I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sebagai makhluk beragama dan makhluk sosial dengan baik. Kehidupan yang
demikian dapat mewujudkan perabadan bangsa yang cerdas dan bermartabat. Hal
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan
relatif rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang ada di dunia.
Salah satu indikator masih rendahnya kualitas pendidikan Indonesia dapat dilihat
dari hasil tes TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study)
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, hal ini dapat dilihat dari:
Berdasarkan hal tersebut, siswa masih berada pada kemampuan menghafal atau
berada pada tahap pemahaman instrumental sehingga apabila konteks soal dirubah
siswa mengalami kesulitan. Kemampuan menghafal saja tidak cukup, tetapi siswa
memiliki kemampuan lain sebagaimana dalam draf panduan KTSP mata pelajaran
kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa adalah pemahaman konsep. Menurut
kemampuan generalisasi serta abstraksi yang cukup tinggi. Saat ini penguasaan
: 2011) bahwa terdapat banyak peserta didik yang setelah belajar matematika,
tidak mampu memahami bahkan pada bagian yang paling sederhana sekalipun,
sebagai ilmu yang sukar, ruwet, dan sulit. Padahal pemahaman konsep merupakan
secara bermakna
matematis yang masih rendah, terutama pada siswa setingkat SMP. Berdasarkan
data Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), yaitu suatu
berbagai negara dan dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Ikatan Guru
dibutuhkan oleh siswa SMP, misal dalam memecahkan suatu masalah matematika
dapat diatasi oleh guru dengan baik melalui pembelajaran secara konvensional.
yang telah didapat oleh siswa akan mudah dilupakan oleh siswa. Akibatnya, selain
rendahnya pemahaman konsep matematis siswa, siswa juga tidak ter- motivasi
Salah satu sekolah yang memiliki pemahaman konsep matematis yang masih
rendah, terutama pada siswa kelas VII. Ini diketahui dari rata-rata nilai ujian
semester siswa kelas VII semester ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013, kelas VII
hanya 44,67 dan hanya 52% siswa yang tuntas belajar dengan Kriteria Ketuntasan
matematika adalah 70. Selain itu, dari data nilai ulangan harian pada materi
5
secara optimal. Hal ini bisa saja dikarenakan model pembelajaran yang diterapkan
guru di kelas sebelumnya kurang sesuai atau kurang efektif bagi siswa, sehingga
pembelajaran. Selain itu perasaan senang dan nyaman ketika siswa mempelajari
matematika harus dimiliki agar proses belajar terlaksana dengan optimal, karena
ditakuti dan dibenci. Oleh karena itu proses belajar yang dibutuhkan siswa adalah
Banyak model maupun strategi pembelajaran yang sudah dikembangkan oleh para
ahli, salah satunya adalah model Two Stay Two Stray (TSTS). Model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah salah satu strategi
dan informasi dengan kelompok lain, dimana dalam satu kelompok dibagi
menjadi dua bagian yang nantinya sebagian siswa bertugas sebagai pemberi
informasi dari tamunya, dan siswa lainnya bertamu ke kelompok yang lain secara
terpisah.
6
dengan cara bekerja sama dengan teman. Teman yang lebih mampu dapat
menolong teman yang lemah. Lie (2008 : 61) menggungkapkan bahwa struktur
TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi
dengan kelompok lain. Hal ini menunjukkan bahwa lima unsur proses belajar
lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling
melengkapi, dan pada saat kegiatan dilaksanakan maka akan terjadi proses tatap
muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok seperti biasa dan dalam satu kelompok
3. Siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan
efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray ditunjau dari
pemahaman konsep matematis siswa kelas VII SMP Negeri 26 Bandar Lampung
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam peneli-
tian ini adalah “Apakah model pembelajaran Two Stay Two Stray efektif ditinjau
model pembelajaran Two Stay Two Stray lebih tinggi daripada rata-rata nilai
konvensional?
2. Apakah 70% atau lebih siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model
C. Tujuan Penelitian
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray ditinjau dari pemahaman konsep
D. Manfaat Penelitian
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka ruang lingkup dalam
1. Efektivitas Pembelajaran
konvensional.
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah salah satu
untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain, dimana dalam satu
kelompok terdiri dari empat atau lebih siswa yang nantinya sebagian siswa
bertugas sebagai pemberi informasi dari tamunya, dan siswa lainnya bertamu
3. Pembelajaran Konvensional
tentu.
f. Mengaplikasikan konsep.
10
A. Efektivitas Pembelajaran
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif
yang berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna. Atau bisa diartikan sebagai
derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai.
disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana
aktivitas sendiri”. Hal ini berarti, dengan adanya penyediaan kesempatan belajar
sendiri dan melakukan aktivitas sendiri, diharapkan dapat membantu siswa dalam
guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar. Menurut Uno
seberapa jauh tujuan pembelajaran telah dapat dicapai oleh peserta didik. Untuk
11
kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran menjadi efektif jika peserta didik dapat belajar dengan mudah,
bertanya, menjawab dan menanggapi, serta hasil belajar siswa yang terukur dari
nilai tes.
membawa hasil atau berdaya guna, efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini
B. Pembelajaran Matematika
Slameto (2003: 2), mengungkapkan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bukan bersifat
sementara, bertujuan dan terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
12
yang jelas untuk memberikan arah dan menuntun siswa dalam mencapai prestasi
yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (2007:26), tujuan
matematika kepada para peserta didik, yang di dalamnya terkandung upaya guru
bakat, dan kebutuhan peserta didik tentang matematika yang beragam agar terjadi
interaksi optimal antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik
miliki objek kajian abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif,
memiliki simbol yang kosong dari arti, memperhatikan semesta pembicaraan, dan
matematika sehingga dapat melatih penalaran dan logika berpikir para siswa,
sehingga siswa memiliki pola pikir yang sistematis, rasional, logis, kritis, kreatif
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama yang berbeda
berikut:
menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
verbal.
c. Membantu siswa untuk tanggap pada orang lain dan menyadari akan segala
dalam belajar.
yang dilakukan siswa secara berkelompok yang didasarkan atas kerjasama untuk
Two Stray (TSTS) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Dua
Tinggal Dua Tamu. Teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992), teknik
ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia
anak didik.
dengan cara bekerja sama dengan teman. Teman yang lebih mampu dapat
menolong teman yang lemah. Lie (2008 : 61) menggungkapkan bahwa struktur
TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi
dengan kelompok lain. Hal ini menunjukkan bahwa lima unsur proses belajar
lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling
melengkapi, dan pada saat kegiatan dilaksanakan maka akan terjadi proses tatap
muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok seperti biasa dan dalam satu kelompok
3. Siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan
Menurut Santoso (2011) model pembelajaran kooperatif tipe TSTS terdiri dari
beberapa tahapan sebagai berikut. (1) persiapan, (2) presentasi guru, (3) kegiatan
Kel I Kel IV
AB EF
GH
CD GH
CD
OP
KL OP
IJ
IJ MN
Gambar 2.1 model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
Keterangan:
antara lain:
Adapun kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe TSTS antara lain:
Berdasarkan uraian diatas, model pembelajaran kooperatif model Two Stay Two
Stray adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan
kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain,
dimana dalam satu kelompok terdiri dari empat atau lebih siswa yang nantinya
18
sebagian siswa bertugas sebagai pemberi informasi dari tamunya, dan siswa
Pemahaman berasal dari kata paham yang dalam kamus besar bahasa Indonesia
berarti mengerti atau mengetahui. Sedangkan konsep berarti rancangan atau ide
istilah atau rangkaian kata. Jadi, pemahaman konsep adalah cara untuk memahami
dengan yang kompleks. Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dalam
ranah kognitif dari tujuan pembelajaran. Sesuai dengan yang dikemukakan Bloom
(dalam Uno, 2008 : 35), ranah kognitif ini meliputi pengetahuan (knowledge),
sistematis, mulai dari konsep paling sederhana hingga konsep yang paling
19
understanding) dimana siswa hanya sekedar tahu mengenai suatu konsep namun
belum memahami mengapa hal itu bisa terjadi. Siswa pada tahapan ini belum bisa
menerapkan hal tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. Pemahaman yang
telah memahami mengapa hal tersebut bisa terjadi. Siswa pada tahapan ini sudah
kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan
pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri.
Pemahaman matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang
disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai
Dalam penelitian ini, hasil belajar siswa diperoleh berdasarkan hasil tes evaluasi
menghafal.
E. Pembelajaran Konvensional
ceramah dengan menggunakan alat bantu papan tulis, yang kental dengan suasana
ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima.
paian pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara
berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya
jawab.
kegiatan guru yang utama adalah menerangkan sehingga membuat siswa kurang
aktif karena siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan mecatatnya. Jadi,
F. Kerangka Pikir
pengalaman belajar yang beragam bagi siswa sehingga memudahkan siswa dalam
memberikan bimbingan agar siswa dapat belajar dengan mudah, aktif, dan
Salah satunya dengan memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat
22
dan efektif. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran
Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah suatu model pembelajaran yang
kerja kelompok kepada kelompok lain, dimana dalam satu kelompok terdiri dari
empat anggota yang nantinya dua anggota bertugas mencari informasi dari hasil
diskusi kelompok yang dikunjungi dan dua anggota lainya bertugas membagi
bertamu ke kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang
mengarahkan siswa untuk terlibat aktif, baik dalam menggali dan berbagi
Selama proses pembelajaran tidak semua siswa aktif, salah satu penyebabnya
yaitu tidak semua siswa mendapat kesempatan. Padahal keterlibatan siswa sangat
keberhasilan pembelajaran tersebut, juga memiliki banyak manfaat bagi siswa itu
belajar yang diharapkan. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini
seluruh siswa di kelas diarahkan untuk terlibat aktif dalam diskusi baik dengan
teman satu kelompok maupun dengan kelompok lain. Dengan demikian, model
23
yang harus mereka kerjakan dengan cara bekerja sama dalam kelompok. Hal ini
G. Hipotesis
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka dirumuskan suatu hipotesis
1. Hipotesis Umum
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray efektif ditinjau dari
2. Hipotesis Kerja
model Two Stay Two Stray lebih tinggi daripada rata-rata nilai
24
pembelajaran konvensional.
yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih dari atau
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 26
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari enam kelas dengan
penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling yaitu siswa dari populasi
yang ada diambil dua kelas yang memiliki kemampuan yang relatif sama. Pada
B. Desain Penelitian
Posttest Control Group. Desain ini melibatkan dua kelompok subjek, pada kelas
kooperatif tipe TSTS dan pada kelas kontrol diberikan perlakuan dengan
Keterangan:
E : kelas eksperimen
K : kelas kontrol
X :perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS
C: Perlakuan pada kelas kontrol yang mengikuti pembelajaran konvensional
Y: Nilai post-test
1. Orientasi sekolah, untuk melihat kondisi lapangan seperti berapa kelas yang
pembelajaran
aturan penskorannya.
9. Menganalisis data
C. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data berupa nilai yang
diperoleh dari tes pemahaman konsep matematis pada kelas yang menggunakan
penelitian tersebut.
Metode Tes
mengetahui hasil dari suatu perlakuan. Tes yang digunakan dalam penelitian
ini adalah tes pemahaman konsep berbentuk esai. Tes ini digunakan untuk
E. Instrumen Penelitian
28
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes pemahaman konsep
matematis siswa. Tes pemahaman konsep berbentuk soal uraian pada pokok
eksperimen maupun kelas kontrol. Penyusunan soal tes diawali dengan kisi-kisi
soal. Kisi-kisi soal disusun dengan memperhatikan setiap indikator yang ingin
dicapai. Untuk mendapatkan data yang akurat, maka tes yang digunakan dalam
himpunan dilakukan dengan tujuan agar diperoleh perangkat tes yang memenuhi
validitas isi. Untuk mendapatkan perangkat tes yang valid dilakukan langkah-
langkah berikut.
1. Reliabilitas
29
Nilai Interpretasi
Antara 0,00 s.d 0,20 Reliabilitas sangat rendah
Antara 0,20 s.d 0,40 Reliabilitas rendah
Antara 0,40 s.d 0,70 Reliabilitas sedang
Antara 0,70 s.d 0,90 Reliabilitas tinggi
Antara 0,90 s.d 1,00 Reliabilitas sangat tinggi
soal. Suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu
tidak terlalu sukar, dan tidak terlalu mudah. Seperti yang dikemukakan
Sudijono (dalam Noer, 2010 : 23) untuk menghitung tingkat kesukaran suatu
JT
butir soal digunakan rumus : TK=
IT
Keterangan:
TK : tingkat kesukaran suatu butir soal
JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh
IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal
30
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal
diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang
nilai tertinggi ( disebut kelompok atas ) dan 27% siswa yang memperoleh nilai
Keterangan :
DP : indeks daya pembeda satu butri soal tertentu
JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah
JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah
IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)
F. Analisis Data
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu nilai
kemampuan awal yang diperoleh dari nilai semester dan tes pemahaman konsep
yang diperoleh dari posttest. Pemberian skor ditentukan oleh jawaban yang benar,
sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
a) Hipotesis
b) Taraf Signifikansi
c) Statistik Uji
2
k
( Oi −Ei )
x =∑
2
i=1 Ei
32
Keterangan :
2
x = harga Chi-Kuadrat
Oi = frekuensi pengamatan
Ei = frekuensi yang diharapkan
k = banyaknya kelas interval
d) Keputusan Uji
x 2≥x ( 1−α ) ( k −3 )
Tolak H0 jika dengan taraf = taraf nyata untuk pengujian.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians dilakukan antara dua kelompok data, yaitu kelompok
a) Hipotesis
b) Taraf Signifikansi
c) Statistik Uji
S 12 Varians terbesar
F= =
S2 2
Varians terkecil
d) Keputusan Uji
33
Terima H0 jika F (1−α )(n −1) < F< F 1 α(n −1 ,n −1) dan tolak H0 jika F ≥ F 1 α (v
1
1 2 1
,
, v 2)
2 2
penyebut.
c. Uji Hipotesis
a. Uji Proporsi
70%)
x/n − 0,70
z hitung =
√ 0,70 (1 − 0,70)/n
Keterangan:
X : banyaknya siswa yang tuntas belajar
n : jumlah sampel
0,70 : proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan
z
dengan taraf signifikan α = 5%. Harga 0,70 − α diperoleh dari daftar normal
dilakukan uji hipotesis, dalam hal ini uji kesamaan rata-rata skor posttest.
1) Data berdistribusi normal dan memiliki variansi yang sama, uji hipotesis
a) Hipotesis uji:
pembelajaran konvensional).
x 1−x 2
thit =
Sp
√ 1 1
+
n1 n2
Keterangan :
xi : rata-rata pemahaman konsep pada kelas eksperimen
x2 : rata-rata pemahaman konsep dari kelas kontrol
2
s1 : varians sampel kelas eksperimen
s 22 : varians sampel kelas control
35
d) Kriteria uji:
−t <t<t t1− 1 α
1− 12 α 1
1− α
Terima H0 jika 2 , dimana 2 didapat dari daftar distribusi
lainnya H0 ditolak.
2) Data berdistribusi normal, tetapi memiliki variansi berbeda, maka uji hipotesis
X 1 −X 2
t '=
√
S S
12 22
+
n1 n2
jika:
W 1 t 1+W 2 t 2 W 1 t 1 +W 2 t 2
− <t '<
W 1+W 2 W 1 +W 2
S S
12 22
W 1= ;W 2=
dengan: n1 n2
3). Jika data tidak terdistribusi normal dan kedua kelompok data tidak homogen,
n 1 ( n1 +1 )
U 1 =n1 −n2 + −∑ R1
2
n 2 ( n2 + 1)
U 2 =n1 −n2 + −∑ R2
2
36
Dari kedua nilai U tersebut yang digunakan ialah nilai U yang kecil, karena
sampel lebih dari 20, maka digunakan pendekatan kurva normal dengan mean:
n1 . n2
E(U )=
2
σU =
√ n1 . n2 ( n1 +n 2 )+1
12
' U−E (U )
Z=
σU
−Z α ≤Z '≤Z α
H0 diterima apabila 2 2 , selain itu H0 ditolak.