Anda di halaman 1dari 30

Analisis Terhadap Kurikulum, Problematika, dan Kasus Pembelajaran pada Topik Bilangan Bulat di Sekolah Dasar

Oleh: Elang Krisnadi (Staf Akademik FKIP-UT) elang@mail.ut.ac.id

A. Pendahuluan Tulisan ini disajikan atas dasar beberapa fakta berikut yang penulis dapatkan melalui:
1. Hasil wawancara dengan para guru SD di sekitar UT pondok cabe yang

menyatakan bahwa: a. Materi bilangan bulat merupakan salah satu topik yang dianggap sulit. b. Guru kurang begitu paham bagaimana menanamkan pengertian agar tidak bersifat dogmatis dan abstrak. c. Guru mengalami kesulitan pula ketika menjelaskan operasi hitung yang berbentuk a (-b) dan cara menggambarkannya ke dalam garis bilangan agar mudah diterima anak (kelas 4 dan 5). d. Guru tidak dapat membedakan bagaimana proses menggambarkan operasi hitung yang berbentuk a + (-b) dengan a b atau a (-b) dengan a + b pada garis bilangan.
e. Guru hanya mengetahui dan menggunakan garis bilangan saja sebagai media

bantu dan tidak pernah menggunakan alat peraga lain untuk memperjelas pemahaman siswa terhadap konsep operasi hitung bilangan bulat. Sementara itu, penggunaan garis bilangan yang disampaikan guru prinsip kerjanya tidak konsisten. Dengan prinsip kerja yang tidak konsisten tersebut, maka untuk
1

menggambarkan operasi hitung yang berbentuk a b dan a (-b) ke dalam garis bilangan guru selalu mengubahnya terlebih dahulu ke dalam bentuk a + (-b) untuk bentuk a b dan a + b untuk bentuk a (-b). f. Bilangan bulat disampaikan guru kepada siswa dengan pendekatan yang abstrak, padahal pola berpikir siswa kelas 4 dan 5 masih berada pada taraf operasi (berpikir) kongkrit.
2. Pengamatan terhadap buku-buku pelajaran matematika yang beredar di

sekolah yang terkait dengan materi bilangan bulat, ternyata pengemasan materi yang disajikan tidak mendukung guru untuk menyampaikan konsep secara baik dan konsisten. 3. Dari sisi siswa, ketika siswa dihadapkan pada soal-soal campuran yang

berbentuk seperti -15 (-27) + 12, siswa kurang begitu paham bagaimana seharusnya menyiasati bentuk-bentuk soal yang seperti itu yang kerap disajikan dalam buku paket sebagai latihan. Kalaupun siswa berusaha untuk menjawabnya, siswa tersebut tidak begitu yakin apakah jawabannya benar atau salah. Berdasarkan masalah tersebut, penulis merasa perlu untuk melakukan kajian atau analisis lebih dalam guna mencari solusi bagaimana seharusnya mengembangkan model pembelajaran bilangan bulat yang memudahkan bagi guru untuk menanamkan konsep kepada siswa (khususnya siswa kelas 4), mulai dari pengertian sampai kepada operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang melibatkan bilangan positif dan negatif. Dalam pembelajaran bilangan bulat, penulis mencoba mengungkapkan gagasan yang bersifat inovatif, yaitu: 1. Menggunakan alat peraga manipulatif, yaitu balok garis bilangan (merupakan modifikasi dari alat peraga pita garis bilangan dan tangga garis bilangan) dan manik-manik. Berbeda dengan alat peraga bilangan bulat yang biasa digunakan
2

guru, prinsip kerja alat peraga yang akan digunakan tersebut selalu konsisten, sehingga dapat digunakan untuk menentukan hasil dari berbagai operasi hitung pada bilangan bulat.
2. Menyisipkan bentuk kegiatan bermain melalui pendekatan permainan dalam

proses pembelajaran. Terhadap gagasan tersebut, penulis memperoleh informasi yang cukup berarti dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner mengenai pengalaman guru tersebut ketika menyampaikan konsep bilangan bulat dan persepsinya terhadap alat peraga balok garis bilangan dan manik-manik yang selama ini belum dilihatnya. Selanjutnya, penulis juga akan memaparkan seputar bilangan bulat dan

kedudukannya dalam struktur kurikulum SD dari waktu ke waktu dan mengkajinya apakah perubahan tersebut berdampak terhadap pemahaman siswa pada materi tersebut, bagaimana membelajarkan bilangan bulat dan rasional penggunaan alat peraga didalamnya, serta seputar pendekatan permainan dan rancangan

pembelajarannya dalam pembelajaran bilangan bulat.

B. Bilangan Bulat dan Kedudukannya dalam Struktur Kurikulum SD Bilangan bulat yang terdiri atas bilangan asli (bulat positif), nol, dan bilangan negatif atau yang jika dinyatakan dalam notasi himpunan ditulis sebagai B = {. . . , -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, . . . } merupakan satu pokok bahasan di sekolah dasar. Dalam kurikulum 1994 sekolah dasar, materi ini mulai diperkenalkan atau disampaikan kepada siswa di kelas 5 semester 1 (pertama). Pengenalannya dimulai dari mengenal bilangan positif dan negatif, membaca dan menulis lambang negatif, mengenal lawan suatu bilangan, operasi bilangan bulat yang meliputi penjumlahan (menjumlahkan bilangan bulat positif dengan bilangan positif, menjumlahkan bilangan negatif dengan negatif, dan sebaliknya, serta menjumlahkan bilangan negatif dengan
3

bilangan negatif) dan pengurangan (mengurangi bilangan positif dengan bilangan positif, mengurangi bilangan positif dengan bilangan negatif atau sebaliknya, dan mengurangi bilangan negatif dengan negatif). Sementara itu, operasi hitung perkalian dan pembagian beserta sifat-sifatnya diperkenalkan di kelas 1 SMP. Ketika menggunakan kurikulum 2004, bilangan bulat diperkenalkan kepada siswa di kelas 4 semester 1 dan di kelas 5 semester 1. Pada kurikulum 2004, materi bilangan bulat untuk kelas 4 pembahasannya dimulai dengan penggunaan bilangan bulat negatif dalam masalah sehari-hari, Bilangan bulat negatif dan positif, menuliskan bilangan bulat dalam kata-kata dan angka, mengurutkan bilangan bulat, menentukan letak bilangan bulat pada garis bilangan, menentukan lawan suatu bilangan, membandingkan 2 bilangan bulat, penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menggunakan garis bilangan, dan menuliskan kalimat atau pernyataan pengurangan ke bentuk penjumlahan atau sebaliknya. Sementara itu, sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat, operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, serta perkalian dan pembagian bilangan bulat diperkenalkan dan dibahas di kelas 5 semester 1. Sementara itu, ketika KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) tahun 2006 digulirkan terjadi perubahan kebijakkan kembali. Walaupun pengenalan bilangan bulat tetap diterapkan di kelas 4 dan kelas 5, namun dari sisi materi terjadi perubahan kembali. Pada kelas 4, yang dibahas adalah: Bilangan bulat positif dan negatif, menunjukkan penerapan bilangan negatif dalam masalah sehari-hari, membilang lambang bilangan bulat, membandingkan 2 bilangan bulat, mengurutkan bilangan bulat, menentukan letak bilangan bulat pada garis bilangan, lawan suatu bilangan, serta operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang melibatkan bilangan positif dan negatif, sedangkan operasi hitung perkalian dan pembagian

bilangan bulat yang melibatkan bilangan bulat positif dan negatif, hitung campuran, serta sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat diperkenalkan di kelas 5 semester 1. Komentar penulis terhadap kebijakan yang menempatkan pengenalan materi tersebut bergeser dari kelas 5 (kurikulum 1994) dimajukan ke kelas 4 (kurikulum 2004 dan KTSP 2006) merupakan kebijakan yang tidak memperhatikan taraf atau tingkat perkembangan proses berpikir anak SD yang masih dalam taraf berpikir belum formal (relative masih kongkret). Mengapa demikian? Bilangan bulat untuk ukuran siswa SD kelas 4 dan kelas 5 dikategorikan sebagai materi yang sangat abstrak. Sulit bagi siswa untuk dapat mencerna atau memahami pengertian dari bilangan yang negatif, karena di sekitar kehidupan sehari-hari anak tidak ada bentuk benda konkret yang langsung dapat menggambarkan arti bilangan negatif. Hal ini menjadikan pembelajaran bilangan bulat secara keseluruhan relatif tidak mudah, bagi guru untuk mengkonkretkan sifat abstraknya, dan bagi siswa yang relatif belum mampu berpikir abstrak. Sementara itu, memperkenalkan operasi hitung perkalian dan pembagian beserta sifat-sifatnya kepada siswa SD kelas 5 juga merupakan kebijakan yang kurang tepat dan cenderung hanya memikirkan kemampuan si pengembang kurikulum. Tidak dapat dipungkiri bahwa ketika materi tersebut disampaikan di SMP kelas 1 yang taraf berpikirnya sudah lebih tinggi masih banyak masalah yang dihadapi siswa pada jenjang tersebut. Sebaiknya pemerintah mengkaji ulang terhadap kebijakan yang menempatkan operasi hitung perkalian dan pembagian bilangan bulat beserta sifat-sifatnya pada kurikulum sekolah dasar.

C. Membelajarkan Bilangan Bulat Bilangan bulat merupakan salah satu dari jenis bilangan yang ada, dan bilangan ini sendiri ada agar operasi hitung yang melibatkan operasi seperti 2 6; 6 + . . . = 4; . . . + 8 = 7; dan sebagainya mempunyai hasil. Selanjutnya, untuk menanamkan konsep-konsep yang ada pada bilangan bulat (mulai dari pengertian bilangan bulat itu sendiri sampai pada operasi hitung yang diperkenankan) kepada siswa SD, prinsipnya sama dengan membelajarkan

matematika secara umum, yaitu menggunakan sarana alat bantu pembelajaran (alat peraga matematika). Namun demikian, untuk menanamkan pengertian bilangan bulat (terutama yang negatif), karena tidak ada benda konkret yang langsung dapat menggambarkan arti bilangan negatif, maka dapat digunakan pernyataan-pernyataan atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang dikenal anak, yang merupakan bentuk aplikasi bilangan bulat negatif, seperti: enam derajat di bawah nol (yang menyatakan bilangan negatif 6), mengalami kerugian sebesar 50 rupiah (yang menyatakan bilangan negatif 50), 10 meter di bawah permukaaan laut (yang menyatakan bilangan negatif 10), dan sebagainya.
D. Alat Peraga Manipulatif untuk Keperluan Bilangan Bulat dan Prinsip

Kerjanya Terdapat beberapa alat peraga yang dapat digunakan untuk menanamkan atau menjelaskan operasi hitung pada sistem bilangan bulat dalam tahap pengenalan konsep secara konkret, yaitu menggunakan alat peraga yang berdasarkan pendekatan konsep kekekalan panjang (seperti pita garis bilangan, tangga garis bilangan, balok garis bilangan) dan menggunakan alat peraga yang pendekatannya menggunakan konsep himpunan.

Alat peraga balok, pita, ataupun tangga garis bilangan proses kerjanya berpedoman pada prinsip bahwa panjang keseluruhan sama dengan panjang masing-

masing bagian-bagiannya. Prinsip kerja yang harus diperhatikan dalam melakukan


operasi penjumlahan maupun pengurangan dengan menggunakan alat ini sesuai kesepakatan adalah sebagai berikut : 1. Posisi awal benda yang menjadi model harus berada pada skala nol. 2. Jika bilangan pertama bertanda positif, maka bagian muka model menghadap ke bilangan positif dan kemudian melangkahkan model tersebut ke skala yang sesuai dengan besarnya bilangan pertama tersebut. Proses yang sama juga dilakukan apabila bilangan pertamanya bertanda negatif.
3.

Jika model dilangkahkan maju, dalam prinsip operasi hitung istilah maju diartikan sebagai tambah (+), sedangkan jika model dilangkahkan mundur, istilah mundur diartikan sebagai kurang (-).

4.

Gerakan maju atau mundurnya model tergantung dari bilangan penambah dan

pengurangnya. Untuk gerakan maju, jika bilangan penambahnya merupakan


bilangan positif maka model bergerak maju ke arah bilangan positif, dan sebaliknya jika bilangan penambahnya merupakan bilangan negatif, maka model bergerak maju ke arah bilangan negatif. Untuk gerakan mundur, apabila bilangan pengurangnya merupakan bilangan positif maka model bergerak mundur dengan sisi muka model menghadap ke bilangan positif, dan sebaliknya apabila bilangan pengurangnya merupakan bilangan negatif, maka model bergerak mundur dengan sisi muka menghadap ke bilangan negatif. Namun demikian, ada pula kesepakatan lain yang secara prinsip sebenarnya tidak berbenturan dengan prinsip di atas, yaitu sebagai berikut: Bilangan positif diberi arti maju, bilangan negatif diberi arti mundur, ditambah diberi arti jalan terus, sedangkan dikurang berarti balik kanan.
7

Gambar 1 Alat Peraga Balok Garis Bilangan

Sementara itu, alat peraga manik-manik seperti yang telah dikemukakan di atas, pendekatannya menggunakan konsep himpunan. Pada himpunan terdapat proses

penggabungan dan pemisahan dua himpunan yang dalam hal ini anggotanya berbentuk
manik-manik. Alat ini berbentuk bulatan-bulatan setengah lingkaran yang apabila sisi diameternya digabungkan akan membentuk lingkaran penuh. Alat ini biasanya terdiri dari dua warna, satu warna untuk menandakan bilangan positif (misal biru), sedangkan warna lainnya untuk menandakan bilangan negatif (misal kuning). Dalam alat ini, bilangan nol (netral) diwakili oleh dua buah manik-manik dengan warna berbeda yang dihimpitkan pada sisi diameternya, sehingga membentuk lingkaran penuh dalam dua warna. Bentuk netral ini dipergunakan pada saat melakukan operasi pengurangan a b dengan b > a atau b < 0. Penggunaan alat peraga manik-manik untuk melakukan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan juga harus memperhatikan beberapa prinsip kerjanya, yaitu : Dalam konsep himpunan, proses penggabungan dapat diartikan sebagai penjumlahan, sedangkan proses pemisahan dapat diartikan sebagai pengurangan. Berarti, kalau melakukan aktivitas penggabungan sejumlah manik-manik ke dalam kelompok manikmanik lain sama halnya dengan melakukan penjumlahan. Namun demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan proses penjumlahan, yaitu :
8

1. Jika a > 0 dan b > 0 atau a < 0 dan b < 0, maka gabungkanlah sejumlah manikmanik ke dalam kelompok manik-manik lain yang warnanya sama. 2. Jika a > 0 dan b < 0 atau sebaliknya, maka gabungkanlah sejumlah manik-manik yang mewakili bilangan positif ke dalam kelompok manik-manik yang mewakili bilangan negatif. Selanjutnya, lakukan proses penghimpitan di antara kedua kelompok manik-manik tersebut agar ada yang menjadi lingkaran penuh. Tujuannya untuk mencari sebanyak-banyaknya kelompok manik-manik yang bernilai nol. Melalui proses ini akan menyisakan manik-manik dengan warna tertentu yang merupakan hasil penjumlahannya. Selanjutnya, kalau melakukan proses pemisahan sejumlah manik-manik keluar dari kelompok manik-manik, maka sama halnya dengan melakukan pengurangan. Namun demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan proses pengurangan, yaitu :
1. Jika a > 0 dan b > 0 tetapi a > b, maka pisahkanlah secara langsung sejumlah b

manik-manik keluar dari kelompok manik-manik yang berjumlah a.


2. Jika a > 0 dan b > 0 tetapi a < b, maka sebelum memisahkan sejumlah b manik-

manik yang bilangannya lebih besar dari a, terlebih dahulu gabungkanlah

sejumlah manik-manik yang bersifat netral ke dalam kelompok manik-manik a,


dan banyaknya tergantung pada seberapa kurangnya manik-manik yang akan

dipisahkan.
3. Jika a > 0 dan b < 0, maka sebelum memisahkan sejumlah b manik-manik yang

bernilai negatif, terlebih dahulu harus menggabungkan sejumlah manik-manik

yang bersifat netral dan banyaknya tergantung dari besarnya bilangan b.


4. Jika a < 0 dan b > 0, maka sebelum melakukan proses pemisahkan sejumlah b

manik-manik yang bernilai positif dari kumpulan manik-manik yang bernilai negatif, terlebih dahulu harus menggabungkan sejumlah manik-manik yang
9

bersifat netral ke dalam kumpulan yang banyaknya tergantung pada seberapa besarnya bilangan b.
5. Jika a < 0 dan b < 0 tetapi a > b, maka sebelum melakukan proses pemisahan

sejumlah b manik-manik yang bilangannya lebih kecil dari a, terlebih dahulu harus melakukan proses penggabungan sejumlah manik-manik yang bersifat netral ke

dalam kumpulan manik-manik a, dan banyaknya tergantung dari seberapa kurangnya manik-manik yang akan dipisahkan.
6. Jika a < 0 dan b < 0 tetapi a < b, maka pisahkanlah secara langsung sejumlah b

manik-manik keluar dari kelompok manik-manik yang berjumlah a.

Gambar 2 Alat Peraga Manik-manik

Selain penggunaan alat-alat peraga di atas, hal yang tak kalah penting dalam menanamkan konsep operasi hitung bilangan bulat adalah mengupayakan adanya proses berabstraksi di dalam kegiatannya. Proses ini biasanya diupayakan pada saat anak telah menyadari adanya kesamaan di antara perbedaan-perbedaan yang ada atau kesamaan hasil dari proses yang berbeda (Cooney, dalam Shadiq, 2000). Lebih lanjut menurut Djaali (1999), setiap konsep abstrak yang baru dipahami anak perlu segera diberikan penguatan supaya mengendap, melekat, dan tahan lama tertanam sehingga menjadi miliknya dalam pola pikir maupun tindakannya. Untuk keperluan

10

inilah diperlukan belajar melalui berbuat dan mengerti dan tidak hanya menekankan pada proses hapalan saja.

Gambar 3 Contoh Ilustrasi Proses Abstraksi

E. Proses Kerja Balok Garis Bilangan Berdasarkan Prinsip Kerjanya

Uraian berikut akan membahas penggunaan alat peraga tersebut berdasarkan prinsip kerja seperti yang telah dipaparkan. Misalkan ingin memperagakan bentukbentuk operasi hitung 3 + (-5) dan 3 5, dengan menggunakan balok garis bilangan, maka proses kerja yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: a. 3 + (-5) =. . . . ? 1 Tempatkan model pada skala nol dan menghadap ke bilangan positif
-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

11

Langkahkan model tersebut satu langkah demi satu langkah maju dari angka 0 sebanyak 3 skala. Hal ini untuk menunjukkan bilangan pertama dari operasi tersebut, yaitu positif 3. Karena bilangan penjumlahnya merupakan bilangan negatif, maka pada skala 3 tersebut posisi muka model harus dihadapkan ke bilangan negatif.

-6

-5

-4

-3

-2

-1

-6

-5

-4

-3

-2

-1

Karena operasi hitungnya berkenaan dengan penjumlahan, yaitu oleh bilangan (-5) berarti model tersebut harus dilangkahkan maju dari angka 3 satu langkah demi satu langkah sebanyak 5 skala.

-6

-5

-4

-3

-2

-1

Posisi terakhir dari model pada langkah 4 di atas terletak pada skala -2, dan ini menunjukkan hasil dari 3 + (-5). Jadi, 3 + (-5) = -2.
b. 3 5 =. . . . ?

Tempatkan model pada skala nol dan menghadap ke bilangan positif.


-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

Langkahkan model tersebut satu langkah demi satu langkah maju dari angka 0 sebanyak 3 skala (untuk menunjukkan bilangan pertama, positif 3).

-6

-5

-4

-3

-2

-1

12

Karena operasi hitungnya berkenaan dengan pengurangan, maka langkahkan model tersebut mundur dari angka 3 satu langkah demi satu langkah sebanyak 5 skala dengan posisi muka model tetap menghadap ke bilangan positif.

-6

-5

-4

-3

-2

-1

Posisi terakhir dari model pada langkah 3 tersebut terletak pada skala -2, dan ini menunjukkan hasil dari 3 5. Jadi, 3 5 = -2. Misalkan gambar model yang pada posisi akhir peragaan dari 2 contoh di atas dihilangkan, maka akan terlihat bentuk peragaan garis bilangan dalam proses yang sebenarnya baik untuk operasi 3 + (-5) maupun untuk operasi 3 5.

-6

-5

-4

-3

-2

-1

-6

-5

-4

-3

-2

-1

+ (-5)

3 - 5

Kedua peragaan garis bilangan tersebut memperlihatkan dengan jelas, bahwa terdapat proses yang berbeda untuk menunjukkan hasil dari 3 + (-5) dan 3 5. Peragaan garis bilangan untuk bentuk 3 + (-5) hasilnya ditunjukkan oleh ujung anak panah, sedangkan bentuk operasi 3 5 hasilnya ditunjukkan oleh ujung pangkal panah. Berarti, untuk menentukan hasil dari operasi bilangan bulat jika peragaannya menggunakan garis bilangan, bilangan yang ditunjuk sebagai hasil tidak selalu berorientasi pada ujung anak panah, pangkal panahpun dapat digunakan sebagai penunjuk hasil. Berdasarkan temuan penulis di lapangan, banyak sekali buku-buku pelajaran matematika di sekolah dasar ataupun guru-guru yang mengajarkannya tidak
13

memperhatikan dengan benar prinsip-prinsip kerja dari penggunaan garis bilangan. Peragaan-peragaan yang dilakukan selalu berorientasi pada hasil yang ditunjukkan oleh ujung anak panah. Jika penggunaan garis bilangan selalu berorientasi pada hasil yang ditunjukkan oleh ujung anak panah, maka guru akan mengalami kesulitan untuk memperagakan bentuk-bentuk operasi hitung seperti : 5 (-6), (-3) (-7), (-4) 8, dan sebagainya. Hasil temuan di lapangan, banyak buku-buku pelajaran maupun guruguru yang mengajarkan bilangan bulat tidak pernah memberikan contoh penggunaan garis bilangan untuk bentuk operasi a b dengan a < b atau b < 0 yang berdasarkan pada prinsip kerja alat peraga balok garis bilangan tersebut. Kalaupun ada, maka bentuk operasinya telah diubah terlebih dahulu berdasarkan konsep bahwa a b = a + (-b) atau a (-b) = a + b. Hal ini tentu tidak menyelesaikan masalah, karena guru tetap tidak dapat menjawab kenapa mesti jadi seperti itu dan bagaimana

menunjukkan letak kesamaannya ? , dan juga menutupi proses sebenarnya dari


bentuk operasi di atas. Dari 2 buah contoh peragaan di atas, dapat dilihat bahwa penggunaan balok garis bilangan dengan penekanan pada prinsip kerja yang konsisten seperti itu dapat memberi gambaran bagaimana seharusnya menggunakan garis bilangan untuk menyelesaikan operasi hitung bilangan bulat dalam tahap pendekatan proses berpikir semiabstrak sebelum sampai pada tahap penyampaian konsep yang bersifat abstrak. Selanjutnya, bagaimana halnya dengan penggunaan manik-manik?. Apakah dalam prosesnya juga dapat membekali para guru untuk mengatasi beberapa keluhan dan kebuntuan yang dihadapinya?. Berikut dipaparkan proses kerja dari alat peraga manik-manik berdasarkan prinsip kerjanya.

14

F. Proses Kerja Manik-manik Berdasarkan Prinsip Kerjanya

Uraian berikut akan membahas penggunaan alat peraga manik-manik berdasarkan prinsip kerja seperti yang telah dipaparkan. Misalkan ingin

memperagakan bentuk-bentuk operasi hitung 3 + (-5) dan 3 5, maka proses kerja yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: a. 3 + (-5) = .? Untuk menjalankan proses peragaan bentuk operasi ini harus mengacu pada prinsip kerja nomor 2 pada sub. bagian penjumlahan, yaitu dengan proses kerja sebagai berikut: 1 Tempatkanlah 3 buah manik-manik yang berwarna biru ke dalam papan peragaan. Hal ini untuk menunjukkan bilangan positif 3. Tambahkanlah ke dalam papan peragaan tersebut manik-manik yang berwarna kuning sebanyak 5 buah yang menunjukkan bilangan kedua dari operasi tersebut, yaitu negatif 5.

Lakukan pemetaan antara manikmanik yang berwarna biru dengan yang berwarna kuning dengan tujuan untuk mencari sebanyak-banyaknya bilangan yang bersifat netral (bernilai nol). Selanjutnya, manik-manik yang bersifat netral ini dapat dikeluarkan dari papan peragaan.
15

netral netral netral

Dari hasil pemetaan terlihat ada 3 pasangan manik-manik yang membentuk lingkaran penuh (bersifat netral). Jika pasangan manik- manik ini dikeluarkan , maka dalam papan peragaan terlihat ada 2 buah manik-manik yang berwarna kuning (bernilai negatif 2). Peragaan ini menunjukkan kepada kita bahwa 3 + (-5) = -2.

b. 3 5 = .? Untuk menjalankan proses peragaan untuk bentuk operasi hitung seperti itu, harus mengacu pada prinsip kerja nomor 2 pada sub. bab pengurangan, yaitu dengan proses kerja sebagai berikut: 1 Tempatkanlah 3 buah manik-manik yang berwarna biru ke dalam papan peragaan. Hal ini untuk menunjukkan bilangan positif 3.

Karena operasi hitungnya berkenaan dengan pengurangan yaitu oleh bilangan positif 5, maka seharusnya kita memisahkan dari dalam papan peragaan tersebut manik-manik yang berwarna biru sebanyak 5 buah. Namun, untuk sementara pengambilan tidak dapat dilakukan. Mengapa ?

?
Akan diambil sebanyak 5 buah, tetapi hanya ada 3 buah

16

Agar pemisahan dapat dilakukan, maka kita perlu menambahkan 2 buah manik-manik yang berwarna biru dan 2 buah manik-manik yang berwarna kuning, tetapi letaknya harus dihimpitkan ke dalam papan peragaan. Setelah melalui proses tersebut, dalam papan peragaan terlihat ada 5 buah manik-manik yang berwarna biru dan 2 buah manik-manik yang berwarna kuning. Selanjutnya kita dapat memisahkan ke 5 buah manikmanik yang berwarna biru keluar dari papan peragaan. Dari hasil pemisahan tersebut, di dalam papan peragaan sekarang terdapat 2 buah manik-manik yang berwarna kuning (bernilai negatif 2). Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa 3 5 = -2.

netral

netral

diambil/dipisahkan

Berdasarkan proses kerja dari kedua peragaan di atas, secara realistik penggunaan alat peraga ini dapat memperlihatkan perbedaan proses untuk mendapatkan hasil dari operasi hitung dalam sistem bilangan bulat yang berbentuk a + (-b) dan a b, sekaligus memperlihatkan pula secara nyata keberlakuan konsep bahwa a b = a + (-b). Penggunaan alat peraga ini dapat dimanfaatkan oleh guru untuk melatih pola (logika) berpikir siswa dalam memahami suatu persoalan.

17

G. Pendekatan Permainan: Pengertian, Rasional Penggunaan, Teori Belajar

yang Mendasari, dan berbagai aspek yang harus diperhatikan Pembelajaran matematika

dalam

Dalam menghadapi berbagai permasalahan pendidikan matematika di sekolah, hal pertama yang harus dilakukan adalah menumbuhkan kembali minat siswa terhadap pelajaran matematika. Sebab, tanpa adanya minat, siswa akan sulit untuk belajar dengan baik. Untuk menumbuhkan kembali minat siswa ini, tentu terkait dengan berbagai aspek yang mempengaruhi proses pembelajaran matematika di sekolah. Aspek-aspek yang dimaksud meliputi: pendekatan yang digunakan, metodologi pembelajaran, maupun aspek-aspek lain yang mungkin tidak secara langsung berhubungan dengan proses pembelajaran matematika (misal, sikap orang tua terhadap matematika) Selain itu, untuk menumbuhkan minat ini dalam penyajiannya harus diupayakan dengan cara yang lebih menarik bagi siswa. Dalam pembelajaran matematika, sebenarnya memiliki banyak sisi yang menarik. Namun, hal itu seringkali diabaikan, sehingga matematika dikenal siswa hanya sebagai kumpulan rumus dan simbol-simbol belaka. Dalam penyelenggaraan pendidikan matematika di Indonesia, seringkali dijumpai guru lebih mengarahkan siswa untuk menerima matematika sebagai pengetahuan yang sudah jadi, sehingga proses pembelajaran lebih banyak didominasi oleh ceramah guru, siswa sama sekali tidak dilibatkan. Pendekatan tersebut tentu akan semakin mengentalkan dikotomi antara guru yang berperan sebagai subjek dan siswa sebagai objek pembelajaran. Untuk keluar dari situasi tersebut, dan juga sebagai salah satu alternatif untuk menumbuhkan minat siswa terhadap pelajaran matematika, guru perlu mempertimbangkan penggunaan pendekatan konstruktivisme. Dengan pendekatan ini,
18

siswa didorong untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran, sementara guru dapat berperan sebagai fasilitator. Dengan demikian proses pembelajaran akan benar-benar menjadi milik siswa. Selain itu, menyisipkan beberapa bentuk permainan dalam pembelajaran matematika dapat juga sebagai salah satu cara untuk menarik minat dan menghilangkan kejenuhan siswa di kelas. Di sisi lain, suatu hal yang menyenangkan bagi anak-anak adalah permainan, karena dunia anak tidak dapat lepas dari permainan. Menurut Monks (dalam Pitajeng, 2006) anak dan permainan merupakan dua pengertian yang hampir tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal itu berarti bahwa anak-anak tidak dapat dipisahkan dari permainan. Bagi anak, bermain merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan. Adalah suatu tindakan yang kurang bijaksana jika ada orang tua yang membebani anaknya dengan berbagai kegiatan belajar, les, atau kursus sampai anak kehilangan waktu bermainnya, meskipun dengan dalih untuk mempersiapkan masa depan anaknya. Menurut Ahmadi (dalam Pitajeng, 2006), permainan adalah suatu perbuatan yang mengandung keasyikan dan dilakukan atas kehendak sendiri tanpa paksaan dan bebas, dengan tujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu anak melakukan kegiatan tersebut. Dengan demikian, jika seorang anak melakukan kegiatan dengan asyik, bebas, dan mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan kegiatan tersebut, maka anak itu merasa sedang bermain-main. Jika kondisi tersebut diterapkan ke dalam pembelajaran matematika, maka pembelajaran tersebut merupakan hal yang menyenangkan bagi anak. Dalam matematika, cukup banyak topik yang dapat disajikan dalam bentuk permainan. Permainan sebenarnya belum cukup terdefinisi dan terstruktur untuk menjadi sebuah metode, pendekatan atau model pembelajaran, akan tetapi seorang
19

guru hendaknya mengetahui bahwa bermain dengan matematika merupakan salah satu sarana bagi siswa untuk mengekspresikan kemampuan yang telah dimilikinya. Menurut Dienes (dalam Rusefendi, 1992), tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk konkret, akan dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Jika benda atau objek konkret tersebut disajikan dalam bentuk permainan yang interaktif, maka akan sangat berperan bila benda atau objek konkret tersebut dimanipulasi dengan baik dalam pembelajaran matematika. Lebih lanjut Dienes (dalam Resnick dan Ford, 1981) mengemukakan bahwa perkembangan konsep matematika menurut teori belajarnya dapat dicapai melalui pola

berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian kegiatan belajarnya berjalan dari yang konkret ke simbolik melalui tahap-tahap belajar. Tahap belajar yang dimaksud di sini adalah interaksi yang direncanakan antara satu segmen struktur pengetahuan dan belajar aktif yang dilakukan melalui media pembelajaran matematika yang didisain secara khusus. Masih menurut Dienes bahwa permainan matematika sangat penting, sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkret dan lebih membimbing serta menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Lebih lanjut dikatakan bahwa objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Lebih lanjut Dienes (dalam Ruseffendi, 1992) mengatakan bahwa konsep-konsep matematika akan berhasil dipahami siswa jika dipelajari dalam 6 (enam) tahap berikut: 1) Permainan bebas ( free play); 2) Permainan yang disertai aturan (games); 3) Permainan kesamaan sifat (Searching

for communities); 4 Representasi (representation); 5) Simbolisasi (symbolization);


dan Formalisasi (formalization). Permainan interaktif merupakan suatu permainan yang dikemas dalam pembelajaran matematika sehingga anak menjadi aktif dan senang dalam belajar.
20

Oleh karena itu, jika guru dapat mengemas bentuk permainan sebagai suatu media atau pendekatan dalam membelajarkan matematika bagi anak, diharapkan anak akan senang belajar matematika sehingga proses pembelajaran menjadi efektif dan mendapatkan hasil belajar yang optimal. Sementara itu, tujuan efektif dari penerapan permainan adalah untuk meningkatkan kepuasan respon dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Rusefendi, E.T (dalam Darhim, 1986) menyatakan bahwa permainan dalam pembelajaran matematika bermanfaat untuk: 1) menimbulkan dan meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa, 2) menumbuhkan sikap yang baik (positif) terhadap matematika. Selain itu, permainan matematika itu dapat dikaitkan dengan salah satu atau lebih dari hal-hal berikut, untuk 1. mengembangkan konsep 2. latihan keterampilan 3. penguatan 4. memupuk kemampuan pemahaman 5. pemecahan masalah 6. hiburan Namun demikian, tidak selamanya permainan membuahkan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, agar permainan matematika mengenai sasaran hendaknya guru memperhatikan hal-hal berikut: 1) saat penggunaannya tepat, 2) sesuai dengan tujuan, dan 3) cara penggunaannya tepat pula (Rusefendi, E.T., 1979). Selain itu, dalam mempersiapkan rencana pembelajaran guru hendaknya

memperhatikan 6 (enam) aspek berikut, yaitu:

21

1. Tujuan matematika dalam permainan harus teridentifikasi dengan jelas dan harus disampaikan kepada siswa agar secara mental siswa siap mempelajari matematika melalui permainan. 2. Permainan yang digunakan harus sesuai dengan kurikulum pembelajaran matematika 3. Sumber-sumber untuk melengkapi permainan harus dipersiapkan 4. Strategi penilaian awal sebaiknya dipikirkan pula untuk menilai kesiapan belajar siswa melalui permainan 5. Strategi pembelajaran dalam melakukan permainan harus ditetapkan, dan 6. Strategi penilaian akhir sebaiknya dirumuskan dan digunakan untuk menilai keefektifan pembelajaran. Disamping ke 6 (enam) aspek tersebut, guru perlu memperhatikan pula beberapa pertimbangan berikut, yaitu: 1. Tujuan pendidikan dan keterbatasan permainan 2. Strategi pembelajaran dalam menggunakan permainan 3. Evaluasi keefektifan permaian sebagai alat-alat belajar 4. Tipe-tipe permainan, dan 5. Sumber-sumber permaian permainan dalam membantu siswa untuk mencapai tujuan

H. Permainan dalam Pembelajaran Bilangan Bulat Untuk menarik minat siswa dalam mempelajari bilangan bulat, permainan menebak hasil dari suatu cerita dapat digunakan oleh guru untuk menggiring siswa agar lebih dapat memaknai konsep yang ada operasi hitung bilangan bulat. Namun demikian, dalam menerapkan permainan ini, tentu harus disesuaikan dengan kompetensi akhir yang sudah ditetapkan.
22

Sebagai contoh, berikut disajikan bagaimana merancang permainan tersebut ke dalam pembelajaran bilangan bulat. Media : Alat Peraga Balok Garis Bilangan Kompetensi : Siswa dapat menghitung hasil dari operasi bilangan bulat yang melibatkan bilangan positif dan negatif. Topik : Operasi Hitung Bilangan Bulat Kelas : IV SD Berikut adalah contoh cerita yang harus ditebak bentuk operasi hitung dan hasilnya. Cerita ini harus dituliskan pada selembar kertas, kemudian kertas tersebut digulung atau dilipat sehingga teksnya tidak terlihat. Amir sedang menggerakkan mobil-mobilan di atas balok garis bilangan. Mula-mula ia gerakkan mobil-mobilan tersebut ke arah bilangan positif dan berhenti pada angka 5. Kemudian pada angka 5 tersebut mobil-mobilan berbalik arah dengan menghadapkan mukanya ke bilangan negatif, setelah itu mobil-mobilan dimundurkan sampai berhenti di angka 9. Bentuk operasi hitung dari cerita tersebut adalah . . . . Soal-soal seperti ini banyaknya dibuat sesuai kebutuhan, tentu mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan. Cara bermainnya adalah sebagai berikut:
1. Bentuk kelompok (4 sampai 5 orang) dan masing-masing kelompok diberi alat

peraga balok garis bilangan dan modelnya yang berupa mobil-mobilan.


2. Sejumlah gulungan atau lipatan kertas yang berisi soal cerita diletakkan di

meja guru. 3. Guru mengambil satu gulungan kertas secara acak dan membacakannya secara keras dan tegas agar dapat terdengar dengan baik oleh seluruh kelompok yang bermain. Sementara itu, masing-masing kelompok memperagakan instruksi yang ada pada soal cerita tersebut dan memberikan jawaban.

23

4. Guru segera merespon jawaban siswa dan memberikan skor 1 di papan tulis pada kelompok yang menjawab benar, demikian seterusnya sampai seluruh soal dalam gulungan habis dibacakan.
5. Kelompok yang dinyatakan menang jika kelompok tersebut paling banyak

menebak hasil dengan benar, sedangkan kelompok yang kalah adalah yang menebak hasil paling sedikit. 6. Setelah permainan selesai, guru hendaknya memberikan penguatan dan penegasan kembali agar pengetahuan yang didapat siswa lewat permainan tersebut bertambah mantap. Penguatan atau penegasan yang diberikan dapat berupa rangkuman dari materi ataupun penjelasan tambahan.
I.

Temuan-temuan Selama Proses Penggalian Informasi terkait dengan Uji

Coba Aplikasi Model Pembelajaran Bilangan Bulat Penentuan sekolah di wilayah Depok yang akan dijadikan target oleh penulis dalam rangka untuk mengaplikasikan model pembelajaran bilangan bulat yang seluruh desainnya dirancang oleh penulis, dimaksudkan semata-mata karena kemudahan penulis untuk memperoleh akses ataupun memperoleh responden yang dapat membantu penulis merealisasikan rencana pembelajarannya. Namun demikian, karena kendala teknis maka aplikasi model pembelajaran bilangan bulat tidak dapat dilaksanakan. Karena uji coba model tidak dapat dilaksanakan, penulis memohon ijin kepada pimpinan sekolah untuk dapat bertemu dengan guru yang mengajarkan matematika di sekolah tersebut guna melakukan wawancara dan pengisian kuesioner seputar masalah pembelajaran bilangan bulat dan persepsinya terhadap alat peraga yang penulis perlihatkan kepada yang bersangkutan. a. Seputar pengalaman saat mengajar materi bilangan bulat. Menurut pengakuannya saat diwawancarai, saat menyampaikan pengertian bilangan bulat beliau menyampaikannya secara langsung bahwa bilangan bulat
24

adalah bilangan yang terdiri atas bilangan negatif, nol, dan bilangan positif tanpa ada penjelasan mengapa harus ada bilangan bulat yang negatif. Sementara itu, saat memperagakan penyajian garis bilangan beliau menyampaikan apa adanya seperti yang dibacanya di buku dengan prinsip yang tidak konsisten. Saat ditanya mengapa gambar dari garis bilangan untuk operasi bilangan yang berbentuk 4 5 dan berbentuk 4 + (-5) gambarnya sama, beliau mengatakan bahwa untuk menggambarkan bentuk operasi 4 5 ke dalam garis bilangan, maka bentuk 4 5 harus diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk penjumlahan lawannya, karena memang konsepnya demikian. Selanjutnya, ketika beliau dimintai pendapatnya tentang bagaimana cara menentukan hasil dari operasi pengurangan bilangan bulat yang berbentuk 2 (-4), beliau langsung menyampaikan bahwa bentuk tersebut dapat diubah menjadi 2 + 4 dengan alasan bahwa minus ketemu minus menghasilkan positif. Padahal konsep perkalian bilangan bulat yang melibatkan bilangan negatif belum disampaikan di kelas 4. Komentar penulis terhadap situasi ini adalah bahwa jika informasi yang diberikan guru kepada siswa seperti itu tentu akan menjadi bumerang baginya jika tidak punya bekal pengetahuan, terutama jika ada siswa yang mempersoalkannya. b. Persepsi beliau terhadap alat peraga balok garis bilangan dan manik-manik. Menurut beliau kedua alat peraga tersebut cocok digunakan untuk menjelaskan operasi hitung bilangan bulat karena dapat menggambarkan secara kongkret proses perhitungan pada bilangan bulat. Melalui alat peraga tersebut, siswa akan merasa mudah mempelajari konsep operasi hitung bilangan bulat, siswa dapat menerapkan langsung pengoperasiannya. Kedua alat peraga tersebut sederhana dan tidak berbahaya. Menurut pengakuannya pula, dengan kedua alat peraga tersebut tentu siswa lebih mudah memahami bilangan bulat positif dan bilangan
25

bulat negatif dengan menetralkan bilangan tersebut. Alat peraga tersebut menarik dan tahan lama serta mudah membuatnya. Yang bersangkutan mengakui bahwa baru dilihatnya, selama ini beliau belum pernah menggunakan alat peraga tersebut di kelas karena belum mengetahuinya dan belum tersedia di sekolah. Beliau akan mencoba salah satu dari kedua alat peraga yang diperlihatkan karena menarik. Beliau juga setuju jika kedua alat peraga tersebut harus tersedia di sekolah dengan alasan, pembelajaran akan terasa lebih bermakna, membuat siswa tertarik dan aktif, siswa dapat belajar sambil bermain, melatih kreativitas siswa. Namun, menurutnya kedua alat peraga tersebut harus dilengkapi juga dengan panduan cara menggunakannya. Komentar umum beliau tentang kedua alat peraga: a. Balok Garis Bilangan Menarik, menyenangkan, lebih mudah digunakan Setiap sekolah seharusnya menyediakan alat ini Semua guru hendaknya menggunakan alat ini Mudah dalam penggunaannya dan pembuatannya Mungkin lebih dimengerti siswa Alat peraga ini dapat membuat siswa belajar sambil bermain karena

ada modelnya (boneka dan mobil-mobilan) Cocok untuk kelas rendah

b. Manik-manik Menarik meskipun agak sulit prinsip kerjanya dibandingkan dengan

balok garis bilangan Lebih mempunyai ciri dan kelihatan lebih indah Setiap sekolah seharusnya menyediakan alat seperti ini
26

Unik Semua guru hendaknya menggunakan alat peraga ini Cocok untuk kelas tinggi Warna-warnanya menarik perhatian siswa Dengan pendekatan himpunan siswa lebih mudah memahami konsep

c. Persepsi beliau terhadap RPP yang dikembangkan penulis Terkait dengan komentarnya tentang RPP yang dikembangkan penulis bahwa sepengetahuannya beliau belum pernah membuat RPP yang seperti itu. Beliau juga belum paham esensi mengapa harus ada tahap pendahuluan dan buat apa itu harus diadakan. Selama ini dalam membuat RPP, antara RPP yang satu dengan RPP yang lain pada bagian pendahuluan selalu ditulis dengan apersepsi dan salam. Kemudian dalam tahap penyajian yang dituliskan dibagian tersebut hanya langkah-langkah besarnya saja. Menurut pandangan penulis, RPP yang digunakan di sekolah tersebut ada hanya sekedar formalitas saja dan sama sekali tidak dijadikan acuan untuk menentukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran di kelas, tidak mengherankan kalau ada pernyataan dari guru bahwa selama ini mereka kekurangan waktu ketika menyampaikan materi pelajaran.

J. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan: 1. Bilangan bulat merupakan salah satu konsep dalam matematika yang dikeluhkan oleh para guru SD sebagai konsep yang sulit untuk disampaikan kepada siswa terutama tentang bilangan negatif dan operasi pengurangan bilangan bulat.
2. Untuk menjembatani proses berpikir anak pada taraf operasi kongkrit,

diperlukan secara mutlak penggunaan alat peraga untuk memudahkan anak menyerap dan mengenal konsep-konsep abstrak dari pelajaran matematika.
27

3. Alat peraga yang sesuai dengan kebutuhan bilangan bulat dan operasinya adalah balok garis bilangan dan dan manik-manik yang proses kerjanya mengacu pada pendekatan konsep kekekalan panjang dan himpunan. 4. Penggunaan alat peraga balok garis bilangan dan manik-manik secara realistik dapat digunakan untuk memvisualisasi seluruh bentuk operasi hitung pada sistem bilangan bulat, juga sebagai upaya untuk mengatasi kebuntuan guru dalam pembelajaran bilangan bulat.
5. Alat peraga balok garis bilangan dan manik-manik merupakan alat peraga yang

menggunakan aturan dalam menggunakannya. Berbeda dengan alat peraga yang biasa digunakan guru bahwa prinsip kerja kedua alat peraga tersebut selalu konsisten. Kedua alat peraga ini mudah dibuatnya dan dengan biaya yang murah serta tahan lama.
6. Penggunaan alat peraga balok garis bilangan dan manik-manik dapat pula

dimanfaatkan untuk memperlihatkan secara realistik keberlakuan konsep-konsep operasi hitung dalam sistem bilangan bulat.

Saran: 1. Setiap sekolah hendaknya menyediakan kedua alat peraga tersebut untuk digunakan guru dalam membelajarkan bilangan bulat. 2. Untuk memudahkan para guru dalam menggunakan kedua alat tersebut, perlu dilengkapi dengan panduan cara menggunakan dan cara membuatnya, serta video yang menayangkan tentang cara menggunakan kedua alat tersebut. 3. Terkait dengan RPP hendaknya dijadikan acuan bagi guru untuk menyajikan proses pembelajaran di kelas dan jangan hanya dijadikan sekedar formalitas saja.

28

4. Kiranya pemerintah (dalam hal ini Kementrian Pendidikan Nasional) perlu

meninjau kembali kebijakan yang menempatkan konsep tentang operasi hitung perkalian dan pembagian bilangan bulat beserta sifat-sifatnya pada struktur kurikulum di sekolah dasar, mengingat bahwa materi tersebut sangat abstrak dan sulit dijangkau oleh siswa yang taraf berpikirnya masih belum formal (relatif masih kongkret).
5. Kiranya

guru

perlu

mengembangkan

pendekatan

permainan

dalam

membelajarkan bilangan bulat di sekolah dasar agar siswa merasa senang dan berpikir positif terhadap pelajaran matematika.

K. Daftar Pustaka Augustine, C.D. dan Smith, C.W. Jr. 1992. Teaching Elementary School

Mathematics. Ohio. University, Athen : Harpercollin Publisher, Inc.


Darhim. 1986. Media dan Sumber Belajar Matematika. Jakarta: PusbitUniversitas Terbuka. Djaali. 1999. Materi Pelajaran Matematika SD Terlalu Abstrak dan Rumit. Jakarta: Kompas. Russefendi. 1988. Dasar-dasar Matematika Modern untuk Orang Tua Murid dan

Guru. Bandung: Tarsito.


Shadiq. 2000. Belajar dari Proses Penjumlahan Dua Bilangan Bulat untuk Membantu

Siswa Belajar. Buletin Pelangi Pendidikan Volume 2. Jakarta: Proyek Perluasan


dan Peningkatan Mutu SLTP. Jakarta: Ditjen-Dikdasmen. Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Konstatasi Keadaan Masa

Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Dikti-Diknas


Suparman, M.A. 2005. Garis-garis Besar Program Pengajaran dan Satuan Acara

Pengajaran. PAU-PPI: Depdiknas Ditjen Dikti

29

Van

De

Walle,

J.

A.

1990.

Elementary

School

Mathematics:

Teaching

Developmentally. Virginia Commonwealth University: Longman.

30

Anda mungkin juga menyukai