Anda di halaman 1dari 38

PENGARUH KEMAMPUAN MEMBACA CEPAT TERHADAP PRESTASI

BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS


X B SMAN 1 PUJUT TAHUN PELAJARAN 2008/2009



KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin skripsi dengan judul Pengaruh kemampuan membaca
cepat terhadap hasil belajar dalam memahami isi cerpen pada siswa kelas X B SMAN 1
Pujut Tahun Pelajaran 2008/2009 dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untul memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi
Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram.
Pertama, dalam kesempatan ini diucapkan terima kasih kepada yang terhormat seluruh
dosen Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, khususnya Dra. Hj.
Kusdiratin, S.U selaku Dosen Pembimbing I, dan Drs. Kaharuddin, M.Hum, selaku Dosen
Pembimbing II, atas bimbingan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak
langsung mulai dari penyusunan proposal penelitian hingga terselesainya skripsi ini, sehingga
apa yang dilakukan berjalan lancar dan Alhamdulillah dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.
Dalam penyusunan skripsi ini, begitu banyak persoalan, tantangan dan hambatan yang
dihadapi. Akan tetapi, Alhamdulillahirobbilalamin semua itu dapat dilewati berkat bantuan,
dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Tidak lupa disampaikan terima kasih kepada
rekan-rekan mahasiswa FKIP umumnya dan mahasiswa Bastrindo 05 khususnya serta semua
pihak yang telah memberikan saran dan masukan demi terselesainya penyusunan skripsi ini,
semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal.
Akhirnya, diucapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya
bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kependidikan. Tidak lupa juga disampaikan
ucapan maaf apabila ada kesalahan dalam tulisan ini dan mengharapkan masukan, saran dan
kritik dari semua pihak guna mencapai kesempurnaan.

Mataram, Januari 2009


ABSTRAK

PENGARUH KEMAMPUAN MEMBACA CEPAT TERHADAP
HASIL BELAJAR DALAM MEMAHAMI ISI CERPEN PADA SISWA KELAS X B SMA
NEGERI 1 PUJUT TAHUN PELAJARAN 2008/2009


Penelitian ini berjudul Pengaruh Kemampuan Membaca Cepat terhadap Hasil Belajar
dalam Memahami Isi Cerpen pada Siswa Kelas X B SMAN Negeri 1 Pujut Tahun Pelajaran
2008/2009. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah pengaruh
lemampuan membaca cepat terhadap hasil belajar siswa kelas X B SMAN 1 Pujut. Adapun
tujuan penelitian adalah: untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh kemampuan membaca cepat
terhadap hasil belajar siswa kelas X B SMAN 1 Pujut. Manfaat penelitian tersebut salah satunya
adalah sebagai masukan bagi siswa dalam meningkatkan hasil/prestasi belajar dengan
membiasakan membaca cepat.
Membaca merupakan proses yang berkembang. Pada tahap awal membaca senagai
pengenalan simbol huruf cetak yang terdapat pada sebuah wacana. Membaca merupakan suatu
keterampilan proses yag dilakukan serrta digunakan oleh pembaca untuyk memperoleh pesan
yang yag hendak disampaiakan penulis melalui media kata tulis. Penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriftif, yaitu suatu metode penelitian untuk memperoleh informasi mengenai
suatu fenomena/kenyataan sosial dengan cara mendeskripsikan sejumlah variable terkait dengan
masalah yang diteliti. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X B SMAN 1 Pujut. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah metode kuesionear dan metode tes.
Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan, dapat dilihat bahwa nilai kecepatan membaca
siswa rata-rata mencapai 64,4 atau 65. Sedangkan nilai pemahaman yang diperoleh rata-rata
mencapai 69. Dengan memperhatikan hasil belajar siswa tersebut maka secara kuantitatif rata-
rata nilai siswa 66,7. Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca cepat berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa kelas X B SMA Negeri 1 Pujut.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pesatnya laju perkembangan teknologi dewasa ini, khususnya kemajuan mesin cetak
berdampak pula pada perkembangan informasi. Manusia dapat mengakses berbagai informasi
melalui internet secara cepat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemajuan sains dan teknologi
dapat dengan cepat dilipatgandakan dan disebarluaskan sesuai dengan informasi.
Soedarso (2002:18) mengemukakan bahwa pesatnya kemajuan mesin cetak
menyebabkan ledakan informasi. Akibatnya manusia menghadapi berbagai aspek dalam
kehidupannya, tidak terkecuali dalam bidang pendidikan.
Ditinjau dari segi batas kemampuan, sebagai manusia tidaklah mungkin mampu membaca
segala informasi berupa artikel atau buku-buku yang tebal setiap hari. Untuk mengatasi hal
tersebut diperlukan catatan dan teknik membaca cepat untuk memahami dengan cepat isi bacaan
dan dapat mengacu kembali beberapa waktu bila diperlukan (Guntur Tarigan, 2003:117).
Masalah pendidikan tidak pernah luput sorotan para pengamat pendidikan maupun tokoh
pendidikan yang banyak menyoroti tentang rendahnya kualitas lulusan yang dihasilkan oleh
lulusan pendidikan formal. Salah seorang pengamat pendidikan yaitu Dimyati (1996)
mengemukakan bahwa masalah krusial yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem pendidikan
nasional adalah belum adanya kesatuan pandangan tentang paradigma yang dianut dalam sistem
pendidikan nasional.
Hasil pengamatan dan penelitian menunjukkan bahwa rendahnya kualitas output lulusan
yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan formal disebabkan oleh banyak faktor. Widiastomo
(2001:21) mengemukakan:
Rendahnya kualitas keluaran lembaga pendidikan Indonesia disebabkan oleh adanya inefisien
eksternal maupun internal. Secara ekternal rendahnya kualitas output pendidikan disebabkan
oleh bkebijakan sistem pendidikan yang sentralistik. Kebijakan inilah yang dapat menghambat
mutu pendidikan maupun kreativitas guru. Sementara secara internal praktik pembelajaran
(proses belajar mengajar) masih banyak ditemui penggunaan metode tradisional atau
konvensional, yang salah satu cirinya guru dianggap satu-satunya sumber pengetahuan.

Proses pembelajaran dengan metode tradisional (konvensional) ini, berdasarkan
pengamatan yang sering digunakan adalah metode ceramah, disertai dengan pemberian tugas
tanpa bimbingan atau mungkin dengan mencatat buku paket di papan tulis sedangkan siswa
menyalin pada buku tulisnya.
Model pembelajaran Bahasa Indonesia sebagaimana yang digambarkan oleh Widiastomo
sangat terasa. Masalah umum yang sering dijumpai dalam pembelajaran Bahasa Indonesia antara
lain bagaimana mengembangkan pengertian atau pemahaman pengetahuan dalam diri siswa,
serta bagaimana memilih atau menggunakan strategi pembelajaran yang cocok dengan materi
yang diajarkan.
Rendahnya mutu lulusan nampak pada data nilai (angka) yang diperoleh siswa pada ujian
nasional maupun pada ulangan umum semester, khusunya pada bidang pembelajaran Bahasa
Indonesia. Sebagai contoh data dari SMA Negeri 1 Pujut, nilai UAN pada tahun 2006-2007
khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia, siswa kelas IPA yang berjumlah 98 yang mendapat
7,0 8,5 hanya 17 siswa, sedangkan rentang nilai terendah 4,28 dan tertinggi 8,50.
Membaca merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap individu yang
sedang menjalani proses pembelajaran, tidak hanya dalam pembelajaran bahasa Indonesia,
melainkan pada semua mata pelajaran seperti Kewarganegaraan , Agama, Sejarah, Matematika,
Kimia, Fisika, Bahasa Inggris dan sebagainya.
Membaca adalah salah satu dari empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak,
berbicara, membaca dan menulis. Melalui membaca dapat diperoleh pengetahuan, bersantai
dengan perasaan dan pikiran (Jurnal: 2001).
Membaca merupakan cara menjadikan diri lebih tahu jika dibandingkan dengan sebelum
membaca. Tidak ada orang yang buta huruf yang lebih pandai daripada orang yan tahu membaca
dan tidak ada orang yang membaca lebih sedikit pandai daripada orang yang lebih banyak
membaca (Pusara dalam Lumasre, 2008: 3).
Kegiatan membaca merupakan kegiatan menggunakan berbagai keterampilan, yaitu
kegiatan mengamati, memahami dan memikirkan yang dapat menumbuhkan pandangan dan
sikap serta tindakan positif terhadap diri pembacanya.
Membaca bukanlah suatu kegiatan yang mudah dan sederhana. Membaca dapat
dilakukandengan berbagai cara serperti membaca diam, membaca nyaring, membaca telaah isi,
membaca telaah bahasa, membaca kritis, membaca pemahaman juga terdapat hal-hal yang
mempengauhi keberhasilan kemampuan siswa dalam membaca (Tarigan, 1998:151).
Guru bahasa harus menyadari dan memahami bahwa membaca merupakan suatu
keterampilan kompleks yang melibatkan serangkaian keterampilan, antara lain keterampilan
membaca cepat dan membaca catatan.
Suatu hal yang tidak dapat diabaikan dalam membaca cepat dalam pembelajaran bahasa
Indonesia adalah terjadinya salah pengertian dalam berkomunikasi. Hal ini dapat disebabkan
oleh kurang membudayanya penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Membudayakan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebaiknya dimulai dari
kalangan pelajar dengan jalan meningatkan kemampuan membaca cepat agar dapat memhami
semua materi pembelajaran dengn cepat, khususnya pelajaran bahasa Indonesia. Kondisi yang
seperti inilah yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan prestasi belajarnya, khususnya
dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian
pengaruh dengan judul Pengaruh Kemampuan Membaca Cepat terhadap Hasil Belajar dalam
Memahami Isi Cerpen Pada Siswa Kelas X B SMA Negeri 1 Pujut Tahun Pelajaran 2008/2009.

1.2 Pembatasan Masalah
Karena adanya keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori-teori, dan supaya penelitian ini
dapat dilakukan secara lebih mendalam, maka tidak semua masalah yang telah dipaparkan dalam
identifikasi masalah di atas akan diteliti. Untuk itu, maka peneliti memberikan batasan sebagai
berikut :
1. Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Pujut.
2. Kegiatan penelitian ini berfokus pada kemampuan membaca cepat siswa, mengetahui
tingkat pemahamannnya serta pengaruhnya terhadap hasil/prestasi belajar siswa pada
bidang studi bahasa Indonesia.

1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uaraian pada latar belakang masalah di atas, masalah-masalah pada
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah pengaruh kemampuan membaca cepat terhadap hasil belajar dalam memahami isi
cerpen pada siswa kelas X B di SMAN 1 Pujut ?

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah
pengaruh kemampuan membaca cepat terhadap hasil belajar dalam memhami isi cerpen pada
siswa kelas X B SMAN 1 Pujut.


1.5 Manfaat Penelitian
1) Sebagai pengetahuan tentang pengaruh kecepatan membaca terhadap hasil belajar siswa kelas X
B.
2) Sebagai bahan masukan bagi siswa dalam meningkatkan hasil belajar dengan membiasakan
membaca cepat.
3) Sebagai bahan pertimbangan guru dalam menggunakan atau memilih strategi pembelajaran yang
tepat.

BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 Landasan Teori
Untuk menghindari terjadinya penafsiran yang berbeda dari beberapa pemakaian istilah
dalam judul penelitian Pengaruh Kemampuan Membaca Cepat terhadap Prestasi Belajar
Bahasa Indonesia Siswa Kelas X. B SMA negeri 1 Pujut tahun Pelajaran 2008/2009, maka perlu
ditegaskan beberapa istilah dalam tulisan ini, yaitu (1) Pengaruh; (2) Kemampuan Membaca; (3)
Prestasi Belajar; dan (4) Siswa.

2.1.1 Pengertian Pengaruh
Pengaruh adalah daya atau kekuatan yang ditimbulkan dari sesuatu (orang, benda) yang
ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang (Maryati dalam Hariyati,
2008:8). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengaruh diartikan sebagai dampak yang terjadi
di dalam suatu perbuatan seseorang.
Pengaruh yang dilaksudkan dalam penelitian ini adalah pengaruh prestasi belajar bahasa
indonesia siswa akibat kemampuan membaca cepat siswa.

2.1.2 Hakikat Membaca
Beberapa ahli mengemukakan definisi yang berbeda, tetapi pada dasarnya mereka
mempunyai persamaan persepsi tentang membaca yaitu merupakan sebuah proses. Menurut
Anderson (dalam Tarigan 1998:7), membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan
pembacaan sandi yang mencangkup pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang
bermakna. Membaca merupakan suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca
untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media tulis, (Tarigan,
1998 : 9).
Allen dan Vallete (dalam Tarigan, 1998:94) mengemukakan, membaca merupakan
proses yang berkembang (a developmental process). Pada tahap awal membaca sebagai
pengenalan simbol huruf cetak (word recognitif) yang terdapat pada sebuah wacana. Dari
membaca per huruf, per kata, per kalimat kemudian berlanjut membaca paragraf dan esay
pendek.
Menurut Hodgson (dalam Tarigan,1998:7), membaca merupakan sutau keterampilan,
proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak
disampaikan penulis melalui media kata tulis.
Kegiatan membaca merupakan kegiatan yang aktif dan interaktif. Dengan
pengetahuannya pembaca harus mengikuti jalan pemikiran penulis dan dengan daya kritisnya
ditantang untuk dapat merespon, dengan jalan menyetujui atau tidak menyetujui gagasan atau ide
yang dikemukakan oleh seorang penulis.
2.1.3 Jenis Membaca
Membaca merupakan salah satu dari empat keterampilan membaca, yaitu membaca,
menulis, menyimak dan berbicara. Setiap keterampilan berhubungan erat dengan keterampilan
yang lain. Tarigan mengemukakan jenis membaca sebagai berikut: (1) membaca diam dan
membaca nyaring, (2) membaca telaah isi, (3) membaca telaah bahasa, (4) membaca sastra.
Membaca telaah isi meliputi: membaca teliti, membaca pemhaman, membaca kritis dan
membaca ide (Tarigan, 1998:11-13).
Membaca teliti membutuhkan keterampilan: (1) survey yang tepat untuk
memperhatikan organisasi atau pendekatan umum, (2) membaca secara seksama dan membaca
ulang parafraf-paragraf untuk menemukan kalimat-kalimat judul dan perincian-perincian
penting, (3) membantu ingatan, mencatat fakta serta ide yang penting dapat menanamkan kesan
yang mendalam pada ingatan kita (Tarigan, 1998:14).
Membaca paragraf memerlukan pelatihan diri mengenal pokok pikiran dan mengenal
pengembangan pokok pikiran tersebut. Membaca pemahaman adalah jenis membaca yang
bertujuan untuk memahami standar atau norma kesusastraan, resensi, kritik, drama tulis dan pola
fiksi. Kemampuan membaca pemahaman merupakan dasar membca kritis. Membaca kritis
(membaca interpretative) bertujuan: (1)memahami maksud penulis, (2) memahami organisasi
daar tulisan, (3) menilai penyajian penulis atau pengarang, (4) menerapkan prinsip kritis pada
bacaan sehari-hari, (5) meningkatkan minat baca, kemampuan baca dan berpikir kritis, (6)
mengetahui prinsip pemilihan bahan bacaan.
Membaca telaah bahasa terdiri dari membaca bahasa (foreigen language reading)
danmembaca sastra (literaty reading). Tujuan utama telaah bahasa adalah untuk memperbesar
daya kata dan mengembangkan kosakata serta memahami isi dan menikmati keindahannya.
Pembaca yang baik adalah pembaca yang: (1) tahu mengapa ia membaca, (2)
memahami apa yang dibaca, (3) mengenal media cetak,bentuk-bentuk kontemporer media cetak
seperti paperback media grafika, majalah, surat kabar dan sebagainya, (4) menguasai kecepatan
membaca dan beberapa hal seperti membaca sekilas, memetik secara kasar tiga atau empat hal
dalam satu halaman untuk memperoleh gambaran umum bagian sebagai satu keseluruhan.
Membaca cepat untuk mencari hal tertentu yang diinginkan. Membaca cepat yang baik adalah
800-1000 kata per menit. Membaca demi kesenangan, yaitu membaca dengan melewati hal yang
kurang menarik dan membaca dengan lambat pada hal yang menarik. Membaca demi
kesenangan yang baik rata-rata 500-600 kata dalam satu menit. Disamping itu perlu diketahui
tentang membaca serius. Membaca secara serius rata-rata 300-599 kata dalam satu menit,
Salisbury (dalam Tarigan, 1998:117-119).



2.1.4 Membaca Cepat
Menurut Soedarso (2002:14) dalam membaca cepat terkandung pemahaman yang cepat
pula. Pemahaman menjadi pangkal tolak pembahasan, bukan kecepatan. Pembaca yang baik
akan mengatur kecepatannya dan memilih jalan terbaik untuk mencapai tujuannya. Menurut
Harry Sheffer (dalam Soedarso, 2002:13) pada umumnya orang yang membaca dapat mencapai
kecepatan 350-500 kata per menit (kpm). Adapun membaca cepat yang baik menurut Soedarso
(2002: 4-8) adalah:
1) Meningggalkan kebiasaan membaca yang salah sejak kecil dan mengatasinya, seperti
menggerakkan bibir diganti dengan diam, menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan diganti
dengan menggerakkan mata ke kiri da ke kanan, meninggalkan kebiasaan membaca dengan
menunjukkan jari atau benda lain.
2) Tidak melakukan regresi, yaitu kebiasaan kembali ke belakang untuk melihat kata atau frase
yang baru dibaca.
3) Melamun dapat diatasi dengn kosentrasi waktu membaca.
4) Meninggalkan subvokalisasi, yaitu melafalkan kata-kata yang dibaca dalam batin, yang penting
menangkap ide bukan mengingat simbol.
Cara mengukur kecepatan membaca (Sudarso, 2002: 14):
Menghitung jumlah kata dalam bacaan dapat dilakukan dengan jalan menghitung kata
perbaris rata-rata dikalikan jumlah baris yang dibaca. Untuk menghitung kata perbaris rata-rata,
hitung jumlah kata dalam lima baris sedudah itu dibagi lima hasilnya adalah kata perbaris kata-
kata. Contoh:
Jumlah kata perbaris rata-rata : 11
Jumlah baris yang dibaca : 60
Jumlah kata yang dibaca : 11 x 60 = 660
Jika kita membaca 2 menit 10 detik, atau 130 detik maka kecepatan membaca kita
adalah 660 kata/130 detik = 346 kata permenit. Menurut Sugiarto (2001) faktor terakhir yang
memhubungani siswa dalam membaca adalah penguasaan teknik membaca. Ada beberapa teknik
membaca yang baik diantaranya teknik survey, reresite, review (SQ3R), scanning dan skimming.
Selanjutnya Miuecky dalam Sugiarto mengemukakan bahwa untuk melakukan
membaca cepat sebuah artikel maka:
1) Membaca paragraf pertama dan kedua untuk mendapatkan overview dari sebuah artikel.
2) Pada paragrapf tiga dan seterusnya mulailah tinggalkan bagian-bagian yang tidak diperlukan dan
bacalah kalimat atau frase kunci untuk mendapatkan mind idea dan beberapa detail yang
dibutuhkan.
3) Bacalah seluruh paragraf terakhir yang biasanya merupakan rangkuman dari artikel.

2.1.5 Membaca Terbimbing
Membaca terbimbing dalam peneitian ini merupakan cara membaca yang dilakukan
siswa dengan bimbingan guru. Materi tentang membaca terbimbing ini bertumpu pada pendapat
ahli yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya maupun hasil penelitian sebelumnya.
Membaca terbimbing dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Sebelum melakukan membaca, siswa harus mengetahui tujuan membaca (mengapa ia harus
membaca), untuk mendapatkan informasi atau menikmati bacaan.
2) Siswa mengetahui jenis bacaan yang akan dibaca, fiksi atau nonfiksi sehingga siswa dapat
memilih cara yang tepat sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
3) Meninggalkan kebiasaan yang mengganggu kecepatan membaca.
4) Lakukan scanning bila diperlukan.
5) Bacalah paragraf pertama dan kedua untuk mendapatkan overview dari artikel yang dibaca.
6) Pada paragraf selanjutnya mulailah tinggalkan bagian yang tidak diperlukan, bacalah kalimat-
kalimat dan frase kunci untuk mendapatkan detail-detail yang dibutuhkan.
7) Bacalah seluruh paragraf akhir yang biasanya merupakan simpulan atau rangkumannya.
8) Lakukan membaca teliti/kritis saat diperlukan.
9) Catatlah detail-detail yang dibutuhkan.
2.1.6 Pengaruh Membaca Terhadap Prestasi Belajar Bahasa Indonesia
Kita semua memahami fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional, bahasa resmi negara dan bahasa pengantar dalam lembaga pendidikan. Telah diuraikan
pada bagian sebelumnya tentang pendapat para ahli dalam usaha meningkatkan pemahaman
untuk menaikkan prestasi belajar.
Tarigan (1998:117-119) mengemukakan bahwa pembaca yang baik adalah pembaca
yang mengetahui mengapa ia membaca, memahami yang dibaca, menguasai kecepatan
membaca, membaca serius bahan yang penting, membaca cepat untuk mencari hal yang
diinginkan. Soedarso mengemukakan bahwa membaca yang efisien adalah membaca untuk
memahami suatu bacaan, perlu mengambil suatu langkah yang strategis seperti SQ3R,
menemukan ide pokok, mengetahui ide pokok paragraph, membaca secara kritis, mengingat
lebih lama dan membuat catatan. Dengan teknik membaca yang benar siswa dapat membaca
dengan efisien.
Kemampuan membaca cepat sebagaimana yang tertera dalam judul, yang dimaksud
adalah kemampuan membaca dengan cepat dalam memahami bahan bacaan. Yang diutamakan
bukan kecepatannya melainkan pemahamannya. Dengan memberikan bimbingan membaca yang
benar diharapkan siswa dapat dengan cepat memahami materi yang dibaca. Berdasarkan uraian
di atas, membaca terbimbing dapat membantu siswa dalam meningkatkan prestasi belajar
Sebagai mana telah diuraikan pada bagaian sebelumnya, dengan didukung oleh
pendapat dan temuan para ahli antara lain Soedarso, dalam membaca cepat terkandung
didalamnya pemahaman yang cepat pula. Membaca cepat yang benar (terbimbing) dapat
membantu mempermudah pemahaman dalam belajar. Menurut Guntur Tarigan dengan membaca
cepat dan efesien, dia akan mendapatkan apa yang dicarinya.
Joni (1991) menyatakan bahwa kinerja guru adalah kemampuan guru dalam mengelola
kegiatan belajar mengajar di kelas secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan secara
optimal. Indikator-indikator kemampuan guru di kelas antara lain meliputi;
a. Kemampuan Membuat Persiapan Mengajar dan Melaksanakan Evaluasi
Pengajaran merupakan suatu kegiatan atau upaya untuk membantu para siswa
mengembangkan kemampuan pengetahuan, dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu.
Kegiatan pengajaran tidak sederhana seperti yang kita bayangkan tetapi cukup kompleks, karena
itu kegitan ini membutuhkan perencanaan yang matang dan dibuat secara tertulis. Persiapan atau
perencanaan merupkana langkah awal dar suatu kegitan berisi berbagai upaya mempersiapkan
apa yang harus dilaksanakan. Oleh karena itu persiapan atau perncanaan adalah hal yang sangat
penting dilakukan oleh seorang guru sebelum melakukan tugas pengajaran
Karti (2003) menyatakan bahwa kesiapan guru dalam mengajar akan terlihat dalam
perencanaan yang dibuat oleh guru, yang biasanya berwujud dalam satuan pelajaran. Hampir
sama dengan pendapat di atas, Mursel dan Nasution (1995) menyatakan bahwa perencanaan
adalah pemikiran artinya menggunakan prinsip-prinsip umum situasi-situasi yang khusus. Makin
baik dipikirkan makin baik pula persiapan pelajaran. Dalam membuat suatu perencanaan harus
diperhatikan situasi dan kondisi yang ada yaitu kemampuan guru, kemampuan siswa, sarana dan
prasarana yang tersedia di sekolah, sehingga apa yang direncakan itu dapat dilaksanakan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Djamarah (2000) yang menyatakan bahwa apa yang dilakukan guru
dalam pengajaran adalah tidak akan jauh berbeda dengan apa yang telah guru rencanakan. Agar
pelaksanaan pengajaran berjalan efisien dan efektif maka diperlukan perencanaan yang tersusun
secara sistematis, dengan proses belajar mengajar yang lebih bermakna dan mengaktifkan siswa
serta dirancang dalam suatu skenario yang jelas. Ibrahim dan Syaodih (1996) menyatakan
bahwa:
Apabila seorang guru akan mengajarkan setiap pokok bahasan kepada siswanya ia harus
mengadakan persiapan terlebih dahulu agar proses belajar mengajar dapat berjalan lancar,
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Untuk melihat apakah guru sudah siap
untuk melaksanakan proses belajar mengajar dapat dilihat dari persiapan mengajarnya.
Berdasarkan uraian di atas, penyusunan program pengajaran bertujuan agar pelaksanaan
pengajaran lebih lancar dan hasilnya lebih baik, karena dengan perencanaan atau persiapan guru
dapat melaksanakan proses belajar mengajar dengan baik di kelas sebab apa yang
dilaksanakannya sudah dipersiapkan lebih dahulu secara tertulis bukan materi yang muncul
secara tiba-tiba.
Secara garis besar, perencanaan pengajaran mencakup kegiatan-kegiatan : merumuskan
tujuan-tujuan apa yang dicapai, cara apa yang digunakan untuk menilai pencapain tujuan
tersebut, materi apa yang akan disampaikan, bagaimana cara menyampaikan bahan, serta
media/alat apa yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pengajaran tersebut. Menurut
Usman (1992) dalam merencanakan suatu pelajaran hendaknya diperhatikan hubungan antara
tujuan pengajaran, kegiatan belajar mengajar dan penilaian karena ketiga aspek ini saling
berkaitan.
Karti, dkk (2003) menyebutkan bahwa komponen-komponen yang perlu diperhatikan
dalam perencanaan pengajaran adalah ketepatan perumusan tujuan pembelajaran, kesesuaian
bahan dengan tujuan pembelajaran, pemilihan metode yang akurat, pemakaian alat/media
pembelajaran, pemilihan sumber belajar, dan pemakaian prosedur, jenis dan alat evaluasi yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Pendapat tersebut di atas mengisyaratkan bahwa di dalam membuat perencanaan
pembelajaran hendaknya dilakukan secara sistematis, artinya semua komponen yang ada di
dalam perencanaan pengajaran mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu
tujuan pembelajaran khusus menjdi pedoman dalam memilih materi pelajaran, memilih metode
pengajar, memilih media pembelajaran dan evaluasi, yang semuanya diarahkan untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan.
Proses belajar mengajar merupakan bentuk komunikasi antara pendidik dan anak didik.
Dalam komunikasi itu terdapat pembentukan dan pengalihan pengetahuan, sikap dan
keterampilan dari guru kepada siswa. Pengetahuan dan keterampilan dalam penilaian akan sangat
membantu tercapainya keefektifan proses belajar mengajar. Penilaian tidak hanya mengukur
pembentukan dan pengalihan, tetapi menilai sampai seberapa jauh materi pelajaran dikuasai
siswa, di samping menilai dirinya dan program yang dibuatnya. Karena guru merupakan jabatan
profesional, pengetahuan dan keterampilan mengadakan atau melaksanakan penilaian mutlak
diperlukan.
Wijaya dan Ruslan (1992) memisahkan dua istilah yang sering digunakan dalam
evaluasi, yaitu penilaian dan pengukuran. Penilaian bertujuan untuk menemukan nilai prestasi
kualitatif yang dicapai seorang atau kelompok setelah proses belajar mengajar. Pernyataannya
dirumuskan dalam kata-kata atau huruf seperti baik, cukup, memuaskan (A,B atau C).
Sedangkan pengukuran bertujuan untuk menemukan nilai prestasi kuantitatif yang dicapai
seseorang atau kelompok setelah proses belajar mengajar. Pernyataannya dirumuskan dalam
bentuk angka (7,8 dan 9).
Senada dengan pendapat di atas, Komariah (2005) menjelaskan ada dua istilah yang
hampir sama tetapi berbeda yaitu penilaian dan pengukuran. Pengertian pengukuran terarah
kepada tindakan atau proses untuk menentukan kuantitas sesuatu, karena itu biasanya diperlukan
alat bantu. Sedangkan penilaian atau evaluasi terarah pada penentuan kualitas atau nilai sesuatu.
Walaupun ada perbedaan kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan karena mempunyai hubungan
yang erat. Pelaksanaan penilaian tersebut terlebih dahulu harus didasarkan atas pengukuran-
pengukuran. Sebaliknya, pengukuran-pengukuran tidak akan berarti bila tidak dihubungkan
dengan penilaian.
Penilaian tidak boleh dilakukan sekehendak hati guru tetapi evaluasi yang dilakukan
harus dengan pertimbangan-pertimbangan yang arif dan bijaksana sesuai dengan hasil kemajuan
belajar yang ditunjukkan oleh anak didik. Dengan demikian evaluasi sesuatu tindakan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang arif dan bijaksanan untuk menentukan nilai
sesuatu, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Menurut Komariah (2005) evaluasi adalah suatu kegiatan yang disengaja dan bertujuan.
Kegiatan evaluasi dilakukan dengan sadar oleh guru dengan tujuan memperoleh kepastian
mengenai keberhasilan belajar anak didik dan memberikan masukan kepada guru mengenai yang
dia lakukan dalam pengajaran.
Menurut Sudirman (1991) tujuan penilaian dalam proses belajar mengajar adalah:
Mengambil keputusan tentang hasil belajar, memahami anak didik, dan memperbaiki serta
mengembangkan program pengajaran. Pengambilan keputusan tentang hasil belajar merupakan
suatu keharusan bagi seorang guru agar dapat mengetahui berhasil tidaknya anak didik dalam
proses belajar mengajar.
Dengan demikian tujuan evaluasi adalah untuk memperbaiki cara belajar mengajar,
mengadakan perbaikan dan pengayaan bagi anak didik, serta menempatkan anak didik pada
situasi belajar mengajar yang lebih tepat sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimilikinya.
Tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki atau mendalami dan memperluas pelajaran, dan
terakhir adalah untuk memberitahukan/melaporkan kepada orang tua/wali anak didik mengenai
penentuan kenaikan kelas dan penentuan kelulusan anak.
Evaluasi mutlak dilakukan dan merupakan kewajiban bagi setiap guru. Karena pada
akhirnya guru harus dapat memberikan informasi kepada lembaganya ataupun kepada anak didik
itu sendiri, bagaimana dan sampai dimana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai anak
didik tentang materi dan keterampilan-keterampilan mengenai mata ajar yang telah diberikannya.
b. Kemampuan Menggunakan Metode dan Media Pembelajaran.
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak mampu berkonsentrasi untuk belajar
dalam waktu yang relatif lama. Daya serap anak didik terhadap bahan yang diberkan juga
bermacam macam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat. Faktor intelinjensi
memhubungani daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Cepat
atau lambatnya penerimaan anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan menghendaki
waktu yang bervariasi. Untuk itu diperlukan strategi pembelajaran yang tepat agar perbedaan
daya serap yang dialami siswa bisa diatasi. Dan salah satu strategis tersebut adalah pemilihan
dan penggunaan metode dan media pembelajaran pembelajaran.
Roestiyah (2001) menyatakan bahwa guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat
belajar seara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk
memiliki strategi adalah harus menguasai teknik penyajian, atau biasanya disebut metode.
Teknik penyajian pelajaran adalah alat atau cara yang harus dikuasai oleh guru untuk menyajikan
materi pembelajaran kepada siswa dalam kelas, agar pelajaran yang diberikan itu dapat diterima
dengan baik oleh siswa.. Dengan kata lain bahwa pengunaan metode adalah salah satu strategi
yang dapat digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Terkait dengan hal tersebut di atas, maka guru dituntut untuk mampu menguasai dan
memilih metode yang relevan dengan materi dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran menjadi kendala dalam
mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Djamarah dan Zain (dalam Lumasre, 2008:33) menyatakan bahwa metode mempunyai
andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan yang diharapkan dapat
dimiliki anak didik, akan ditentukan oleh relavansi penggunaan metode yang sesuai dengan
tujuan. Pendapat tersebut di atas, semakin kita pahami bahwa penguasan metode secara baik dan
disertai dengan pemilihan metode yang relavan dengan materi dan tujuan pembelajaran sangat
diperlukan bagi guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif.
Kegagalan pengajaran salah satunya seringkali disebabkan oleh pemilihan metode yang
kurang tepat. Kelas yang kurang bergairah dan kondisi anak didik yang kurang kreatif karena
penentuan metode yang kurang relevan dengan sifat bahan dan tujuan pembelajaran. Itu berarti
bahwa metode adalah suatu cara yang memiliki nilai strategis di dalam kegiatan belajar
mengajar. Nilai strategisnya metode dapat mempengaruhi jalannya kegiatan belajar mengajar.
Agar pemilihan metode pengajaran itu tidak keliru ada beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan. Menurut Surakhmad (2002), faktor itu adalah:
Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya, anak didik dengan berbagai tingkat
kematangannya, situasi dengan berbagai kendalanya, fasilitas dengan berbagai kualitasnya, dan
pribadi guru dengan kemampuan profesional yang berbeda-beda.
Disamping itu dalam memilih dan menggunakan metode tentu saja guru harus
mempertimbangkan media yang tepat agar metode pembelajaran dapat berfungsi secara efektif.
Media pembelajaran adalah alat bantu yang bisa memperjelas materi pembelajaran sehingga
tidak terjadi verbalisme.
Sebagai alat bantu media mempunyai fungsi yaitu memberikan arah yang positip untuk
melicinkan jalan mencapai tujuan Dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil
belajar yang lebih baik Namun demikian penggunaan media sebagai alat bantu tidak bisa
sembarangan menurut kemauan dan selera guru tetapi harus memperhatikan dan
mempertimbangkan kriteria kriteria yang dapat menunjang tercapainya tujuan Kreteria tersebut
antara lain;.Sesuai dengan metode dan tujuan yang ingin dicapai, tepat untuk mendukumg isi
pelajaran yang bersifat fakta konsep prinsip generalisasi, praktis, luwes dan bertahan, guru
terampil menggunakannya, dan pengelompokan sasaran.
c. Kemampuan Menguasai Materi Pembelajaran
Kemampuan guru dalam menyajikan materi pelajaran secara baik juga menjadi penyebab
terjadinya suasana kelas kondusif. Kalau guru yang tidak mampu menarik perhatian siswa dalam
proses pembelajaran menyebabkan siswa memiliki kesempatan untuk bermain-main pada waktu
guru mengajar. Akibatnya adalah suasana kelas terganggu.
Arikunto (1993) menjelaskan ada tiga faktor yang mempengaruhi penampilan guru
dalam mengelola kelas, antara lain; pandangan guru yang bersangkutan terhadap profesi guru,
bagaimana guru tersebut menyikapi tugasnya sebagai guru, dan seberapa kemampuan umum
yang dimiliki oleh guru agar mendukung tugasnya sebagai guru.
Berdasarkan uraian di atas, maka penguasaan guru terhadap materi pembelajaran, akan
membuat guru menjadi lebih percaya diri dihadapan siswa, sehingga dapat menarik minat siswa
terhadap materi pembelajaran yang disampaikan guru. Dengan demikian guru diharapkan
bekerja secara profesional, mengajar secara sistematis dan berdasarkan prinsip didaktik metodik
yang berdaya guna dan berhasil guna.

d. Kemampuan Mengelola Kelas
Masalah pokok yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman
adalah pengelolaan kelas. Karena pengelolaan kelas merupakan masalah tingkah laku yang
kompleks, dan guru menggunakannya untuk menciptakan kondisi kelas sedemikian rupa
sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pembelajran secara efisien dan memungkinkan
mereka untuk belajar. Dengan demikian pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat mutlak bagi
pembelajaran yang efektif.
Arikunto (1996) menyatakan pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan maksud agar dicapai
kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar mengajar seperti yang diharapkan.
Kegiatan pengelolaan kelas ini merupakan segala upaya yang dapat diperbuat oleh guru
untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sehingga proses belajar mengajar dapat
berjalan secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat Djamarah dan Zain (2002)
bahwa pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi
belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar
mengajar.
Dengan demikian pengelolaan kelas adalah kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan
mempertahankan kondisi yang optimal bagi terciptanya proses belajar mengajar. Kondisi yang
optimal dapat terjadi apabila guru mampu mengatur anak didik dan sarana pembelajaran dan
mengendalikannya dalam suasana yang kondusif untuk pencapaian tujuan pembelajaran.
Pengelolaan kelas bertujuan menyediakan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan
belajar siswa dalam lingkungan sosial, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu
memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya suasana sosial yang memberikan
kepuasan, suasanan disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap serta apresiasi pada
siswa, sehingga melahirkan interaksi belajar mengajar yang baik pula. Tujuan pembelajaran
dapat dicapai tanpa menemukan kendala yang berarti.
Arikunto (1996) mengatakan bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak
didik di kelas itu dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara
efektif dan efisien. Pendapat yang lengkap dan mendasar dikemukakan oleh Pidarta (1999)
mengatakan bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah: Membantu guru-guru mengerti sebab-sebab
dasar problem perilaku, memungkinkan guru-guru mendiagnosis problem perilaku, membuat
perilaku lebih dapat dipridiksi, dan memperbaiki kemampuan guru mengorganisir kelas.
Pengelolaan kelas bukanlah hal yang mudah dan ringan. Karena dalam kelas itu
terkumpul berbagai karakteristik yang bervariasi. Namun demikian guru tidak perlu merasa
bosan mengelola kelas setiap kali mengajar. Karena gagalnya seorang guru mencapai tujuan
pengajaran sejalan dengan tidak mampunya guru mengelola kelas. Indikator dari kegagalan itu
adalah prestasi belajar siswa rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang
ditentukan. Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi keguruan yang sangat penting
dikuasai oleh guru dalam rangka keberhasilan proses belajar mengajar.
Pidarta, (1995) mengatakan masalah-masalah pengelolaan kelas berhubungan dengan perilaku
siswa adalah:
1) Kurang kesatuan, dengan adanya kelompok-kelompok, klik- klik, misalnya pertentangan jenis
kelamin.
2) Tidak ada standar perilaku dalam kelompok misalnya ribut, bercakap-cakap, pergi kesana-
kemari, dan sebagainya.
3) Reaksi negatif terhadap anggota kelompok, misalnya ribut, bermusuhan, mengucilkan,
merendahkan kelompok bodoh dan sebagainya.
4) Kelas mentoleransi kekeliruan-kekeliruan temannya, ialah menerima dan mendorong perilaku
siswa yang keliru.
5) Mudah bereaksi negatif terganggu, misalnya didatangi monitor, tamu-tamu, iklim yang
berubah, dan sebagainya.
6) Moral rendah, permusuhan agresif, misalnya dalam lembga dengan alat-alat belajar kurang,
kekurangan uang dan sebagainya.
7) Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah, seperti tugas-tugas tambahan,
anggota kelas yang baru, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, maka guru dituntut untuk mampu mengatur siswa dengan
baik dalam pembagian kelompok tidak mengelompokkan anak berdasarkan pintar dan bodoh,
tetapi harus dicampur dalam satu kelompok ada yang pintar dan ada yang bodoh. Guru juga
dituntut untuk berbuat adil dalam kelompok jangan sampai terjadi ada kelompok disayangi oleh
guru dan ada kelompok yang kurang disenangi. Disiplin juga ditegakkan dalam kelompok,
jangan sampai ada siswa yang diberi kebebasan dan ada pula siswa yang tidak diberi kebebasan.
Karena semuanya itu menyebabkan suasana kelas tidak kondusif.
Hal penting yang harus mendapatkan perhatian dalam rangka pengelolaan kelas adalah
upaya mengaktifkan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar. Siswa adalah salah satu
komponen yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar, sebab siswa sebagai
pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan ingin meraih cita-cita dan tujuan itu
secara optimal. Oleh karena itu, guru diharapkan mampu sebagai penuntun dan pembimbing
untuk mengantarkan siswa ke arah pencapaian tujuan yang diharapkan.
Dalam proses itu guru harus mampu mengorganisir setiap kegiatan belajar mengajar dan
menghargai anak didiknya sebagai suatu subjek yang memiliki bekal dan kemampuan.
Pengertian guru semacam ini sangat penting, agar guru tidak bersikap semena-semena sebagai
seorang atasan, dan sekaligus agar guru tidak segan-segan memberikan dorongan kepada
siswanya.
Sriyono (1992) menyatakan Guru hendaklah mencintai murid-muridnya sebagaimana
orang tua memikirkan anak-anaknya. Karena itu tidak benar kalau guru memarahi anak didiknya
bukan pada tempatnya, apalagi mencemohkan atau menghina mereka karena kekurangan dan
kebodohan. Yang bodoh harus dibimbing, ditolong dan diarahkan dengan penuh rasa kasih
sayang dan yang pandai/maju didorong terus agar lebih berhasil lagi.
Perwujudan hubungan guru dan siswa harus lebih banyak berbentuk pemberian motivasi
dan bimbingan dari guru, agar siswa merasa bergairah, memiliki semangat, potensi dan
kemampuan yang dapat meningkatkan harga dirinya. Dengan demikian siswa diharapkan lebih
aktif dalam melakukan kegiatan belajar. Hal ini sesuai dengan sistem pengajaran modern yang
dikenal dengan cara belajar siswa aktif, yang menempatkan siswa sebagai pihak yang aktif
Guru hendaknya tidak lagi mengajar segi kegiatan menyampaikan pengetahuan,
keterampilan dan sikap kepada siswa, tetapi guru hendaknya mengajar untuk membelajarkan
siswa dalam konteks bagaimana belajar mencari, menemukan dan meresapkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Atau dengan kata lain bagaimana kiat-kiat yang dapat dilakukan oleh
guru dalam rangka mengaktifkan siswa dalam dalam proses belajar mengajar. Karena dengan
demikian siswa dapat mengembangkan potensi atau bakat yang dia miliki menjadi kemampuan
atau prestasi yang maksimal.
Proses melibatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dapat dilakukan guru
melalui bermacam-macam bentuk kegiatan, mulai dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai
kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik yang mudah diamati di antaranya dalam bentuk
kegiatan membaca, mendengar, menulis, meragamkan, menyuruh menyelesaikan soal.
Sedangkan kegiatan psikis yang sulit diamati itu adalah mengingat kembali isi pelajaran
pertemuan sebelumnya, menggunakan khasanah ilmu pengetahuan yang dimiliki dalam
memecahkan masalah yang dihadapi, menyimpulkan hasil eksperimen, membandingkan suatu
konsep dengan konsep yang lain.
Namun demikian kegiatan tersebut harus dapat dipulangkan kepada suatu karakteristik
yaitu keterlibatan intelektual, emosi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut
terutama dapat dilakukan pada waktu kegiatan kognitif dalam pencapaian atau perolehan
pengetahuan, pada saat siswa mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan, dan
ketika siswa menghayati dan menginternalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap.
Selanjutnya dalam kaitannya dengan penelitian ini maka indikator-indikator kinerja guru
yang dimaksud, antara lain meliputi kemampuan guru sebagaimana dijelaskan Joni (1991), yaitu:
1). Kemampuan membuat persiapan mengajar dan melaksanakan evaluasi.
2). Kemampuan menggunakan metode dan media pembelajaran
3). Kemampuan menguasai materi pembelajaran
4). Kemampuan mengelola kelas.

2.1.7 Pengertian Siswa
Dalam buku yang berjudul Penunjang Progran Pendidikan Nasional dan Pembinaan Kesiswaan
Menuju Kemandirian Tahun 1992 oleh Soemarmo disebutkan bahwa, para siswa sesungguhnya
merupakan potensi dasar dan vital dari generasi muda, yang pertumbuhan dan pengembangannya
akan menentukan perkembangan dan kemajuan bangsa dan negara Imdonesia dimasa yang akan
datang. Tentu saja para siswa tersebut adalah mereka yang sungguh-sungguh menjalankan
fungsinya sebagai siswa yaitu mereka yang sungguh-sungguh belajar dengan baik dan tekun,
berdisiplin, taat pada tata tertib sekolah serta berkesadaran bahwa usahanya adalah merupakan
perwujudan partisipasinya terhadap pembangunan nasional. Sedangkan dalam Kamus Besar
Kontemporer oleh Salim menyebutkan siswa adalah orang yang menuntut ilmu di sekolah
menengah atau di tempat-tempat kursus.
Secara sederhana, siswa adalah orang yang mengikuti suatu proses kegiatan belajar
terutama di lembaga pendidikan yaitu sekolah dengan mengikuti segala peraturan dan tata tertib
yang berlaku. Siswa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah siswa kelas X B di SMA
Negeri 1 Pujut.

2.1.8 Prestasi /Hasil Belajar
Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai setelah melakukan perbuatan belajar.
Prestasi belajar merupakan nilai (angka) yang diperoleh siswa setelah melakukan ulangan, tugas
atau unjuk kerja yang dikembangkan sesuai dengan kurikulum dan gari-garis besar program
pengajaran di SMA.
Menurut Nawawi (1989:100) prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan murid dalam
mempelajari materi di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes
sejumlah mteri pelajaran tertentu. Prestasi yang telah dicapai, sedangkan belajar adalah
menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa prestasi belajar adalah prestasi yang telah dicapai oleh siswa dalam belajarnya
Poerwodarminto (1980:768).
Seperti yang dikemukakan oleh Sudjana (1989:45), pengertian prestasi belajar adalah
proses verbal dari fakta ataupun proses tingkah laku secara fisik yang berupa memori atau
ingatan yang bersifat mentalistik, ia juga menambahkan prestasi belajar adalah proses hubungan
antara guru-siswa di dalam kelas yang membawa implikasi terhadap pengembangan diri siswa
secara bebas, pembentukan memori (ingatan) paada siswa dan pembentukan pemahaman pada
siswa.
Seseorang akan berprestasi dalam belajar apabila ada keinginan untuk belajar. Mouly
(dalam Lumasre, 2008:35) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku
seseorang karena pengalaman. Pendapat serupa dikemukakan oleh Kimble dan Garmeizi (dalam
Lumasre, 2001:35), belajar adalah perubahan tingkah laku yang relative permanent terjadi dari
prestasi pengalaman.
Menurut Reigeluth dalam Degeng (1989:14), dalam meningkatkan prestasi belajar
perlu adanya perbaikan proses pembelajaran (metode pengajaran). Jadi kondisi pengajaran
menentukan prestasi belajar siswa di kelas. Kondisi eksternal untuk belajar adalah strategi
pembelajaran yang ditentukan oleh guru untuk membelajarkan siswa. Siswa dikatakan belajar
dalam kegiatan pembelajaran jika belajar yang terjadi lebih besar daripada yang dapat terjadi bila
guru tidak melakukan kegiatan sama sekali.dengan demikian dapat dipastikan bahwa proses
pembelajaran sesungguhnya terjadi bila ada kegiatan yang dilakukan oleh guru. Logikanya, pada
proses pembelajaran harus ada nilai tambah (peningkatan) pada prestasi belajar. Seseorang akan
berprestasi dalam belajar bila pada dirinya ada keinginan untuk belajar. Belajar adalah proses
interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu dengan cara melihat, mengamati,
memahami sesuatu. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran dapat
dlakukan dengan jalan membandingkan prestasi tes awal yang diperoleh siswa dengan prestasi
tes akhir siswa setelah pembelajaran selesai. Bila prestasi tes khir skornya lebih tinggi dari skor
tes awal berarti proses pembelajaran memberikan peningkatan pada prestasi belajar siswa.
Perbedaan prestasi tes awal dan tes akhir menunjukkan skor yang nyata sebagai akibat
pembelajaran yang dilakukan (Prayitno, 1989:67).
Pada dasarnya belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan
pada diri seseorang. Perubahan tersebut seperti pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku,
keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu.
Hal ini telah dijelaskan oleh Nawawi (1989:102) yang memberikan batasan prestasi
belajar dalam tiga tingkatan kemampuan, yaitu:
1) Penguasaan materi pengetahuan berupa kemampuan menghafal, mengingat fakta-fakta yang
terdapat dalam materi pelajaran, istilah-istilah, pengertian-pengertian, prinsip-prinsip dan
generalisasi-generalisasi yang bersifat teoritis.
2) Pengertian dan pemahaman tercermin dalam tiga bentuk tingkah laku, yaitu kemampuan
menterjemahkan ke dalam bahasa sendiri, memahami suatu gagasan, kemampuan menafsirkan
dan kemampuan menghubungkan topik dengan contoh-contoh yang konkrit, diiringi dengan
kemampuan menetapkan simpulannya.
3) Penggunaan materi pengetahuan berupa kemampuan mempergunakan hasil suatu
gagasan/pendapat yang bersifat umum, prosedur dan metode, termasuk juga prinsip-prinsip
teknik dalam situasi yang nyata.
Tiga tingkatan kemampuan yang lain sebagai hasil belajar yang lebih kompleks adalah
analisis, sintesis dan evaluasi.. Secara luas, prestasi belajar tidak hanya ditentukan oleh
skor/nilai, prestasi belajar dapat juga berupa bakat dan keahlian.

2.1.9 Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri, artinya factor
kemampuan anak yang dibawa sejak lahir. Pada dasarnya setiap anak sudah dibekali dengan
berbagai kemampuan, bakat dan potensi. Kemampuan yang bersifat bawaan ini tidak dapat
dirubah, tetapi hanya dapat dihubungani atau dkembangkan menurut batas yang dimilikinya.
Orang tua dan guru hanya dapat mengembangkan potensi yang ada dengan jalan memberikan
rangsangan dan dorongan berupa bimbingan dan pendidikan secukupnya. Jadi bimbingan dan
pendidikan yang dilaksanakan keluarga maupun di sekolah hanya merupakan proses untuk
mengembangkan potensi-potensi pada diri anak.

Keberhasilan belajar anak dihubungani oleh berbagai faktor, yaitu:
a. Faktor biologis, yaitu faktor yang berhubungan dengan jasmani anak, misalnya kesehatan.
Pelajar yang tidak sehat, tentu tidak dapat belajar dengan baik. Begitu juga anak yang badannya
lemah dan sering pusing tidak akan tahan lama dalam belajar. Dalam keadaan ini , apabila anak
dipaksa untuk belajar giat, anak tetap tidak dapat belajar dengan baik.
b. Faktor Psikologis, yaitu faktor yang berhubungan dengan rohaniah. Faktor ini mencakup
intelegensi, perhatian, minat, bakat dan emosi. Intelegensi adalah faktor eksternal yang sangat
besar hubungannya terhadap kemajuan belajar anak. Bilamana pembawaan intelegensi anak
memang rendah, maka anak akan sukar mencapai hasil belajar yang baik. Selain faktor
intelegensi atau kecerdasan, faktor lain misalnya cacat mental yang dibawa sejak lahir seperti
idiot, embilisitas, debilitas. Anak-anak yang tergolong embisil adalah anak-anak yang
kecenderungannya sama dengan anak-anak normal 3-7 tahun. Anak-anak tersebut biasanya
mengalami hambatan yang besar dalam usaha belajarnya. Perhatian merupakan factor penting
dalam usaha belajar anak. Untuk dapat menjamin belajar yang baik, harus ada perhatian
terhadap bahan yang dipelajari. Apabila pelajaran tidak menarik maka timbullah rasa bosan,
malas dan belajarnya seperti dikejar-kejar, akibatnya hasil belajar menjadi menurun.


b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri anak, artinya segala hubungan
yang datang dari luar diri anak baik sebagai hasil pendidikan maupun hasil pergaulan.usaha
pendidikan adalah menciptakan situasi yang membuat anak mau dan mampu untuk belajar.
Adapun yang termasuk factor eksternal adalah faktor keluarga. Faktor keluarga memiliki
hubungan besar terhadap prestasi belajar anak dibandingkan faktor pendidikan yang lain. Hal ini
disebabkan hubungan yang bersifat kodrati antara anak dan orang tua. Alam keluarga adalah
pendidikan yang pertama dan terpenting sejak timbulnya adapt kemanusiaan hingga kini
(Suwarno, 1977:65).

2.1.10 Pengertian Cerita Pendek
Cerita pendek yang disingkat cerpen (Inggris: short story) merupakam salah satu bentuk
karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Cerpen, sesuai dengan namanya adalah cerita yang
pendek. Akan tetapi, berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tak ada
satu kesepakatan di antara para pengarang dan para ahli. Edgar Allan Poe (dalam Burhan
Nurgiantoro, 2007:10), yang sastrawan kenamaan dari Amerika itu, mengatakan bahwa cerpen
adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah
sampai dua jam-suatu hal yang kiranya tak mungkin dilkaukan untuk sebuah novel.
Panjang cerpen itu bervariasi. Ada cerpen yang pendek (short short story), bahkan
mungkin pendek sekali: berkisar antara 500-an kata, ada cerpen yang panjangnya cukupan (midle
short story), serta ada cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri dari puluhan (atau
bahkan beberapa puluh) ribu kata. Cerpen yang panjang yang terdiri dari puluhan ribu kata itu
barangkali dapat disebut juga sebagai novelet.
Karena bentuknya yang pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak
sampai pada detil-detil khusus yang kurang penting yang lebih bersifat memperpanjang cerita.
Kelebihan cerpen yang khas adalah kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak-jadi,
secara implisit-dari sekedar apa yang diceritakan (Nurgiantoro, 2007:11).
Adapun unsur-unsur pembangun sebuah cerpen seperti: plot, tema, penokohan, latar, dan
secara umum dapat dikaytakan bersifat kurang komleks daripada unsur-unsur novel. Tema
cerpen hanya berisi satu tema berkaitan dengan kadaan plot yang juga tunggal dan pelaku yang
terbatas. Penokohan: tokoh-tokoh dalam cerpen lebih lagi terbatas, baik yang menyangkut
jumlah maupun data-data jati diri tokoh, khususnya yang berkaiatan dengan perwatakan,
sehingga pembaca harus merekontruksi sendiri gambaran yang lebih lengkap tentang tokoh itu.
Latar dalam cerpen tidak memerlukan detil-deti khusus tentang kadaan latar, misalnya yang
menyangkut keadaan tempat dan sosial. Cerpen hanya memerlukan pelukisan secara garis besar
saja, asal telah mampu memberikan suasana tertentu yang dimaksudkan (Nurgiantoro, 2007:12-
14).
2.2 Kerangka Berfikir
Dalam suatu kelas terdapat siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Dalam
penyelenggaraan proses belajar mengajar (PBM) pada umumnya, sering dilakukan secara
klasikal dimana seluruh siswa dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok besar yang
acapkali cara-cara mengajar guru tidak disesuaikan dengan kemampuan rat-rata siswa. Sehngga
dengan demikian, siswa yang kurang pandai/lambat merasa tertinggal, dan siswa yang belajarnya
cepat (pandai) terpaksa tertahan kemajuannya. Keadaan ini tentunya merupakan keadaan yang
kurang menguntungkan bagi siswa yang pandai maupun siswa yang mengalami kesulitan belajar,
yang akhirnya berimbas pula kepada pencapaian hasil prestasi belajar siswa.
Agar anak yang lambat dapat dibantu, sedangkan anak yang cepat (pandai)
kemampuannya bisa berkembang terus, maka anak yang pandai dapat dimanfaatkan untuk
membantu temannya yang lambat, misalnya memberikan petunjuk cara mengerjakannya apabila
temannya mengalami kesulitan.
Oleh karena itu, usaha membantu siswa menanggulangi kesulitan belajar yang mereka
hadapi khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan metode tutorial
yakni kegiatan tutor sebaya yang diharapkan mampu membelajarkan siswa, serta memberikan
motivasi dan pelayanan khusus pada saat yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan siswa.
Kegiatan tutor sebaya in dalam pembelajaran remidial ini merupakan usaha pencegahan atau
merupakan usaha penyembuhan/perbaikan dari kesalahan atau kesulitan yang terjadi dalam
proses belajar.
Adapun kerangka berfikir yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jika kemampuan membaca cepat siswa diterapkan, maka akan menghasilkan prestasi belajar
siswa yang berbeda/hasil lebih tinggi.
2. Jika kemampuan membaca cepat siswa tercapai maka akan meningkatkan prestasi belajar siswa
yang mengalami kesulitan belajar.

2.3 Penelitian yang Relevan
Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian terdahulu yang memberikan inspirasi kepada
peneliti untuk mengetahui dan mencari solusi bagaimana pengaruh kemampuan membaca
terhadap prestasi belajar siswa pada pelajaran Bahasa Indonesia khususnya. Dalam PTK yang
diteliti oleh Hariyanti (2008) Pengaruh Latar Belakang Keluarga Terhadap Kemampuan
Membaca Siswa SLTP Negeri 1 Batukliang Kelas VII D Tahun Pelajaran 2007/2008 peneliti
hanya menitikberatkan pada bagaimana pengaruh latar belakang keluarga terhadap kemampuan
membaca siswa. Menurut hasil penelitiannya, siswa yang berasal dari keluarga dengan latar
belakang pekerjaan orang tua sebagai Buruh dan Tukang atau dengan kategori tingkat sosial-
ekonomi rendah mendapatkan nilai membaca yang kurang. Sedangkan siswa yang berasal dari
keluarga yang orang tuanya sebagai PNS atau dengan kategori tingkat sosial-ekonomi tinggi
mendapat nilai membaca yang tinggi.
Dalam PTK yang diteliti oleh Srigede (2000) Upaya Meningkatkan kemampuan siswa
kelas II. A SLTPN 3 Pujut dalam menyusun paragraf Deduktif dan Induktif, peeliti hanya
menitikberatkan pada bagaimana menyusun paragraf deduktif dan induktif secara umum saja
tanpa menggunakan metode yang efektif pada siswa untuk menulis paragraf tersebut.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Seting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Pujut kelas X B tahun pelajaran 2008/2009.
Dengan jumlah siswa 45 orang, yang terdiri dari 21 orang siswa laki-laki dan 24 orang siswa
perempuan.

3.2 Sasaran Penelitian
Adapun sasaran penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh
kemampuan membaca cepat terhadap hasil belajar dalam memhami isi cerpen pada siswa kelas
X B tahun pelajaran 2008/2009.

3.3 Populasi Penelitian
Populasi adalah seluruh individu yang menjadi subjek penelitian dan akan
digeneralisasikan (Arikunto, 1983:109). Pendapat lain juga mengatakan populasi adalah seluruh
penduduk yang diselidiki, populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau individu yang
paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama (Hadi, 1986:46).
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan populasi adalah subjek yang akan
dikenai penelitian dan kenyataan yang diperoleh hendaknya digeneralisasikan. Dalam hal ini
yang menjadi populasinya adalah seluruh siswa kelas X B SMA Negeri 1 Pujut yang berjumlah
45 orang. Karena jumlah populasi dalam penelitian tersebut berjumlah kurang dari 100 orang
maka penelitian tersebut disebut penelitian populasi.

3.4 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peneliti menghubungi kepala sekolah SMAN 1 Pujut untuk menyampaikan maksud
penelitiannya,
2. Peneliti memohon kesediaan waktu kepada para siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar
pembelajaran di kelas dan memberikan penjelasan tentang maksud penelitian.
3. Sebelum melaksanakan kegiatan belajar pembelajaran, peneliti terlebih dahulu menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
4. Setelah menyusun RPP, proses belajar pembelajaran dilaksanakan dengan mengacu pada RPP
yang telah disusun.
5. Melaksanakan evaluasi sebagai kegiatan akhir penelitian berupa pemberian tes kepada siswa.

3.5 Instrument Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakna instrument pengumpulan data agar tidak
mengalami kesulitan pada saat melakukan penelitian.
Instrument pengumpulan data adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam
pengumpulan data agar memudahkan pekerjaan dan hasil yang diperoleh lebih baik, dalam arti
lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2002: 136).
Ada dua macam instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
kuesioner dan tes. Kuesioner digunakan unntuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan
prestasi belajar. Sedangkan tes digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan
kemampuan membaca cepat siswa.

3.6 Metode Pengumpulan Data
Agar memperoleh data yang relevan dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka metode
yang digunakan dalam pengumpulan data, yaitu (1) Metode Kuesioner, (2) Metode Tes.
3.6.1 Metode Kuesioner
Dalam penelitian ini digunakan metode kuesioner sebagai metode pokok. Pada metode
kuesioner ini, peneliti menggunakan metode yang bersifat langsung dengan tipe pilihan. Alasan
menggunakan metode tersebut, karena peneliti beranggapan bahwa dengan memberikan angket
langsung kepada responden, maka dapat dikumpulkan data yang diharapkan secara langsung dan
lengkap, sebab pertanyaan-pertanyaan telah disiapkan secara seksama dan disesuaikan dengan
apa yang diperlukan dalam penelitian.
Untuk mendapatkan hasil penelitian dari metode keusioner yang relevan, penulis
mengambil beberapa langkah dalam pelaksanaannya sebagai berikut :
(1) Kuesioner tersebut digunakan dalam bentuk pilihan bebas
(2) Sasaran kuesioner tersebut adalah sebanyak 45 orang siswa kelas
X B
(3) Kuesioner tersebut dilaksanakan dengan jalan menemui sendiri siswa yang menjadi responden,
sehingga penjelasan seperlunya dapat diberikan dan diterima secara langsung oleh responden
serta meniadakan kemungkinan tidak kembalinya kuesioner yang dimaksud.
(4) Data yang telah diperoleh dari kuesioner berfungsi untuk menguatkan pemahaman tentang
prestasi belajar pada pelajaran Bahasa Indonesia.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode
kuosioner dalam penelitian ini adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara mengajukan
serangkaian pertanyaan tertulis kepada sejumlah individu/responden dan diminta untuk
menjawabnya secara tertulis pula. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data tentang prestasi
belajar bahasa indonesia siswa. Semua pertanyaan dibuat dalam bentuk pilihan ganda lima item
jawaban yaitu: Sangat Setuju (SS, Setuju (S), Kurang Setuju (KS), Tidak Setuju (TS), dan
Sangat Tidak setuju (STS).
3.6.2 Metode Tes
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode tes. Tes
dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui hasil belajar siswa antara sebelum dan sesudah diberi
perlakuan. Tes adalah cara mengadakan penilaian yang berbentuk tugas yang harus dikerjakan
oleh anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang prestasi siswa tersebut (Nurkancana,
1986:25).
Menurut Kartawijaja (1978:35) dikemukakan bahwa tes sebagai alat evaluasi belajar
merupakan komponen yang paling erat untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran.. Dalam hal ini metode tes bertujuan untuk memperoleh data
tentang kemampuan membaca cepat siswa kelas X B SMAN 1 Pujut. Tes yang digunakan dalam
penelitian ini berjumlah 15 butir soal.

3.7 Analisis Data
Analisis data menurut Patton (1960:268) adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikan kedalam suatu pola kategori dan satuan uraian dasar. Data hasil penelitian
yang terhimpun diklasifikasikan menjadi dua jenis data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.
Data kuantitatif berupa nilai tes siswa baik tes awal maupun tes akhir, dianalisis dengan
menggunakan metode analisis statistik yaitu menggunakan teknik distribusi frekuensi (Sujana,
2003 :38).
Penghitungan Nilai Akhir kemampuan membaca cepat adalah sebagai berikut:
Nilai Akhir = Nilai Kecepatan Membaca + Nilai Pemahaman
2

Anda mungkin juga menyukai