Anda di halaman 1dari 21

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN MAKE A MATCH

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TENTANG MATERI


OPERASI PERKALIAN PADA SISWA KELAS III SDN
CIJEUNGJING II JATIGEDE SUMEDANG

Oleh :
Ira Maryatul Basyriah , Arifin
ira.maryatul@gmail.com- arifin6368@gmail.com

ABSTRAK

Inti dari permasalahan ini yaitu hasil belajar siswa pada pelajaran materi perkalian masih
rendah, adapaun tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan
mengoperasionalkan perkalian pada mata Pelajaran Matematika di kelas III SDN Cijeungjing
II Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 minggu
yaitu minggu ketiga bulan April dan minggu kedua bulan Mei. Subjek dalam penelitian ini
adalah siswa kelas III SDN Cijeungjing II semester II tahun pelajaran tahun 2021/2022 yang
terdiri dari 11 orang siswa laki-laki dan 9 orang siswa perempuan. Prosedur penelitian yang
digunakan yaitu prosedur jenis penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus,
setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Analisis data kualitatif hasil pengamatan keterampilan mengoperasionalkan perkalian
dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan membandingkan siklus 1 dengan
siklus 2 sedangkan data yang berupa anhgka dari hasil belajar siswa dianalisis menggunakan
deskriptif komparatif yaitu dengan tes pada siswa dengan membandingkan nilai tes kondisi
awal, nilai tes siklus 1 dan nilai tes siklus 2 kemudian di refleksi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa melalui penggunaan motode make a match mengoperasionalkan perkalian dapat
meningkatkan kecerdasan dan kemampuan siswa dalam pelajaran matematika pada siswa kelas
III SDN Cijeungjing II Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang.

Kata kunci: Metode make a match, hasil belajar.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Identifikasi Masalah
Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah, kita tidak lagi
mempertahankan paradigma lama yaitu teacher centre (guru memberikan pengetahuan
kepada siswa). Tetapi nampaknya hal pembelajaran ini masih sering diterapkan oleh
para pengajar dengan alasan pembelajaran ini adalah yang paling praktis dan tidak
menyita waktu yang banyak (Putra, 2002:3).
Dalam proses pembelajaran seringkali kita jumpai adanya kecenderungan siswa
yang tidak mau bertanya kepada guru meskipun sebenarnya mereka belum mengerti
tentang materi yang disampaikan guru. Masalah ini membuat guru kesuliatn dalam

1
memilih metode pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan materi, kemudian guru
menanyakan kepada siswa bagaimana yang belum mereka mengerti, seringkali siswa
hanya diam dan setelah guru memberikan soal latihan barulah guru mengerti bahwa
sebenarnya ada bagian dari materi yang telah disampaikan belum dimengerti oleg siswa
(Hariyanto, 2001:4)
Ketika diadakan Ulangan Tengah Semester mulai tampak timbul suatu masalah.
Sewaktu ulangan jatuh pada mata pelajaran matematika begitu naskah dibagikan,
sebagian siswa ada yang garuk-garuk kepala,banyak juga yang mengalami kesuitan
dalam mengerjakannya. Kesulitan itu diakibatkan karena hampir sebagian siswa tidak
hafal perkalian. Akhirnya nilai yang diperoleh oleh siswa kelas III dalam pelajaran
matematika khususnya dalam mengoperasionalkan perkalian rendah dibanding mata
pelajaran lain.
Adapun peran guru dalam membantu siswa untuk mengatasi kesulitan belajar siswa
terutama dalam materi perkalian. yaitu sebagai berikut: Guru dapat menciptakan
suasana kelas yang menyenangkan, guru harus membuat situasi dan kondisi yang
menyenangkan, guru menggunakan strategi belajar yang menyenangkan, dan guru harus
memberikan motivasi siswa untuk belajar dengan semangat. Selain menggunakan
metode yang bervariasi, guru juga harus memberikan penjelasan yang bervariasi dan
menarik agar siswa tidak merasa tegang dan takut ketika proses pembelajaran
berlangsung.
Berdasarkan observasi peneliti yang dilakukan di SDN Cijeungjing II, dengan hasil
wawancara dengan kepala sekolah dan guru-guru SDN Cijeungjing II menunjukkan
peningkatan setiap tahunnya. Dari data hasil belajar siswa kelas I sampai dengan kelas
VI banyak menunjukkan prestasi dari berbagai lomba, sedangkan pada mata pelajaran
matematika hasil belajar siswa rendah. Hal ini ditunjukkan dari nilai raport. Kepala
sekolah juga menyebutkan bahwa ada guru kelas III yang mengeluhkan terhadap nilai
mata pelajaran matematika yang kurang dari nilai KKM.
Dari hasil observasi selama pembelajaran berlangsung siswa mengalami kesulitan
pada mata pelajaran matematika karena siswa tidak mendengarkan ketika guru sedang
menjelaskan materi. Siswa tidak mengerti tentang materi yang disaampaikan guru.
Siswa cenderung sulit untuk memahami pelajaran perkalian. Faktor lain yang
menyebabkan kesulitan belajar siswa yaitu karena mereka tidak senang belajar

2
matematika. Mereka menganggap matematika merupakan pelajaran yang sulit. Saat
proses pembelajaran berlangsung ada sebagian siswa yang tidak tertarik terhadap materi
tersebut karena belum hafal tentang perkaliann. Mereka sibuk melakukan kegiatan
sendiri seperti bermain alat tulis ada yang selalu melihat jam, ada yang mengantuk, dan
ada juga yang ngpobrol dengan temannya sehingga membuat gaduh kelas. Ketika ada
yang kurang mengerti siswa sering bertanya padahal guru sudah menjelaskan materi
tersebut. Identifkasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di jelaskan di atas, maka guru harus
menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan bervariasi, supaya siswa tertarik
dengan materi yang disampaikan guru. Adapun model pembelajaran yang bisa
digunakan dalam materi perkalian adalah metode make a match. Dengan digunakannya
metode make a match ini diharapkan hasilbelajar siswa khususnya pelajaran
matematika materi perkalian bisa meningkat. Bersadarkan penjelasan di atas, maka
dapat ditentukan identifikasi masalah adalah sebagai berikut :
a. Kurangnya motivasi siswa dalam pelajaran matematika.
b. Metode pembelajaran yang kurang bervariasi.
c. Sebagian siswa belum hafal tentang perkalian
d. Kurangnya pemahaman siswa dalam materi yang dijelaskan oleh guru
Dengan digunakannya metode pembelajaran make a match diharapkan motivasi
siswa belajar siswa dalam mata pelajaran matematika materi perkalian menjadi
meningkat. Penggunana metode ini diharapkan siswa menjadi aktif dan kreatif. Metode
make a match adalah (membuat pasangan) metode belajar yang akan membuat siswa
memiliki peluang untuk kerjasama dengan siswa lain. Metode ini dapat dimanfaatkan
untuk berbagai mata pelajaran dan semua level usia peserta didik. Berdasarkan latar
belakang masalah di atas peneliti mendeskripsikan tentang “Bagaimana penerapan
metode pembelajaran make a match untuk meningkatkan hasil belajar tentang materi
operasi perkalian pada siswa kelas III SDN CIJEUNGJING II Kecamatan Jatugede
Kabupaten Sumedang.
Alternatif pemecahan masalah yang diajukan yaitu dengan menggunakan metode
Make a match untuk meningkatkan hasil belajar siswa sehingga penelitian ini akan
diberi judul Berdasarkan latar belakang di atas maka memberikan ide inspirasi untuk
melakukan tindakan pernbaikan dalam proses pembelajaran melalui penelitian

3
tindakan kelas,khusunya pada mata pelajaran matematika di sekolah dasar pada materi
perkalian di kelas III dengan judul “PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN
MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TENTANG
MATERI OPERASI PERKALIAN PADA SISWA KELAS III SDN CIJEUNGJING II
JATIGEDE SUMEDANG”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalahnya adalah
bagaimana penerapan metode pembelajaran make a match untuk meningkatkan hasil
belajar tentang materi operasi perkalian pada siswa kelas III SDN CIJEUNGJING II
Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari permasalahan yang diteliti maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana penerapan metode pembelajaran make a match untuk
meningkatkan hasil belajar tentang materi operasi perkalian pada siswa kelas III SDN
CIJEUNGJING II Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang ?
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat :
1. Siswa mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam mengoperasionalkan
materi perkalian pada mata pelajaran Matematika.
2. Guru dapat meningkatkan profesionalisme dalam bidang pendidikan.
3. Sekolah dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap kemajuan sekolah.

II. KAJIAN PUSTAKA


A. Metode Make a Match
Menurut Huda (2014 : 135) merupakan salah satu pendekatan konseptual yang
mengajarkan siswa memahami konsep –konsep secara aktif, kretaif, efektif, interaktif,
dan menyenangkan basgi siswa sehungga konsep mudah dipahami dan bertahan lama
dalam struktur kognitif siswa. Menurut Shoimin (2014:99) Make a match ialah model
pembelajaran yang menggunakan kartu jawaban dan kartu soal dimana dalam
pengaplikasiannya tiap siswa mencari pasangan kartu yang berisi soal maupun jawaban
dari materi belajar tertentu. Menurut Pratiwi, 2018) Metode pembelajaran make a match
dapat membantu kesulitan belajar siswa terutama dalam hal mengingat materi pelajaran

4
Proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran lebih inovatif. make a
match. dapat berorientasi pada aktvitas belajar siswa menjadi lebih bermakna, lebih
berorientasi pada keaktifan, serta membantu meningkatkan proses dan hasil belajar
siswa.
Karakteristik Model Pembelajaran Make a match menurut Rusman (2011: 233)
yaitu:
(a) Mengajak siswa bermain sambil belajar:
(b) Membuat siswa menjadi aktif, kreatif, dan inovatif;
(c) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan teman-
temannya; dan meningkatkan motivasi belajar siswa.
Manfaat dari Metode Pembelajaran Make A Match menurut Huda (2011) yaitu
sebagai berikut :
1. Dapat memotivasi siswa untuk saling membantu pembelajarannya satu sama
lain.
2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya (sebagaimana
kepada diri mereka sendiri) untuk melakukan yang terbaik,
3. Meningkatkan keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk bekerja secara
efektif.
4. Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan
keterampilan bertanya dan membahas sesuatu masalah.
5. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan
berdiskusi.
Langkah-langkah Pembelajaran Make A Match sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/ jawaban.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/ soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya:
pemegang kartu yang bertuliskan bela negara akan berpasangan dengan kartu yang
bertuliskan soal “sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya
kepada negara dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara” .
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

5
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah
disepakati bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda
dari sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu
yang cocok.
9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran
Kelebihan Model Pembelajaran Make a match adalah :
1. Siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topic dalam
suasana yang menyenangkan.
2. Tehnik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan bisa digunakan
untuk semua usia.
3. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran.
4. Kerjasama siswa akan terwujud dengan dinamis
5. Munculnya dinamika gotong royong seluruh siswa yang merata.
B. Hasil Belajar
Rusmono (2017) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku
individu yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perilaku tersebut
diperoleh setelah siswa menyelesaikan program pembelarannya melalui interaksi
dengan beberapa sumber belajar dan lingkungan belajar. Menurut Winkel (2010) hasil
belajar ialah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah
lakunya.

III. PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN


A. Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian
1. Subjek penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas III SDN Cijeungjing II Jatigede Sumedang
yang terdiri dari 11 orang siswa laki-laki dan 9 orang siswa perempuan. Jumlah
seluruhnya 20 orang.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN Cijeungjing II yang berlokasi di Dusun

6
Kadu Desa Kadujaya Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang. Adapun
alasan pemilihan tempat penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
a. Karena peneliti merupakan salah satu tenaga pendidik yang mengajar di
SDN Cijeungjing II.
b. Terdapat permasalahan belajar hasil belajar siswa kelas III SDN
Cijeungjing II Negeri 1 terhadap mata pelajaran matematika.
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan 2 siklus . Siklus pertama dilaksanakan pada minggu
ke 4 bulan April sedangkan siklus kedua dilaksanakan pada minggu ke 3 bulan Mei
tahun 2022. Adapun jadwal penelitian nya adalah sebagai berikut !

No Siklus Hari/Tanggal Waktu Kegiatan

1. 1 Rabu, 27 April 07.30- Perbaikan Pembelajaran ke-1


2022 08.00

2. 2 Selasa, 17 Mei 07.30- Perbaikan Pembelajaran ke-2


2022 08.00

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu


menggambarkan masalah sebenarnya yang ada di lapangan, kemudian direfleksikan dan
dinalisis berdasarkan teori yang menunjang dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan di
lapangan. Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindaka Kelas (PTK), karena ingin
menerapkan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas III dalam
mengoperasionalkan perkalian.
Tujuan dari penelitian ini yaitu meningkatkan keterampilan mengoperasionalkan
perkalian dengan menggunakan kartu perkalian, serta menambah keterampilan guru
dalam menggunakan metode yang tepat dalam proses pembelajaran.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus yang sudah dianggap mampu
memenuhi guru dalam mencapai hasil yang diinginkan dan mengatasi persoalan yang
ada. Siklus akan dilanjutkan ke siklus berikutnya jika belum tercapainya kriteria

7
keberhasilan atau ketuntasan belajar yang telah ditetapkan oleh peneliti.
sampai tujuan penelitian terpenuhi atau tolok ukur keberhasilan penelitian tercapai.
B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran
Rincian prosedur penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan terbagi dalam
tahapan-tahapan berikut ini :
a. Perencanaan Tindakan
Sebelum melaksanakan model pembelajaran, seorang guru harus memiliki
persiapan dan perencanaan yang cukup.
Tanpa persiapan dan perencanaan, maka sulit bagi guru untuk melaksanakannya.
Kegiatan persiapan dan perencanaan itu diantaranya :
(a) Guru mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran,termasuk
mempersiapkan materi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran, cara
menyampaikannya, dan menentukan tujuan yang diharapkan setelah proses
selesai.
(b) Guru mempersiapkan alat peraga yang diperlukan sesuai dengan materi yang
akan disampaikan.
(c) Guru mempersiapkan LKS yang berisi soal-soal untuk dikerjakan oleh siswa.
(d) Guru mempersiapkan kartu perkalian yang berisi kartu jawaban dan kartu
pertanyaan.
(e) Perangkat instrumen tes dan non tes
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada umumnya pelaksanaan proses mengajar di kelas terbagi ke dalam tiga bagian
kegiatan guru dan siswa yaitu :
Kegiatan Pendahuluan
(1) Mempersiapkan kondisi kelas ke dalam kondisi pembelajaran
(2) Mencatat kehadiran siswa
(3) Apersepsi : Siswa diingatkan kembali tentang materi pada pertemuan
sebelumnya dengan tanya jawab
(4) Motivasi : siswa diminta untuk menjelaskan sesuatu yang berhubungan dengan
materi.
Kegiatan Inti
Kegiatan dari pelaksanaan pembelajaran make a match adalah :

8
1. Guru menyiapkan bebeapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
cocok untuk sesi review (satu sisi berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa
kartu jawaban)
2. Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu
yang dipegang
3. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya
(kartu soal atau kartu jawaban).
4. Siswa yang dapat mencocokan kartu nya sebelum batas waktu diberi poin
5. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya
6. Guru membagi siswa menjadi 3 kelompok siswa. Kelompok pertama merupakan
kelompok pembawa kartu- kartu berisi pertanyaan-pertanyaan.
7. Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu berisi jawaban.
8. Kelompok ketiga berfungsi sebagai kelompok penilai. Aturlah posisi kelompok-
kelompok tersebut sedemikian sehingga berbentuk huruf u upayakan kelompok
pertama berhadapan dengan kelompok kedua.
9. Kesimpulan
Kegiatan Penutup
(1) Siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari dan diklarifikasi jika muncul
problem.
(2) Siswa melakukan refleksi terhadap seluruh hasil dan proses pembelajaran yang
telah mereka alami.
(3) Siswa diberi soal latihan untuk mengetahui daya serap materi yang telah
dipelajari.
(4) Siswa diberi tugas untuk mempelajari materi yang akan dipelajari pada
pertemuan yang akan datang.
c. Pengamatan
Menurut catatan observer, dalam pembelajaran siklus 1 ternyata pengajar
dan siswa pun masih banyak kekurangan dan tentunya ada beberapa hal yang
sudah bagus dan perlu dipertahankan, mungkin banyak faktor yang
menyebabkan hal tersebut terjadi seperti belum terbiasa menggunakan metode
make a match.

9
d. Refleksi
Dari pembelajaran siklus 1 ada beberapa kendala yang harus dipecahkan,
baik yang dialami oleh guru maupun oleh siswa. Hal ini dimaksudkan untuk
perbaikan pembelajaran pada siklus 2 , yaitu :
(a) Pengetahuan siswa tentang perkalian masih kurang;
(b) Pengelolaan waktu oleh pengajar yang masih belum terkontrol dengan baik
sehingga melebihi waktu yang ditetapkan;
(c) Kerjasama antar anggota kelompok masih kurang;
(d) Kemampuan siswa dalam mencocokkan kartu perkalian masih ada yang
salah;
(e) Terdapat 11 orang siswa yang belum tuntas belajar
Adapun beberapa solusi yang ditawarkan untuk mengatasi hal tersebut
adalah sebagai berikut :
(a) Guru menjelaskan dan memotivasi siswa tentang pentingnya perkalian.
(b) Lebih mengefektifkan waktu pembelajaran.
(c) Memotivasi siswa tentang pentingnya kerjasama dan saling tolong menolong
dalam belajar.
(d) Memotivasi siswa untuk lebih teliti dalam mencocokkan kartu perkalian.
(e) Bagi siswa yang belum tuntas, maka diadakan program tindak lanjut dan
diadakan remedial.
2. Siklus 2
1. Perencanaan Tindakan
Seperti pada siklus 1, perencanaan tindakan untuk siklus 2 pun tidak
jauh berbeda. Yang membedakannya hanyalah bahwa pada siklus 2 ini
persiapan dan perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti dibuat
lebih matang lagi, berdasarkan kepada masukan-masukan yang diterima dari
observer.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan juga tidak jauh berbeda dengan siklus ke- 2 hanya
untuk mengefektifkan waktu, posisi tempat duduksiswa sudah disiapkan
sedemikian rupa sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung. Kemudian 5
menit pertama digunakan guru untuk mengecek kehadiran siswa,

10
mengkondisikan siswa, menyampaikan apersepsi, memberi motivasi, dan
menyampaikan tujuan pembelajaran materi yang akan dibahas.
Selama 25 menit pelaksanaan pembelajaran dengan model yang sama pun
dilaksanakan kembali. 5 menit terakhir diadakan tes untuk mengevaluasi
materi yang baru saja disampaikan (Secara lebih rinci pelaksanaan tindakan
untuk pertemuan ke- 2 ini bisa dilihat pada rpp siklus 2).
3. Pengamatan
Menurut catatan observer, dalam pembelajaran siklus ke-2 ini aktivitas
yang dilakukan oleh guru sudah cukup bagus, semuanya sudah lancar dan
berjalan baik bahkan ada yang sangat baik, kesulitannya hanya ada dua yaitu
bagaimana mempertahankan kualitas pembelajarannya dan mempertahankan
tingkat konsentrasi dan keseriusan siswa dalam menjalankan metode
pembelajaran ini, mengingat dalam satu kelas di SDN Cijeungjing II
bercampur anak yang memiliki kemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
Adapun tentang aktivitias siswa dalam pembelajaran siklus 2 secara
umum terlihat lebih baik daripada siklus 1. Hal tersebut dapat dilihat dari
aktivitas mencocokkan kartu yang berisi jawaban dengan kartu yang berisi
pertanyaan.
4. Refleksi
Dari hasil temuan pada pembelajaran siklus ke 1 dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode make a match dapat
meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran sekaligus dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika khususnya
materi perkalian. Hasil observasi pada pembelajaran menggunakan metode
make a match, guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator dan sebagai
motivator daripada sebagai transformer ilmu dirinya ke diri siswa.
Walaupun masih ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan lagi, tapi
secara umum metode pembelajaran make a match dapat dijadikan suatu
metode pembelajaran alternatif guna mencapai tujuan pembelajaran pada
umumnya.

11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran /Kegiatan Pengembangan
Sebelum melakukan pembelajaran, peneliti melakukan wawancara terlebih dahulu
dengan Bu Hj.Kaenah selaku guru pendamping. Beliau menceritakan bahwa di kelas
III nilai mata pelajaran Matematika materi perkalian rendah dibanding dengan mata
pelajaran lain. Kemudian peneliti melakukan observasi langsung. Tujuan dari
observasi ini adalah untuk menggali informasi tentang permasalahan yang ada di
dalam kelas III secara umum sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih banyak
untuk mengetahui permasalahan yang ada di dalam pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Hj,Kaenah, S.Pd.I selaku guru kelas III
maka dapat diidentifikasikan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam proses
belajar mengajar khususnya mata pelajaran matematika. Berdasarkan hasil
observasi tersebut peneliti berdiskusi dengan guru pendamping untuk membuat
Penelitian Tindakan Kelas di III dengan harapan supaya hasil belajar siswa menjadi
meningkat.
B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran /Kegiatan
Pengembangan
1. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil observasi kegiatan belajar mengajar yang dilakukan
peneliti di kelas III SDN Cijeungjing II rendahnya hasil belajar matematika
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:
a. Faktor kurang terampilnya hitung operasi perkalian yang masih
rendah;
b. Pendidik belum melakukan inovasi dalam proses pembelajaran
sehingga
cenderung monoton, dan
b. Tidak menggunakan media pembelajaran
Oleh karena itu, peneliti mencoba menerapkan metode make a match
yang diharapakan hasil belajar matematika khususnya materi perkalian
menjadi meningkat. Selain menggunakan metode demonstrasi peneliti pun
menggunakan media pembelajaran kartu perkalian. Pemanfaatan media
pembelajaran dapat menjadikan proses belajar lebih menarik sehingga mudah

12
dimengerti peserta didik, serta lebih banyak pula variasi dalam terciptanya
kegiatan belajar yang aktif (Nurseto, 2012). Kegiatan pembelajaran dengan
pola mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dapat meningkatkan
motivasi belajar guna tercapainya tujuan pembelajaran (Sukiyasa, K., &
Sukoco, 2013).
Berdasarkan masalah- masalah di atas, Peneliti mencoba mencari solusi
untuk permasalahan diatas ialah dibuat nya media kartu angka yang dapat
digunakan sebagai alat bermain sekaligus belajar. Peneliti yang
memanfaatkan kartu angka untuk meningkatkan kualitas belajar matematika.
Rhymer et al. (2000) dalam penelitiannya menggunakan kartu angka untuk
dapat meningkatkan kecakapan siswa dalam melakukan kalkulasi sederhana.
Kromminga & Codding (2020) menunjukkan bahwa kartu angka mampu
membantu siswa untuk mengingat oeprasi penjumlahan, perkalian,
pengurangan, dan pembagian. Selanin itu, Skarr dan rekannya (Skarr et al.,
2014) juga mengatakan hal senada bahwa flashcard membantu siswa dalam
menguasai perkalian.
Hal ini berdasarkan prinsip flashcard yang memudahkan siswa berlatih
menghafal, yang memang salah satu metode yang efektif membantu siswa
terutama yang mengalami kesulitan belajar pada pokok bahasan perkalian.
Media kartu angka yang digunakan peneliti yaitu kartu angka perkalian. Yang
dibuat dari kertas karton yang berbentuk persegi, Kartu perkalian tersebut di
bagikan kepada masing-masing siswa. Setiap siswa mempunyai kartu
perkalian yang berbeda-beda. Kartu perkalian tersebut berisi kartu pertanyaan
dan kartu jawaban. Sebagian siswa memegang kartu jawaban, dan sebagian
lagi memegang kartu pertanyaan. Setelah itu siswa diminta untuk mencari dan
mencokkan kartu jawaban dan kartu pertanyaan tersebut.
Permainan kartu angka dapat menjadi media dalam proses kegiatan
belajar yang inovatif. Dengan demikian diharapkan peserta didik dapat lebih
tertarik dalam mempelajari perkalian.
2. Temuan dan Penafsiran Hasil Penelitian
Pada siklus 1peneliti memfokuskan pada kurangnya motivasi siswa
dalam pembelajaran matematika dan tentang rendahnya hasil belajar

13
matematika. Oleh karena itu diperlukan metode dan media pembelajaran yang
digunakan untuk meningkatkan motivasi dan semangat siswa dalam proses
pembelajaran dan juga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi
perkalian. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya hasil belajar siswa jika
dibandingkan dengan hasil belajar sebelum menggunakan metode make a match
dengan kartu perkalian.
Pada siklus II peneliti memfokuskan pada keaktifan dan keterlibatan
siswa terhadap proses pembelajaran. Maka dengan digunakannya metode make
a match dan kartu perkalian semua siswa menjadi aktif. Dengan menggunakan
metode make a match dapat membantu siswa dalam membangkitkan motivasi
siswa dan semangat dalam pembelajaran. Selain itu meningkatnya pemahaman
siswa pada materi tersebut. Dan hasil belajar pun jadi semakin meningkat. Hal
ini terbukti dengan adanya hasil belajar yang meningkat secara signifikan.
Mengacu pada kriteria ketuntasan minimal dapat dijelaskan bahwa pada
hasil belajar dan kriteria ketuntasan minimal siklus 1 sudah menunjukkan
peningkatan yaitu pada siklus 1 55 % siswa belum tuntas hasil belajarnya, dan
pada siklus 2 kriteria ketuntasan minimal nya mencapai 100 %. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa dengan digunakannya metode make a match
dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran Matematika operasi
perkalian pada siswa Kelas III SDN Cijeungjing II.
C. Pembahasan Antar Siklus
a. Pengamatan Aktivitas Guru
Pengamatan aktivitas guru dilaksanakan pada setiap proses pembelajaran
sebanyak dua kali pertemuan. Adapun aspek yang diamati oleh peneliti adalah
sebagai berikut :
a) Menyampaikan tujuan pembelajaran
b) Memberi penjelasan materi dengan ceramah
c) Mengamati kegiatan siswa
d) Memberikan bimbingan
e) Menulis yang relevan dengan kegiatan pembelajaran
f) Memotivasi siswa
g) Mengajukan pertanyaan

14
h) Menjawab pertanyaan
i) Menutup Pelajaran
Pembelajaran siklus 1 sampai siklus 2 aktivitas guru mengalami perubahan ke
arah perbaikan sebagai akibat adanya refleksi. Dalam pembelajaran, seorang guru
yang baik di tuntut harus dapat mengembangkan kemampuan dalam merencanakan
dan melaksanakan pembelajaran, melakukan evaluasi, serta menambah pengetahuan
sesuai bidang keilmuan.
Guru telah membuat kondisi belajar yang menyenangkan bagi siswa dan
membuat siswa lebih aktif dalam belajar. Guru telah mampu membentuk kelompok,
siswa yang heterogen dengan tujuan melatih kerjasama antar siswa dengan
mempunyai kemampuan yang berbeda juga untuk membiasakan mereka berbaur dan
saling toleransi.
Guru telah menunjukkan perannya sebagai pembimbing dan motivator. Hal ini
terlihat saat kegiatan pembelajaran berlangsung, guru berkeliling mendatangi
kelompok dan dengan sabar membimbing siswa yang kurang mengerti baik secara
kelompok maupun individu.
Adanya penggunaan waktu yang efektif oleh guru dalam menyampaikan amteri
bila dibandingkan dengan waktu secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa
guru lebih menekankan kepada siswa untuk lebih aktif dalam belajar. Jadi dengan
diterapkannya metode make a match dapat mengurangi dominasi guru pada saat
proses pembelajaran.
Guru tidak lagi sebagai pemain, tetapi lebih berfokus sebagai perencana, pengatur,
pengarah, pemberi motivasi, dan pembimbing bagi kegiatan siswa.
Adapun tentang aktivitas mengajar guru pada siklus 1 yaitu : guru tidak
menyampaikan tujuan pembelajaran, guru kurang jelas dalam menjelaskan materi yang
disampaikan, dan guru terlalu fokus ke materi jadi kurang dalam mengamati kegiatan
siswa. Sedangkan aktivitas mengajar guru pada sikus 2 aktivitas guru ada peningkatan,
yaitu guru menyampaikan tujuan pembelajaran, guru memberikan penjelasan materi,
guru mengamati kegiatan siswa, guru memberikan bimbingan, guru menulis yang
relevan dengan pembelajaran, guru mengajukan pertanyaan, guru menjawab pertanyaan,
dan guru menutup pembelajaran.

15
Menurut catatan observer, dalam pembelajaran siklus ke-2 ini aktivitas yang
dilakukan oleh guru sudah cukup bagus, semuanya sudah lancar dan berjalan baik
bahkan ada yang sangat baik, kesulitannya hanya ada dua yaitu bagaimana
mempertahankan kualitas pembelajarannya dan mempertahankan tingkat konsentrasi
dan keseriusan siswa dalam menjalankan metode pembelajaran ini, mengingat dalam
satu kelas di SDN Cijeungjing II, bercampur anak yang memiliki kemampuan rendah,
sedang, dan tinggi
b. Pengamatan Aktivitas Siswa
Pengamatan partipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran dilaksanakan pada
setiap proses pembelajaran sebanyak dua kali pertemuan. Adapun aspek yang
diamati oleh peneliti adalah sebagai berikut :
(a) Mendengarkan / memperhatikan penjelasan guru
(b) Menelaah dan mempelajari LKS
(c) Berdiskusi antara siswa dengan siswa lainnya (satu kelompok)
(d) Kemampuan menjawab pertanyaan
(e) Mengajukan pertanyaan kepada guru
(f) Berperilaku yang tidak relevan dengan kegiatan pembelajaran.
Aktivitas siswa dalam siklus 1 kebanyakan siswa tidak mendengarkan
penjelasan guru, tidak mempelajari LKS, tidak berdiskusi antara siswa dengan
siswa lainnya, tidakada kemampuan untuk menjawab pertanyaan,tidak
mengajukan pertanyaan kepada guru, dan tidak berperilaku yang tidak relevan
dengan kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada siklus 2 memperlihatkan adanya
peningkatan yang sangat signifikan aktivitas dan partisipasi belajar siswa dari
setiap siklus. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas III SDN Cijeungjing II
Jatigede Kabupaten Sumedang merasakan adanya suasana baru dengan
diterapkannya metode make a match pada pembelajaran matematika. Sebelumya
mereka belajar dengan menerima transfer ilmu dari guru, tetapi dengan metode
make a match siswa dapat lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Aktivitas siswa dalam mendengarkan dan memperhatikan guru meningkat.
Kegiatan diskusi dalam kelompok meningkat. Kemampuan dalam menjawab
meningkat. Siswa berani untuk mengajukan pertanyaan. Demikian juga dengan
kegiatan tanya jawab antara siswa dengan guru meningkat. Di sisi lain semakin

16
terlihat jelas timbulnya peranan yang besar yang dilakukan oleh siswa yang
pandai dalam membantu siswa yang masih kurang mengerti. Sementara aktivitas
siswa yang tidak relevam dengan kegiatan pembelajaran semakin berkurang.
Tetapi secara umum, dengan diterapkannya model pembelajaran make a match
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Matematika di
kelas III SDN Cijeungjing II Jatigede Sumedang materi perkalian.
c. Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan hasil observasi peneliti dengan guru kelas III SDN
Cijeungjing II yang berupa evaluasi terhadap hasil belajar siswa. Ditemukan
beberapa siswa yang mendapatkan nilai rendah. Hasil belajar siswa pada siklus
1 yaitu aira mendapatkan nilai 60, ammara mendapatkan nilai 78, alya mendapat
nilai 69, arni mendapatkan nilai 60, azkiani mendapatkan nilai 85, cesi
mendapatkan nilai 80, desi mendapatkan nilai 69, maya mendapatkan nilai 65,
dhafir mendapatkan nilai 80, meika mendapatkan nilai 80, reski mendapatkan
nilai 85, rendi mendapatka nilai 68, rizki mendapatkan nilai 80, sandira
mendapatkan nilai 63, sekar mendapatkan nilai 60, syifa nur hidayat
mendapatkan nilai 85, syifa nur ratimah mendapatkan nilai 69, teguh
mendapatkan nilai 60, dan zidan mendapatkan nilai 65. Berdasarkan hasil
belajar tersebut dari 20 siswa ada 9 siswa yang sudah tuntas, dan 11 orang
siswa belum tuntas . Peneliti juga bisa menentukan kriteria ketuntasan minimal
belajar. Pada siklus 1 kriteria ketuntasan minimal siswa yang belum tuntas
mencapai 55 %, sedangkan untuk yang sudah tuntas mencapai 45 %.
Dari hasil siklus 1 ternyata masih ada sebagian siswa yang belum tuntas.
Artinya sebagian siswa masih belum mengerti tentang materi perkalian. Karena
hasil belajar siswa pada pelajaran matematika materi perkalian belum
mendapatkan hasil yang memuaskan, maka peneliti mencoba pembelajaran di
siklus 2 yang diharapkan hasil belajar siswa menjadi meningkat.
Hasil belajar siswa pada siklus kedua ada peningkatan yang signifikan
yaitu aira mendapatkan nilai 78, ammara mendapatkan nilai 83, alya
mendapatkan milai 80, arni mendapatkan nilai 78, azkiani mendapatkan nilai 88,
azka mendapatkan nilai 95, cesi mendapatkan nilai 83, desi mendapatkan nilai
83, maya mendapatkan nilai 80, dhafir mendapatkan nilai 88, meika

17
mendapatkan nilai 82, reski mendapatkan nilai 87, rendi mendapatkan nilai 82,
rizki mendapatkan nilai 83, sandira mendapatkan nilai 81, sekar mendapatkan
nilai 78, syifa nur hidayat mendapatkan nilai 88, syifa nur ratimah mendapatkan
nilai 80, teguh mendapatkan nilai 78, dam zidan mendapatkan nilai 81. Pada
siklus 1I kriteria ketuntasan minimal siswa yang belum tuntas mengalami
peningkatan yang sangat sifnifikan yaitu mencapai 0 %, sedangkan untuk yang
sudah tuntas mencapai 100 %. Pada siklus 2 ini semua siswa sudah tuntas dalam
pelajaran matematika. Untuk lebih jelasnya kita lihat diagram di bawah ini
Dari hasil tes dan post test siswa terlihat bahwa persentase siswa yang
tuntas belajarnya dari pembelajaran siklus ke 1 sampai ke siklus ke-2 diakhiri
dengan pelaksanaan post test pada pertemuan ke-3 mengalami peningkatan. Hal
paling penting dalam peningkatan tersebut, disebabkan adanya kesadaran dari
siswa pandai untuk membagi pengetahuan kepada siswa yang kurang pandai
yang dipicu dri rasa ingin meningkatkan prestasi kelompoknya. Selain itu,
pengguanaan waktu belajarpun dilakukan sebaik-bainya oleh siswa dan siswa
terpacu dengan pemberian tugas di akhir pembelajaran.
Jadi penerapan metode make a match dapat meningkatkan aktivitas siswa
dalam kegiatan pembelajaran dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran
Matematika di kelas III SDN Cijeungjing II Jatigede Sumedang khususnya
materi perkalian.
d. Data Hasil Angket
Setelah post test, siswa diberi angket untuk mengetahui sikap tentang
partisipasi mereka dalam mengikuti pembelajaran dengan metode yang telah
dilaksanakan. Data yang diperoleh, ditabulasikan kemudian dihitung
persentasenya. Persentase tanggapan siswa mengenai partisipasi mereka dalam
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode make a match yaitu
pembelajaran matematika yang baru saja diikuti lebih menyenangkan daripada
biasanya, membantu siswa lebih mudah memahami materi, mendorong siswa
belajar lebih giat, siswa berani tampil, menimbulkan keberanian dalam
mengemukakan pendapat, menambah rasa percaya diri dalam menerangkan
materi pelajaran kepada teman, dan menambah rasa percaya diri dalam
menjawab pertanyaan, menimbulkan rasa senang dalam diskusi, melatih

18
kreativitas, menumbuhkan rasa kritis, membuat siswa berani bertanya kepada
guru, siswa menjadi tertantang dalam menyelesaikan soal, siswa menjadi tidak
tegang dan tidak nyaman dalam belajar, siswa tidak merasa beban untuk
mengikuti pelajaran, siswa tidak ingin mengindar dari kegiatan belajar.
e. Sikap Siswa
Dari hasil angket yang diberikan kepada siswa, dapat dikatakan bahwa
siswa menganggap metode make a match lebih baik dari pembelajaran
sebelumnya. Mereka merasakan lebih mudah dalam memahami materi, lebih
giat dalam belajar, lebih berani bertanya kepada guru dan merasa senang jika
diajak berdiskusi. Keberanian dalam mengemukakan pendapat dan rasa percaya
diri dalam menyajikan hasil diskusi menjadi timbul dalam diri siswa. Selain itu,
siswa jiga semakin berani melakukan pengamatan/mempelajari bahan yang di
dapat oleh kelompok.Hal ini membawa manfaat bagi siswa dalam mengajukan
pertanyaan dan menjadi masukan bagi kelompoknya.
Siswa juga tidak merasa putus asa dalam mengikuti pelajaran Matematika
karena sudah hilangnya rasa tegang dan takut dalam belajar. Beban mental dan
rasa ingin menghindar dari pelajaran Matematika semakin berkurang.Jadi
penggunaan metode make a match mendapat tanggapan yang positif dari siswa
karena dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran
Matematika di kelas III SDN Cijeungjing II Jatigede Kabupaten Sumedang
khususnya pada materi perkalian.

V. SIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT


A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan melalui
tindakan siklus 1 dan berdasarkan seluruh pembahasan dan analisis yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran make a match
untuk meningkatkan hasil belajar tentang materi operasi perkalian pada siswa kelas
III SDN CIJEUNGJING II Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang cocok untuk
digunakan. Hal ini berdasarkan hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan
yaitu pada siklus 1 dari jumlah siswa 20, 9 orang yang tuntas dalam belajarnya,
sedangkan pada siklus 2 tidak ada satu orang pun yang belum tuntas.

19
B. Saran Tindak Lanjut
Dari hasil penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa saran yang
kiranya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau bahan masukan dalam
penerapan metode make a match di SDN Cijeungjing II Jatigede Sumedang
1. Penerapan Metode make a match dalam pembelajaran dapat menjadi salah satu
alternaatif metode pembelajaran yang dilakukan guru dalam mengembangkan
pembelajaran.
2. Bagi guru yang akan menerapakn metode make a match dalam pembelajaran
matematika hendaknya menyiapkan rencana pembelajaran yang matang
terutama masalah alat peraga, alur diskusi dan kelompok “ahli, dan waktu
pelaksanaan diskusi.
3. Bagi siswa, dalam proses pembelajaran hendaknya harus berani mencoba
menemukan sendiri jawaban permasalahan dengan cara belajar lebih aktif,
berinteraksi dan berdiskusi dengan teman serta berani bertanya kepada siapapun.

DAFTAR PUSTAKA

Hariyanto, (2001). Perbandingan Hasil Belajar Matematika antar siswa yang


pembelajarannya Menggunakan Model Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Model
Tradisional di kelas 2 MAN Jember. Tesis pada PPS UPI Bandung

Huda, M. (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Huda, Miftahul. (2011). Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur, dan Model
Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Pratiwi, A., & Sudaryanto, A. (2018). Acceptance of music stimulation therapy for
auditory hallucination patients. Indonesia Nursing Journal of Education and
Clinic (INJEC), 2(1), 97-102. http://dx.doi.org/10.24990/injec.v2i1.17

Putra, Beni Yusepa Ginanjar . (2002) Cooperative Learning Tipe STAD dalam Upaya
Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa (studi eksperimen di
SMUN Rancaekek Kabupaten Bandung). Tesis pada PPS UPI Bandung.

Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran.Bandung : Seri manajemen Sekolah


bermutu.

Rusmono. (2017). Strategi Pembelajaran Dengan Problem Based Learning Itu Perlu
Untuk Meningkatkan Profesionalitas Guru. Bogor: Ghalia Indonesia.

20
Shoimin, Aris. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta : AR-RUZ Media.

21

Anda mungkin juga menyukai