Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan seharusnya mampu mengembangkan produktivitas SDM


melalui pengembangan dua kemampuan, yaitu (1) kemampuan teknis, seperti
peningkatan penguasaan kecakapan, profesi, dan keahlian yang sesuai dengan
tuntutan masyarakat dan lapangan kerja yang berubah; (2) watak dan karakter
yang dapat mendorong SDM untuk menjadi kekuatan penggerak, seperti
wawasan, penalaran, etos kerja, orientasi ke depan, kemampuan belajar secara
terus menerus, dan sejenisnya.

Ace Suryadi (2003: 4) menyatakan bahwa pendidikan anak dinilai


bermutu dan efisien jika benar-benar memiliki manfaat bagi percepatan
kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan. Pendidikan seharusnya mampu
menghasilkan SDM yang tidak menjadi beban, tetapi sebaliknya menjadi
kekuatan penggerak bagi keseluruhan proses pembangunan.

Selanjutnya, Ace Suryadi (2003: 4-6) melanjutkan bahwa setidaknya ada


empat kemampuan dasar yang perlu dikembangkan melalui pendidikan di
sekolah, yaitu sebagai berikut: (1) kemampuan verbal (verbal reasoning)
seperti kemampuan secara cepat untuk memahami dan menyimpulkan gagasan
tertulis, kemampuan secara cepat untuk menangkap dan menyimpulkan isi
pembicaraan, serta kemampuan sistematis untuk mengungkapkan pendapat
atau gagasan, baik secara lisan maupun secara tulisan, (2) kecakapan bidang
Matematika, yaitu memahami logika angka, bidang dan ruang, seperti
berhitung, mengukur bidang, mengukur ruang, dan sebagainya. Berbagai
penelitian membuktikan bahwa semakin tinggi kecakapan Matematika
seseorang, semakin tinggi pula ketajaman berpikir dan kemampuan
analitisnya, (3) kemampuan analitis, yaitu kemampuan anak untuk

1
menjelaskan hubungan antara satu gejala dengan gejala lain, mulai dari gelaja-
gejala sederhana sampai pada yang lebih kompleks, sesuai tingkat
perkembangan siswa, (4) kemampuan berpikir kritis dan evaluatif, yaitu
menyimpulkan dan melakukan evaluasi terhadap permasalahan pada tingkatan
yang lebih abstrak.

1. Identifikasi Masalah
Selama saya mengajar Matematika kompetensi dasar memahami
berbagai bentuk pecahan, maka ditemukan beberapa identifikasi masalah
yaitu banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru, Guru tidak
menggunakan model pembelajaran yang tepat, Guru kurang tepat dalam
menggunakan media pembelajaran, Minat dan motivasi belajar siswa
sangat kurang, Hasil belajar siswa dibawah KKM.

Identifikasi masalah di atas sangat bertolak belakang dengan


pendapat Yuli Supriyanto (2004: 23) yang menyatakan bahwa guru
mempunyai pengaruh yang besar bukan hanya pada prestasi pendidikan
anak tetapi juga pada sikap anak di sekolah dan terhadap kebiasaan belajar
pada umumnya. Namun, guru dapat juga melumpuhkan kemampuan
alamiah anak, merusak motivasi, harga diri, dan kreativitas anak. Bahkan
guru-guru yang sangat baik (atau kurang baik) dapat mempengaruhi anak
lebih kuat daripada orang tua. Mengapa? Karena guru lebih berkesempatan
untuk merangsang atau menghambat kreativitas anak daripada orang tua.
Guru mempunyai tugas mengevaluasi pekerjaan, sikap, dan perilaku anak.

2. Analisis Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah pada mata pelajaran matematika
dengan materi “perkalian pecahan” peneliti menganalisis masalah yang
terjadi antara lain:
1) Guru menggunakan model pembelajaran yang menonton dan
membosankan.
2) Guru kurang relevan dalam menggunakan media pembelajaran.

2
3) Guru kurang melibatkan siswa dalam pembelajaran.
4) Guru kurang inovatif dalam merancang kegiatan pembelajaran.
5) Guru menggunakan model pembelajaran yang kurang tepat.

3. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah


Menindak lanjuti hasil identifikasi masalah dan analisis masalah
diatas peneliti menentukan alternatif dan prioritas pemecahan masalah
antara lain:
1) Membuat pembelajaran yang efektif dengan media yang menarik
dengan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning.
2) Memberikan motivasi serta mengatasi kesulitan siswa dalam
mempelajari materi perkalian pecahan.
3) Meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Lepar
Pongok.

Hasil penelitian yang penulis lakukan setelah melaksanakan


pembelajaran matematika pada materi perkalian pecahan di SD Negeri 2
Lepar Pongok, yang dilanjutkan dengan evaluasi, tetapi hasilnya masih
tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil lembar kerja siswa
dimana dari 20 orang siswa kelas V hanya 2 orang (10% yang mendapat
nilai ≥ 70), penulis sebagai guru kelas menyadari bahwa kesalahan berada
pada penerapan model pembelajaran yang kadang membuat siswa kurang
aktif, terlihat jenuh, dan hasil evaluasi rata-rata < 70.
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, maka
penulis dalam penelitian ini memilih judul “Penerapkan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning untuk meningkatkan
hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Lepar Pongok pada materi
perkalian pecahan ”, dengan diterapkannya model pembelajaran tersebut
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

3
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Lepar Pongok pada
mata pelajaran matematika dengan materi perkalian pecahan melalui
penerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning?”.

C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2
Lepar Pongok pada mata pelajaran matematika dengan materi perkalian
pecahan.

D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Penulis mengharapkan dengan penelitian ini dapat bermanfaat:
1. Bagi Siswa
a. Dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika dengan materi perkalian pecahan.
b. Dapat menumbuhkan motivasi untuk mempelajari matematika.
c. Dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran
matematika.
d. Dapat meningkatkan keaktifan siswa selama proses pembelajaran
matematika.
2. Bagi Guru
a. Dengan melakukan penelitian penulis dapat mengembangkan
professional, menunjukan bahwa dirinya mampu menilai dan
memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya.
b. Meningkatkan percaya diri.
c. Memberikan kesadaran guru untuk meningkatkan kualitas dan
perbaikan pembelajaran.
3. Bagi Sekolah

4
a. Dapat dijadikan sebagai acuan guna menentukan kebijakan-kebijakan
sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, dan
dapat juga dijadikan sebagai alternatif untuk menentukan strategi
pembelajaran lebih baik dalam upaya meningkatkan hasil
pembelajaran siswa disekolah.
b. Memperkaya model pembelajaran dan peningkatan atau kemajuan
pada diri guru dan pendidikan disekolah.
c. Dapat menambah wahana pembelajaran menjadi lebih variatif
sehingga mampu memajukan proses pendidikan di masa mendatang.

5
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran.


Menurut Bloom (Agus Suprijono, 2009: 5) hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan. Melalui proses belajar mengajar diharapkan siswa
memperoleh kepandaian dan kecakapan tertentu serta perubahan-
perubahan pada dirinya. Selanjutnya, menurut Bloom (Agus Suprijono,
2009: 6-7) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan),
comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh),
application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan),
synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan
baru), dan evaluasion (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap
menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai),
organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain
psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor
juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial,
dan intelektual.

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan


pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar itu sendiri. Sugihartono, dkk (2007: 76-77), menyebutkan
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, sebagai berikut:

6
1. Faktor internal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri
individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah
dan faktor psikologis.
2. Faktor eksternal. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu.
Faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor
masyarakat.

B. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning


Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha
siswa untuk mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika
ia belajar.
Johnson (2002) merumuskan pengertian Contextual Teaching and
Learning sebagai berikut: “Sistem Contextual Teaching and Learning
merupakan suatu prosedur pendidikan yang bertujuan untuk membantu
siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan
cara menghubungkan dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari yaitu
dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya”.
Contextual Teaching and Learning adalah pembelajaran yang terjadi dan
berhubungan dengan alat dan pengalaman sebenarnya.
Beberapa kelebihan model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning yang dapat dirasakan oleh guru dan siswa antara lain:
a. Siswa dapat:
1. Mengaitkan mata pelajaran dengan pekerjaan atau kehidupan.
2. Mengaitkan kandungan mata pelajaran dengan pengalaman sehari-
hari.
3. Memindahkan kemahiran.
4. Memberikan kesan dan mendapatkan bukti.

7
5. Menguasai permasalahan abstrak melalui pengalaman konkret.
6. Belajar secara bersama.
b. Guru dapat:
1. Menjadikan pengajaran sebagai salah satu pengalaman yang
bermakna.
2. Mengaitkan prinsip-prinsip mata pelajaran dengan dunia pekerjaan.
3. Menjadikan penghubung antara pihak akademik dan vokasional atau
industri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning yaitu pembelajaran bermakna, penerapan
pengetahuan, berpikir tingkat tinggi, kurikulum yang dikembangkan
berdasarkan standar isi, responsif terhadap budaya, dan penilaian otentik.
Terdapat 7 komponen pembelajaran Contextual Teaching and Learning
dapat diaplikasikan sebagai berikut:
1. Kontruktivisme (Constructivism)
Konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun
makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan
tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-
tiba.
2. Bertanya (Questioning)
Dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru
maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan
mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa
merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara
siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa
dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.

8
3. Menemukan (Inquiry)
Merupaan siklus proses dalam membangun pengetahuan/konsep yang
bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis,
kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi;
observasi, tanya jawab, hipotesis, pengumpulan data, analisis data,
kemudian disimpulkan.
4. Masyarakat belajar (learning community)
Masyarakat belajar (learning community) adalah kelompok belajar atau
komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi
pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam;
pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan
ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di
atasnya, bekerja dengan masyarakat.
5. Pemodelan (modelling)
Dalam konsep ini kegiatan mendemonstrasikan suatu kinerja agar
siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan
model yang diberikan.
6. Refleksi (reflection)
Yaitu melihat kembali atau merespons suatu kejadian, kegiatan dan
pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah
diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu
tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan
langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu, catatan dan jurnal di
buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari
itu, diskusi dan hasil karya.
7. Penilaian autentik (authentic assessment)
Prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan,
keterampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik
adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu
mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhir
periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada

9
prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa.

Saran pokok penyusunan RPP pada model pembelajaran Contextual


Teaching and Learning adalah sebagai berikut.
a. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan
kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Kompetensi Inti,
Kompetensi Dasar, Materi Pokok, dan Pencapaian Hasil Belajar.
b. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
c. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu.
d. Buatlah skenario tahap demo tahap kegiatan siswa.
e. Nyatakan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment), yaitu
dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

C. Karakteristik Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan


pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu
hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran
matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui
pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari
sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan
matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi
misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model
matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-
soal uraian matematika lainnya
NCTM (National Coucil of Teachers of Mathematics)
merekomendasikan 4 (empat) prinsip pembelajaran matematika, yaitu:
a. Matematika sebagai pemecahan masalah.
b. Matematika sebagai penalaran.
c. Matematika sebagai komunikasi, dan

10
d. Matematika sebagai hubungan, Erman Suherman (2003: 298).
Matematika perlu diberikan siswa untuk membekali mereka dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta
bekerjasama. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan (Kemendikbud,
2014: 325) menyebutkan pemberian mata pelajaran matematika bertujuan
agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut.
a. Memahami konsep matematika, merupakan kompetensi dalam
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan menggunakan konsep maupun
algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan
masalah.
b. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaikan masalah, dan
mampu membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang ada.
c. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika
baik dalam penyederhanaan, maupun menganalisa komponen yang ada
dalam pemecahan masalah dalam konteks matematika maupun di luar
matematika (kehidupan nyata, ilmu, dan teknologi).
d. Mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun bukti
matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam pemecahan
masalah.
f. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam
matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten,
menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain,
santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan
(konteks, lingkungan), kerjasama, adil, jujur, teliti, cermat, bersikap
luwes dan terbuka, memilih kemauan berbagi rasa dengan orang lain.
g. Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi untuk
melakukan kegiatan-kegiatan matematika. Sekalipun tidak kemukakan
secara eksplisit, kemampuan berkomunikasi muncul dan diperlukan di
berbagai kecakapan, misalnya untuk menjelaskan gagasan pada

11
Pemahaman Konseptual, menyajikan rumusan dan penyelesaian masalah,
atau mengemukakan argumen pada penalaran.
Tujuan umum pertama, pembelajaran matematika pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah adalah memberikan penekanan pada
penataan latar dan pembentukan sikap siswa. Tujuan umum adalah
memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika,
baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari
ilmu pengetahuan lainnya.
Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu
atau pengetahuan Erman Suherman (2003:56). Pembelajaran matematika di
sekolah menjadikan guru sadar akan perannya sebagai motivator dan
pembimbing siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah.

D. Perkalian Pecahan
Materi perkalian pecahan yaitu menyelesaikan soal cerita pada pelajaran
matematika kelas V SD, diuraikan oleh Nuharini Dewi (2005: 46-47)
sebagai berikut:
1. Menyelesaikan Soal Cerita yang Berkaitan dengan Perkalian Pecahan
Contoh:
Arman menabung di bank sebesar Rp 125.000,00. Setelah satu bulan,
uang Arman mendapat bunga 1%. Berapakah tabungan Arman sekarang?
Jawab:
Cara 1
Uang yang ditabung = Rp 125.000,00
Bunga 1 bulan = 1%
Besar bunga = 1% x Rp 125.000,00
1
= x Rp 125.000,00 = Rp 1.250,00
100
Besar tabungan Arman = Rp 125.000,00 + Rp 1.250,00
= Rp 126.250,00

12
Cara 2
Besar tabungan Arman = besar uang mula-mula + besar bunga
= Rp 125.000,00 + (1% x125.000,00)
1
= Rp 125.000,00 + ( x Rp 125.000,00)
100
= Rp 125.000,00 + Rp 1.250,00
= Rp 126.250,00
Jadi, besar tabungan Arman sekarang adalah Rp 126.250,00.

13
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

A. Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian, Pihak yang Membantu


1. Subjek, Tempat, Waktu, Mata Pelajaran dan Kelas
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam rangka perbaikan
pembelajaran dan dilaksanakan di SD Negeri 2 Lepar Pongok, beralamat
Jalan Nelayan nomor 05 Tanjung Sangkar, Kecamatan Lepar Pongok,
Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sekolah
ini terletak pada pedesaan dengan total 18 rombel dengan jumlah siswa
321 dan tenaga pendidik berjumlah 22 orang, tata usaha berjumlah 3 orang
dan 1 orang perpustakawan serta 1 penjaga sekolah . Siswa yang dijadikan
subjek penelitian adalah siswa kelas V yang berjumlah 20 orang, yaitu 14
orang siswa laki-laki dan 6 orang siswa perempuan. Siswa di kelas V ini
memiliki kemampuan yang heterogen, yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
2. Waktu Penelitian
Adapun jadwal penelitian tindakan kelas sebagai berikut:
Tabel 3.1
JADWAL PELAKSANAAN PERBAIKANPEMBELAJARAN

Jumlah Mata
No Siklus Tanggal Waktu Ket
Siswa Pelajaran

1. 20 Siswa Matematika I 12 April 2021 Jam ke 1

2. 20 Siswa Matematika II 19 April 2021 Jam ke 1

3. 20 Siswa Matematika III 26 April 2021 Jam ke 1

14
3. Pihak-pihak yang membantu

Pihak-pihak yang membantu dalam penelitian tindakan kelas ini


adalah Kepala sekolah SD Negeri 2 Lepar Pongok, Rekan guru-guru SD
Negeri 2 Lepar Pongok, Pembimbing 1 dan Siswa-siswi SD Negeri 2
Lepar Pongok.

B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran


1. Prosedur dan Alur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini terdiri atas 3 siklus. Setiap siklus
meliputi perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan
(observasi), dan refleksi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
Perencanaan

Refleksi Siklus 1 Pelaksanaan tindakan

Pengamatan (Observasi)

Perencanaan

Siklus 2 Pelaksanaan tindakan


Refleksi

Pengamatan (Observasi)

Perencanaan

Siklus 3 Pelaksanaan tindakan


Refleksi

15
Pengamatan (Observasi)

Gambar 3.1 Prosedur pelaksanaan perbaikan PTK

Adapun penelitian kegiatan tiap-tiap siklus dijelaskan sebagai


berikut:

Siklus I

a. Perencanaan
Dalam perencanaan Siklus I, peneliti dibantu oleh Pembimbing 1
terlebih dahulu merumuskan masalah yang terjadi sebelum dilakukan
perbaikan, yaitu siswa belum mampu menguasai mata pelajaran
matematika dengan materi “perkalian pecahan”.

Adapun kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan rencana perbaikan pembelajaran Siklus I.


2. Menyiapkan lembar observasi.
3. Menyiapkan lembar evaluasi.
4. Menyiapkan LKS.
b. Pelaksanaan
Tindakan yang dilakukan pada Siklus I adalah meningkatkan
kemampuan dalam menguasai materi perkalian pecahan. Pada awal
pertemuan, guru melaksanakan pretest, apersepsi, menjelaskan tujuan
pembelajaran, dan memotivasi siswa untuk menerima materi pelajaran.
Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang heterogen. Selanjutnya,
siswa secara berkelompok mengerjakan tugas pada lembar kerja dengan
bimbingan guru disertai dengan penjelasan atas materi yang belum dikuasi
siswa. Guru mengamati keaktifan siswa. Setelah selesai pembahasan,
siswa secara individu menyelesaikan tes penguasaan materi yang telah
disiapkan oleh guru.
c. Pengamatan

16
Pengamatan dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap
pelaksanaan pembelajaran dengan berpedoman pada lembar observasi
yang telah disiapkan. Pengamatan dilakukan terhadap kinerja guru saat
melakukan pembelajaran dan keaktifan siswa selama pembelajaran
berlangsung dengan memberikan checklist sesuai dengan kondisi
pembelajaran yang sesungguhnya. Pengamatan dilakukan observer.
d. Refleksi
Refleksi dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
1. Menganalisis pelaksanaan pembelajaran pada materi perkalian
pecahan.
2. Melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran dan
mempertimbangkan langkah pembelajaran selanjutnya.
3. Melakukan refleksi terhadap keaktifan siswa dalam pembelajaran.
4. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil refleksi, kekurangan yang belum bisa diatasi pada


Siklus I akan diperbaiki pada Siklus II.

Siklus II

a. Perencanaan
Perencanaan pembelajaran Siklus II didasarkan pada kekurangan
pembelajaran Siklus I. Dalam perencanaan Siklus II, peneliti dibantu oleh
pembimbing 1 terlebih dahulu merumuskan masalah yang terjadi sebelum
dilakukan perbaikan, yaitu siswa belum mampu menguasai materi
“perkalian pecahan” dalam pembelajaran matematika.

Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan rencana perbaikan pembelajaran Siklus II.


2. Menyiapkan lembar observasi.
3. Menyiapkan lembar evaluasi.
4. Menyiapkan Lembar Kerja Siswa.
b. Pelaksanaan

17
Tindakan yang dilakukan pada Siklus II adalah meningkatkan
kemampuan siswa dalam menguasai materi “perkalian pecahan”. Pada
awal pertemuan, guru melaksanakan pretest, apersepsi, menjelaskan tujuan
pembelajaran, dan memotivasi siswa untuk menerima materi pelajaran.
Setelah siap menerima pelajaran, guru mulai menjelaskan materi
pembelajaran.
Sama dengan Siklus I, Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang
heterogen. Selanjutnya, siswa secara berkelompok mengerjakan tugas pada
lembar kerja dengan bimbingan guru. Guru mengamati keaktifan siswa.
Setelah selesai pembahasan, siswa secara individu menyelesaikan tes
penguasaan materi yang telah disiapkan oleh guru.

c. Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap


pelaksanaan pembelajaran dengan berpedoman pada lembar observasi
yang telah disiapkan. Pengamatan dilakukan terhadap kinerja guru saat
melakukan pembelajaran dan keaktifan siswa selama pembelajaran
berlangsung dengan memberikan checklist sesuai dengan kondisi
pembelajaran yang sesungguhnya. Pengamatan dilakukan oleh
pembimbing 1.

d. Refleksi

Refleksi dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:


1. Menganalisi pelaksanaan pembelajaran yang menerapkan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning, yaitu menganalisis
kelemahan dan keberhasilan guru saat menerapkan model
pembelajaran tersebut.
2. Melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran yang menerapkan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning dan
mempertimbangkan langkah pembelajaran selanjutnya.
3. Melakukan refleksi terhadap keaktifan siswa dalam pembelajaran.

18
4. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil refleksi, kekurangan yang belum bisa diatasi pada


Siklus II akan diperbaiki pada Siklus III.

Siklus III

a. Perencanaan
Perencanaan pembelajaran Siklus III didasarkan pada kekurangan
pembelajaran Siklus II. Dalam perencanaan Siklus III, peneliti dibantu
oleh pembimbing 1 terlebih dahulu merumuskan masalah yang terjadi
pada perbaikan pembelajaran Siklus II. Adapun kegiatan yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan rencana perbaikan pembelajaran Siklus III.
2. Menyiapkan lembar observasi.
3. Menyiapkan lembar evaluasi.
4. Menyiapkan Lembar Kerja Siswa.
b. Pelaksanaan
Tindakan yang dilakukan pada Siklus III adalah meningkatkan
kemampuan siswa dalam menguasai materi yang belum dikuasai pada
Siklus II.. Pada awal pertemuan, guru memotivasi dan menanyakan apakah
ada kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Guru mulai menjelaskan
lagi materi pelajaran yang belum dipahami oleh sebagian siswa melalui
tanya jawab.
Sama dengan tindakan pembelajaran Siklus I dan Siklus II, siswa juga
dibagi dalam beberapa kelompok yang heterogen. Selanjutnya, siswa
secara berkelompok berdiskusi mengerjakan tugas pada lembar kerja
dengan bimbingan guru. Guru mengamati keaktifan siswa. Setelah selesai
pembahasan, siswa secara individu menyelesaikan tes penguasaan materi
yang telah disiapkan oleh guru.
c. Pengamatan

19
Pengamatan dilakukan dengan cara melakukan pengamatan
terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan berpedoman pada lembar
observasi yang telah disiapkan. Pengamatan dilakukan terhadap kinerja
guru saat melakukan pembelajaran dan keaktifan siswa selama
pembelajaran berlangsung dengan memberikan checklist sesuai dengan
kondisi pembelajaran yang sesungguhnya. Pengamatan dilakukan oleh
pembimbing 1.
d. Refleksi
Refleksi dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Menganalisi pelaksanaan pembelajaran yang menerapkan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning, yaitu menganalisis
kelemahan dan keberhasilan guru saat menerapkan model
pembelajaran tersebut.
2. Melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran yang menerapkan
model Contextual Teaching and Learning dan mempertimbangkan
langkah pembelajaran selanjutnya.
3. Melakukan refleksi terhadap keaktifan siswa dalam pembelajaran.
4. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa.
5. Menganalisis hasil akhir penelitian.

Berdasarkan tahapan kegiatan perbaikan Siklus I, II, dan III, hasil yang
diharapkan adalah sebagai berikut:

a. Guru dapat merancang model pembelajaran Contextual Teaching and


Learning dalam pembelajaran matematika terhadap materi “perkalian
pecahan” dengan baik.
b. Guru dapat menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning dalam pembelajaran matematika terhadap materi “perkalian
pecahan” dengan baik sehingga dapat dijadikan pedoman apakah model ini
cocok untuk diterapkan.
c. Terjadinya peningkatan hasil belajar, keaktifan, dan kerja sama siswa
dalam proses pembelajaran.

20
C. Teknik Analisis Data

Dalam Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan di kelas V SD Negeri


2 Lepar Pongok pada mata pelajaran Matematika materi perkalian pecahan ini
peneliti menggunakan teknik analisis data kuantitatif. Data disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik. Data yang diperoleh secara kuantitatif adalah data
tentang prestasi belajar siswa yang diambil dari hasil evaluasi siswa pada
setiap siklus.

Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa yang ditampilkan


pada tabel dan grafik , peneliti menggunakan rumus :

x
a. Persentase siswa tuntas = x 100
y
x : jumlah siswa tuntas
y : jumlah siswa keseluruhan

x
b. Persentase siswa tidak tuntas = x 100
y
x : jumlah siswa tuntas
y : jumlah siswa keseluruhan

21
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dengan menggunakan tiga


siklus terdiri dari siklus satu, siklus dua, dan siklus tiga. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh data yang dijabarkan per siklus sebagai berikut:

Tabel 4.1
Peningkatan Prestasi Belajar dari Siklus I, Siklus II, dan Siklus III

SIKLUS
NO KETUNTASAN
I II III
1 Tuntas 2 10 19

2 Tidak Tuntas 18 10 1

RATA - RATA 44,00 65,00 84,00

Berdasarkan data di atas dapat terlihat hasil peningkatan nilai yang


diperoleh siswa pada tiap-tiap siklus:
a. Pada pembelajaran siklus I, siswa yang tuntas sebanyak 2 siswa dari 20
siswa atau 10% sedangkan yang belum tuntas sebanyak 18 siswa dari 20
siswa atau 90%.
b. Pada pembelajaran siklus II, siswa yang tuntas sebanyak 10 Siswa dari 20
siswa atau 50%, sedangkan yang belum tuntas sebanyak 10 siswa dari 20
siswa atau 50%.
c. Pada pembelajaran siklus III, siswa yang tuntas sebanyak 19 siswa dari
20 siswa atau 95% sedangkan yang belum tuntas sebanyak 1 siswa dari 20
siswa atau 5%.

22
Tabel peningkatan prestasi belajar di atas dapat digambarkan dalam
bentuk diagram sebagai berikut:
Grafik 4.1

Diagram Ketuntasan Belajar


20

16

12

0
Siklus I Siklus II Siklus III

Tuntas Tidak Tuntas

Berdasarkan diagram diatas terlihat bahwa peningkatan prestasi belajar


siswa terhadap mata pembelajaran Matematika materi perkalian pecahan di
kelas V SD Negeri 2 Lepar Pongok dapat diprosentasekan sebagai berikut :
a) Dari Siklus I ke Siklus II mengalami peningkatan sebesar 40%
b) Dari Siklus II ke Siklus III mengalami peningkatan sebesar 45%

B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Berdasarkan hasil penelitian dengan menerapkan model pembelajaran


Contextual Teaching and Learning dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran Matematika materi perkalian pecahan.
Peningkatan tersebut dapat dilihat dari prestasi belajar siswa dari siklus I
sampai dengan siklus III. Pada siklus I siswa yang tuntas sebanyak 2 siswa
dengan rata-rata kelas 44,00 dan tingkat prosentase 10%, siklus II siswa yang
tuntas sebanyak 10 siswa dengan rata-rata kelas 65,00 dan tingkat prosentase
50%, siklus III siswa yang tuntas sebanyak 19 siswa dengan rata-rata kelas
84,00 dan tingkat prosentase 95%. Peningkatan prestasi belajar siswa dari

23
siklus 1 sampai siklus 3 ini terjadi karena peneliti telah memperbaiki
kinerjanya dalam proses pembelajaran yaitu dengan menggunakan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning yang mana model
pembelajaran ini menekankan bahwa aktifitas belajar lebih banyak berpusat
pada siswa. Dalam hal ini pada proses pembelajaran guru hanya bertindak
sebagai penyampai informasi, fasilitator dan pembimbing. Suasana belajar
dan interaksi yang menyenangkan membuat siswa lebih menikmati pelajaran
sehingga siswa tidak mudah bosan untuk belajar. Model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning ini merupakan suatu model pembelajaran
yang dapat digunakan guru agar dapat tercipta suasana pembelajaran di
dalam kelas yang lebih menyenangkan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui penerapan


model pembelajaran Contextual Teaching And Learning dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran CTL
Contextual Teaching And Learning adalah saling ketergantungan atau kerja
sama, diferensiasi, dan pengaturan diri.

Model pembelajaran Contextual Teaching And Learning memusatkan


pada bagaimana peserta didik mengerti makna dari apa yang mereka pelajari,
apa manfaatnya, dalam status apa mereka, bagaimana mencapainya dan
bagaimana mereka mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari. Selain
itu, model pembelajaran Contextual Teaching And Learning juga dapat
memperbaiki hubungan antar siswa.

Dengan demikian, penelitian yang telah dilakukan dapat memberikan


hasil positif dan dapat memaksimalkan kemampuan siswa dalam memahami
dan mengingat suatu materi pembelajaran. Oleh sebab itu, dapat dinyatakan
bahwa penerapan model pembelajaran Contextual Teaching And Learning
dapat mengembangkan tingkah laku siswa dan hubungan yang lebih baik di
antara siswa serta dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Selain

24
itu, model pembelajaran Contextual Teaching And Learning dapat memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.

Dari hasil pembahasan dengan pembimbing 1 maka pembelajaran yang


telah dilaksanakan mengalami kemajuan, hal ini ditunjukkan adanya
peningkatan nilai siswa dari pembelajaran siklus 1, siklus 2 sampai dengan
siklus 3.

Berikut ini ditampilkan rekapitulasi prestasi belajar siwa tiap-tiap siklus:


Tabel 4.2
Rekapitulasi Ketuntasan Belajar Tiap Siklus
SISWA TUNTAS SISWA BELUM
N
KEGIATAN BELAJAR TUNTAS BELAJAR
O
FREKUENSI % FREKUENSI %
1 Siklus I 2 10 18 90
2 Siklus II 10 50 10 50
3 Siklus III 19 95 1 5

25
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT

A. Simpulan
Berdasarkan hasil perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan,
dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan model pembelajaran Contextual Teaching And Learning pada
siswa kelas V SD Negeri 2 Lepar Pongok dengan materi “Perkalian
pecahan” mata pelajaran Matematika telah memberikan hasil yang
optimal, yaitu dari aspek penguasaan konsep, keaktifan, sikap kooperatif
siswa.
2. Penerapan model pembelajaran Contextual Teaching And Learning pada
siswa kelas V SD Negeri 2 Lepar Pongok dengan materi “Perkalian
pecahan” mata pelajaran Matematika dapat mengembangkan tingkah
laku siswa dan hubungan yang lebih baik di antara siswa serta dapat
mengembangkan kemampuan akademis siswa.
3. Melalui penerapan model pembelajaran Contextual Teaching And
Learning, ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa mata
pelajaran matematika dengan materi “Perkalian pecahan” pada siswa
kelas V SD Negeri 2 Lepar Pongok.

B. Saran Tindak Lanjut


Berdasarkan kesimpulan di atas, beberapa hal yang sebaiknya
dilakukan oleh guru dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran,
khususnya mata pelajaran Matematika adalah sebagai berikut:
1. Guru disarankan menerapkan menerapkan model pembelajaran
Contextual Teaching And Learning, khususnya materi “Perkalian
pecahan” pada mata pelajaran Matematika karena berdasarkan hasil
penelitian penulis, model pembelajaran tersebut dapat mengembangkan

26
tingkah laku siswa dan hubungan yang lebih baik di antara siswa serta
dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa.
2. Guru disarankan menerapkan menerapkan model pembelajaran
Contextual Teaching And Learning pada siswa tingkat Sekolah Dasar
sebagai upaya meningkatkan kemampuan akademis, sikap kerja sama,
dan keaktifan siswa.

27
DAFTAR PUSTAKA

Erman Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontempoler.


Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. Hal. 56, 298.

Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California : A Sage


Publications Company.

Kemendikbud. 2014. Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta :


Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal. 325.

Nuharini Dewi. 2005. Mari Belajar Matematika untuk Kelas V SD/MI. Solo : CV.
Usaha Makmur.

Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press. Hal. 76-
77.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pusat Belajar. Hal. 5-


7 dan 89.

Supriyanto, Yuli. 2004. “Mengembangkan kreativitas Anak di Sekolah”. (dalam


Buletin Pusat Perbukuan, Volume 10. Tahun 2004). Jakarta: Depdiknas.
Hal. 23.

Suryadi, Ace. 2003. “Tantangan Pendidikan di Era Desentralisasi”. (Dalam


Buletin Pusat Perbukuan, Volume 9. Tahun 2003). Jakarta: Depdiknas.
Hal. 4-6.

28

Anda mungkin juga menyukai