Anda di halaman 1dari 104

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kondisi pembelajaran Matematika di SMP Negeri 2 Karangkobar
Berdasarkan hasil observasi selama satu semester di semester gasal tahun ajaran
2009/2010 di kelas VII.A, dijumpai permasalahan yang menghambat kelancaran
proses pembelajaran Matematika yaitu rendahnya minat belajar siswa terhadap mata
pelajaran Matematika, hal itu tampak saat pembelajaran berlangsung, siswa
terkesan tidak tertarik pada mata pelajaran, atau sikap siswa yang cenderung
melakukan aktifitas lain yang lebih menarik perhatian siswa.
Permasalahan yang lain kurang aktifnya siswa saat pembelajaran
Matematika berlangsung, ditunjukkan dengan siswa sangat tergantung kepada guru,
tidak ada keberanian untuk menyatakan idenya apalagi menyatakannya dengan
alasan. Siswa kurang aktif bertanya kepada guru, apabila guru bertanya siapa yang
belum paham tak ada yang menunjukkan jari atau mengajukan pertanyaan. Selain
itu siswa belum terbiasa untuk belajar kelompok dalam mengerjakan tugas-
tugasnya, apabila ada PR siswa hanya mengandalkan temannya yang dianggap
paling pintar untuk ditiru hasil pekerjaan PR-nya, mereka enggan mencoba dan
lebih suka mengatakan tidak bisa sebelum mencoba mengerjakan soal yang
diberikan guru, dan siswa cenderung pasif, kurangnya kemauan siswa untuk aktif
mengerjakan soal sendiri dan menunggu bantuan guru untuk mengerjakan latihan
menjadikan siswa malas berpikir.
Selain itu, kurangnya kreatifitas guru dalam pembelajaran Matematika di
kelas, hal ini tampak pada: penyampaian guru cenderung monoton hampir tanpa
variasi kreatif, pembelajaran masih menggunakan metode ekspositori sehingga
mencatat dan menerangkan menjadi dominan dalam belajar di kelas. Guru kurang
mengembangkan kegiatan pembelajaran yang beragam untuk siswa misalnya
diskusi, tanya jawab, demonstrasi, dan teknik-teknik pembelajaran tertentu sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Siswapun kurang kreatif terutama dalam membuat
soal sendiri yang tidak jauh beda dengan soal yang diberikan oleh guru, sehingga
2

siswa kurang berlatih dalam memecahkan soal soal.


Disamping itu suasana pembelajaran dikelas berlangsung agak kaku dan
tegang, dimana guru bicara banyak kepada siswa. Proses pembelajaran berlangsung
kurang santai dan terlalu serius, didalam kelas kurang terdengar suara tepuk tangan
atau suara sorak-sorai untuk memberikan semangat untuk temannya yang telah
berhasil atau hendak mengerjakan soal ke depan kelas. Hasil belajar siswa masih
jauh dari harapan hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar Matematika siswa
pada materi bilangan real dan operasinya yang masih menggunakan metode
konvensional pada semester I tahun 2009/2010 nilai tertinggi 85,00 dan nilai
terendah 35,00 dan rata ratanya 61,36.
Dalam pembelajaran di sekolah, Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang masih dianggap sulit dipahami oleh siswa. Oleh karena itu dalam
proses pembelajaran matematika diperlukan suatu metode mengajar yang bervariasi.
Artinya dalam penggunaan metode mengajar tidak harus sama untuk semua
kompetensi dasar, sebab dapat terjadi bahwa suatu metode mengajar tertentu cocok
untuk satu kompetensi dasar tetapi tidak untuk kompetensi dasar yang lain.
Kenyataan yang terjadi adalah penguasaan siswa terhadap materi Matematika masih
tergolong rendah jika dibanding dengan mata pelajaran lain.
Guru merupakan komponen pembelajaran yang berperan langsung dalam
proses pembelajaran. Guru sebagai fasilitator dituntut dapat memodifikasi atau
bahkan menerapkan metode-metode baru yang lebih disukai siswa dan meningkatkan
keaktifannya1. Dalam pembelajaran, guru mempunyai tugas untuk mendorong,
membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan 2. Salah
satu peran guru yang terpenting adalah bagaimana mereka dapat mencerdaskan dan
mempersiapkan masa depan anak didik melalui kegiatan belajar yang benar-benar
kreatif, terbuka dan menyenangkan (joyfull learning).

1
Das Salirawati, “Pendidikan Sains Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum
2004)” Makalah disampaikan pada pertemuan guru MA se-DIY sebagai pendamping acara lomba
Cerdas Cermat MIPA Tingkat MA Se-DIY di Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 3
April 2004, hlm.5.
2
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),
hlm.27
3

Tujuan pembelajaran Matematika adalah untuk melibatkan semua siswa aktif


dalam proses belajar, keaktifan ini meliputi keaktifan mental dalam arti sikap dan
pikiran siswa aktif belajar. Selain itu juga keaktifan fisik dalam arti siswa aktif
mengerjakan latihan soal, aktif bertanya dan aktif berinteraksi dengan siswa maupun
guru3. Pembelajaran aktif merupakan syarat bagi terwujudnya pembelajaran efektif.
Suasana pembelajaran harus berlangsung secara santai, tidak kaku dan tegang.
Keaktifan siswa dan suasana pembelajaran sangat mempengaruhi efektifitas
pembelajaran yang terjadi4.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa pembelajaran di kelas VII.A
SMP N 2 Karangkobar masih mengalami banyak kesenjangan atau masalah.
Kesenjangan itu antara lain, 1). Rendahnya minat belajar siswa. 2). Siswa kurang
aktif selama prosese pembelajaran berlangsung. 3). Siswa kurang kreatif dalam
membuat soal maupun dalam memecahkan soal. 4). Suasana pembelajaran kurang
menyenangkan. 5). Hasil belajar siswa kurang menyenangkan sehingga proses
pembelajaran belum efektif. 6). Media pembelajaran jarang digunakan sehingga
proses pembelajaran kurang bervariasai.
Kompleksnya permasalahan yang dihadapi guru matematika di SMP N 2
Karangkobar menuntut guru untuk melakukan sebuah usaha perbaikan atau tindakan,
dalam perbaikan tersebut perlu diterapkan suatu sistem pembelajaran yang
melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar, guna
meningkatkan prestasi belajar matematika dan pembelajaran yang terjadi dapat lebih
bermakna dan memberi kesan yang kuat kepada siswa sehingga siswa senang
terhadap proses pembelajaran yang berlangsung.
Sebagai alternatif adalah dengan pengelolaan pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif menjadi pilihan karena pembelajaran ini dirancang untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa, karena kelas dirancang sedemikian rupa agar
terjadi interaksi positif antar siswa. Untuk mengatasi masalah tersebut maka peneliti
akan menerapkan salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu model pendekatan

3
Winarno, “Strategi Pembelajaran”. Makalah disampaikan pada diklat Matematika SD dan
SLTP di Daerah. tanggal 25 Agustus s.d. 13 September 2003 (Jogjakarta: PPPG Matematika), hlm.5.

Herry Sukarman, “Inovasi Strategi Pembelajaran Matematika SLTP”. Makalah diterbitkan


4

PPPG Matematika Yogyakarta, 2002, hlm. 13.


4

pembelajaran problem possing dengan media daun kertas.


Dalam model pembelajaran problem possing siswa akan aktif dan kreatif,
karena melalui model pembelajaran ini siswa diharapkan akan lebih mendalami
pengetahuan dan menyadari pengalaman belajar5. Selain itu Rusefendi mengatakan
bahwa upaya membantu siswa memahami soal dapat dilakukan dengan menulis
kembali soal tersebut dengan kata-katanya sendiri, menuliskan soal dalam bentuk
lain atau dalam bentuk operasional. Kegiatan inilah yang dikenal dengan istilah
problem possing6.
Oleh karena itu melalui pendekatan problem possing ini siswa diharapkan
dapat membuat soal sendiri yang tidak jauh beda dengan soal yang diberikan oleh
guru dan dari situasi-situasi yang ada sehingga siswa terbiasa dalam menyelesaikan
soal termasuk soal cerita dan diharapkan siwa akan lebih aktif dan kreatif dalam
memecahkan masalah atau soal soal Matematika sehingga dapat meningkatkan
efektifitas belajar siswa.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dikelas VII.A SMP Negeri 2
Karangkobar semester II tahun pelajaran 2009/2010 pada materi garis dan sudut
melalui pendekatan problem possing.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian
tindakan kelas adalah sebagai berikut :
1. “Apakah pendekatan problem possing dengan media daun kertas dapat
meningkatkan kreatifitas belajar Matematika siswa kelas VII.A SMP Negeri 2
Karangkobar pada materi garis dan sudut tahun pelajaran 2009/2010 ?”.
2. “Apakah pendekatan problem possing dengan media daun kertas dapat
meningkatkan prestasi belajar Matematika siswa kelas VII.A SMP Negeri 2
Karangkobar pada materi garis dan sudut tahun pelajaran 2009/2010 ?”.

5
Setiawan. 2004. Pembelajaran Trigonometri Berorientasi PAKEM di SMA.
http : //www.p3gmatyo.go.id/download/PPP/PPP04_ Trigonometri SMA. Pdf. (5 Februari 2010)

6
Surtini, Sri. 2004. Problem Posing dan Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan Cacah
Siswa SD. Jurnal pendidikan (on line volume 5 no. 1).hlm. 49. http://pk.ut.ac. Id/Scan
Penelitian/Sri % 2004. pdf. (5 Februari 2010).
5

C. Tujuan penelitian
1. Sesuai dengan pokok masalah yang diteliti, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk meningkatkan kreatifitas dan prestasi belajar Matematika siswa kelas
VII.A SMP Negeri 2 Karangkobar pada materi garis dan sudut melalui
pendekatan problem possing dengan media daun kertas tahun pelajaran
2009/2010.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, diantaranya bagi:
a. Guru
1. Meningkatkan efektifitas kegiatan pembelajaran melalui pembelajaran
problem possing dengan media daun kertas.
2. Sebagai bahan referensi untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran di kelas.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk menerapkan pembelajaran
problem possing dengan media daun kertas pada materi yang lain.
4. Sedikit demi sedikit memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran
Matematika di kelas
b. Siswa
1. Menumbuhkan motivasi belajar siswa.
2. Mengatasi kejenuhan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
3. Melatih siswa untuk lebih kreatif membuat soal.
4. Meningkatkan prestasi belajar dan membantu memahami dan menyelesaikan
soal Matematika
c. Sekolah
1. Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perbaikan kualitas
pembelajaran di kelas.
2. Dapat memberikan sumbangan yang baik dalam meningkatkan mutu
pendidikan sekolah khususnya dalam belajar Matematika
6

d. Peneliti
1. Agar memiliki pengetahuan yang luas tentang model pembelajaran dan
memiliki keterampilan untuk menerapkannya, khususnya dalam pengajaran
Matematika.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman atau referensi untuk
penelitian berikutnya yang sejenis.

F. Defenisi Operasional
Agar tidak terjadi kekeliruan menafsirkan istilah dalam penelitian, maka perlu
diberikan defenisi operasional sebagai berikut:
1. Model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang
mana siswa menulis kembali soal dengan kata-katanya sendiri, menulis soal
dalam bentuk lain atau dalam bentuk operasional.
2. Pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang mewadahi pikiran, gagasan dan
kreatifitas siswa. Meningkatnya kreatifitas belajar siswa dapat dilihat dari
indikatornya: siswa berkreasi, mengkomunikasikan pendapat/pikirannya baik
secara tertulis maupun lisan, siswa mencari latihan soal yang ada dibuku lain dan
mencoba mengerjakannya, siswa berlatih membuat soal sendiri dan
pemecahannya.
3. Prestasi belajar matematika adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa
dalam mengikuti proses belajar mengajar Matematika sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan. Prestasi yang dicapai oleh siswa merupakan gambaran hasil belajar
siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dan merupakan interaksi antara
beberapa faktor.
4. Media pembelajaran daun kertas adalah alat bantu pembelajaran yang terbuat
dari kertas yang dibentuk berbagai bentuk daun yang digunakan guru dalam
pembelajaran untuk membantu memperjelas materi pelajaran dan mencegah
terjadinya verbalisme dalam diri siswa serta untuk proses komunikasi dengan
siswa agar siswa belajar.
7

BAB. II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Belajar dan Belajar Matematika
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya7.
Belajar sebagai suatu proses, ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Winkel menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis,
yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya, yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan dan nilai sikap8.

Kimble dalam Simanjuntak menjelaskan belajar adalah perubahan yang


relatif menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan
dengan penguatan dan tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan,
kelelahan atau kerusakan pada susunan syaraf atau dengan kata lain bahwa
mengetahui dan memahami sesuatu sehingga terjadi perubahan dalam diri
seseorang yang belajar9.

Adapun menurut Sudjana belajar adalah perubahan yang relatif permanen


dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek dan latihan 10.
Sedangkan menurut Slameto belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk

7
Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hlm.5

8
WS. Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta: Grasindo,1986), hlm.36.

9
Simanjuntak, Lisnawaty, dkk.. Metode Mengajar Matematika (Jakarta: Rineka Cipta,
1993), hlm. 222.

10
Nana Sujana, Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran (Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 1991), hlm.5
8

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai
hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya11.

Tidak semua perubahan sikap dan tingkah laku yang terjadi pada diri
seseorang terjadi karena proses belajar. Perubahan yang terjadi karena proses
belajar memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar
tersebut menurut Slameto adalah: (1) perubahan itu terjadi secara sadar, (2)
perubahan itu bersifat kontinu dan fungsional, (3) perubahan itu bersifat positif
dan aktif, (4) perubahan itu bukan bersifat sementara, (5) perubahan itu memiliki
tujuan dan terarah dan (6) perubahan itu mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Dari berbagai pendapat di atas menunjukkan bahwa, yang dimaksud


dengan belajar adalah keseluruhan aktivitas seseorang dalam berinteraksi secara
aktif dengan sumber belajar, sehingga secara sadar terjadi berbagai perubahan
yang kontinu dan bersifat positif pada keseluruhan aspek mental, sikap dan
tingkah laku orang tersebut. Sumber belajar dalam hal ini dapat berupa
lingkungan (alam, sosial, budaya), guru atau sesama teman.

b. Pengertian Belajar Matematika


Matematika berasal dari bahasa latin ‘manhenern’ atau ‘mathema’ yang
berarti belajar atau hal yang harus dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda
disebut ‘wiskunde’ atau ilmu pasti yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.
Jadi matematika itu memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik,
penalaran yang jelas dan sistematis, terstruktur yang berkaitan antara konsep yang
kuat12.

Salah satu karakteristik Matematika adalah keseluruhan objek kajiannya


abstrak. Oleh karenanya untuk mempelajari Matematika tentu diperlukan cara
khusus yang tidak sama dengan mempelajari mata pelajaran lain. Berikut ini
dipaparkan tentang bagaimana seharusnya belajar Matematika. Mempelajari

11
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta. Rineka Cipta.
2003, hlm.2.

12
Depdiknas, Standar Kompetensi 2004 untuk SMP. (Jakarta: Depag RI, 2005), hlm 215.
9

Matematika dapat dilakukan sebagai “mempelajari barang jadi”, tetapi dapat pula
dengan “melakukan kegiatan”, kalau mempelajari Matematika dilaksanakan
sebagai mempelajari barang jadi maka tekanan kegiatan pembelajaran adalah
menghafal dan berlatih mengerjakan soal rutin. Jika mempelajari Matematika
dengan melakukan kegiatan maka tekanan kegiatan pembelajarannya adalah
menemukan kembali konsep, prinsip, struktur dari dan oleh siswa sendiri13.

Selanjutnya Kolb dalam Sri Wardani menjelaskan belajar Matematika


adalah proses memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau dilakukan oleh
siswa sendiri melalui transformasi individu siswa14. Agar proses pembelajaran
Matematika dapat berlangsung secara efektif dan efisien, maka pembelajaran
harus dirancang dan didesain dengan baik, diantaranya dengan menggunakan
strategi yang tepat. Strategi pembelajaran menurut Reigeluth dalam Gerardus
Polla adalah pilihan dari cara pengorganisasian materi pelajaran serta urutan
aktifitas guru, pilihan cara penyampaian materi dan cara pengorganisasian kelas
dengan mempertimbangkan faktor-faktor karakteristik bidang studi, siswa dan
kendala yang ada guna memperoleh hasil yang efektif dan efisien15.

Sedangkan strategi pembelajaran menurut Sri Wardani adalah suatu siasat


melakukan kegiatan pembelajaran yang bertujuan suatu keadaan pembelajaran
kini (yang ada saat ini) menjadi keadaan yang diharapkan16. Pada hakekatnya
belajar Matematika adalah berpikir dan berbuat untuk mengerjakan Matematika.

13
Suryanto, “Pendidikan Matematika Realistik”, makalah disajikan dalam lokakarya
Penyusunan Perangkat Penataran Matematika bagi widyaiswara BPG di PPPG Matematika
Jogyakarta tanggal 27 Maret s.d. 09 April 2001, hlm.4.
14
Sri Wardani, “Strategi Pembelajaran Matematika yang Kontekstual/Realistik dan
Penerapannya dalam Pembelajaran di Sekolah”, makalah diterbitkan oleh PPPG Matematika
Yogyakarta, 2002, hlm.6.
15
Gerardus Polla, “Upaya Menciptakan Pengajaran Matematika Yang Menyenangkan”,
Buletin Pelang Pendidikan , Volume 40 No.2 Tahun 2001, hlm. 47.
16
Sri Wardani, “Strategi-Pendekatan-Metode Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar”,
makalah disajikan pada diklat supervisi pembelajaran Matematika Sekolah Dasar tingkat
Nasioanal tanggal 25 Oktober s.d.06 November 2004 di PPPG Matematika Yogyakarta, hlm.1.
10

Inilah makna dari strategi pembelajaran Matematika, yaitu strategi pembelajaran


aktif17.

Dari berbagai pendapat di atas menunjukkan bahwa belajar Matematika


merupakan kegiatan mental yang tinggi, harus dilakukan secara berurutan,
setapak demi setapak, kontinu, menggunakan pengalaman belajar sebelumnya,
lebih mengutamakan pengertian dari pada hafalan dan harus mengkonstruksi
(membangun) sendiri pengetahuannya melalui kegiatan aktif dalam belajar.

c. Kemampuan Matematika Siswa


Dalam suatu proses pembelajaran, siswa yang belajar akan mengalami
perubahan. Kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan
yang diisyaratkan sesuai dengan kondisi yang di harapkan. Bila sebelum belajar,
kemampuannya hanya 25% misalnya, maka setelah belajar akan mengalami
peningkatan kemampuan mental dalam kurun waktu yang ditentukan menjadi
100%. Pada umumnya hasil belajar tersebut meliputi ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Menurut Simanjuntak bahwa salah satu faktor pendukung berhasil
tidaknya pengajaran matematika adalah menguasai teori belajar mengajar
Matematika. Teori belajar mengajar Matematika yang dikuasai para tenaga
pendidik akan dapat diterapkan pada peserta didik jika dapat memilih strategi
mengajar yang tepat, mengetahui tujuan pendidikan dan pengajaran atau
pendekatan serta dapat melihat apakah anak atau peserta didik sudah mempunyai
kesiapan atau kemampuan belajar18.
Kemampuan yang akan dicapai dalam pembelajaran adalah tujuan
pembelajaran. Ada kesenjangan antara kemampuan pra-belajar dengan
kemampuan yang akan dicapai. Kesenjangan tersebut dapat diatasi berkat belajar
bahan ajar tertentu. Kondisi kemampuan pra belajar dan kemampuan yang akan
dicapai atau tujuan pembelajaran tersebut dapat dilukiskan dalam bagan di bawah

Al. Krismanto, “Beberapa Teknik dan Model Pembelajaran Dengan Pendekatan PAKEM”,
17

makalah disajikan dalam Diklat guru-guru pemandu mata pelajaran Matematika SD di PPPG
Matematika Yogyakarta, hlm. 2.
18
Simanjuntak, Lisnawaty, dkk.. Metode Mengajar Matematika ....................., hlm. 229
11

ini:

1 Pembelajaran 6
Guru
Pengorganisasian Pengolahan Evaluasi Dampak
siswa
pesan Belajar
3 4 5 Pengajara
Kemampuan Pra- Kegiatan Hasil
Belajar
Belajar Belajar
n
7
2 Motivasi belajar dan emansipasi sepanjang Dampak
Siswa hayat
Pengiring

Bagan 2.1.
Perkembangan Kemampuan Siswa dalam Ranah Kognitif, Afektif, Psikomotorik Berkat
Pembelajaran.

Dari bagan di atas dapat diketahui hal berikut: (1) guru melakukan tugas
pembelajaran; tugas pembelajaran tersebut dilambangkan dengan
mengorganisasian siswa, pengolahan pesan, dan evaluasi belajar, (2) siswa
memiliki motivasi belajar dan beremansipasi sepanjang hayat, (3) siswa
bersangkutan memiliki kemampuan pra-belajar: kemampuan tersebut berupa
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, (4) berkat tindak pembelajaran
ataupun motivasi instrinsiknya, siswa melakukan atau mengingkatkan
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotoriknya lebih baik, (5) berkat evaluasi
belajar dari guru, maka siswa digolongkan telah mencapai suatu hasil belajar;
wujud hasil belajar tersebut ialah semakin bermutunya kemampuan tersebut; hasil
belajar tersebut dapat digolongkan sebagai, (6) dampak pengajaran, dan (7)
dampak pengiring19.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa suatu tujuan dalam


pembelajaran Matematika akan tercapai apabila terdapat peningkatan kemampuan
koginitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Keputusan tentang perbaikan tingkat
kemampuan tersebut didasarkan atas evaluasi guru dan unjuk kerja siswa dalam
pemecahan masalah.

19
Dimyati, Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Rineka Cipta dan Depdikbud, 1999), hlm.
174
12

2. Prestasi Belajar Matematika


Poerwadarminta mendefinisikan bahwa prestasi merupakan hasil yang
telah dicapai oleh seseorang dalam suatu usaha yang dilakukan atau dikerjakan20.
Defenisi di atas sejalan dengan pendapat Winkel yang menyatakan bahwa prestasi
adalah bukti usaha yang dicapai21.
Istilah prestasi selalu digunakan dalam mengetahui keberhasilan belajar
siswa di sekolah. Prestasi belajar adalah suatu nilai yang menunjukan hasil yang
tertinggi dalam belajar yang dicapai menurut kemampuan siswa dalam
mengerjakan sesuatu pada saat tertentu. Selanjutnya Soejanto menyatakan bahwa
prestasi belajar dapat pula dipandang sebagai pencerminan dari pembelajaran
yang ditunjukan oleh siswa melalui perubahan-perubahan dalam bidang
pengetahuan/pemahaman, keterampilan, analisis, sintesis, evaluasi serta nilai dan
sikap22.
Prestasi belajar siswa ditentukan oleh dua faktor yaitu intern dan ekstren.
Faktor intern merupakan faktor-faktor yang berasal atau bersumber dari siswa itu
sendiri, sedangkan faktor ekstern merupakan faktor yang berasal atau bersumber
dari luar peserta didik. Faktor intern meliputi prasyarat belajar, yakni pengetahuan
yang sudah dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti pelajaran berikutnya,
keterampilan belajar yang dimiliki oleh siswa yang meliputi cara-cara yang
berkaitan dengan mengikuti mata pelajaran, mengerjakan tugas, membaca buku,
belajar kelompok mempersiapkan ujian, menindaklanjuti hasil ujian dan mencari
sumber belajar, kondisi pribadi siswa yang meliputi kesehatan, kecerdasan, sikap,
cita-cita, dan hubungannya dengan orang lain. Faktor ekstern antara lain meliputi
proses belajar mengajar, sarana belajar yang dimiliki, lingkungan belajar, dan
kondisi sosial ekonomi keluarga23.

20
WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1974),
hlm.769.

21
WS. Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta: Grasindo,1986), hlm.102.
22
Agoes Soejanto, Bimbingan Ke arah Belajar yang Sukses. (Surabaya : Rineka Cipta,
1979), hlm. 12.

23
Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hlm.12.
13

Berdasarkan pengertian prestasi yang dikemukakan para ahli, maka dapat


dikatakan bahwa prestasi belajar matematika adalah tingkat penguasaan yang
dicapai siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar Matematika sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan. Prestasi yang dicapai oleh siswa merupakan gambaran
hasil belajar siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dan merupakan
interaksi antara beberapa faktor.

3. Model Pendekatan Problem Posing


Problem possing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata
“problem” artinya masalah, soal/persoalan dan kata “pose” yang artinya
mengajukan24. Jadi problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau
pengajuan masalah. Pengertian ini sendiri seperti yang dikatakan oleh As’ari
dalam Yansen menggunakan istilah pembentukan soal sebagai padanan kata untuk
istilah problem posing25.
Problem possing dapat juga diartikan membangun atau membentuk
masalah26. Problem possing mempunyai beberapa pengertian. Suryanto dalam
Yansen menjelaskan27:
1. Problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan soal ulang
yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana sehingga soal
tersebut dapat diselesaikan.
2. Problem posing adalah perumusan soal yang berkaitan dengan
syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan.
Setiawan mengatakan pembentukan soal atau pembentukan masalah

24
Jhon Echols. Dkk, Kamus Inggris Indonesia.( Jakarta: PT Gramedia, 1995), hlm. 439 dan
448.

25
Alfrida Yansen, “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Bilangan Bulat
Melalui Model Pembelajaran Problem Posing Di kelas 1 SMP Negeri 12 Kendari”. Kendari.
Skripsi FKIP Unhalu, 2005, hlm. 9.

Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM), “Meningkatkan Kemampuan Siswa


26

Menerapkan Konsep Matematika Melalui Pemberian Tugas Problem Posing Secara


Berkelompok”. Buletin Pelangi PendidikanVolume 2. (Jakarta: Direktorat Pendidikan, 2002),
hlm. 2.

27
Alfrida Yansen, “Meningkatkan Hasil Belajar..................hlm. 9.
14

mencakup dua kegiatan yaitu28 :


1. Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari
pengalaman siswa.
2. Pembentukan soal dari soal yang sudah ada.
Dari sini kita bisa katakan bahwa problem posing merupakan suatu
pembentukan soal atau pengajuan soal yang dilakukan oleh siswa dengan cara
membuat soal tidak jauh beda dengan soal yang diberikan oleh guru ataupun dari
situasi dan pengalaman siswa itu sendiri.

a. Problem Posing dan Relevansinya dengan Matematika


Problem posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara yang efektif
untuk mengembangkan keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan
siswa dalam menerapkan konsep Matematika. Tim Penelitian Tindakan
Matematika mengatakan bahwa 29:
1. Adanya korelasi positif antara kemampuan membentuk soal dan kemampuan
membentuk masalah.
2.Latihan membentuk soal merupakan cara efektif untuk meningkatkan
kreatifitas siswa dalam memecahkan suatu masalah.
Adapun masalah dalam matematika diklasifikasikan dalam dua jenis
antara lain:
1. Soal mencari (problem to find) yaitu mencari, menentukan, atau mendapatkan
nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi
atau syarat yang sesuai dengan soal. Objek yang ditanyakan atau dicari
(unknown), syarat-syarat yang memenuhi soal (condition) dan data atau
informasi yang diberikan merupakan bagian penting atau pokok dari sebuah
soal mencari dan harus dipenuhi serta dikenali dengan baik pada saat

28
Setiawan. 2004. Pembelajaran Trigonometri Berorientasi PAKEM di SMA.
hlm. 17. http : //www.p3gmatyo.go.id/download/PPP/PPP04_ Trigonometri SMA. Pdf. (5 Februari
2010)
29
Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM), “Meningkatkan Kemampuan Siswa
Menerapkan Konsep Matematika Melalui Pemberian Tugas Problem Posing Secara
Berkelompok”. Buletin Pelangi PendidikanVolume 2. (Jakarta: Direktorat Pendidikan, 2002),
hlm. 2.
15

memecahkan masalah.
2. Soal membuktikan (problem to prove), yaitu prosedur untuk menentukan
apakah suatu pernyataan benar atau tidak benar. Soal membuktikan terdiri atas
bagian hipotesis dan kesimpulan. Pembuktian dilakukan dengan membuat atau
memproses pernyataan yang logis dari hipotesis menuju kesimpulan30.
Silver dkk dalam Surtini mengemukakan bahwa sebenarnya sudah sejak
lama para tokoh pendidikan Matematika menunjukkan pembentukan soal
merupakan bagian penting dalam pengalaman matematis siswa dan menyarankan
agar dalam pembelajaran Matematika ditekankan kegiatan pembentukan soal31.
Begitupun yang ditekankan English bahwa pembentukan soal merupakan inti
kegiatan matematis dan merupakan komponen penting dalam kurikulum
Matematika.
Hasil penelitian Silver dan Cai dalam Surtini menunjukkan bahwa
kemampuan pembentukan soal berkorelasi positif dengan kemampuan
memecahkan masalah32. Dengan demikian kemampuan pembentukan soal sesuai
dengan tujuan pembelajaran Matematika di sekolah sebagai usaha meningkatkan
hasil pembelajaran Matematika dan dapat meningkatkan kemampuan siswa. Dari
sini kita peroleh bahwa pembentukan soal penting dalam pelajaran Matematika
guna meningkatkan prestasi belajar Matematika siswa dengan membuat siswa aktif
dan kreatif.

b. Problem Posing Secara Berkelompok


Pembelajaran dengan problem posing ini menekankan pada pembentukan
atau perumusan soal oleh siswa secara berkelompok. Setiap selesai pemberian
materi guru memberikan contoh tentang cara pembuatan soal dan memberikan
informasi tentang materi pembelajaran dan bagaimana menerapkannya dalam
problem posing secara berkelompok. Keuntungan belajar kelompok dalam Roestiah
30
Depdiknas, Standar Kompetensi 2004 untuk SMP. (Jakarta: Depag RI, 2005), hlm 219.
31
Surtini, Sri. 2004. Problem Posing dan Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan Cacah
Siswa SD. Jurnal pendidikan (on line volume 5 no. 1).hlm. 49. http://pk.ut.ac. Id/Scan
Penelitian/Sri % 2004. pdf. (5 Februari 2010).
32
Ibid.
16

adalah33:
1. Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan
keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
2. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan
berdiskusi .
3. Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu
serta kebutuhan belajar .
4. Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka dan mereka lebih aktif
berpartisipasi dalam diskusi.
5. Dalam memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa
menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang
lain, hal mana mereka telah saling membantu kelompok dalam usaha mencapai
tujuan bersama.
Adapun langkah-langkah belajar kelompok adalah:
Fase Tingkah laku guru

Fase 1 Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran


Menyampaikan tujuan dan tersebut dan memotivasi siswa belajar
memotivasi siswa

Fase -2 Guru menyajikan informasi kepada siswa


Menyajikan informasi dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan

Fase-3 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana


Mengorganisasikan siswa ke caranya membentuk kelompok belajar dan
dalam kelompok-kelompok membantu setiap kelompok agar melakukan
belajar transisi secara evisien

Fase – 4 Guru membimbing kelompok-kelompok belajar


Membimbing kelompok, pada saat mengerjakan tugas
belajar mengajar

Fase -5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi


33
Roestiah. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 17.
17

Evaluasi yang telah dipelajari atau masing-masing


kelompok mempersentasikan hasil
pekerjaannya

Fase-6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik


Memberi penghargaan hasil belajar individu atau kelompok.

Bagan 2.2: Langkah-langkah belajar kelompok model pendekatan problem


possing.

Jadi langkah-langkah pembelajaran problem posing secara berkelompok adalah :


1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Guru menyajikan informasi baik secara ceramah atau tanya jawab selanjutnya
memberi contoh cara pembuatan soal dari informasi yang diberikan.
3. Guru membentuk kelompok belajar antara 5-6 siswa tiap kelompok yang
bersifat heterogen baik kemampuan, ras dan jenis kelamin.
4. Selama kerja kelompok berlangsung guru membimbing kelompok-kelompok
yang mengalami kesulitan dalam membuat soal dan menyelesaikannya.
5. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan
cara masing-masing kelompok mempersentasikan hasil pekerjaannya.
6. Guru memberi penghargaan kepada siswa atau kelompok yang telah
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.

4. Pembelajaran Kreatif (Creative)


Kreatif merupakan kondisi dimana seseorang memiliki kemampuan daya
cipta. Pembelajaran yang kreatif adalah pembelajaran yang mewakili pemikiran,
gagasan dan kreatifitas siswa. Ditinjau dari kegiatan siswa, pembelajaran kreatif
adalah pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa merancang,
membuat, berkreasi, mengkomunikasikan gagasan, pendapat atau pikirannya
melalui karya tertentu, secara tertulis maupun tidak tertulis. Kegiatan tersebut
akan memuaskan rasa keingintahuan dan imajinasi siswa34.
34
Sri Wardani, “Strategi-Pendekatan-Metode Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar”,
makalah disajikan pada diklat......................., hlm.17.
18

Ditinjau dari kegiatan guru pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang


menuntut guru mengembangkan kegiatan belajar yang beragam untuk siswa
misalnya diskusi, tanya jawab, pemberian tugas, dan demontrasi serta membuat
atu menggunakan media pembelajaran yang bervariasi misalnya lembar kerja
siswa, multi media, alat peraga yang sesuai dengan materi ajar yang akan
membantu siswa dalalm memahami suatu konsep yang akan diajarkan35.
Dalam pembelajaran kreatif siswa dan guru dituntut untuk aktif, ditinjau
dari kegiatan siswa, pembelajaran aktif mampu membuat siswa aktif bertanya,
mengemukakan gagasan, mempertanyakan gagasan orang lain (guru atau siswa)
atau gagasan dirinya. Sedangkan contoh dari kegiatan guru, pembelajaran aktif
adalah pembelajaran yang menuntut guru aktif dalam: memantau kegiatan
belajar siswa, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang
kepada siswa, mempertanyakan gagasan peserta didik, memberi motivasi pada
tiap awal pembelajaran, dan mengajak siswa berdiskusi.
Sebagai tambahan, Winarno mengatakan bahwa keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran dapat berbentuk pemusatan terhadap apa yang dijelaskan
guru, yang disertai perenungan serta penerapan dalam bentuk penyelesaian
soal36. Karena itu pembelajaran aktif ialah pembelajaran dengan siswa yang
lebih berpartisipasi aktif sedemikian sehingga kegiatan siswa dalam belajar lebih
dominan dari pada kegiatan guru dalam mengajar.
Lindgren melukiskan kadar keaktifan siswa itu dalam interaksi antara
siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya 37. Dalam hal ini Lindgren
mengemukakan empat jenis komunikasi atau interaksi antara guru dan siswa,
seperti yang nampak dalam gambar.

G G

35
Winarno, “Merancang Pembelajaran Matematika Berorientasi Pada PAKEM dan
Pembekalan Kecakapan Hidup”, makalah diterbitkan oleh PPPG Matematika Jogjakarta, 2002, hlm.
3.
S36 Winarno,
S S “Strategi Pembelajaran”. Makalah disampaikan pada diklat Matematika SD dan
SLTP di Daerah. tanggal 25 Agustus s.d. 13 September 2003 Jogjakarta PPPG Matematika, hlm. 5.

37
Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional..........hlm. 20
19

S S S

Komunikasi satu arah Ada balikan bagi guru tidak ada


Interaksi diantaranya

G
G

S S
S K S K

Ada balikan bagi guru Interaksi optimal antara guru dengan


Siswa berinteraksi dengan siswa siswa dan dengan siswa yang lain
Gambar 2.1.
Jenis Interaksi dalam Pembelajaran

Jenis-jenis interaksi pembelajaran di atas merupakan derajat keaktifan


siswa dari rendah ke tinggi. Anak pernah menunjukkan arah komunikasi,
sehingga semakin banyak ruas garis dengan dua arah menunjukkan semakin
tinggi interaksi siswa yang dapat diartikan keaktifan siswa semakin tinggi.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keaktifan


adalah aktivitas siswa dalam proses dan mengolah perolehan belajarnya baik
secara fisik, intelektual, dan emosional. Keaktifan dalam proses pembelajaran
meliputi keaktifan untuk bertanya, keaktifan berkomunikasi atau berinteraksi baik
guru dengan guru, guru dengan siswa atau siswa dengan siswa lainnya
mengemukakan ide, serta mengerjakan soal.

Diharapkan dengan kretifitas guru sebagai ujung tombak yang langsung


berhadapan dengan kelas akan membawa suatu kondisi pembelajaran yang
kondusif secara keseluruhan. Selanjutnya apabila sifat kretifitas ini sudah menjadi
20

milik guru-guru dalam pekerjaannya sehari-hari, bukan hal yang tidak mungkin
guru-guru ini akan menjadi agen pembaharuan baik untuk sekolah tempat bekerja
atau lebih luas bagi dunia persekolahan bahkan dunia pendidikan38.
5. Media Dalam Proses Pembelajaran Matematika
Media menurut Andreas dalam Masrukan diartikan sebagai segala sesuatu
yang dimanfaatkan untuk proses komunikasi dengan siswa agar siswa belajar.
Komunikasi dan siswa yang belajar (learners) merupakan dua aspek yang pokok.
Segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong proses-proses belajar
dapat dikategorikan sebagai media39.
Tujuan pemanfaatan media adalah untuk menciptakan komunikasi yang
baik diantara guru dan siswa. Prinsip pemanfatan media adalah “ The right aid at
the right time in the right place in the right manner”, merupakan kunci
pemanfaatan media yang dapat meningkatkan kualitas komunikasi guru-siswa
yang pada ahirnya meningkatkan efektifitas pembelajaran. Sebaliknya pemanfatan
media yang kurang tepat sering mengganggu komunikasi dan mengurangi
efektifitas pembelajaran. Oleh karena itu pemanfaatan media dikelas difokuskan
untuk meningkatkan mutu komunikasi guru-siswa sehingga proses pembelajaran
berjalan sesuai dengan yang diharapkan (efektif).
Media pembelajaran daun kertas adalah alat bantu pembelajaran yang
terbuat dari kertas yang dibentuk berbagai bentuk daun yang digunakan guru
dalam pembelajaran untuk membantu memperjelas materi pelajaran dan
mencegah terjadinya verbalisme dalam diri siswa serta untuk proses komunikasi
dengan siswa agar siswa belajar.
Alat peraga pembelajaran adalah alat-alat yang digunakan guru dalam
pembelajaran untuk membantu memperjelas materi pelajaran dan mencegah
terjadinya verbalisme dalam diri siswa. Pembelajaran yang banyak menggunakan
verbalisme akan membosankan siswa, sebaliknya pembelajaran akan lebih
menarik bila siswa gembira belajar atau senang karena mereka merasa tertarik dan

38
Simanjuntak, Lisnawaty, dkk.. Metode Mengajar Matematika ................., hlm. 80.
39
Masrukan, “Matematika Dan Alat Peraga”, majalah Fasilitator edisi IV/Tahun 2004, hlm.
31
21

mengerti apa yang dipelajarinya40.


Alat peraga dalam hal ini sebagai alat bantu pembelajaran Matematika
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Lebih khusus alat
peraga adalah benda-benda konkret yang merupakan model dari ide-ide
Matematika dan benda konkret untuk penerapan Matematika41. Pendayagunaan
alat peraga Matematika dapat dilakukan dengan memanfaatkan lingkungan,
seperti manusia (guru, siswa), peristiwa, benda-benda lain, disamping alat peraga
yang sudah didesain. Ditinjau dari fungsinya, alat peraga berfungsi:
a. Memberikan motivasi belajar;
b. Memberikan variasi dalam pembelajaran;
c. Mempengaruhi daya abstraksi, dan
d. Memperkenalkan, memperbaiki, dan meningkatkan pengertian konsep dan
fakta.
Dari fungsinya memberikan motivasi belajar, alat peraga akan
memberikan semangat baru dan rasa senang mempelajari Matematika. Dengan
semangat dan minat yang tumbuh dari diri siswa sendiri diharapkan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu keberadaan media dalam proses
pembelajaran mampu menggugah sikap pasif siswa menjadi lebih aktif, kreatif,
kritis dan inovatif serta mampu menciptakan persamaan pengalaman dan persepsi
siswa yang heterogen, sehingga terhindar dari miskonsepsi dan ketercapaian
kompetensi dapat dilakukan dengan baik42.

B . Kerangka Berfikir
Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran
Matematika, guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang optimal dengan

40
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional.....................hlm. 31.

41
Masrukan, “Matematika Dan Alat Peraga”, majalah Fasilitator edisi IV/Tahun 2004, hlm.
31

42
Madrikan Sam “Media dalam Proses Pembelajaran”. Majalah Median edisi 6 tahun 11
Desember 2004. hlm.31.
22

menerapkan berbagai model pembelajaran. Salah satu alternatif model pembelajaran


yang dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan dan kreatifitas belajar siswa
adalah model pembelajaran problem possing. Model pembelajaran problem possing
merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa dilatih untuk dapat membuat
soal dan menyelesaikan soal dari informasi yang diberikan oleh guru.
Atas dasar pemikiran diatas maka model pembelajaran problem possing
secara individu maupun berkelompok akan dapat meningkatkan kreatifitas belajar
siswa. Dengan meningkatnya kreatifitas belajar siswa maka akan meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas VII.A SMP N 2 Karangkobar pada materi garis dan
sudut.
Dari uraian diatas dapat dijelaskan dengan bagan sebagai berikut :

Guru : Siswa:
KONDISI Belum menerapkan Kreatifitas dan hasil
AWAL pendekatan problem belajar Matematika
possing dalam siswa rendah
pembelajaran
Matematika

SIKLUS I
Menerapkan
Menerapkan pendekatan poblem
TINDAKA pendekatan problem possing dan media
N possing dan media daun kertas pada
daun kertas dalam kelompok 4-5
pembelajaran orang
Matematika
SIKLUS II
Menerapkan
Diduga melalui penerapan pendekatan
pendekatan problem problem possing
KONDISI possing dan media daun dan media daun
AKHIR kertas dapat meningkatkan kertas pada
kreatifitas belajar individu
Matematika siswa kelas
VII. A Tahun pelajaran
2009/2010

C. Penelitian yang Relevan


Penelitian yang dilakukan oleh Yansen dengan judul Meningkatkan Hasil
23

Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Bilangan Bulat Melalui Model Pembelajaran
Problem Possing di Kelas I SMP Negeri 2 Kendari. Penelitian yang dilakukan oleh
Sollu dengan judul Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Materi Matriks
Melalui Problem Posing di Kelas I MAS Bahrul Mubarak Toronipa. Penelitian yang
dilakukan oleh Surtini dkk dengan judul Implementasi Problem Posing pada
Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan Cacah Siswa Kelas IV SD di Salatiga

D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan hasil tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran dan penelitian
yang relevan di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

“Pendekatan Problem Possing dengan media daun kertas dapat meningkatkan


kreatifitas belajar siswa kelas VII.A SMP Negeri 2 Karangkobar pada materi garis
dan sudut tahun pelajaran 2009/2010.”

BAB III
METODE PENELITIAN
24

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di SMP Negeri 2 Karangkobar pada siswa kelas VII.A
semester II tahun pelajaran 2009/2010. Penelitian bertempat di SMP Negeri 2
Karangkobar sesuai dengan tempat tugas peneliti dan mengajar di kelas VII.A.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada ahir Maret sampai dengan April 2010. Diawali
dengan penyusunan proposal pada bulan Februari 2010, penyusunan intrumen dan
sarana bulan Februari 2010. Pelaksanaan siklus I minggu ketiga bulan Maret,
refleksi siklus I minggu keempat bulan Maret, pelaksanaan siklus II minggu
kesatu bulan April, refleksi siklus II minggu kesatu bulan April dan penyusunan
laporan penelitian minggu kedua sampai keempat bulan April 2010.
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada waktu diatas karena menyesuaikan
jadwal pelaksanaan program Bermutu yang diselenggarakan oleh MGMP
Matematika.
Tabel.3.1 : Jadwal pelaksaaan penelitian
No. Kegiatan Februari Maret April
Observasi identifikasi awal
1 X X X X X X X
dan persiapan
2 Siklus I
Perencanaan X
Pelaksanaan X
Pengamatan X
Refleksi X
3 Siklus II
Perencanaan X X
Pelaksanaan X
Pengamatan X
Refleksi X
4 Pelaporan X X

B. Subyek Penelitian
25

Dalam penelitian ini subyek penelitiannya adalah siswa kelas VII.A SMP
Negeri 2 Karangkobar tahun pelajaran 2009/2010. Siswa kelas VII.A berjumlah 22
siswa yang terdiri dari 36% siswa putra atau 8 orang dan 64% siswa putri atau 14
orang. Berdasarkan hasil ulangan sebelumnya kemampuan siswa terbagi 8 orang atau
36% berkemampuan kurang, 8 orang atau 36% berkemampuan sedang, 5 orang atau
22% berkemampuan cukup dan 1 orang atau 5% berkemampuan baik.

C. Teknik pengumpulan Data


Dalam usaha mendapatkan/memperoleh bahan atau keterangan yang dibutuhkan
dalam penelitian, penulis perlu menentukan langkah-langkah pengumpulan data yang
sesuai dengan permasalahan. Langkah-langkah pengumpulan data tersebut dinamakan
teknik pengumpulan data. Dalam teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan
metode-metode sebagai berikut:
1. Metode Pokok
Metode pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
observasi. Metode observasi adalah pengumpulan data yang digunakan dengan
cara mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala yang diselidiki.
Metode observasi ini digunakan untuk mengadakan pengamatan langsung
terhadap obyek yang diteliti. Teknik observasi dalam penelitian ini adalah
mengamati secara langsung dengan teliti, cermat dan hati-hati terhadap fenomena
yang ada. Dalam penelitian ini yang diobservasi adalah fenomena yang terjadi
pada saat pembelajaran Matematika berlangsung. Observasi dilakukan dengan
menggunakan pedoman observasi yang telah disiapkan.
2. Metode Bantu
Metode bantu dalam penelitian ini berupa catatan lapangan, dokumentasi
dan wawancara.
a. Catatan Lapangan
Catatan lapangan menurut Bag dan Biklen dalam Moleong adalah
catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan
dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian
26

kualitatif43. Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model catatan
pengamatan.
Menurut Moleong catatan pengamatan adalah pernyataan tentang
semua peristiwa yang dialami yaitu yang didengar dan dilihat serta tidak boleh
berisi penafsiran, hanya catatan sebagaimana adanya44. Catatan pengamatan
merupakan catatan tentang siapa, apa, dan bagaimana suatu kegiatan manusia.
b. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Riduwan ditujukan untuk memperoleh data


langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-
peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, dan data yang relevan penelitian45.

c. Wawancara

Wawancara menurut Moleong adalah percakapan dengan maksud


tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara ini
dilakukan setelah pelajaran selesai46.

D. Keabsahan / Validasi Data

Validasi diperlukan agar data yang diperoleh benar-benar valid. Hasil


ulangan harian divalidasi dengan dua cara yaitu validasi teoritik dan validasi empirik.
Validasi teoritik diperoleh melalui kisi-kisi soal ulangan harian secara kolaboratif
dengan teman sejawat sehingga soal yang disusun benar-benar mengukur hasil

43
Lexy Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarta, 2001),
hlm. 163.
44
Ibid, hlm. 155.

45
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula.
(Bandung: Alfa Beta, 2005), hlm. 77.
46
Lexy Moleong. Metodologi Penelitian ......................, hlm. 135
27

belajar siswa. Validasi empirik dengan membandingkan data hasil ulangan harian
dengan data sebelumnya.

Untuk data kualitatif yaitu hasil observasi dan angket divalidasi melalui
metode triangulasi. Triangulasi sumber adalah pemeriksaan data yang memanfaatkan
sesuatu di luar data, atau data yang diperoleh dari beberapa metode sehingga dapat
diperoleh data yang absah.

E. Analisis Data
Pada penelitian tindakan kelas ini data dianalisis sejak tindakan pembelajaran
dilakukan dan dikembangkan selama proses refleksi sampai proses penyusunan
laporan. Untuk kesinambungan dan kedalaman dalam pengajaran, data dalam
penelitian ini digunakan analisis interaktif47. Data yang dianalisis secara deskriptif
kualitatif dengan analisis interaksi yang terdiri dari: reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan, yang dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses
pengumpulan data selesai pada setiap unitnya dengan menggunakan waktu yang
masih tersisa dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya proses analisis interaktif
dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:

Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi Data Penarikan Kesimpulan

Gambar 3.1.
Skema Proses Analisis Interaktif

47
Yudi Hartono, Persepsi dan Partisipasi Siswa dalam Pengajaran Sejarah. Tesis.
Surakarta: UNS, 2002, hlm. 21.
28

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada


penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan. Kegiatan ini mulai dilakukan dalam setiap tindakan
dilaksanakan. Penyajian data dilakukan dalam rangka pemahaman terhadap
sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
Sedangkan penarikan kesimpulan dilakukan secara bertahap untuk
memperoleh derajat kepercayaan yang tinggi. Dengan demikian langkah analisis data
kualitatif dalam penelitian tindakan ini dilakukan semenjak tindakan-tindakan
dilaksanakan.
Data yang diperoleh dikumpulkan kemudian dianalisis. Perolehan data
selama penelitian akan dianalisis sebagai berikut:
1. Analisis data observasi pengelolaan kegiatan pembelajaran dengan pendekatan
problem possing.
Data observasi diperoleh dari pengelolaan kegiatan pembelajaran dengan
pendekatan problem possing dan aktifitas siswa yang mengarah pada peningkatan
kreatifitas belajar siswa. Data ini digunakan untuk menganalisis kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran dengan pendekatan problem possing dan untuk
mengukur seberapa besar peningkatan kreatifitas belajar siswa dengan ketentuan
sebagai berikut:
1 = Kurang
2 = Cukup
3 = Baik
4 = Amat Baik

Data tentang kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan


aktifitas siswa yang mengarah pada kreatifitas belajar siswa dianalisis dengan
menghitung rata-rata setiap aspek dari beberapa kali pertemuan yang
dilaksanakan. Selanjutnya nilai rata-rata tersebut direfleksikan dengan kriteria
sebagai berikut:
0,00 – 1,69 = Kurang
1,70 – 2,59 = Cukup
29

2,60 – 3,49 = Baik


3,50 – 4,00 = Amat Baik

Kreatifitas belajar siswa telah meningkat dan pembelajaran dianggap telah


berlangsung efektif bila guru telah mampu mengelola pembelajaran dengan
mencapai kriteria baik.
2. Analisis hasil ulangan harian
Data hasil ulangan harian digunakan untuk mengetahui ketuntasan siswa
dalam belajar, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Siswa secara individu telah mencapai skor minimal 60% dalam menyelesaikan
soal tes;
b. Secara klasikal ada 85% siswa yang telah mencapai skor 60%.
Seorang siswa dikatakan meningkat kreatifitas belajarnya jika memenuhi
minimal dua indikator pembelajaran kreatif.

F. Indikator Kinerja
Indikator kinerja dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu:
1. Indikator kreatifitas belajar siswa dikatakan meningkat jika telah memperoleh
kriteria amat baik dan baik minimal 65% dari jumlah siswa.
2. Indikator prestasi belajar siswa dikatakan meningkat jika minimal 75% siswa
telah mencapai nilai 60 (KKM).
G. Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang supaya memperoleh
hasil yang optimal melalui cara dan prosedur yang dinilai efektif. Penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan kreatifitas belajar siswa. Adapun siklus tindakan
pembelajaran Matematika dapat diilustrasikan sebagai berikut:
30

Observasi awal

Putaran I Perencanaan Tindakan

Evaluasi Observsi atau


monitoring

Refleksi

Pengertian dan
kemampuan

Perencanaan
revisi Tindakan

Observasi atau
Putaran II Evaluasi monitoring

Refleksi

Pengertian
dan
kemampuan

Seterusnya sesuai alokasi waktu setiap tahap


tindakan yang direncanakan
Gambar 3.1.
Gambar 3.2: Skema Penelitian Tindakan Kelas
(Modifikasi dari Kemmis dan Mc. Taggart dalam Sutama)48

Penjelasan terhadap gambar 3.2. adalah:


48
Sutama. 2000. Peningkatan Efektifitas Pembelajaran Matematika Melalui Pembenahan
Gaya Guru Mengajar di SLTP Negeri 18 Surakarta. (Yogyakarta: Program Pasca Sarjana. UNY
(tidak diterbitkan)). hlm. 92
31

1. Observasi Awal
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Januari
2010. Pada kegiatan ini dilakukan identifikasi masalah dan penyebabnya yang
berkaitan dengan kreatifitas belajar siswa dalam mengikuti pelajaran Matematika,
permasalahan itu antara lain: 1). Rendahnya minat belajar siswa. 2). Siswa kurang
aktif selama prosese pembelajaran berlangsung. 3). Siswa kurang kreatif dalam
membuat soal maupun dalam memecahkan soal. 4). Suasana pembelajaran kurang
menyenangkan. 5). Hasil belajar siswa kurang menyenangkan sehingga proses
pembelajaran belum efektif. 6). Media pembelajaran jarang digunakan sehingga
pembelajaran kurang bervariasi.
2. Tahapan Siklus I
a. Perencanaan
Tahap ini dibuat sesuai dengan observasi awal untuk menempuh acuan
dalam perencanaan kegiatan peneliti bersama guru kolaborator akan
merancang dan menyusun pembelajaran tindakan tentang materi Garis dan
Sudut yang diberikan pada siswa kelas VII.A SMP Negeri 2 Karangkobar
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran pada siklus I
2. Membuat soal-soal untuk masing-masing pertemuan.
3. Menyusun lembar observasi kegiatan pembelajaran Matematika dengan
pendekatan Problem possing responden guru.
4. Menyusun lembar observasi kegiatan pembelajaran Matematika dengan
pendekatan Problem possing responden siswa.
5. Menyusun panduan wawancara responden teman sejawat.
6. Menyusun panduan wawancara responden siswa.
b. Pelaksanaan
Tindak pembelajaran yang dimaksud disini adalah suatu tindakan yang
dilaksanakan guru matematika kelas VII.A didalam pembelajaran. Pelaksanaan
tindakan, kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan
skenario pembelajaran yang telah dibuat. Untuk mengantisipasi permasalahan
siswa dalam belajar Matematika maka tindak pembelajaran yang dilakukan
32

berdasarkan kesepakatan antara peneliti dengan guru kolaborator adalah


sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk
belajar.
2. Guru menyajikan informasi baik secara ceramah atau tanya jawab
selanjutnya memberi contoh cara pembuatan soal dari informasi yang
diberikan.
3. Guru membentuk kelompok belajar antara 4-5 siswa tiap kelompok yang
bersifat heterogen baik kemampuan, ras dan jenis kelamin.
4. Setiap kelompok harus membuat soal dan cara penyelasaiannya, kemudian
dikerjakan oleh kelompok lain, setelah selasai dikembalikan lagi pada
kelompok pembuat soal untuk dikoreksi, kemudian dikembalikan lagi pada
kelompok yang mengerjakan untuk diperiksa.
5. Selama kerja kelompok berlangsung guru membimbing kelompok-
kelompok yang mengalami kesulitan dalam membuat soal dan
menyelesaikannya.
6. Guru memimpin diskusi untuk mendiskusikan hasil pekerjaan kelompok
dan kelompok yang lain disuruh memberikan tanggapan.
7. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari
dengan cara masing-masing kelompok mempersentasikan hasil
pekerjaannya.
8. Guru memberi penghargaan kepada siswa atau kelompok yang telah
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.
c. Observasi atau Monitoring
Observasi atau monitoring untuk mendokumentasikan pengaruh
tindakan yang diterapkan berorientasi ke masa yang akan datang, memberi
dasar bagi kegiatan refleksi yang kritis. Observasi atau monitoring berperan
dalam upaya perbaikan praktek profesional melalui pemahaman yang lebih
baik dan perencanaan tindakan yang lebih kritis. Kegiatan ini dilakukan oleh
observer dengan dibekali lembar pengamatan.
33

Observer adalah teman sejawat sebagai guru kolaborator bertugas


mengamati proses pembelajaran dan mengumpulkan data mengenai segala
sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran. Observer hanya mencatat apa
yang dilihat dan didengar pada lembar pengamaan yang telah disiapkan.
Observasi ini dilaksanakan dengan menyesuaikan jam pelajaran Matematika di
kelas VII.A pada materi Garis dan Sudut, observer duduk dibelakang kelas.
d. Evaluasi
Evaluasi belajar dan pembelajaran adalah proses untuk menentukan
nilai belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan
penilaian atau pengukuran belajar dan pembelajaran. Evaluasi hasil
pengamatan dilakukan untuk mengkaji hasil perencanaan, observasi dan
refleksi penelitian pada setiap pelaksanaan. Evaluasi dilakukan sebagai upaya
menentukan tingkat keberhasilan dan pencapaian tindakan. Evaluasi diarahkan
pada penemuan bukti-bukti untuk menyusun jawaban terhadap tujuan
penelitian yang telah dilaksanakan. Kegiatan ini dilakukan dalam setiap
tindakan dilaksanakan. Dengan demikian, analisis kualitatif dalam penelitian
tindakan ini dilakukan semenjak tindakan-tindakan dilaksanakan.
e. Refleksi
Refleksi dalam penelitian tindakan kelas adalah upaya mengkaji apa
yang telah dan belum terjadi. Apa yang dihasilkan atau yang belum berhasil
dituntaskan dengan tindakan perbaikan yang telah dilakukan. Hasil refleksi itu
digunakan untuk menetapkan langkah selanjut dalam upaya mencapai tujuan
penelitian tindakan kelas. Dengan kata lain, refleksi merupakan pengkajian
terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan sementara.
Pelaksanaan refleksi ini adalah berupa diskusi yang dilakukan peneliti
dan guru kolaborator untuk menelaah hasil tindakan yang telah dilakukan,
refleksi ini dilakukan setiap akhir pembelajaran matematika. Secara informal
setiap hari kerja diadakan dialog antara peneliti dan guru kolaborator untuk
membahas hal-hal yang perlu penanganan segera. Hasil yang diperoleh pada
kegiatan refleksi ini merupakan informasi tentang apa yang dilakukan
selanjutnya yang dapat dijadikan dasar dalam melakukan rencana berikutnya
34

3. Tahapan Siklus II

Langkah-langkah yang dilaksanakan pada siklus II sama dengan siklus I dengan


mempertimbangkan hasil refleksi pada siklus I.
35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Penelitian Tindakan Kelas Siklus I
a. Diskripsi Kondisi Awal
Pembelajaran Matematika pada umumnya selama ini yang penulis lakukan
masih konvensional, hal ini disebabkan karena materi pelajaran yang banyak, jika
menggunakan metode yang bermacam-macam, tidak selesai, padahal Matematika
termasuk mata pelajaran yang diujiannasionalkan. Pembelajaran yang penulis
lakukan begitu masuk menanyakan PR, menyampaikan materi, memberi contoh,
latihan soal, sampai waktu habis, terus berulang-ulang. Pada akhir materi
diberikan ulangan, hasilnya sangat mengecewakan.
Sebelum penelitian dimulai, peneliti mengidentifikasi permasalahan yang
terjadi pada kelas VII.A dengan cara merefleksi diri terhadap proses
pembelajaran yang selama ini peneliti lakukan. Kemudian peneliti memberikan
angket siswa sebagai refleksi awal yang akan digunakan sebagai dasar untuk
menentukan fokus masalah pada penelitian ini.
Sebelum memaparkan hasil penelitian tindakan kelas, terlebih dahulu akan
disajikan data hasil refleksi awal yang diperoleh dari angket siswa. Hasil refleksi
awal tedapat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Angket Siswa sebagai Refleksi Awal


Penilaian
No Aspek Ya Tidak
1. Matematika merupakan pelajaran yang sulit 54,5% 45,5%
2. Guru pernah menggunakan model pembelajaran 9,0% 91,0%
kooperatif
3. Anda merasa senang dengan metode yang 36,4% 63,6%
diterapkan oleh guru anda selama ini
4. Anda merasa termotivasi untuk belajar saat guru 54,5% 45,5%
anda mengajar
5. Anda menginginkan adanya model pembelajaran 91,0% 9,0%
yang baru
36

6. Apakah anda puas dengan hasil ulangan harian 31,8% 68,2%


yang anda peroleh

Dari Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas VII.A
SMP Negeri 2 Karangkobar menyatakan Matematika merupakan pelajaran yang
sulit (54,5%) dan 68,2% siswa merasa tidak puas terhadap hasil ulangan yang
diperoleh. Siswa merasa jenuh dengan metode mengajar yang selama ini
diterapkan. Hampir semua siswa (91,0%) menginginkan adanya variasi model
pembelajaran, dan siswa merasa kurang termotivasi untuk belajar dengan metode
yang selama ini diterapkan.

Selain itu, peneliti menyiapkan data yang berupa nilai ulangan harian dari
materi sebelumnya. Dari nilai ulangan harian, menunjukkan bahwa banyak siswa
yang belum tuntas atau yang mendapatkan nilai kurang dari 59 ada 8 orang atau
36% berkemampuan kurang, 8 orang atau 36% berkemampuan sedang, 5 orang
atau 22% berkemampuan cukup dan 1 orang atau 5% berkemampuan baik, data
kompetensi siswa kelas VII.A dapat dilihat pada tabel 4.2:

Tabel 4.2: Kompetensi siswa Kelas VII.A


Kondisi Awal / sebelum Penelitian.
Rentang Nilai Frekuensi Persentase Kriteria
90 – 100 0 0,0% Amat Baik
80 – 89 1 4,5% Baik
70 – 79 5 22,7% Cukup
60 – 69 8 36,4% Sedang
50 – 59 3 13,6% Kurang
40 – 49 3 13,6% Sangat Kurang
< 39 2 9,0% Sangat Kurang Sekali
Rata - Rata 61,36
Ketuntasan 63,6%
Belajar
37

b. Rencana Tindakan Siklus I

Rencana pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan dalam siklus ini adalah


melaksanakan skenario pembelajaran yang telah dibuat, adapun rencana tindakan
pada siklus I adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Guru menyajikan informasi baik secara ceramah atau tanya jawab selanjutnya
memberi contoh cara pembuatan soal dari informasi yang diberikan.
3. Guru membentuk kelompok belajar antara 4-5 siswa tiap kelompok yang
bersifat heterogen baik kemampuan, ras dan jenis kelamin.
4. Setiap kelompok harus membuat soal dan cara penyelesaiannya, kemudian
dikerjakan oleh kelompok lain, setelah selasai dikembalikan lagi pada
kelompok pembuat soal untuk dikoreksi, kemudian dikembalikan lagi pada
kelompok yang mengerjakan untuk diperiksa.
5. Selama kerja kelompok berlangsung guru membimbing kelompok-kelompok
yang mengalami kesulitan dalam membuat soal dan menyelesaikannya.
6. Guru memimpin diskusi untuk mendiskusikan hasil pekerjaan kelompok dan
kelompok yang lain disuruh memberikan tanggapan.
7. Guru memberi penghargaan kepada siswa atau kelompok yang telah
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.
c. Deskripsi Pelaksanaan Siklus 1
a. Pelaksanaan Pembelajaran.
Pelaksanaan tindakan pada siklus 1 terbagi menjadi 2 kali pertemuan.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin tanggal 5 April 2010.
Pertemuan pertama berlangsung selama 2 X 40 menit. Pelaksanaan tindakan
dimulai dengan kegiatan pendahuluan, guru membuka pelajaran dan
menyampaikan tujuan dan materi pembelajaran tentang memberi nama dan
menggambar sudut serta menentukan besar sudut dari suatu gambar dan jarum
jam, dilanjutkan menentukan jenis-jenis sudut. Kegiatan pendahuluan dan
penyampaian materi ini berlangsung selama 15 menit.

Pada kegiatan inti, guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok


belajar, dimana setiap kelompok terdiri 4-5 siswa selain itu, dalam setiap
38

kelompok siswa putra dan putri dicampur dan siswa yang memiliki kemampuan
tinggi dan rendah juga dicampur. Kemudian guru memberikan arahan kepada
masing-masing kelompok agar setiap kelompok supaya membuat 3 soal beserta
cara penyelesaiannya soal ditulis diselembar kertas yang dibentuk berbagai
macam daun. Lembar soal yang berbentuk daun ini bertujuan agar siswa tidak
bosan dan lebih menarik, yang mana selama ini lembar soal selalu berupa kertas
segi empat.

Masyarakat belajar pun terbentuk dengan siswa menyelesaikan


tugasnya dalam bentuk kelompok, mereka saling bertanya dan berdiskusi
dengan teman sekelompoknya. Sementara siswa mengerjakan tugasnya guru
berkeliling untuk memberi arahan yang diperlukan kepada kelompok siswa
yang merasa kesulitan. Namun dalam hal ini guru kurang merata dalam
memberikan bimbingan sehingga masih banyak siswa yang ramai. Ada satu
atau dua siswa pada masing-masing kelompok yang kurang peduli terhadap
kegiatan yang dikerjakan oleh teman yang lain.

Gambar 4.1: Kegiatan kerja kelompok siswa pada pertemuan I siklus I dimana
Ada satu atau dua siswa pada masing-masing kelompok yang kurang peduli
terhadap kegiatan yang dikerjakan oleh teman yang lain.

Setelah selesai membuat soal, lembar soal dikumpulkan kemudian


ditukarkan oleh guru kepada kelompok lain untuk dikerjakan. Setelah soal
selesai dikerjakan lembar jawaban diserahkan untuk dikoreksi dan dinilai oleh
kelompok pembuat soal. Setelah lembar jawaban dikoreksi dan dinilai
39

serahkan kembali kepada kelompok yang mengerjakan soal untuk dipelajari


mana jawaban yang salah dan yang benar. Jawaban yang salah akan
didiskusikan pada forum diskusi.

Kegiatan selanjutnya adalah mendiskusikan hasil pekerjaan siswa, ada


dua kelompok yang mempertanyakan jawabannya kenapa disalahkan.
Kelompok yang menyalahkan diminta untuk menjelaskan, dari sinilah siswa
berpendapat dan mempertanyakan gagasan atau pendapat siswa yang lain.
Sehingga guru bukanlah satu-satunya sumber belajar dikelas. Guru meminta
masing-masing kelompok mengumpulkan hasil kerjanya. Guru menilai hasil
kerja kelompok. Guru memberikan umpan balik atas kegiatan diskusi kelas dan
memberikan saran cara mengerjakan soal latihan. Guru memberi penghargaan
pada kelompok atau individu yang terbaik. Kegiatan inti berlangsung selama
60 menit.

Gambar 4.2: Siswa bertanya dalam forum diskusi pada pertemuan I siklus I

Pada kegiatan penutup guru mengajak siswa melakukan refleksi dengan


mengadakan tanya jawab secara lisan. Guru membimbing siswa untuk
membuat kesimpulan terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Guru
memberi tugas untuk membuat kertas daun lagi yang berbeda dengan
sebelumnya. Kegiatan penutup ini berlangsung selama 5 menit.
40

Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 6 April 2010


dengan alokasi waktu 2 X 40 menit. Pelaksanaan tindakan dimulai dengan
kegiatan pendahuluan guru memberikan motivasi belajar siswa serta
menyampaikan tujuan dan materi pembelajaran sudut berpelurus dan sudut
berpenyiku serta sudut bertolak belakang. Kegiatan pendahuluan dan
penyampaian materi ini berlangsung selama 15 menit.

Pada kegiatan inti guru meminta siswa berada dalam kelompoknya


masing-masing dan guru memberikan arahan kepada masing-masing kelompok
agar setiap kelompok supaya membuat 4 soal beserta cara penyelesaiannya
soal ditulis diselembar kertas yang dibentuk berbagai macam daun. Dalam satu
kelompok dibagi ada yang membuat media daun kertas, ada yang membuat
soal dan ada yang telah dibuat dari rumah sebelumnya seperti pada pertemuan
I.

Kelompok siswa dalam menyelesaikan tugasnya pada pertemuan ini


lebih lancar dibanding pada pertemuan I karena siswa sudah berlatih
sebelumnya. Siswa juga lebih aktif dalam diskusi kelompok untuk
menyelesaikan tugasnya, pada pertemuan ini guru tetap berkeliling untuk
memberi arahan yang diperlukan kepada kelompok yang merasa kesulitan.

Gambar 4.3: Guru memberi bimbingan pada kelompok belajar pada pertemuan
II siklus I
41

Kegiatan selanjutnya Guru meminta masing-masing kelompok


mempresentasikan hasil kerja kelompok sementara kelompok lain
menanggapinya. Semua anggota kelompok menyampaikan laporan hasil
kegiatan. Guru memberikan umpan balik atas kegiatan diskusi kelas dengan
memberikan jawaban yang benar. Guru memberi penghargaan pada kelompok
terbaik. Guru menciptakan saingan antar kelompok dengan memberikan nilai
tambah pada kelompok yang aktif dan memberikan pujian. Kegiatan inti
berlangsung selama 60 menit.

Gambar 4.4: Perwakilan salah satu kelompok sedang memberi penjelasan pada
kelompok lain yang bertanya pada pertemuan II siklus I.

Pada kegiatan penutup guru mengajak siswa melakukan refleksi dengan


mengadakan tanya jawab secara lisan. Guru membimbing siswa untuk
membuat kesimpulan terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Guru
memberi tahu bahwa pada hari Kamis tanggal 8 April yang jadwal pelajaran
hanya satu jam pelajaran akan digunakan ulangan harian sebagai evaluasi
siklus I. Kegiatan penutup ini berlangsung selama 5 menit.

d. Observasi
1. Pengamatan terhadap guru
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung diadakan pengamatan dan
penilaian terhadap guru. Pengamatan dan penilaian terhadap guru dilakukan
42

oleh observer dengan mengisi lembar observasi kegiatan pembelajaran


Matematika dengan pendekatan Problem Possing responden guru. Dari hasil
pengamatan proses pembelajaran telah berlangsung cukup baik, dengan rata-
rata 3,0 atau baik. Hal-hal yang menjadi perhatian adalah guru kurang dalam
memberikan bimbingan kepada kelompok yang belum paham, selain itu guru
juga kurang dalam memberikan penghargaan kepada kelompok yang terbaik.
Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel. 4.3

Tabel 4.3: Hasil pengamatan terhadap guru dalam pembelajaran siklus I


Pengamatan
No Aspek Pengamatan
Ada/tidak Kriteria
1 Kegiatan Awal
a. Apakah guru memberikan apersepsi? Ada 3
b. Apakah guru mengukur pengetahuan prasarat Ada 3
yang harus dimiliki siswa?
2. Kegiatan Inti
a. Apakah guru menyampaikan tujuan pembelajaran Ada 4
dan memotivasi siswa?
b. Apakah guru menyajikan informasi yang Ada 3
dibutuhkan siswa?
c. Apakah guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan Ada 2
yang mendorong siswa untuk berfikir lebih lanjut.
d. Apakah guru mengorganisasi siswa dalam Ada 4
kelompok belajar?
e. Apakah guru membimbing siswa dalam Ada 2
menyelesaikan masalah?
f. Apakah guru menanyakan hasil pekerjaan siswa Ada 3
atau hasil diskusi kelompok?
g. Apakah melakukan evaluasi hasil belajar siswa. Ada 4
h. Apakah guru memberikan penghargaan bagi Ada 3
kelompok/siswa yang berprestasi?
3 Kegiatan Penutup
a. Apakah guru menyimpulkan materi Ada 3
pembelajaran?
b. Apakah guru memberikan pesan-pesan belajar Ada 3
kepada siswa.

2. Pengamatan terhadap kreatifitas belajar siswa

Selama kegiatan pembelajaran berlangsung selain diadakan pengamatan


dan penilaian terhadap guru juga diadakan pengamatan dan penilaian terhadap
siswa. Pengamatan dan penilaian terhadap siswa guru dilakukan oleh observer
43

dengan mengisi lembar observasi kegiatan pembelajaran Matematika dengan


pendekatan Problem Possing responden siswa yang meliputi: mengemukakan
pendapat, menyelesaikan tugas membuat/mengerjakan soal, keaktifan dalam
diskusi dan daya kreasi siswa dalam menggunakan atau membuat media
pembelajaran daun kertas.

Dari hasil pengamatan diketahui banyak siswa yang mengemukakan


pendapat dengan kriteria amat baik ada 2 siswa atau 9,9% sedangkan kriteria
baik ada 5 siswa atau 22,7%. Sedangkan indikator kemampuan siswa dalam
mnyelesaikan tugas membuat/mengerjakan soal dengan kriteria amat baik ada
4 siswa atau 18,2% sedangkan kriteria baik ada 10 siswa atau 45,5%. Adapun
indikator keaktifan dalam diskusi dengan kriteria amat baik ada 5 siswa atau
22,7 % sedangkan kriteria baik ada 8 siswa atau 36,4%. Untuk indikator
kemampuan siswa dalam berkreasi membuat media daun kertas dengan kriteria
amat baik ada 6 siwa atau 27,3% sedangkan kriteria baik ada 9 siswa atau
40,9%. Secara umum kreatifitas belajar siswa dengan kriteria amat baik
memiliki rata-rata 19,3% sedangkan kriteria baik 36,4%. Secara umum
berjumlah 55,7% dengan demikian belum memenuhi indikator kinerja
kreatifitas belajar sehingga penelitian dilanjutkan ke siklus II.

Tabel 4.4: Kreatifitas belajar siswa dalam pembelajaran siklus I

Jumlah Siswa dan Persentase perkriteria


No. Indikator
Amat Baik Baik Cukup Kurang
1 Mengemukakan pendapat 2 (9,0%) 5 (22,7%) 9 (40,9%) 6 (27,3%)

Menyelesaikan tugas 4 (18,2%) 10 (45,5%) 5 (22,7%) 3 (13,6%)


2
membuat/ mengerjakan soal
3 Keaktifan dalam Diskusi 5 (22,7%) 8 (36,4%) 5 (22,7%) 4 (18,2%)

4 Berkreasi 6 (27,3%) 9 (40,9%) 4 (18,2%) 3 (13,6%)

Pengumpulan data tentang kreatifitas belajar siswa selain dari lembar


observasi responden siswa juga dilaksanakan melalui angket tanggapan siswa
terhadap pendekatan dan media pembelajaran yang dipakai. Angket tanggapan
siswa diberikan pada ahir siklus I. Hasil angket tanggapan siswa terhadap
44

pendekatan problem possing dan media daun kertas yang menyatakan


membaca/mempelajari buku matematika dari sumber lain ada 5 siswa
(22,7%), sedangkan yang mengatakan bertanya kepada guru atau teman
tentang materi yang kurang jelas ada 7 siswa (31,8%). adapun untuk
pertanyaan apakah saya mengemukakan pendapat/ide gagasan ada 5 siswa
(22,7%), untuk pertanyaan apakah saya memberikan tanggapan atas pendapat
teman dalam diskusi ada 4 siswa (18,2%). Sedangkan yang menyatakan senang
dengan metode dan media yang digunakan ada 17 siswa (77,3%), sedangkan
untuk pertanyaan apakah minat dan semangat belajar saya bertambah dengan
metode dan media yang digunakan ada 16 siswa (72,7%), adapun yang
menyatakan menjadi lebih paham dan menguasai pelajaran setelah
menggunaka metode dan media yang dipakai ada 14 siswa (63,6%). Sedangkan
untuk pertanyaan apakah kreatifitas belajar saya meningkat setelah
menggunakan metode dan media yang digunakan ada 13 siswa (59,1%), secara
lengkap dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5: Tanggapan siswa terhadap pendekatan Problem Possing


dan media yang digunakan siklus I.
No Pertanyaan Ya Ragu-ragu Tidak
1 Apakah saya membaca/mempelajari 5 (22,7%) 5 (22,7%) 12 (54,5%)
buku matematika dari sumber lain?
2 Apakah saya bertanya kepada guru 7 (31,8%) 8 (36,4%) 7 (31,8%)
atau teman tentang materi yang
kurang jelas?
3 Apakah saya mengemukakan 5 (22,7%) 6 (27,3%) 11 (50,0%)
pendapat/ide gagasan?
4 Apakah saya memberikan tanggapan 4 (18,2%) 6 (27,3%) 12 (54,5%)
atas pendapat teman dalam diskusi?
5 Apakah saya senang dengan metode 17 (77,3%) 3 (13,6%) 2 (9,0%)
dan media yang digunakan?
6 Apakah minat dan semangat belajar 16 (72,7%) 4 (18,2%) 2 (9,0%)
saya bertambah dengan metode dan
media yang digunakan?
45

7 Apakah saya menjadi lebih paham 14 (63,6%) 4 (18,2%) 4 (18,2%)


dan menguasai pelajaran setelah
menggunaka metode dan media
yang dipakai?
8 Apakah kreatifitas belajar saya 13 (59,1%) 3 (13,6%) 6 (27,3%)
meningkat setelah menggunakan
metode dan media yang digunakan?

e. Evaluasi
Setelah pelaksanaan tindakan siklus I selama 2 kali pertemuan,
diadakan evaluasi dengan tes yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 8 April
2010. Hasil tes siklus I menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jika
dibandingkan dengan hasil tes awal yaitu dari 12 siswa atau 63,6% yang
memperoleh nilai diatas KKM (60) pada tes awal meningkat menjadi 17 siswa
atau 77,3% yang memperoleh nilai diatas KKM. Walaupun hasil tes siklus I
menunjukkan peningkatan, tetapi karena belum mencapai indikator keberhasilan
maka penelitian dilanjutkan pada siklus II. Hasil tes tindakan siklus I
selengkapnya dapat dlihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6: Kompetensi siswa Kelas VII.A Siklus I
Rentang Nilai Frekuensi Persentase Kriteria
90 – 100 2 9,0% Amat Baik
80 – 89 3 13,6% Baik
70 – 79 6 31,8% Cukup
60 – 69 6 31,8% Sedang
50 – 59 2 9,0% Kurang
40 – 49 2 9,0% Sangat Kurang
< 39 1 4,5% Sangat Kurang Sekali
Rata - Rata 69,1
Ketuntasan 77,2%
Belajar
46

f.Refleksi
Berdasarkan hasil observasi terhadap guru dan siswa, angket tanggapan
siswa dan evaluasi selama pelaksanaan siklus 1, ada beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan dan diperbaiki untuk rencana tindakan pada siklus berikutnya.
Dalam kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan, guru telah berusaha
tampil dengan baik sesuai dengan pendekatan problem possing. Dari hasil
observasi ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan
pembelajaran antara lain: guru kurang memotivasi siswa dalam belajar dan
kurang membimbing seluruh kelompok dalam kegiatan kelompok sehingga tidak
semua siswa terlibat dalam kegiatan kelompok. Untuk mengatasi hal tersebut
peneliti dan observer saling memberi masukan agar pada siklus berikutnya guru
tampil dengan lebih baik. Guru harus berusaha memberi bimbingan yang merata
pada semua kelompok sehingga tidak ada kelompok yang merasa tidak
diperhatikan dan semua siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran.

Dari hasil observasi terhadap proses pembelajaran ada hal yang perlu
diperbaiki untuk rencana tindakan pada siklus berikutnya yaitu dalam kelompok
belajar, tidak semua siswa aktif mengerjakan membuat soal, terutama pada
pertemuan pertama. Ada satu atau dua siswa pada masing-masing kelompok
yang kurang peduli terhadap kegiatan yang dikerjakan oleh teman yang lain.
Untuk mengantisipasi agar hal ini tidak terulang pada siklus berikutnya maka
setiap siswa harus membuat soal walaupun dalam bentuk kelompok tetapi
pengerjaannya tetap individu.

Selain itu berdasarkan angket siswa hanya mempelajari LKS


Matematika yang diberikan oleh sekolah, mereka kurang membaca atau
mempelajari buku paket Matematika yang lain. Untuk mengatasi permasalahn
tersebut pada siklus II siswa diwajibkan untuk meminjam buku paket
Matematika dari perpustakaan. Disamping itu bimbingan guru harus menyeluruh
pada semua kelompok karena siswa harus mengerjakan tugas secara individu.
47

2. Penelitian Tindakan Kelas Siklus II

a. Rencana Tindakan Siklus II


Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, pelaksanaan tindakan siklus I
belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, sehingga peneliti
bersama guru observer merencanakan tindakan siklus II. Kelemahan-kelemahan
dan kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I akan diperbaiki pada siklus II.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki kelemahan
dan kekurangan pada siklus I untuk diperbaiki pada siklus II adalah :
1. Guru harus memotivasi siswa belajar agar siswa lebih bersemangat dalam
belajar matematika serta guru harus memberikan apersepsi.
2. Guru harus berusaha memberi bimbingan yang merata pada semua kelompok
sehingga tidak ada kelompok yang merasa tidak diperhatikan dan semua siswa
terlibat secara aktif dalam pembelajaran.

3. Guru harus bersikap tegas dengan menegur/memberi sanksi kepada siswa yang
tidak memperhatikan penjelasan guru dan yang tidak mau bekerja sama dengan
teman kelompoknya.
4. Guru harus selalu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti.
5. Guru harus mampu mengelola waktu dengan efisien agar semua tahapan
kegiatan dalam skenario pembelajaran dapat terlaksana.
6. Siswa diwajibkan untuk meminjam buku paket Matematika dari perpustakaan
agar siswa kreatif mencari soal dari sumber bacaan lain.
Rencana pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan dalam siklus ini adalah
melaksanakan skenario pembelajaran yang telah dibuat, adapun rencana tindakan
pada siklus I adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Guru menyajikan informasi baik secara ceramah atau tanya jawab selanjutnya
memberi contoh cara pembuatan soal dari informasi yang diberikan.
3. Guru membentuk kelompok belajar antara 4-5 siswa tiap kelompok yang
bersifat heterogen baik kemampuan, ras dan jenis kelamin.
4. Setiap siswa harus membuat soal dan cara penyelasaiannya pengerjaannya
48

individu tetapi boleh bertanya dan berdiskusi dengan anggota kelompoknya,


kemudian dikerjakan oleh siswa dalam kelompok lain, setelah selesai
dikembalikan lagi pada siswa kelompok pembuat soal untuk dikoreksi,
kemudian dikembalikan lagi pada siswa kelompok yang mengerjakan untuk
diperiksa.
5. Selama kerja kelompok berlangsung Guru harus berusaha memberi bimbingan
yang merata pada semua kelompok sehingga tidak ada kelompok yang merasa
tidak diperhatikan dan semua siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran.

6. Guru memimpin diskusi untuk mendiskusikan hasil pekerjaan siswa dalam


kelompok dan kelompok yang lain disuruh memberikan tanggapan.
7. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan
cara masing-masing kelompok mempersentasikan hasil pekerjaannya.
6. Guru memberi penghargaan kepada siswa atau kelompok yang telah
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.
b. Deskripsi Pelaksanaan Siklus II

a. Pelaksanaan Pembelajaran.

Pelaksanaan tindakan pada siklus 2 terbagi menjadi 2 kali pertemuan.


Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Sabtu 10 April 2010. Pertemuan
pertama berlangsung selama 2 X 40 menit. Pelaksanaan tindakan dimulai
dengan kegiatan pendahuluan, guru membuka pelajaran dan menyampaikan
tujuan dan materi pembelajaran tentang dua garis sejajar yang dipotong oleh
garis ketiga dan sudut-sudut yang terjadi didalamnya yang meliputi sudut
sehadap, sudut dalam berseberangan, sudut luar berseberangan, sudut dalam
sepihak dan sudut luar sepihak.

Guru mengarahkan kepada siswa untuk mempelajari kembali materi


yang telah diajarkan dan akan memberikan nilai tambah kepada siswa yang aktif
menjawab pertanyaan dari guru dan juga mempunyai keberanian untuk
mengungkapkan ide atau gagasannya tentang materi tersebut baik secara lisan
maupun tulisan. Kegiatan pendahuluan dan penyampaian materi ini berlangsung
selama 15 menit.
49

Pada kegiatan inti, siswa dalam mengerjakan tugas masih dalam


kelompok-kelompok belajar,dimana setiap kelompok komposisinya masih sama
dengan kelompok pada siklus I. Kemudian guru memberikan arahan kepada
masing-masing kelompok agar setiap siswa dalam kelompok supaya membuat 3
soal beserta cara penyelesaiannya soal ditulis diselembar kertas yang dibentuk
berbagai macam daun yang dibuat masing-masing siswa. Pada pertemuan ini
siswa dalam menyelesaikan pembuatan soal lebih cepat walau pengerjaannya
secara individu, hal ini dikarenakan siswa terlebih dahulu sudah
mempersiapkannya dari rumah begitu juga media daun kertasnya juga dibuat
dari rumah. Pembuatan kertas daun ini dikerjakan dirumah dengan pertimbangan
untuk menghemat waktu.

Siswa dalam menyelesaikan tugasnya walau dalam bentuk kelompok,


tetapi pengerjaanya secara individu dengan tujuan agar mereka bisa mandiri
tidak menggantungkan pada teman satu kelompoknya. Mereka boleh saling
bertanya dan berdiskusi dengan teman sekelompoknya. Sementara siswa
mengerjakan tugasnya guru berkeliling untuk memberi arahan yang diperlukan
kepada kelompok siswa yang merasa kesulitan. Bimbingan yang diberikan
secara merata pada semua kelompok sehingga tidak ada kelompok yang
merasa tidak diperhatikan dan semua siswa terlibat secara aktif dalam
pembelajaran.

Gambar 4.5: Siswa bekerjasama dalam kelompoknya masing-masing dalam


menyelesaikan tugas pada pertemuan I siklus II.
50

Kemandirian siswa dalam membuat dan mengerjakan soal-soal latihan


menuntut konsep yang mereka pahami mulai tampak, dan juga siswa sudah
mulai belajar di rumah tentang materi yang telah diajarkan. Siswa diwajibkan
untuk meminjam minimal satu buku paket Matematika, sehingga akan lebih
banyak sumber-sumber pengetahuan. Setelah selesai membuat soal, lembar
soal dikumpulkan kemudian ditukarkan oleh guru kepada siswa dalam
kelompok lain untuk dikerjakan. Setelah soal selesai dikerjakan lembar
jawaban diserahkan untuk dikoreksi dan dinilai oleh siswa dalam kelompok
pembuat soal. Setelah lembar jawaban dikoreksi dan dinilai serahkan kembali
kepada siswa dalam kelompok yang mengerjakan soal untuk dipelajari mana
jawaban yang salah dan yang benar. Jawaban yang salah akan didiskusikan
pada forum diskusi.

Kegiatan selanjutnya adalah mendiskusikan hasil pekerjaan siswa, ada


beberapa siswa kelompok yang mempertanyakan jawabannya kenapa
disalahkan. Kelompok yang menyalahkan diminta untuk menjelaskan, dari
sinilah siswa berpendapat dan mempertanyakan gagasan atau pendapat siswa
yang lain, guru menilai hasil kerja kelompok. Pada pertemuan ini dominasi
guru sudah berkurang karena siswa yang lebih perperan. Guru memberikan
umpan balik atas kegiatan diskusi kelas dan memberikan saran cara
mengerjakan soal latihan. Guru memberi penghargaan pada kelompok atau
individu yang terbaik. Kegiatan inti berlangsung selama 60 menit.

Pada kegiatan penutup guru mengajak siswa melakukan refleksi dengan


mengadakan tanya jawab secara lisan. Guru membimbing siswa untuk
membuat kesimpulan terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Guru
memberi pesan-pesan belajar agar para siswa mempelajari lagi materi pada
pertemuan yang akan datang agar pembelajaran yang akan berlangsung
nantinya lebih lancar. Guru memberi tugas untuk membuat kertas daun lagi
yang berbeda dengan sebelumnya dan siswa supaya mempersiapkan rancangan
soal yang akan dibuat. Kegiatan penutup ini berlangsung selama 5 menit.
51

Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Senin tanggal 12 April 2010


dengan alokasi waktu 2 X 40 menit. Pelaksanaan tindakan dimulai dengan
kegiatan pendahuluan guru memberikan motivasi belajar siswa serta
menyampaikan tujuan dan materi pembelajaran tentang hubungan dua garis
sejajar yang dipotong oleh garis ketiga dengan sudut berpelurus untuk mencari
besar sudut yang lain dengan menggunakan variabel. Materi pada pertemuan
ini merupakan pendalaman dari materi sebelumnya, secara umum konsepnya
telah dipelajari pada pertemuan ini lebih menekankan pada pemecahan
masalah. Kegiatan pendahuluan dan penyampaian materi ini berlangsung
selama 15 menit.

Pada kegiatan inti guru meminta siswa berada dalam kelompoknya


masing-masing dan guru memberikan arahan kepada masing-masing siswa
dalam kelompok supaya membuat 3 soal beserta cara penyelesaiannya. Siswa
dalam menyelesaikan tugasnya pada pertemuan ini lebih lancar dibanding pada
pertemuan I karena siswa sudah mempelajari buku pelajaran yang dipinjam
dari perpustakaan sekolah dan siswa berlatih sebelumnya. Siswa juga lebih
aktif dalam diskusi kelompok untuk menyelesaikan tugasnya, pada pertemuan
ini guru tetap berkeliling untuk memberi arahan yang diperlukan kepada
kelompok yang merasa kesulitan.

Gambar 4.6: Guru berkeliling kelas sambil memberi bimbingan pada siswa atau
kelompok yang merasa kesulitan pada pertemuan II siklus II
52

Kegiatan selanjutnya Guru memandu jalannya diskusi, pada kegiatan


diskusi ini soal yang dibahas hanyalah soal yang salah, hal ini dilakukan karena
terlalu banyak soal yang dibuat karena pengerjaanya secara individu. Pada
pertemuan ini diskusi kelompok berlangsung tidak terlalu lama, karena tidak
banyak soal yang salah. Guru memberikan umpan balik atas kegiatan diskusi
kelas dengan memberikan jawaban yang benar. Guru memberi penghargaan
pada kelompok terbaik. Kegiatan selanjutnya adalah mendiskusikan hal-hal
atau materi yang belum jelas. Ada beberapa siswa yang bertanya tentang
beberapa soal yang ada di LKS yang belum mereka pahami. Pada kegiatan ini
guru tidak langsung menjawabnya, tetapi dilemparkan terlebih dahulu kepada
siswa lain agar menjelaskan didepan kelas, baru kalau tidak ada siswa yang
bisa guru yang menjelaskannya. Kegiatan inti berlangsung selama 60 menit.

Gambar 4.7: Guru memberi penghargaan pada kelompok terbaik pada


pertemuan II siklus II

Pada kegiatan penutup guru mengajak siswa melakukan refleksi dengan


mengadakan tanya jawab secara lisan. Guru membimbing siswa untuk
membuat kesimpulan terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Guru
memberi tahu bahwa pada hari Selasa tanggal 12 April akan digunakan
ulangan harian sebagai evaluasi siklus II. Kegiatan penutup ini berlangsung
selama 5 menit.
53

e. Observasi
1. Pengamatan terhadap guru
Pada siklus II pengamatan dan penilaian terhadap guru dilakukan oleh
observer dengan mengisi lembar observasi kegiatan pembelajaran Matematika
dengan pendekatan problem possing responden guru. Dari hasil pengamatan
indikator yang diamati hampir semua amat baik. Rata-rata 3,67 atau amat baik
sehingga peneliti yakin bahwa pembelajaran melalui pendekatan problem
possing dengan media daun kertas dapat meningkatkan kualitas pembelajaran
terutama aspek kreatifitas belajar pada materi garis dan sudut siswa kelas
VII.A SMP Negeri 2 Karangkobar. Hasil pengamatan secara lengkap dapat
dilihat pada tabel. 4.7

Tabel 4.7: Hasil pengamatan terhadap guru dalam pembelajaran siklus II


Pengamatan
No Aspek Pengamatan
Ada/tidak Kriteria
1 Kegiatan Awal
a. Apakah guru memberikan apersepsi? Ada 4
b. Apakah guru mengukur pengetahuan prasarat Ada 3
yang harus dimiliki siswa?
2. Kegiatan Inti
a. Apakah guru menyampaikan tujuan pembelajaran Ada 4
dan memotivasi siswa?
b. Apakah guru menyajikan informasi yang Ada 3
dibutuhkan siswa?
c. Apakah guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan Ada 3
yang mendorong siswa untuk berfikir lebih lanjut.
d. Apakah guru mengorganisasi siswa dalam Ada 4
kelompok belajar?
e. Apakah guru membimbing siswa dalam Ada 4
menyelesaiakan masalah?
f. Apakah guru menanyakan hasil pekerjaan siswa Ada 4
atau hasil diskusi kelompok?
g. Apakah melakukan evaluasi hasil belajar siswa. Ada 4
h. Apakah guru memberikan penghargaan bagi Ada 4
kelompok/siswa yang berprestasi?
3 Kegiatan Penutup
a. Apakah guru menyimpulkan materi Ada 3
pembelajaran?
b. Apakah guru memberikan pesan-pesan belajar Ada 4
kepada siswa.
54

3. Pengamatan terhadap kreatifitas belajar siswa

Pada siklus II selama kegiatan pembelajaran berlangsung masih tetap


diadakan pengamatan dan penilaian terhadap guru terhadap siswa. Pengamatan
dan penilaian terhadap siswa guru dilakukan oleh observer dengan mengisi
lembar observasi kegiatan pembelajaran Matematika dengan pendekatan
Problem Possing responden siswa. Dari hasil pengamatan diketahui banyak
siswa yang mengemukakan pendapat dengan kriteria amat baik ada 5 siswa
atau 22,7% sedangkan kriteria baik ada 8 siswa atau 36,4%. Sedangkan
indikator kemampuan siswa dalam mnyelesaikan tugas membuat/mengerjakan
soal dengan kriteria amat baik ada 9 siswa atau 40,9% sedangkan kriteria baik
ada 10 siswa atau 45,5%. Adapun indikator keaktifan dalam diskusi dengan
kriteria amat baik ada 7 siswa atau 31,8 % sedangkan kriteria baik ada 13 siswa
atau 59,1%. Untuk indikator kemampuan siswa dalam berkreasi membuat
media daun kertas dengan kriteria amat baik ada 9 siwa atau 40,9% sedangkan
kriteria baik ada 11 siswa atau 50,0%. Secara umum kreatifitas belajar siswa
dengan kriteria amat baik memiliki rata-rata 34,1% sedangkan kriteria baik
47,7% sehingga berjumlah 81,8%, dengan demikian telah memenuhi indikator
kinerja kreatifitas belajar siswa sehinga penelitian ini berahir di siklus II.

Tabel 4.8: Kreatifitas belajar siswa dalam pembelajaran siklus II

Jumlah Siswa dan Persentase perkriteria


No. Indikator
Amat Baik Baik Cukup Kurang
1 Mengemukakan pendapat 5 (22,7%) 8 (36,4%) 6 (27,3%) 3 (13,6%)

Menyelesaikan tugas 9 (40,9%) 10 (45,5%) 2 (9,0%) 1 (4,5%)


2
membuat/ mengerjakan soal
3 Keaktifan dalam Diskusi 7 (31,8%) 13 (59,1%) 2 (9,0%) 1 (4,5%)

4 Berkreasi 9 (40,9%) 11 (50,0%) 1 (4,5%) 1 (4,5%)

Pengumpulan data tentang kreatifitas belajar siswa selain dari lembar


observasi responden siswa juga dilaksanakan melalui angket tanggapan siswa
terhadap pendekatan dan media pembelajaran yang dipakai. Angket tanggapan
siswa diberikan pada ahir siklus I. Hasil angket tanggapan siswa terhadap
55

pendekatan problem possing dan media daun kertas yang menyatakan


membaca/mempelajari buku matematika dari sumber lain ada 15 siswa
(68,1%), sedangkan yang mengatakan bertanya kepada guru atau teman
tentang materi yang kurang jelas ada 17 siswa (77,3%). adapun untuk
pertanyaan apakah saya mengemukakan pendapat/ide gagasan ada 10 siswa
(45,4%), untuk pertanyaan apakah saya memberikan tanggapan atas pendapat
teman dalam diskusi ada 9 siswa (40,9%). Sedangkan yang menyatakan senang
dengan metode dan media yang digunakan ada 20 siswa (90,9%), sedangkan
untuk pertanyaan apakah minat dan semangat belajar saya bertambah dengan
metode dan media yang digunakan ada 19 siswa (86,4%), adapun yang
menyatakan menjadi lebih paham dan menguasai pelajaran setelah
menggunaka metode dan media yang dipakai ada 19 siswa (86,4%). Sedangkan
untuk pertanyaan apakah kreatifitas belajar saya meningkat setelah
menggunakan metode dan media yang digunakana ada 18 siswa (81,8%),
secara lengkap dilihat pada tabel 2.4. Hasil angket tanggapan siswa terhadap
pendekatan problem possing dan media daun kertas dapat dilihat pada tabel
4.9.

Tabel 4.9: Tanggapan siswa terhadap pendekatan Problem Possing


dan media yang digunakan siklus II.
No Pertanyaan Ya Ragu-ragu Tidak
1 Apakah saya membaca/mempelajari 15 (68,1%) 4 (18,2%) 3 (13,6%)
buku matematika dari sumber lain?
2 Apakah saya bertanya kepada guru 17 (77,3%) 3 (13,6%) 2 (9,0%)
atau teman tentang materi yang
kurang jelas?
3 Apakah saya mengemukakan 10 (45,4%) 5 (22,7%) 7 (31,8%)
pendapat/ide gagasan?
4 Apakah saya memberikan tanggapan 9 (40,9%) 6 (27,3%) 7 (31,8%)
atas pendapat teman dalam diskusi?
5 Apakah saya senang dengan metode 20 (90,9%) 2 (9,0%) 0 (0,0%)
dan media yang digunakan?
6 Apakah minat dan semangat belajar 19 (86,4%) 3 (13,6%) 1 (4,5%)
56

saya bertambah dengan metode dan


media yang digunakan?
7 Apakah saya menjadi lebih paham 19 (86,4%) 3 (13,6%) 1 (4,5%)
dan menguasai pelajaran setelah
menggunaka metode dan media
yang dipakai?
8 Apakah kreatifitas belajar saya 18 (81,8%) 2 (9,0%) 2 (9,0%)
meningkat setelah menggunakan
metode dan media yang digunakan?

e. Evaluasi
Setelah pelaksanaan tindakan siklus II selama 2 kali pertemuan,
diadakan evaluasi dengan tes yang dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 13
April 2010. Hasil tes siklus II menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jika
dibandingkan dengan hasil tes siklus I yaitu dari 17 siswa atau 77,3% yang
memperoleh nilai diatas KKM (60) pada tes awal meningkat menjadi 19 siswa
atau 86,4% yang memperoleh nilai diatas KKM. Hasil tes tindakan siklus I
selengkapnya dapat dlihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10: Kompetensi siswa Kelas VII.A Siklus II
Rentang Nilai Frekuensi Persentase Kriteria
90 – 100 4 18,1% Amat Baik
80 – 89 3 13,6% Baik
70 – 79 9 31,8% Cukup
60 – 69 3 13,6% Sedang
50 – 59 2 9,0% Kurang
40 – 49 1 4,5% Sangat Kurang
< 39 0 0,0% Sangat Kurang Sekali
Rata - Rata 75,5
Ketuntasan 86,4%
Belajar
57

g. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi atau pengamatan dan penilaian terhadap
guru yang dilakukan oleh observer dengan mengisi lembar observasi kegiatan
pembelajaran Matematika dengan pendekatan Problem Possing responden guru
pada siklus II diperoleh kesimpulan bahwa proses pembelajaran telah
berlangsung sesuai dengan tujuan dan memperoleh nilai rata-rata 3,67 atau amat
baik. Sedangkan hasil pengamatan dan penilaian terhadap kreatifitas belajar
siswa dilakukan oleh observer dengan mengisi lembar observasi kegiatan
pembelajaran Matematika dengan pendekatan problem possing responden siswa
pada siklus II diperoleh kesimpulan kreatifitas belajar siswa dengan kriteria amat
baik meningkat sebesar 14,8% yaitu dari 19,3% menjadi 34,1% sedangkan
kriteria baik meningkat 11,3% yaitu dari 36,4% menjadi 47,7%. Hasil tes siklus
II menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan hasil tes
siklus I yaitu dari 17 siswa atau 77,3% yang memperoleh nilai diatas KKM (60)
pada tes awal meningkat menjadi 19 siswa atau 86,4% yang memperoleh nilai
diatas KKM.
Dengan demikian peneliti dan guru kolaborator mengambil kesimpulan:
melalui pendekatan problem possing dengan media daun kertas dapat
meningkatkan kreatifitas belajar Matematika siswa kelas VII.A SMP Negeri 2
Karangkobar pada materi garis dan sudut tahun pelajaran 2009/2010. Dengan
meningkatnya kreatifitas belajar siswa meningkat pula prestasi belajar
Matematika siswa kelas VII.A SMP Negeri 2 Karangkobar pada materi garis dan
sudut tahun pelajaran 2009/2010 .

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pengelolaan proses pembelajaran Matematika dengan pendekatan Problem


Possing
Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan pendekatan model
pembelajaran prolem possing. Problem posing adalah perumusan soal sederhana
atau perumusan soal ulang yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih
sederhana sehingga soal tersebut dapat diselesaikan. Dari sini kita bisa katakan
58

bahwa problem posing merupakan suatu pembentukan soal atau pengajuan soal
yang dilakukan oleh siswa dengan cara membuat soal tidak jauh beda dengan soal
yang diberikan oleh guru ataupun dari situasi dan pengalaman siswa itu sendiri.
Data pengelolaan pembelajaran dengan pendekatan problem possing
diperoleh lembar pengamatan kegiatan pembelajaran dengan responden guru.
pengelolaan pembelajaran dengan pendekatan problem possing pada siklus 1 belum
sepenuhnya berjalan dengan baik. Terlihat guru kurang mampu mengelola
pembelajaran dan siswa belum terbiasa dengan pembelajaran model problem
possing. Siswa belum memahami tugas mereka dalam pembelajaran problem
possing ini. Hal ini disebabkan kurangnya motivasi dan bimbingan guru sehingga
sebagian siswa bersifat pasif. Mereka kurang peduli dengan tugas yang diberikan,
mereka hanya menggantungkan pada teman yang mereka anggap pintar. Seingga
mereka kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran, baik pada saat kerja kelompok
maupun pada saat diskusi kelas. Hal ini dikarenakan pemberian tugas secara
kelompok, dimana satu kelompok hanya mengumpulkan satu paket soal.

Pada siklus 2 guru memperbaiki pembelajaran dengan mengubah sistem


pemberian tugas, dimana setiap siswa harus membuat dan mengerjakan satu paket
soal tetapi pengerjaannya secara kelompok, para siswa diperbolehkan berdiskusi
dengan teman satu kelompok. Pengerjaan secara kelompok ini sesuai dengan salah
satu pilar pendidikan menurut UNESCO, yang dikutip oleh Suparlan, “Learning to
live together” atau belajar untuk hidup bersama dengan orang lain 49. Oleh karena
itu pembelajaran Matematikapun memerlukan kerjasama dengan orang lain.
Menurut Jhonson dalam Winarno, diantara keuntungan dari belajar kelompok antar
lain: siswa saling berbagi pendapat, belajar menghormati orang lain, mendengarkan
dengan pikiran terbuka, membangun kesepakatan dan melatih bertanggung jawab
serta saling membantu50.

49
Suparlan,” Sepuluh Kaidah Untuk Meningkatkan Citra Matematika Sebagai Mata
Pelajaran Yang Menyenangkan” majalah Fasilitator edisi IV tahun 2004, hlm. 13.
50
Winarno, “Strategi Pembelajaran Matematika ................, hlm.17.
59

Pada setiap pertemuan guru berkeliling memberikan bimbingan kepada


kelompok belajar siswa, peranan guru pada kegiatan kelompok belajar ini bertindak
sebagai penunjuk jalan, membantu dan memberikan kemerdekaan bagi siswa
sedemikian rupa sehingga mereka dapat menggunakan ide, konsep dan
keterampilan yang sudah dipelajari untuk memecahkan masalah. Hail ini sesuai
dengan pendapat Van Glasersfeld yang dikutip oleh Paul Suparno51, bahwa guru
perlu membiarkan siswa menemukan cara yang paling cocok dalam pemecahan
persoalan. Sehingga dalam setiap siklusya siswa dibebaskan untuk menggunakan
cara mereka sendiri dalam memecahkan masalah, asalkan tidak bertentangan
dengan kaidah dalam Matematika.

Pada siklus II guru telah mampu mengelola pembelajaran dengan cukup


baik dan siswa nampak sudah bisa beradaptasi dengan pembelajaran problem
possing. Guru telah mampu membangkitkan motivasi belajar siswa dan bimbingan
guru merata pada semua siswa. Hanya sebagian kecil saja siswa yang terlihat pasif
dalam kegiatan pembelajaran baik pada saat kerja kelompok maupun pada saat
diskusi kelas. Pengaturan waktu sudah sangat baik sehingga KBM berjalan sesuai
skenario. Pada siklus 2 ini guru telah mampu mengatasi segala hal yang
menghambat kegiatan belajar mengajar dengan mengadakan perbaikan-perbaikan
pada beberapa aspek yang dirasa masih kurang. Secara keseluruhan kegiatan
pembelajaran problem possing berlangsung baik sehingga dapat dikatakan bahwa
pengelolaan kegiatan pembelajaran berlangsung baik dan mendapat nilai rata 3,67
atau amat baik.
Dengan demikian model pembelajaran problem possing bisa meningkat
kreatifitas belajar siswa, karena kemampuan pembentukan soal sesuai dengan
tujuan pembelajaran Matematika di sekolah sebagai usaha meningkatkan hasil
pembelajaran Matematika dan dapat meningkatkan kemampuan siswa. Dari sini
kita peroleh bahwa pembentukan soal penting dalam pelajaran Matematika guna
meningkatkan kreatifitas dan prestasi belajar Matematika. Hal ini sesuai dengan
pendapat Silver dan Cai dalam Surtini yang menunjukkan bahwa kemampuan
51
Paul Suparno. Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. (Jogjakarta: Kanesius, 1997),
hlm.11
60

pembentukan soal berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan masalah52.


2. Kreatifitas belajar Matematika siswa

Pada penelitian ini, kekreatifan siswa dalam mengikuti dan menguasai


tujuan dari pembelajaran menjadi bagian penting dalam pengamatan. Kekreatifan
siswa ditinjau dari bagaimana atau apa saja kegiatan yang dilakukan siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Kreatifitas belajar siswa bisa dilihat dari
indikatornya antara lain: mengemukakan pendapat, menyelesaikan tugas
membuat/mengerjakan soal, keaktifan dalam diskusi dan daya kreasi siswa dalam
menggunakan atau membuat media pembelajaran daun kertas.

a. Indikator Mengemukakan pendapat.

Pada penelitian ini siswa didorong untuk bertanya dan mengemukakan


pendapatnya baik dalam diskusi dalam satu kelompok maupun dalam diskusi
kelas. Selama pembelajaran komunikasi antara guru dan siswa dalam bentuk
dialog berlangsug secara intensif. Dalam pembelajaran selalu ditekankan banyak
bertanya bukan berarti belum paham atau bodoh, karena ada pepatah
“Questioningis the heart of the teaching” artinya “pertanyaan adalah jantungnya
pelajaran”, pengajaran tanpa ada bertanya adalah pengajaran yang gersang
demikianlah apa yang dikatakan Al. Krismanto53.

Pada siklus I jumlah siswa yang bertanya atau mengemukakan pendapat


ada 2 siswa atau 9,0% dengan kriteria amat baik sedangkan pada siklus II
meningkat menjadi 5 siswa atau 22,7%, sedangkan kriteria baik pada siklus I ada
5 siswa atau 22,7% meningkat menjadi 8 siswa atau 36,4%. adapun kriteria
kurang pada siklus II menurun dari 6 siswa atau 27,3% menjadi 3 siswa atau
13,6%. Selain itu berdasarkan angket tanggapan siswa pada siklus I yang

52
Surtini, Sri. 2004. Problem Posing dan Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan Cacah
Siswa SD. Jurnal pendidikan (on line volume 5 no. 1).hlm. 49. http://pk.ut.ac. Id/Scan
Penelitian/Sri % 2004. pdf. (5 Februari 2010).

53
Al. Krismanto, “Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan PAKEM” , makalah
disajikan dalam Diklat guru-guru pemandu mata pelajaran Matematika SD di PPPG Matematika
Yogyakarta tanggal 05 s.d 20 Agustus 2002, hlm.4
61

menyatakan “Apakah saya mengemukakan pendapat/ide gagasan?” ada 5 siswa


atau 22,7% sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 10 siswa atau 45,4%.

Dengan demikian pada siklus II siswa lebih banyak yang


mengemukakan pendapatnya, sehingga dengan pendekatan model problem
possing dapat meningkatkan aspek mengemukakan pendapat, dengan
meningkatnya jumlah siswa yang mengemukakan pendapatnya maka kreatifitas
belajar siswa pun meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sri Wardani
dimana pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang memberi kesempatan
kepada siswa merancang, membuat, berkreasi, mengkomunikasikan gagasan,
pendapat atau pikirannya melalui karya tertentu, secara tertulis maupun tidak
tertulis54.

Grafik 4.1: Indikator Mengemukakan pendapat pada setiap siklus.

b. Indikator menyelesaikan tugas membuat/mengerjakan soal

Pada penelitian ini kemampuan siswa dalam membuat dan menyelesaikan


Sri Wardani, “Strategi-Pendekatan-Metode Pembelajaran Matematika di Sekolah
54

Dasar”, makalah disajikan pada diklat......................., hlm.17.


62

soal menjadi salah satu aspek pengamatan. Inti dari pendekatan problem possing
ini adalah pada pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua
kegiatan yaitu pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari
pengalaman siswa dan pembentukan soal dari soal yang sudah ada.
Pada siklus I jumlah siswa yang aktif dan dapat menbuat seta mengerjakan
soal dengan kroteria amat baika ada 4 siswa atau 18,2% sedangkan pada siklus II
meningkat menjadi 9 siswa atau 40,9%. Adapun kriteria baik pada siklus I ada 10
siswa atau 45,5% sedangkan pada siklus II masih tetap 10 siswa atau 45,5%,
untuk kriteria kurang pada siklus I ada 3 siswa atau 13,6% pada siklus II
menurun menjadi 1 siswa atau 4,5%. Selain itu berdasarkan angket tanggapan
siswa pada siklus I yang menyatakan “Apakah saya menjadi lebih paham dan
menguasai pelajaran setelah menggunaka metode dan media yang dipakai?” ada
14 siswa atau 43,6% pada siklus II meningkat menjadi 19 siswa atau 86,4%.
Pada siklus II mengalami peningkatan yang positif hal ini dikarenakan
pada siklus II dirubah setiap siswa harus membuat dan mengerjakan satu paket
soal walau pengerjaanya dalam kelompok. Dengan demikian Problem posing atau
pembentukan soal adalah salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan
keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan
konsep Matematika. Hal ini sesuai dengan Tim Penelitian Tindakan Matematika
mengatakan bahwa 55
: Adanya korelasi positif antara kemampuan membentuk
soal dan kemampuan membentuk masalah, dan Latihan membentuk soal
merupakan cara efektif untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam memecahkan
suatu masalah.

55
Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM), “Meningkatkan Kemampuan Siswa
Menerapkan Konsep Matematika Melalui Pemberian Tugas Problem Posing Secara
Berkelompok”. Buletin Pelangi PendidikanVolume 2. (Jakarta: Direktorat Pendidikan, 2002),
hlm. 2.
63

Grafik 4.2: Indikator kemampuan dalam menyelesaikan tugas membuat atau


mengerjakan soal pada setiap siklus

c. Indikator keaktifan dalam diskusi

Keaktifan siswa dalam penelitian ini menjadi salah satu aspek


pengamatan, keaktifan pada pembelajaran ini tidaklah dimaknai dalam bentuk
kesibukan fisik siswa melainkan lebih mengarah pada mental, emosional dan
sikap (tingkah laku). Ditinjau dari kegiatan siswa, pembelajaran aktif mampu
membuat siswa aktif bertanya, mengemukakan gagasan, mempertanyakan
gagasan orang lain (guru atau siswa) atau gagasan dirinya. Dengan demikian
pembelajaran aktif ialah pembelajaran dengan siswa yang lebih berpartisipasi
aktif sedemikian sehingga kegiatan siswa dalam belajar lebih dominan dari pada
kegiatan guru dalam mengajar.

Pada siklus I jumlah siswa yang aktif dalam diskusi kelompok atau
diskusi kelas membahas soal yang telah dibuat dan dikerjakan dengan kriteria
amat baik ada 5 siswa atau 22,7% sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 7
siswa atau 31,8%. Adapun kriteria baik pada siklus I ada 8 siswa atau 36,4%
sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 13 siswa atau 59,1%, untuk kriteria
kurang pada siklus I ada 4 siswa atau 18,2% pada siklus II menurun menjadi 1
siswa atau 4,5%. Selain itu berdasarkan angket tanggapan siswa pada siklus I
yang menyatakan “Apakah saya memberikan tanggapan atas pendapat teman
64

dalam diskusi?” ada 4 siswa atau 18,2% pada siklus II meningkat menjadi 9
siswa atau 40,9%.

Dengan demikian pada siklus II interaksi yang terjadi didalam kelas


antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru lebih tinggi. Sehingga
berdasarkan data diatas maka dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan
keaktifan siswa, keaktifan siswa dalam forum diskusi kelompok dan kelas dapat
meningkatkan kreatifitas belajar siswa. Pembelajaran aktif merupakan syarat
bagi terwujudnya pembelajaran efektif demikian pendapat dari Herry
Sukarman56. Sehingga dengan menggunakan pendekatan problem possing dapat
meningkatkan kreatifitas dan hasil belajar siswa.

Grafik 4.3: Indikator keaktifan siswa dalam diskusi pada setiap siklus

d. Indikator Kemampuan siswa berkreasi membuat media Daun kertas

Dalam penelitian ini kemampuan siswa dalam membuat media


pembelajaran yang berupa daun kertas menjadi salah satu pengamatan, Media
pembelajaran daun kertas adalah alat bantu pembelajaran yang terbuat dari
kertas yang dibentuk berbagai bentuk daun yang digunakan guru dalam

56
Herry Sukarman, 2002, “Inovasi Strategi Pembelajaran Matematika SLTP”.
Makalah diterbitkan PPPG Matematika Yogyakarta, hlm. 13
65

pembelajaran untuk membantu memperjelas materi pelajaran dan mencegah


terjadinya verbalisme dalam diri siswa serta untuk proses komunikasi dengan
siswa agar siswa belajar.

Pada siklus I media daun kertas yang dibuat satu media tiap kelompok,
setiap kelompok akan membagi anggotanya untuk bekerjasama ada yang
membuat media dan kertas, ada yang membuat soal dan ada yang membuat
penyelesaiannya. Pada siklus II setiap siswa harus membuat media daun kertas
dan satu paket soal, sehingga pada siklus II untuk menghemat waktu pembuatan
media daun kertas dikerjakan dirumah. Bentuk daun yang dibuat siswa beraneka
ragam ada yang membuat media daun waru, tales, kopi dan lain sebagainya.
Kreatifitas membentuk daun inilah yang menjadi aspek pengamatan. Selain
kemampuan membuat media daun kertas kreatifitas siswa juga dapat dilihat dari
para siswa yang meminjam buku perpustakaan, dimana mereka akan mencari
contoh-contoh soal yang akan mereka jadikan model soal yang akan dibuat.

Pada siklus I jumlah siswa yang mempunyai daya kreasi dalam


membuat media daun kertas dengan kriteria amat baik ada 6 siswa atau 27,3%
sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 9 siswa atau 40,9%. Adapun
kriteria baik pada siklus I ada 9 siswa atau 40,9% sedangkan pada siklus II
meningkat menjadi 11 siswa atau 50,0%, untuk kriteria kurang pada siklus I ada
3 siswa atau 13,6% pada siklus II menurun menjadi 1 siswa atau 4,5%. Selain itu
berdasarkan angket tanggapan siswa pada siklus I yang menyatakan “Apakah
saya senang dengan metode dan media yang digunakan?” ada 17 siswa atau
77,3% pada siklus II meningkat menjadi 20 siswa atau 90,9%. Adapun yang
menyatakan “Apakah kreatifitas belajar saya meningkat setelah menggunakan
metode dan media yang digunakan?” ada 13 siswa atau 59,1% sedangakan pada
siklus II meningkat menjadi 18 siswa atau 81,8%.

Pada siklus II telah terjadi peningkatan daya kreasi siswa dalam


membuat media pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran dalam prosess
belajar mengajar mempunyai arti yang cukup penting. Hal ini sesuai dengan
pendapat Madrikan Sam yang menyatakan “keberadaan media dalam
66

pembelajaran mampu menggugah sikap positif siswa menjadi lebih aktif, kritis,
kreatif dan inovatif, sehingga ketercapaian kompetensi dapat dilakukan dengan
baik”57. Dengan demikian pembuatan dan penggunaan media daun kertas ini
dapat meningkatkan kreatifitas belajar Matematika siswa.

Grafik 4.4: Indikator Kemampuan siswa berkreasi membuat media Daun kertas pada
setiap siklus.
Berdasarkan peningkatan setiap indikator kreatifitas pada siklus II
dibanding siklus I, secara umum kreatifitas siswa pada siklus II meningkat 26,2%
dibanding siklus I yaitu dari 55,7% menjadi 81,8% sehingga telah memenuhi
indikator kinerja kreatifitas belajar siswa. Dengan demikian pembelajaran dengan
menggunakan model pendekatan pembelajaran problem possing dapat membuat
siswa semakin kreatif dalam belajarnya dan pada akhirnya siswa akan mampu
menguasai materi yang telah diajarkan, sehingga dapat meningkatkan prestasi
belajar Matematika.

Madrikan Sam, “Media dalam Proses Pembelajaran”. Majalah Median edisi 6 tahun
57

11 Desember 2004, hlm.31


67

Grafik 4.5: Kreatifitas siswa setiap siklus

3. Kompetensi atau hasil belajar siswa

Setelah pelaksanaan tindakan siklus I selama 2 kali pertemuan, Hasil tes


siklus I menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan hasil tes
awal yaitu dari 12 siswa atau 63,6% yang memperoleh nilai diatas KKM (60) pada
tes awal meningkat menjadi 17 siswa atau 77,3% yang memperoleh nilai diatas
KKM. Hasil tes siklus II menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jika
dibandingkan dengan hasil tes siklus I yaitu dari 17 siswa atau 77,3% yang
memperoleh nilai diatas KKM (60) pada siklus II meningkat menjadi 19 siswa atau
86,4%. Rata-rata pada awal sebelum tindakan 61,36 sedangkan pada siklus I
meningkat menjadi 69,1 pada siklus II rata-ratanya meningkat menjadi 75,5.
Adapun ketuntasan belajar pada awal sebelum tindakan 63,6% sedangkan pada
siklus I meningkat menjadi 77,2% pada siklus II ketuntasan belajarnya meningkat
menjadi 86,4%.
68

Grafik 4.6: Kompetensi atau hasil belajar siswa setiap siklus.

Pada data hasil ulangan harian meningkat dari siklus 1 ke siklus 2, baik dari
persentase ketuntasan belajar maupun rata-rata kelas. Adanya peningkatan tersebut
disebabkan pengelolaan pembelajaran dengan pendekatan problem possing telah
berlangsung secara efektif. Pembelajaran dengan pendekatan problem possing yang
dilaksanakan guru telah mampu menumbuhkan dan meningkatkan kreatifitas belajar
siswa belajar siswa sehingga prestasi belajar siswa kelas VII.A SMP Negeri 2
Karangkobar meningkat. Terutama pada penggunaan media daun kertas membuat
siswa lebih tertarik dan tidak bosan karena ada variasi dalam pembelajaran sehingga
siswa merasa senang dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pandapat
Gordon Dryden dan Jeannette Vos yang menyatakan bahwa belajar akan efektif jika
dilaksanakan dalam suasana menyenangkan, sehingga informasi/pengetahuan yang
komplekpun akan dapat diserap dan diingat dengan mudah58.

58
Gordon Dryden dan Jeanette Vos. (2003). The Learning Revolution. (Bandung:
Kaifa,2003), hlm.9
69

Grafik 4.7: Rata-rata dan ketuntasan belajar siswa

Karena telah terjadi peningkatan baik kreatifitas dan prestasi belajar siswa,
maka peneliti dan guru kolaborator mengambil kesimpulan bahwa dengan
melaksanakan pembelajaran Matematika melalui pendekatan Problem Possing
dengan media daun kertas, maka akan terjadi peningkatan kreatifitas belajar siswa
kelas VII.A SMP Negeri 2 Karangkobar pada materi garis dan sudut tahun pelajaran
2009/2010. Penelitian ini berakhir setelah pelaksanaan siklus II karena telah
mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan.
70

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan antara guru matematika dan
guru kolaborator dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pendekatan problem possing dengan media daun kertas dapat meningkatkan
kreatifitas belajar Matematika siswa kelas VII.A SMP Negeri 2 Karangkobar
pada materi garis dan sudut tahun pelajaran 2009/2010.
2. Pendekatan problem possing dengan media daun kertas dapat meningkatkan
prestasi belajar Matematika siswa kelas VII.A SMP Negeri 2 Karangkobar
pada materi garis dan sudut tahun pelajaran 2009/2010.

B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang bersifat kolaboratif yang
telah dilaksanakan, maka diajukan sejumlah saran sebagai berikut:
1. Terhadap kepala sekolah
a. Kepala sekolah harus menjadi pemimpin dan penggerak perbaikan
pembelajaran dengan melibatkan peran guru. Hubungan guru dan kepala
sekolah dapat dikembangkan melalui kerja kolaborasi.
b. Kepala sekolah dapat melaksanakan pemantauan proses pembelajaran di
kelas. Hal ini dapat digunakan untuk mengetahui situasi pembelajaran di kelas
dan masalah-masalah yang muncul dari masing-masing kelas.
2. Terhadap guru matematika
a. Guru matematika hendaknya menggunakan metode maupun teknik mengajar
yang tepat dan bervariasi agar proses pembelajaran tidak monoton dan
membosankan.
b. Guru hendaknya dapat menciptakan strategi pembelajaran yang berdasarkan
pada kemampuan / potensi awal siswa agar pembelajaran lebih bermakna.
71

c. Hendaknya guru terus melakukan inovasi untuk meningkatkan kualitas


pembelajaran
d. Guru matematika hendaknya mengadakan pendekatan secara emosional
terhadap siswa.
e. Kreatifitas belajar siswa dalam proses belajar mengajar dapat dijadikan
catatan penting bagi guru matematika.
f. Guru matematika perlu mengetahui kemampuan siswa dalam menguasai
materi pelajaran karena dapat dijadikan catatan penting bagi guru untuk
melakukan perbaikan dalam proses belajar mengajar.
g. Sekolah hendaknya mendorong guru dalam menyusun alat peraga, dengan
memberi fasilitas berupa biaya pembuatan.
72

DAFTAR PUSTAKA

Agoes Soejanto, (1979), Bimbingan Ke arah Belajar yang Sukses. Surabaya:


Rineka Cipta.

Alfrida Yansen, (2005), “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan
Bilangan Bulat Melalui Model Pembelajaran Problem Posing Di kelas 1 SMP Negeri 12
Kendari”. Kendari. Skripsi FKIP Unhalu.

Al. Krismanto, “Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan PAKEM” ,


makalah disajikan dalam Diklat guru-guru pemandu mata pelajaran Matematika SD di
PPPG Matematika Yogyakarta tanggal 05 s.d 20 Agustus 2002, hlm.4

Al. Krismanto, “Beberapa Teknik dan Model Pembelajaran Dengan Pendekatan


PAKEM”, makalah disajikan dalam Diklat guru-guru pemandu mata pelajaran
Matematika SD di PPPG Matematika Yogyakarta.

Das Salirawati, (2004), “Pendidikan Sains Dalam Kurikulum Berbasis


Kompetensi (Kurikulum 2004)” Makalah disampaikan pada pertemuan guru MA se-DIY
sebagai pendamping acara lomba Cerdas Cermat MIPA Tingkat MA Se-DIY di Fakultas
Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 3 April 2004.

Depdiknas, (2005), Standar Kompetensi 2004 untuk SMP. Jakarta: Depag RI.

Dimyati,(1999), Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta dan


Depdikbud.

Gerardus Polla, (2001), “Upaya Menciptakan Pengajaran Matematika Yang


Menyenangkan”, Buletin Pelang Pendidikan , Volume 40 No.2 Tahun 2001.

Gordon Dryden dan Jeanette Vos. (2003). The Learning Revolution. (Bandung:
Kaifa,2003), hlm.9

Herry Sukarman, 2002, “Inovasi Strategi Pembelajaran Matematika SLTP”.


Makalah diterbitkan PPPG Matematika Yogyakarta.

Jhon Echols. Dkk,(1995), Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

Lexy Moleong. (2001), Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarta.

Madrikan Sam, (2004), “Media dalam Proses Pembelajaran”. Majalah Median


edisi 6 tahun 11 Desember 2004.

Masrukan, (2004), “Matematika Dan Alat Peraga”, majalah Fasilitator edisi IV.
Tahun 2004
73

Nana Sujana, (1991), Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran Jakarta: Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia.
Paul Suparno.(1997), Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. (Jogjakarta:
Kanesius)

Riduwan, (2005), Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti


Pemula. Bandung: Alfa Beta.
Roestiah. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Setiawan. (2004). Pembelajaran Trigonometri Berorientasi PAKEM di SMA.


http : //www.p3gmatyo.go.id/download/PPP/PPP04_ Trigonometri SMA. Pdf. (5
Februari 2010)

Slameto, (1996), Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi (Jakarta:


Bumi Aksara).

Simanjuntak, Lisnawaty, dkk..(1993), Metode Mengajar Matematika, Jakarta:


Rineka Cipta.

Sri Wardani, (2002), “Strategi Pembelajaran Matematika yang


Kontekstual/Realistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran di Sekolah”, makalah
diterbitkan oleh PPPG Matematika Yogyakarta.

Sri Wardani, (2004), “Strategi-Pendekatan-Metode Pembelajaran Matematika di


Sekolah Dasar”, makalah disajikan pada diklat supervisi pembelajaran Matematika
Sekolah Dasar tingkat Nasioanal tanggal 25 Oktober s.d.06 November 2004 di PPPG
Matematika Yogyakarta.

Suparlan,” Sepuluh Kaidah Untuk Meningkatkan Citra Matematika Sebagai Mata


Pelajaran Yang Menyenangkan” majalah Fasilitator edisi IV tahun 2004

Surtini, Sri. (2004). Problem Posing dan Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan
Cacah Siswa SD. Jurnal pendidikan (on line volume 5 no. 1).hlm. 49. http://pk.ut.ac.
Id/Scan Penelitian/Sri % 2004. pdf. (5 Februari 2010).

Suryanto, (2001), “Pendidikan Matematika Realistik”, makalah disajikan dalam


lokakarya Penyusunan Perangkat Penataran Matematika bagi widyaiswara BPG di PPPG
Matematika Jogyakarta tanggal 27 Maret s.d. 09 April 2001.

Sutama. 2000. Peningkatan Efektifitas Pembelajaran Matematika Melalui


Pembenahan Gaya Guru Mengajar di SLTP Negeri 18 Surakarta. Yogyakarta: Program
Pasca Sarjana. UNY (tidak diterbitkan
74

Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM), (2002), “Meningkatkan


Kemampuan Siswa Menerapkan Konsep Matematika Melalui Pemberian Tugas Problem
Posing Secara Berkelompok”. Buletin Pelangi PendidikanVolume 2. (Jakarta: Direktorat
Pendidikan).

Uzer Usman, (1995), Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Winarno, (2002), “Merancang Pembelajaran Matematika Berorientasi Pada


PAKEM dan Pembekalan Kecakapan Hidup”, makalah diterbitkan oleh PPPG
Matematika Jogjakarta.

Winarno, (2003), “Strategi Pembelajaran”. Makalah disampaikan pada diklat


Matematika SD dan SLTP di Daerah. tanggal 25 Agustus s.d. 13 September 2003
Jogjakarta: PPPG Matematika.

WJS. Poerwadarminta, (1974), Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai


Pustaka.

WS. Winkel,(1986), Psikologi Pengajaran, Jakarta: Grasindo.

Yudi Hartono, (2002), Persepsi dan Partisipasi Siswa dalam Pengajaran Sejarah.
Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
75

BIODATA PENELITI

1. Nama : Wahyudi, S.Pd.I


2. NIP : 198109112009031006
3. Jabatan : Guru Mapel Matematika
4. Pangkat/Gol. Ruang : Penata Muda, III/a
5. Tempat tanggal lahir : Boyolali, 11 September 1981
6. Jenis Kelamin : Laki-laki
7. Agama : Islam
8. Mapel yang diajarkan : Matematika
9. Masa Kerja Guru : 1 tahun 9 bulan
10. Pendidikan terahir : S1. Pendidikan Matematika
11. Fakultas/Jurusan : Tarbiyah/ Tadris Pendidikan Matematika
12. Status Perkawinan : Kawin
13. Unit Kerja : SMP Negeri 2 Karangkobar
14. Alamat Rumah : Glempang RT.01/02 Mandiraja
Banjarnegara
15. Nomor HP 085643294884
16. Prestasi yan pernah dicapai : --------------
17. Lomba PTK/kreatifitas guru : ---------------
yang pernah diikuti

Banjarnegara, 17 April 2010

Penulis

Wahyudi, S.Pd.I
76

Silabus
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88

LEMBAR OBSERVASI SIKLUS I


KEGIATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM
POSSING RESPONDEN SISWA
Nama Guru : Wahyudi, S.Pd.I
Nama Sekolah : SMP Negeri 2 Karangkobar
Kelas/Semester : VII.A/II. 2009/2010
Kompetensi Dasar: Garis dan Sudut Hari/Tanggal :Senin, 5 April 2010
Menyelesaikan
Mengemukakan tugas membuat / Keaktifan dalam
Berkreasi
Nama Siswa pendapat mengerjakan Diskusi
soal
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
ARDIYANTO √ √ √ √

AMRIYATUN √ √ √ √

1 NUR HAYATUN
TITI WATIMAH
RIYADI
DIDIK. S
DWI ASTUTI
2
NUR HASANAH
WARTINI
EHWAN
EGAWATI
3 PENI SUHARTI
YULITA. S
YULIYANTO
WAHNOTO
LAELI. F
4
SURATMI
YULIYANTI
SALIM
MENA SRI. S
5
SUWARNI
MADIN
Keterangan: SB = Sangat baik: Skor 4 C = Cukup: Skor 2
B = Baik: Skor 3 K = Kurang: Skor 1 Observer
89

( Eko Yuwono, S.Pt )


LEMBAR OBSERVASI SIKLUS I
KEGIATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM
POSSING RESPONDEN SISWA
Nama Guru : Wahyudi, S.Pd.I
Nama Sekolah : SMP Negeri 2 Karangkobar
Kelas/Semester : VII.A/II. 2009/2010
Kompetensi Dasar: Garis dan Sudut Hari/Tanggal :Selasa, 6 April 2010
Menyelesaikan
Mengemukakan tugas membuat / Keaktifan dalam
Berkreasi
Nama Siswa pendapat mengerjakan Diskusi
soal
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
ARDIYANTO
AMRIYATUN
1 NUR HAYATUN
TITI WATIMAH
RIYADI
DIDIK. S
DWI ASTUTI
2
NUR HASANAH
WARTINI
EHWAN
EGAWATI
3 PENI SUHARTI
YULITA. S
YULIYANTO
WAHNOTO
LAELI. F
4
SURATMI
YULIYANTI
SALIM
MENA SRI. S
5
SUWARNI
MADIN
Keterangan: SB = Sangat baik: Skor 4 C = Cukup: Skor 2
B = Baik: Skor 3 K = Kurang: Skor 1 Observer
90

( Eko Yuwono, S.Pt )


LEMBAR OBSERVASI SIKLUS II
KEGIATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM
POSSING RESPONDEN SISWA
Nama Guru : Wahyudi, S.Pd.I
Nama Sekolah : SMP Negeri 2 Karangkobar
Kelas/Semester : VII.A/II. 2009/2010
Kompetensi Dasar: Garis dan Sudut Hari/Tanggal :Sabtu, 10 April 2010
Menyelesaikan
Mengemukakan tugas membuat / Keaktifan dalam
Berkreasi
Nama Siswa pendapat mengerjakan Diskusi
soal
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
ARDIYANTO
AMRIYATUN
1 NUR HAYATUN
TITI WATIMAH
RIYADI
DIDIK. S
DWI ASTUTI
2
NUR HASANAH
WARTINI
EHWAN
EGAWATI
3 PENI SUHARTI
YULITA. S
YULIYANTO
WAHNOTO
LAELI. F
4
SURATMI
YULIYANTI
SALIM
5
MENA SRI. S
SUWARNI
MADIN
Keterangan: SB = Sangat baik: Skor 4 C = Cukup: Skor 2
91

B = Baik: Skor 3 K = Kurang: Skor 1 Observer

( Eko Yuwono, S.Pt )


LEMBAR OBSERVASI SIKLUS II
KEGIATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM
POSSING RESPONDEN SISWA
Nama Guru : Wahyudi, S.Pd.I
Nama Sekolah : SMP Negeri 2 Karangkobar
Kelas/Semester : VII.A/II. 2009/2010
Kompetensi Dasar: Garis dan Sudut Hari/Tanggal :Senin, 12 April 2010
Menyelesaikan
Mengemukakan tugas membuat / Keaktifan dalam
Berkreasi
Nama Siswa pendapat mengerjakan Diskusi
soal
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
ARDIYANTO
AMRIYATUN
1 NUR HAYATUN
TITI WATIMAH
RIYADI
DIDIK. S
DWI ASTUTI
2
NUR HASANAH
WARTINI
EHWAN
EGAWATI
3 PENI SUHARTI
YULITA. S
YULIYANTO
WAHNOTO
LAELI. F
4
SURATMI
YULIYANTI
SALIM
MENA SRI. S
5
SUWARNI
MADIN
92

Keterangan: SB = Sangat baik: Skor 4 C = Cukup: Skor 2


B = Baik: Skor 3 K = Kurang: Skor 1 Observer

( Eko Yuwono, S.Pt )


LEMBAR OBSERVASI SIKLUS I
KEGIATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN
PROBLEM POSSING RESPONDEN GURU
Nama Guru : Wahyudi, S.Pd.I
Kelas/Semester : VII.A/II. 2009/2010
Kompetensi Dasar : Garis dan Sudut
Nama Sekolah : SMP Negeri 2 Karangkobar Hari/Tanggal:Senin, 5 April 2010
Kriteria
No Aspek Pengamatan
1 2 3 4
1 Kegiatan Awal
a. Apakah guru memberikan apersepsi?
b. Apakah guru mengukur pengetahuan prasarat yang
harus dimiliki siswa?
2. Kegiatan Inti
a. Apakah guru menyampaikan tujuan pembelajaran
dan memotivasi siswa?
b. Apakah guru menyajikan informasi yang
dibituhkan siswa?
c. Apakak guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang mendorong siswa untuk berfikir lebih lanjaut.
d. Apakah guru mengorganisasi siswa dalam
kelompok belajar?
e. Apakah guru membimbing siswa dalam
menyelesaiakan masalah?
f. Apakah guru menanyakan hasil pekerjaan siswa
atau hasil diskusi kelompok?
g. Apakah melakukan evaluasi hasil belajar siswa.
h. Apakah guru memberikan penghargaan bagi
kelompok/siswa yang berprestasi?
3 Kegiatan Penutup
a. Apakah guru menyimpulkan materi pembelajaran?
b. Apakah guru memberikan pesan-pesan belajar
kepada siswa.
Keterangan: SB = Sangat baik: Skor 4 C = Cukup: Skor 2
B = Baik: Skor 3 K = Kurang: Skor 1

Observer
93

( Eko Yuwono, S.Pt )


LEMBAR OBSERVASI SIKLUS I
KEGIATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN
PROBLEM POSSING RESPONDEN GURU
Nama Guru : Wahyudi, S.Pd.I
Kelas/Semester : VII.A/II. 2009/2010
Kompetensi Dasar : Garis dan Sudut
Nama Sekolah : SMP Negeri 2 Karangkobar Hari/Tanggal:Selasa, 6 April 2010
Kriteria
No Aspek Pengamatan
1 2 3 4
1 Kegiatan Awal
a. Apakah guru memberikan apersepsi?
b. Apakah guru mengukur pengetahuan prasarat yang
harus dimiliki siswa?
2. Kegiatan Inti
a. Apakah guru menyampaikan tujuan pembelajaran
dan memotivasi siswa?
b. Apakah guru menyajikan informasi yang
dibituhkan siswa?
c. Apakak guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang mendorong siswa untuk berfikir lebih lanjaut.
d. Apakah guru mengorganisasi siswa dalam
kelompok belajar?
e. Apakah guru membimbing siswa dalam
menyelesaiakan masalah?
f. Apakah guru menanyakan hasil pekerjaan siswa
atau hasil diskusi kelompok?
g. Apakah melakukan evaluasi hasil belajar siswa.
h. Apakah guru memberikan penghargaan bagi
kelompok/siswa yang berprestasi?
3 Kegiatan Penutup
a. Apakah guru menyimpulkan materi pembelajaran?
b. Apakah guru memberikan pesan-pesan belajar
kepada siswa.
Keterangan: SB = Sangat baik: Skor 4 C = Cukup: Skor 2
B = Baik: Skor 3 K = Kurang: Skor 1

Observer
94

( Eko Yuwono, S.Pt )


LEMBAR OBSERVASI SIKLUS II
KEGIATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN
PROBLEM POSSING RESPONDEN GURU
Nama Guru : Wahyudi, S.Pd.I
Kelas/Semester : VII.A/II. 2009/2010
Kompetensi Dasar : Garis dan Sudut
Nama Sekolah : SMP Negeri 2 Karangkobar Hari/Tanggal:Sabtu, 10 April 2010
Kriteria
No Aspek Pengamatan
1 2 3 4
1 Kegiatan Awal
a. Apakah guru memberikan apersepsi?
b. Apakah guru mengukur pengetahuan prasarat yang
harus dimiliki siswa?
2. Kegiatan Inti
a. Apakah guru menyampaikan tujuan pembelajaran
dan memotivasi siswa?
b. Apakah guru menyajikan informasi yang
dibituhkan siswa?
c. Apakak guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang mendorong siswa untuk berfikir lebih lanjaut.
d. Apakah guru mengorganisasi siswa dalam
kelompok belajar?
e. Apakah guru membimbing siswa dalam
menyelesaiakan masalah?
f. Apakah guru menanyakan hasil pekerjaan siswa
atau hasil diskusi kelompok?
g. Apakah melakukan evaluasi hasil belajar siswa.
h. Apakah guru memberikan penghargaan bagi
kelompok/siswa yang berprestasi?
3 Kegiatan Penutup
a. Apakah guru menyimpulkan materi pembelajaran?
b. Apakah guru memberikan pesan-pesan belajar
kepada siswa.
Keterangan: SB = Sangat baik: Skor 4 C = Cukup: Skor 2
B = Baik: Skor 3 K = Kurang: Skor 1

Observer
95

( Eko Yuwono, S.Pt )


LEMBAR OBSERVASI SIKLUS II
KEGIATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN
PROBLEM POSSING RESPONDEN GURU
Nama Guru : Wahyudi, S.Pd.I
Kelas/Semester : VII.A/II. 2009/2010
Kompetensi Dasar : Garis dan Sudut
Nama Sekolah : SMP Negeri 2 Karangkobar Hari/Tanggal:Senin, 12 April 2010
Kriteria
No Aspek Pengamatan
1 2 3 4
1 Kegiatan Awal
a. Apakah guru memberikan apersepsi?
b. Apakah guru mengukur pengetahuan prasarat yang
harus dimiliki siswa?
2. Kegiatan Inti
a. Apakah guru menyampaikan tujuan pembelajaran
dan memotivasi siswa?
b. Apakah guru menyajikan informasi yang
dibituhkan siswa?
c. Apakak guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang mendorong siswa untuk berfikir lebih lanjaut.
d. Apakah guru mengorganisasi siswa dalam
kelompok belajar?
e. Apakah guru membimbing siswa dalam
menyelesaiakan masalah?
f. Apakah guru menanyakan hasil pekerjaan siswa
atau hasil diskusi kelompok?
g. Apakah melakukan evaluasi hasil belajar siswa.
h. Apakah guru memberikan penghargaan bagi
kelompok/siswa yang berprestasi?
3 Kegiatan Penutup
a. Apakah guru menyimpulkan materi pembelajaran?
b. Apakah guru memberikan pesan-pesan belajar
kepada siswa.
Keterangan: SB = Sangat baik: Skor 4 C = Cukup: Skor 2
B = Baik: Skor 3 K = Kurang: Skor 1

Observer
96

( Eko Yuwono, S.Pt )


PANDUAN WAWANCARA
RESPONDEN TEMAN SEJAWAT

4. Bagaiman pendapat anda tentang pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang dilakukan


oleh guru?.

...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................

5. Bagian manakah yang sudah baik?.

...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................

6. Bagian manakah yang masih perlu diperbaiki?.

...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................

4. Apakah anda yakin bahwa pembelajaran dengan pendekatan problem possing


dapat meningkatkan kreatifitas belajar siswa?. Berikan alasannya!.

...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................

5. Apa saran anda untuk perbaikan kegiatan pembelajaran selanjutnya?.

...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
97

...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................

ANGKET TANGGAPAN SISWA TERHADAP PENDEKATAN PROBLEM POSSING


DAN MEDIA DAUN KERTAS

Ragu-
No Pertanyaan Ya Tidak
ragu

1 Apakah saya membaca/mempelajari buku matematika dari


sumber lain?

2 Apakah saya bertanya kepada guru atau teman tentang


materi yang kurang jelas?

3 Apakah saya mengemukakan pendapat/ide gagasan?

4 Apakah saya memberikan tanggapan atas pendapat teman


dalam diskusi?

5 Apakah saya senang dengan metode dan media yang


digunakan?

6 Apakah minat dan semangat belajar saya bertambah dengan


metode dan media yang digunakan?

7 Apakah saya menjadi lebih paham dan menguasai pelajaran


setelah menggunaka metode dan media yang dipakai?

8 Apakah kreatifitas belajar saya meningkat setelah


menggunakan metode dan media yang digunakan?

Keterangan: Berilah tanda √ pada kolom yang tersedia


98

DAFTAR NILAI ULANGAN HARIAN SETIAP SIKLUS

Nilai
No. Nama
Sebelum tindakan Siklus I Siklus II
1 ARDIYANTO 54 66 72
2 AMRIYATUN 74 77 79
3 NUR HAYATUN 63 75 84
4 TITI WATIMAH 66 81 94
5 RIYADI 62 69 74
6 DIDIK SUPRIYANTO 84 92 100
7 DWI ASTUTI 38 39 48
8 NUR HASANAH 76 82 92
9 WARTINI 48 54 66
10 EHWAN 75 92 92
11 EGAWATI 36 44 56
12 PENI SUHARTI 74 76 85
13 YULITA. S 65 67 76
14 YULIYANTO 66 72 75
15 WAHNOTO 72 84 88
16 LAELI FATIMAH 64 68 68
17 SURATMI 66 74 72
18 YULIYANTI 63 77 76
19 SALIM 45 54 64
20 MENA SRI. S 46 48 52
21 SUWARNI 55 66 76
22 MADIN 58 63 72
RATA-RATA 61,36 69,10 75,50
99

LAMPIRAN FOTO KEGIATAN PEMBELAJARAN

Gambar: Siswa sedang berdiskusi dalam satu kelompok dalam


menyelesaikan tugas pada siklus I

Gambar: Guru sedang meneliti hasil pekerjaan kelompok pada siklus I


100

Gambar: Siswa sedang mengerjakan tugas individu


secara kelompok pada siklus II

Gambar: Perwakilan kelompok sedang mempresentasikan


jawabannya didepan kelas pada siklus II

Gambar: siswa sedang mengerjakan tugas membuat soal


secara berkelompok pada siklus II
101

Hasil kerja siswa dengan media daun kertas siklus I


102

Hasil kerja siswa dengan media daun kertas siklus I


103

Hasil kerja siswa dengan media daun kertas siklus II


104

Hasil kerja siswa dengan media daun kertas siklus II

Anda mungkin juga menyukai