Anda di halaman 1dari 39

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Siklus

Belajar (Learning Cycle) – 7E untuk Meningkatkan


Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X
MIPA 4 di SMA Negeri 2 Singaraja

Oleh:
Nama : Ni Luh Putu Mertasari Afsari
NIM : 1513011038
Kelas : VIB

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2018
A. JUDUL PENELITIAN
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Siklus Belajar (Learning
Cycle) – 7E untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika
Siswa Kelas X MIPA 4 di SMA Negeri 2 Singaraja

B. IDENTITAS PENELITI
Nama : Ni Luh Putu Mertasari Afsari
NIM : 1513011038
Semester : VI
Program Studi : Pendidikan Matematika
Jurusan : Matematika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan

C. LATAR BELAKANG MASALAH


Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, yaitu untuk menjamin kelangsungan kehidupan dan
perkembangan bangsa itu sendiri. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Undang–
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 bahwa
“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat bangsa dan negara”.
Melalui pendidikan setiap peseta didik disediakan berbagai kesempatan
belajar untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk dapat
menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat. Untuk itu pendidikan harus
dilandaskan pada empat pilar pendidikan, yaitu (1) siswa mempelajari pengetahuan,
(2) siswa menggunakan pengetahuannya untuk mengembangkan keterampilan, (3)
siswa belajar menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk hidup, dan (4)
siswa belajar untuk menyadari bahwa adanya saling ketergantungan sehingga
diperlukan adanya saling menghargai antar sesama.

1
Pendidikan khususnya matematika merupakan ilmu pengetahuan yang
berangkat dari hal-hal abstrak cenderung sulit diterima dan dipahami oleh siswa.
Hal ini menyebabkan siswa kurang termotivasi dalam mempelajari matematika.
Keadaan ini menjadi bertambah sulit karena konsep matematika tersusun secara
hirarkis, yang berarti konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat harus benar-benar
dikuasai agar dapat memahami konsep selanjutnya. Oleh karena itu, jika seorang
siswa telah menguasai atau memahami konsep-konsep matematika yang diajarkan
maka hal tersebut akan sangat membantunya dalam memahami konsep-konsep
matematika yang dipelajari pada jenjang selanjutnya. Matematika merupakan
pelajaran yang dipelajari oleh semua siswa dari jenjang TK sampai Perguruan
Tinggi. Matematika merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten dengan
mempergunakan logika deduktif, artinya matematika merupakan pengetahuan yang
bersifat rasional yang kebenarannya tidak tergantung kepada pembuktian secara
empiris, tetapi secara deduktif. Selain itu matematika merupakan bahasa yang
melambangkan serangkaian makna dari peryataan yang ingin kita sampaikan.
Dalam pembelajaran matematika, banyak masalah yang terjadi saat kegiatan
pembelajaran matematika berlangsung. Beberapa masalah dalam pembelajaran
matematika diantaranya yaitu: motivasi belajar siswa yang rendah dan akan
mempengaruhi hasil belajarnyadalam.
Permasalahan pendidikan juga dialami di SMAN 2 Singaraja, Khususnya
kelas X MIPA 4, yang mana berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan
kepada beberapa orang siswa kelas X MIPA 4 SMAN 2 Singaraja, diperoleh
bahwa:
1. Siswa menyatakan bahwa mereka senang belajar matematika, namun ketika
ada soal yang susah untuk dikerjakan mereka mudah menyerah dalam
mengerjakannya.
2. Siswa menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika terlalu banyak
rumus, sehingga susah untuk dihafalkan.
3. Siswa menyatakan ketika belajar matematika, mereka bingung dan susah
mengerti apabila materi tersebut berkaitan dengan materi lainnya, yang
menyebabkan siswa tidak menyenangi materi yang sedang diajarkan.

2
4. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep yang diajarkan oleh
gurunya, ketika diberikan soal yang berbeda dengan contoh yang diberikan
siswa kebingungan untuk menjawabnya.
Selain wawancarabeberapa siswa, peneliti juga sempat melakukan wawancara
dengan guru mata pelajaran matematika SMA Negeri 2 Singaraja. Berdasarkan
hasil wawancara tersebut, diperoleh bahwa:
1. Siswa kurang motivasi dalam pembelajaran matematika, hal ini dapat dilihat
dari keinginan siswa untuk belajar matematika sudah ada namun tidak
dijalankan.
2. Beberapa siswa mengeluh ketika ada beberapa materi yang susah dipahami.
3. Siswa kurang latihan dalam mengerjakan soal-soal matematika, karena di
sekolah waktu pelajaran sangat singkat jadi untuk latihan biasanya diberikan
sebagai tugas, cenderung pekerjaan mereka satu kelas itu sama.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka dapat didiagnosa bahwa siswa


kelas kelas X MIPA 4 SMA Negeri 2 Singaraja. memiliki motivasi belajar yang
rendah. Namun, untuk lebih memastikannya, peneliti juga melakukan pengukuran
terhadap kemampuan matematika siswa kelas kelas X MIPA 4 SMA Negeri
Singaraja. Pengukuran dilakukan dengan melakukan tes tertulis pada Mei 2018
yang terdiri dari dua buah soal dimana tes ini sekaligus digunakan sebagai Fungsi,
namun dari kedua soal dipilih soal pertama saja untuk dianalisis untuk
merepresentasikan kemampuan matematika siswa. Hasil tes awal secara
keseluruhan yang peneliti lakukan pada Mei 2018 terhadap kelas X MIPA 4 SMA
Negeri 2 Singaraja menyatakan bahwa, hanya 75% siswa yang memperoleh nilai di
atas KKM. Permasalahan yang dialami oleh kelas X MIPA 4 SMA Negeri 2
Singaraja adalah kurangnya motivasi siswa dalam menjawab soal yang
mengakibatkan menurunnya prestasi siswa dalam pelajaran matematika, Oleh
karena itu, motivasi siswa perlu mendapat perhatian dan alternatif solusi yang tepat.
Selain melakukan wawancara dan melaksanakan tes, peneliti juga telah
melakukan observasi terhadap proses pembelajaran di kelas, sehingga berdasarkan
hasil observasi diketahui bahwa proses pembelajaran umumnya menggunakan
metode diskusi, dan ceramah. Namun sebagian besar siswa tidak memperhatikan
apa yang dijelaskan oleh gurunya karena merasa kegiatan pembelajaran

3
membosankan. Metode ceramah lebih berpusat kepada guru, sehingga motivasi
siswa akan semakin rendah serta hasil belajarnya kurang maksimal. Siswa terlalu
pasif, sedang guru terlalu aktif dan segala inisiatif datang dari guru. Aktivitas siswa
terbatas pada mendengar, mencatat, dan menjawab pertanyaan. Proses
pembelajaran seperti ini tidak dapat mendorong motivasi dan hasil belajar siswa
untuk bersemangat dalam mengikuti pembelajaran matematika di kelas.
Pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-
tidaknya sebagian besar peserta didik termotivasi, baik fisik, mental maupun sosial
dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan rasa percaya pada diri sendiri
dan hasil belajar yang baik. Berdasarkan hal tersebut, upaya guru dalam
mengembangkan motivasi dan hasil belajar siswa sangatlah penting, sebab motivasi
dan hasil belajar siswa menjadi penentu bagi keberhasilan pembelajaran yang
dilaksanankan.
Prestasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh motivasi siswa dalam belajar,
sehingga tingginya motivasi belajar siswa sangatlah penting. Untuk merealisasikan
hal tersebut, banyak alternatif solusi yang dapat dilakukan, salah satunya adalah
menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan indikator yang ingin dicapai
dan kondisi siswa. Model pembelajaran yang sesuai adalah model pembelajaran
yang sejalan dengan pandangan konstruktivis sehingga siswa memperoleh
kesempatan untuk aktif membangun sendiri pengetahuan dan pemahamannya, aktif
berpikir, merumuskan konsep, dan mengambil makna dari materi yang diajarkan.
Pandangan konstruktivis lebih berorientasi pada siswa, hal ini akan menyebabkan
siswa lebih banyak berpikir, mencari tau, dan menuangkan pikirannya sehingga
siswa benar-benar dapat memahami apa yang sedang diajarkan.
Slavin dan Abruscato (dalam Ridho, 2011:1) menyatakan bahwa salah satu
model yang dilandaskan atas teori konstruktivisme adalah model pembelajaran
kooperatif, yang mana siswa diberi kesempatan agar menggunakan secara sadar
strateginya sendiri dalam belajar, sedangkan guru membimbing siswa menuju
tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Model pembelajaran kooperatif pada
dasarnya menekankan pada keaktifan siswa untuk bekerja dalam suatu kelompok
heterogen, dimana siswa diberikan kesempatan untuk melakukan diskusi mengenai
permasalahan-permasalahan yang diberikan. Dengan keaktifan tersebut, pastilah

4
siswa akan lebih memahami apa yang sesungguhnya mereka pelajari, sebab yang
mereka pelajari adalah yang mereka pikirkan, katakan, dengarkan, dan lakukan,
bukan hanya apa yang mereka dengarkan saja, dengan pembelajaran seperti ini
tentunya siswa akan lebih termotivasi untuk belajar, karena pendapat mereka di
dalam kelas juga dihargai.
Model pembelajaran kooperatif dibagi lagi menjadi beberapa tipe, salah
satunya adalah model pembelajaran Kooperatif tipe Learning Cycle - 7E. Model
pembelajaran Kooperatif tipe Learning Cycle –7E adalah model pembelajaran yang
terdiri fase – fase atau tahap – tahap kegiatan yang diorganisasikan sedemikian rupa
sehingga siswa dapat menguasai kompetensi–kompetensi yang harus dicapai dalam
pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Model pembelajaran Kooperatif tipe
Learning Cycle – 7E ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengkostruksi pengetahuan dan pengalaman mereka sendiri dengan terlibat secara
aktif mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berfikir baik secara
individu maupun kelompok, sehingga siswa dapat menguasai kompetensi–
kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran. mpetensi yang harus dicapai
dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Model pembelajaran Kooperatif
tipe Learning Cycle - 7E merupakan salah satu model pembelajaran dengan
pendekatan kontruktivistik yang pada mulanya terdiri atas tiga tahap, yaitu:
exploration, invention, dan discovery. Tiga tahap tersebut saat ini dikembangkan
menjadi lima tahap oleh Anthony W lorsbach, yaitu: engagement, exploration,
explanation, elaboration, dan evaluation. Perkembangan model learning cycle
yang paling baru sudah memiliki tujuh fase sehingga sekarang dikenal dengan
model pembelajaran 7E. Perubahan yang terjadi pada tahapan 5E menjadi 7E terjadi
pada fase Engage menjadi dua yaitu Elicit dan Engage, sedangkan pada fase
Elaborate dan Evaluate menjadi tiga tahapan yaitu Elaborate, Evaluate, dan
Extend. Kelebihan Model pembelajaran Kooperatif tipe Learning Cycle – 7E
adalah memiliki tujuh siklus atau fase yaitu Elicit (Mendatangkan pengetahuan
awal siswa), Engage (Melibatkan), Explore (Menyelidiki), Explain (Menjelaskan),
Elaborate (Menerapkan), Evaluate (Menilai), Extend (Memperluas), dimana
aktivitas dalam siklus belajar bersifat fleksibel tetapi urutan fase belajarnya bersifat
tetap. Format belajar dalam siklus belajar dapat berubah tetapi urutan setiap fase

5
tersebut tidak dapat diubah atau dihapus. Sehingga siswa akan lebih mudah dalam
memahami materi yang diajarkan dengan adanya siklus yang beraturan dalam
pembelajaran. Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa Model
pembelajaran Kooperatif tipe Learning Cycle - 7E efektif untuk meningkatkan
motivasi belajar dan prestasi belajar siswa, salah satunya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Laelasari, Toto Subroto, Nurul Ikhsan K. dengan subjek penelitian
adalah seluruh mahasiswa FKIP Unswagati Program Studi Pendidikan ekonomi
tingkat I tahun akademik 2013/2014. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
model siklus belajar 7E yang diterapkan memberikan dampak tidak hanya pada
prestasi matematika mahasiswa melainkan juga pada ketetapan ilmu pengetahuan
yang diperoleh karena model ini menggunakan prinsip konstruktivis.
Berdasarkan pemaparan di atas, penerapan Model pembelajaran Kooperatif
tipe Learning Cycle - 7E secara teoritis mampu meningkatkan motivasi belajar dan
prestasi belajar siswa dalam pembelajarn matematika. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk menerapkan model pembelajaran pembelajaran inovatif dalam
pembelajaran matematika melalui penelitian yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Siklus Belajar (Learning Cycle) – 7E untuk
Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X MIPA
1 di SMA Negeri 2 Singaraja”

D. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana peningkatan motivasi dan hasil belajar matematika siswa kelas
X MIPA 4 di SMA Negeri 2 Singaraja melalui penerapan model
pembelarajan kooperatif tipe Siklus Belajar (Learning Cycle)–7E?
2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan dengan
model pembelarajan kooperatif tipe Siklus Belajar (Learning Cycle)–7E ?

E. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan penelitian yang diharapkan tercapai
pada penelitian ini adalah sebagai berikut

6
1. Untuk mengetahui peningkatan motivasi dan hasil belajar matematika siswa
kelas X MIPA 4 di SMA Negeri 2 Singaraja melalui penerapan model
pembelarajan kooperatif tipe Siklus Belajar (Learning Cycle) – 7E.
2. Untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan model model
pembelarajan kooperatif tipe Siklus Belajar (Learning Cycle) - 7E.

F. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi penulis
Sebagai calon guru, penulis dapat mengetahui secara langsung
permasalahan pembelajaran matematika di kelas tersebut serta melihat
kelemahan siswa khususnya dalam masalah kurangnya motivasi dan hasil
belajar matematika di SMA Negeri 2 Singaraja.
2. Bagi siswa
Siswa memperoleh model baru dalam pembelajaran yang akan
membuat mereka lebih semangat dan antusias dalam mengikuti
pembelajaran matematika di SMA Negeri 2 Singaraja.
3. Bagi guru
Dengan pengamatan penulis ini, penulis berharap guru mampu
menjadikannya sebagai bahan pertimbangan sebelum guru mengajar dan
menjadi bahan acuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar
matematika siswa di SMA Negeri 2 Singaraja.

G. DEFINISI OPERASIONAL
G.1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Learning Cycle - 7E
Model pembelajaran bersiklus pertama kali diperkenalkan oleh
Robert karplus dalam science curriculum improvement study/SCIS
(Throwbridge & Bybee 1996). Learning cycle atau siklus belajar adalah
suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa yang merupakan
rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa
sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus
dicapai dalam pembelajaran dengan berperan aktif. Menurut Renner
pembeajaran bersiklus atau Learning Cycle adalah suatu model

7
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Ciri khas
model pembelajaran Learning Cycle ini adalah setiap siswa secara
individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan guru
yang kemudian hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok
untuk didiskusikan oleh anggota kelompok, dan semua anggota
kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai
tanggung jawab bersama. Siklus belajar merupakan suatu
pengorganisasian yang memberikan kemudahan untuk penguasaan
konsep-konsep baru dan untuk menata ulang pengetahuan siswa. model
pembelajaran siklus belajar/ Learning Cycle dapat meningkatkan sikap
ilmiah siswa karena model pembelajaran ini memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuan yang dimiliki serta
mengaitkan konsep-konsep yang sudah dipahami dengan konsep-konsep
yang akan dipelajari sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Model pembelajaran Learning Cycle merupakan salah satu model
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis yang pada mulanya
terdiri atas tiga tahap, yaitu: eksplorasi (exploration), menjelaskan
(explanation), dan memperluas (elaboration/extention), yang dikenal
dengan Learning Cycle-3E. Pada proses selanjutnya, tiga tahap siklus
tersebut mengalami perkembangan menjadi lima tahap, yaitu:
pembangkitan minat/mengajak (engagement), eksplorasi/menyelidiki
(exploration), menjelaskan (explanation), memperluas
(elaboration/extention), dan evaluasi (evaluation), sehingga dikenal
dengan Learning Cycle - 5E. Perkembangan model learning cycle yang
paling baru sudah memiliki tujuh fase sehingga sekarang dikenal
dengan model pembelajaran 7E. Perubahan yang terjadi pada tahapan 5E
menjadi 7E terjadi pada fase Engage menjadi dua yaitu Elicit dan
Engage, sedangkan pada fase Elaborate dan Evaluate menjadi tiga
tahapan yaitu Elaborate, Evaluate, dan Extend.

8
G.2. Motivasi Belajar Matematika
Motivasi belajar merupakan dua kata yang mempunyai makna
yang berbeda, namun kedua kata tersebut saling berhubungan dan dapat
membentuk satu arti kata.
Kata motivasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu “Motivation” yang
artinya alasan, daya batin atau dorongan. Sedangkan secara etimologi
motivasi berasal dari kata motif. Kata motif diartikan sebagai daya upaya
yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat
dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk
melakukan aktivitas – aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan.
Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan
kondisi – kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan
sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan
atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Motivasi dalam psikologi,
diartikan sebagai segala sesuatu yang menjadi pendorong timbulnya
suatu tingkah laku. Motivasi adalah kekuatan yang mendukung
seseorang untuk melakukan suatu kegiatan.
Jadi motivasi dalam kegiatan belajar matematika, dapat dikatakan
sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
subjek belajar ini dapat tercapai. Jadi motivasi belajar adalah sesuatu
kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar, dimana
kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan dan cita – cita,
baik yang tergolong rendah atau tergolong tinggi, yang menggerakan
prilaku manusia termasuk prilaku belajar dengan mengaktifkan,
menggerakan dan mengarahkan tingkah laku individu dalam belajar
untuk mencapai cita – cita yang diharapkan.
Menurut Uno (2008) indikator motivasi belajar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: (1) Adanya hasrat dan keinginan
berhasil, (2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (3) Adanya
harapan dan cita-cita masa depan, (4) Adanya penghargaan dalam
belajar, (5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.

9
G.3. Hasil Belajar Matematika
Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari
seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa. Hasil berlajar berasal dari
dua kata dasar yaitu hasil dan belajar, istilah hasil artinya sebagai sebuah
prestasi dari upaya yang dilakukan sedangkan belajar artinya suatu
proses perubahan dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut
ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah
laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, pemahaman,
keterampilan, daya piker dan kemampuan lainnya. (Thursan Hakim,
2002).
Jadi hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh individu
setelah melakukan kegiatan belajar yang membawa suatu perubahan dari
diri seseorang untuk mencapai tujuan diantaranya siswa dapat mencapai
prestasi yang maksimal sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki,
serta siswa dapat mengatasi berbagai macam kesulitan belajar yang
mereka alami khususnya dalam pembelajaran matematika. Indikator
hasil belajar yang akan peneliti bahas pada proposal ini adalah hasil
belajar dari ranah kognitif.

H. KAJIAN PUSTAKA
H.1 Pembelajaran Matematika
H.1.1. Pembelajaran
Istilah pembelajaran identik dengan kata “mengajar” yang berasal dari
kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya
diketahui (diturut), kemudian ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an”
menjadi “pembelajaran” yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau
mengajarkan sehingga anak didik mau belajar.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu
dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap
dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah

10
proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses
pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di
manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip
dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda.
Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta didik menjadi kompetensi.
Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa ada orang yang
membantu.
Dibawah ini akan dikemukakan beberapa istilah pembelajaran menurut
para ahli. Menurut Syaiful Sagala (61: 2009) “pembelajaran adalah
membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar
yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.” Pembelajaran
merupakan proses komunikasi dua arah. Erman Suherman (2003: 8)
mengartikan “pembelajaran sebagai upaya penataan lingkungan yang memberi
nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.”
Menurut Sugihartono (2007: 81) “pembelajaran adalah suatu upaya yang
dilakukan oleh guru untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisir,
dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa
dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil
yang optimal.” Pembelajaran menurut Degeng (dalam Panawar, 2012:22)
adalah “upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini, secara
implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan,
mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang
diinginkan.”
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari
guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku
pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya
kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena
adanya usaha.

H.1.2. Matematika
Matematika adalah salah satu pengetahuan tertua dan dianggap sebagai
induk atau alat dan bahasa dasar banyak ilmu. Istilah matematika diambil dari

11
salah satu kata dalam bahasa Latin yaitu manthanein atau mathema yang
berarti belajar atau hal yang dipelajari, yang semuanya berkaitan dengan
penalaran. Sedangkan matematika di dalam bahasa Belanda dikenal dengan
sebutan wiskunde yang memiliki arti ilmu pasti. Secara umum matematika
berarti sebuah ilmu pasti yang berkenaan dengan penalaran. Matematika lebih
menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari
hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-
pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran
(Russeffendi, 1980:148).
Johnson dan Rising (Erman Suherman, 2003: 19) sebagai pola berpikir,
pola mengorganisasi, pembuktian yang logik, bahasa yang menggunakan
istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat representasinya
dengan simbol dan padat. Matematika menurut Erman Suherman (2003:253)
adalah “disiplin ilmu tentang tata cara berfikir dan mengolah logika, baik
secara kuantitatif maupun secara kualitatif.” Menurut Suwarsono, matematika
adalah ilmu yang memiliki sifat khas yaitu; objek bersifat abstrak,
menggunakan lambang-lambang yang tidak banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, dan proses berpikir yang dibatasi oleh aturan-aturan
yang ketat. Menurut Johnson dan Myklebust yang dikutip oleh Mulyono
Abdurrahman (2002:252) “matematika adalah bahasa simbiolis yang fungsi
praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan
keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.”
Definisi atau pengertian tentang matematika yang dikemukan oleh
Soedjadi (2000:11) yaitu: 1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan dan
terorganisir secara sistematik; 2) Matematika adalah pengetahuan tentang
bilangan dan kalkulasi; 3)Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran
logik dan berhubungan dengan bilangan; 4) Matematika adalah pengetahuan
tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk; 5)
Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik; 6)
Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika
merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar yang

12
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,
representasinya dengan lambang-lambang atau simbol dan memiliki arti serta
dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan bilangan.

H.2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Siklus Belajar (Learning


Cycle)–7E dalam Kaitannya dengan Proses Pembelajaran di Kelas
Karplus & Thier (1967) mendefinisikan learning cycle adalah suatu
model pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar. Learning cycle
merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan yang diorganisir sedemikian rupa
sehingga peserta belajar dapat menguasai sejumlah kompetensi yang harus
dicapai dalam pembelajaran melalui peran aktivitas siswa. Learning cycle
pada mulanya terdiri atas fase-fase eksplorasi, pengenalan konsep dan
aplikasi konsep (Dorlince,2008). Dari pendapat yang dikemukakan oleh
Karplus ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran learning cycle
berpusat pada siswa sehingga siswa secara aktif menemukan konsep sendiri.
Untuk mewujudkan hal tesebut, learnin cycle terdiri atas tahapan-tahapan
yang terorganisir sehingga pemahaman siswa dapat terkonstruksi dengan
baik.
Model pembelajaran learning cycle pertama kali berkembang pada akhir
1950an dan awal 1960an pada zaman reformasi kurikulum oleh Atkin
dan Karplus. Kemudian pada tahun 1967 Karplus dan Thier mengemukakan
bahwa tiga fase dari model pembelajaran learning cycle terdiri atas
preliminary exploration, invention, dan discovery. Pada awalnya model
learning cycle ini baru digunakan di program sains sekolah dasar yaitu
Science Curriculum Improvement Study (SCIS). Namun kemudian
berkembang bahkan sampai ke universitas (Bybee et.al, 2006: 6-7).

Gambar 1. Fase Learning Cycle – 3E

13
Model pembelajaran learning cycle tidak berhenti dengan hanya tiga
siklus. Pada pertengahan 1980an Biological Science Curriculum Study
(BSCS) mengambangkan model learning cycle menjadi lima fase yaitu terdiri
dari fase engage, explore, explain, elaborate dan evaluate. Perkembangan ini
dilakukan dengan menambahkan fase engage di awal pembelajaran yang
bertujuan untuk menggali pengetahuan awal siswa dan fase evaluate
ditambahkan di akhir pembelajaran yang bertujuan untuk menilai pemahaman
siswa, sedangkan fase pemahaman konsep dan aplikasi konsep diganti
dengan istilah baru yaitu explain dan elaborate (Bybee et.al., 2006: 8).

Gambar 2. Perubahan Fase Learning Cycle – 3E ke Learning Cycle – 5E

Perkembangan model learning cycle yang paling baru sudah memiliki


tujuh fase sehingga sekarang dikenal dengan model pembelajaran 7E.
Perubahan yang terjadi pada tahapan 5E menjadi 7E terjadi pada fase Engage
menjadi dua yaitu Elicit dan Engage, sedangkan pada fase Elaborate dan
Evaluate menjadi tiga tahapan yaitu Elaborate, Evaluate, dan Extend.
Perubahan tahapan learning
cycle dari 5E menjadi 7E ditunjukkan pada Gambar berikut ini:

14
Gambar 3. Perubahan Fase Learning Cycle – 5E ke Learning Cycle – 7E

Eisenkraft (2003) menjelaskan kegiatan setiap tahapan learning cycle 7E


sebagai Elicit, Engage, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, dan Extend.
1. Elicit (Mendatangkan pengetahuan awal siswa)
Pada fase ini, guru berusaha menimbulkan pemahaman awal siswa. Penelitian
di bidang kognitif sains menujukan bahwa pemahaman awal
merupakan komponen yang penting dalam proses pembelajaran. Penelitian ini
juga menunjukan bahwa siswa lebih mahir menerapkan konsep dibanding
siswa lain, (Bransford et.al. dalam Eisenkraft, 2003: 57). Fase ini dapat
dilakukan dengan cara guru memberi pertanyaan pada siswa mengenai suatu
fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan materi yang akan
dipelajari. Namun pada fase ini, guru tidak memberitahukan jawaban yang
benar dari pertanyaan yang telah diajukan. Pada fase ini guru hanya
memancing rasa ingin tahu siswa sehingga siswa akan lebih termotivasi untuk
belajar agar dapat mengetahui jawaban sebenarnya dari pertanyaan tersebut.
2. Engage (Melibatkan)
Fase ini digunakan untuk memusatkan perhatian siswa, merangsang
kemampuan berfikir siswa serta membangkitkan minat dan motivasi siswa
terhadap konsep yang akan diajarkan. Pada fase ini siswa dilibatkan

15
dalam kegiatan demonstrasi, diskusi, eksperimen atau kegiatan lain. Pada
fase ini siswa diajarkan untuk berhipotesis yaitu menyusun jawaban
sementara dari masalah yang akan mereka diskusikan atau praktikan.
Selain itu, menonton beberapa video juga memiliki potensi tinggi untuk
memotivasi siswa (Huang, 2009: 3).
3. Explore (Menyelidiki)
Pada fase ini siswa memperoleh pengetahuan dengan
pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep yang dipelajari.
Siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama secara mandiri dalam
kelompok-kelompok kecil. Pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk
mengamati data, merekam data, mengisolasi variabel, merancang dan
merencanakan eksperimen, membuat grafik, menafsirkan hasil,
mengembangkan hipotesis serta mengatur temuan mereka. Guru
merangkai pertanyaan, memberi masukan, dan menilai pemahaman siswa.
4. Explain (Menjelaskan)
Pada fase ini siswa diperkenalkan pada konsep, hukum dan teori baru.
Siswa menyimpulkan dan mengemukakan hasil dari temuannya pada fase
explore. Guru mengenalkan siswa pada beberapa kosa kata ilmiah, dan
memberikan pertanyaan untuk merangsang siswa agar menggunakan
istilah ilmiah untuk menjelaskan hasil eksplorasi.
5. Elaborate (Menerapkan)
Pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk menerapkan
pengetahuannya pada situasi baru. Pada fase ini, guru memberikan
permasalahan yang terkait dengan materi yang telah diajarkan untuk
dipecahkan oleh siswa.
6. Evaluate (Menilai)
Fase evaluasi model learning cycle - 7E terdiri dari evaluasi formatif
dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif tidak boleh dibatasi pada siklus-
siklus tertentu saja, sebaiknya guru selalu menilai semua kegiatan siswa.
Apabila dalam pembelajaran dilakukan praktikum maka pengujian harus
termasuk pertanyaan yang berkaitan dengan kegiatan praktikum. Selain itu,
guru juga mendapatkan umpan balik dari hasil siswa dan dapat

16
memodifikasi strategi pengajaran mereka untuk kursus berikutnya (Huang,
2009: 3).
7. Extend (Memperluas)
Pada fase extend guru membimbing siswa untuk menerapkan
pengetahuan yang telah didapat pada konteks baru. Fase ini dapat
dilakukan dengan cara mengaitkan materi yang telah dipelajari dengan
materi selanjutnya.
Ketujuh tahapan di atas adalah hal-hal yang harus dilakukan guru dan siswa
untuk menerapkan learning cycle - 7E pada pembelajaran di kelas. Guru dan
siswa mempunyai peran masing-masing dalam setiap kegiatan pembelajaran
yang dilakukan dengan menggunakan tahapan dari learning cycle. Arah
pembelajaran serta aktivitas guru dan siswa yang dianjurkan oleh National
Science Teachers Association (NSTA) dalam setiap tahap dalam learning
cycle - 7E dapat dilihat pada Tabel dibawah

17
Fas Arah Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
e
Explore •Melakukan •Menjelaskan •Melakukan
eksperimen maksud dari eksperimen untuk
•Mencatat data, pembelajaran mendapatkan data
membuat yaitu untuk •Mencatat data,
grafik,menginterpreta malaksanakan membuat grafik, dan
sihasil eksperimen atau menginterpretasikan
•Diskusi diskusi hasil
•Guru membimbing •Memandu dan •Diskusi dalam
dan memeriksa membimbing siswa kelompok untuk
pemahaman siswa dalam melakukan menjawab
Explain eksperimen permasalahan yang
•Siswa •Membimbing •Melakukan presentasi
mengkomunikasikan •Memberi
siswa dalamwaktu disajikan dalam
dengan cara LKS
apa yang telah yang cukup kepada
menyiapkan menjelaskan data yang
dieksplorasi secara siswa
laporanuntuk
(data diperoleh dari hasil
tertulis dan lisan menyelesaikan
dan eksperimen
eksperimen
kesimpulan)
•Menyimpulkan •Mendengarkan
hasil eksplorasi eksperimen penjelasan
•Pembenaran •Menganjurkan kelompok lain
siswa untuk •Mengajukan
menjelaskan pertanyaan terhadap
laporan penjelasan kelompok
eksperimen lain
dengan kata-kata •Mendengarkan dan
mereka sendiri memahami
•Memfasilitasi penjelasan/klarifikasiya
siswa untuk ng disampaikan oleh
melakukan guru (jika ada)
presentasi •Menyimpulkan hasil
laporan eksperimen berdasarkan
eksperimen data yang telah didapat
Elaborat •Transfer •Mengarahkan
•Mengajak siswa siswa dan petunjuk istilah
•Menggunakan
e pembelajaran pada data dan
untuk menggunakan (penjelasan)
umum dan dari guru
•Aplikasi dari petunjuk
istilah telah
umum pengetahuan yang
pengetahuan baru diperoleh
•Memberikan dari soal baru
yang telah pengalaman
atau permasalahan •Menggunakan informasi
didapatkan sebelumnya atau dari
dan mengarahkan sebelumnya yang didapat
hasil eksperimen
siswa untuk untuk bertanya,
untuk mendapatkan
menyelesaikan mengemukakan pendapat
kesimpulan
•Menganjurkan dan membuat keputusan
siswa untuk •Menerapkan
menggunakan pengetahuan yang
konsep yang telah baru untuk
mereka dapatkan menyelesaikan soal

18
Extend •Menghubungkan •Memperlihatkan •Membuat hubungan
satu konsep ke hubungan antara antara konsep yang telah
konsep lain konsep yang dipelajari dengan
•Menghubungkan dipelajari dengan kehidupan sehari-hari
subjek satu ke konsep yang lain sebagai gambaran
subjek lain •Memberikan aplikasi konsep yang
pertanyaan untuk nyata
membantu siswa •Menggunakan
melihat hubungan pengetahuan dari hasil
antara konsep yang eksperimen untuk
dipelajari dengan bertanya dan menjawab
konsep/topik yang pertanyaan dari guru,
lain terkait dengan konsep
•Mengajukan yang telah dipelajari
pertanyaan •Berfikir, mencari,
tambahan yang menemukan dan
sesuai dan menjelaskan contoh
Evaluate •Melakukan •Memberikan
berhubungan •Mengerjakan
penerapan konsep kuisyang
penilaian: penguatan
dengan kehidupan •Menjawab
telah dipelajari
•Formatif terhadap konsep
sehari-hari sebagai pertanyaan lisan yang
•Summatif yang telah
aplikasi konsep dari diajukan oleh guru (baik
•Informal dipelajari
materi yang berupa pendapat
•formal •Melakukan
dipelajari maupun fakta)
penilaian kinerja
melalui observasi
Tabel 1. Arah pembelajaran serta aktivitas
selamaguru dan siswa yang dianjurkan oleh
proses
NSTA dalam setiap tahap dalam learning cycle - 7E
pembelajaran
•Memberikan kuis
Kelebihan dari model learning cycle - 7E menurut Lorsbach, sebagaimana
dikutip oleh Hardiansyah (2010: 24) antara lain:
1. Merangsang siswa untuk mengingat materi pelajaran yang telah
mereka dapatkan sebelumnya.
2. Memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi lebih aktif dan
menambah rasa keingintahuan siswa.
3. Melatih siswa belajar melakukan konsep melalui kegiatan
eksperimen.
4. Melatih siswa untuk menyampaikan secara lisan konsep yang telah
mereka pelajari.
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, mencari,
menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah
dipelajari.

19
6. Guru dan siswa menjalankan tahapan-tahapan pembelajaran yang
saling mengisi satu sama lainnya.
7. Guru dapat menerapkan model ini dengan metode yang berbeda-
beda.
Kelemahan model learning cycle - 7E menurut Fajaroh (2008) adalah:
1. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang mengusai materi
dan langkah-langkah pembelajaran.
2. Menuntut kesunggahan dan kreativitas guru dalam merancang
dan melaksanakan proses pembelajaran.
3. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun
rencana dan melaksanakan pembelajaran.

H.3. Motivasi Belajar Matematika


Matematika pada hakikatnya merupakan suatu ilmu yang cara
bernalarnya deduktif formal dan abstrak (objek-objek penelaahannya abstrak
hanya ada dalam pemikiran manusia sehingga hanya suatu hasil karya dari
kerja otak manusia). Objek penelaahan matematika tidak sekedar kuantitas
berupa bilangan-bilangan serta operasinya yang tidak banyak artinya dalam
matematika, tetapi lebih dititikberatkan kepada hubungan, pola, bentuk, dan
stuktur (unsur ruang).
Kendala dalam mengajar matematika memang bukan saja terletak pada
tingkat kesulitan materi, akan tetapi pada kurangnya motivasi belajar dari
dalam diri siswa untuk belajar matematika. Sedangkan motivasi merupakan
salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan
pembelajaran. Motivasi belajar siswa sangat berkaitan erat dengan perasaan
atau pengalaman emosioal, sehingga upaya guru untuk memotivasi siswanya
dapat dilakukan dengan cara menimbulkan rasa puas atau rasa telah mencapai
keberhasilan pada diri siswa.
Banyak siswa mengalami kesulitan dalam belajar metematika. Motivasi
sangat berpengaruh dalam pembelajaran khususnya matematika. Motivasi
adalah suatu sugesti atau dorongan yang muncul karena diberikan oleh
seseorang kepada orang lain (motivasi dari luar) atau dari diri sendiri (motivasi

20
dari dalam). Motivasi mempengaruhi proses pembelajaran. Kurangnya
motivasi menyebabkan anak malas belajar dan pasif dalam kegiatan belajar.
Akibatnya proses belajar tidak berlangsung dengan baik dan berimbas pada
hasil yang diperoleh siswa tidak maksimal. Motivasi siswa rendah akibat
banyaknya permasalahan yang dihadapi siswa. Dari sekian banyak
permasalahan yang ada beberapa permasalahan yang cukup menonjol antara
lain: (1) Banyak siswa mempunyai kemampuan dasar matematika yang kurang
terhadap materi yang akan dipelajari, (2) Siswa kurang memahami tentang
manfaat dari materi yang akan di pelajari, (3) Siswa tidak memiliki rasa
kepercayaan diri dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi.
Untuk meningkatkan motivasi anak guru perlu menyusun stategi dalam
memberikan meteri pelajaran, antara lain: (1) Sebelum memberikan materi
pelajaran perlu memberikan pemahaman tentang manfaat materi yang akan
dipelajari, (2) Guru perlu mengetahui kemampuan dasar siswa dan memastikan
bahwa kemampuan tersebut cukup digunakan sebagai dasar dalam
mempelajari materi yang akan diberikan, (3) Guru perlu membangun rasa
percaya diri anak dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Dengan
tiga strategi tersebut diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa dalam
belajar matematika.
Berdasarkan penelitian Monique Boekarts, guru memberikan
pembelajaran matematika dimulai dengan apa yang diketahui siswa sehingga
siswa cenderung termotivasi karena mereka merasa bisa terlebih dahulu.
Dalam memberikan tugas atau pekerjaan rumah mulailah dari soal yang
mudah, sedang, dan selanjutnya tugas hendaklah meningkatkan motivasi siswa
misalnya pengerjaan secara berkelompok. Selain itu guru juga harus
menghargai setiap usaha dari siswa sekecil apapun usaha siswa karena hal itu
menunjukkan bahwa siswa memiliki motivasi terhadap matematika. Guru juga
harus memberikan umpan balik atau feedback terhadap tugas, pekerjaan rumah,
dan ulangan sehingga siswa mengetahui hasil usaha atau prestasinya serta
dijadikan sebagai motivasi agar prestasi siswa lebih meningkat dari
sebelumnya.

21
Menurut Houghton Mifflin dalam Psychology Applied To Teaching
terdapat beberapa saran untuk memotivasi siswa saat pembelajaran yaitu: (1)
Berikan perlakuan yang membantu siswa menempatkan diri mereka dan
bekerja ke arah tujuan jangka panjang, (2) Pastikan bahwa siswa mengetahui
apa yang mereka lakukan, bagaimana melanjutkan langkah, dan bagaimana
menentukan kapan mereka telah mencapai tujuan pembelajaran, (3) Membuat
segala kemungkinan agar memenuhi dapat meminimalkan kekurangan seperti
aspek psikologi, kenyamanan, kesesuaian, dan penghargaan.

H.4. Hasil Belajar Matematika


Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah
proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku
baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan siswa sehingga
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Menurut Bloom, hasil belajar atau tingkat
kemampuan yang dapat dikuasai oleh siswa mencakup tiga aspek yaitu:
a. Kemampuan Kognitif adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek
intelektual atau secara logis yang biasa diukur dengan pikiran atau nalar.
Kawasan ini terdiri dari:
1) Pengetahuan (Knowledge), mencakup ingatan akan hal-hal yang
pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan.
2) Pemahaman (Comprehension), mengacu pada kemampuan
memahami makna materi.
3) Penerapan (Application), mengacu pada kemampuan menggunakan
atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru
dan menyangkut penggunaan aturan dan prinsip.
4) Analisis (Analysis), mengacu pada kemampuan menguraikan materi
ke dalam komponen-komponen atau faktor penyebabnya, dan
mampu memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan
yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih
dimengerti.

22
5) Sintetis (Synthesis), mengacu pada kemampuan memadukan konsep
atau komponen - komponen sehingga membentuk suatu pola
struktur atau bentuk baru.
6) Evaluasi (Evaluation), mengacu pada kemampuan memberikan
pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu.
b. Kemampuan Afektif (The affective domain) adalah kawasan yang
berkaitan dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap,
kepatuhan terhadap moral. Kawasan ini terdiri dari:
1) Kemampuan Menerima (Receiving), mengacu pada kesukarelaan
dan kemampuan memperhatikan respon terhadap stimulasi yang
tepat.
2) Sambutan (Responding), merupakan sikap siswa dalam memberikan
respon aktif terhadap stimulus yang datang dari luar, mencakup
kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan partisipasi dalam
suatu kegiatan.
3) Penghargaan (Valving), mengacu pada penilaian atau pentingnya
kita mengaitkan diri pada objek pada kejadian tertentu dengan
reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak
memperhitungkan.
4) Pengorganisasian (Organization), mengacu pada penyatuan nilai
sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan.
5) Karakteristik nilai (Characterization by value), mencakup
kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian
rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi
pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya20.
c. Kemampuan Psikomotorik (The psikomotor domain) adalah kawasan yang
berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem
syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini
terdiri dari:
1) Persepsi (Perseption), mencakup kemampuan untuk mengadakan
diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan

23
perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masingmasing
rangsangan.
2) Kesiapan (Ready), mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya
dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan.
3) Gerakan Terbimbing (Guidance response), mencakup kemampuan
untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik, sesuai dengan contoh
yang diberikan.
4) Gerakan yang Terbiasa (Mechanical response), mencakup kemampuan
untuk melakukan sesuatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena
sudah dilatih secukupnya, tanpa memperhatikan lagi contoh yang
diberikan.
5) Gerakan Kompleks (Complexs response), mencakup kemampuan
untuk melaksanakan suatu keterampilan, yang terdiri atas beberapa
komponen dengan lancar, tepat, dan efisien.
6) Penyesuaian Pola Gerak (Adjusment), mencakup kemampuan untuk
mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan
kondisi setempat.
7) Kreatifitas (Creativity), mencakup kemampuan untuk melahirkan
aneka pola gerak-gerik yang baru atas dasar diri sendiri.
Dari ketiga kemampuan ini dijadikan dasar sebagai kemampuan
yang harus dimiliki oleh siswa untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar
dalam menempuh pembelajaran selanjutnya. Berdasarkan pengertian di
atas, peneliti berpendapat bahwa hasil belajar merupakan perubahan
prilaku, tingkah laku, sifat, maupun sikap yang terjadi setelah mengikuti
proses belajar mengajar. Hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan
siswa dalam hal penguasaan materi yang telah dipelajari.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika merupakan
sebuah proses akhir belajar siswa setelah memahami dan menguasai sebuah
pengetahuan atau ilmu matematika. Oleh karena itu, di dalam proses
pembelajaran matematika seorang guru harus menciptakan suasana
lingkungan yang memungkinkan bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan
pembelajaran yang baik. Sehingga pengetahuan atau ilmu dapat dipahami

24
oleh siswa. Karena hasil belajar matematika adalah untuk membekali siswa
pada pembelajaran matematika dalam kompetensi tertentu.

H.5. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Siklus Belajar (Learning


Cycle)–7E dan Kaitannya dengan Motivasi dan Hasil Belajar
Matematika Siswa
Berbagai permasalahan dihadapi oleh guru dalam pembelajaran yaitu pada
mata pelajaran matematika, salah satunya adalah kesulitan siswa dalam belajar
matematika yang benar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru harus cerdas
dalam menerapkan suatu model pembelajaran yang inovatif. Banyak jenis-jenis
model pembelajaran yang dapat digunakan, salah satunya model pembelajaran
cooperative learning. Dalam cooperative learning, siswa terlibat aktif pada
proses pembelajaran sehingga memberikan dampak postif terhadap kualitas
interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk
meningkatkan prestasi belajarnya. Siswa bukan lagi sebagai objek
pembelajaran, namun bias juga berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya.
Cooperative learning juga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik,
membentuk hubungan persahabatan, menimba informasi, belajar
menggunakan sopan-santun, meningkatkan motivasi siswa dan belajar
mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam
menghargai pikiran orang lain. Dalam cooperative learning siswa diminta
untuk bekerja sama menyelesaikan masalah dengan menyatakan pendapat
demi memperoleh keberhasilan yang optimal baik kelompok maupun
individual.
Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah Learning Cycle –
7E. Model Learning Cycle–7E adalah model pembelajaran yang terdiri fase –
fase atau tahap – tahap kegiatan yang diorganisasikan sedemikian rupa
sehingga siswa dapat menguasai kompetensi–kompetensi yang harus dicapai
dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif.
Pembelajaran Learning Cycle dinilai cocok diterapkan di Sekolah
Menengah Atas khususnya untuk pelajaran matematika, karena sesuai dengan
inti dari pembelajaran Learning Cycle yaitu siswa aktif dalam pembelajaran

25
dan belajar sesui dengan fase – fase yang telah ditentukan. Siswa dapat beajar
efektif dengan perasaan senang, karena siswa bisa mendiskusikan gagasan atau
yang menjadi pemikirannya dalam proses pembelajaran. Hal ini sangat baik,
karena akan terbentuk persepsi bahwa matematika merupakan pelajaran yang
sangat menarik, dan tujuan pembelajaran akan tercapai sehingga hasil belajar
siswa juga akan baik.
Selain itu sekarang ini dalam proses pembelajaran di tumpukan
berdasarkan competence based dimana pembelajaran lebih di fokuskan siswa
mencari sendiri, guru hanya sebagai fasilitator untuk keberhasilan belajar
tersebut. Kemudian dikatakan pendidikan berkualitas yaitu pendidikan yang
perolehan hasil belajar yang maksimal oleh siswa, baik itu hasil belajar dalam
bentuk kognitif, afektif maupun psikomotor. Hasil belajar siswa sangat
dipengaruhi oleh kegiatan proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat
beberapa faktor yang merupakan penentu lancar atau tidaknya kegiatan proses
pembelajaran. Pada pembelajaran sekarang siswa betul-betul dituntut
perhatiannya kepada pelajaran, karena mereka harus mengkaitkan materi
pelajaran dan berusaha membeberkan atau mencetuskan pendapatnya sendiri.
Dimana semua itu akan diperoleh jika menggunakan model yang inovasi dan
menarik bagi siswa. Dengan demikian proses pembelajaran yang
menggunakan model pembelajaran Learning Cycle akan memberikan hasil
belajar yang lebih tinggi bagi siswa yang mempunyai motivasi rendah.

H.6. Kerangka Berpikir


Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika dan siswa
kelas X MIPA 4 SMA Negeri 2 Singaraja dan dari hasil observasi di kelas X
MIPA 4 SMA Negeri 2 Singaraja, terlihat fakta bahwa rendahnya motivasi dan
hasil belajar matematika siswa. Dilihat dari hasil observasi kondisi kelas
tersebut, sebagian siswa hanya diam dan menerima saat guru menjelaskan.
Kemudian dari hasil tes awal yang dilakukan, banyak siswa yang mendapatkan
nilai di bawah KKM yaitu 68. Selain itu banyak siswa yang terlihat mengantuk
saat proses pembelajaran matematika berlangsung. Dapat diidentifikasikan
bahwa mungkin faktor yang menyebabkan permasalahan tersebut adalah

26
metode yang digunakan guru adalah metode ceramah yang hanya berpusat
pada guru. Sehingga karena metode yang diterapkan masih bersifat
konvensional mengakibatkan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran
rendah karena proses pembelajaran dirasa membosankan.
Motivasi dan hasil belajar memiliki kaitan yang sangat erat, jika siswa
memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar maka hasil belajarnya akan
maksimal. Kurangnya motivasi menyebabkan anak malas belajar dan pasif
dalam kegiatan belajar. Akibatnya proses belajar tidak berlangsung dengan
baik dan berimbas pada hasil yang diperoleh siswa tidak maksimal. Motivasi
siswa rendah akibat banyaknya permasalahan yang dihadapi siswa. Dari sekian
banyak permasalahan yang ada beberapa permasalahan yang cukup menonjol
antara lain: (1) Banyak siswa mempunyai kemampuan dasar matematika yang
kurang terhadap materi yang akan dipelajari, (2) Siswa kurang memahami
tentang manfaat dari materi yang akan di pelajari, (3) Siswa tidak memiliki
rasa kepercayaan diri dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang
dihadapi. Jika motivasi belajar siswa rendah maka akan berpengaruh terhadap
hasil belajarnya. Hasil belajar matematika merupakan sebuah proses akhir
belajar siswa setelah memahami dan menguasai sebuah pengetahuan atau ilmu
matematika. Oleh karena itu, di dalam proses pembelajaran matematika
seorang guru harus menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan
bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang baik.
Dalam hal ini, guru harus mencoba menggunakan model pembelajaran
yang tepat yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Learning Cycle.
Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Learning Cycle dilakukan dengan beberapa tahap yaitu Elicit (Mendatangkan
pengetahuan awal siswa), Engage (Melibatkan), Explore (Menyelidiki),
Explain (Menjelaskan), Elaborate (Menerapkan), Evaluate (Menilai), Extend
(Memperluas), sehingga dikenal dengan Learning Cycle - 7E. Pembelajaran
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Cycle dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika siswa. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

27
Learning Cycle dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika
siswa kelas X MIPA 4 SMA Negeri 2 Singaraja.

H.7. Penelitian yang Relevan


- Penelitian yang dilakukan oleh Laelasari, Toto Subroto, Nurul Ikhsan K
yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 7e
Dalam Kemampuan Representasi Matematis Mahasiswa”
menyimpulkan bahwa a). Berdasarkan hasil analisis terdapat perbedaan
rata-rata kemampuan representasi matematis antara mahasiswa yang
pembelajarannya dengan menggunakan learning cycle 7E dengan
pembelajaran secara konvensional. b). Berdasarkan hasil analisis
terdapat peningkatan kemampuan representasi matematis yang
signifikan pada mahasiswa yang pembelajarannya menggunakan
learning cycle 7E.
- Penelitian yang dilakukaan oleh Yeti Sumiyati, Atep Sujana, dan Dadan
Djuanda yang berjudul “Penerapan Model Learning Cycle 7e Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Proses Daur Air”
Berdasarkan hasil penelitian tindakan dan pembahasan yang telah
dipaparkan mengenai penerapan model learning cycle 7E untuk
meningkatkan hasil belajar siswa kelas V A SDN Panyingkiran II
Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang pada materi proses
daur air, dapat ditarik simpulan bahwa pembelajaran dengan
menerapkan model learning cycle 7E dapat meningkatkan kinerja guru
pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, aktivitas siswa, dan hasil
belajar siswa.
- Penelitian yang dilakukan oleh Kasmadi1, Abdul Gani Haji, dan
Yusrizal yang berjudul “Model Pembelajaran Learning Cycle 7e
Berbantu Ict Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan
Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Larutan Penyangga”
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran learning cycle 7E berbantu ICT dapat
meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan penguasaan konsep

28
larutan penyangga siswa SMAN 1 Glumpang Baro. Nilai penguasaan
konsep adalah 21,25 meningkat menjadi 61,88 setelah pembelajaran.
Peningkatan padakategori sedang (N-gain = 52,55), sedangkan nilai
kemampuan berpikir kritis adalah 21,25 meningkat menjadi 76,25
setelah pembelajaran. Peningkatan pada kategori sedang (N-gain =
67,44).
- Penelitian yang dilakukan oleh Partini, Budijanto dan Syamsul Bach,
yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 7e
Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa” Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran learning
cycle 7E dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X
SMA Muhammadiyah 1 Kota Madiun pada kompetensi dasar
menganalisis hidrosfer dan dampaknya bagi kehidupan di muka bumi.
Pada saat penerapan model pembelajaran learning cycle 7E guru perlu
memerhatikan pengelolaan kelas yang baik terutama saat berdiskusi
untuk lebih intensif dalam memberi motivasi siswa yang kurang peduli
sehingga pelaksanaan kegiatan pembelajaran dapat berlangsung sesuai
dengan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan.
- Penelitian yang dilakukan oleh Ina Nur Adilah dan Rini Budiharti yang
berjudul “Model Learning Cycle 7E Dalam Pembelajaran IPA
Terpadu” yang menyimpulkan bahwa model ini merupakan model
pembelajaran yang berbasis konstruktivisme yang terdiri dari tujuh fase
berupa Elicit, Engage, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, dan
Extend yang terorganisasi dan berpusat pada siswa sehingga siswa
secara aktif menemukan konsep sendiri. Model ini cocok apabila
diterapkan dalam pembelajaran IPA karena memiliki korespondensi
dengan hakikat IPA yang meliputi empat unsur yakni sikap, proses,
produk, dan aplikasi. Model ini dapat menumbuhkan keterlibatan siswa
dalam pembelajaran secara aktif.
- Penelitian yang dilakukan oleh Zulfani Aziz yang berjudul
“Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle 7e Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Usaha

29
Dan Energ” yang menyimpulkan bahwa bahwa penggunaan model
learning cycle 7E dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII A
SMP Negeri 9 Semarang pada pokok bahasan Usaha dan Energi secara
signifikan meskipun masih rendah. Dalam pelaksanaannya model
learning cycle 7E diimplementasikan dengan pemberian penghargaan
pada siswa yang aktif, pada siswa yang mendapatkan nilai tertinggi saat
ulangan, serta pada kelompok dengan hasil praktikum dan diskusi
terbaik.
H.8. Hipotesis Tindakan
Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Cycle
motivasi dan hasil belajar matematika siswa kelas X MIPA 4 SMA Negeri 2
Singaraja dapat meningkat.

I. METODE PENELITIAN
I.1. Jenis Penelitian
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dengan tujuan meningkatkan hasil belajar matematika di
kelas X MIPA 4 SMA Negeri 2 Singaraja. Iskandar (2012: 21) menyatakan bahwa
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu kegiatan penelitian ilmiah yang
dilakukan secara rasional, sistematis, dan empiris reflektif dalam berbagai tindakan
yang dilakukan oleh guru dan dosen (tenaga pendidik), kolaborasi (tim peneliti)
yang sekalihus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu perncanaan sampai
penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar, untuk meningkatkan kondisi
pembelajaran yang dilakukan.
Jenis penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kolaboratif dimana inisiatif untuk melaksanakan penelitian dilakukan
dari pihak luar yang berkeinginan untuk memecahkan masalah pembelajaran.
Penelitian ini akan menciptakan kolaborasi atau partisipasi antara peneliti dan guru
kelas sehingga dapat membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran di kelasnya.
Peneliti terlibat langsung dalam proses penelitian mulai dari tahap perencanaan
sampai akhir dengan hasil penelitian berupa laporan. Selanjutnya peneliti

30
memantau, mencatat, mengumpulkan data, menganalisis data, serta berakhir
dengan pelaporan hasil penelitian.

1.2. Subjek dan Tempat Penelitian


Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MIPA 4 SMA Negeri 2
Singaraja yang berada di Jl. Srikandi, Baktiseraga, kec. Buleleng, kab. Buleleng.
Siswa kelas X MIPA 4 SMA Negeri 2 Singaraja berjumlah 36 orang yang terdiri
dari 15 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan. Adapun alasan dipilihnya kelasX
MIPA 4 SMA Negeri 2 Singaraja, karena sebagian besar siswa kelas X MIPA 4
SMA Negeri 2 Singaraja memiliki motivasi dan hasil belajar yang rendah. Hal
tersebut dapat dilihat dari nilai tes awal yang dilakukan peneliti, siswa masih
banyak yang di bawah KKM.

1.3. Objek Penelitian


Objek dalam penelitian ini adalah motivasi dan hasil belajar matematika siswa
kelas X MIPA 4 SMA Negeri 2 Singaraja semester genap tahun ajaran 2017/2018
terhadap model pembelajaran kooperatif tipe Learning Cycle – 7E

I.4 Prosedur Penelitian


Penelitian ini dibagi menjadi dua kegiatan yaitu refleksi awal dan
pelaksanaan penelitian. Berikut pemaparannya.
1. Refleksi Awal
Kegiatan pada refleksi awal meliputi observasi dan wawancara dengan
guru matematika kelas X MIPA 4 SMA Negeri 2 Singaraja dengan tujuan
memperoleh informasi lebih banyak mengenai masalah yang dialami oleh siswa
kelas X MIPA 4 dalam proses pembelajaran khususnya pada pelajaran
matematika. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, diperoleh hasil
seperti yang telah dipaparkan pada latar belakang.
Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut, peneliti dan guru mata
pelajaran matematika sepakat untuk merancang suatu pembelajaran yang secara
teoritis mampu meningkatkan motivasi belajar dan prestasi matematika siswa
yaitu melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Learning Cycle –

31
7E di kelas X MIPA 4 SMA Negeri 2 Singaraja. Dalam perencanaan tindakan
dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut.
a. Peneliti dan guru menyepakati penerapan model pembelajaran Learning
Cycle – 7E di kelas X MIPA 4
b. Peneliti dan guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
berdasarkan model pembelajaran Learning Cycle – 7E
c. Guru dan peneliti menyiapkan media pembelajaran berupa LKPD yang
sesuai.
d. Guru melakukan proses pembelajaran sesuai dengan fase-fase dalam model
pembelajaran koperatif tipe Learning Cycle – 7E.
e. Menyusun instrumen untuk mengukur kemampuan matematika yang
dimiliki siswa.
1. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilakukan sebanyak 2 siklus, dimana setiap siklus
terdiri dari 4 pertemuan dimana pertemuan tersebut dibagi menjadi 2 proses
yaitu proses mengajar sebanyak 3 kali dan pengambilan nilai 1 kali.
Pengambilan nilai dilakukan setiap akhir dari masing-masing siklus.
2. Observasi dan Evaluasi
Observasi dilaksanakan selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Observasi dilaksanakan untuk mengetahui kelemahan atau kendala yang
dihadapi serta keunggulan pada proses pembelajaran selama menerapkan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Learning Cycle – 7E. Pada tahap ini
peneliti dan guru secara bersama-sama mengidentifikasi kendala yang dialami
selama pembelajaran berlangsung. Setelah itu, guru dan peneliti mencari solusi
agar pelaksanaan pada siklus berikutnya dapat meminimalisir kendala yang
terjadi pada siklus tersebut.
3. Refleksi
Refleksi yang dilaksanakan mengacu pada hasil yang diperoleh pada
kegiatan observasi dan evaluasi selama proses pembelajaran. Peneliti bersama
guru mengkaji kembali kelemahan yang masih terjadi pada proses pembelajaran
yang dilaksanakan. Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar memperbaiki dan

32
menyempurnakan perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada siklus
sebelumnya.
Setiap siklus dilaksanakan selama 4 kali pertemuan yang terdiri 3
pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan 1 kali pertemuan untuk melakukan
tes akhir siklus.
Penelitian Tindakan Kelas dilakukan dengan refleksi awal terlebih
dahulu kemudian implementasi siklus yang dirancang 1 siklus, namun jika hasil
yang didapatkan tidak sesuai dengan indikator keberhasilan maka akan
dilanjutkan siklus selanjutnya dengan menggunakan hasil refleksi pada siklus
sebelumnya. Rancangan penelitian ini digambarkan pada gambar berikut.

Gambar 4. Siklus Penelitian


(Sumber: Hopkins dalam Arikunto, 2009: 105)
Keterangan:
R0 = Refleksi awal,
Pi = Perencanaan tindakan pada siklus ke-i,
Ai = Pelaksanaan tindakan pada siklus ke-i,
Oi/Ei = Observasi dan evaluasi pada siklus ke-i,
Ri = Refleksi pada siklus ke-i, dengan i = 1, 2.

I.5. Teknik Pengumpulan Data


Berdasarkan judul proposal penelitian ini yakni “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Siklus Belajar (Learning Cycle) – 7E untuk
Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X MIPA 4 di
SMA Negeri 2 Singaraja” dapat diketahui bahwa penelitian ini terdiri dari dua
variabel yaitu:
Variabel bebas (X) : Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
(Learning Cycle) – 7E.

33
Variabel terikat (Y) : Motivasi dan hasil belajar matematika
Setiap tindakan penelitian, peneliti menggunakan instrumen sebagai alat bantu
peneliti dalam memperoleh data yang akurat. Dalam hal ini peneliti
menggunakan metode sebagai berikut.
a. Teknik Tes
Tes diartikan sebagai suatu alat pengukur yang berupa serangkaian
pertanyaan yang harus dijawab secara sengaja dalam suatu situasi yang
distandarisasikan, dan yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan
dan hasil belajar individu atau kelompok, dalam penelitian ini peneliti
menggunakan tes tulis yaitu berupa tes essay. Tes bentuk essay adalah
sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat
pembahasan atau uraian kata-kata. Tes essay ini digunakan untuk
mengukur pemahaman siswa yang akan diberikan pada setiap siklus.
Jumlah soal yang diberikan adalah 5 butir soal.
b. Observasi
Observasi adalah suatu cara untuk mengungkap sikap/perilaku siswa
dalam belajar matematika, sikap guru serta interaksi antara siswa
dengan guru dan siswa dengan siswa selama proses pembelajaran
berlangsung. Observasi ini dilakukan oleh guru dan hasil observasi ini
dijadikan dasar refleksi dan tindakan yang dilakukan.
c. Catatan Lapangan
Dalam hal ini, catatan lapangan digunakan untuk mencatat kejadian-
kejadian penting yang muncul pada saat proses pembelajaran
matematika berlangsung. Model catatan lapangan dalam penelitian ini
adalah catatan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan guru
matematika.

I.6. Teknik Analisis Data


I.6.1 Analisis Data Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa
Data motivasi dan hasil belajar matematika siswa dianalisis dengan
menentukan rata- rata skor motivasi dan hasil belajar matematika siswa dengan
rumus:

34
n

X i
X  i 1

Keterangan:
X = rata – rata nilai motivasi dan hasil belajar matematika siswa
n

X
i 1
i = jumlah nilai motivasi dan hasil belajar matematika siswa

n = banyak siswa
Rata – rata skor motivasi dan hasil belajar matematika siswa yang
diperoleh dicocokkan dengan kriteria penggolongan sebagai berikut.
No Rentang Skor Kriteria
1 X  MI  1,8 SDI Sangat Baik

2 MI  0,6 SDI  X  MI  1,8 SDI Baik

3 MI  0,6 SDI  X  MI  0,6 SDI Cukup Baik

4 MI  1,8 SDI  X  MI  0,8 SDI Kurang Baik

5 X  MI  1,8 SDI Sangat Kurang Baik

Tabel 2. Kriteria penggolongan rata – rata nilai motivasi dan hasil belajar
matematika siswa (dimodifikasi dari Candiasa, 2010)
dengan:
1
MI = (skor maksimum ideal + skor minimum ideal)
2
1
SDI = ( skor maksimum ideal - skor minimum ideal)
6
Motivasi dan hasil belajar matematika siswa siswa dikatakan
meningkat jika rata – rata nilai tes matematika siswa ( X ) pada siklus II lebih
dari siklus I dan rata – rata nilai tes matematika siswa ( X ) pada siklus III
lebih dari siklus II. Adapun persentase peningkatan rata – rata nilai motivasi
dan hasil belajar matematika siswa dihitung dengan rumus sebagai berikut.
X i 1  X i
Pi   100%
Xi

35
Keterangan:
Pi : persentase peningkatan rata – rata nilai motivasi dan hasil belajar
matematika siswa

X i 1 : rata – rata nilai motivasi dan hasil belajar matematika siswa siklus
ke- i + 1

Xi : rata – rata nilai motivasi dan hasil belajar matematika siswa pada
siklus ke – i

1.6.2 Analisis Data tentang Respon Siswa


Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika setelah
diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing terhadap
pendapat siswa yang dituangkan dalam angket respon siswa. Data respon siswa

dianalisis berdasarkan rata – rata skor respon siswa R , Mean Ideal (MI), dan
Standar Deviasi Ideal (SDI).
Rata – rata skor respon siswa dihitung dengan menggunakan rumus
n

R i
R i 1

n
Keterangan:
R = rata – rata skor respon siswa
n

R
i 1
i = jumlah skor respon siswa

n = banyak siswa
Adapun penggolongan respon siswa menggunakan krtiteria sebagai berikut.
No Rentang Skor Kriteria
1 R  MI  1,8 SDI Sangat
Positif
2 MI  0,6 SDI  R  MI  1,8 SDI Positif

3 MI  0,6 SDI  R  MI  0,6 SDI Cukup


Positif

36
4 MI  1,8 SDI  R  MI  0,6 SDI Kurang
Positif
5 R  MI  1,8 SDI Sangat
Kurang
Positif
Tabel 3. Penggolongan rata – rata respon siswa
(dimodifikasi dari Candiasa, 2010)

dengan:
1
MI = (skor maksimum ideal + skor minimum ideal)
2
1
SDI = ( skor maksimum ideal - skor minimum ideal)
6

1.7. Indikator Keberhasilan


Sebagai indikator keberhasilan penelitian ini adalah jika materi pelajaran telah
dipahami secara klasikal dan minimal 85% proses pelaksanaan tindakan telah
sesuai dengan skenario pembelajaran. Seorang siswa dikatakan telah mencapai
ketuntasan belajar secara perorangan apabila siswa tersebut telah memperoleh nilai
minimal 68.

37
Daftar Pustaka
Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Badan Standar Nasonal Pendidikan. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah Standak Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jakarta:
BSNP.
Dina Nur Adilah, Rini Budiharti. 2015. Model Learning Cycle 7E Dalam
Pembelajaran IPA Terpadu. Prosiding Seminar Nasional Fisika dan
Pendidikan Fisika (SNFPF) Ke-6 2015. 6(1): 212 – 217
Eisenkraft, A. 2003. Expanding the 5E Model a proposed 7E Model Emphasizes.
a Journal for High School Science Educators Published by The National
Science Teachers Association the Science Teacher Vol. 70, No.6
Kasmadi, Abdul Gani Haji, Yusrizal. 2016. Model Pembelajaran Learning Cycle
7e Berbantu Ict Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan
Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Larutan Penyangga. Jurnal
Pendidikan Sains Indonesia. 04(02):106-112
Laelasari, Toto Subroto, Nurul Ikhsan K. 2014. Penerapan Model Pembelajaran
Learning Cycle 7e Dalam Kemampuan Representasi Matematis
Mahasiswa. Jurnal Euclid. 1(2): 82 – 92
Mulyasa, E. (2009). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Partini, Budijanto, Syamsul Bachri. 2017. Penerapan Model Pembelajaran
Learning Cycle 7e Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.
Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan. 2(2): 268 – 272
Yeti Sumiyati, Atep Sujana, adan Djuanda. 2016. Penerapan Model Learning Cycle
7e Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Proses Daur Air.
Jurnal Pena Ilmiah. 1(1): 41 – 50
Zulfani Aziz. 2013. Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle 7e Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Usaha Dan
Energi. Skripsi. Tidak di terbitkan. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang: Semarang

Anda mungkin juga menyukai