Anda di halaman 1dari 23

PENGGUNAAN MEDIA BAHAN MANIPULATIF KERTAS UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN


MATEMATIKA MATERI PECAHAN SENILAI PADA SISWA KELAS IV
SEMESTER I SDIT BADRUSSALAM TAHUN PELAJARAN 2019/2020

JULI SETYONINGRUM
NIM. 858644015
julisetyo86@gmail.com
Abstrak
Pelajaran Matematika masih menjadi momok menakutkan bagi sebagian besar siswa.
Berdasarkan hasil nilai rata-rata kegiatan pembelajaran matematika pada prasiklus di
kelas IV dari 23 siswa hanya 24% atau sebanyak 6 siswa yang telah memahami tentang
pecahan senilai. Penelitian perbaikan pembelajaran ini bertujuan untuk meningkatkan
hasil belajar matematika materi pecahan dengan menggunakan media manipulatif kertas.
Subjek penelitian perbaikan pembelajaran ini dilaksanakan terhadap 23 siswa kelas IV
SDIT Badrussalam, Kawedanan, Magetan. Penelitian ini terdiri dari dua siklus, siklus 1
dilaksanakan pada tanggal 7 November 2019 dan siklus 2 dilaksanakan pada tanggal 8
November 2019. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dibantu satu orang guru sejawat
dan kepala sekolah sebagai observer. Desain penelitian ini menggunakan penelitian
tindakan kelas yang terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi. Perbandingan ketuntasan hasil belajar siklus 1 dan siklus 2 mengalami
peningkatan dari 65% menjadi 100%. Media bahan manipulatif kertas dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Bahan Manipulatif, Pecahan

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran Matematika di sekolah memegang peranan sangat penting.
Siswa memerlukan matematika untuk memecahkan masalah serta untuk
memenuhi kebutuhan praktis dalam kehidupan mereka sehari-hari. Matematika
juga dapat digunakan dalam kegiatan berdagang, berbelanja, berkomunikasi
melalui tulisan atau gambar seperti membaca grafik dan persentase, serta dapat
menggunakan kalkulator dan komputer.

Akan tetapi, pada kenyataannya sampai saat ini mata pelajaran Matematika
masih menjadi momok menakutkan bagi sebagian besar siswa. Anak-anak
cenderung sulit untuk memahami materi pelajaran matematik yang diajarkan oleh
gurunya. Salah satu penyebabnya adalah pada saat usia dini proses pembelajaran
anak-anak tidak melalui tahap demi tahap dalam penguasaan konsep
materinya. Ketika salah satu materi terlewat, maka proses penguasaan konsep

1
materi tidak berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. Banyak yang berusaha
menghindar pada saat pelajaran matematika. Maka, anak-anak perlu ditekankan
saat usia SD supaya tidak menganggap matematika adalah suatu pelajaran yang
sulit.

Siswa harus mencapai kompetensi dasar dalam pembelajaran matematika.


Pembelajaran matematika tidak hanya berorientasi pada penguasaan materi
matematika saja, akan tetapi materi matematika diposisikan sebagai alat dan
sarana siswa untuk mencapai kompetensi. Jadi, mata pelajaran matematika yang
dipelajari di sekolah harus sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai siswa.

Hasil yang diharapkan berdasarkan kompetensi dasar tersebut adalah siswa


dapat menyebutkan unsur-unsur pecahan dan menunjukkan bentuk pecahan dari
suatu gambar atau model konkret. Untuk mencapai hasil yang diharapkan di atas
tidak mudah tentunya. Pada kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih
banyak siswa sekolah dasar kesulitan memahami pecahan senilai. Seperti yang
terjadi pada siswa kelas IV SDIT Badrussalam.
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, teridentifikasi beberapa
masalah pembelajaran yang dilakukan dikelas belum berhasil, siswa pada kelas
tersebut belum memahami pecahan senilai dengan baik, dan siswa kurang
memperhatikan penjelasan dari guru.
2. Analisis Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka dapat dianalisis yang menjadi
penyebab dari permasalahan yaitu siswa cenderung pasif dalam kegiatan
pembelajaran berlangsung, hal ini terjadi kemungkinan karena guru menggunakan
pembelajaran yang bersifat kovensional dengan ceramah. Kurangnya penggunaan
media pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan dasar siswa sehingga
pembelajaran kurang menarik bagi siswa.
3. Alternatif Pemecahan Masalah
Berdasarkan analisis masalah di atas, penulis memberikan alternatif pemecahan
masalah dengan tujuan tindakan perbaikan yaitu dengan Penggunaan Media

2
Bahan manipulatif Kertas untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada
Pembelajaran Matematika Materi Pecahan Senilai di Kelas IV SDIT Badrussalam,
Kecamatan Kawedanan, Magetan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil analisis yang telah diungkapkan dalam latar belakang
masalah di atas, maka dapat dirumuskan fokus penelitian penulis adalah
Bagaimana Penggunaan Media Bahan manipulatif Kertas untuk meningkatkan
Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Matematika Materi Pecahan Senilai di
Kelas IV SDIT BadrussalamKecamatan Kawedanan, Magetan?
C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Tujuan penelitian perbaikan pembelajaran ini adalah untuk menjelaskan
penggunaan media bahan manipulatif kertas untuk meningkatkan hasil belajar
matematika materi pecahan senilai pada siswa kelas Kelas IV SDIT Badrussalam.
D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Kegiatan dan laporan hasil penelitian perbaikan pembelajaran ini diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi siswa, guru, peneliti, sekolah, dan institusi
pendidikan secara umum.
1. Bagi Siswa
Dengan adanya PTK kesalahan dalam proses pembelajaran akan cepat
dianalisis dan diperbaiki, hasil belajar serta pemahaman siswa terhadap materi
pecahan senilai diharapkan akan meningkat. Sehingga siswa dapat berperan aktif
dan kreatif dalam pembelajaran matematika.
2. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat membantu guru dalam mengembangkan
profesionalismenya , menambah pengetahuan mengenai penggunaan bahan
manipulatif kertas dalam pembelajaran matematika materi pecahan senilai sebagai
alat peraga pembelajaran yang lebih baik, serta akan meningkatkan rasa percaya
diri guru dalam pembelajaran.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini sebagai alat ukur dalam menentukan alat peraga yang
paling tepat dalam pembelajaran matematika materi pecahan senilai.

3
4. Bagi Sekolah dan Institusi Pendidikan
Sekolah yang berhasil memotivas terjadinya inovasi pada diri guru telah
berhasil pula meningkatkan kualitas pendidikan untuk para siswa. Bagi sekolah,
PTK membantu sekolah mencapai peningkatan atau kemajuan professional pada
diri guru, perbaikan proses dan hasil belajar siswa, dan pendidikan di sekolah
tersebut.

II. KAJIAN PUSTAKA


A. Hakikat PKP dan PTK
PKP dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan mengajar
dengan fokus pada perbaikan dan penanganan masalah pembelajaran secara
sistematis dan ilmiah. Dengan adanya PKP, diharapkan guru mampu memperbaiki
dan/ atau meningkatkan kualitas pembelajaran bidang studi atau pembelajaran
tematik yang diajarkan di SD dengan menerapkan kaidah dan prinsip-prinsip
Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Penelitian tindakan kelas (PTK) dilakukan oleh guru, kepala sekolah atau
konselor sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai praktik yang
dilakukannya. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat diartikan sebagai penelitian
yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan
untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat.

B. Pengertian Belajar
Menurut Sardiman dalam Afandi, Chamalah, dan Wardani (2013:2)
menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan,
dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya.
Menurut definisi lama, belajar adalah menambah serta mengumpulkan
pengetahuan. Pengertian belajar yang umum, belajar merupakan suatu usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru,
secara keseluruhan sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi
dengan lingkungannya (Anitah, 2019:2.5). Proses perubahan tingkah laku

4
merupakan gambaran terjadinya rangkaian perubahan dalam kemampuan siswa.
Dengan membandingkan kemampuan siswa sebelum pembelajaran dengan
kemampuan setelah mengikuti pembelajaran maka akan terlihan hasil belajar
siswa. Belajar merupakan suatu proses yang terarah kepada pencapaian tujuan dan
kompetensi yang sudah ditetapkan.
Menurut Fontana dalam Winataputra, dkk., (2007:1.8), Belajar bertolak dari
perubahan perilaku individu sebagai akibat dari proses pengalaman baik yang
dialami ataupun yang sengaja dirancang. Ciri-ciri belajar adalah adanya
perubahan perilaku. Perubahan perilaku tersebut merupakan hasil interaksi
individu dengan lingkungan, serta perilaku tersebut bersifat relatif menetap.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku manusia yang bersifat tetap sebagai hasil dari
pengalaman dan latihan. Dapat dilihat dari perubahan peningkatan kualitas dan
kuantitas kemampuannya sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran.
C. Hasil Belajar
Dalam Anitah, dkk., (2019:2.19), hasil belajar merupakan kulminasi dari
suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Hasil belajar harus menunjukkan
suatu perubahan tingkah laku atau munculnya perilaku yang baru dari siswa yang
bersifat menetap, fungsional, positif dan disadari. Perwujudan hasil belajar akan
selalu berkaitan dengan kegiatan evaluasi pembelajaran sehingga diperlukan
adanya teknik dan prosedur evaluasi belajar yang dapat menilai secara efektif
proses dan hasil belajar.
Menurut Hernawan, dkk., (2019:1.5), hasil belajar berupa perubahan perilaku
atau tingkah laku. Seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah
perilakunya, baik yang berupa pengetahuan, keterampilan, atau penguasaan nilai-
nilai dan sikap. Perilaku sebagai hasil belajar ialah perubahan yang dihasilkan dari
pengalaman (interaksi dengan lingkungan), tempat proses mental dan emosional
terjadi. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar dikelompokkan ke dalam tiga
ranah (kawasan), yaitu: pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan
penguasaan nilai-nilai atau sikap (afektif).

5
Hasil belajar adalah sebuah proses perubahan kemampuan intelektual
(kognitif), kemampuan minat atau emosi (afektif) dan kemampuan motorik halus
dan kasar (psikomotor) yang terjadi pada peserta didik. Perubahan kemampuan
peserta didik dalam proses pembelajaran khususnya dalam satuan pendidikan
dasar diharapkan sesuai dengan tahap pekembangannnya yaitu pada tahapan
operasional kongrit (Afandi, dkk., 2013: 6).
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4), bahwa hasil belajar hasil dari
interaksi tindak belajar dan mengajar. Dari sisi guru evaluasi hasil belajar
merupakan akhir dari tindak mengajar. Bagi siswa, hasil belajar merupakan akhir
dari proses mengajar. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah
hasil yang dicapai oleh siswa dalam bentuk angka-angka atau skor setelah
diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai yang diperoleh
siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi
pelajaran.
D. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika adalah suatu proses pemberian pengalaman belajar
yang dilakukan oleh guru kepada siswa dengan tujuan agar siswa memperoleh
kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajarinya melalui serangkaian
kegiatan yang terencana (Muhsetyo, 2019:1.26). Penggunaan strategi
pembelajaran matematika yang sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan,
tingkat perkembangan intelektual siswa, prinsip dan teori belajar, keterlibatan
aktif siswa, keterkaitan dengan kehidupan siswa, serta pengembangan dan
pemahaman penalaran siswa adalah komponen yang harus diperhatikan oleh guru.
Ada tiga tahapan anak belajar matematika menurut Bruner dalam Karso dkk.,
(2014:1.12-1.13), yaitu Tahap Kegiatan (Enactive), Tahap Gambar Bayangan
(Iconic), dan Tahap Simbolik (Symbolic). Berikut penjelasan dari tahapan belajar
matematika menurut Bruner:
a. Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive)
Pada tahap ini anak belajar konsep yang berhubungan dengan benda-benda
real atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya. Di tahapan ini mereka

6
memanipulasikan, menyusun, menjejerkan, mengutak-ngatik, dan bentuk-
bentuk gerak lainnya (sama seperti teori tahap sensori motor dari Peaget).
b. Tahap Ikonik Atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic)
Pada tahap kedua ini, anak telah mengubah, menandai, dan menyimpan
peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental. Anak dilatih untuk
membayangkan kembali atau memberikan gambaran dalam pikirannya tentang
benda atau peristiwa yang dialami atau dikenalnya pada tahap enaktif,
walaupun peristiwa itu telah berlalu atau benda real itu tidak lagi benda di
hadapannya (tahap pre-operasi dari Peaget).
c. Tahap Simbolik (Symbolic)
Pada tahap terakhir ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut
dalam bentuk simbol dan bahasa. Anak biasanya sudah mampu memahami
simbol-simbol dan menjelaskan dengan bahasanya tentang maksud dari simbol
tersebut. (Serupa dengan tahap operasi konkret dan formal dari Peaget).
Pendapat lain mengatakan bahwa, Pembelajaran matematika adalah suatu
proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan
matematika kepada para peserta didiknya, yang didalamnya terkandung upaya
guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap ke- mampuan, potensi,
minat, bakat dan kebutuhan peserta didik tentang matematika yang amat beragam
agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik serta antara peserta
didik dengan peserta didik dalam mempelajari matematika tersebut. (Amin
Suyitno dalam Wahdini, 2019: 6-7)
E. Pengertian Pecahan
Dalam Priatna dan Yuliardi (2018:66), istilah pecahan (fraction) adalah
konsep matematika yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pecahan
dapat diartikan sebagai bilangan rasional, tetapi juga dapat diartikan sebagai
lambang bilangan untuk bilangan rasional. Pecahan sebagai bilangan rasional
dinamakan bilangan pecah.
Menurut Karso dkk. (2014:7.2-7.3), pecahan melambangkan perbandingan
bagian yang sama dari suatu benda terhadap keseluruhan benda tersebut. Dengan
kata lain suatu benda dibagi menjadi beberapa bagian yang sama maka

7
perbandingan setiap bagian tersebut dengan keseluruhan bendanya menciptakan
lambang dasar suatu pecahan. Pecahan menunjukkan sebuah perbandingan
himpunan bagian yang sama dari sebuah himpunan terhadap keseluruhan
himpunan semula. Dengan kata lain suatu himpunan dibagi atas himpunan bagian
yang sama maka perbandingan satiap himpunan bagian yang sama itu terhadap
keseluruhan himpunan semula akan menciptakan lambang dasar suatu pecahan.
Istilah pecahan dapat digunakan untuk merujuk suatu bilangan yang ditulis
dalam ab dan angka ab dimana b ≠ 0. Perlu diperhatikan penggunaan simbol
tersebut sebagai bilangan atau angka. Misalnya, jika kita menyatakan bahwa
bilangan yang terletak di atas disebut pembilang dan bilangan yang di bawah
disebut penyebut, maka pecahan yang kita maksud di situ adalah suatu simbol
atau angka. Akan tetapi jika kita mengatakan, “Jumlahkan 13 dan 12,” maka yang
kita maksud adalah pecahan sebagai suatu bilangan (Kristanto.Y, 2016: 3).
Jadi dapat diambil kesimpulan pengertian pecahan adalah pembagian dua
bilangan bulat dengan bilangan yang dibagi disebut pembilang dan bilangan
pembagi disebut penyebut.
F. Macam-macam Pecahan
Karso dkk (2014: 7.7), menyebutkan bahwa pecahan ada dua macam, yaitu
pecahan murni atau sejati dan pecahan campuran. Pecahan murni atau pecahan
sejati adalah pecahan yang pembilangnya lebih kecil dari penyebutnya dan
pecahan tersebut tidak dapat disederhanakan lagi. Sedangkan Pecahan campuran
adalah pecahan yang terdiri dari campuran bilangan bulat dengan pecahan
murni/sejati.
G. Pecahan Senilai
Pecahan yang berbeda dapat bernilai sama asalkan perbandingannya tetap.
Pecahan tersebut dinamakan pecahan senilai. Pecahan senilai adalah pecahan-
pecahan yang cara penulisannya berbeda, tetapi mempunyai hasil bagi yang sama
dan mewakili bagian atau daerah yang sama. (Karso dkk.,2014:7.7). Cara mudah
yang dilakukan adalah dengan perkalian silang kedua pecahan tersebut, apabila
hasil perkalian silang tersebut sama maka kedua pecahan tersebut senilai.

8
Topik pecahan senilai merupakan materi prasyarat yang harus dipahami siswa
sebelum melangkah lebih lanjut mempelajari konsep pecahan. Sebagai contoh
bilangan pecahan 1/2 senilai dengan 2/4 dan senilai juga dengan 4/8. Seringkali
guru mengajarkan konsep pecahan senilai ini dengan cara siswa disuruh
mengalikan penyebut dengan bilangan yang sama. Hal ini hanya akan membuat
siswa menghafal prosedur, tetapi kurang membantu pemahaman siswa terkait
konsep pecahan senilai.
Menurut Priyanto dan Nuharini (2016:19), Pecahan yang berbeda dapat
bernilai sama asalkan perbandingannya tetap. Pecahan tersebut dinamakan
pecahan senilai. Untuk memahami tentang pecahan senilai, dapat dilakukan
dengan beberapa kegiatan, contohnya:
1. Menentukan Pecahan Senilai dengan Garis Bilangan
2. Menentukan Pecahan Senilai dengan Menggunakan Gambar
3. Menentukan Pecahan Senilai dengan Membagi atau Mengalikan Pembilang
dan Penyebut dengan Bilangan yang Sama
H. Media Pembelajaran
Media adalah alat bantu pembelajaran yang secara sengaja dan terencana
disiapkan atau disediakan guru untuk mempresentasikan dan/atau menjelaskan
bahan pelajaran, serta digunakan siswa untuk dapat terlibat langsung dengan
pembelajaran matematika. Media pembelajaran adalah alat bantu pembelajaran
yang digunakan untuk menampilkan, mempresentasikan, menyajikan atau
menjelaskan bahan pelajaran kepadasiswa, akan tetapi alat-alat itu bukan
merupakan bagian dari pelajaran yang diberikan (Muhsetyo dkk., 2019:2.1-2.3)
Kata Media menurut Heinich, dkk (dalam Winata Putra, 2005) berasal dari
bahasa Latin,merupakan bentuk jamak dari medium yang secara harfiah berarti
perantara (beetween) yaitu perantara sumber pesan (sourse) dengan penerima
pesan (receiver).
Menurut Clark (dalam Sapriati, dkk, 2019) pengertian media dapat dilihat
dari berbagai sudut, diantaranya media dipandang :
a. Sebagai teknologi, yaitu dari aspek mekanis dan elektronik yang
menentukan fungsi, bentuk, dan sifat fisik lain. Dimana media merupakan

9
alat untuk menyampaikan pembelajaran tetapi tidak mempengaruhi hasil
belajar.
b. Sebagai tutor, misalkan sekolah tertentu menyediakan tambahan sumber
tenaga pengajar, dengan demikian media sebagai teknologi ditambah
konten pembelajaran.
c. Sebagai materi/ konten atau program yang disajikan sebagai upaya
komunikasi massa secara komersial dan menghibur yang ditujukan bagi
anak-anak diluar sekolah.
d. Sebagai teknologi dan tutor/ agen yang mensosialisasikan sesuatu untuk
mendorong siswa untuk berusaha belajar lebih giat.
e. Sebagai alat mental untuk berpikir dan memecahkan permasalahan, jadi
bukan hanya merupakan teknologi namun juga merupakan sistem simbol
yang dapat digunakan dan suatu proses yang dapat dipertunjukkan.

Menurut Winn (dalam Sapriati, dkk, 2019:5.3), fungsi media antara lain (1)
menyampaikan pembelajaran, dimana media digunakan untuk menyampaikan
materi pembelajaran tertentu, (2) konstruksi dari lingkungan, dimana media
membantu siswa menggali dan membangun pemahaman dari pengetahuan, (3)
mengembangkan keterampilan kognitif, dimana media digunakan sebagai model,
kreasi atau pengembangan dari keterampilan mental.
I. Bahan Manipulatif
Bahan manipulatif adalah bahan yang dapat dipegang, dipindah-pindah,
dibongkar pasang, dibolak-balik, diatur ditata, dilipat/dipotong oleh siswa.
Penggunaan bahan manipulatif ini dimaksudkan untuk menyederhanakan konsep
yang sulit bagi siswa, menyajikan bahan yang relatif abstrak menjadi lebih nyata,
menjelaskan pengertian atau konsep secara lebih konkret, menjelaskan sifat-sifat
tertentu yang terkait dengan operasi hitung matematika dan sifat-sifat bangun
geometri, serta memperlihatkan fakta-fakta (Muhsetyo dkk., 2019:2.1-2.2).
Bahan manipulatif pada hakikatnya membantu guru mengajar sehingga siswa
lebih mudah menerima konsep matematika yang diberikan suatu topik matematika
dapat menggunakan lebih dari satu bahan manipulatif.

10
J. Bahan Manipulatif dari Kertas
Media bahan manipulatif kertas termasuk dalam media pembelajaran
sederhana. Menurut Anitah, dkk., (2019:6.35), media pembelajaran sederhana
adalah jenis-jenis media yang mudah dibuat, bahan-bahannya mudah diperoleh,
mudah digunakan, serta harganya relatif murah.
Bahan kertas ini mudah diperoleh, dengan warna yang beragam, dengan
harga yang murah dan mudah didapat untuk menanamkan konsep matematika
tertentu sesuai dengan keperluan. (Muhsetyo dkk., 2019:2.20-2.21). Manfaat dari
bahan manipulatif kertas/karton adalah untuk menjelaskan pecahan senilai,
sehingga siswa akan lebih mudah memahami tentang pecahan senilai.

III. PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN


A. Subjek ,Tempat dan Waktu Penelitian
1. Subyek Penelitian
Perbaikan pembelajaran dilaksanakan Dengan subyek penelitian kelas IV
yang berjumlah 23 siswa, 10 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. Dalam
penelitian ini, guru sebagai peneliti juga dijadikan sebagai subjek yang
diteliti.
2. Tempat Penelitian.
Perbaikan pembelajaran dilaksanakan di kelas IV SDIT Badrussalam,
Kawedanan, Magetan
3. Waktu penelitian
Materi pelajaran ini dilaksanakan dalam waktu 2 pertemuan dimana 1
pertemuan 2 x 35 menit, dan masing-masing pertemuan ditutup dengan tes
tertulis. Jadwal pelaksanaan perbaikan pembelajaran sebagai berikut:
Jadwal Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran
- Perbaikan siklus 1 dilaksanakan pada hari Kamis, 07 November 2019
- Perbaikan siklus 2 dilaksanakan pada hari jumat, 08 November 2019
4. Pihak yang Membantu

11
Dalam penelitian ini guru dibantu oleh guru kelas IV dan teman sejawat agar
konsentrasi guru dalam mengajar tidak terbelah oleh hal-hal lain. Dengan cara
ini diharapkan akan didapatkan data yang objektif.
B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran
Penelitian perbaikan pembelajaran ini didesain dengan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang berawal dari
keresahan guru dalam kelasnya. Kegiatan perbaikan pembelajaran dilakukan oleh
guru di dalam kelasnya sendiri melalui kegiatan refleksi diri, dengan tujuan untuk
memperbaiki kinerjanya sebagai seorang guru, sehingga diharapkan hasil belajar
siswa dikelasnya menjadi meningkat. (Wardhani dan Wihardit, 2012:1.4).
Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari kegiatan:
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/observasi, dan refleksi.

- Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran Siklus I


Kegiatan perbaikan pembelajaran pada siklus I ini dimaksudkan mengetahui
apakah penggunaan untuk media bahan manipulatif kertas dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas IV SDIT Badrussalam dalam pembelajaran Matematika
dengan materi pecahan senilai. Langkah-langkah kegiatan dalam siklus ini sebagai
berikut.
1. Rencana Perbaikan (planning)
Rencana perbaikan pembelajaran pada siklus 1 peneliti mempersiapkan hal-
hal sebagai berikut:
1. Membuat skenario pembelajaran.
2. Mempersiapkan media bahan manipulatif dari kertas
3. Mempersiapkan perangkat-perangkat pembelajaran dan instrumen
penelitian yang diperlukan, antara lain:
a. Menetapkan materi pembelajaran untuk setiap siklus perbaikan.
b. Membuat lembar observasi
c. Menyusun soal tes untuk setiap siklus
d. Mempersiapkan metode pengolahan.

12
2. Pelaksanaan Perbaikan (acting)
Tahap pelaksanaan siklus I dilaksanakan peneliti pada hari Kamis, 18
April 2019. Dalam pelaksanaan kegiatan ini dibantu supervisor dua
bertindak sebagai pengamat dalam proses pembelajaran.
Pada tahap pelaksanaan tindakan perbaikan pembelajaran siklus 1,
kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan skenario pembelajaran
sesuai dengan yang telah direncanakan. Mulai dari kegiatan awal, kegiatan
inti, dan kegiatan penutup sesuai dengan Rencana Perbaikan Pembelajaran
siklus 1 yang telah dibuat.
3. Pengamatan (observing)
Dalam melaksanaan perbaikan pembelajaran siklus 1, penelitian
diamati oleh teman sejawat sebagai observer. Peneliti bersama observer
saling memberikan masukan dalam mengamati aktivitas siswa dalam
kegiatan yang terkait dengan pembelajaran matematika sesuai dengan
lembar observasi dan catatan lapangan yang telah disiapkan. Semua data
hasil pengamatan peneliti dan teman sejawat dicatat dalam lembar
pengamatan terhadap kinerja guru untuk diolah, sehingga dapat dianalisis
sebagai data kualitatif.
4. Refleksi (reflecting)
Setelah proses perbaikan pembelajaran pada siklus 1 ini selesai,
diadakan refleksi untuk membahas hasil observasi yang dilakukan. Dalam
refleksi ini peneliti bersama teman sejawat membuat catatan-catatan yang
berkenaan kegiatan, antara lain:
a. Dalam kegiatan pengamatan peneliti melihat sebagian siswa dapat
mengikuti proses pembelajaran dengan baik, mereka merespon setiap
tugas yang diberikan.
b. Kekurangan yang ditemukan :
1. Beberapa siswa belum memahami materi yang diajarkan.
2. Ada beberapa siswa yang masih pasif dan malu untuk bertanya.
3. Masih banyak siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM

13
Menganalisis hasil pengamatan dan latihan dari tahapan-tahapan
dalam siklus ini dan mendiskusikan hasil analisisnya, jika hasil belajar
pada siklus ini belum dikategorikan berhasil maka akan dilaksanakan
rencana pelaksanaan perbaikan pembelajaran di siklus selanjutnya.

- Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran Siklus II


Penerapan perbaikan pembelajaran pada siklus 2 ini sama dengan perbaikan
pembelajaran pada siklus 1 sebelumnya, tetapi penerapan siklus 2 ini lebih baik
dan lebih cermat dibandingkan dengan siklus sebelumnya agar diperoleh hasil
yang diharapkan. Dalam siklus 2 ini guru lebih fokus membimbing siswa yang
masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan latihan yang diberikan, hingga
siswa tersebut mendapat hasil sesuai yang diharapkan. Langkah-langkah
pelaksanaan siklus 2 ini adalah sebagai berikut.
1. Rencana Perbaikan (planning)
Perencanaan pembelajaran menggunakan media bahan manipulatif
kertas dengan membuat Rencana Perbaikan Pembelajaran siklus 2.
Mengecek kembali lembar observasi keaktivan siswa dan catatan
lapangan, menyiapkan soal latihan untuk siklus 2 yang digunakan sebagai
alat penilaian hasil belajar, dan berdiskusi dengan observer setelah
mempelajari Rencana Perbaikan siklus 2, lembar observasi dan soal
latihan yang akan digunakan pada siklus ini.
2. Pelaksanaan (acting)
Pada tahap pelaksanaan tindakan perbaikan pembelajaran siklus 2,
kegiatan yang dilakukan hampir sama dengan siklus 1 dimulai dengan
melaksanakan skenario pembelajaran sesuai dengan yang telah
direncanakan. Mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan
penutup sesuai dengan RPP yang telah dibuat.
3. Pengamatan (observing)
Dalam melaksanaan perbaikan pembelajaran siklus 2, penelitian
diamati oleh teman sejawat sebagai observer. Peneliti bersama observer
saling memberikan masukan dalam mengamati aktivitas siswa dalam

14
kegiatan yang terkait dengan pembelajaran matematika sesuai dengan
lembar observasi dan catatan lapangan yang telah disiapkan.
Semua data hasil pengamatan peneliti dan teman sejawat dicatat
dalam lembar observasi untuk diolah, sehingga dapat dianalisis sebagai
data kualitatif.
4. Refleksi (reflecting)
Setelah proses perbaikan pembelajaran pada siklus 2 ini selesai,
diadakan refleksi untuk membahas hasil observasi yang dilakukan. Dalam
refleksi ini peneliti bersama teman sejawat membuat catatan-catatan yang
berkenaan kegiatan, antara lain: Dalam kegiatan pengamatan peneliti
melihat sebagian siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik,
mereka merespon setiap tugas yang diberikan. Siswa sudah memahami
materi yang diajarkan guru, dan nilai siswa sudah mencapai KKM.
Peneliti membuat simpulan terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.
Diharapkan setelah akhir siklus 2 ini, dengan menggunakan media bahan
manipulatif kertas dalam pembelajaran matematika materi pecahan senilai
hasil belajar siswa meningkat. Peningkatan hasil belajar tersebut diperoleh
dari membandingkan hasil belajar dari siklus 1 dengan siklus 2, apabila
mengalami peningkatan maka tindakan pada siklus selanjutnya dihentikan.
C. Teknik Analisis Data
1. Analisis Data Hasil Belajar
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik kualitatif
dan kuantitatif. Pada penelitian ini data kuantitatif dianalisis dengan
menggunakan teknik kuantitatif melalui analisis statistik deskriptif,
berupa table, dan grafik. Analisis data tes secara kuantitatif di hitung
dengan cara persentase, penghitungan nilai hasil belajar siswa. Penilaian
hasil belajar siswa diperoleh dari hasil dari pengerjaan soal latihan pada
pelaksanaan perbaikan pembelajaran setiap siklus. Soal latihan siswa
yaitu berupa tes tertulis. Dari data hasil tes tertulis pada setiap siklus akan
diketahui hasil ketuntasan belajar siswa dengan rumus:

15
Nilai Akhir = Jumlah Skor yang Diperoleh Siswa x100
Jumlah Skor Maksimum
2. Analisis Data Hasil Observasi
Data dari hasil observasi akan dianalisis dengan menggunakan
metode analisis deksriptif. Tujuan penggunaan metode analisis
deskriptif adalah untuk memberikan gambaran pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan media bahan manipulatif kertas.
3. Analisis Ketuntasan Hasil Belajar
Analisis ketuntasan hasil belajar siswa bertujuan untuk mengetahui
tingkat ketuntasan belajar siswa yang diperoleh pada tiap siklus. Untuk
mengukur ketuntasan belajar klasikal digunakan rumus:
Ketuntasan Belajar Siswa = Jumlah Siswa yang Tuntas Belajar x 100%
Jumlah Siswa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN


- Hasil Belajar Siswa Pra Siklus
Sebelum kegiatan perbaikan pembelajaran dilaksanakan, langkah yang
dilakukan peneliti adalah mengetahui data awal hasil belajar siswa dalam
pembelajaran matematika materi pecahan senilai..

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa pada
prasiklus, yakni nilai rata-rata kelas yang diperoleh adalah 66 dan hasil presentase
ketuntasan belajar siswa adalah 52 % dimana hanya 12 siswa yang mampu
mencapai nilai diatas KKM. Perolehan tersebut masih belum memenuhi kriteria
yang telah ditentukan oleh peneliti, yaitu untuk nilai rata-rata kelas adalah 75
sesuai dengan KKM mata pelajaran Matematika. Dan yang belum mencapai
KKM sebanyak 11 siswa atau sebesar 48%.
- Hasil Belajar Siswa Siklus 1

Data hasil belajar siswa pada kegiatan perbaikan pembelajaran siklus 1


diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4.5 dibawah ini.

16
No Skala 100 Skala 4 Jumlah Persentase
Siswa (%)

1 86-100 4,00
2 9
2 81-85
3,66 3 13
3 76-80
3,33 4 17
4 71-75
3,00 6 26
5 66-70
2,66 3 13
6 61-65
2,33 1 4
7 56-60
2,00 3 13
8 51-55
1,66 0 0
9 46-50
1,33 0 0
10 0-45 1,00
1 4
Jumlah
23 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa pada
siklus 1, yakni nilai rata-rata kelas yang diperoleh adalah 73 dan hasil presentase
ketuntasan belajar siswa adalah 65 % dimana hanya 15 siswa yang mampu
mencapai nilai diatas KKM. Perolehan tersebut masih belum memenuhi kriteria
yang telah ditentukan oleh peneliti, yaitu untuk nilai rata-rata kelas adalah 75
sesuai dengan KKM mata pelajaran Matematika. Dan yang belum mencapai
KKM sebanyak 8 siswa atau sebesar 35%. Karena hasil yang diperoleh belum
mencapai nilai KKM, maka dilakukan kegiatan perbaikan pembelajaran tahap
selanjutnya, yaitu perbaikan pembelajaran siklus 2.

- Hasil Belajar Siswa Siklus 2


Data hasil belajar siswa pada kegiatan perbaikan pembelajaran siklus 1
diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4.9 dibawah ini.

17
No Skala 100 Skala 4 Jumlah Persentase
Siswa (%)

1 86-100 4,00
10 43
2 81-85
3,66 6 26
3 76-80
3,33 4 13
4 71-75
3,00 3 9
5 66-70
2,66 0 0
6 61-65
2,33 0 0
7 56-60
2,00 0 0
8 51-55
1,66 0 0
9 46-50
1,33 0 0
10 0-45 1,00
0 0
Jumlah
23 100

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa pada siklus
2, yakni nilai rata-rata kelas yang diperoleh adalah 87 dan hasil presentase
ketuntasan belajar siswa adalah 100 % dimana semua siswa mampu mencapai
KKM. Perolehan tersebut sudah memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh
peneliti, yaitu untuk nilai rata-rata kelas adalah 75 sesuai dengan KKM mata
pelajaran Matematika. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada siklus 2 ini sudah
mencapai nilai yang diharapkan, maka kegiatan perbaikan pembelajaran selesai
pada siklus 2 ini.

B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Data hasil belajar siswa pada kegiatan perbaikan pembelajaran siklus 1 dan
2 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

18
Tabel 4.12 Belajar Siswa pada Siklus 1 & 2

Pelaksanaan Tindakan Nilai Rata-rata Presentase Ketuntasan

Siklus I 75 65 %

Siklus II 85 100 %

Berdasarkan data pada Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa nilai pengamatan
hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 sebesar 75 dengan
presentase ketuntasan 65 % sedangkan pada siklus 2 nilai rata- rata siswa
mencapai 85 dengan presentase ketuntasan sebesar 100 %. Pada siklus 1 hasil
belajar siswa predikat baik sedangkan pada siklus 2 sudah mencapai predikat
sangat baik.

Dalam penelitian perbaikan pembelajaran ini telah terjadi peningkatan


dalam hal pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan siswa. Peningkatan
pengetahuan siswa dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang mengalami
peningkatan dari hasil pada siklus 1 dan siklus 2. Pemahaman siswa meningkat
dilihat dari siswa telah memahami cara menentukan pecahan senilai. Ketrampilan
dimana siswa mampu menggunakan media bahan manipulatif kertas untuk
menentukan pecahan senilai. Dari ketiga aspek tersebut dapat dikatakan bahwa
siswa telah mengalami proses yang dinamakan “Belajar”. “Belajar adalah suatu
proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut
ditampakkan dalam bentuk kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,
pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain kemampuan.” (Hakim,
2005:1).

Dimyati dan Mudjiono (2006), mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah


hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil
belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa menjadi acuan
untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran. Berdasar hasil

19
tes pada siklus 1 dan 2 maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa
mengalami peningkatan.
Dengan bahan manipulatif guru dapat menjelaskan konsep dan prosedur
matematika dan dapat mempermudah siswa memahami pembelajaran matematika
khususnya. Penggunaan bahan manipulatif adalah untuk mempermudah dalam
memahami konsep dan prosedur matematika”. (Muhsetyo dkk, 2012:2.1-2.2).
Bahan manipulatif sangat membantu siswa dalam memahami dan memperoleh
informasi yang dapat didengar ataupun dilihat sehingga pembelajaran dapat
berhasil.
Dalam pembelajaran matematika di SD, supaya materi pelajaran yang
disampaikan oleh guru lebih mudah dipahami oleh siswa, diperlukan bahan-bahan
yang perlu disiapkan oleh guru, dari barang-barang yang harganya relatif murah
dan mudah diperoleh, misalnya karton, kertas, kayu, kawat, kain, untuk
menanamkan konsep matematika tertentu sesuai dengan keperluan. (Muhsetyo
dkk, 2012:2.20-2.21). Manfaat dari bahan manipulatif kertas/karton antara lain
adalah untuk menjelaskan pecahan (konsep, sama/senilai, operasi).

V. SIMPULAN dan SARAN TINDAK LANJUT


A. KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dengan menggunakan media bahan manipulatif kertas pada pembelajaran
matematika materi pecahan senilai di kelas IV SDIT Badrussalam dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Dengan menggunakan media bahan manipulatif kertas dapat
meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan siswa dalam
pembelajaran matematika materi pecahan senilai.

B. SARAN DAN TINDAK LANJUT


Sesuai dengan hasil penelitian ini, peneliti memberikan beberapa saran tindak
lanjut sebagai berikut:

20
1. Bagi guru SD dalam mengajarkan pembelajaran matematika hendaknya
selalu menggunakan media pembelajaran yang sesuai, diantaranya bahan
manipulatif kertas.
2. Guru harus selalu bertukar pikiran dan pengalaman dengan teman sejawat
yang digunakan untuk meningkatkan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Muhamad, Evi Chamalah, dan Oktarina Puspita Wardani. (2013). Model
dan Metode Pembelajaran di Sekolah. Semarang: UNISSULA PRESS.

Anitah W, S., dkk. (2019). Modul 2. Pembelajaran di Sekolah Dasar: Strategi


Dimyati dan Mudjiono., 2009, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta.
Hermawan, Asep Herry, dkk. (2019). Pengembangan Kurikulum dan
Pembelajaran.Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Karso, dkk. (2011). Modul 1. Pembelajaran Matematika di SD: Pendidikan
Matematika 1. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
_________. (2011). Modul 7. Bilangan Pecahan Biasa dan Pecahan Desimal:
Pendidikan Matematika 1. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Kristanto, Y.D. (2016). Modul Pecahan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Matematika 1. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.


Muhsetyo, G., dkk. (2012). Modul 1. Pembelajaran Matematika Berdasarkan
KBK: Pembelajaran Matematika SD. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka.
_________.(2012). Modul 2. Medi a dan Bahan Manipul ati f dal am
Pembelajaran Matematika SD: Pembelajaran Matematika SD. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.
Nuharini, Dewi., dan Sulis Priyanto. (2016). Buku Guru. Mari Belajar
Matematika 4. Solo: CV. Usaha Makmur.
Priatna, Nanang., dan Ricki Yuliardi. (2018). Pembelajaran Matematika.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

21
Sapriati, A., dkk.(2019). Pembelajaran IPA di SD. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka.

Wahdini, R. (2019). Pembelajaran Matematika Untuk Calon Guru MI/SD.


Medan: CV. Widya Puspita

Winataputra, dkk. (2007). Modul 1. Teori Belajar dan Pembelajaran. Tangerang :


Universitas Terbuka

22
23

Anda mungkin juga menyukai