)

mengatakan bahwa pada tahap ini sebagian besar anak memperlihatkan

kemajuan yang dramatis dalam mempertahankan dan mengendalikan

atensi. Atensi atau perhatian merupakan salah satu fungsi kognitif yang

terlibat saat proses membaca. Selain itu, pada usia 7 tahun anak

mengalami peningkatan memori jangka pendek (short term memory)

meskipun tidak berlangsung sebanyak ketika anak usia praoperasional

(usia 2-7 tahun). Dalam konteks membaca, memori jangka pendek berguna

dalammengingat rangkaian huruf dan bunyi huruf, demikian juga dalam

proses mengeja kata. Dengan demikian, maka sesuai dengan

perkembangannya pada usia ini siswa dapat menguasai kemampuan

membaca dengan baik.

5
Siswa SD perlu memiliki keterampilan membaca yang memadahi.

Pembelajaran membaca di SD yang dilaksanakan pada jenjang kelas I dan

II merupakan pembelajaran membaca tahap awal atau disebut membaca

permulaan. Penguasaan keterampilan membaca permulaan mempunyai

nilai yang strategis bagi penguasaan mata pelajaran lain di SD. Oleh karena

itu, semua siswa SD perlu diupayakan agar dapat membaca dan memiliki

kelancaran dalam membaca. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan

agar siswa lancar membaca, namun tidak jarang ditemui ada beberapa atau

sekelompok siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca. Fakta di

lapangan menunjukkan bahwa pada prosesnya dalam menguasai

kemampuan membaca, 70 persen siswa mengalami kesulitan. Kesulitan

yang dialami oleh masing-masing siswa berbeda antara yang satu dengan

yang lainnya.

Dalam kondisi tersebut guru, orang tua, atau orang dewasa yang

dekat dengan anak perlu mengupayakan bantuan dan pendampingan agar

anak yang mengalami kesulitan membaca tersebut segera mendapatkan

penanganan yang tepat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah

melakukan analisis kesulitan membaca permulaan. Melalui analisis

kesulitan membaca permulaan, maka akan diketahui pada aspek-aspek

mana saja letak kesulitan membaca masing-masing siswa. Analisis ini perlu

dilakukan sedini mungkin di kelas-kelas awal, dengandemikian maka tidak

terlambat untuk melakukan perbaikan dengan memberikan penanganan

yang tepat kepada siswa.

6
Salah satu faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak

tergolong rendah, karena sarana dan prasarana pendidikan yang

kurangmemadai, faktor berikutnya disebabkan kurangnya siswa belajar

membaca di luar sekolah atau dirumah atau belajar tambahan,

menyebabkan siswa tidak lancar dalam membaca. begitu juga tampak pada

siswa kelas I Sekolah Dasar masih ada yang belum lancar membaca,

bahkan masih ada siswa yang terbata-bata saat membaca, ada juga siswa

yang tidak tahu membaca kalimat sederhana bahkan ada juga yang tidak

bisa membaca sebuah teks pendek.

Penelitian yang mendukung adalah penilitian Rizkianna pada tahun

2016 dengan judul “Analisis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa Kelas I

SD Negeri Bangunrejo 2 Kricak Tegalrejo Yogyakarta” dan penelitian Fauzi

pada tahun 2018 dengan judul “Karakteristik Kesulitan Membaca pada

Siswa Kelas Rendah Sekolah Dasar” yang menyebutkan rendahnya hasil

belajar siswa pada mata pelajaran disebabkan oleh kesulitan belajar

membaca.

Berdasarkan rendahnya kemampuan membaca di atas, sebagai guru

yang berperan untuk menanamkan kemampuan membaca pada diri siswa

harus mengetahui pada bagian mana letak kesulitan membaca yang

dialami siswa terutama pada membaca permulaan, karena kesulitan yang

dialami siswa bermacam-macam dan satu siswa kemungkinan akan

mengalami kesulitan yang berbeda dengan siswa yang lain. Akan lebih baik

jika kesulitan membaca siswa terdeteksi sejak dini. Berdasarkan kondisi

7
tersebut, maka penelitian yang berjudul “Analisis Kesulitan Membaca

Permulaan Siswa di Kelas I Sekolah Dasar”, mengingat pentingnya

dilakukan karena membaca merupakan kemampuan mendasar bagi siswa

untuk dapat mengikuti proses pembelajaran di sekolah.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas,

permasalahan kesulitan membaca sangat kompleks, maka permasalahan

dalam penelitian ini fokus pada aspek-aspek kesulitan membaca

permulaan siswa kelas I di SD Negeri Curug I Bogor.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian

ini adalah, bagaimana proses dan hasil analisis kesulitan membaca

permulaan yang dialami siswa kelas I SD Negeri Curug I Bogor.

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan utama dari penelitian ini

adalah, menganalisis deskripsi proses dan hasil kesulitan membaca

permulaan yang dialami siswa kelas I SD Negeri Curug I Bogor.

E. Manfaat Penelitian

1) Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan

di bidang pendidikan dasar, utamanya hasil dari penelitian ini dapat

8
digunakan sebagai bahan rujukan dalam upaya mengatasi kesulitan

membaca siswa dengan mengetahui dimana letak kesulitan membaca

pada siswa agar tercapai tujuan belajar secara optimal.

2) Secara Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi siswa, guru dan sekolah.

a. Bagi kepala sekolah

Memberikan gambaran kemampuan membaca siswa, sehingga dapat

menjadi bahan pertimbangan penentuan kebijakan bagi sekolah untuk

mendukung proses perbaikan pembelajaran.

b. Bagi guru

Memberikan gambaran tentang kesulitan-kesulitan membaca yang

dialami oleh siswa, sehingga guru dapat mengambil tindakan yang

tepat guna mengatasi masalah dalam kesulitan membaca.

c. Bagi siswa

Memberikan informasi dan pemahaman tentang kesulitan membaca

yang mereka alami agar dapat diusahakan mengatasi kesulitan

tersebut.

9
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Membaca Permulaan

1. Pengertian Membaca

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh

pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui

media bahasa tulis (Tarigan, 1984:7). Pengertian lain dari membacaadalah

suatu proses kegiatan mencocokan huruf atau melafalkan lambang-

lambang bahasa tulis.

Membaca adalah suatu kegiatan atau cara dalam mengupayakan

pembinaan daya nalar (Tampubolon, 1987:6). Dengan membaca,

seseorang secara tidak langsung sudah mengumpulkan kata demi kata

dalam mengaitkan maksud dan arah bacaannya yang pada akhirnya

pembaca dapat menyimpulkan suatu nalar yang dimilikinya.

Dari segi linguistik membaca adalah suatu proses penyandian kembali

dan pembahasan sandi (a recording and deccoding process) berlainan

dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian

(encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah

menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan

10
(oral languange meaning yang mencangkup perubahan tulisan/cetakan

menjadi bunyi yang bermakna (Tarigan, 1984:8)

Kolker (1984:3) membaca merupakan suatu proses komunikasi antara

pembaca dan penulis dengan menggunakan bahasa tulis. Dalam

pengertian tersebut terkait tiga hal yaitu afektif, kognitif, dan bahasa.

Peraku afektif mengacu pada perasaan, perilaku kognitif mengacu pada

pikiran, dan perilaku bahasa mengacu bahasa anak.

Googlass (dalam cox, 1993) memberikan definisi membaca sebagai

suatu prooses pencptaan makna terhadap segala sesuatu yang ada dalam

lingkungan tempat membaca mengembangkan suatu kesadaran.

Frendick Me Donald (dalam Bums 1996:8) mengatakan bahwa

membaca meupakan rangkaian respon yang kompleks, diantaranya

mencangkup respon kgnitif sikap dan manipilatif. Membaca tersebut dapat

dibagi beberapa sub keterampilan, yang meliputi: sensori, pesepsi,

sekuensi, pengalaman, berpikir, belaja, assiati, afektif dan

konstruksif.menurutnya aktivitas membaca dapat terjadi jika beberapa sub

keterampilan tersebut dilakukan secara bersama-sama dalam suatu

keseluruhan yangterpadu.

Syafi’i (1997:7) juga menyatakan membaca adalah suatu proses yang

bersifat fisik yang disebut proses psiklogis berupa kegiatan berpikir dan

mengolah informasi.

11
Menurut Dalman (2013:5) “Membaca merupakan suatu kegiatan atau

proses kognitif yang berupaya untuk menemukan berbagai informasi yang

terdapat dalam tulisan. Hal ini berarti membaca merupakan proses berfikir

untuk memahami isi teks yang dibaca” selanjutnya Burns (dalam Rahim

2008:1) menyatakan “kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital

dalam suatu masyarakat terpelajar, namun anak-anak yang tidak

memahami pentingnya belajar membaca tidak akan termotivasi untuk

belajar”.

Menurut Tarigan (2008:7) “membaca adalah suatu proses yang

dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan,

yang hendak disampaikan oleh penulis melalaui media-media kata atau

bahasa tulis”. Selanjutnya Jauhari (2013:25) “membaca merupakan

aktivitas berbahasa yang bersifat resfektif dan aktif”. Farr (dalam Dalman

2013:5) mengemukakan, “reading is the heart of education yang artinya

membaca merupakan jantung pendidikan”. Membaca menurut Klein (dalam

Rahim, 2008:3) “mengemukakan bahwa definisi membaca mencakup: (1)

membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategis, dan (3)

membaca merupakan interaktif”.

Membaca merupakan suatu proses dimaksudkan informasi dari teks

dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang

utama dalam membentuk makna. Membaca adalah strategis diartikan

bahwa pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca

yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengkonstruk makna

12
ketika membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan

membaca. Membaca merupakan interaktif adalah keterlibatan pembaca

dengan teks tergantung pada konteks.

Orang yang senang membaca teks yang bermanfaat akan menemui

beberapa tujuan yang ingin dicapainya. Teks yang dibaca seseorang harus

mudah dipahami sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan teks.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan orang yang sering

membaca, pendidikannya akan maju dan ia akan memiliki wawasan yang

luas. Semakin sering seseorang membaca, maka semakin besarlah

peluang mendapatkan skemata dan berarti semakin maju pulalah

pendidikannya. Hal inilah yang melatar belakangi banyak orang yang

mengatakan bahwa membaca sama dengan membuka jendela dunia. Jadi,

membaca itu merupakan proses membaca sandi berupa tulisan yang harus

diinterprestasikan maksudnya sehingga apa yang ingin disampaikan oleh

penulisnya dapat dipahami dengan baik.

Menurut Harjasunaja dan Mulyati (dalam Dalman 2013:5-25)

menyatakan “Membaca merupakan perkembangan keterampilan yang

bermula dari kata dan berlanjut kepada membaca kritis”. Harras, dkk (dalam

Dalman.,2013:6) mengemukakan bahwa “Membaca merupakan hasil

interasksi antara persepsi terhadap lambang-lambang yang mewujudkan

bahasa melalui keterampilan berbahasa yang dimiliki pembaca dan

pengetahuannya tentang alam sekitar”. Rusyana (dalam Dalman 2013:190)

13
mengartikan “Membaca sebagai suatu kegiatan memahami pola-pola

bahasa dalam penampilannya secara terlulis untuk memperoleh informasi

darinya”.

Sejalan dengan beberapa pendapat diatas, Klein, dkk (dalam

Dalman2013:3) mengemukakan: “Membaca mencangkup: pertama,

membaca merupakan suatu proses. Maksudnya adalah informasi dari teks

atau pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang

utama dalam membentuk makna. Kedua, membaca adalah

strategis.membaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca

yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengonstruk makna

ketika membaca.Ketiga, membaca interaktif. Keterlibatan pembaca dengan

teks tergantung pada konteks”.

Berdasarkan beberapa defenisi tentang membaca yang telah

disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses

perubahan bentuk lambang, tanda, tulisan menjadi wujud bunyi yang

bermakna. Oleh sebab itu, kegiatan membaca ini sangat ditentukan oleh

kegiatan fisik dan mental yang menuntut seseorang untuk

menginterprestasikan simbol-simbol tulisan dengan aktif dan kritis sebagai

pola komunikasi dengan diri sendiri, agar pembaca dapat menemukan

makna tulisan dan memperoleh informasi yang dibutuhkan.

Pada dasarnya, membaca merupakaan suatu proses. Burndkk

(dalam Dalman 2003:7) “memasukan proses membaca kedalam kegiatan

14
membaca itu sendiri atas proses membaca dan produk membaca. Proses

membaca adalah tindakan/kegiatan membaca, sedangkan produk

membaca adalah komunikasi pikiran dan perasaan penulis pada pembaca”.

Menurut Hatjasujana dan Damaianti (dalam Dalman, 2013:8) “dalam

kegiatan membaca, pembaca harus dapat: (1) mengamati lambang yang

disajikan di dalam teks, (2) menafsirkan lambang atau kata, (3) mengikuti

kata tercetak dengan pola linier, logis, dan gramatikal, (4)menghubungkan

kata dengan pengalaman langsung untuk memberi makna terhadap kata

tersebut, (5) membuat referensi (kesimpulan) dan mengevaluasi materi

bacaan, (6) mengingat yang dipelajari pada masa lalu dan menggabungkan

ide-ide baru dan fakta-fakta dengan isi teks, (7) mengetahui hubungan

antara lambang dan bunyi, serta antar kata yang dinyatakan di dalam teks,

dan (8) membagi perhatian dan sikap pribadi pembaca”.

Berdasarkan penjelasan beberapa ahli di atas dapat penulis

tegaskan bahwa membaca adalah proses interaksi antara pembaca

dengan teks bacaan hingga pembaca memahami isi atau makna yang

terdapat dalam bacaan untuk memperoleh informasi dari bacaan tersebut.

2. Pengertian Membaca Permulaan

Sesuai dengan namanya, membaca permulaan merupakan

membaca tahap awal belajar membaca. Pelajaran membaca permulaan

diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki

kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang

15
wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Sabarti Akhadiah, dkk.,

1992/1993: 31). Jadi membaca permulaan menurut Sabarti Akhadiah

merupakan tahap awal belajar membaca dan berlangsung di kelas I dan II.

Membaca permulaan atau membaca tahap pemula adalah tahap

yang mengubah manusia dari tidak dapat membaca menjadi dapat

membaca (Soenjono Dardjowidjojo 2005:300). Pada tahap membaca

permulaan anak harus memperhatikan dua hal, (1) keteraturan bentuk dan

(2) pra gabungan huruf. Kemampuan anak untuk memahami akan adanya

keteraturan bentuk dan huruf mempunyai prasyarat dan sifatnya psikologis,

anak harus terlebih dahulu telah mengembangkan kemampuan kognitifnya

sehingga ia telah dapat membedakan suatu bentuk dari bentuk yang lain.

Dengan kemampuan kgnitifnya tersebut, anak dapat membedakan garis

lurus, bundaran, bengkokan, setengah lingkaran, dan sebagainya.

I.G.A.K. Wardani (1995: 56) mengemukakan bahwa membaca

permulaan diberikan kepada anak kelas I dan II SD. Tekanan utama adalah

menyuarakan tulisan atau simbol, meskipun makna dari yang dibaca tidak

dapat diabaikan. Hal ini perlu ditekankan karena pemahaman makna

mempermudah pengenalan huruf. Jadi menurut I.G.A.K. Wardani,

membaca permulaan yang diberikan di kelas I dan II menekankan pada

menyuarakan tulisan dengan tidak mengabaikan makna dari yang dibaca.

Berdasarkan uraian pendapat para ahli di atas, dapat ditegaskan

bahwa membaca permulaan merupakan tahap awal membaca yang

16
diajarkan di kelas rendah (kelas awal) sekolah dasar. Fokus utama pada

membaca permulaan ini yaitu menyuarakan hasil dari interpretasi tulisan

atau simbol yang dilihat.

3. Hakikat Kemampuan Membaca Permulaan

Sesuai dengan hakikat membaca permulaan, maka kemampuan

yang dipersyaratkan dalam membaca permulaan menurut I.G.A.K. Wardani

(1995: 57) yaitu: anak dituntut agar mampu: (a) membedakan bentuk huruf,

(b) mengucapkan bunyi huruf dan kata dengan benar, (c) menggerakkan

mata dengan cepat dari kiri ke kanan sesuai dengan urutan tulisan yang

dibaca, (d) menyuarakan tulisan yang sedang dibaca dengan benar, (e)

mengenal arti-arti tanda baca, dan (f) mengatur tinggi rendah suara sesuai

dengan bunyi, makna kata yang diucapkan, serta tanda baca.

Menurut Amstey & Bull (1996:61-66) bedasarkan riset mereka,

Amstey & Bull memberi pemahaman tentang pembelajaran membaca

permulaan. Riset yang cukup berpeengaruh pada teori pembelajaran

membaca permulaan ini merancang sejumlah langkah yang dapat

digunakan untukmengembangkan pemahaman siswa agarmemiliki

kecakapan membaca.

Menurut Amstey & Bull beberapa yang mendukung membaca

permulaan pada anak adalah sebagai berikut:

1) Yang paling berpengaruh dan memiliki implikasi dengan membaca

permulaan adalah upaya menyiapkan anak untuk membaca. Dua

17
komponen utama yang perlu diperhatikan untuk menyiapkan anak pada

upaya membaca permulaan adalah membantu anak untuk

membedakan antara kalimat dan kata. Di samping itu

membacapermulaan juga membantu anak untuk membedakan kata-

kata dan kalimat yang memiliki hubungan bunyi yang serasi. Keduanya

diasumsikan memudahkan anak untuk belajar membaca (lisan ataupun

membacadalam hati) yang memungkinkan membantu mereka

untukmemahami kde cetakan (abjad/huruf).

2) Dalam kaitannya denganmateri program keterampilan membaca

permulaan ini harus dimulai dari tingkatan penguasaan kata atau kalimat

yang sederhana baru menuju pada kata yang lebih kompleks.

3) Program selanjutnya adalah memberi pre-test kepada anakuntuk

menentukan kesiapan anak mulai mempelajari keterampiilan membaca

permulaan. Yang menjadi masalah selama ini sekolah sering

mengabaikan kesiapan anak dan membiarkan anak mempelajari

keterampilan membaca permulaan berdasarkan buku yang ada semata

yang tentunya mengesampingkan semua langkah yang harus ditempuh

untuk menyiapkan anak untuk meeneriima keterampilan membaca

permulaan.

4. Proses Membaca

Thorndike mengatakan bahwa proses membaca itu tak ubahnya

dengan proses ketika seseorang sedang berpikir atau bernalar (reading as

18
thinking or reading as reasoning). Hal yang sama juga dikemukakan oleh

Hittleman (1978) sebagaimana dikutip dari bukunya yang berjudul Reading

in a Changing World. Dia mengatakan membaca adalah prses verbal yang

terkait dengan pemikiran dan kemampuan komunikasi, mendengarkan,

berbicara dan menulis. Secara khusus membacaadalah proses halaman

cetak ide-ide dan informasi yang dimaksudkan oleh penulis. Jadi membaca

itu agak berekuivalen dengan proses mendengar ke percakapan seseorang

dan dengan rekonstruksi ide dari berbagai pola bunyi. Belajar membaca

berkembang dari belajar dan memahami bahasa. Kemahiran menggunakan

sistem bahasa kedua harus didahului oleh kemampuan menggunakan

sistem bahasa yang pertama. Oleh karena itu, membaca dengan baik

merupakan penerapan strategi berpikir yang ada ke ide-ide tertulis.

Penggunaan proses belajar kognitif merupakan bagian yang integral pada

setiap program untuk mengembangkan proses membaca. Dengan

perkataan lain membaca merupakan proses yang menuntut pembaca

melakukan pertukaran ide dengan penulis melalui teks.

Proses membaca menurut Teori Otomatisitas yang dikemukakan oleh

LaBerge & Samuels (Amitya Kumara, A. Jayanti Wulansari, & L. Gayatri

Yosef, 2014: 7) diawali dengan pengenalan tampilan huruf yang menyusun

kata, kemudian menyusun rangkaian huruf tersebut, dan diikuti dengan

pengucapan/ penerjemahan rangkaian huruf itu menjadi sebuah kata

(phonological coding). Akhir dari proses ini adalah identifikasi kata (lexical

19
access) yang pembaca mencoba untuk memahami arti kata yang

dibacanya.

5. Tujuan Membaca Permulaan

Tujuan utama membacaadlah untukmencari serta mempeoleh

informasi dari sumber tertulis. Informasi ini diperoleh melalui prses

pemaknaan terhadap bentuk-bentuk yang ditampilkan. Secara lebih khusus

membaca sebagai suatu keterampilan untuk mengenali hubungan antar

aksara dan tanda baca dengan unsur linguistik yang foormal, serta

mengenali hubungan antara bentuk dengan makna atau meaning

(Broughton, et.al., dalam Sue, 2004:15). Dengan demikian, kegiatan

membaca tidak hanya pengenalan bentu, melainkan harus sampai pada

tahappengenalan makna dari bentuk-bentuk yang dibaca.

Ellis, dkk. (Farida Rahim, 2006: 124) mengemukakan bahwa tujuan

umum membaca adalah pemahaman, menghasilkan siswa yang lancar

membaca. Tujuan khusus dalam membaca bergantung pada kegiatan atau

jenis membaca yang dilakukan seperti membaca permulaan. Stanovich

(Amitya Kumara, A. Jayanti Wulansari & L. Gayatri Yosef, 2014: 1)

mengatakan bahwa pembelajaran membaca tingkat permulaan merupakan

tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan

sebagai representasi visual bahasa. Selanjutnya menurut I.G.A.K. Wardani

(1995: 56) tujuan utama dari membaca permulaan adalah agar anak dapat

mengenal tulisan sebagai lambang atau simbol bahasa sehingga anak-

20
anak dapat menyuarakan tulisan tersebut. Di samping tujuan tersebut,

pembentukan sikap positif serta kebiasaan rapi dan bersih dalam membaca

juga perlu diperhatikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan dari membaca

permulaan yaitu agar siswa dapat mengenal tulisan sebagai lambang atau

simbol bahasa serta dapat menyuarakan tulisan tersebut.

6. Langkah Membaca Permulaan

Menurut Hernowo (2003) (dalam Kuntarto 2013:11) mengemukakan

6 langkah membaca sebagai berikut: (1) Langkah pertama: Menunjukkan

buku berwarna cerah kepada anak. Memperkenalkan buku berwarna cerah

dapat menarik perhatian anak sehingga nantinya ketika besar mempunyai

kegiatan membaca adalah menunjukkan buku berwarna cerah kepada

anak sejak pertama kali mengajak anak kerumah. Setelah itu, bacakanlah

cerita setiap hari mengenai apa yang ingin disampaikan oleh buku itu.

Langkah pertama ini dianjurkan oleh Dorothy Butler yang menulis buku

Babies Need Books terbitan Penguin Books. (2) Langkah kedua:

Mengaitkan apa saja yang diperoleh indra. Untuk mengenalkan kegiatan

membaca kepada anak yang masih kecil adalah mengaitkan apa saja yang

diperoleh indra. Jika bayi biasa melihat, menyentuh, merasakan serta

mendengarkan dan melihat kata, diapun akan terbiasa melihat dan

mengatakan apa yang dibacanya. Jadi, hubungan membaca dengan

semua indera. Contoh yang bisa dilakukan misalnya, berikanlah sebuah

apel kepada anak lalu mintalah anak menyentuh, memegang, memuai, dan

memakannya. Setelah itu, namai dengan keras dengan menyebut APEL.

21
Anak akan merekam semua itu, dia mulai belajar membaca. (3) Langkah

ketiga: Membantu menamai benda yang bisa anak lihat.Contoh yang

dilakukan pada langkah yang ketiga ini, misalnya dalam kelompok , dapat

berkaitan dengan tubuhnya: Hidung, jari-jari, mata, dan telinga. Untuk

kelompok , dapat berupa benda-benda disekelilingnya . Bak mandi, tempat

tidur, piring, sendok, gelas, dan sepatu. Langkah ini diambil dari buku Teach

Your Baby to Read Kit karya Glen Doman, terbutan Better Baby Institut,

Philadelphia, PA, di amerika serikat, kata-kata sejenis terdapat di

FUNdamentals, terbitan Accelerted Learning Syistem, Ltd, inggris. (4)

Langkah keempat: memberikan nama apa saja yang dapat dilakukan oleh

anak. Contoh yang dapatdilakukan misalnya, berjalan, berlari, berguling,

lambat, duduk, menari, berbicara, tenang. Kata-kata ini terdapat di

FUNdamentals, terbitan Accelerted Learning Syistem, Ltd, inggris. Program

ini menggunakan kartu huruf biru besar, untuk kata kerja dan kata

keterangan awal. (5) Langkah kelima: bermain permainan fonetik.Untuk

mengenalkan kegiatan membaca kepada anak adalah dengan bermain

permainan fonetik. Contoh yang dapat dilakukan misalnya, anda dapat

menciptakan sendiriuntuk berbagai bahasa. Anak akan senang bermain-

main dengan kata-kata yang memiliki kesamaan bayi.

(Ritawati, 1996) mengemukakan langkah-langkah membaca,

permulaan sebagai berikut mengenal unsur kalimat, mengenal unsur kata,

mengenal unsur huruf, merangkai huruf menjadi suku kata, merangkai suku

kata menjadi kata”.Oleh karena” itu, dapat disimpulkan bahwa membaca

22
permulaan adalah suatuaktivitas untuk mengenalkan rangkaian huruf

dengan bunyi-bunyi bahasa. Membaca ada dua yaitu membaca permulaan

yang dipelajari siswa kelas 1 dan 2,dan membaca pemahaman yang

dipelajari siswa sejak kelas 3. Membaca permulaan ini dipelajari di kelas 1

dan mempunyai tujuan agar siswa memiliki kemampuan memahami dan

menyuarakan tulisan dengan intonasi yang tepat.

B. Tinjauan tentang Kesulitan Belajar

1. Pengertian Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar adalah suatu kondisi yang menimbulkan hambatan

dalam proses belajar seseorang. Hambatan itu menyebabkan orang

tersebut mengalami kegagalan atau setidak-tidaknya kurang berhasil dalam

mencapai tujuan belajar. Dari pengertian kesulitan belajar diatas, bahwa

suatau hal yang bisa dijadikan kriteria dalam menentukan apakah

seseorang mengalami kesulitan belajar adalah sampai sejauh mana ia

terhambat dalam mencapai tujuan belajar (Tharsun Hakim, 2010:22)

Menurut Mulyono Abdurrahman (1996: 4-5), kesulitan belajar

merupakan terjemahan istilah bahasa Inggris learning disability.

Terjemahan tersebut sesungguhnya kurang tepat karena learning artinya

belajar dan disability artinya ketidakmampuan, sehingga terjemahan yang

benar seharusnya adalah ketidakmampuan belajar. Istilah kesulitan belajar

digunakan untuk memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya

masih mampu untuk belajar.

23
I.G.A.K. Wardani (1995: 10) mengemukakan bahwa kesulitan belajar

adalah kesulitan atau gangguan yang dialami seseorang dalam

mempelajari bidang akademik dasar tertentu sebagai akibat dari

terganggunya sistem syaraf pusat atau pengaruh tidak langsung dari

berbagai faktor lain. Kesulitan tersebut ditandai oleh kesenjangan anatara

kemampuan umum seseorang dengan kemampuan yang ditunjukkannya

dalam mempelajari bidang tertentu.

Senada dengan pendapat I.G.A.K. Wardani, Clement (Elga Andriana,

2014: 128) mengatakan bahwa kesulitan belajar dipahami sebagai kondisi

ketika anak memiliki kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata,

namun menunjukkan kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan

hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori,

pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori

motorik. Artinya, kemampuan aktualnya tidak sesuai dengan potensinya.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa kesulitan belajar merupakan gangguan atau hambatan yang dialami

oleh seseorang dalam mempelajari bidang akademik dasar (membaca,

menulias dan berhitung) yang disebabkan baik oleh faktor internal maupun

faktor eksternal.

2. Hakikat Kesulitan Membaca

Kesulitan membaca menurut Olson & Byrne (2005: 191) adalah

kegagalan untuk belajar, dan belajar adalah sesuatu yang terjadi sepanjang

24
waktu. Itu mungkin saja, oleh karena itu, bahwa penyebab yang sebenarnya

dalam turunan kesulitan membaca merupakan proses dinamis yang

mempengaruhi kemampuan anak untuk mengeksploitasi instruksi

membaca, seperti yang disarankan oleh data, tinjauan sebelumnya, dalam

pengaruh seluas mungkin pada parameter penilaian

belajar.

Feifer (2011: 21-22) menjelaskan bahwa siswa dengan kesulitan

membaca dipandang sebagai manifestasi kesulitan yang memenuhi syarat

untuk pemberian dukungan dan akomodasi melalui rencana pendidikan

individu yang disebut Individual Education Plan (IEP). Anak-anak dengan

kesulitan membaca memiliki sarana intelektual untuk memperoleh

keterampilan membaca secara fungsional, tetapi berprestasi rendah di

sekolah karena kesulitan yang melekat pada pembelajaran.

Membaca berarti mengidentifikasi kata-kata dan mendapatkan

makna dari kata-kata tersebut. Membaca diawali dari struktur luar bahasa

yang dapat dilihat dari kemampuan visual untuk mendapatkan makna yang

terdapat dalam struktur bahasa. Dengan kata lain, membaca berarti

menggunakan struktur dalam untuk menginterprestasikan struktur luar yang

terdiri dari kata-kata dalam sebuah teks.

Beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

kesulitan membaca adalah gangguan atau hambatan dalam membaca

25
dengan ditunjukkan adanya kesenjangan antara keampuan yang dimiliki

dengan prestasi belajarnya.

3. Karakteristik Siswa Kesulitan Membaca

Vernon (Mulyono Abdurrahman, 1996: 176) mengemukakan anak

yang mengalami kesulitan belajar membaca memiliki ciri-ciri sebagai berikut

: (a) memiliki kekukarangan dalam diskriminasi penglihatan, (b) tidak

mampu menganalisis kata menjadi huruf-huruf, (c) memiliki kekurangan

dalam memori visual, (d) memiliki kekurangan dalam melakukan

diskriminasi auditoris, (e) tidak mampu memahami sumber bunyi, (f) kurang

mampu mengintegrasikan penglihatan dan pendengaran, (g) kesulitan

dalam asosiasi simbol-silmbol irreguler (khusus yang berbahasa inggris),

(h) kesulitan dalam mengurutkan kata-kata dan hurufhuruf, (i) membaca

kata demi kata-kata, (j) kurang memiliki kemampuan dalam berpikir

konseptual.

Hargrove (Mulyono Abdurrahman, 1996: 176-178) memperoleh data

bahwa kesalahan pada anak-anak berkesulitan membaca adalah sebagai

berikut.

a. Penghilangan kata atau huruf

Penghilangan kata atau huruf sering dilakukan oleh anak berkesulitan

belajar membaca karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf,

bunyi bahasa (fonik), dan bentuk kalimat. Hal ini biasanya terjadi pada

pertengahan atau akhir kata atau kalimat. Penyebab lain adalah karena

26
anak menganggap huruf atau kata yang dihilangkan tersebut tidak

diperlukan. Contoh “adik membeli roti” dibaca “adik beli roti”.

b. Penyelipan kata

Penyelipan kata terjadi karena anak kurang mengenal huruf, membaca

terlalu cepat atau karena bicaranya melampaui kecepatan

membacanya. Contoh “baju mama di lemari” dibaca “baju mama ada di

lemari”.

c. Penggantian kata

Penggantian kata merupakan kesalahan yang banyak terjadi. Hal ini

dapat terjadi karena anak tidak memahami kata sehingga hanya

menerka-nerka saja. Contoh “tas ayah di dalam mobil” dibaca “tas

bapak di dalam mobil”.

d. Pengucapan kata salah

Pengucapan kata salah terdiri dari tiga macam, yaitu (a) pengucapan

kata salah dan makna berbeda, (b) pengucapan kata salah tetapi

makna sama, dan (c) pengucapan kata salah dan tidak bermakna.

Keadaan semacam ini dapat terjadi karena anak tidak mengenal huruf

sehingga menduga-duga saja, mungkin karena membaca terlalu cepat,

perasaan tertekan atau takut kepada guru, atau karena perbedaaan

dialek anak dengan bahasa Indonesia yang baku. Contoh pengucapan

kata salah dan makna berbeda adalah “baju bibi baru” dibaca “baju bibi

biru”, pengucapan kata salah dan makna sama adalah “kakak pergi ke

27
sekolah” dibaca “kakak pigi ke sekolah”, sedangkan contoh

pengucapan kata salah tidak bermakna adalah “bapak beli duren”

dibaca “bapak beli buren”.

e. Pengucapan kata dengan bantuan guru

Pengucapan kata dengan bantuan guru terjadi jika guru ingin membantu

melafalkan kata-kata. Hal ini terjadi karena sudah ditunggu beberapa

menit oleh guru tetapi anak belum juga melafalkan kata-kata yang

diharapkan. Selain karena kekurangan dalam mengenal huruf, anak

yang memerlukan bantuan semacam itu biasanya karena takut resiko

jika terjadi kesalahan. Anak semacam ini biasanya juga memiliki

kepercayaan diri yang kurang, terutama pada saat menghadapi tugas

membaca.

f. Pengulangan

Pengulangan bisa terjadi pada kata, suku kata atau kalimat. Contoh

pengulangan yaitu “bab-ba-ba-pak menulis su-sus-rat”. Kemungkinan

hal ini karena kurang mengenal huruf sehingga harus memperlambat

membaca sambil mengingat-ingat nama huruf tersebut. Terkadang anak

sengaja mengulang kalimat untuk lebih memahami arti kalimat tersebut.

g. Pembalikan huruf

Pembalikan huruf terjadi karena anak bingung posisi kiri-kanan atau

atas-bawah. Pembalikan terjadi terutama pada huruf-huruf yang hampir

28
sama seperti “d” dengan “b”, “p” dengan “q” atau “g”, “m” dengan “n” atau

“w”.

h. Kurang memperhatikan tanda baca

Jika anak belum paham arti tanda baca yang utama seperti titik dan

koma, mereka akan mengalami kesulitan dalam intonasi. Dalam

kesulitan intonasi anak dapat membaca atau menyuarakan semua

tulisan, tetapi mendapat kesulitan dalam lagu membaca dan intonasi. Hal

ini dapat berpengaruh pada pemahaman bacaan, sebab perbedaan

intonasi karena tanda baca bisa mengubah makna kalimat.

i. Pembetulan sendiri

Pembetulan sendiri dilakukan oleh anak jika ia menyadari adanya

kesalahan. Karena kesadaran akan adanya kesalahan, anak lalu

mencoba membetulkan sendiri bacaannya.

j. Ragu-ragu dan tersendat-sendat

Anak yang ragu-ragu terhadap kemampuannya sering membaca dengan

tersendat-sendat. Keraguan dalam membaca sering disebabkan anak

kurang mengenal huruf atau karena kekurangan pemahaman.

C. Tinjauan tentang Siswa Sekolah Dasar

Siswa sekolah dasar merupakan siswa yang sedang menempuh

pendidikan di sekolah dasar. Usia siswa sekolah dasar berkisar antara 6-

29
12 tahun. Pada usia ini sering disebut juga dengan masa kanak-kanak

akhir. Anak-anak menguasai keterampilan membaca, menulis, dan

berhitung. Secara formal, mereka mulai memasuki dunia anak,

pengendalian diri sendiri bertambah pula. Santrok dan Yussen (dalam

Mulyani, 2011:5)

Tugas perkembangan masa anak meliputi:

1) Mempellajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan

tertentu

2) Membentuk sikap tertentu terhadap diri sendiri sebagai organisme

yang sedang tumbuh

3) Berlajar bergaul dengan rukun dengan teman sebaya

4) Mempunyai peanan sesuai dengan jenis kelamin

5) Membina keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung

6) Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan

sehari-hari

7) Membetuk kata hati, moralitas, dan nilai-nilai

8) Memperoleh kebebasan diri

9) Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok lembaga

sosial.

30
Berdasarkan tugas perkembangan tersebut, siswa sekolah dasar dituntut

untuk dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar yang

mencakup membaca, menulis dan berhitung. Berdasarkan PP No 19 tahun

2005 pasal 6 ayat 6, kurikulum SD menekankan pentingnya kemampuan

dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta

kemampuan berkomunikasi. Selain itu, berdasarkan UU No. 20 tahun 2003,

pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca,

menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.

Ritta Eka Izzati, dkk. (2013: 114-115) menyebutkan bahwa masa

kanakkanak akhir dibagi menjadi dua fase, yaitu:

1) Masa kanak-kanak kelas rendah sekolah dasar yang berlangsung

antara usia 6/7 tahun sampai 9/10 tahun, biasanya mereka duduk di

kelas 1, 2, dan 3 sekolah dasar, dan

2) Masa kelas tinggi sekolah dasar yang berlangsung antara usia 9/10

tahun sampai 12/13 tahun, biasanya mereka duduk di kelas 4, 5, dan 6

sekolah dasar.

Siswa kelas 1 termasuk dalam siswa kelas rendah dalam jenjang

pendidikan sekolah dasar. Ritta E. Izzati, dkk. (2013:115) menjelaskan ciri-

ciri anak masa kelas rendah sekolah dasar adalah: (a) ada hubungan yang

kuat antara jasmani dan prestasi sekolah, (b) suka memuji diri sendiri, (c)

kalau tidak dapat menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan, tugas atau

pekerjaan itu dianggapnya tidak penting, (d) suka membandingkan dirinya

31
dengan anak lain, jika hal itu menguntungkan dirinya, (e) suka meremehkan

orang lain.

Santrock (2004: 75) menjelaskan bahwa anak pada usia kelas rendah

sekolah dasar (usia 6-8 tahun) memiliki perkembangan perilaku: 1)

kosakata terus bertambah cepat, 2) lebih ahli menggunakan aturan

sintaksis (makna dari kata atau kalimat), dan 3) keahlian bercakap

meningkat.

1. Kosakata terus bertambah cepat

Pada usia ini kosakata anak-anak meningkat dari rata-rata sekitar

14.000 kata di usia 6 tahun menjadi rata-rata sekitar 40.000 kata di usia 11

tahun. Peningkatan kosakata akan memudahkan mereka dalam proses

kategorisasi kosakata sebagai bagian dari kelompok kata. Hal yang perlu

diperhatikan yaitu anak yang masuk sekolah dasar dengan penguasaan

kosakata yang sedikit akan mengalami kesulitan saat mulai belajar

membaca.

2. Lebih ahli menggunakan aturan sintaksis (makna dari kata atau kalimat)

Kemajuan anak-anak di dalam penalaran logis dan keterampilan

analitis membantu mereka memahami konstruksi bahasa. Mereka mampu

kalimat yang satu dengan kalimat lainnya untuk meghasilkan deskripsi,

definisi, dan narasi yang masuk akal. Kemajuan dalam kosakata dan tata

bahasa yang berlangsung selama sekolah dasar disertai kesadaran

metalinguistik. Kesadaran metalinguistik memungkinkan anak-anak

32
memikirkan bahasa yang mereka gunakan, pemahaman mengenai kata-

kata, dan bahkan mendefinisikannya.

3. Keahlian bercakap meningkat

Pada usia antara tiga hingga tujuh tahun terjadi transisi dari bicara

dengan diri sendiri ke arah berkomunikasi dengan orang lain. Kemudian

selama beberapa waktu, kegiatan bicara dengan diri sendiri ini mulai jarang

dan mereka bisa melakukannya tanpa harus diucapkan. Semakin sering

mereka berkomunikasi dengan orang lain maka bertambah pula kosakata,

pengetahuan dan pengalamannya.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang

diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.

Keberhasilan belajar siswa dalam proses pembelajaran di sekolah sangat

ditentukan oleh penguasaan kemampuan membaca siswa. Siswa yang

tidak mampu membaca dengan baik akan mengalami kesulitan dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran. Siswa akan

mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi yang

disajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku-buku bahan penunjang dan

sumber-sumber tertulis yang lain. Akibatnya, kemajuan belajarnya juga

lamban jika dibandingkan dengan teman-temannya yang tidak mengalami

kesulitan dalam membaca. Membaca permulaan merupakan tahapan

belajar membaca bagi siswa Sekolah Dasar kelas awal, yaitu kelas I dan II.

33
Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan

menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk

dapat membaca lanjut.

Penelitian yang dilakukan oleh Rizkiana (2016) Hasil penelitian

menunjukkan bahwa aspek kesulitan tertinggi siswa dalam membaca

permulaan adalah kesulitan dalam membaca kata yang tidak mempunyai

arti dengan skor 16%. Kesulitan membaca permulaan selanjutnya yaitu

pada aspek kelancaran membaca nyaring dan pemahaman bacaan dengan

skor 27%. Kesulitan lain yang dialami peserta didik adalah kesulitan dalam

membaca kata yaitu sebesar 33%. Lalu kesulitan pada aspek mengenal

huruf dengan skor 51%. Aspek kesulitan membaca terakhir yaitu aspek

menyimak atau pemahaman mendengar yaitu sebesar 79%.

Penelitian yang dilakukan oleh Inne Marthyanne Pratiwi dan Vina

Anggia Nastitie Ariawan disimpulkan bahwa kesulitan siswa kelas I sekolah

dasar dalam membaca permulaan yaitu: (1) belum mampu membaca

diftong, vokal rangkap, dan konsonan rangkap; (2) belum mampu membaca

kalimat; (3) membaca tersendat-sendat; (4) belum mampu menyebutkan

beberapa huruf konsonan; (5) belum bisa mengeja; (6) membaca asal-

asalan; (7) cepat lupa kata yang telah diejanya; (8) melakukan penambahan

dan penggantian kata; (9) mengeja dengan waktu yang cukup lama; (10)

belum mampu membaca dengan tuntas.

34
Berdasarkan fakta di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan

belajar pada siswa yang mengalami kesulitan membaca permulaan belum

terlaksana secara maksimal. Akan tetapi ada beberapa hal yang dapat

mendukung kemampuan membaca permulaan ini, misalnya dukungan

orang tua. Faktor-faktor pendukung seperti orang tua ataupun faktor-faktor

lain yang dapat mempengaruhi kemampuan membaca permulaan siswa

perlu diperhatikan agar dapat melakukan tindakan yang tepat untuk

mengatasinya.

E. Kerangka Pikir

Bedasarkan kajian teori terdahulu, berikut gambar kerangka pikir

dalam penelitian ini

Kemampuan Aspek kesulitan


Siswa kelas I SD membaca membaca
permulaan
permulaan

Hasil membaca permulaan

35
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat, Waktu, dan Subjek Penelitian

1. Tempat Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri

Curug 1 Kota Bogor yang berlokasi di Jalan Flamboyan No. 31 Kel. Curug

Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat, 16113. Dipilih sebagai

tempat penelitian yaitu karena jaraknya dekat dengan rumah dan letak nya

pun strategis sehingga mudah untuk dijangkau ke tempat penelitian serta

hemat biaya karena lokasinya dekat dengan rumah.

2. Waktu Penelitian

a. Pra penelitian melalui observasi dilaksanakan pada tanggal.........

b. Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran

2019/2020

3. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah salah satu peserta didik yang

mempunyai kesulitan dalam berhitung atau diskalkulia pada mata pelajaran

matematika yang selalu mendapatkan nilai matematika terendah di kelas IV

B. Latar Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDN Curug I Kota Bogor terkait dengan

peserta didik berkesulitan dalammembaca permulaan yang diaksanakan

36
pada Maret 2019 di SDN Curug I Kota Bogor yang terletakdidi Jalan

Flamboyan No. 31 Kel. Curug. Peneliti memilih tempat penelitian di SDN

Curug I karena lokasinya sangat strategis.

Sarana dan prasarana di sekolah ini cukup memadai dari ruang

kepala sekolah, ruang guru, ruang UKS, ruang piket guru, kit alat IPA,

media gambar, media visual/audio visual, komputer, parkiran, ruang

lapangan upacara, literasi kelas. Hanya saja masih terdapat ruang yang

belum memadai yaitu seperti pos satpam, perpustakaan, ruang bimbingan

dan konseling, ruang laboratorium IPA,dan ruang laboratorium IPS.

Lingkungan belajar nya pun berjalan dengan lancar baik dari lingkungan

internal sekolah maupun lingkungan eksternal sekolah kurikulum 2013.

Pendekatan penelitian kualitatif deskriptif dalam penelitian ini

bertujuan untuk mengungkapkan data yang ada di lapangan dan

menginterprestasikan sesuatu yang ada di lapangan serta menghubungkan

sebab akibat terhadap sesuatu yang terjadi saat penelitian dengan tujuan

untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik dalam

membacapermmulaan di kelas I SD SDN Curug I dan dapat

mengidentifikasi data yang menunjukkan gejala-gejala dari peristiwa yang

teliti.

37
C. Metode dan Prosedur Penelitian

1. Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif. “Penelitian deskriptif mrupakan penelitian yang dimaksudkan

untuk mengumpulkan informasi mengenai subjek penelitian dan prilaku

subjek penelitian pada suatu priode tertentu” (Mukhtar, 2013:11)

Dikatakan menggunakan pendekatan kuantitatif karena ini

menggunakan data berupa angka-angka hasil penghitungan yang diproses

melalui pengklasifikasian, penjumlahan, dan peroleh berupa hasil yang

persentasi dan perlu disesuaikan dengan kriteria yang telah ditentukan

untuk mendapatkan gambaran tentang kemampuan dalam membaca

permulaan yang lebih akurat.

Penelitian ini tidak hanya berhenti pada pengumpulan dan penyajian

data saja melainkan juga analisis data tersebut untuk mendapatkan suatu

kesimpulan tentang bagaimana kemampuan dalam membaca secara

keseluruhan.

2. Prosedur penelitian

Prosedur pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, yaitu

gabungan antara hasil studi observation (pengamatan), interview

(wawancara), dan documentary (dokumentasi). Teknik triangulasi adalah

metode untuk mendapatkan informasi dari suatu fenomena dalam

penelitian kualitatif.

38
D. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah kesulitan membaca permulaan

siswa kelas I pada pembelajaran tematik di SDN Curug I Kota Bogor.

Tulungagung yang diambil melalui sumber data dan instrument penelitian.

Adapun sumber data tersebut adalah:

1. Sumber data primer

Sumber data yang diambil untuk melihat perilaku siswa diperoleh dengan

cara :

a) Wawancara kepada guru dan siswa kelas I.

b) Lembar observasi berupa pertanyaan yang diisi oleh peneliti guna

untuk mengetahui keadaan siswa yang mengalami kesulitan

membaca permulaan.

2. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder merupakan foto-foto dokumentasi selama

penelitian berlangsung. Arsip data berupa perilaku siswa yang mengalami

kesulitan membaca permulaan. Sumber data ini akan lebih memperkuat

data primer dan data yang diperoleh menjadi valid.

E. Fokus Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian Gaya Belajar Siswa Diskalkulia pada

Mata Pelajaran Matematika, maka fokus penelitian dapat dibatasi dengan

rambu-rambu sebagai berikut:

39
Tabel 3.1 Rambu-Rambu Penelitian

Fokus Penelitian Subfokus Penelitian Aspek/indikator

yang diteliti

 Analisis  Kesulitan  Faktor

Kesulitan Kesulitan Kesulitan

Membaca Membaca Membaca

Permulaan Permulaan Permulaan

Peserta Didik di Peserta Didik di  Peserta

Kelas I SD Kelas I SD Didik di

Kelas I SD

F. Prosedur Pengumpulan Data dan Perekaman Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Tahap Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data meliputi:

a. Observasi

Pada tahap pengumpulan data peneliti mengumpulkan data dengan

melakukan observasi lapangan dengan menggunakan pedoman observasi.

Pedoman observasi berisi tentang pernyatan-pernyataan singkat tentang

kesulitan membaca permulaan siswa kelas 1 pada pembelajaran tematik di

SDN Curug I Bogor.

b. Wawancara

40
Pada penelitian ini peneliti juga mengumpulkan data melalui

wawancara kepada siswa dan guru kelas I. Pedoman wawancara dalam

penelitian ini berisi pertanyaan tentang seputar kesulitan membaca

permulaan siswa kelas 1 pada pembelajaran tematik di SDN Curug I Bogor,

kendala yang terjadi dan solusi untuk mengatasi kendala tersebut.

c. Dokumentasi

Peneliti juga berusaha mengumpulkan data melalui dokumentasi yang

berupa foto, maupun dokumen-dokumen sekolah yang dibutuhkan oleh

peneliti. Foto dapat berupa dokumen resmi ataupun foto tentang topic

penelitian seputar kesulitan membaca permulaan siswa kelas 1 pada

pembelajaran tematik di SDN Curug I Bogor.

Teknik pengumpulan data yang digunakan akan melengkapi data

berupa data primer dan sekunder. Data primer yang diperoleh melalui

wawancara, observasi langsung dan data sekunder diperoleh melalui studi

dokumentasi. Teknik ini dinamakan triangulasi, sebagaimana dijelaskan

Sukmadinata (2007) dengan skema sebagai berikut :

Wawancara

Observasi Dokumentasi

Gambar 3.2 Teknik Pengumpulan Data

41
2. Rancangan Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument atau alat

penelitian adalah peneliti itu sendiri. Nasution (1998) dalam Sugiyono

(2008:6) disebutkan dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain

daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama.

Alasannya adalah bahwa segala sesuatunya belum mempunyai bentuk

yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian yang digunakan

bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara

pasti dan jelas sebelumnya. Peneliti mampu melihat fenomena di lapangan

secara struktural dan fungsional.

Struktural adalah peneliti harus melihat fenomena sosial dengan

tidak melepaskan diri dari struktur bangun yang ada kaitannya dengan

struktur lainnya. Sedangkan fungsional adalah peneliti harus mampu

memahami suatu fenomena dari pandangan fungsinya dengan fenomena

lain atau informan. Sugiyono (2010:222) mengemukakan bahwa peneliti

kualitatif sebagai human instrument berfungsi untuk menetapkan fokus

penelitian, memilih informan sebagai sumber data, menilai kualitas data,

menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Sehingga

peneliti sebagai instrument harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif

siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.

Perekaman Data mempunyai dua dimensi rekaman data yaitu

fidelitas dan struktur. Fidelitas mengandung arti sejauh mana bukti nyata

dari lapangan disajikan (rekaman audio visual memiliki fidelitas tinggi.

42
Sedangkan catatan lapangan memiliki fidelitas kurang). Dimensi struktur

menjelaskan sejauh mana wawancara dan observasi dilakukan secara

sistematis dan terstruktur. Sumber data yang diperoleh berupa sumber

primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data. Sumber sekunder yaitu sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data misalnya lewat orang lain atau

lewat dokumen. Hal-hal yang menyangkut jenis rekaman, format ringkasan

rekaman data dan prosedur perekaman.

Alat bantu yang dipergunakan peneliti dalam mempermudah

pengumpulan data yaitu: (1) Lembar catatan penelitian, berfungsi untuk

mencatat semua percakapan dengan sumber data; (2) Kamera digital yang

digunakan untuk mengambil gambar dalam pendokumenan; (3) Alat

perekam audio untuk mendokumentasikan data ketika wawancara.

G. Analisis data

Peneliti dalam tahapan ini melakukan serangkaian proses analisis

data kualitatif sampai pada interpretasi data-data yang telah diperoleh

sebelumnya. Proses analisis data yaitu dengan melakukan pengumpulan

data terlebih dahulu kemudian peneliti melakukan antisipasi data

dilanjutkan dengan melakukan reduksi data setelah itu peneliti melakukan

display data dan terakhir peneliti melakukan kesimpulan dari data yang

sudah disimpulkan.

43
Adapun langkah-langkah teknik analisis data dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilah hal yang pokok,

menfokuskan kepada hal yang penting,dicari tema dan polanya dan

membuang yang tidak perlu. Karena data yang dari lapangan cukup

banyak maka diperlukanlah analisis data yaitu reduksi data. Peneliti

mengumpulkan semua data dilapangan mengenai kesulitan membaca

permulaan, dan penanganan yang sudah dilakukan guru dalam

menghadapi kesulitan membaca permulaan siswa kelas 01 pada

pembelajaran tematik di SDN Curug I Bogor. Kemudian peneliti

mengelompokkan jenis data sesuai dengan masalah yang telah

dirumuskan untuk mendapatkan gambaran yang jelas.

2. Penyajian Data

Langkah kedua setelah reduksi data adalah penyajian data. Dengan

penyajian data maka akan memudahkan untuk memahami yang akan

terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah

dipahami tersebut. Untuk menyajikan data dalam bentuk kualitatif adalah

dengan teks yang bersifat naratif.

3. Kesimpulan-kesimpulan penafsiran atau verifikasi

Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dalam

penelitian ini peneliti menarik kesimpulan berdasarkan pengumpulan data

yang dikelompokkan atau ditampilkan baik yang sesuai maupun tidak

44
sesuai dengan hasil yang didapat. Kesimpulan penelitian ini nanti akan

didapat setelah peneliti melihat bagaimana kesulitan membaca permulaan

siswa, dan penanganan yang sudah dilakukan guru dalam menghadapi

kesulitan membaca permulaan siswa kelas 01 pada pembelajaran tematik

di SDN Curug I Bogor.

H. Pemeriksaan Pengecekan Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data penelitian ini untuk memperoleh tingkat

kepercayaan yang berkaitan dengan seberapa jauh kebenaran hasil

penelitian. Mengungkapkan dan menjelaskan data dengan fakta-fakta

aktual di lapangan. Cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran

penelitian ini adalah dengan triangulasi. Teknik triangulasi merupakan

teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan data yang

diperoleh dari sumber ke sumber lainnya dengan pendekatan yang

berbeda, sehingga instrumen yang di dapat memperoleh kebenaran. Untuk

memperoleh kebenaran dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

triangulasi sumber dan metode. Dimana cara ini merupakan cara untuk

menguji kredibilitas data dengan sumber yang berbeda yaitu guru kelas 1,

siswa kelas 1 serta metode yang berbeda yaitu data hasil wawancara

dibandingkan dengan hasil observasi dan dokumentasi.nm.,

45
46

Anda mungkin juga menyukai