Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PEMBELAJARAN TERPADU DI SD

Dosen Pengampu:
Ni Wayan Rati, S.Pd., M.Pd.

Oleh:
Ni Wayan Nindya Yutami (2011031013)
5A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2022
KESULITAN DALAM MEMAHAMI KEMAMPUAN MATEMATIKA DASAR
SEHINGGA PELAJARAN MATEMATIKA TETAP MENJADI PELAJARAN
YANG MENAKUTKAN
a. Latar Belakang Permasalahan
Usia siswa dalam kelompok kelas rendah, yaitu 6 atau 7 hingga 8 atau 9 tahun. Siswa
yang berada dalam kelomok ini termasuk pada rentangan anak usia dini. Masa usia dini
ini adalah masa yang pendek namun sangat krusial bagi kehidupan seseorang. Oleh
lantaran itu, dalam masa ini semua potensi yg dimiliki anak perlu didorong sehingga
akan berkembang secara optimal. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan
operasional konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku
belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu
aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak,
(2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional
untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan
keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan
sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas,
dan berat (Sekar & Kawuryan, n.d.). Matematika merupakan ilmu yang wajib dipelajari
untuk semua jenjang pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Menurut
(Rasyid, 2021) pembelajaran matematika pada sekolah dasar bertujuan agar siswa
memiliki keterampilan dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam
kehidupan sehari-hari. Namun, pembelajaran matematika sering dianggap sulit dan
menjadi pelajaran yang menakutkan bagi siswa.
Penulis melakukan beberapa kajian literatur berkaitan dengan hasil penelitian tentang
kesulitan dalam memahami kemampuan matematika dasar sehingga pelajaran
matematika tetap menjadi pelajaran yang menakutkan.
Menurut (Utari et al., 2019) kesulitan yang sering dialami oleh siswa yaitu kesulitan saat
mengerjakan soal cerita karena kurang mampu memahami maksud soal dan
kebingungan saat menentukan operasi hitung yang akan dipakai. Biasanya, siswa
membutuhkan waktu yang sangat lama dalam menyelesaikan soal berbentuk cerita.
Siswa sering melakukan kesalahan saat menghitung dan siswa kurang teliti dalam
mengerjakan soal cerita matematika.
Dalam (Rahajeng, 2011) kesulitan belajar matematika tidak selalu disebabkan oleh
faktor intelegensi yang rendah, akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor selain
intelegensi. Faktor tersebut yakni minat dan motivasi siswa untuk belajar matematika.
Minat belajar dari dalam individu sendiri merupakan faktor yang sangat dominan dalam
pengaruhnya pada kegiatan belajar, karena jika dalam diri individu tidak mempunyai
kemauan atau minat untuk belajar maka pelajaran yang diterimanya hasilnya akan sia-
sia. Motivasi juga sangat menentukan keberhasilan belajar. Motivasi merupakan
dorongan untuk mengerjakan sesuatu. Dorongan tersebut ada yang datang dari dalam
individu yang bersangkutan dan ada pula yang datang dari luar individu, seperti peran
orang tua, teman dan guru.
Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan di SDN 8 Banjar Anyar terhadap
Bapak I Ketut Suarma dan Ibu Dayu Sri Astiti selaku guru Matematika di SDN 8 Banjar
Anyar, terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi kesulitan siswa dalam memahami
kemampuan matematika dasar sehingga menjadi ketakutan sendiri bagi siswa terhadap
pelajaran matematika. Hal tersebut diantaranya:
1. Guru yang tidak memiliki kompetensi yang cukup dalam ilmu matematika
Seorang guru matematika dituntut harus memiliki kemampuan memadai dalam
bidang ilmu yang diajarkannya, yakni memiliki pengusaaan bidang ilmu yang di-
ajarkan dan loyal dengan ilmu tersebut, yakni terus mengikuti perkembangan
dengan senantiasa meningkatkan keilmuannya lewat bacaan, menulis, serta
mengikuti tulisan-tulisan dalam jurnal. Dalam hal ini, banyak guru yang tidak
memiliki kompetensi dasar matematika malah mengajarkan matematika kepada
siswa. Hal ini tentu akan berdampak buruk kepada siswa, salah satunya yaitu
terjadi miskonsepsi atau penanaman konsep yang keliru. Penanaman konsep
yang salah akan berdampak secara berkelanjutan terhadap pemahaman siswa
mengenai pembelajaran matematika. Pelajaran matematika yang seharusnya
mudah dipahami oleh siswa, namun guru tersebut tidak memiliki kompetensi
yang cukup maka matematika akan sulit dipahami oleh siswa.
2. Strategi Mengajar Guru yang Kurang Bervariasi
(Khauro et al., 2020) Guru menggunakan model ceramah dan tidak ada alat bantu
seperti alat peraga yang di gunakan saat pembelajaran berlangsung sehingga
terdapat permasalahan siswa kurang dalam memahami materi matematika yang
telah di jelaskan. Berdasarkan tes hasil belajar, ketika siswa selesai di berikan
materi yang di berikan pada guru kemudian siswa diminta untuk menyelesaikan
soal yang berisi 10 soal sehingga kkm yang didapat siswa tidak pencapai kkm,
dikarenakan guru hanya mengajar dengan menggunakan model konvensional
dan tidak ada alat bantu beruapa media atau alat peraga. Jika guru mneggunakan
model pembelajaran dengan mengunakan model-model pembelajaran yang lain
seperti model kooperatife learning mungkin siswa dapat saling bertukar pikiran
atau beradu pendapat dengan berkelompok sehingga memermudah
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.
3. Guru Tidak Menggunakan Media Konkret
Usia 7-12 tahun merupakan usia ketika anak sudah memasuki masa sekolah.
Sebagaimana menurut teori kognitif Piaget, pemikiran anakanak usia sekolah
dasar disebut pemikiran operasional konkret (concrete operational). Makna
operasional konkret yang dimaksud oleh Piaget yaitu kondisi dimana anak-anak
sudah dapat memfungsikan akalnya untuk berfikir logis terhadap sesuatu yang
bersifat konkret atau nyata. Pada tahapan ini, pemikiran logis menggantikan
pemikiran intuitif (naluri) dengan syarat pemikiran tersebut dapat diaplikasikan
menjadi contoh-contoh yang konkret atau spesifik. Akan tetapi, kekurangan dari
pada fase ini adalah ketika anak dihadapkan dengan pemasalahan yang bersifat
abstrak (secara verbal) tanpa adanya objek nyata, maka ia akan mengalami
kesulitan bahkan tidak mampu untuk menyelesaikannya dengan baik. Anak
hanya dapat memecahkan suatu masalah ketika objek dari masalah tersebut
bersifat empirik (nyata) atau ditangkap oleh paca indra mereka, bukan yang
bersifat khayal (Agung, 2019).
4. Faktor Keluarga
Orangtua yang tidak mendukung proses belajar anak juga mempengaruhi minat
dan motivasi siswa dalam mencoba untuk memahami pelajaran matematika.
Anak yang dimarahi ketika tidak bisa atau tidak memahami suatu materi akan
merasa sangat down dan tidak ingin melanjutkan lagi pembelajaran yang mereka
terima. Orangtua perlu mendukung proses belajar anak setidaknya dengan
memberikan sedikit motivasi dalam bentuk verbal agar anak tersebut tidak
mudah menyerah untuk mencoba memahami materi.
b. Analisis dari Hasil Kajian Literatur dan Wawancara
Berdasarkan beberapa kajian literatur dan wawancara yang telah penulis lakukan, maka
dapat dianalisis bahwa matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang menakutkan
karena beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Secara singkatnya dapat
penulis jabarkan sebagai berikut:
➢ Siswa cenderung sulit memahami soal matematika dalam bentuk cerita, sehingga
membuat siswa tidak memiliki motivasi belajar ataupun mencoba memahami.
➢ Mindset atau pola pikir siswa yang tidak berubah mengenai matematika
merupakan pelajaran yang sulit dan menyeramkan.
➢ Guru yang tidak memiliki kompetensi khusus dalam matematika malah mengajar
matematika sehingga muncul adanya perbedaan penanaman konsep kepada
siswa.
➢ Metode mengajar guru yang masih bersifat konvensional dan hampir tidak
pernah menggunakan media pembelajaran.
➢ Orangtua yang tidak mendukung proses belajar anak, misalnya saat anak tidak
paham mengenai pembelajaran matematika orangtua mereka memarahi mereka.
➢ Siswa yang sama sekali tidak memiliki minat dan motivasi untuk mempelajari
pelajaran matematika.
c. Akar Penyebab Masalah
Berdasarkan beberapa penyebab masalah yang telah penulis kaji melalui kajian
literatur dan hasil wawancara, maka menurut penulis akar penyebab masalah
matematika dianggap pelajaran yang sulit dan menyeramkan adalah peran guru dalam
pengelolaan kelas. Guru yang tidak memiliki strategi pembelajaran yang variatif dan
hanya menggunakan metode mengajar yang bersifat konvensional akan
mempengaruhi minat dan motivasi siswa dalam memcoba untuk memahami
pembelajaran matematika. Terlebih lagi jika guru tersebut galak dan tidak sabar
dalam mengajar siswa, maka hal ini akan mempengaruhi kondisi kelas dan kondisi
siswa dalam menerima pembelajaran. Siswa akan menjadi takut bertanya, takut
mencoba menjawab, dan takut jika disalahkan. Maka dari itu, peran guru dalam
pengelolaan kelas sangat perlu diperhatikan.
d. Alternatif Solusi
Berdasarkan penjabaran penyebab permasalahan diatas, penulis melakukan beberapa
kajian mengenai alternatif solusi yang cocok diterapkan untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Adapun alternatif solusinya yaitu:
1) Menerapkan model pembelajaran yang lebih menarik perhatian siswa, tidak
menggunakan model konvensional saja melainkan menggnakan model
pembelajaran yang lain seperti cooperative learning, siswa di di kelompokkan
menjadi beberapa kelopmok. Sehingga dari pembelajaran berkelompok siswa
bias saling bertukar pikiran, saling membantu, saling bekerjasama, sehingga
dari siswa yang kurang memahami materi yang sudah di jelaskan guru siswa
dapat membantu yang lain.
2) Penggunaan sarana prasarana yang memadai juga diperlukan dalam
pembelajaran di sekolah. Alat peraga yang tepat untuk memberikan
pemahaman siswa dengan mudah dalam memahami materi, apa lagi dalam
pembelajaran matematika ini siswa membutuhkan suatu benda yang kongkrit
(nyata) sehingga siswa dapat lebih cepat memahami materi yang di sampaikan
oleh guru. Salah satu alat peraga yang bisa membantu siswa dalam pelajaran
matematika ini dengan menggunakan media sempoa, karena materi yang di
dapat siswa masih penjumlahan dan pengurangan bisa menggunakan alat
peraga berupa sempoa.
3) Memberikan ice breaking ditengah-tengah kegiatan pembelajaran. Menurut
(Pujiarti, 2022) penggunaan teknik ice breaking dalam proses pembelajaran
cukup penting. Hal ini dapat membantu siswa untuk keluar dari suasana
ketegangan dan kebekuan saat menerima pelajaran dari guru sehingga
informasi yang disampaikan guru akan diterima langsung oleh siswa melalui
sel saraf dandibawa ke otak. Penggunaan ice breaking ini sejalan juga dengan
pendapat guru matematika yang telah penulis wawancarai di SD Negeri 8
Banjar Anyar. Beliau mengatakan bahwa penggunaan ice breaking efektif
untuk membangkitkan kembali fokus dan motivasi siswa dalam kegiatan
pembelajaran khususnya pembelajaran matematika.
4) Memberikan pembinaan bagi siswa yang kurang paham terhadap materi yang
disampaikan dan memberikan pengayaan kepada siswa yang sudah
memahami materi pembelajaran. Guru harus mengetahui perkembangan
peserta didiknya sehingga guru nantinya mampu mengambil langkah yang
tepat agar siswa memiliki motivasi untuk belajar matematika.
5) Menyusun perangkat pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Dalam (Anugraheni, 2018)
perangkat pembelajaran dapat diartikan sebagai alat yang digunakan oleh
pendidik (guru) dalam melaksanakan proses kegiatan pembelajaran sehingga
tercipta interaksi antara guru dan siswa. Interaksi yang dilakuakan guru dan
siswa tertuang dalam kegiatan pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang
dibuat oleh guru terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
Lembar Kerja Siswa (LKS), media pembelajaran, lembar penilaian
pembelajaran.
e. Analisis Alternatif Solusi
Berdasarkan beberapa alternatif solusi yang telah penulis kaji, maka dapat penulis
analisis hal tersebut sebagai berikut:
a) Menerapkan model pembelajaran kooperatif yang tentunya membantu
meningkatkan pemahaman siswa dan mengajarkan mereka untuk bisa
berkolaborasi dalam kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, maksud penulis
yaitu mengelompokkan siswa secara heterogen agar siswa yang sudah paham
materi dapat mengajari temannya yang belum paham mengenai materi
tersebut.
b) Menggunakan media pembelajaran atau alat peraga yang mendukung
kegiatan pembelajaran. Penggunaan media dan alat peraga akan sangat
membantu keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Melalui media
atau alat peraga, siswa akan lebih mudah paham karena mereka secara tidak
langsung berhubungan dengan benda konkret.
c) Pemberian ice breaking dapat membantu membangkitkan kembali fokus
siswa saat pembelajaran berlangsung. Pelajaran matematika akan sangat
membosankan jika hanya diberikan materi saja tanpa ice breaking, guru perlu
melakukan ice breaking untuk merefresh kembali otak siswa agar siap dalam
menerima materi kembali.
d) Memberikan pembinaan dan pengayaan kepada siswa akan sangat membantu
untuk meningkatkan minat belajar mereka dalam mempelajari matematika.
Dengan segala perhatian guru mengenai perkembangan siswa, siswa akan
merasa dihargai dan ini akan menjadi motivasi tersendiri bagi siswa untuk
terus mencoba dalam memahami pembelajaran matematika.
e) Guru hendaknya perlu memperhatikan perangkat pembelajaran yang cocok
dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Perangkat pembelajaran tersebut terdiri
atas RPP, media pembelajaran, LKS atau LKPD, dan alat evaluasi.
f. Solusi yang Dilakukan
Berdasarkan beberapa solusi yang telah penulis kaji, maka penulis mengambil salah
satu solusi yang paling efektif dilakukan yaitu merancang perangkat pembelajaran
yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Adapun perangkat pembelajaran
tersebut terdiri atas:
1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu kali
pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dalam silabus untuk mengarahkan
kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar
(KD).
2) Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
Lembar kerja peserta didik (LKPD) adalah lembaran yang berisi tugas yang
harus dikerjakan oleh peserta didik dalam proses pembelajaran, berisi
petunjuk atau langkah-langkah dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan
Kompetensi Dasar dan indicator pencapaian hasil belajar yang harus dicapai.
3) Media pembelajaran
Media pembelajaran merupakan salah satu cara atau alat bantu yang
digunakan dalam proses belajar mengajar. Hal ini dilakukan untuk
merangsang pola pembelajaran agar dapat menunjang keberhasilan dari
proses belajar mengajar sehingga kegiatan belajar mengajar dapat efektif
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
4) Alat Evaluasi
Alat evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses atau kegiatan,
pengumpulan data, dan informasi yang memiliki banyak dimensi dalam
rancangan program pembelajaran bersifat sistematis dan berkelanjutan yang
dibuat oleh guru digunakan sebagai pertimbangan dasar membuat keputusan,
menyusun kebijakan, maupun menyusun program pembelajaran mengenai
keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, R. (2019). Analisis Teori Perkembangan Kognitif Piaget Pada Tahap Anak Usia
Operasional Konkret 7-12 Tahun Dalam Pembelajaran Matematika. Al-Adzka: Jurnal
Ilmiah Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah , 9(1), 27–34.
https://core.ac.uk/download/pdf/327227393.pdf
Anugraheni, I. (2018). Pengembangan perangkat pembelajaran matematika berbasis
pendidikan karakter kreatif di sekolah dasar. Refleksi Edukatika: Jurnal Ilmiah
Kependidikan, 8(2).
Khauro, K., Setiyawan, A., & Citrawati, T. (2020). Pengaruh Metode Ceramah Terhadap
Hasil Belajar dalam Pelajaran Matematika Kelas I SDN Telang 1. Prosiding Nasional
Pendidikan: LPPM IKIP PGRI Bojonegoro, 1(1), 667–671.
https://prosiding.ikippgribojonegoro.ac.id/index.php/Prosiding/article/view/1110
Pujiarti, T. (2022). Pengaruh Penggunaan Teknik Ice Breaking terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa Sekolah Dasar. Ainara Journal (Jurnal Penelitian Dan PKM
Bidang Ilmu Pendidikan), 3(1), 30–35.
Rahajeng, R. (2011). Kesulitan Belajar Matematika. Krida Rakyat, 2(2).
Rasyid, A. L. A. (2021). Analisis Kesulitan Belajar Matematika Siswa Kelas Rendah
Sekolah Dasar di Masa Pandemi. Jurnal Basicedu, 5(6), 6401–6408.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i6.1788
Sekar, O. :, & Kawuryan, P. (n.d.). KARAKTERISTIK SISWA SD KELAS RENDAH DAN
PEMBELAJARANNYA.
Utari, D. R., Wardana, M. Y. S., & Damayani, A. T. (2019). Analisis kesulitan belajar
matematika dalam menyelesaikan soal cerita. Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, 3(4), 534–
540.

LAMPIRAN

Wawancara dengan Ibu Dayu Sri Astiti

Wawancara dengan Bapak I Ketut Suarma

Anda mungkin juga menyukai