PENDAHULUAN
1
menjelaskan hubungan antara satu gejala dengan gejala lain, mulai dari gelaja-
gejala sederhana sampai pada yang lebih kompleks, sesuai tingkat
perkembangan siswa, (4) kemampuan berpikir kritis dan evaluatif, yaitu
menyimpulkan dan melakukan evaluasi terhadap permasalahan pada tingkatan
yang lebih abstrak.
1. Identifikasi Masalah
Selama saya mengajar Matematika kompetensi dasar memahami
berbagai bentuk pecahan, maka ditemukan beberapa identifikasi masalah
yaitu banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru, Guru tidak
menggunakan model pembelajaran yang tepat, Guru kurang tepat dalam
menggunakan media pembelajaran, Minat dan motivasi belajar siswa
sangat kurang, Hasil belajar siswa dibawah KKM.
2. Analisis Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah pada mata pelajaran matematika
dengan materi “perkalian pecahan” peneliti menganalisis masalah yang
terjadi antara lain:
1) Guru menggunakan model pembelajaran yang menonton dan
membosankan.
2) Guru kurang relevan dalam menggunakan media pembelajaran.
2
3) Guru kurang melibatkan siswa dalam pembelajaran.
4) Guru kurang inovatif dalam merancang kegiatan pembelajaran.
5) Guru menggunakan model pembelajaran yang kurang tepat.
3
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Lepar Pongok pada
mata pelajaran matematika dengan materi perkalian pecahan melalui
penerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning?”.
4
a. Dapat dijadikan sebagai acuan guna menentukan kebijakan-kebijakan
sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, dan
dapat juga dijadikan sebagai alternatif untuk menentukan strategi
pembelajaran lebih baik dalam upaya meningkatkan hasil
pembelajaran siswa disekolah.
b. Memperkaya model pembelajaran dan peningkatan atau kemajuan
pada diri guru dan pendidikan disekolah.
c. Dapat menambah wahana pembelajaran menjadi lebih variatif
sehingga mampu memajukan proses pendidikan di masa mendatang.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
6
1. Faktor internal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri
individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah
dan faktor psikologis.
2. Faktor eksternal. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu.
Faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor
masyarakat.
7
5. Menguasai permasalahan abstrak melalui pengalaman konkret.
6. Belajar secara bersama.
b. Guru dapat:
1. Menjadikan pengajaran sebagai salah satu pengalaman yang
bermakna.
2. Mengaitkan prinsip-prinsip mata pelajaran dengan dunia pekerjaan.
3. Menjadikan penghubung antara pihak akademik dan vokasional atau
industri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning yaitu pembelajaran bermakna, penerapan
pengetahuan, berpikir tingkat tinggi, kurikulum yang dikembangkan
berdasarkan standar isi, responsif terhadap budaya, dan penilaian otentik.
Terdapat 7 komponen pembelajaran Contextual Teaching and Learning
dapat diaplikasikan sebagai berikut:
1. Kontruktivisme (Constructivism)
Konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun
makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan
tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-
tiba.
2. Bertanya (Questioning)
Dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru
maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan
mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa
merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara
siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa
dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
8
3. Menemukan (Inquiry)
Merupaan siklus proses dalam membangun pengetahuan/konsep yang
bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis,
kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi;
observasi, tanya jawab, hipotesis, pengumpulan data, analisis data,
kemudian disimpulkan.
4. Masyarakat belajar (learning community)
Masyarakat belajar (learning community) adalah kelompok belajar atau
komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi
pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam;
pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan
ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di
atasnya, bekerja dengan masyarakat.
5. Pemodelan (modelling)
Dalam konsep ini kegiatan mendemonstrasikan suatu kinerja agar
siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan
model yang diberikan.
6. Refleksi (reflection)
Yaitu melihat kembali atau merespons suatu kejadian, kegiatan dan
pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah
diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu
tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan
langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu, catatan dan jurnal di
buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari
itu, diskusi dan hasil karya.
7. Penilaian autentik (authentic assessment)
Prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan,
keterampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik
adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu
mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhir
periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada
9
prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa.
10
d. Matematika sebagai hubungan, Erman Suherman (2003: 298).
Matematika perlu diberikan siswa untuk membekali mereka dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta
bekerjasama. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan (Kemendikbud,
2014: 325) menyebutkan pemberian mata pelajaran matematika bertujuan
agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut.
a. Memahami konsep matematika, merupakan kompetensi dalam
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan menggunakan konsep maupun
algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan
masalah.
b. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaikan masalah, dan
mampu membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang ada.
c. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika
baik dalam penyederhanaan, maupun menganalisa komponen yang ada
dalam pemecahan masalah dalam konteks matematika maupun di luar
matematika (kehidupan nyata, ilmu, dan teknologi).
d. Mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun bukti
matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam pemecahan
masalah.
f. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam
matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten,
menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain,
santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan
(konteks, lingkungan), kerjasama, adil, jujur, teliti, cermat, bersikap
luwes dan terbuka, memilih kemauan berbagi rasa dengan orang lain.
g. Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi untuk
melakukan kegiatan-kegiatan matematika. Sekalipun tidak kemukakan
secara eksplisit, kemampuan berkomunikasi muncul dan diperlukan di
berbagai kecakapan, misalnya untuk menjelaskan gagasan pada
11
Pemahaman Konseptual, menyajikan rumusan dan penyelesaian masalah,
atau mengemukakan argumen pada penalaran.
Tujuan umum pertama, pembelajaran matematika pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah adalah memberikan penekanan pada
penataan latar dan pembentukan sikap siswa. Tujuan umum adalah
memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika,
baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari
ilmu pengetahuan lainnya.
Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu
atau pengetahuan Erman Suherman (2003:56). Pembelajaran matematika di
sekolah menjadikan guru sadar akan perannya sebagai motivator dan
pembimbing siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah.
D. Perkalian Pecahan
Materi perkalian pecahan yaitu menyelesaikan soal cerita pada pelajaran
matematika kelas V SD, diuraikan oleh Nuharini Dewi (2005: 46-47)
sebagai berikut:
1. Menyelesaikan Soal Cerita yang Berkaitan dengan Perkalian Pecahan
Contoh:
Arman menabung di bank sebesar Rp 125.000,00. Setelah satu bulan,
uang Arman mendapat bunga 1%. Berapakah tabungan Arman sekarang?
Jawab:
Cara 1
Uang yang ditabung = Rp 125.000,00
Bunga 1 bulan = 1%
Besar bunga = 1% x Rp 125.000,00
1
= x Rp 125.000,00 = Rp 1.250,00
100
Besar tabungan Arman = Rp 125.000,00 + Rp 1.250,00
= Rp 126.250,00
12
Cara 2
Besar tabungan Arman = besar uang mula-mula + besar bunga
= Rp 125.000,00 + (1% x125.000,00)
1
= Rp 125.000,00 + ( x Rp 125.000,00)
100
= Rp 125.000,00 + Rp 1.250,00
= Rp 126.250,00
Jadi, besar tabungan Arman sekarang adalah Rp 126.250,00.
13
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN
Jumlah Mata
No Siklus Tanggal Waktu Ket
Siswa Pelajaran
14
3. Pihak-pihak yang membantu
Pengamatan (Observasi)
Perencanaan
Pengamatan (Observasi)
Perencanaan
15
Pengamatan (Observasi)
Siklus I
a. Perencanaan
Dalam perencanaan Siklus I, peneliti dibantu oleh Pembimbing 1
terlebih dahulu merumuskan masalah yang terjadi sebelum dilakukan
perbaikan, yaitu siswa belum mampu menguasai mata pelajaran
matematika dengan materi “perkalian pecahan”.
16
Pengamatan dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap
pelaksanaan pembelajaran dengan berpedoman pada lembar observasi
yang telah disiapkan. Pengamatan dilakukan terhadap kinerja guru saat
melakukan pembelajaran dan keaktifan siswa selama pembelajaran
berlangsung dengan memberikan checklist sesuai dengan kondisi
pembelajaran yang sesungguhnya. Pengamatan dilakukan observer.
d. Refleksi
Refleksi dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
1. Menganalisis pelaksanaan pembelajaran pada materi perkalian
pecahan.
2. Melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran dan
mempertimbangkan langkah pembelajaran selanjutnya.
3. Melakukan refleksi terhadap keaktifan siswa dalam pembelajaran.
4. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa.
Siklus II
a. Perencanaan
Perencanaan pembelajaran Siklus II didasarkan pada kekurangan
pembelajaran Siklus I. Dalam perencanaan Siklus II, peneliti dibantu oleh
pembimbing 1 terlebih dahulu merumuskan masalah yang terjadi sebelum
dilakukan perbaikan, yaitu siswa belum mampu menguasai materi
“perkalian pecahan” dalam pembelajaran matematika.
17
Tindakan yang dilakukan pada Siklus II adalah meningkatkan
kemampuan siswa dalam menguasai materi “perkalian pecahan”. Pada
awal pertemuan, guru melaksanakan pretest, apersepsi, menjelaskan tujuan
pembelajaran, dan memotivasi siswa untuk menerima materi pelajaran.
Setelah siap menerima pelajaran, guru mulai menjelaskan materi
pembelajaran.
Sama dengan Siklus I, Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang
heterogen. Selanjutnya, siswa secara berkelompok mengerjakan tugas pada
lembar kerja dengan bimbingan guru. Guru mengamati keaktifan siswa.
Setelah selesai pembahasan, siswa secara individu menyelesaikan tes
penguasaan materi yang telah disiapkan oleh guru.
c. Pengamatan
d. Refleksi
18
4. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa.
Siklus III
a. Perencanaan
Perencanaan pembelajaran Siklus III didasarkan pada kekurangan
pembelajaran Siklus II. Dalam perencanaan Siklus III, peneliti dibantu
oleh pembimbing 1 terlebih dahulu merumuskan masalah yang terjadi
pada perbaikan pembelajaran Siklus II. Adapun kegiatan yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan rencana perbaikan pembelajaran Siklus III.
2. Menyiapkan lembar observasi.
3. Menyiapkan lembar evaluasi.
4. Menyiapkan Lembar Kerja Siswa.
b. Pelaksanaan
Tindakan yang dilakukan pada Siklus III adalah meningkatkan
kemampuan siswa dalam menguasai materi yang belum dikuasai pada
Siklus II.. Pada awal pertemuan, guru memotivasi dan menanyakan apakah
ada kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Guru mulai menjelaskan
lagi materi pelajaran yang belum dipahami oleh sebagian siswa melalui
tanya jawab.
Sama dengan tindakan pembelajaran Siklus I dan Siklus II, siswa juga
dibagi dalam beberapa kelompok yang heterogen. Selanjutnya, siswa
secara berkelompok berdiskusi mengerjakan tugas pada lembar kerja
dengan bimbingan guru. Guru mengamati keaktifan siswa. Setelah selesai
pembahasan, siswa secara individu menyelesaikan tes penguasaan materi
yang telah disiapkan oleh guru.
c. Pengamatan
19
Pengamatan dilakukan dengan cara melakukan pengamatan
terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan berpedoman pada lembar
observasi yang telah disiapkan. Pengamatan dilakukan terhadap kinerja
guru saat melakukan pembelajaran dan keaktifan siswa selama
pembelajaran berlangsung dengan memberikan checklist sesuai dengan
kondisi pembelajaran yang sesungguhnya. Pengamatan dilakukan oleh
pembimbing 1.
d. Refleksi
Refleksi dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Menganalisi pelaksanaan pembelajaran yang menerapkan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning, yaitu menganalisis
kelemahan dan keberhasilan guru saat menerapkan model
pembelajaran tersebut.
2. Melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran yang menerapkan
model Contextual Teaching and Learning dan mempertimbangkan
langkah pembelajaran selanjutnya.
3. Melakukan refleksi terhadap keaktifan siswa dalam pembelajaran.
4. Melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa.
5. Menganalisis hasil akhir penelitian.
Berdasarkan tahapan kegiatan perbaikan Siklus I, II, dan III, hasil yang
diharapkan adalah sebagai berikut:
20
C. Teknik Analisis Data
x
a. Persentase siswa tuntas = x 100
y
x : jumlah siswa tuntas
y : jumlah siswa keseluruhan
x
b. Persentase siswa tidak tuntas = x 100
y
x : jumlah siswa tuntas
y : jumlah siswa keseluruhan
21
BAB IV
Tabel 4.1
Peningkatan Prestasi Belajar dari Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
SIKLUS
NO KETUNTASAN
I II III
1 Tuntas 2 10 19
2 Tidak Tuntas 18 10 1
22
Tabel peningkatan prestasi belajar di atas dapat digambarkan dalam
bentuk diagram sebagai berikut:
Grafik 4.1
16
12
0
Siklus I Siklus II Siklus III
23
siklus 1 sampai siklus 3 ini terjadi karena peneliti telah memperbaiki
kinerjanya dalam proses pembelajaran yaitu dengan menggunakan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning yang mana model
pembelajaran ini menekankan bahwa aktifitas belajar lebih banyak berpusat
pada siswa. Dalam hal ini pada proses pembelajaran guru hanya bertindak
sebagai penyampai informasi, fasilitator dan pembimbing. Suasana belajar
dan interaksi yang menyenangkan membuat siswa lebih menikmati pelajaran
sehingga siswa tidak mudah bosan untuk belajar. Model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning ini merupakan suatu model pembelajaran
yang dapat digunakan guru agar dapat tercipta suasana pembelajaran di
dalam kelas yang lebih menyenangkan.
24
itu, model pembelajaran Contextual Teaching And Learning dapat memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
25
BAB V
A. Simpulan
Berdasarkan hasil perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan,
dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan model pembelajaran Contextual Teaching And Learning pada
siswa kelas V SD Negeri 2 Lepar Pongok dengan materi “Perkalian
pecahan” mata pelajaran Matematika telah memberikan hasil yang
optimal, yaitu dari aspek penguasaan konsep, keaktifan, sikap kooperatif
siswa.
2. Penerapan model pembelajaran Contextual Teaching And Learning pada
siswa kelas V SD Negeri 2 Lepar Pongok dengan materi “Perkalian
pecahan” mata pelajaran Matematika dapat mengembangkan tingkah
laku siswa dan hubungan yang lebih baik di antara siswa serta dapat
mengembangkan kemampuan akademis siswa.
3. Melalui penerapan model pembelajaran Contextual Teaching And
Learning, ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa mata
pelajaran matematika dengan materi “Perkalian pecahan” pada siswa
kelas V SD Negeri 2 Lepar Pongok.
26
tingkah laku siswa dan hubungan yang lebih baik di antara siswa serta
dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa.
2. Guru disarankan menerapkan menerapkan model pembelajaran
Contextual Teaching And Learning pada siswa tingkat Sekolah Dasar
sebagai upaya meningkatkan kemampuan akademis, sikap kerja sama,
dan keaktifan siswa.
27
DAFTAR PUSTAKA
Nuharini Dewi. 2005. Mari Belajar Matematika untuk Kelas V SD/MI. Solo : CV.
Usaha Makmur.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press. Hal. 76-
77.
28