Anda di halaman 1dari 21

BAB.

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika penting dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu matematika
perlu diberikan kepada siswa sejak sekolah dasar untuk membekali mereka dengan
kemampuan berfikir logis, analitis dan sistematis. Salah satu kompetensi yang harus
dikuasai siswa saat belajar matematika ditingkat sekolah menengah dan tercantum
dalam kurikulum mata pelajaran matematika SMP kelas VII adalah mampu melakukan
operasi aljabar.
Fakta yang terjadi di lapangan berdasarkan hasil wawancara dengan sebagian
guru bidang studi matematika bahwasanya dalam mengajarkan materi aljabar guru
senantiasa dihadapkan kesulitan siswa memahami konsep aljabar. Kesulitan siswa
memahami konsep aljabar kemudian berdampak pada melemahnya kemampuan
siswa dalam menyelesaikan persoalan aljabar. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya
kesalahan yang ditimbulkan siswa saat melakukan operasi aljabar. Ini merupakan satu
masalah yang perlu mendapatkan perhatian oleh semua pihak yang terkait dalam
usaha melahirkan generasi yang berkompeten. Kesadaran serta langkah pendekatan
kearah penyelesaian masalah ini perlu segera dicari untuk memastikan siswa
dapat memahami materi aljabar dengan benar.
Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Luluk Marliana, S.Pd (Guru
Mapel Matematika SMPN 3 Sukowono) tahun 2009 dalam rangka membantu siswa
agar dapat sepenuhnya memahami materi luas permukaan serta volume prisma dan
limas kelas VIII SMP Negeri 3 Sukowono dilakukan dengan menganalisis kesalahan
siswa saat menyelesaikan persoalan pada materi tersebut, maka salah satu upaya
membantu siswa agar dapat memahami materi aljabar dengan benar dapat dilakukan
pula dengan menganalisis kesalahan siswa dalam melakukan operasi aljabar.
Analisis kesalahan dapat ditempuh dengan cara memberikan soal tes uraian
kepada siswa.

Banyaknya

kesalahan

yang

dilakukan

siswa

pada

langkah

penyelesaian soal dapat menjadi petunjuk sejauh mana pemahaman siswa terhadap
materi aljabar. Tentunya banyak faktor yang melatar belakangi kesalahan- kesalahan
yang dilakukan siswa, oleh karena itu dari kesalahan-kesalahan yang ditemukan
selanjutnya dapat ditelusuri faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan.

Berdasarkan uraian masalah diatas mendorong peneliti untuk melakukan kajian


kesulitan siswa pada pokokbahasan Persamaan Linear Satu Variabel. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat menunjukkan jenis-jenis kesulitan yang menimbulkan kesalahan
kesalahan berikut faktor-faktor penyebab keulitan siswa dalam pokokbahasan
persamaan linear satu variabel sekaligus memberikan solusi alternatif bagi guru untuk
mengatasi kesulitan siswa dalam memahami tersebut.

I.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Kesulitan siswa dalam mempelajari Persamaan Linear Satu Variabel ?
2. Bagaimana Kesulitan dan hambatan guru saat mengajarkan materi Persamaan Linear
Satu Variabel ?
3. Faktor faktor apa saja yang menyebabkan siswa menjadi sulit dalam memahami
Persamaan Linear Satu Variabel ?
4. Tindakan apa saja yang telah dilakukan guru mata pelajaran dalam mengatasi
kesulitan siswa ?

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kesulitan Belajar


2.1.1 Pembelajaran aljabar di SMP
Salah satu yang dipelajari didalam matematika adalah aljabar. Konsep aljabar
tersebut dapat diberikan dan ditanamkan secara efektif dengan mengajarkan aljabar di
sekolah. Aljabar mulai diperkenalkan kepada siswa ditingkat sekolah dasar sampai
dengan sekolah menengah. Adapun kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa pada
pembelajaran aljabar dalam materi Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel
dikelas VII sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) meliputi: (1)
Menyelesaikan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel (2) Membuat dan
menyelesaikan model matematila dari masalah yang berkaitan dengan persamaan dan
pertidaksamaan linear satu variabel (Wilson & Simangunsong, 2007).
Menyelesaikan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel merupakan
salah satu

kompetensi dasar berdasarkan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) yang ada di SMP dan sederajat. Pada bagian ini dibahas mengenai pengertian
kalimat benar, kalimat salah, kalimat tertutup, variabel, kalimat terbuka, konstanta,
dan

persamaan.

Siswa juga akan mempelajari mengenai himpunan penyelesaian

persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel


Tujuan pembelajaran matematika di SMP salah satunya adalah pemahaman
konsep. Aljabar merupakan salah satu bagian dari matematika maka pemahaman
konsep aljabar merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran
matematika untuk SMP dan sederajat. Aljabar adalah melakukan generalisasi dan
menampilkan

generalisasi tersebut menggunakan bahasa yang formal, di mana

generalisasi dimulai dari aritmatika, situasi pemodelan, geometri dan hampir semua
matematika yang ada ditingkat dasar. Kaput dalam Van de Walle (2008: 2) menjelaskan
lima bentuk logika aljabar yaitu:
1. Generalisasi dari aritmatika dan pola yang ada di matematika
2. Pengggunaan simbol yang cukup bermanfaat
3. Pembelajaran tentang struktur sistem bilangan

4. Pembelajaran tentang pola dan fungsi


5. Proses pemodelan matematis, yang menyatakan keempat ide diatas.

1 Generalisasi dan Simbol


Untuk menciptakan generalisasi kita perlu menggunakan simbolisme. Karena itu
generalisasi, pemahaman variabel, dan simbolisme dikembangkan secara bersamaan.
1.a Arti Tanda Sama-Dengan
Tanda sama dengan adalah salah satu simbol yang paling penting pada aljabar dan
semua area matematika yang menggunakan bilangan dan operasi. Tanda sama dengan
ini penting karena siswa perlu mengetahui dan memahami hubungan dalam sistem
bilangan. Tanda sama dengan merupakan metode utama untuk mempresentasikan
hubungan tersebut. Misalnya, 6 5 = 5 5 + 5. Suatu bilangan bisa diekspresikan
dalam bentuk penjumlahan : 6 = 1 + 5, maka sifat distributif memungkinkan kita
mengalikan setiap bilangan secara terpisah : (1 + 5 ) 5 = (1 5 ) + (5 5). Bahkan
sifat bilangan lainnya bisa menuliskan seperti berikut : 5 5 + 5. Ide-ide ini pada
awalnya secara informal dikembangkan melalui aritmatika, digeneralisasi dan
diekspresikan secara simbolis, bisa menciptakan suatu hubungan yang berguna untuk
dilakukan pada bilangan lainnya. Alasan kedua mengapa tanda sama dengan harus
benar-benar dipahami siswa adalah, biasanya mereka mengalami soal dengan tanda
tersebut jika dihadirkan dalam bentuk ekspresi aljabar. Bahkan menyelesaikan suatu
soal sederhana misalnya 5x 10 = 35 baru akan bisa dikerjakan jika siswa mengerti
bahwa kedua sisi tanda tersebut adalah ekuivalen. Tidak hanya melihat sisi kiri saja,
namun jika kedua sisi memiliki nilai yang sama, maka kedua ekspresi tersebut akan
tetap sama jika masing-masing ditambahkan dengan nilai 10. Cara yang baik untuk
memulai

membantu

siswa

memahami

tanda

sama

dengan

adalah

dengan

mengeksplorasi persamaan tentang benar atau salahnya.


Contoh kalimat atau persamaan sederhana untuk menjelaskan makna persamaan salah
dan persamaan benar yaitu, a) 5x + 2 = 7; b) 4x + 4 = 8; c) 4x + 1 = 6; dan d) 8 = 10x
- 1. Kalimat a dan b adalah persamaan benar jika x bernilai 1 sedangkan kalimat c dan

d adalah persamaan salah jika x bernilai 1. Setelah siswa memiliki pengalaman dengan
kalimat benar atau salah, kita perkenalkan kalimat terbuka (kalimat dengan sebuah
kotak untuk diisi atau huruf untuk diganti). Contoh :
1. 5 + 2 =
2. 4 +
3.

=6

+4=8

Kita akan menentukan bilangan apa yang bisa diletakkan dalam kotak agar kalimatnya
bernilai benar. Awalnya beberapa siswa akan melakukan perhitungan dan meletakkan
jawabannya di kotak. Padahal, kotak tersebut sebagai awal pengenalan variabel, bukan
pengganti jawaban.
1.b Variabel dalam Persamaan
Variabel adalah alat representasi yang sangat berguna untuk melakukan ekspresi
dari generalisasi. Tujuannya adalah agar siswa bisa bekerja dengan ekspresi yang
mengandung variabel tanpa harus berpikir tentang bilangan tertentu atau bilangan yang
diwakili oleh huruf tertentu. Pada pertanyaan sebelumnya, nilai berapa yang seharusnya
berada dalam kotak, sekarang pertanyaannya adalah bilangan apa yang diwakili oleh
huruf tersebut agar kalimatnya menjadi benar. Untuk menemukan nilai dari variabel
yang membuat kalimat tersebut menjadi benar adalah dengan menyelesaikan
persamaan dan sebaiknya diawali dengan pemikiran relasional.
Berpikir relasional adalah berpikir bagaimana satu operasi atau beberapa
operasi saling terkait. Misalnya, mengapa angka 5 yang diletakkan dalam kotak pada
kalimat terbuka 7 -

= 6 4. Alasannya : a) Karena 6 4 = 2, kita perlu mengambil

dari 7 untuk mendapatkan 2, maka 7 5 = 2. Jadi, 5 yang dimasukkan di kotak tersebut.


b) Tujuh adalah lebih satu dari enam di sisi lainnya. Maka kita perlu mengambil satu
angka dari sisi kiri agar bisa mendapatkan bilangan yang sama. Satu lebihnya dari 4
adalah 5. Jadi, 5 yang ada di kotak tersebut. Kedua alasan inilah yang dikatakan
berpikir keterhubungan atau berpikir relasional.
2 Struktur Sistem Bilangan

Struktur atau sifat tersebut secara eksplisit dan mengekspresikannya dalam cara
yang umum tanpa merujuk ke bilangan tertentu, sebagai contoh, seorang siswa yang
menyelesaikan 394 + 176 = N + 394 maka N haruslah 176 karena 394 + 176 memilki
nilai yang sama dengan 176 + 394. Ini merupakan salah satu sifat komutatif. Tujuan
mempelajari struktur adalah agar bisa menjelaskan sifat komutatif dan sifat struktural
lainnya di sistem bilangan kita dalam bentuk a + b = b + a, dan untuk mengerti bahwa
sifat tersebut berlaku untuk semua bilangan. Ketika dibuat eksplisit dan dipahami,
struktur-struktur ini tidak hanya merupakan alat tambahan bagi siswa untuk berhitung,
tetapi juga memperkaya pemahaman sistem bilangan dan memberikan dasar untuk
abstraksi yang lebih tinggi.
3 Pola dan Fungsi
Pola ditemukan diseluruh bidang matematika. Belajar untuk menemukan pola
dan bagaimana menjelaskan, menerjemahkan, dan memperluas pola merupakan bagian
dari mengerjakan matematika dan berpikir aljabar. Pola dengan bilangan memberikan
kesempatan baik bagi siswa untuk mengembangkan pemahaman mereka tentang pola
matematis. Pola bilangan yang ditemukan dalam bagan atau urutan bilangan
berdasarkan aturan tertentu membantu siswa semua tingkat untuk berpikir aljabar.
Contoh pola : 2, 4, 6, 8, ... ( bilangan genap tambah dua), 1, 4, 7, 10, 13, ... (mulai dari
1, tambah tiga), dan 1, 4, 9, 16, ... ( kuadrat : 1 2, 22, 32, 42). Tantangan di pola-pola atau
urutan bilangan tidak hanya menemukan dan memperluas pola tapi juga menciptakan
generalisasi. Dengan pola-pola yang berkembang, siswa tidak hanya mengembangkan
pola tetapi juga mencari generalisasi atau hubungan aljabar yang akan memberikan
gambaran tentang bilangan kesekian meluaskan pola tersebut secara logis. Membangun
pola dengan material fisik seperti ubin, pencacah, atau tusuk gigi membantu siswa
membuat perubahan jika perlu membuat langkah baru.
4 Pemodelan Matematis
Pemodelan sebagai suatu proses yang bermula dari fenomena nyata dan
upaya mematematiskan fenomena tersebut, hal ini diungkapkan. Dalam beberapa hal
matematika digunakan untuk mencatat fenomena dan mencari pola atau keteraturan
yang bisa dinyatakan dengan model-model matematis seperti persamaan, tabel, dan

grafik. Model tidak hanya memungkinkan deskripsi yang jelas dari fenomena, tapi juga
memungkinkan prediksi tanpa melakukan percobaan. Pemodelan sebaiknya diberikan
terakhir pada pelajaran aljabar.
Kita sudah mempelajari banyak contoh dan kesempatan tentang pemodelan.
Contoh dalam situasi dunia nyata, bahan bakar yang tersisa dimobil, ukuran dari
kandang terhadap gudang, penjualan peralatan, dan mengeksplorasi hubungan antara
jumlah uang dua anak, merupakan fenomena yang bisa dimodelkan menggunakan
representasi fungsi. Menggunakan model matematis pasti lebih efisien daripada
melakukan percobaan langsung. Membuat hubungan fungsional dan menggunakannya
untuk mengawasi, menemukan, atau memprediksi semuanya merupakan bagian dari
menggabungkan aspek berpikir aljabar yang disebut dengan pemodelan matematis.
2.1.2 Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar didefenisikan oleh The United States Office of Education
(USOE) yang dikutip oleh Abdurrahman (2003) adalah suatu gangguan dalam satu atau
lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa
ajaran atau tulisan.
Sedangkan menurut Sunarta (1985) kesulitan belajar adalah kesulitan yang
dialami oleh peserta didik dalam kegiatan belajarnya, sehingga berakibat prestasi
belajarnya rendah dan perubahan tingkah laku yang terjadi tidak sesuai dengan
partisipasi yang diperoleh sebagaimana teman-teman kelasnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa kesulitan belajar adalah
suatu keadaan dalam proses belajar mengajar dimana peserta didik tidak dapat belajar
sebagaimana mestinya.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kesulitan belajar pada
peserta didik. Menurut Helex Wirawan (2009) faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: faktor intern (faktor dari dalam
diri anak itu sendiri) yang meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis serta faktor
ekstern yang meliputi faktor sosial dan faktor non sosial.
Faktor Intern
1. Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis adalah faktor fisik dari peserta didik itu sendiri. Sebagai contoh
sederhana adalah apabila peserta didik sakit, tentunya kemampuan peserta didik
tersebut untuk menerima materi pelajaran menjadi terganggu.
2. Faktor Psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan perilaku yang dibutuhkan
dalam belajar. Contoh faktor psikologis yang mempengaruhi kesulitan belajar peserta
didik adalah rasa aman, motivasi, inteligensi, bakat, minat, dan sebagainya.
Faktor Ekstern
1. Faktor-faktor Sosial
Contoh faktor sosial yang mempengaruhi kesulitan belajar peserta didik adalah faktor
keluarga dan masyarakat, dalam hal ini adalah interaksi dengan keluarga dan
masyarakat. Seperti cara mendidik orang tua, keharmonisan hubungan dengan orang
tua, kondisi sosial masyarakat dan sebagainya.
2. Faktor-faktor non-sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan
belajar adalah faktor kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran, sarana
prasarana yang disediakan di sekolah, dan sebagainya.

Sumber : Pengertian Kesulitan Belajar dan faktor faktor yang mempengaruhinya , Budi
Wahyono. 2015. (Online) http://www.pendidikanekonomi.com/2015/04/pengertiankesulitan-belajar-dan-faktor.html diakses tanggal 16 Maret 2016

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesulitan adalah keadaan atau


situasi yang sulit. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2013:235) kesulitan adalah
suatu keadaan dimana seseorang mengalami hambatan dalam mencapai suatu tujuan
sehingga hasilnya kurang maksimal dan dibutuhkan usaha yang lebih untuk
mengatasinya. Dengan demikian, kesulitan merupakan suatu situasi atau keadaan
seseorang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan.

Mulyono Abdurrahman (2012:1) menyatakan bahwa kesulitan belajar


merupakan terjemahan dari istilah bahasa inggris yaitu learning disability yang
berarti ketidakmampuan belajar. Kesulitan belajar merupakan suatu konsep
multidisipliner yang digunakan di lapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun
ilmu kedokteran. Sedangkan Muhibbin Syah (2003:184) menyatakan kesulitan belajar
merupakan kondisi terhambatnya pencapaian tujuan belajar. Dengan demikian,
kesulitan belajar adalah suatu kondisi terhambatnya tujuan belajar di dalam ilmu
pendidikan, psikologi maupun kedokteran.

2.3.3 Jenis Jenis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Persamaan Linear Satu
Variabel (paul van driejver)
Jupri, Drijvers & Van den Heuvel-Panhuizen, pada penelitian tahun 2014 (Jurnal :
International Society of Educational Research2014 ) mengungkapkan bahwa di sekolah
sekolah sampel di Indonesia menemukan ada 5 jenis kesalahan siswa yang umum
sering dilakukan :
Pertama, mengenai kategori menerapkan operasi aritmatika dalam ekspresi numerik
dan aljabar (disingkat kategori aritmatika = ARITH), Dalam pandangan peneliti,
kesulitan-kesulitan ini mengungkapkan penguasaan terbatas siswa dari penambahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian; menerapkan aturan prioritas operasi aritmatika
dalam perhitungan; dan menggunakan sifat-sifat operasi numerik. Kesulitan-kesulitan
ini tampaknya berasal dari aritmatika awal yang diajarkan di sekolah dasar, dengan
fokus pada (perhitungan ditingkat lokal sebelum masalah secara keseluruhan diawasi).
Kedua, mengenai kategori memahami konsep variabel (kategori variabel = VAR),
penelitian mengungkapkan bahwa siswa mengalami kesulitan untuk membedakan
simbol literal sebagai variabel yang dapat memainkan beberapa peran, seperti peran
pengganti, sejumlah umum, sesuatu yg belum diketahui, atau kuantitas yang bervariasi.
Ketiga, kategori memahami ekspresi aljabar (algebraic expression = AE) meliputi
kendala menguraikan (memahami urutan ekspresi aljabar yg harus diproses), kendala
mendapatkan jawaban yg benar (jawaban yang salah dari mengoperasikan ekspresi

aljabar), kesulitan dalam mencari solusi ekspresi aljabar yang sulit untuk
disederhanakan.
Keempat memahami arti yang berbeda dari tanda kesamaan (equal sign = EQS).
Dalam aritmatika, tanda sama sering menunjukkan proses perhitungan dan menuliskan
jawaban numerik, sedangkan dalam aljabar, biasanya berarti bentuk aljabar setara
dengan
Kelima, kategori matematisasi, terdiri dari matematisasi horisontal dan vertikal.
Kesulitan dalam matematisasi horisontal adalah bagaimana membawa masalah dari
kehidupan nyata ke dalam suatu simbol matematika dan sebaliknya: dengan kata lain,
untuk menerjemahkan bolak-balik antara dunia nyata dan simbol.Kesulitan dalam
matematisasi vertikal berurusan dengan proses reorganisasi dalam sistem matematika
itu sendiri, yaitu, proses bergerak dalam dunia simbolik (dengan kata lain adalah
menyelesaikan bentuk aljabar yang berupa symbol - symbol).
Setelah melakukan kajian penelitian pendahuluan, Jupri, Drijvers & Van den HeuvelPanhuizen dengan mengambil sampel 2 sekolah di Indonesia, masing masing terdiri
dari 41 siswa kelas 7 dari sekolah pertama dan 10 siswa kelas 7 dari sekolah yang
kedua, dengan rentang prestasi siswa tinggi, sedang, dan rendah. Mereka menemukan
bahwa beberapa kesalahan yang umum terjadi adalah kesalahan dalam memahami
operasi aljabar dan prioritas.

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek dalam kajian ini adalah sekolah sekolah di wilayah utara
kabupaten Jember. siswa kelas 7 SMPN Sumberwringin, Siswa kelas 7a dan 7b SMPN
1 Sukowono, siswa kelas 7 SMPN 3 Sukowono, dan siswa kelas 7 SMPN 2 Jelbuk.
Alasan pengambilan sampel adalah karena siswa siswa disekolah tersebut memiliki
rata rata prestasi (hasil belajar) lebih rendah daripada sekolah sekolah yang sejenis.
Dan memiliki faktor sosial dan psikologis yang hampir sama.
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Untuk mengetahui deskripsi kesulitan yag
dialami siswa usia SMP pada pokok bahasan Persamaan Linear Satu Variabel. Proses
yang diamati adalah kesalahan kesalahan siswa saat mengerjakan soal soal
persamaan linear satu variabel, beserta wawancara yang dilakukan antara guru dan
siswa.
3.3 Metode Pengumpulan data
3.3.1 Observasi
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik
fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi,1989:136). Dalam arti yang luas observasi
sebenarnya tidak hanya terbatas kepada pengamatan yang dilakukan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
observasi langsung. Menurut Sudjana (1989:112) observasi langsung adalah
pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau proses yang terjadi dalam situasi nyata
dan langsung diamati oleh observer. Hal-hal yang diamati dalam observasi yaitu hasil
kerja siswa pada tes yang diadakan pada pokok bahasan persamaan linear satu variabel.
Kesalahan konsep dan prosedur yang dilakukan oleh siswa.
3.3.2

Wawancara

kegiatan wawancara dilakukan terhadap guru dan sebagian siswa secara terpisah.
Tujuan wawancara adalah mengetahui kesulitan kesulitan atau kendala apasaja yang
dialami guru saat mengajarkan materi Persamaan Linear Satu Variabel, dan kesulitan
kesulitan yang menimbulkan kesalahan siswa saat mempelajari persamaan linear satu
variabel.

BAB. IV PEMBAHASAN

4.1 Kesulitan belajar siswa dalam mempelajari Persamaan Linier Satu Variabel

Di

Sekolah

Menengah

Pertama

(SMP),

pembelajaran

aljabar

mulai

diperkenalkan pada siswa kelas VII. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa setiap pokok
bahasan dalam matematika saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Apabila hal itu
dikaitkan dengan pembelajaran aljabar yaitu jika siswa mengalami kesulitan dalam
mempelajari aljabar dikelas VII, maka kemungkinan siswa juga akan mengalami
kesulitan ketika mempelajari materi aljabar ditingkat selanjutnya yaitu di kelas VIII dan
kelas IX.
Kesulitan siswa dapat diidentifikasi dari hasil penyelesaian persoalan aljabar
secara tertulis yang dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan lisan yang
berkaitan dengan pemahaman siswa tentang konsep aljabar yang termuat dalam
persoalan yang telah diberikan kepada siswa. Apabila hasil tersebut menunjukkan
bahwa siswa membuat suatu kesalahan, maka kepada siswa tersebut perlu dilakukan
diagnosis kesulitannya.
Kesalahan Berawal dari Kesulitan. Beberapa kasus telah membuktikan hal ini.
Misalnya : kesalahan siswa dalam mengoperasikan pecahan berawal dari kesulitan
siswa dalam konsep FPB dan KPK, dalam konsep pembagian dan perkalian yang
sebenarnya sudah dipelajari waktu di sekolah dasar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika,
beberapa kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam persamaan linier satu variabel
adalah Dari hasil

observasi,

siswa masih sering

melakukan kesalahan saat

mengerjakan aljabar. Guru menyatakan bahwa dalam setiap pembelajaran aljabar


banyak siswa yang meminta kepada guru untuk mengulangi penjelasannya. Kesulitan
yang dialami siswa akan memungkinkan terjadi kesalahan sewaktu menjawab soal tes.
Hubungan antara kesalahan dan kesulitan

yaitu

jika seorang siswa mengalami

kesulitan maka ia akan membuat kesalahan. Hal tersebut menegaskan bahwa kesulitan
merupakan penyebab terjadinya kesalahan. Secara rinci, guru mengungkapkan siswa
melakukan kesalahan dalam :
1. Kekurangan pemahaman tentang variabel, koefisien dan konstanta. Pada soal 2x + 8
= 16, saat guru bertanya kepada siswa, manakah yang merupakan variabel? Manakah
konstanta? Manakah Koefisien? Pada bentuk yang sederhana itu saja siswa tidak dapat

membedakan mana variabel, koefisien dan konstanta, bahkan ada yang hanya trial and
eror..
2. Kesalahan dalam membaca soal dan proses penyelesaian soal, baik dalam soal biasa
maupun soal cerita.
3. Kesalahan dalam mengoperasikan bentuk aljabar antara suku yang sejenis. Contoh :
2x + 5 = 15 Maka siswa akan langsung memprosesnya menjadi : 7x = 15
Padahal 2x dan 5 adalah bentuk aljabar yang tidak sejenis
Atau ada juga contoh lainnya :
4. Kesalahan dalam penulisan.
4.2 Faktor faktor penyebab terjadinya kesalahan
Dari hasil wawancara siswa, didapat beberapa penyebab kesulitan yang dialami
siswa saat mempelajari pokok bahasan Persamaan Linier Satu Variabel. Diantaranya :
1. Dari segi materinya, beberapa siswa mengungkapkan bahwa mereka masih
kurang memahami konsep kalimat terbuka. Beberapa siswa, seperti yng
diungkapkan sebelumnya juga mengalami kesulitan dalam memahami konsep
variabel, membedakan variabel dengan konstanta, dan koefisien. Saat diberi
sebuah pertanyaan, banyak siswa yang terkesan member jawaban yang asal
asalan atau trial and eror.
2. Dari segi operasi aljabarnya. Sebagian besar siswa melakukan kesalahan dalam
hal ini. Beberapa kesalahan itu antara lain :
a. Kurang teliti dalam mengoperasikan bilangan. Hal ini penyebabnya antara
lain : kelelahan fisik dan pikiran apalagi saat matematika diletakkan pada
jam jam pelajaran terakhir, kurangnya latihan siswa yang bersangkutan,
kurangnya rasa percaya diri siswa terhadap hasil yang diperoleh.
b. Kurang memahami konsep operasi pada bilangan bulat dan pecahan. Hal ini
disebabkan pembelajaran saat disekolah dasar. Peneliti menemukan bahwa
dalam kurikulum yang sama, pengajaran aljabar di sekolah dasar dapat
berbeda. Di satu sekolah, siswa memahami konsep bilangan dan operasi

pada bilangan. Namun di sekolah yang berbeda, siswa kurang memahami


dalam konsep bilangan dan operasi pada bilangan.
c. Penjelasan guru yang terlalu singkat dan lebih mengedepankan latihan di
LKS daripada pemahaman konsep itu sendiri. Bahkan ada guru yang
langsung member tugas di LKS tanpa dijelaskan terlebih dahulu.
d. Kurang memahami konsep operasi yang melibatkan variabel. Baik itu
konsep operasi pada bentuk aljabar sederhana maupun operasi pada pecahan
bentuk aljabar.
e. Kurang memahami konsep prasayarat, yaitu operasi pada bentuk aljabar,
namun guru sudah terburu-buru masuk ke pokokbahasan persamaan linier
satu variabel.
f. kurang dalam proses memodelkan soal cerita ke dalam bentuk aljabar atau
symbol matematika.
Dari hasil wawancara dengan guru, didapat beberapa penyebab kesulitan yang dialami
guru sehingga berpengaruh pada siswa saat mempelajari pokok bahasan Persamaan
Linier Satu Variabel. Diantaranya :
1. Dari segi materinya (pokokbahasan), padatnya materi (pokokbahasan) pada
kurikulum KTSP yang harus diajarkan ke siswa khususnya siswa kelas 7
menyebabkan guru punya waktu yang sedikit dalam menanamkan konsep ke
siswa.
2. Dari segi Input. Beberapa siswa berasal dari Sekolah Dasar yang cukup bagus
dalam menanamkan konsep matematika ke siswa, namun beberapa siswa
berasal dari sekolah dasar yang kurang dalam menanamkan konsep matematika.
Perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan daya serap siswa pada materi
materi matematika baru yang harus dikuasai siswa pada jenjang SMP kelas 7.
Perbedaan daya serap menuntut guru untuk memiliki managemen kelas yang
bagus agar siswa memiliki pemahaman yang seragam.
3. Faktor psikologis dan faktor sosial siswa.
4. Banyak bahan ajar seperti LKS yang kurang memberikan pemahaman konsep
ke siswa dan susunan tingkat kesukaran latihan soal yang tidak sesuai aturan.
Sehingga menyulitkan siswa saat guru member tugas di bahan ajar tersebut.
Beberapa guru pada akhirnya menyiasati dengan membuat susunan latihan soal
sendiri yang memudahkan siswa dalam proses belajar.

Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal-soal


matematika karena adanya kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar menyebabkan
ketidakberhasilan belajar pada siswa dalam bidang matematika (Ruseffendi, 2006:
468). Kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar disebabkan oleh berbagai
faktor penyebab. Faktor penyebab kesulitan siswa dalam belajar matematika menurut
Ruseffendi (2006: 465)

yaitu:

faktor materi yang diajarkan, pengajarannya, dan

siswanya sendiri.
a. Materi pelajarannya mungkin terlalu sukar, tidak relevan, dan tidak nyambung
dengan materi sebelumnya.
b. Pengajarannya tidak baik, mungkin karena kesalahan : gurunya, penyajiannya,
metodenya, alat peraga/permainannya.
c. Kelemahan murid mungkin disebabkan karena kelemahan jasmani atau
rohaninya. Misalnya: berpenyakit, lemah raganya, lemah satu-dua indranya,
kurang cerdas, tidak ada minat, tidak ada bakat, emosinya tidak stabil, suasana
lingkungannya yang tidak mendorong, dan lain-lain.
Faktor lain yang menyebabkan kesalahan dalam matematika sehingga mengakibatkan
seorang siswa mendapakan hasil tes yang tidak memuaskan adalah faktor psikologis,
siswa tidak senang kepada gurunya, tidak senang cara mengajar gurunya, dan jika nilai
yang diperoleh siswa semuanya tidak memuaskan, besar kemungkinan ini disebabkan
karena kemampuan siswa tersebut yang rendah.
Faktor-faktor kondisional yang sangat mempengaruhi belajar yang efektif menurut
Hamalik (2010: 32) adalah :
1. Faktor kegiatan, penggunaan, dan ulangan ; siswa yang belajar melakukan
banyak kegiatan baik kegiatan neural system (melihat, mendengar, merasakan,
berpikir, kegiatan motoris, dan sebagainya) maupun kegiatan-kegiatan yang
lainnya yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan, sikap, kebiasaan, dan
minat.
2. Belajar memerlukan latihan, dengan jalan : relearning, recalling,

dan

reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali dan pelajaran
yang belum dikuasai akan dapat lebih mudah dipahami. Belajar siswa lebih

berhasil, belajar akan lebih berhasil jika siswa merasa berhasil dan mendapatkan
kepuasannya. Belajar hendaknya dilakukan dalam suasana yang menyenangkan.
3. Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal dalam
belajarnya. Keberhasilan akan menimbulkan kepuasaan dan mendorong belajar
lebih baik, sedangkan kegagalan akan menimbulkan frustasi.
4. Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar, karena semua pengalaman
belajar antara yang lama dengan yang baru secara berurutan diasosiasikan
sehingga menjadi satu kesatuan pengalaman.
5. Pengalaman masa lampau (bahan apersepsi) dan pengertian-pengertian yang
telah dimiliki oleh siswa, besar peranannya dalam proses belajar. Pengalaman
dan pengertian itu menjadi dasar untuk menerima pengalaman-pengalaman baru
dan pengertian-pengertian baru.
6. Faktor kesiapan belajar. Murid yang telah siap belajar dan dapat melakukan
kegiatan belajar lebih mudah dan berhasil. Faktor kesiapan ini erat
hubungannya dengan masalah kematangan, minat, kebutuhan, dan tugas-tugas
perkembangan.
7. Faktor minat dah usaha. Belajar dengan minat akan mendorong siswa belajar
lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat ini timbul apabila murid tertarik
akan sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasa bahwa sesuatu
akan dipelajari dirasakan bermakna bagi dirinya. Namun demikian, minat tanpa
adanya usaha yang baik maka belajar juga sulit untuk berhasil.
8. Faktor-faktor fisiologis. Kondisi badan siswa yang belajar sangat berpengaruh
dalam proses belajar. Badan yang lemah, lelah akan menyebabkan perhatian
tidak mungkin melakukan kegiatan belajar yang sempurna. Karena itu faktor
fisiologis sangat menentukan berhasil atau tidaknya murid belajar.
9. Faktor intelegensi. Murid yang cerdas akan lebih berhasil dalam kegiatan
belajar, karena ia lebih mudah menangkap dan memahami pelajaran serta lebih
mudah mengingat-ingatnya. Anak yang cerdas akan lebih mudah berpikir
kreatif dan lebih cepat mengambil keputusan. Hal ini berbeda dengan siswa
yang kurang cerdas, para siswa yang agak lamban.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
1. Pembelajaran aljabar di sekolah hendaknya berpijak pada lima bentuk logika
aljabar. Yaitu : Generalisasi dari aritmatika dan pola yang ada di matematika,
penggunaan symbol, pembelajaran tentang struktur bilangan, pembelajaran
tentang pola dan fungsi, dan proses Pemodelan matematis.
2. Kesulitan belajar siswa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : faktor
psikologis, faktor fisiologis, faktor sosial, dan faktor non sosial.
3. Dari wawancara dan pengamatan yang dilakukan penulis, didapat faktor
faktor kesulitan yang dialami siswa saat menyelesaikan persamaan linier satu
variabel adalah :

siswa masih kesulitan membedakan variabel, konstanta,

koefisien. Jika contoh yang diberikan guru berubah, maka akan berubah

jawaban yang diberikan siswa, siswa kesulitan dalam mengoperasikan bentuk


aljabar. Salah satu penyebabnya adalah kekurang pahaman siswa dalam
menoperasikan bilangan bulat dan pecahan. Bisa jadi, hal ini disebabkan
penanaman konsep operasi di sekolah dasar kurang kuat. Selain itu, kesulitan
siswa ada pada pemahaman bahasa pada soal cerita dan mengubah soal cerita
menjadi bentuk model matematis sehingga bisa dipecahkan.
4. Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika, didapat
beberapa penyebab kesulitan siswa selain faktor psikologis dan sosial adalah :
pengakuan jujur guru bahwa memang pengajaran guru selama ini masih terlalu
cepat. Guru dikejar target materi yang harus dikuasai siswa selama satu
semester atau satu program pembelajaran yang dituangkan dalam program
semester. Jika disekolah atau di SMP yang maju siswa bisa dianggap belajar
mandiri dengan banyak sumber yang ada, namun tidak demikian jika di
sekolah sekolah pinggiran yang minim fasilitas. Penyebab lainnya adalah
input, khusus untuk siswa kelas 7, input dari SD yang berkualitas akan
menghasilkan siswa yang berkualitas juga, namun input dari SD yang biasa
biasa saja akan menghasilkan siswa yg biasa saja. Ada siswa yang sangat pintar
(namun ini sangat jarang terjadi), namun ada juga siswa yang bahkan operasi
perkalian saja tidak mampu, mengoperasikan pecahan desimalpun juga masih
perlu diajari dari awal padahal sudah lulus SD. Hal ini yang menyebabkan guru
merasa kesulitan dalam memanagemen siswa ke dalam suatu kelas yang
heterogen. Justru yang ada malah homogeny dengan siswa pintar yang mandiri
dan siswa yang berkategori tersebut yang mendominasi kelas.
5.2 Saran dan Solusi dari Penulis
1. Pembelajaran kooperatif dengan berbagai strateginya mungkin diperlukan
sebagai salah satu solusi masalah ini. Ada beberapa guru yang tidak
menerapkan pembelajaran kooperatif karena alasan tertentu. Namun ada
beberapa guru yang tidak menerapkan pembelajaran kooperatif justru
karena minimnya pengetahuan mereka tentang pembelajaran kooperatif itu
sendiri.
2. Semakin banyak penelitian tentang masalah ini juga akan merupakan solusi
yang baik untuk mengatasi permasalahan. Seperti, misalnya Penelitian
Tindakan Kelas untuk beberapa model pembelajaran yang dilakukan oleh

guru mapel di sekolahnya sendiri atau di kelas yang diampu. Beberapa


model yang terbukti efektif bisa dijadikan bahan rujukan untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran.
3. Bahan rujukan juga bisa diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh para
mahasiswa pada desain tugas akhirnya. Penulis menyarankan agar diadakan
open access atau juga pemuatan hasil akhir penelitian mahasiswa didalam
website atau blog sehingga memudahkan guru dalam mengakses karya
mahasiswa tersebut. Tentunya dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, maka
hanya abstrak dan metode penelitian saja yang dimuat.
4. Faktor psikologis dan sosial siswa juga perlu dikaji agar pembelajaran
menjadi lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Booth, L. R. (1988). Childrens difficulties in beginning algebra. In A.F. Coxford (Ed.),


The ideas of algebra, K12(1988 Yearbook) (pp. 2032). Reston, VA: National
Council of Teachers of Mathematics.
Dahar, R. W. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: PPLPTK Dirjen Dikti, Depdikbud
Fardianasari, Arini. 2014. Analisis Kesalahan Siswa dalam Melakukan Operasi
Aljabar. Ponorogo : Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika
Istiqomah, Anisa. 2014. Diagnosis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Persamaan Linear Satu Variabel Dan Pemberian Scaffolding Untuk
Mengatasinya. Unesa : Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika

Jupri, A., Drijvers, P., & Van den Heuvel-Panhuizen, M. (2014). Student Difficulties In
Solving Equation. From An Operational And Structural Perspective. 9(1) 39
55 : International Society Of Educational Research.
Jupri, A., Drijvers, P., & Van den Heuvel-Panhuizen, M. (2014). Difficulties in initial
algebra learning in Indonesia. Mathematics Education Research Journal. DOI:
10.1007/s13394-013-0097-0.
Sekararum, VS. 2014. Kajian Kesalahan Siswa Kelas VII SMP Stella Duce 2
Yogyakarta Dalam Menyelesaikan Soal Persamaan Dan Pertidaksamaan
Linear Satu Variabel Tahun Pelajaran 2014/2015. Skripsi. Universitas Sanata
Darma Yogyakarta : FKIP PMIPA.
Wahyono, Budi. 2015. Pengertian Kesulitan Belajar Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya,(online)
(http://www.pendidikanekonomi.com/2015/04/pengertian-kesulitan-belajar-danfaktor.html) diakses tanggal 16 Maret 2015

Anda mungkin juga menyukai