Anda di halaman 1dari 13

A.

JUDUL PROPOSAL

“EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED


LEARNING PADA POKOK BAHASAN LIMIT DITINJAU DARI MINAT
BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X IPS SMA
NEGERI 1 KOTABARU”

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang


peranan penting. Suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan dalam
teknologinya, jika pendidikan dalam negara kualitasnya baik. Tinggi rendahnya
kualitas pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal dalam suatu
negara dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi pendidikan
formal yang berada disekolah bisa berasal dari siswanya, pengajarnya, sarana
prasarananya, dan bisa juga karena faktor lingkungannya.

Menurut Lerner, 2002 (Madiena, 2016), “Kebanyakan anak waktu masuk


sekolah telah memiliki berbagai keterampilan prasyarat belajar matematika. Jika
prasyarat itu tidak dimiliki, pengajaran akan percuma saja diberikan. Matematika
sangat terstruktur, yang mana satu kemampuan merupakan prasyarat bagi
kemampuan berikutnya”. Misalnya, jika anak tidak dapat menjumlahkan, ia akan
mengalami kesukaran dalam perkalian, dan seterusnya. Sebagai dampaknya, anak
mengalami stres karena kemampuan belajar tidak sama dengan teman sekelasnya,
sering lupa, dan tidak dapat mengorganisasikan kegiatan belajarnya.

Matematika adalah pelajaran yang tidak terlepas dari kehidupan sehari-


hari. Kegiatan yang dilakukan oleh manusia selalu menghadirkan konsep
matematika seperti menghitung, membagi, menjumlahkan, dan mengurangi.
Belajar matematika juga mampu melatih seseorang untuk berpikir logis dan teliti.
Peran matematika yang besar bagi kehidupan manusia menjadikan matematika
sebagai pelajaran yang jadikan syarat bagi kelulusan siswa untuk melanjutkan ke
sekolah yang lebih tinggi.
Masyarakat biasanya menganggap siswa yang tidak pandai dalam
pelajaran matematika adalah siswa yang bodoh. Angapan tersebut adalah
anggapan yang salah karena secara psikologi, kemampuan seseorang bisa dilatih.
Siswa yang kurang pandai dalam pelajaran matematika adalah siswa yang
mengalami kesulitan dalam belajar. kesulitan belajar tidak hanya disebabkan oleh
gangguan sistem saraf (dyscalculia), namun juga disebabkan oleh kurangnya
kualitas materi, metode pembelajaran yang mekanistik, dan model pembelajaran
yang monoton atau sulitnya konsep matematika untuk dipahami.

Banyak faktor yang menyebabkan suatu proses pembelajaran matematika


menjadi kurang berkualitas. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari minat siswa
yang rendah, motivasi siswa yang sangat rendah, kinerja guru yang rendah, dan
sarana prasarana yang kurang memadai. Adapun faktor lain yaitu kurang tepatnya
model pembelajaran yang digunakan oleh guru, sehingga siswa merasa jenuh dan
bosan ketika belajar. Dapat pula disebabkan oleh cara penyampaian atau penyajian
materi yang kurang menarik perhatian siswa, sehingga siswa bersikap acuh tak
acuh ketika guru menyampaikan materi. Pemilihan model pembelajaran yang
digunakan oleh guru juga dapat menjadi faktor penentu efektif atau tidaknya suatu
proses pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti merasa tertarik
untuk melakukan penelitian “Eksperimentasi Model Pembelajaran Problem
Based Learning Pada Pokok Bahasan Limit Ditinjau Dari Minat Belajar Dan
Prestasi Belajar Siswa Kelas X IPS SMA Negeri 1 Kotabaru”

C. PEMBATASAN MASALAH
Agar pembahasan ini tidak meluas, maka masalah penelitian ini dibatasi
sebagai berikut:
1. Siswa yang diteliti adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Kotabaru Tahun
Pelajaran 20--/20--
2. Penelitian hanya pada mata pelajaran matematika siswa kelas X SMA Negeri
1 Kotabaru.

D. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah ada peningkatan nilai siswa terhadap penggunaan model
pembelajaran PBL ?
2. Apakah ada pengaruh kenapa minat belajar dan prestasi siswa meningkat
terhadap penggunaan model PBL ?
3. Apakah penggunaan model pembelajaran PBL efektif dan efesien untuk
meningkatkan minat belajar dan prestasi belajar siswa ?

E. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) terhadap Minat belajar dan prestasi belajar matematika
siswa-siswi SMA Negeri 1 Kotabaru.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara minat
belajar dan prestasi belajar matematika siswa yang diterapkan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

F. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Guru
Sebagai referensi dalam memilih alternatif model pembelajaran yang dapat
digunakan dalam pembelajaran matematika dan memberikan gambaran untuk
menerapkan variasi metode yang dapat memberikan suasana belajar yang
lebih bebas dan menarik

2. Bagi Siswa
Untuk meningkatkan minat siswa dalam belajar dengan menggunakan metode
pembelajaran PBL dan Dapat memberikan pengalaman belajar yang
bervariasi dan menarik bagi siswa, Serta mendorong siswa untuk aktif dalam
pembelajaran

3. Bagi Peneliti

Memperluas wawasan dan pengetahuan tentang model pembelajaran yaitu


salah satunya adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan
menerapkannya ke dalam pembelajaran matematika.

G. RINGKASAN TINJAUAN TEORITIS


1. Pembelajaran Matematika

Beberapa definisi atau ungkapan pengertian matematika hanya


dikemukakan terutama berfokus pada tinjauan pembuat definisi itu. Misalnya
ada ahli matematika yang sangat tertarik dengan perilaku bilangan, ia akan
melihat matematika itu dari sudut pandang bilangan. Tokoh lain lebih
mencurahkan pada struktur-struktur, ia melihat matematika dari sudut
pandang struktur-struktur itu. Seperti kata Abraham S Lunchins dan Edith N
Luchins (dalam Suherman, 1993) apakah matematika itu, dapat dijawab
secara berbeda-beda tergantung pada kapan pertanyaan itu dijawab, di mana
dijawab, dan siapa yang menjawabnya. Jadi tidak terdapat suatu definisi
tentang matematika yang tunggal dan disepakati oleh semua tokoh atau pakar
matematika.
Sesungguhnya matematika muncul dari kehidupan nyata sehari-hari.
Sebagai contoh, bangun ruang dan datar pada dasarnya didapat dari benda-
benda kongkrit dengan melakukan proses abstraksi dari benda-benda nyata.
Pada awalnya matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunia
nyata, kemudian pengalaman itu diolah dan diproses dalam struktur kognitif
sehingga sampai pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.
Agar konsep matematika yang terbentuk dapat dipahami orang lain, maka
digunakan notasi dan istilah yang cermat dan disepakati secara universal yang
dikenal dengan bahasa matematika. Oleh karena matematika muncul dari
kehidupan nyata sehari-hari maka dari itu proses pembelajaran matematika
harus dapat menghubungkan antara ide abstrak matematika dengan situasi
dunia nyata yang pernah dialami ataupun yang pernah dipikirkan siswa.
De Lange (dalam Sugiarti, 2004) menyatakan bahwa mathematics is
human beingartinya matematika sebagai pengetahuan merupakan aktivitas
manusia. Hudoyo (2003) mengatakan bahwa belajar matematika adalah
belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat
dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antar konsep-
konsep dan struktur-struktur matematika tersebut. Matematika tidak
menerima generalisasi berdasarkan pengamatan, tetapi menggunakan
penalaran deduktif. Untuk dapat memahami struktur-struktur dan hubungan-
hubungan tersebut diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep yang
terdapat dalam matematika itu sendiri. James dan James (dalam Suherman,
1993) mengatakan bahwa belajar matematika adalah belajar tentang logika
mengenai bentuk, suasana, besaran, dan konsep-konsep berhubungan lainnya
dengan jumlah yang banyak yang terbagi menjadi tiga bidang, yaitu aljabar,
analisis dan geometri. Sementara itu, Johson dan Myklebust (dalam
Abdurrahman, 2003) mengatakan bahwa belajar matematika adalah belajar
tentang bahasa simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekpresikan
hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya
adalah untuk memudahkan berfikir.
Ausebel (dalam Winata Putra dan Suherman, 1993) menyatakan bahwa,
dalam belajar matematika siswa tidak hanya menerima dan menghafalkannya
tetapi harus belajar secara bermakna. Belajar bermakna adalah proses belajar
yang menghubungkan informasi atau pengetahuan baru dengan informasi
atau pengetahuan yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian dalam suatu
pembelajaran akan terjadi proses belajar yang bermakna bagi siswa, apabila
konsep yang dipelajari siswa disajikan dalam bentuk masalah yang
kontekstual (Depdiknas, 2005). Masalah kontekstual adalah masalah yang
terkait dengan dunia nyata siswa atau paling tidak mendekati kondisi dunia
nyata. Lebih jauh Ausebel (dalam Winata Putra dan Suherman, 1993)
menyatakan bahwa belajar akan bermakna bagi siswa jika dalam belajar
materinya dihubungkan dengan hal-hal yang telah diketahui siswa, telah
dialami siswa dan kegunaanya di kemudian hari. Jadi dalam belajar bermakna
konsep-konsep atau sifat-sifat matematika tidak disajikan dalam bentuk jadi
tetapi harus ditemukan sendiri oleh siswa secara induktif, kemudian
dibuktikan secara deduktif sehingga siswa betul-betul mengerti akan konsep
tersebut.
Membawa situasi-situasi dunia nyata ke dalam matematika sekolah adalah
perlu meskipun belum cukup, untuk menumbuhkembangkan sikap positif
terhadap matematika, yang diharapkan dapat menjadi inspirasi untuk
memahami dan menginterprestasi realitas dan sebagai aktivitas berpikir yang
menarik. Tujuan matematika yang seperti itu dapat dicapai bila guru berhasil
membawa siswa menggunakan matematika ke dalam situasi yang pernah
dialami siswa atau kehidupan sehari-hari.
Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah yang sejalan dengan
konsep belajar bermakna adalah untuk mempersiapkan siswa agar dapat
menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, sehubungan
dengan itu siswa memerlukan matematika untuk memenuhi kehidupan praktis
dan memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-hari, selain itu agar siswa
mampu memahami bidang studi lain, berpikir logis, kritis (berpikir
konvergen), praktis serta bersikap positif dan kreatif (berpikir divergen). Oleh
karena itu, matematika akan lebih menarik bagi siswa jika dalam
pembelajaran matematika guru mengaitkan materi yang dipelajari siswa
dengan kehidupan mereka sehari-hari, sehingga siswa akan menjadi tahu
tujuan mereka belajar dan belajar menjadi lebih bermakna. Menurut
Suherman (2003) penerapan strategi yang dipilih dalam pembelajaran
matematika haruslah mampu mengoptimalisasikan interaksi seluruh unsur
pembelajaran. Demi peningkatan optimalisasi interaksi dalam pembelajaran
matematika, untuk pokok bahasan atau sub pokok bahasan tertentu mungkin
dapat dicapai dengan pembelajaran kontekstual.
Masih banyak lagi definisi-definisi tentang belajar matematika, tetapi tidak
satu pun perumusan yang tepat diterima oleh umum, atau sekurang-
kurangnya dapat diterima dari berbagi sudut pandang. Dalam penelitian ini
yang dimaksud dengan pembelajaran matematika adalah teori yang
dungkapkan oleh Hudoyo (2003), yaitu belajar tentang konsep-konsep dan
struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta
mencari hubungan-hubungan antar konsep-konsep dan struktur-struktur
matematika tersebut.

2. Problem Base Learning

Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses


pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang
menuntut siswa mendapat pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir
dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta
memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya
menggunakan pendekatan yang sistematik untuk memecahkan masalah atau
menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karir dan kehidupan
sehari-hari.

Rumusan dari Dutch (1994), Problem Based Learning (PBL)


merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar “belajar dan
belajar”, bekerja sama dengan kelompok untuk mencari solusi masalah yang
nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta
kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem Based
Learning (PBL) mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis, dan
untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.

Problem Based Learning (PBL) mempunyai perbedaan penting dengan


pembelajaran penemuan. Pada pembelajaran penemuan didasarkan
pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disiplin ilmu dan penyelidikan siswa
berlangsung di bawah bimbingan guru terbatas dalam ruang lingkup kelas,
sedangkan Problem Based Learning (PBL) dimulai dengan masalah
kehidupan nyata yang bermakna dimana siswa mempunyai kesempatan dalam
memlilih dan melakukan penyelidikan apapun baik di dalam maupun di luar
sekolah sejauh itu diperlukan untuk memecahkan masalah.

Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif


untuk pengajaran proses berpikir tingka tinggi, pembelajaran ini membantu
siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan
menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya.
Dengan Problem Based Learning (PBL) siswa dilatih menyusun sendiri
pengetahuannya, mengembangkan keterampilan memecahkan masalah.
Selain itu, dengan pemberian masalah autentik, siswa dapat membentuk
makna dari bahan pelajaran melalui proses belajar dan menyimpannya dalam
ingatan sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan lagi.

3. Prestasi Belajar Matematika


Sebagai seorang guru yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan
proses belajar mengajar, salah satu tugas pokoknya adalah mengevaluasi taraf
keberhasilan rencana dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Untuk
melihat sejauh mana taraf keberhasilan mengajar guru dan belajar siswa
secara tepat dan dapat dipercaya diperlukan informasi yang didukung oleh
data yang objektif dan memadai tentang indikator-indikator perubahan
tingkah laku siswa. Salah satu data yang sering dijadikan acuan untuk
menentukan taraf keberhasilan rencana dan pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar adalah prestasi belajar siswa.
Prestasi belajar merupakan suatu indikator yang dapat menunjukkan
tingkat kemampuan dan pemahaman siswa dalam belajar. Prestasi belajar
dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh individu setelah mengalami
suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Menurut Nasution (2001)
prestasi belajar adalah penguasaan seseorang terhadap pengetahuan atau
keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajaran, yang lasimnya diperoleh
dari nilai tes atau angka yang diberikan guru. Berdasarkan pendapat Nasution
perstasi belajar dapat dilihat dari nilai transkrip yaitu nilai raport, karena nilai
raport merupakan perumusan terakhir dari upaya yang dilakukan pendidik
(guru) dalam pemberian penilaian belajar terhadap peserta didik selama satu
semester. Nilai raport mempunyai arti dan manfaat yang sangat penting bagi
siswa, guru, sekolah dan orang tua siswa, karena nilai ini merupakan
terjemahan dari prestasi belajar siswa yang nantinya bisa berguna dalam
mengambil keputusan terhadap siswa bersangkutan atau sekolah.
Lebih jauh menurut Woodworth dan Marquis mengemukakan bahwa
prestasi belajar merupakan kemampuan aktual yang dapat diukur secara
langsung dengan tes. Sedangkan Bloom (1971) mengungkapkan, prestasi
belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotor. Prestasi belajar bisa juga disebut sebagai
abilitas atau kecakapan (Azwar, 1998). Abilitas ini dapat dibagi menjadi dua,
yaitu: 1) abilitas aktual (actual ability) yaitu abilitas yang telah diterjemahkan
dalam bentuk performansi nyata. Abilitas ini diperoleh siswa setelah
mengalami proses belajar mengajar; 2) abilitas potensial (pontensial ability)
yaitu suatu kemampuan dasar yang berupa disposisi yang dimiliki oleh
individu untuk mencapai prestasi. Abilitas potensial merupakan atribut yang
diasumsikan laten (bawaan) yang belum tampak pada performasi. Atribut
bawaan ini ini terdapat dalam setiap individu dalam kadar yang berbeda-beda.
Hal inilah yang menyebabkan tidak semua orang memilki potensi dan
kesempatan yang sama untuk mencapai perfomansi yang sama. Kecakapan
aktual dan kecakapan potensial ini dapat dimasukkan ke dalam suatu istilah
yang lebih umum yaitu kemampuan (ability).
Ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Faktor-faktor
tersebut dalam banyak hal saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain.
Sudjana (2000), Muhibbin (2004), dan Purwanto (2000) mengungkapkan
bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah
faktor luar (eksternal) dan faktor dalam (internal). Faktor luar terdiri atas
lingkungan, meliputi: lingkungan alami dan lingkungan sosial, dan
instrumental meliputi: kurikulum, program, sarana dan prasarana, serta guru.
Faktor dalam terdiri atas faktor fisiologis, meliputi: kondisi fisik secara
umum dan kondisi pancaindera, dan faktor psikologis, meliputi: minat,
kecerdasan, bakat, motivasi, dan gaya berpikir.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, yang dimaksud dengan prestasi
belajar matematika dalam penelitian ini adalah tingkat penguasaan kognitif
siswa terhadap materi pelajaran matematika setelah mengalami proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, berupa nilai yang dituangkan
dalam bentuk angka yang diperoleh dari hasil menjawab tes prestasi belajar
matematika yang diberikan pada akhir penelitian. Prestasi yang dimaksud
dalam hal ini adalah kecakapan nyata yang diperoleh siswa setelah belajar,
bukan kecakapan potensial, sebab prestasi belajar ini dapat dilihat secara
nyata yang berupa nilai setelah mengerjakan suatu tes. Tes yang digunakan
untuk menentukan prestasi belajar sering diistilahkan dengan tes prestasi
belajar. Sesuai dengan pendapat Bloom seperti yang diungkapakan di atas,
maka idealnya pengungkapan prestasi belajar siswa meliputi ketiga ranah
tersebut yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa.
Tes prestasi belajar secara luas tentu mencakup ketiga ranah tersebut. Tetapi
pada penelitian ini akan dibatasi hanya mengungkap prestasi belajar siswa
pada ranah konitif saja dengan penekanan pada tes bentuk tertulis.

4. Minat Belajar
Menurut Kartono (1995), minat merupakan moment-moment dari
kecenderungan jiwa yang terarah secara intensif kepada suatu obyek yang
dianggap paling efektif (perasaan, emosional) yang didalamnya terdapat
elemen-elemen efektif (emosi) yang kuat. Minat juga berkaitan dengan
kepribadian. Jadi pada minat terdapat unsur-unsur pengenalan (kognitif),
emosi (afektif), dan kemampuan (konatif) untuk mencapai suatu objek,
seseorang suatu soal atau suatu situasi yang bersangkutan dengan diri pribadi
(Buchori, 1985).

Pengertian Minat Belajar Siswa Menurut Para Ahli - Menurut Hardjana


(1994), minat merupakan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu
yang timbul karena kebutuhan, yang dirasa atau tidak dirasakan atau
keinginan hal tertentu. Minat dapat diartikan kecenderungan untuk dapat
tertarik atau terdorong untuk memperhatikan seseorang sesuatu barang atau
kegiatan dalam bidang-bidang tertentu (Lockmono, 1994). Minat dapat
menjadi sebab sesuatu kegiatan dan sebagai hasil dari keikutsertaan dalam
suatu kegiatan. Karena itu minat belajar adalah kecenderungan hati untuk
belajar untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, kecakapan melalui usaha,
pengajaran atau pengalaman (Hardjana, 1994).
Menurut Gie (1998), minat berarti sibuk, tertarik, atau terlihat sepenuhnya
dengan sesuatu kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu. Dengan
demikian, minat belajar adalah keterlibatan sepenuhnya seorang siswa dengan
segenap kegiatan pikiran secara penuh perhatian untuk memperoleh
pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang pengetahuan ilmiah yang
dituntutnya di sekolah. Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar.
Siswa yang berminat terhadap biologi akan mempelajari biologi dengan
sungguh-sungguh seperti rajin belajar, merasa senang mengikuti penyajian
pelajaran biologi, dan bahkan dapat menemukan kesulitan–kesulitan dalam
belajar menyelesaikan soal-soal latihan dan praktikum karena adanya daya
tarik yang diperoleh dengan mempelajari biologi. Siswa akan mudah
menghafal pelajaran yang menarik minatnya. Minat berhubungan erat dengan
motivasi. Motivasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga minat,
sehingga tepatlah bila minat merupakan alat motivasi. Proses belajar akan
berjalan lancar bila disertai minat. Oleh karena itu, guru perlu
membangkitkan minat siswa agar pelajaran yang diberikan mudah siswa
mengerti (Hasnawiyah, 1994).

Kondisi kejiwaan sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar. Itu


berarti bahwa minat sebagai suatu aspek kejiwaan melahirkan daya tarik
tersendiri untuk memperhatikan suatu obyek tertentu. Berdasarkan hasil
penelitian psikologi menunjukkan bahwa kurangnya minat belajar dapat
mengakibatkan kurangnya rasa ketertarikan pada suatu bidang tertentu,
bahkan dapat melahirkan sikap penolakan kepada guru.
H. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen, dengan penggunnaan seperti angket, wawancara, pengamatan
atau observasi, tes, dan dokumentasi”

2. Populasi dan sampel Penelitian


 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1
Kotabaru Tahun Pelajaran 20--/20--.
 Sampel
“pengambilan sampel secara acak yang dilakukan dengan cara undian,
ordinal atau table bilangan random.”

3. Instrumen Penelitian
Menurut Arikunto S. (2013: 203) yang menyatakan bahwa ”Instrumen
penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
lebih cermat, lengkap serta sistematis sehingga lebih mudah diolah”.
 Menemukan atau Mengembangkan Instrumen
Creswell (2012) mengemukakan bahwa ada tiga pilihan untuk
mendapatkan instrument yang akan digunakan, yaitu:

 Mengembangkan sendiri
Instrumen untuk mengukur variabel dalam penelitian
mungkin tidak tersedia dalam kepustakaan atau tidak tersedia
secara komersial. Bila hal ini terjadi, maka peneliti harus
melakukan pengembangan instrument. Mengembangkan instumen
tersebut terdiri atas beberapa langkah, seperti mengidentifikasi
maksud instrument, melakukan tinjauan terhadap kepustakaan,
menulis pertanyaan, dan menguji pertanyaan pada individu yang
serupa dengan yang direncanakan untuk diteliti.
 Menemukan dan kemudian memodifikasinya
Memodifikasi instrument berarti menemukan instrument
yang sudah ada, mendapatkan ijin untuk mengubahnya, dan
membuat berbagai perubahan agar cocok dengan kebutuhan.
Biasanya, penulis instrument aslinya akan meminta salinan versi
yang sudah dimodifikasi dan hasil yang didapatkan dari penelitian,
sebagai pertukaran untuk penggunaan instrumennya.
 Menemukan dan kemudian menggunakannya secara keseluruhan
1. Tes
adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain
yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu
atau kelompok.
2. Reliabilitas dan Validitas Instrumen tes
a. Reliabel
Creswell (2012) mengemukakan bahwa reliabel berarti
nilai-nilai dari suatu instrument selalu stabil dan konsisten.
Nilai-nilai seharusnya mendekati sama saat peneliti
mengguji instrument berulang kali dalam waktu yang
berbeda. Nilai-nilai juga harus konsisten. Saat seorang
individu menjawab soal yang sama, seseorang harus
menjawab secara konsisten mendekati pertanyaan yang
sama.
b. Valid
Creswell (2012) mengemukakan bahwa validitas menjadi
sebuah bukti yang menunjukkan bahwa penafsiran tes
(terhadap nilai tentang konsep atau konstruk yang
asumsinya diukur oleh tes) sesuai dengan tujuan
penggunaannya.

I. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan peneliti
terbagi menjadi dua, yaitu:
a) DataPrimer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama atau
tangan pertama di lapangan. Sumber data ini bisa responden atau subjek
riset, dari hasil wawancara dan observasi (Kriyantono, 2006).
Menurut Loflang dalam Moleong (1990), data utama dalam kualitatif
adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan atau
lainnya. Data primer dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam
yang dilakukan peneliti terhadap subjek penelitian. Menurut Patton
(2002) data kualitatif berupa wawancara dapat diartikan sebagai,
“Pertanyaan terbuka dan teliti hasil tanggapan mendalam tentang
pengalaman, persepsi, pendapat, perasaan, dan tentang pengetahuan
seseorang. Data terdiri dari kutipan yang sama persis dengan konteks
yang cukup untuk dapat diintepretasikan” ( Emzir, 2010).
Pertanyaan yang akan diajukan dalam proses wawancara akan merujuk
pada problem jurnalis lingkungan di SKH Pontianak Post dalam
pemberitaan seputar kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat.
b) Data sekunder
adalah data yang didapat dari sumber lain selain sumber utama. Data-data
tersebut berupa dokumen resmi organisasi yang terdiri dari daftar
anggota, struktur organisasi, bahan-bahan seminar dan diklat serta foto
dan tulisan para jurnalis. Peneliti menggunakan data sekunder untuk
melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara
(Moleong, 2005:159).

1. Teknik Analisis Data

Data dalam penelitian kali ini merupakan data deskriptif. Data yang
dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar daripada
angka-angka (Emzir, 2010). Data dalam penelitian mencakup transkrip
wawancara, catatan lapangan, fotografi, videotape, dokumen pribadi dan
jurnal ilmiah

Anda mungkin juga menyukai