Anda di halaman 1dari 41

PENERAPAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH


MATEMATIK DAN KEMANDIRIAN BELAJAR PESERTA DIDIK
KELAS X PADA MATERI TRIGONOMETRI

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Memperoleh Sertifikat Guru Profesional
pada Program Studi Pendidikan Matmatika

oleh

Yesi Ulfah Fauziah,S.Pd


RB201720847

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG
2018
1

A. Judul Penelitian

“Penerapan Model Problem-Based Learning Untuk Meningkatkan


Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Kemandirian Belajar Peserta
Didik Kelas X Pada Materi Triognometri”

B. Latar Belakang Masalah

Salah satu mata pelajaran yang penting untuk meningkatkan kualitas


SDM serta menunjang dalam kehidupan sehari-hari yaitu pelajaran matematika.
Hal ini karena matematika memberi peluang berkembangnya kemampuan
menalar yang logis, sistematik, kritis, cermat, kreatif, menumbuhkan rasa
percaya diri, serta mengembangkan sikap objektif dan terbuka yang sangat
diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah.
Matematika bersifat universal, karena matematika mencakup banyak
aspek kehidupan manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, Sumarmo (2014: 3)
berpendapat:
‘Matematika dikenal pula sebagai ilmu yang terstruktur dan sistematis
dalam arti bagian-bagian matematika tersusun seacara hierarkhis dan
terjalin dalam hubungan fungsional yang erat, sifat keteraturan yang
indah dan kemampuan analisis kuantitatif, yang akan membantu
menghasilkan model matemtaika yang diperlukan dalam pemecahan
masalah dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah
kehidupann sehari-hari.’

Mengingat peran matematika yang sangat penting dalam proses


peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka upaya untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran matematika memerlukan perhatian yang serius, sehingga
diharapkan dapat menciptakan peserta didik yang aktif dan mahir dalam
menganalisis dan memecahkan masalah, khususnya pemecahan masalah
matematika yang kompleks.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan
yang sangat penting, karena salah satau kemampuan capaian yang terdapat
pada struktur kurikulum matematika, karena dalam proses pembelajaran
maupun penyelesaian peserta didik dimungkinkan memperoleh pengalaman
2

menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimilikinya untuk


memecahkan masalah.
Pentingnya memiliki kemampuan pemecahan masalah dikemukakan
juga oleh Asikin (Sumarmo, 2014: 452) yaitu:
“Membantu siswa menajamkan cara siswa berpikir, sebagai alat untuk
menilai pemahaman siswa, membantu siswa mengorganisasi
pengetahuan matematik mereka, membantu siswa membangun
pengetahuan matematikanya, meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematik, memajukan penalarannya, membangun
kemampuan diri, meningkatkan keterampilan sosialnya, serta
bermanfaat dalam mendirikan komunitas matematik.”

Kenyataannya beberapa peserta didik masih kesulitan dalam belajar


matematika, dan masih ada yang menganggap bahwa matematika tidaklah
lebih dari bermain, berhitung atau sekedar menghafal rumus. Beberapa peserta
didik menerima pengajaran di sekolah apa adanya yang disampaikan oleh
pendidik, tanpa mempertanyakan dan tanpa tahu manfaat matematika dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Selain itu pada pembelajaran matematika di
SMA cenderung bersifat abstrak sehingga sulit dipahami peserta didik.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti pada salah satu
sekolah di Kota Bandung, diperoleh data bahwa peserta didik masih kesulitan
dalam mengingat dan mengaplikasikan rumus trigonometri. Peneliti juga
mengobservasi pendidik saat mengajar, dengan aktifitas mengajar cukup baik
serta penguasaan materi sudah baik, dan pembelajaran yang dilakukan pendidik
pada sekolah ini pun cukup bervariasi dalam menggunakan metode
pembelajaran. Pembelajaran yang diimplementasikan ada yang menggunakan
metode ceramah dan diskusi kelompok, walaupun intensitas penggunaan
metode diskusi kelompok masih sedikit, sehingga kadang-kadang pembelajaran
masih berpusat pada pendidik.
Data hasil observasi, hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran
matematika terutama materi trigonometri masih sangat rendah, masih banyak
peserta didik yang belum tuntas pada setiap ulangan yang diberikan. KKM
yang ditetapkan oleh pendidik matematika di sekolah tersebut adalah 75 dan
peserta didik yang nilainya memenuhi KKM dapat dihitung dengan jari, artinya
3

mayoritas peserta didik belum memenuhi KKM 75, sehingga peserta didik
yang belum mencapai KKM tersebut harus ikut remedial agar bisa memenuhi
KKM yang diharapkan.
Banyak faktor yang mempengaruhi belum tercapainya ketuntasan
belajar tersebut, diantaranya faktor dari kemampuan peserta didik, misalnya
kurangnya motivasi belajar, kemandirian belajar peserta didik yang masih
rendah, kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang masih rendah,
sarana prasaran yang tidak mendukung, serta aktivitas yang masih terpusat
pada pendidik. Berdasarkan hasil observasi tersebut, maka diperlukan suatu
upaya untuk mengatasi masalah tersebut yaitu pendidik perlu mendesain model
pembelajaran yang lebih tepat dan sesuai karakter peserta didik, dengan
pemilihan model dan metode yang lebih tepat diharapkan peserta didik dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar.
Arends (Suprijono,2009: 46) menyatakan “model pembelajaran mengacu pada
pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan
pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas.”
Salah satu model yang cocok untuk menunjang pendekatan
pembelajaran scientific dan memberdayakan peserta didik agar mandiri dalam
belajar adalah Problem-Based Learning (PBL). Model PBL cocok jika
diimplementasikan dengan pendekatan scientific karena memiliki 5 sintaks
yang sesuai dengan pendekatan tersebut.
Salah satu keunggulan model Problem-Based Learning yaitu PBL dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik
dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan
hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok (Kemendikbud, 2014: 187) .
Berdasarkan alasan keunggulan model pembelajaran Problem-Based
Learning tersebut maka diharapkan model ini dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah dan kemandirian belajar peserta didik, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul
“Penerapan Model Problem-Based Learning Untuk Meningkatkan
4

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Kemandirian Belajar Peserta


Didik Kelas X Pada Materi Trigonometri”.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, peneliti
mengemukakan rumusan masalah dalam penelitian ini.
1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik
meningkat melalui pembelajaran menggunakan model Problem-Based
Learning ?
2. Bagaimana kemandirian belajar peserta didik melalui pembelajaran
Problem-Based Learning pada materi trigonometri?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini tujuannya
adalah untuk:
1. Mengkaji kemampuan pemecahan masalah matematik melalui penerapan
model pembelajaran Problem-Based Learning.
2. Mengkaji Kemandirian belajar matematik melalui model pembelajaran
Problem-Based Learning pada materi trigonometri.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat bermanfaat
langsung bagi sekolah, pendidik, dan peserta didik. Manfaat tersebut masing-
masing dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Bagi peserta didik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,
serta dapat memberikan pengalaman untuk meningkatkan motivasi belajar
dalam pembelajaran matematika, serta dapat menanamkan sikap saling
tolong menolong, kerjasama antar teman satu kelompok, dan saling
membantu dalam penyelesaian persoalan yang dihadapi dalam
kelompoknya terkait soal pemecahan masalah matematik.
5

2. Bagi pendidik khususnya pendidik mata pelajaran matematika sebagai


masukan dalam memilih alternatif model pembelajaran bervariasi yang
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik sehingga
dapat menghasilkan tujuan pembelajaran yang optimal.
3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika.
4. Bagi peneliti sebagai acuan untuk mempelajari dan mengetahui lebih
lanjut tentang prosedur penelitian serta bahan bagi peneliti lain yang
meneliti hal-hal yang relevan dengan penelitian ini.

F. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Model Problem-Based Learning (PBL)
Model Problem-Based Learning merupakan model pembelajaran
yang menggunakan masalah dunia nyata, sejak awal peserta didik sudah
dihadapkan dengan masalah nyata sehingga peserta didik dapat
menggunakan keterampilan pemecahan masalah. Ada lima fase dalam
Problem-Based Learning yaitu mengarahkan peserta didik pada masalah,
mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya,
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan peserta
didik untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang tidak rutin, dimana
peserta didik menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya pada situasi
yang berbeda dengan menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah.
Kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini menggunakan
langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya yaitu memahami
masalah, membuat rencana pemecahan masalah, melakukan perhitungan,
6

dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Kemampuan pemecahan


masalah peserta didik diperoleh dari tes kemampuan pemecahan masalah.
3. Kemandirian Belajar
Kemandirian belajar merupakan proses belajar yang terjadi karena
pengaruh dari pemikiran, perasaan, strategi, dan perilaku sendiri yang
berorientasi pada pencapaian tujuan. Indikator kemandirian belajar terdiri
dari : a. inisiatif dan motivasi belajar instrinsik; b. kebiasaan mendiagnosa
kebutuhan belajar; c. menetapkan tujuan/target belajar; d. memonitor,
mengatur, dan mengkontrol belajar; e. memandang kesulitan sebagai
tantangan; f. memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan; g. memilih,
dan menerapkan strategi belajar; h. mengevaluasi proses dan hasil belajar;
i. Self efficacy/Konsep diri/kemampuan diri.

G. Anggapan Dasar
Menurut Ruseffendi (2005:25) anggapan dasar adalah “peristiwa yang
semestinya terjadi dan atau hakekat sesuatu yang sesuai sehingga hipotesisnya
atau apa yang diduga akan terjadi itu, sesuai dengan hipotesis yang
dirumuskan”. Oleh karena itu, anggapan dasar yang dapat dikemukakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Kemampuan pemecahan masalah matematik juga merupakan komponen
dalam pembelajaran matematika, karena kemampuan pemecahan masalah
matematik adalah usaha atau cara peserta didik dalam menyelesaikan
persoalan dengan langkah-langkah sistematis.
2. Pembelajaran matematika pada materi Perbandingan Trigonometri pada
segitiga siku-siku dapat menggunakan model Problem-Based Learning
(PBL).
3. Materi Trigonometri diberikan di kelas X semester genap sesuai dengan
Kurikulum 2013 revisi 2017.
7

H. Kajian Pustaka
1. Model Problem-Based Learning
Problem-Based Learning merupakan suatu model yang berbasis
pada permasalahan sehari-hari, dan melatih peserta didik untuk
memecahkan masalah. Menurut Kemendikbud (2014: 54) Problem-Based
Learning adalah

“Model pembelajaran yang dirancang agar siswa mendapat


pengetahuan yang penting, yang membuat mereka mahir dalam
memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta
memiliki kecapakan berpartisipasi dalam tim. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk
memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.’

Problem-Based Learning merupakan sebuah model pembelajaran


yang membantu peserta didik menjadi pembelajar yang mandiri, serta
dapat membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir,
berkomunikasi dan keterampilan pemecahan masalah. Sesuai yang
dikemukakan Margetson (1994) (Rusman,2013: 230) “kurikulum PBM
membantu untuk meningkatkan keterampilan belajar sepanjang hayat
dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif.
Kurikulum PBM memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah,
komunikasi, kera kelompok dan keterampilan interpersonal dengan lebih
baik disbanding pendekatan yang lain”.
Model Problem-Based Learning tidak dirancang untuk membantu
pendidik memberikan informasi sebanyak-banyaknya melainkan hanya
sebagai fasilitator. Kemendikbud (2014:54) menyampaikan peran peserta
didik dan pendidik dalam pembelajaran berbasis masalah seperti pada
Tabel
8

Tabel 1
Peran Peserta didik dan Pendidik dalam Pembelajaran
Berbasis Masalah

Pendidik sebagai pelatih Peserta didik sebagai Masalah sebagai awal


problem solver tantangan dan motivasi

o Asking about thinking o Peserta yang aktif o Menarik untuk


(bertanya tentang o Terlibat langsung dipecahkan
pemikiran) dalam o Menyediakan
o Memonitor pembelajaran kebutuhan yang ada
pembelajaran o Membangun hubungannya dengan
o Probing (menantang pembelajaran pelajaran yang
peserta didik untuk dipelajari
berfikir)
o Menjaga agar peserta
didik terlibat
o Mengatur dinamika
kelompok
o Menjaga
berlangsungnya
proses
Sumber: Kemendikbud (2014:54)

Problem-Based Learning dikembangkan untuk membantu peserta


didik mengembangkan dan mengasah kemampuan yang sudah jadi dalam
benaknya dan mereka mengkonstruksi sendiri pengetahuannya.
Wilkerson dan Gijselaers (White,2001: 1) menyatakan Problem-Based
Learning ditandai dengan pendekatan yang berpusat pada peserta didik,
pendidik sebagai "fasilitator bukan penyebar," dan masalah terbuka (di
Problem-Based Learning , ini disebut "ill-structured ") yang" berfungsi
sebagai stimulus awal dan kerangka kerja untuk pembelajaran. Maksud
"ill-structured" dalam PBL yaitu masalah yang disajikan merupakan
masalah dunia nyata yang mengambang.
Pada model pembelajaran Problem-Based Learning sebelum
pembelajaran dimulai peserta didik diberikan suatu masalah, agar
pembelajarannya berjalan dengan baik maka menurut Amir (2009:32)
9

“masalah yang disajikan harus dirancang agar merangsang dan memicu


peserta didik untuk menjalankan pembelajaran dengan baik”. Maggi dan
Claire (Wulandari,2013: 182) mengemukakan ada beberapa cara untuk
menyajikan suatu masalah yang dapat menarik minat peserta didik
sehingga proses pembelajaran tidak monoton dan membosankan.
Beberapa cara tersebut yaitu:
a. Dimulai dengan memberikan sebuah masalah yang sesuai
dengan pengetahuan dasar siswa sehingga akan menumbuhkan
rasa antusias siswa tersebut.
b. Menyajikan sebuah masalah yang mampu menggali rasa
keingintahuan siswa, misalnya sebuah masalah yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari.
c. Masalah yang disajikan masih berupa teka-teki yang harus
dipecahkan.
d. Pastikan bahwa penyampaian masalah tersebut menarik
minat siswa.
e. Masalah yang diangkat sebaiknya berkaitan dengan
kehidupan nyata.

Berdasarkan uraian tersebut model Problem-Based Learning


cocok untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta
didik, karena model Problem-Based Learning didahului dengan
permasalahan yang harus dipecahkan. Dasari (Sumarmo,2014: 384)
mengemukakan beberapa karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
atau Problem-Based Learning yaitu :
a. Masalah harus berkaitan dengan kurikulum,
b. Masalah bersifat tak terstruktur, solusi tidak tunggal, dan
prosesnya bertahap.
c. Siswa memecahkan masalah dan guru sebagai fasilitator
d. Siswa hanya diberi masalah.
e. Penialaian berbasis performa autentik.

Pada pelaksanaannya agar pembelajaran berlangsung dengan baik


dan terarah, maka ada beberapa fase atau tahapan yang harus dilalui
dalam Problem-Based Learning. Suprijono, Agus (2009:73)
mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 fase
dan perilaku. Fase-fase dan perilaku tersebut merupakan tindakan
berpola. Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran dengan
10

pengembangan pembelajaran berbasis masalah dapat diwujudkan.


Sintaks pembelajaran berbasis masalah terlihat pada Tabel 2 (Suyanto
dan Jihad,2013: 155):
Tabel 2
Langkah-langkah pembelajaran Problem-Based Learning

Fase
Indikator Aktivitas/Kegiatan Pendidik
ke-

1 Mengarahkan Pendidik menjelaskan tujuan


peserta didik pada pembelajaran, menjelaskan logistic
masalah yang dibutuhkan, memotivasi peserta
didik terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya.

2 Mengorganisasikan Pendidik membantu peserta didik


peserta didik untuk mendefinisikan dan
belajar mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan degan masalah yang
akan dipecahkan.

3 Membimbing Pendidik mendorong peserta didik


penyelidikan untuk mengumpulkan informasi yang
individual maupun sesuai, melaksanakan eksperimen
kelompok untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah yang dihadapi
peserta didik.

4 Mengembangkan Pendidik membantu peserta didik dan


dan menyajikan hasil merencanakan dan menyiapkan karya
karya nyata yang sesuai seperti laporan,
video, dan model dan membantu
mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.

5 Menganalisis dan Pendidik membantu peserta didik


mengevaluasi proses untuk melakukan refleksi atau evaluasi
pemecahan masalah terhadap hasil penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka
gunakan berupa langkah-langkah
pemecahan masalah dari masalah yang
muncul dan dihadapi oleh peserta
didik.
11

Berdasarkan uraian tersebut, pelaksanaan model Problem-Based


Learning terdiri dari 5 tahap, yaitu :
Tahap pertama, adalah proses mengarah peserta didik pada
masalah. Pada tahap pembelajaran dimulai dengan pendidik terlebih
dahulu menyampaikan tujuan pembelajaran, dan menginformasikan
bagaimana proses belajar yang akan dilaksanakan. Pada tahap ini juga
pendidik membagi peserta didik ke dalam kelompok-kelompok kecil
heterogen.
Tahap kedua, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar.
Pada tahap ini pendidik membantu peserta didik dalam mendefiniskan
mengorganisasikan tugas belajar peserta didik yang berhubungan dengan
masalah. Peserta didik membagi tugas kelompok dalam diskusi untuk
menyelsaikan permasalahan.
Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok. Tahap ini pendidik membantu peserta didik dalam
mengumpulkan informasi dan fakta yang sesuai dengan masalah yang
diberikan.
Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Setelah diskusi kelompok, perwakilan kelompok dipersilahkan untuk
menyajikan hasil diskusi kelompok mengenai bahan ajar, kelompok lain
memberi tanggapan serta pendidik memberikan klarifikasi dan
meluruskan konsep apabila peserta didik mengalami kekeliruan.
Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah. Peserta didik melakukan evaluasi terhadap proses kegiatan
pembelajaran, dan pendidik membantu mengarahkan serta memberikan
penjelasan terhadap konsep yang tepat.
Problem-Based Learning merupakan suatu model pembelajaran
yang mempunyai banyak kelebihan, menurut Kemendikbud (2014: 187)
Kelebihan PBL diantaranya :
a. Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta
didik/ mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu
masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang
12

dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang akan


diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat
diperluas ketika peserta didik/ mahapeserta didik berhadapan
dengan sitausi dimana konsep diterapkan.
b. Dalam situasi PBL, peserta didik/mahapeserta didik
mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara
simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
c. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
menumbuhkan inisiatif peserta didik/ mahapeserta didik dalam
bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja
kelompok.

Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti


menyimpulkan model Problem-Based Learning adalah suatu model
pembelajaran yang di awali dengan sutau permasalahan kontekstual
untuk mengembangkan kemampuan matematik lain melalui langkah-
langkah: mengarahkan peserta didik pada masalah, mengorganisasikan
peserta didik untuk belajar, membimbing penyelidikan individual
maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya,
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
2. Teori Belajar yang Mendukung Model Problem-Based Learning
(PBL)
a. Teori Belajar Vigotsky
Menurut Rusman (2013: 244) perkembangan intelektual terjadi
pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan
menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah
yang dimunculkan. Interaksi dalam pembelajaran sangatlah penting,
sesuai yang dikemukakan Vygotsky (Rusman,2013: 244) “interaksi
sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan
memperkaya perkembangan intelektual peserta didik”. Sesuai dengan
prinsip Vygotsky (Suyono dan Hariyanto, 2013: 116) tentang hakikat
sosial yaitu belajar, peserta didik dalam kelompok bekerja sama saling
membantu untuk menyelesaikan masalah kompleks tertentu.
13

Berdasarkan teori Vigotsky kaitannya dengan Pembelajaran


Berbasis Masalah yaitu peserta didik dapat mengaitkan informasi baru
dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya melalui kegiatan
belajar dalam interaksi sosial dengan teman sekelompoknya.
b. Teori Belajar Bruner
Belajar merupakan proses interkoneksi antara pengetahuan
yang baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, hal ini sejalan
dengan teori Bruner (Dahar,2011: 75) pendekatan Bruner terhadap
belajar didasarkan pada dua asumsi.
‘Asumsi pertama ialah perolehan pengetahuan merupakan
suatu proses interaktif. Berlawanan dengan para penganut teori
perilaku, Bruner yakin bahwa orang belajar berinteraksi
dengan lingkungannya secara aktif; perubahan tidak hanya
terjadi dilingkungan, tetapi juga dalam orang itu sendiri.
Asumsi kedua ialah orang mengontruksi pengetahuannya
dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan
informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya.

Peserta didik harus berperan aktif pada saat pembelajaran


berlangsung, karena pada saat berinteraksi dengan lingkungannya
peserta didik akan mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Dahar
(2011:79) menyebutkan Bruner juga menganggap
“belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan
secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan
hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari
pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya,
menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.”

Belajar penemuan seperti yang dimaksud Bruner, peserta didik


mendapatkan kebebasan untuk menyelidiki dan memecahkan masalah
yang diberikan pendidik.
Dahar (2011: 80) mengatakan bahwa pengetahuan yang
diperoleh dengan belajar penemuan memiliki beberapa kebaikan,
antara lain:
1) Pengetahuan itu bertahan lama atau lama diingat atau lebih
mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang
dipelajari dengan cara-cara lain.
14

2) Hasil penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik


daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-
konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif
seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru.
3) Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan
penalaran siswa dan kemampuan berpikir secara bebas.
Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan
kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah
tanpa pertolongan orang lain.

Menurut Bruner (Suyono dan Hariyanto,2013: 88) “belajar


dengan menemukan (discovery learning), peserta didik
mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan suatu
bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan berpikir anak”.
Pada hakikatnya pendidikan merupakan proses personal, oleh setiap
individu peserta didik.
Berdasarkan pendapat atau teori Jerome Bruner tersebut, jadi
pembelajaran menuntut peserta didik untuk terlibat aktif dalam
kegiatan belajar mereka dengan menemukan konsep dan
menyelesaikan permasalahan matematika. Jadi dengan adanya
pendapat tersebut model Problem-Based Learning (PBL) sesuai
dengan teori belajar diatas.
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik
Masalah merupakan sesuatu yang timbul karena adanya
kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, dan permasalahan tersebut
harus diselesaikan dan dipecahkan. Proses mengatasi kesenjangan tersebut
disebut sebagai proses memecahkan masalah. Menurut Baroody (Husna,
et.al, 2013: 84) masalah dapat didefinisikan
“Sebagai situasi puzzling, di mana seseorang tertarik untuk
mengetahui penyelesaiannya, akan tetapi strategi penyelesaiannya
tidak serta merta tersedia, lebih jelasnya suatu problems memuat 1)
keinginan untuk mengetahui; 2) tidak adanya cara yang jelas untuk
mendapatkan penyelesaiannya; dan 3) memerlukan suatu usaha
dalam menyelesaikannya.”
15

Permasalahan juga banyak terjadi di lingkungan sekolah, begitu


juga dalam pembelajaran matematika yang harus diselesaikan dengan cara
berpikir tingkat tinggi.
Krulik, Stephen dan Jesse A. Rudnick (1988:3) berpendapat
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu proses, dimana seorang
individu menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang
diperoleh sebelumnya untuk menemukan solusi dari situasi atau masalah
yang dihadapi.
Sumarmo (2014: 76) menyebutkan pemecahan masalah
matematik mempunyai dua mkana, yaitu :
a. Sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang digunakan untuk
menemukann kembali dan memahami materi/konsep/prinsip
matematika. Pembelajaran diawali dengan penyajian masalah
atau situasi yang kontekstual kemudian melalui induksi siswa
menemukan konsep/prinsip matematika.
b. Sebagai kegiatan belajar yang meliputi: mengidentifikasi
kecukupan data untuk pemecahan masalah, membuat model
matematik, memilih dan menerapkan strategi, menginterpretasi
hasil sesuai permasalahan asal, dan memeriksa kebenaran hasil
atau jawaban.

Agar menjadi seorang pemecah masalah yang baik peserta didik


harus difasilitasi permasalahan secara kontekstual serta di dukung oleh
keterampilan pemecahan masalah yang baik pula. Proses pemecahan
masalah merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh
peserta didik sekolah menengah. Cooney (Sumarmo,2014: 445)
mengemukakan “kemampuan pemilikan kemampuan pemecahan
masalah membantu peserta didik berpikir analitik dalam mengambil
keputusan dalam kehidupan sehari-hari dan membantu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi situasi baru.”
Berdasarkan uraian sebelumnya, seorang peserta didik dapat
mengembangkan kemampuan berpikrinya jika dibiasakan menyelesaikan
soal-soal pemecahan masalah matematik. Kemudian untuk mengukur
kemampuan masalah matematik diperlukan beberapa indikator. Adapun
indikator tersebut menurut Sumarmo (2014:128) sebagai berikut:
16

a. Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah.


b. Membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah
sehari-hari dan menyelesaikannya.
c. Memilih dan menarapkan strategi untuk menyelesaikan
masalah matematika dan atau diluar matematika.
d. Menjelaskan atau menginterpretasi hasil sesuai permasalahan
asal, serta memeriksa kembali hasil atau jawaban.
e. Menerapkan matematika secara bermakna.

Dalam memecahkan suatu permasalahan terdapat beberapa


tahapan yang harus ditempuh, secara garis besar menurut Polya (1973:5),
first, we have to understand the problem; we have to see clearly
what is required. Second, we have to see how the various items
are connected, how the unknown is linked to the data, in order to
obtain the idea of the solution, to make plan. Third, we carry out
our plan. Fourth, we look back at the completed solution, we
review and discuss it

Jadi Polya menyatakan bahwa, agar peserta didik lebih terarah


dalam menyelesaikan masalah matematika, ada empat tahapan yang
harus ditempuh, yaitu:
i. Understand the Problem (Memahami Masalah)
Pada tahap ini peserta didik harus memahami terlebih dahulu
masalah yang dikerahui, dan peserta didik harus melihat dengan jelas
apakah datanya sudah cukup, atau apa saja data yang dibutuhkan
dalam masalah tersebut.
ii. Devising a Plan (Merencanakan Penyelesaian)
Setelah memahami masalah, selanjutnya peserta didik
melakukan rencana penyelesaian masalah. Menemukan hubungan
antara data yang diperoleh dengan hal-hal yang belum diketahui
serta mencari solusi ataupun strategi pemecahan masalah.
iii. Carry Out the Plan (Menyelesaikan Masalah)
Tahap selanjutnya yaitu menjalankan rencana atau melakukan
perhitungan untuk menemukan solusi, periksalah tiap langkah
dengan seksama untuk membuktikan bahwa cara itu benar.
iv. Look Back (Melihat Kembali Hasil)
17

Tahap terakhir, melihat kembali hasil terhadap solusi yang


didapat.
Penilaian kemampuan pemecahan masalah dapat diukur dengan
cara memberikan skor pada tiap fase penyelesaian soal, sehingga dapat
mengukur tiap tahap secara keseluruhan memuat keempat tahap
pemecahhan masalah.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematik adalah salah satu
kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik, pemecahan
masalah juga sebagai upaya mencari jalan keluar dalam mencapai tujuan,
berarti dalam pembelajaran pemecahan masalah lebih mengutamakan
proses dan strategi peserta didik dalam menyelesaikan masalah daripada
bukan sekedar hasil.
4. Kemandirian Belajar
Self Regulated Learning atau dapat diartikan kemandirian belajar
merupakan proses pemantauan diri dalam proses kognitif dan afektif
dalam meneyelesaikan tugas akademik. Menurut Corno dan Mardiah
(Izzati,2011: 92) kemandirian dapat didefinisikan sebagai “proses
perencanaan dan monitoring yang disengaja dan menekankan pada
pentingnya aktifitas kognitif dan metakognitif dalam kemandirian
belajar”. Sedangkan Zimmerman (Izzati,2011: 92) mendefinisikan
kemandirian belajar yaitu “sebagai kemampuan menjadi peserta didik
yang aktif dalam proses pembelajaran ditinjau dari sudut metakognitif,
motivasi, dan perilaku.”
Menurut Zimmerman (1990: 6), definisi pembelajaran mandiri
peserta didik melibatkan tiga fitur yaitu: penggunaan strategi belajar
mandiri, respon peserta didik dalam pembelajaran dan memberikan
umpan balik, dan proses motivasi yang saling ketergantunan.
Wedemeyer (1983) (Rusman,2013: 354) menyebutkan
kemandirian belajar perlu diberikan kepada peserta didik, karena
“kemandirian belajar diberikan kepada peserta didik dengan maksud
18

supaya peserta didik mempunyai tanggung jawab untuk mengatur dan


mendisiplinkan dirinya dan menegembangkan kemampuan belajar atas
kemauan sendiri”.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa pengembangan kemandirian
belajar sangat diperlukan oleh individu yang belajar matematika, karena
menurut Hargis (Sumarmo,2014: 110) peserta didik yang memiliki Self
Regulated Learning atau kemandirian belajar yang tinggi:
a. cenderung belajar lebih baik dalam pengawasannya sendiri
dari pada dalam pengawasan program;
b. mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya
secara efektif;
c. menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya; dan
d. mengatur belajar dan waktu secara efisien.

Menurut Suyanto dan Asep Jihad (2013: 171) dalam proses


pembelajaran peserta didik dan pendidik memiliki peranan dalam Self
Regulated Learning atau kemandirian belajar, yaitu :
Tabel 3
Peran Peserta Didik dan Pendidik dalam Self Regulated Learning

Peran Peserta didik Peran pendidik

 Berperan aktif dalam proses  Memfasilitasi lingkungan


belajar belajar yang
 Menumbuhkan motivasi dari memungkinkan peserta
kebermaknaan tujuan, proses, didik untuk
dan keterlibatan dalam mengembangkan
belajar. pengaturan belajar secara
 Mempertimbangkan berbagai mandiri.
macam pilihan strategi serta  Menciptakan kesempatan
memilih strategi yang untuk terjadinya aktivitas
dianggap paling sesuai untuk pribadi yang terkendali,
mencapai tujuan. bekerja kelompok, dan
 Menyadari serta melakukan berbagi pengetahuan.
umpan balik atas proses  Membimbing peserta didik
berpikir yang dilakukannya untuk belajar sebagaimana
dan secara berkelanjutan mestinya.
mengembangkan  Bertindak sebagai
pembelajarannya. fasilitator.
 Memperoleh makna serta  Menjadi model, mediator,
19

pengetahuan dan melakukan dan moderator yang


transfer atau aplikasi pada kondisional dengan
pemecahan masalah yang kebutuhan peserta didik.
dihadapi secara kreatif dan  Membantu peserta didik
inovatif. untuk mengkoneksikan
 Berpikir secara reflektif pengetahuan yang dimiliki
sebagai alat untuk sebelumnya dengan
mengembangkan aspek pengetahuan yang baru.
kognitif dan transfer  Aktif mendengarkan,
pengetahuan. bertanya, menyediakan
 Berpartisipasi dalam evaluasi balikan, serta menolong
untuk pengembangan peserta didik untuk selalu
kemajuannya. terfokus pada permasalahan
yang dihadapi.
Sumber : Suyanto dan Asep Jihad (2013:171)
Sumarmo (2014: 112), merangkum beberapa indikator
kemandirian belajar diantaranya sebagi berikut.

a. Inisiatif dan motivasi belajar intrinsik


b. Kebiasaan mendiagnosis kebutuhan belajar
c. Menetapkan tujuan/ target belajar
d. Memonitor, mengatur dan mengontrol belajar
e. Memandang kesulitan sebagai tantangan
f. Memanfaatkan dan mencari sumber belajar yang relevan
g. Memilih dan menerapkan strategi belajar
h. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
i. Self-efficacy/ konsep diri/ kemampuan diri

Berdasarkan indikator kemandirian belajar yang telah


dikemukakan, berikut penjelasan untuk setiap indikatornya.
a. Inisiatif dan motivasi belajar intrinsik
Peserta didik berinisiatif belajar dengan atau tanpa bantuan
orang lain dan selalu memotivasi dirinya sendiri untuk belajar.
b. Kebiasaan mendiagnosis kebutuhan belajar
Peserta didik yang mandiri selalu memeriksa atau mengetahui
apa saja yang dibutuhkan selama belajar.
c. Menetapkan tujuan/ target belajar
Peserta didik tahu tujuan untuk apa dia belajar, dan memiliki
target yang harus dicapainya.
20

d. Memonitor, mengatur dan mengontrol belajar


Peserta didik mampu mengendalikan sendiri dan mengatur
kegiatan belajar. Peserta didik yang mandiri jika ingin menyelesaikan
pekerjaan sekarang, ia akan melakukannya meski teman yang lain
belum mengerjakan.
e. Memandang kesulitan sebagai tantangan
Peserta didik yang mandiri jika menghadapi tugas baru yang
sulit, dia akan berusaha untuk dapat melakukannya sendiri dan
menganggap itu sebagai tantangan.
f. Memanfaatkan dan mencari sumber belajar yang relevan
Ketika menemukan kendala, peserta didik yang mandiri
berusaha untuk menemukan solusinya sendri dengan cara mencari
informasi yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapinya untuk
menemukan solusi dari permasalahn tersebut.
g. Memilih dan menerapkan strategi belajar
Peserta didik dapat memilih dan mengatur strategi atau cara ia
untuk belajar dan melaksanakan rancangan belajarnya.
h. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
Peserta didik dapat mengevalusi sendiri proses dan hasil
belajarnya dan dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki dan
meningkatkan belajarnya supaya menjadi lebih baik.
i. Self-efficacy/ konsep diri/ kemampuan diri
Peserta didik mempunyai keyakinan diri yang baik terhadap
kemampuan akademik yang dimilikinya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan
kemandirian belajar merupakan kemampuan kegiatan belajar secara
mandiri dimana individu secara sadar merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi belajarnya dan dirinya sendiri secara cermat.

5. Implementasi PBL pada Materi Trigonometri


21

Berdasarkan Kurikulum 2013 revisi 2017 materi trigonometri


disampaikan pada peserta didik SMA kelas X semester genap.
Tabel 4
Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi Materi
Trigonometri

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian


Kompetensi
3.7 Menjelaskan operasi 3.7.1 Menentukan nilai sinus pada
trigonometri (sinus, cosinnus, suatu segitiga siku-siku
tangen, cosecan, secan, dan 3.7.2 Menentukan nilai cosinus
cotangen) pada segitiga siku- pada suatu segitiga siku-siku
siku. 3.7.3 Menentukan nilai tangen
pada suatu segitiga siku-siku
3.7.4 Menentukan nilai cosecan
pada suatu segitiga siku-siku
3.7.5 Menentukan nilai secan pada
suatu segitiga siku-siku
3.7.2 Menentukan nilai cotangen
pada suatu segitiga siku-siku

4.7 Menyelesaikan masalah 4.7.1 Menggunakan konsep sinus


kontekstual yang berkaitan dalam menyelesaikan
dengan rasio trigonometri masalah kontekstual.
(sinus, cosinus, tangen, 4.7.2 Menggunakan konsep
cosecan, secan, dan cotangen) cosinus dalam
pada segitiga siku-siku. menyelesaikan masalah
kontekstual.
4.7.3 Menggunakan konsep tangen
dalam menyelesaikan
masalah kontekstual.
4.7.4 Menggunakan konsep
cosecan dalam
menyelesaikan masalah
kontekstual.
4.7.1 Menggunakan konsep secan
dalam menyelesaikan
masalah kontekstual.
4.7.1 Menggunakan konsep
cotangen dalam
menyelesaikan masalah
kontekstual.
Sumber : Permendikbud Tahun 2016 Nomor 24 Lampiran 16
22

Deskripsi materi perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku


disajikan berikut ini:

a. Sinus C didefinisikan sebagai perbandingan panjang sisi di depan sudut


𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑑𝑖 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑑𝑒
dengan sisi miring segitiga, ditulis sin 𝐶 = 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 = 𝑚𝑖

b. Cosinus C didefinisikan sebagai perbandingan panjang sisi di samping


𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑑𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡
sudut dengan sisi miring segitiga, ditulis cos 𝐶 = =
𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎
𝑠𝑎
𝑚𝑖

c. Tangen C didefinisikan sebagai perbandingan panjang sisi di depan sudut


𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑑𝑖 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑑𝑒
dengan sisi di samping segitiga, ditulis tan 𝐶 = 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑑𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 = 𝑠𝑎

d. Cosecan didefinisikan sebagai perbandingan panjang sisi miring segitiga


𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 𝑀𝐼
dengan sisi di depan sudut. csc 𝜃 = = 𝐷𝐸 𝑎𝑡𝑎𝑢 csc 𝜃 =
𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑑𝑖 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡
1
sin 𝜃

e. Secan didefinisikan sebagai perbandingan panjang sisi miring segitiga


𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎
dengan sisi di samping sudut. sec 𝜃 = 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑑𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 =
𝑀𝐼 1
𝑎𝑡𝑎𝑢 sec 𝜃 = cos 𝜃
𝑆𝐴

f. Cosecan didefinisikan sebagai perbandingan sisi disaping sudut dengan sisi


𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑑𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑆𝐴 1
di depan sudut. csc 𝜃 = = 𝐷𝐸 𝑎𝑡𝑎𝑢 cot 𝜃 = tan 𝜃
𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑑𝑖 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡

Berikut merupakan contoh soal kemampuan masalah matematik


implementasi dari model Problem Based Learning

Masalah:

Sebuah tangga disandarkan pada dinding tembok, panjang tangga 2m, dan
sudut antara tangga dengan lantai 60°. Tentukan tinngi dinding yang dapat
dicapai tangga tersebut!

Langkah 1 : Memahami masalah

C
23

∠𝐴𝐵𝐶 = 60°

Diketahui: garis BC = 2 m

Ditanyakan: tinggi dinding = AC = ?

Langkah 2: Merencanakan masalah

Tinggi dinding yang dapat dicapai tangga dapat dihitung dengan


𝐴𝐶
menggunakan perbandingan trigonometri sin ∠𝐴𝐵𝐶 = 𝐵𝐶

Langkah 3: Melakukan Perhitungan

𝐴𝐶
sin ∠𝐴𝐵𝐶 =
𝐵𝐶
𝐴𝐶
sin 60° =
2
1 𝐴𝐶
√3 =
2 2

2√3
𝐴𝐶 =
2

𝐴𝐶 = √3

Langkah 4: Memeriksa kembali hasil


𝐴𝐶 = √3
𝐴𝐶 2 = 𝐶𝐵 2 − 𝐴𝐵 2
2
(√3) = 22 − 𝐴𝐵 2

𝐴𝐵 2 = 𝐶𝐵 2 − 𝐴𝐶 2
2
𝐴𝐵 2 = 22 − (√3)
𝐴𝐵 2 = 4 − 3
𝐴𝐵 2 = 1
𝐴𝐵 = √1
𝐴𝐵 = 1 𝑚
24

𝐴𝐶 2 = 𝐶𝐵 2 − 𝐴𝐵 2
𝐴𝐶 2 = 22 − 12
𝐴𝐶 2 = 4 − 1
𝐴𝐶 = √3 𝑚
Jadi tinggi dinding yang dicapai tangga adalah √3 𝑚

I. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan


Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, diantaranya
sebagai berikut.
Yulianti, Evimaz (2015) melakukan penelitian dengan judul penelitian
“Pengaruh Model Problem-Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Peserta didik Kelas X Negeri 2
Lubuklinggau”, dan hasilnya setelah peserta didik mengikuti pembelajaran
dengan model Problem Base Learning (PBL) tingkat kemampuan pemecahan
masalah matematika peserta didik berada pada rentang 26-38 dengan kriteria
tinggi, yang artinya ada pengaruh signifikan model PBL terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik kelas X SMA
Negeri 2 Lubuklinggau.
Gunantara (2014), melakukan penelitian dengan judul penellitian
“Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk
Meningkatkan Kemampuan pemecahan Masalah Matematika Kelas V”, dan
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model Problem-Based Learning
(PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata
pelajaran Matematika.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Fahradina, dkk (2014), dengan
judul “Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan kemandirian
Belajar Peserta didik SMP dengan Menggunakan Model Investigasi
Kelompok” diperoleh hasil penelitian bahwa kemampuan komunikasi
matematis dan kemandirian belajar peserta didik dengan menggunakan model
25

pembelajaran investigasi kelompok lebih baik dibandingkan dengan


pembelajaran konvensional baik secara keseluruhan maupun berdasarkan
level peserta didik.

J. Hipotesis Tindakan
Ruseffendi (2005:23) menyebutkan “hipotesis itu adalah penjelasan
atau jawaban tentatif (sementara) tentang tingkah laku, fenomena (gejala),
atau kejadian yang akan terjadi, bisa juga mengenai kejadian yang sedang
berjalan”. Maka dari itu peneliti merumuskan bahwa hipotesis dari penelitian
ini adalah
1. Kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik meningkat
melalui pembelajaran menggunakan model Problem-Based Learning.
2. Sebagian besar peserta didik memiliki kemandirian belajar dalam belajar
matematika melalui pembelajaran Problem-Based Learning pada materi
trigonometri.

K. Metode Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan
kolaboratif, artinya peneliti bekerja sama dengan pendidik yang mengajar
di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 17 Bandung.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap dengan bahasan
Perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku. Penelitian ini dibuat
dalam dua siklus , tiap siklus terdiri dari dua pertemuan dengan alokasi
waktu 2 × 45 menit untuk setiap pertemuan, dengan model setiap
siklusnya di ilustrasikan berikut ini :
26

S
I Rencana tindakan I Pelaksanaan tindakan I
K
L
U Pengamatan/pengumpulan
S Refleksi I Analisis data I
1 data

S
I Belum Rencana tindakan II Pelaksanaan tindakan
K berhasil
L
berhasil?
U
S Refleksi II Analisis data II Pengamatan/pengumpulan
II data

Berhenti pada
Berhasil siklus ini
Kesimpulan

Gambar 1
Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis dan Mc.Taggart
(Arikunto, 2010)

Fokus bahasan dalam penelitian ini disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 5
Pokok Bahasan Pada Tiap Siklus

Siklus Pertemuan 1 Pertemuan 2 Alokasi Waktu

I Menentukan nilai Menggunakan 2 × 45 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡


sinus, cosinus, dan konsep sinus, setiap pertemuan
tangen pada suatu cosinus, dan
segitiga siku-siku. tangen dalam
menyelesaikan
masalah
kontekstual.
II Menentukan nilai Menggunakan 2 × 45 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
cosecan, secan, dan konsep cosecan, setiap pertemuan
cotangen pada suatu secan, dan
segitiga siku-siku. cotangen dalam
menyelesaikan
masalah
kontekstual.
27

2. Lokasi, waktu dan subyek Penelitian


a. Lokasi PTK
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 17 Kota
Bandung yang beralamat di Jalan Tujuh Belas Caringin, Babakan
Ciparay.
b. Waktu Penelitian
PTK ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2017/2018
yang berlangsung pada bulan Februari sampai dengan April 2018.
c. Subyek Penelitian dan karakterisistiknya
Subyek penelitian ini adalah peserta didik kelas X MIPA 1 yang
berjumlah 34 peserta didik terdiri atas 20 peserta didik perempuan dan
14 peserta didik laki-laki. Subyek penelitian ini sangat heterogen
dilihat dari kemampuannya yakni ada yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
3. Kolabolator Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti berkolaborasi dengan pendidik mata
pelajaran, peneliti bertindak sebagai pendidik, dan teman sejawat
bertindak sebagai observer. Observer pada penelitian ini yaitu Siti
Latifah, S.Pd. Peneliti juga berkolaborasi dengan Ibu Atik Atikah,S.Pd
sebagai pendidik pamong, dan Bapak Dr. Usep Kosasih, M.Pd dan Ibu
Dr. Rianti Cahyani,MP sebagai dosen pembimbing.
4. Prosedur Penelitian
a. Perencanaan
Rencana pelaksanaan tindakan merupakan rencana yang
terstruktur, namun tidak menutup kemungkinan untuk mengalami
perubahan sesuai dengan situasi dan keadaan yang tepat. Adapun
perencanaannya adalah sebagai berikut:
a) Menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
untuk 2 siklus yang dirancang sesuai model Problem-Based
Learning, materi yang disampaikan adalah perbandingan
trigonometri pada segitiga siku-siku.
28

b) Melakukan kolaborasi dengan pendidik mata pelajaran, peneliti


bertindak sebagai pendidik dan pendidik mata pelajaran sebagai
observer.
c) Membuat bahan ajar dan Lembar Kerja Peserta Didik untuk
materi Trigonometri.
d) Menyiapkan penghargaan yang akan diberikan kepada masing-
masing kelompok.
e) Merancang tes formatif yaitu untuk mengetahui kemampuan
pemecahan masalah peserta didik dan jawabannnya yang
digunakan untuk penilaian, dan merancang angket untuk
mengetahui kemandirian belajar peserta didik.
b. Pelaksanaan
Dalam tahap ini apa yang telah direncanakan pada tahap
perencanaan akan dilaksanakan sesuai jadwal yang telah dibuat.
Pelaksanaan penelitian ini tidak mengganggu kegiatan di sekolah,
karena urutan materi berjalan sesuai dengan kurikulum yang sudah
ada disekolah.
Adapun tindakan yang dilakukan tiap siklus adalah :
1) Pendahuluan
a) Melakukan presensi terhadap peserta didik
b) Menyampaikan tujuan pembelajaran
c) Melakukan Apersepsi
d) Memberikan motivasi belajar kepada peserta didik dalam
mempelajari materi perbandingan trigonomoetri pada segitiga
siku-siku.
2) Kegiatan Inti
Pada saat awal pembelajaran pserta didik dikondisikan dalam
kelompok-kelompok yang telah dibuat oleh pendidik.
Kemudian melakukan tahap-tahap sesuai dengan sintak model
Problem-Based Learning
a) orientasi peserta didik kepada masalah,
29

b) lalu pendidik mengorganisasikan peserta didik untuk belajar,


c) dan peserta didik diminta untuk menyelidiki permasalah
tersebut dengan bimbingan pendidik,
d) setelah melakukan penyelidikan secara individu dan kelompok,
peserta didik menyajikan hasil karyanya,
e) setelah semua tahapan dilakukan peserta didik menganalisa
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
3) Penutup
Pendidik memberikan tugas rumah dan memberi informasi materi
pada pembelajaran selanjutnya.
c. Observasi dan Evaluasi
Observasi terhadap kegiatan belajar dilakukan saat
implementasi untuk mengetahui jalannya proses pembelajarannya.
Pada akhir siklus pertama diakhiri dengan tes. Berdasarkan hasil tes,
maka tahap berikutnya dapat dilaksanakan.
d. Refleksi
Pada tahap ini peneliti sekaligus pendidik melakukan
evaluasi dari pelaksanaan tindakan pada siklus I yang digunakan
sebagai bahan pertimbangan perencanaan pembelajaran siklus
berikutnya. Jika hasil yang diharapkan belum tercapai maka
dilakukan perbaikan yang dilaksanakan pada siklus kedua dan
selanjutnya.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik
Teknik pengumpulan data untuk mengukur kemampuan
pemecahan masalah matematik peserta didik, yaitu dengan
diberikan tes kemampuan pemecahan masalah matematik
matematik berupa soal uraian, yang akan diberikan disetiap akhir
siklus.
b. Pemberian Angket Kemandirian Belajar
30

Pemberian angket kemandirian belajar dilaksanakan disetiap


akhir siklus, ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan
kemandirian belajar peserta didik pada pembelajaran matematika.

c. Data lembar pengamatan (observasi) keterlaksanaan pembelajaran


yang diisi oleh observer dengan mengacu pada kategori pengamatan
yang sudah ditentukan.
d. Data observasi kemandirian belajar peserta didik yang diisi oleh
pendidik mata pelajaran (peneliti) dengan mengacu pada kategori
pengamatan yang sudah ditentukan.
6. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul dari hasil observasi, tes tertulis, dan angket
diolah dihitung berdasarkan persentase.
a. Data kemampuan pemecahan masalah
1) Daya serap perorangan, seorang peserta didik disebut tuntas
belajar jika telah mencapai nilai KKM 75
2) Daya serap klasikal suatu kelas dapatlah disebut tuntas belajar
bila di kelas tersebut terdapat 80% yang telah mencapai KKM
75
∑ 𝑠 ≥ 75
𝑇𝐵 = × 100%
𝑛
∑ 𝑠 ≥ 75= jumlah peserta didik yang mendapat nilai lebih dari
atau sama dengan 75
𝑛 = jumlah peserta didik keseluruhan
∑𝑁
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 = , dimana ∑ 𝑁= jumlah nilai
𝑛

b. Data observasi kemandirian belajar peserta didik dan keterlaksanaan


pembelajaran
Pengolahan data hasil observasi dilakukan dengan cara
menghitung persentase komponen yang diobservasi, dengan rumus:
𝐹
𝐴= × 100%
𝑆
A = Persentase komponen yang diobservasi
31

F = banyaknya komponen harapan yang diobservasi.


S = Jumlah keseluruhan komponen yang diobservasi.
Selanjutnya penentuan persentase jawaban peserta didik
untuk masing-masing item pernyataan/pertanyaan dalam lembar
pengamatan, digunakan kriteria berikut:
Tabel 6
Kriteria Penafsiran Lembar Pengamatan

Persentase Jawaban (%) Kriteria


90 – 100 Sangat Baik
75 – 69 Baik
55 – 74 Cukup Baik
40 – 54 Kurang
0 - 39 Sangat Kurang

c. Data angket kemandirian yang diperoleh dari hasil isian peserta


didik, dihitung dengan tabulasi dan alternatif jawaban yang diberikan
pada tabel berikut
Tabel 7
Skor Kategori Skala Likert

Skor Item Skor Item


Option
Positif Negatif
Selalu 5 1
Sering 4 2
Hampir Tidak Pernah 2 4
Tidak Pernah 1 5
Sumber: Somantri dan Muhidin (2006: 38)

Skor diperoleh dari hasil isian peserta didik, dikatakan “selalu”


apabila peserta didik melakukan aspek yang diamati setiap hari,
dikatakan “sering” apabila peserta didik melakukan aspek yang
diamati setidaknya 5 kali dalam satu minggu, dikatakan “hampir
tidak pernah” apabila peserta didik melakukan aspek yang diamati
kurang dari 3 kali dalam satu minggu, dikatakan “tidak pernah”
apabila peserta didik sama sekali tidak pernah melakukan aspek yang
diamati.
32

Menurut Lestari (2015: 334) penentuan persentase jawaban peserta


didik untuk masing-masing item pernyataan/pertanyaan dalam
angket, digunakan rumus berikut:
𝑓
P = 𝑛 × 100%

Keterangan:
P = persentase jawaban
f = frekuensi jawaban
n = banyak responden
persentase yang diperoleh pada masing-masing item
pernyataan/pertanyaan, kemudian ditafsirkan berdasarkan kriteria
berikut:
Tabel 8
Kriteria Penafsiran Persentase Jawaban Angket

Persentase Jawaban Kriteria


𝑷 = 𝟎% Tidak ada
𝟏% ≤ 𝑷 ≤ 𝟐𝟓% Sebagian Kecil
𝟐𝟔% ≤ 𝑷 ≤ 𝟒𝟗% Hampir setengahnya
𝑷 = 𝟓𝟎% Setengahnya
𝟓𝟏% ≤ 𝑷 ≤ 𝟕𝟓% Sebagian besar
𝟕𝟔% ≤ 𝑷 ≤ 𝟗𝟗% Pada umumnya
𝑷 = 𝟏𝟎𝟎% Seluruhhya

Sedangkan untuk menentukan persentase rata-rata jawaban peserta didik


per item pernyataan ditentukan dengan rumus:

∑ 𝑓𝑖 𝑃𝑖
̅𝑖 =
𝑃 = 100%
𝑛

Ketereangan :

̅𝑖 = persentase rata-rata jawaban peserta didik untuk item pernyataan ke-i


𝑃

𝑓𝑖 = frekuensi pilihan jawaban peserta didik untuk item pernyataan ke-i


33

𝑃𝑖 = persentase pilihan jawaban peserta didik untuk item pernyataan ke-i

𝑛 = banyaknya peserta didik

Sementara itu, persentase rata-rata jawaban peserta didik secara


keseluruhan diperoleh dengan:

̅𝑖
𝑃
̅̅̅
𝑃𝑇 = = 100%
𝑘

Keterangan:

̅̅̅
𝑃𝑇 = persentase rata-rata jawaban peserta didik secara keseluruhan (total)

7. Indikator Keberhasilan Penelitian


Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Penilaian dengan tes (data hasil kemampuan pemecahan masalah
peserta didik)
1) Perorangan: Peserta didik dianggap tuntas belajar jika
mencapai KKM ≥ 75.
2) Kelompok: kelas dianggap tuntas belajar jika kelas tersebut
terdapat 80% dari peserta didik yang mencapai KKM ≥ 75.
b. Penilaian non tes
Penilaian non tes ini untuk memantau kemandirian belajar
menggunakan lembar observasi dan angket. Lembar observasi
dilakukan dengan cara mengobservasi secara langsung tingkat
kemandirian dari peserta didik, observasi dengan menggunkan
jawaban checklist ya atau tidak. Sedangkan angket kemandirian
belajar menggunakan serangkaian pernyataan tentang kemandirian
belajar peserta didik dengan skala rentang 1 sampai 5 seperti pada
tabel 6. Selanjutnya menentukan kriteria kemandirian belajar dilihat
dari tabel 7.
34

Keterlaksanaan pembelajaran model Problem-Based


Learning dilakukan dengan observasi secara langsung terhadap
pendidik. Observasi dengan menggunakan checklist ya atau tidak,
kemudian hasilnya di persentase dan diterjemahkan secara kualitatif.

L. Instrumen Penelitian
Sugiyono (2013: 148), “Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan
pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian
biasanya dinamakan instrumen penelitian.” Instrumen yang digunakan untuk
memperoleh data yang diperolehkan adalah :
a. Instrumen pembelajaran
Instrumen pembelajaran pada penelitian adalah silabus pembelajaran dan
RPP kelas X materi Trigonometri.
b. Instrumen pengumpulan data
1. Tes Kemampuan pemecahan masalah
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan soal tes kemampuan
pemecahan masalah matematik untuk mengetahui kemampuan
pemecahan masalah matematik peserta didik. Soal tes kemampuan
pemecahan masalah matematik berbentuk uraian sebanyak 3 soal.
Masing-masing diberi skor sesuai dengan pedoman penskoran
pemecahan masalah.
2. Angket Kemandirian Belajar Peserta Didik
Angket yang diberikan pada peserta didik berbentuk pernyataan
positif dan negatif. Angket kemandirian belajar diberikan kepada
responden dalam bentuk checklist dan dibuat berdasarkan skala
likert.
Tabel 9
Kisi-kisi Pertanyaan Angket Kemandirian Belajar Peserta Didik

Banyak Pernyataan
No Indikator
Positif Negatif
1 Inisiatif dan motivasi belajar intrinsik
35

2 Kebiasaan mendiagnosis kebutuhan


belajar
3 Menetapkan tujuan/ target belajar
4 Memonitor, mengatur dan mengontrol
belajar;
5 Memandang kesulitan sebagai
tantangan
6 Memanfaatkan dan mencari sumber
belajar yang relevan
7 Memilih dan menerapkan strategi
belajar
8 Mengevaluasi proses dan hasil belajar
9 Self-efficacy/ konsep diri/ kemampuan
diri
Jumlah Pernyataan

3. Lembar Observasi Kemandirian Belajar Peserta Didik


Lembar observasi digunakan peneliti sebagai pedoman untuk
melakukan observasi atau pengamatan guna memperoleh data
yang akurat. Observasi dilakukan setelah tindakan dilakukan.
Lembar observasi ini juga digunakan untuk memonitor dan
mengevaluasi setiap tindakan agar kegiatan observasi tidak
terlepas dari konteks permasalahan dan tujuan penelitian. Untuk
mempermudah dalam penyusunan lembar observasi peserta didik
maka terlebih dahulu dibuat kisi-kisi. Kisi-kisi lembar observasi
kemandirian belajar peserta didik dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 10
Kisi-kisi Lembar Observasi Kemandirian Belajar Peserta Didik

No Indikator Butir Soal


1 Inisiatif dan motivasi belajar
intrinsik
2 Kebiasaan mendiagnosis kebutuhan
belajar
3 Menetapkan tujuan/ target belajar
4 Memonitor, mengatur dan
mengontrol belajar;
5 Memandang kesulitan sebagai
tantangan
36

6 Memanfaatkan dan mencari sumber


belajar yang relevan
7 Memilih dan menerapkan strategi
belajar
8 Mengevaluasi proses dan hasil
belajar
9 Self-efficacy/ konsep diri/
kemampuan diri
Jumlah Pernyataan

4. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran


Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran diisi oleh
observer, dengan kisi-kisi sebagai berikut:

Tabel 11
Kisi-kisi Lembar Observasi Pendidik dalam Pelaksanaan
Pembelajaran Matematika

No. Indikator Nomor Butir


1. Pendahuluan
2. Mengarahkan peserta didik pada
masalah
3. Mengorganisasikan peserta didik
untuk belajar
4. Membimbing penyelidikan
individu atau kelompok
5. Mengkondisikan peserta didik
untuk mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
6. Menganalisis dan mengevaluasi
proses pembelajaran dengan model
Problem-Based Learning
7. Penutup

5. Jurnla tanggapan peserta didik


Jurnal tanggapan peserta didik untuk mengetahui tanggapan peserta
didik mengenai pembelajaran menggunakan model Problem Based
37

Learning. Jurnal ini dilakukan setiap pertemuan atau di akhir setiap


pembelajaran setelah selesai dilaksanakan.

M. Jadwal penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2018 sampai dengan
bulan Mei 2018. Untuk lebih jelasnya, jadwal penelitian dapat dilihat dalam
tabel 12.

Tabel 12
Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas

Bulan/ Minggu ke
No Kegiatan FEBRUARI MARET APRIL MEI
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1 Pematangan dan
konsultasi topik PTK
2 Penyusunan proposal
PTK
3 Penyususnan
instrument PTK
4 Pelaksanaan siklus I
5 Pelaksanaan siklus II
6 Analisis data
7 Penyusunan Laporan
PTK
8 Pendaftaran seminar
hasil PTK
9 Seminar hasil PTK
10 Revisi Laporan Hasil
38

PTK

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Taufiq (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning :


Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar Di Era
Pengetahuan. Jakarta : Kencana

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.

Dahar, Ratna Wilis. (2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:


Erlangga.

Fahradina, dkk (2014). “Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis


dan Kemandirian Belajar Siswa SMP dengan Menggunakan Model
Investigasi Kelompok”. Jurnal Didaktik Matematik, 1, 1, 60.
[Online].
Tersedia: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/DM/article/view/2077/2031. [5
Desember 2015]

Gunantara, dkk (2014). “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based


Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
39

Matematika Siswa Kelas V”. Jurnal Mimbar PGSD Universitas


Pendidikan Ganesha, 1, 1, 9. [Online].
Tersedia: https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/downl
oad/2058/1795. [7 Januari 2016]

Husna, et.al. (2013). “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan


Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS)”.
Jurnal Peluang, 1, (2), 81-92. [Online]. Tersedia:
http://etd.unsyiah.ac.id/index.php?p=show_detail&id=4007 [7
Januari 2016]

Izzati, Nur. (2011). “Mengembangkan Kemandirian Belajar Siswa dalam


Matematika Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik”. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Matematika STKIP Siliwangi Bandung, 1, 91-96. [Online]. Tersedia:
http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id/prosiding/prosiding-seminar-
nasional-pendidikan-matematika-stkip-siliwangi-bandung/ [6 Januari
2016]

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Materi Pelatihan


Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014 Mata Pelajaran
Matematika SMP/ MTs Buku Guru. Jakarta : Kemendikbud

Krulik, Stephen, dan Jesse A. Rudnick. (1988). Problem Solving : A


Handbook for Elementary School Teachers. Temple University.

Lestari, Karunia Eka. (2015). Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung:


Refika Aditama.

Polya, George. (1973). How To Solve It: A New Aspect Of Mathematical


Method. Standford University.

Ruseffendi,E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non


Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

Rusman. (2013). Model-model Pembelajaran: Mengembangkan


Profesionalisme Guru. Jakarta : RajaGrafindo Persada

Somantri, Ating dan Sambas Ali Muhidin. (2011). Aplikasi Statistika Dalam
Penelitian. Bandung: CV Pustaka Setia.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
40

Sumarmo, Utari. (2014). Berpikir dan Disposisi Matematik serta


Pembelajarannya. Bandung: FPMIPA UPI.

Suprijono, Agus. (2009). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suyanto dan Asep Jihad. (2013). Menjadi Guru Profesional: Startegi


Meningkatkan Kualifikasi dan Kualitas Guru di Era Golbal. Jakarta:
Erlangga

Suyono dan Hariyanto. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Teori dan Konsep
Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

White, Hal. (2001). “Creating Problems’ for PBL” dalam Standford


University Newsletter On Teaching [Online], Vol 11 (7), 8 halaman.
Tersedia:
http://web.stanford.edu/dept/CTL/cgibin/docs/newsletter/problem_base
d_learning.pdf [23 Desember 2015]

Wulandari, Bekti. (2013). “Pengaruh Problem-Based Learning Terhadap


HAsil Belajar Ditinjau Dari Motivasi Belajar PLC di SMK”. Jurnal
Pendidikan Vokasi, 3, (2), 179-191. [Online]. Tersedia:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=138040&val=4
38 [6 Jaunari 2016]

Yulianti, Evimaz. (2015). Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL)


Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Kelas X SMA Negeri 2 Lubuklinggau. Artikel. [Online]. Tersedia:
http://mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel%20Evimaz%2
0Yulianti.pdf [1 Februari 2016]

Zimmerman, Barry J. (1990). Self-Regulated Learning and Academic


Achievement: An Overview. Educational Psychologist, 25, (1), 3-
17. [Online]. Tersedia:
http://itari.in/categories/ability_to_learn/self_regulated_learning_and
_academic_achievement_m.pdf [17 Februari 2016]

Anda mungkin juga menyukai