JURUSAN PENDIDIKAN DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2022 KESULITAN DALAM MEMAHAMI KEMAMPUAN MATEMATIKA DASAR SEHINGGA PELAJARAN MATEMATIKA TETAP MENJADI PELAJARAN YANG MENAKUTKAN a. Latar Belakang Permasalahan Usia siswa dalam kelompok kelas rendah, yaitu 6 atau 7 hingga 8 atau 9 tahun. Siswa yang berada dalam kelomok ini termasuk pada rentangan anak usia dini. Masa usia dini ini adalah masa yang pendek namun sangat krusial bagi kehidupan seseorang. Oleh lantaran itu, dalam masa ini semua potensi yg dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasional konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat (Sekar & Kawuryan, n.d.). Matematika merupakan ilmu yang wajib dipelajari untuk semua jenjang pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Menurut (Rasyid, 2021) pembelajaran matematika pada sekolah dasar bertujuan agar siswa memiliki keterampilan dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pembelajaran matematika sering dianggap sulit dan menjadi pelajaran yang menakutkan bagi siswa. Penulis melakukan beberapa kajian literatur berkaitan dengan hasil penelitian tentang kesulitan dalam memahami kemampuan matematika dasar sehingga pelajaran matematika tetap menjadi pelajaran yang menakutkan. Menurut (Utari et al., 2019) kesulitan yang sering dialami oleh siswa yaitu kesulitan saat mengerjakan soal cerita karena kurang mampu memahami maksud soal dan kebingungan saat menentukan operasi hitung yang akan dipakai. Biasanya, siswa membutuhkan waktu yang sangat lama dalam menyelesaikan soal berbentuk cerita. Siswa sering melakukan kesalahan saat menghitung dan siswa kurang teliti dalam mengerjakan soal cerita matematika. Dalam (Rahajeng, 2011) kesulitan belajar matematika tidak selalu disebabkan oleh faktor intelegensi yang rendah, akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor selain intelegensi. Faktor tersebut yakni minat dan motivasi siswa untuk belajar matematika. Minat belajar dari dalam individu sendiri merupakan faktor yang sangat dominan dalam pengaruhnya pada kegiatan belajar, karena jika dalam diri individu tidak mempunyai kemauan atau minat untuk belajar maka pelajaran yang diterimanya hasilnya akan sia- sia. Motivasi juga sangat menentukan keberhasilan belajar. Motivasi merupakan dorongan untuk mengerjakan sesuatu. Dorongan tersebut ada yang datang dari dalam individu yang bersangkutan dan ada pula yang datang dari luar individu, seperti peran orang tua, teman dan guru. Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan di SDN 8 Banjar Anyar terhadap Bapak I Ketut Suarma dan Ibu Dayu Sri Astiti selaku guru Matematika di SDN 8 Banjar Anyar, terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi kesulitan siswa dalam memahami kemampuan matematika dasar sehingga menjadi ketakutan sendiri bagi siswa terhadap pelajaran matematika. Hal tersebut diantaranya: 1. Guru yang tidak memiliki kompetensi yang cukup dalam ilmu matematika Seorang guru matematika dituntut harus memiliki kemampuan memadai dalam bidang ilmu yang diajarkannya, yakni memiliki pengusaaan bidang ilmu yang di- ajarkan dan loyal dengan ilmu tersebut, yakni terus mengikuti perkembangan dengan senantiasa meningkatkan keilmuannya lewat bacaan, menulis, serta mengikuti tulisan-tulisan dalam jurnal. Dalam hal ini, banyak guru yang tidak memiliki kompetensi dasar matematika malah mengajarkan matematika kepada siswa. Hal ini tentu akan berdampak buruk kepada siswa, salah satunya yaitu terjadi miskonsepsi atau penanaman konsep yang keliru. Penanaman konsep yang salah akan berdampak secara berkelanjutan terhadap pemahaman siswa mengenai pembelajaran matematika. Pelajaran matematika yang seharusnya mudah dipahami oleh siswa, namun guru tersebut tidak memiliki kompetensi yang cukup maka matematika akan sulit dipahami oleh siswa. 2. Strategi Mengajar Guru yang Kurang Bervariasi (Khauro et al., 2020) Guru menggunakan model ceramah dan tidak ada alat bantu seperti alat peraga yang di gunakan saat pembelajaran berlangsung sehingga terdapat permasalahan siswa kurang dalam memahami materi matematika yang telah di jelaskan. Berdasarkan tes hasil belajar, ketika siswa selesai di berikan materi yang di berikan pada guru kemudian siswa diminta untuk menyelesaikan soal yang berisi 10 soal sehingga kkm yang didapat siswa tidak pencapai kkm, dikarenakan guru hanya mengajar dengan menggunakan model konvensional dan tidak ada alat bantu beruapa media atau alat peraga. Jika guru mneggunakan model pembelajaran dengan mengunakan model-model pembelajaran yang lain seperti model kooperatife learning mungkin siswa dapat saling bertukar pikiran atau beradu pendapat dengan berkelompok sehingga memermudah menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. 3. Guru Tidak Menggunakan Media Konkret Usia 7-12 tahun merupakan usia ketika anak sudah memasuki masa sekolah. Sebagaimana menurut teori kognitif Piaget, pemikiran anakanak usia sekolah dasar disebut pemikiran operasional konkret (concrete operational). Makna operasional konkret yang dimaksud oleh Piaget yaitu kondisi dimana anak-anak sudah dapat memfungsikan akalnya untuk berfikir logis terhadap sesuatu yang bersifat konkret atau nyata. Pada tahapan ini, pemikiran logis menggantikan pemikiran intuitif (naluri) dengan syarat pemikiran tersebut dapat diaplikasikan menjadi contoh-contoh yang konkret atau spesifik. Akan tetapi, kekurangan dari pada fase ini adalah ketika anak dihadapkan dengan pemasalahan yang bersifat abstrak (secara verbal) tanpa adanya objek nyata, maka ia akan mengalami kesulitan bahkan tidak mampu untuk menyelesaikannya dengan baik. Anak hanya dapat memecahkan suatu masalah ketika objek dari masalah tersebut bersifat empirik (nyata) atau ditangkap oleh paca indra mereka, bukan yang bersifat khayal (Agung, 2019). 4. Faktor Keluarga Orangtua yang tidak mendukung proses belajar anak juga mempengaruhi minat dan motivasi siswa dalam mencoba untuk memahami pelajaran matematika. Anak yang dimarahi ketika tidak bisa atau tidak memahami suatu materi akan merasa sangat down dan tidak ingin melanjutkan lagi pembelajaran yang mereka terima. Orangtua perlu mendukung proses belajar anak setidaknya dengan memberikan sedikit motivasi dalam bentuk verbal agar anak tersebut tidak mudah menyerah untuk mencoba memahami materi. b. Analisis dari Hasil Kajian Literatur dan Wawancara Berdasarkan beberapa kajian literatur dan wawancara yang telah penulis lakukan, maka dapat dianalisis bahwa matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang menakutkan karena beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Secara singkatnya dapat penulis jabarkan sebagai berikut: ➢ Siswa cenderung sulit memahami soal matematika dalam bentuk cerita, sehingga membuat siswa tidak memiliki motivasi belajar ataupun mencoba memahami. ➢ Mindset atau pola pikir siswa yang tidak berubah mengenai matematika merupakan pelajaran yang sulit dan menyeramkan. ➢ Guru yang tidak memiliki kompetensi khusus dalam matematika malah mengajar matematika sehingga muncul adanya perbedaan penanaman konsep kepada siswa. ➢ Metode mengajar guru yang masih bersifat konvensional dan hampir tidak pernah menggunakan media pembelajaran. ➢ Orangtua yang tidak mendukung proses belajar anak, misalnya saat anak tidak paham mengenai pembelajaran matematika orangtua mereka memarahi mereka. ➢ Siswa yang sama sekali tidak memiliki minat dan motivasi untuk mempelajari pelajaran matematika. c. Akar Penyebab Masalah Berdasarkan beberapa penyebab masalah yang telah penulis kaji melalui kajian literatur dan hasil wawancara, maka menurut penulis akar penyebab masalah matematika dianggap pelajaran yang sulit dan menyeramkan adalah peran guru dalam pengelolaan kelas. Guru yang tidak memiliki strategi pembelajaran yang variatif dan hanya menggunakan metode mengajar yang bersifat konvensional akan mempengaruhi minat dan motivasi siswa dalam memcoba untuk memahami pembelajaran matematika. Terlebih lagi jika guru tersebut galak dan tidak sabar dalam mengajar siswa, maka hal ini akan mempengaruhi kondisi kelas dan kondisi siswa dalam menerima pembelajaran. Siswa akan menjadi takut bertanya, takut mencoba menjawab, dan takut jika disalahkan. Maka dari itu, peran guru dalam pengelolaan kelas sangat perlu diperhatikan. d. Alternatif Solusi Berdasarkan penjabaran penyebab permasalahan diatas, penulis melakukan beberapa kajian mengenai alternatif solusi yang cocok diterapkan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Adapun alternatif solusinya yaitu: 1) Menerapkan model pembelajaran yang lebih menarik perhatian siswa, tidak menggunakan model konvensional saja melainkan menggnakan model pembelajaran yang lain seperti cooperative learning, siswa di di kelompokkan menjadi beberapa kelopmok. Sehingga dari pembelajaran berkelompok siswa bias saling bertukar pikiran, saling membantu, saling bekerjasama, sehingga dari siswa yang kurang memahami materi yang sudah di jelaskan guru siswa dapat membantu yang lain. 2) Penggunaan sarana prasarana yang memadai juga diperlukan dalam pembelajaran di sekolah. Alat peraga yang tepat untuk memberikan pemahaman siswa dengan mudah dalam memahami materi, apa lagi dalam pembelajaran matematika ini siswa membutuhkan suatu benda yang kongkrit (nyata) sehingga siswa dapat lebih cepat memahami materi yang di sampaikan oleh guru. Salah satu alat peraga yang bisa membantu siswa dalam pelajaran matematika ini dengan menggunakan media sempoa, karena materi yang di dapat siswa masih penjumlahan dan pengurangan bisa menggunakan alat peraga berupa sempoa. 3) Memberikan ice breaking ditengah-tengah kegiatan pembelajaran. Menurut (Pujiarti, 2022) penggunaan teknik ice breaking dalam proses pembelajaran cukup penting. Hal ini dapat membantu siswa untuk keluar dari suasana ketegangan dan kebekuan saat menerima pelajaran dari guru sehingga informasi yang disampaikan guru akan diterima langsung oleh siswa melalui sel saraf dandibawa ke otak. Penggunaan ice breaking ini sejalan juga dengan pendapat guru matematika yang telah penulis wawancarai di SD Negeri 8 Banjar Anyar. Beliau mengatakan bahwa penggunaan ice breaking efektif untuk membangkitkan kembali fokus dan motivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran khususnya pembelajaran matematika. 4) Memberikan pembinaan bagi siswa yang kurang paham terhadap materi yang disampaikan dan memberikan pengayaan kepada siswa yang sudah memahami materi pembelajaran. Guru harus mengetahui perkembangan peserta didiknya sehingga guru nantinya mampu mengambil langkah yang tepat agar siswa memiliki motivasi untuk belajar matematika. 5) Menyusun perangkat pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Dalam (Anugraheni, 2018) perangkat pembelajaran dapat diartikan sebagai alat yang digunakan oleh pendidik (guru) dalam melaksanakan proses kegiatan pembelajaran sehingga tercipta interaksi antara guru dan siswa. Interaksi yang dilakuakan guru dan siswa tertuang dalam kegiatan pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), media pembelajaran, lembar penilaian pembelajaran. e. Analisis Alternatif Solusi Berdasarkan beberapa alternatif solusi yang telah penulis kaji, maka dapat penulis analisis hal tersebut sebagai berikut: a) Menerapkan model pembelajaran kooperatif yang tentunya membantu meningkatkan pemahaman siswa dan mengajarkan mereka untuk bisa berkolaborasi dalam kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, maksud penulis yaitu mengelompokkan siswa secara heterogen agar siswa yang sudah paham materi dapat mengajari temannya yang belum paham mengenai materi tersebut. b) Menggunakan media pembelajaran atau alat peraga yang mendukung kegiatan pembelajaran. Penggunaan media dan alat peraga akan sangat membantu keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Melalui media atau alat peraga, siswa akan lebih mudah paham karena mereka secara tidak langsung berhubungan dengan benda konkret. c) Pemberian ice breaking dapat membantu membangkitkan kembali fokus siswa saat pembelajaran berlangsung. Pelajaran matematika akan sangat membosankan jika hanya diberikan materi saja tanpa ice breaking, guru perlu melakukan ice breaking untuk merefresh kembali otak siswa agar siap dalam menerima materi kembali. d) Memberikan pembinaan dan pengayaan kepada siswa akan sangat membantu untuk meningkatkan minat belajar mereka dalam mempelajari matematika. Dengan segala perhatian guru mengenai perkembangan siswa, siswa akan merasa dihargai dan ini akan menjadi motivasi tersendiri bagi siswa untuk terus mencoba dalam memahami pembelajaran matematika. e) Guru hendaknya perlu memperhatikan perangkat pembelajaran yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Perangkat pembelajaran tersebut terdiri atas RPP, media pembelajaran, LKS atau LKPD, dan alat evaluasi. f. Solusi yang Dilakukan Berdasarkan beberapa solusi yang telah penulis kaji, maka penulis mengambil salah satu solusi yang paling efektif dilakukan yaitu merancang perangkat pembelajaran yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Adapun perangkat pembelajaran tersebut terdiri atas: 1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) RPP adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu kali pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dalam silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar (KD). 2) Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Lembar kerja peserta didik (LKPD) adalah lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik dalam proses pembelajaran, berisi petunjuk atau langkah-langkah dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan Kompetensi Dasar dan indicator pencapaian hasil belajar yang harus dicapai. 3) Media pembelajaran Media pembelajaran merupakan salah satu cara atau alat bantu yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Hal ini dilakukan untuk merangsang pola pembelajaran agar dapat menunjang keberhasilan dari proses belajar mengajar sehingga kegiatan belajar mengajar dapat efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 4) Alat Evaluasi Alat evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses atau kegiatan, pengumpulan data, dan informasi yang memiliki banyak dimensi dalam rancangan program pembelajaran bersifat sistematis dan berkelanjutan yang dibuat oleh guru digunakan sebagai pertimbangan dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan, maupun menyusun program pembelajaran mengenai keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Agung, R. (2019). Analisis Teori Perkembangan Kognitif Piaget Pada Tahap Anak Usia Operasional Konkret 7-12 Tahun Dalam Pembelajaran Matematika. Al-Adzka: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah , 9(1), 27–34. https://core.ac.uk/download/pdf/327227393.pdf Anugraheni, I. (2018). Pengembangan perangkat pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter kreatif di sekolah dasar. Refleksi Edukatika: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 8(2). Khauro, K., Setiyawan, A., & Citrawati, T. (2020). Pengaruh Metode Ceramah Terhadap Hasil Belajar dalam Pelajaran Matematika Kelas I SDN Telang 1. Prosiding Nasional Pendidikan: LPPM IKIP PGRI Bojonegoro, 1(1), 667–671. https://prosiding.ikippgribojonegoro.ac.id/index.php/Prosiding/article/view/1110 Pujiarti, T. (2022). Pengaruh Penggunaan Teknik Ice Breaking terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. Ainara Journal (Jurnal Penelitian Dan PKM Bidang Ilmu Pendidikan), 3(1), 30–35. Rahajeng, R. (2011). Kesulitan Belajar Matematika. Krida Rakyat, 2(2). Rasyid, A. L. A. (2021). Analisis Kesulitan Belajar Matematika Siswa Kelas Rendah Sekolah Dasar di Masa Pandemi. Jurnal Basicedu, 5(6), 6401–6408. https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i6.1788 Sekar, O. :, & Kawuryan, P. (n.d.). KARAKTERISTIK SISWA SD KELAS RENDAH DAN PEMBELAJARANNYA. Utari, D. R., Wardana, M. Y. S., & Damayani, A. T. (2019). Analisis kesulitan belajar matematika dalam menyelesaikan soal cerita. Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, 3(4), 534– 540.
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu