Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan yang sering dirasakan dalam pembelajaran matematika oleh

sebagian guru mata pelajaran matematika adalah rendahnya kemampuan siswa

dalam menerapkan konsep matematika. Hal ini terlihat dari banyaknya kesalahan

siswa dalam memahami konsep matematika sehingga mengakibatkan kesalahan –

kesalahan dalam mengerjakan soal dan mengakibatkan rendahnya prestasi belajar

siswa (skor) baik dalam ulangan harian, ulangan semester, maupun ujian akhir

sekolah, padahal dalam pelaksanaan proses pembelajaran di kelas biasanya guru

memberikan tugas (pemantapan) secara kontinu berupa latihan soal.

Dalam pelaksanaannya di lapangan, latihan yang diberikan tidak

sepenuhnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep

matematika. Rendahnya mutu pembelajaran dapat diartikan kurang efektifnya

proses pembelajaran. Penyebabnya dapat berasal dari siswa, guru maupun sarana

dan prasarana yang ada, minat dan motivasi siswa yang rendah, kinerja guru yang

rendah, serta sarana dan prasarana yang kurang memadai akan menyebabkan

pembelajaran menjadi kurang efektif.

Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak

seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya

pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter dan

kurang bersahabat dengan siswa, sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat
belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebagai tenaga pengajar dan

pendidik harus selalu meningkatkan kualitas profesionalismenya yaitu dengan

cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan melibatkan siswa

secara efektif dalam proses pembelajaran. Juga mengupayakan siswa untuk

memiliki hubungan yang erat dengan guru, dengan teman – temannya dan juga

dengan lingkungan sekitarnya.

Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi,

sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat

menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik

awal berhasilnya pembelajaran (Semiawan, 1985). Banyaknya teori dan hasil

penelitian para ahli pendidikan yang menunjukkan bahwa pembelajaran akan

berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Atas dasar ini

munculah istilah Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA ). Salah satu pendekatan

pembelajaran yang mengakomodasi CBSA adalah pembelajaran dengan

pemberian tugas secara berkelompok.

Pembelajaran Berbasis Masalah dikembangkan dari pemikiran nilai – nilai

demokrasi, belajar efektif perilaku kerja sama dan menghargai keanekaragaman

dimasyarakat. Dalam pembelajaran guru harus dapat menciptakan lingkungan

belajar sebagai suatu sistem sosial yang memiliki ciri proses demokrasi dan proses

ilmiah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan jawaban terhadap praktek

pembelajaran kompetensi serta merespon perkembangan dinamika sosial

masyarakat. Selain itu pembelajaran berbasis masalah pada dasarnya merupakan

pengembangan lebih lanjut dari pembelajaran kelompok. Dengan demikian,


metode pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik yang khas yaitu

menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk

belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah, serta untuk

memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran.

Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir

tingkat tinggi dengan situasi berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya

belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2000:2 dalam Nurhadi dkk,

2004), “ Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project-

Based Learning (Pembelajaran Proyek), Eksperience-Based Education

(Pendidikan Berdasarkan Pengalaman), Authentic learning (Pembelajaran

Autentik), dan Anchored instruction (Pembelajaran berakar pada dunia nyata)”.

Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah,

mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pembelajaran

berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan

lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka

secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada

siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan

kemudahan kepada mereka untuk melakukankan penyelidikan secara inkuiri.

Terkait dengan kurikulum 2004, pembelajaran dengan pemberian tugas

secara berkelompok menjadi salah satu pendekatan yang sebaiknya di kuasai oleh

guru baik secara teoritis maupun praktis. Berangkat dari pemikiran tersebut

Peneliti memilih judul “ Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Dengan


Metoda Problem-Based Learning Pada Pokok Bahasan Logika Matematika Di

Kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007 ”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Apakah dengan metode Problem-Based Learning dapat meningkatkan

kemampuan siswa dalam mengerjakan soal – soal latihan pada pokok

bahasan Logika Matematika di kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun

Ajaran 2006 – 2007 ?

2. Apakah dengan metode Problem-Based Learning dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa kelas pada pokok bahasan Logika Matematika di

kelas X-1 SMA Negeri 3 Tahun Ajaran 2006 – 2007 ?

3. Bagaimanakah dampak metode Problem-Based Learning dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Logika

Matematika siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 –

2007 ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk memberi arah yang jelas tentang maksud dari penelitian ini dan

berdasar pada rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan

soal – soal pada pokok bahasan Logika Matematika di kelas X-1 SMA
Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007 yang diajarkan dengan metode

Problem-Based Learning.

2. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan

Logika Matematika di kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006

– 2007 yang diajarkan dengan metode Problem-Based Learning.

3. Untuk mengetahui dampak metode Problem-Based Learning dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun

Ajaran 2006 – 2007 pada pokok bahasan Logika Matematika.

D. Manfaat Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini, diharapkan dapat

memberikan mamfaat bagi :

1. Bagi Siswa

a. Meningkatkan minat siswa dalam memahami Pokok Bahasan

Logika Matematika.

b. Memiliki rasa setia kawan, kerjasama dan tanggung jawab.

c. Memotivasi siswa untuk lebih mantap dalam belajar matematika

terutama pada pokok bahasan Logika Matematika.

d. Siswa mengerti akan pentingnya belajar berkelompok.

e. Siswa dapat saling berinteraksi dalam kelompok untuk

menyampaikan pendapat atau mendiskusikan setiap soal pada

pokok bahasan Logika Matematika.

f. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah

melalui pemberian tugas secara berkelompok


2. Bagi Guru

a. Mendorong untuk meningkatkan profesionalisme guru.

b. Memperbaiki kinerja guru

c. Menumbuhkan wawasan berfikir ilmiah

d. Meningkatkan kualitas pembelajaran.

3. Bagi Sekolah

a. Hasil pembelajaran sebagai umpan balik untuk meningkatkan

efektifitas dan efisiensi pembelajaran.

b. Meningkatkan kualitas atau mutu sekolah melalui peningkatan

prestasi siswa dan kinerja guru.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran

Belajar pada prinsipnya adalah proses perubahan tingkah laku sebagai

akibat dari interaksi antara siswa dengan sumber-sumber atau obyek belajar baik

secara sengaja dirancang atau tanpa sengaja dirancang (Suliana,2005). Kegiatan

belajar tersebut dapat dihayati (dialami) oleh orang yang sedang belajar. Selain itu

kegiatan belajar juga dapat di amati oleh orang lain. Belajar yang di hayati oleh

seorang pebelajar (siswa) ada hubungannya dengan usaha pembelajaran, yang

dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada satu sisi, belajar yang di alami oleh

pebelajar terkait dengan pertumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada sisi

lain, kegiatan belajar yang juga berupa perkembangan mental tersebut juga

didorong oleh tindakan pendidikan atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar

ada kaitannya dengan usaha atau rekayasa pembelajar. Dari segi siswa, belajar

yang dialaminya sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental,

akan menghasilkan hasil belajar sebagai dampak pengiring, selanjutnya, dampak

pengiring tersebut akan menghasilkan program belajar sendiri sebagai perwujudan

emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru, kegiatan belajar siswa

merupakan akibat dari tindakan pendidikan atau pembelajaran. Proses belajar

siswa tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki, suatu hasil belajar

sebagai dampak pengajaran. (Dimyati & Mudjiono, 2002)


B. Prinsip-prinsip Belajar

Para ahli meneliti gejala-gejala dari berbagai sudut pandang ilmu. Mereka

telah menemukan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar. Diantara prinsip-prinsip

belajar yang penting berkenaan dengan :

1. Perhatian dan motivasi belajar siswa

2. Keaktifan belajar

3. Keterlibatan dalam belajar

4. Pengulangan belajar

5. Tantangan semangat belajar

6. Pemberian balikan dan penguatan belajar

7. Adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar

Perhatian dapat memperkuat kegiatan belajar, menggiatkan perilaku untuk

mencapai sasaran belajar. Perhatian berhubungan dengan motivasi sebagai tenaga

penggerak belajar. Motivasi dapat bersifat internal atau eksternal, maupun

intrinsik atau ekstrinsik.

Yang dimaksud dengan motivasi yang bersifat internal adalah motivasi

yang datang dari diri sendiri. Motivasi yang bersifat eksternal adalah motivasi

yang datang dari orang lain. Yang dimaksud dengan motivasi yang bersifat

intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan.

Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari

matapelajaran disekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya.

Sedang motivasi ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan

yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya. Sebagai contoh, seorang siswa


belajar sungguh-sungguh bukan disebabkan karena ingin memiliki pengetahuan

yang dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan untuk naik kelas atau

mendapatkan ijazah. Naik kelas dan mendapatkan ijazah adalah penyerta dari

keberhasilan belajar.

Dewasa ini para ahli memandang siswa adalah seorang individu yang

aktif. Oleh karena itu, peran guru bukan sebagai satu-satunya pembelajar, tetapi

sebagai pembimbing, fasilitator dan pengarah. Belajar memang bersifat

individual, oleh karena itu belajar berarti suatu keterlibatan langsung atau

pemerolehan pengalaman individual yang unik. Belajar tidak terjadi sekaligus,

tetapi akan berlangsung penuh pengulangan berkali-kali, bersinambungan, tanpa

henti. Belajar yang berarti bila bahan belajar tersebut menantang siswa. Belajar

juga akan menjadi terarah bila ada balikan dan penguatan dari pembelajar.

Betapapun pembelajaran yang telah direkayasa secara pedagogis oleh guru, hasil

belajar akan terpengaruh oleh karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifat

individual pebelajar.

C. Motivasi Belajar

Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental

itu berupa keinginan, perhatian atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat

tergolong rendah atau tinggi. Ada sebagian ahli psikologi pendidikan yang

menyebut kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai

motivasi belajar. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang

menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar.


Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan,

menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku pada individu

belajar (Koeswara, 1989; Siagia, 1989; Sehein, 1991; Biggs & Telfer, 1987 dalam

Dimyati & Mudjiono, 2002 ). Sebagai kekuatan mental, motivasi dapat dibedakan

menjadi dua jenis yaitu:

1. Motivasi Primer

Motivasi Primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar.

Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani

manusia. (Dimyati & Mudjiono, 2002)

2. Motivasi Sekunder

Motivasi Sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini berbeda

dengan motivasi primer. Sebagai ilustrasi seorang yang lapar akan tertarik pada

makan dibanding belajar. Untuk memperoleh makanan tersebut orang harus

bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja dengan baik, orang harus belajar

bekerja. “Bekerja dengan baik” merupakan motivasi sekunder. Bila orang bekerja

dengan baik, maka ia akan memperoleh gaji berupa uang. Uang tersebut

merupakan penguat motivasi sekunder. Uang merupakan penguat umum, agar

orang bekerja dengan baik. Bila orang memiliki uang setelah ia bekerja dengan

baik, maka ia dapat membeli makanan untuk menghilangkan rasa lapar.(Jalaludin

Rahmad, 1991; Sumadi Suryabrata, 1991 dalam Dimyati & Mudjiono, 2002)
Berdasarkan sifatnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :

1. Motivasi Intrinsik

Motivasi Intrinsik adalah motivasi yang dikarenakan orang tersebut senang

melakukannya.(Dimyati & Mudjiono, 2002)

2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi Ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada

diluar perbuatan yang dilakukannya. Orang berbuat sesuatu, karena

dorongan dari luar seperti adanya hadiah dan menghindari

hukuman.(Dimyati & Mudjiono, 2002)

D. Pendekatan Belajar

Belajar dapat dilakukan di sembarang tempat, kondisi, dan waktu.

Cepatnya informasi lewat radio, televisi, film, internet, surat kabar, majalah, dapat

mempermudah belajar. Meskipun informasi dapat dengan mudah diperoleh, tidak

dengan sendirinya seseorang terdorong untuk memperoleh pengetahuan,

pengalaman, pengetahuan dan ketrampilan daripadanya. Guru profesional

memperlukan pengetahuan dan keterampilan pendekatan pembelajaran agar

mampu mengelola berbagai pesan sehingga siswa terbiasa belajar sepanjang

hayat.

Pendekatan pembelajaran dapat berarti anutan pembelajaran yang berusaha

meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa

dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar. Dalam belajar tentang

pendekatan belajar tersebut, orang dapat melihat pengorganisasian siswa, posisi

guru-siswa dalam pengolahan pesan, dan pemerolehan kemampuan dalam


pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dengan pengorganisasian siswa dapat

dilakukan dengan pembelajaran secara individual, pembelajaran secara kelompok,

dan pembelajaran secara klasikal. (Dimyati & Mudjiono, 2002)

E. Masalah-masalah Belajar

Dari sisi siswa yang bertindak belajar akan menimbulkan masalah-masalah

internal belajar. Dari sisi guru, yang memusatkan perhatian pada pebelajar yang

belajar maka akan muncul faktor-faktor eksternal yang memungkinkan terjadinya

belajar.

Faktor internal yang dialamai oleh siswa meliputi hal-hal seperti; sikap

terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, kemampuan mengolah

bahan belajar, kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar, kemampuan

menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi atau unjuk hasil

belajar, rasa percaya diri siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan

belajar dan cita-cita siswa. Faktor-faktor internal ini akan menjadi masalah sejauh

siswa tidak dapat menghasilkan tindak belajar yang menghasilkan hasil belajar

yang baik. (Dimyati & Mudjiono, 2002)

Faktor eksternal meliputi hal-hal sebagai berikut; guru sebagai

pembimbing belajar, prasarana dan sarana pembelajaran, kebijakan penilaian,

lingkungan siswa di sekolah, dan kurikulum sekolah. Dari sisi guru sebagai

pembelajar maka peranan guru dalam mengatasi masalah-masalah eksternal

belajar merupakan prasyarat terlaksanannya siswa dapat belajar.(Dimyati &

Mudjiono, 2002)
Sumadi Suryabrata (1984) mengklasifikasikan faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar, dan ini masih lagi

digolongkan menjadi dua golongan, yaitu :

a. Faktor-faktor non-sosial

Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tidak terbilang

jumlahnya, seperti misalnya : keadaan suhu, suhu udara, cuaca, waktu

(pagi, siang atau malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat

yang dipakai untuk belajar (alat tulis, buku, alat peraga, dan

sebagainya yang dapat kita sebut sebagai alat pelajaran).

b. Faktor-faktor sosial

Yang dimaksud dengan faktor sosial disini adalah faktor manusia

(semua manusia), baik manusia itu hadir maupun kehadirannya itu

dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran orang atau

orang-orang lain pada waktu seseorang sedang belajar, banyak kali

mengganggu belajar itu; misalnya kalau satu kelas murid sedang

melaksanakan ujian, lalu banyak anak-anak lain bercakap-cakap di

samping kelas, atau seseorang sedang belajar di kamar, satu atau dua

orang hilir mudik keluar masuk kamar belajar itu dan sebagainya.

Selain kehadiran yang langsung seperti yang dikemukakan di atas,

mungkin juga orang lain itu hadir tidak secara langsung atau dapat

disimpulkan kehadirannya; misalnya saja potret dapat merupakan

representasi dari seseorang, suara nyanyian yang dihidangkan lewat


radio maupun tape recorder juga dapat merupakan representasi bagi

kehadiran seseorang.

2. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pelajar, dan ini pun dapat lagi

digolongkan menjadi dua golongan yaitu :

a. Faktor-faktor fisiologi

Faktor-faktor fisiologi ini masih dapat lagi dibedakan menjadi dua

macam, yaitu :

1) Keadaan tonus jasmani pada umumnya

Keadaan tonus jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan

melatar belakangi aktivitas belajar, keadaan jasmani yang segar

akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang

segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari pada

yang tidak lelah. Dalam hubungannya dengan hal ini ada dua hal

yang perlu dikemukakan yaitu :

(a) Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini

akan mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang

pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk,

lekas lelah dan lain sebagainya.

(b) Beberapa penyakit yang kronis sangat mengganggu belajar

itu.

2) Keadaan fungsi-fungsi fisiologi tertentu terutama fungsi-fungsi

alat indra.
b. Faktor-faktor psikologi

Arden N. Frandsen (dalam S. Suryabrata, 1984) mengatakan bahwa

hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah sebagai berikut:

1) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih

luas

2) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua,

guru, dan teman-teman.

3) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu

dengan usaha yang baru, baik dengan kooperasi maupun

kompetensi

4) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai

pelajaran

5) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.

F. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)

Pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu

pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu

konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan

masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari

materi pelajaran.

Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir

tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya belajar

bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2002:2 dalam Nurhadi dkk, 2004),

“Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project-based


Teaching (pembelajaran proyek), Experience-Based Education (pendidikan

berdasarkan pengalaman), Authentic learning (Pembelajaran autentik), dan

Anchored instructian (pembelajaran berakar pada kehidupan nyata)”. Peran guru

dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan

masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas

yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar

pembelajaran berbasis masalah terdiri dari penyajian kepada siswa situasi masalah

yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka

untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

1. Ciri-ciri pengajaran berbasis masalah

Berbagai pengembangan pembelajaran berbasis masalah menunjukkan

ciri-ciri sebagai berikut :

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah

b. Berfokus pada ketrampilan antar disiplin

c. Penyelidikan autentik

d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya

2. Tujuan pembelajaran dan hasil pembelajaran

Pengajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu guru memberikan

informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah

dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan

berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar tentang

berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata
atau simulasi; dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri. (Nurhadi,

Burhan & Agus, 2004)

3. Tahapan pembelajaran berbasis masalah

Pengajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang

dimulai guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah yang diakhiri

dengan penyajian dan analisa hasil kerja siswa.

a. Tahap pertama adalah orientasi siswa terhadap masalah. Guru

menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan,

memotivasi siswa agar terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang

dipilih.

b. Tahap kedua adalah mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu

siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut.

c. Tahap ketiga adalah membimbing penyelidikan individual dan kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,

melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan

penyelesaian masalahnya.

d. Tahap keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai

dengan laporan, video dan model serta membantu mereka berbagi tugas

dengan temannya.
e. Tahap kelima adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan

masalah. Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi

terhadap penyelidikan mereka dan proses-peoses yang mereka gunakan.


BAB III

PEMBAHASAN
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Dini R., 2005, Pengantar Dasar Matematika. Diktat Program Studi Matematika,
STKIP PGRI, Blitar.

Djuweni, 2005, Penelitian Tindakan Kelas. Makalah disajikan dalam acara


peningkatan Profesionalisme Guru, Dikda Kota Blitar, SMP /
SMA se Kota Blitar, Maret 2005

Dimyati, Mudjiono, 1998, Belajar Pembelajaran, Asdi Mahasatya, Jakarta

Nurhadi, Yasin BY, Senduk AG., 2004, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapan
dalam KBK. Malang : Universitas Negeri Malang.

PPGM, 1999, Pembelajaran Matematika Yang Aktif dan Efektif. Yogyakarta :


Pusat Pengembangan Penataran Guru

Riki Suliana. 2005. Dasar – dasar dan Proses Pembelajaran. Blitar Program Studi
Matematika STKIP PGRI Blitar

Suryabrata S, 1984. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : Rajawali Pers.

Suryabrata S, 2003. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Rajawali Pers.

Soesianto F, Dwijono D. 2003. Logika Proposisional. Yogyakarta : Andi.

Tim Penyusun Intan Pariwara, 2004. Matematika Untuk SMA Jilid 1b. Klaten.
Intan Pariwara ( 3 – 32 )

Wirodikusumo, Sartono. 2004. Matematika untuk SMA Kelas X. Jakarta:


Erlangga (123 – 189)

_______________, 2003. Kurikulum 2004. Standart Kompetensi Mata pelajaran


Matematika SMA dan MA. Jakarta: Depdiknas (15)

Anda mungkin juga menyukai