Anda di halaman 1dari 8

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) pendidikan merupakan proses

pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Seseorang yang

telah berpendidikan akan mampu untuk mengubah kualitas dirinya baik sebagai

mahluk individu maupun sebagai warga masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang

dinyatakan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pasal 1 ayat (1) (Depdiknas, 2003) yang menyebutkan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan menjadi suatu proses penting karena berkaitan dengan menjadikan

manusia menjadi pribadi yang mampu memaksimalkan potensi dirinya. Melalui

usaha sadar individu untuk mewujudkan proses pembelajaran yang aktif mampu

meningkatkan kualitas individu tersebut menjadi memliki pengetahuan dan

keterampilan. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, dalam UU No.
2

20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 (Depdiknas, 2003)

yang menyatakan bahwa:

Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan


mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.

Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah telah melakukan berbagai upaya

untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang baik di Indonesia. Tujuan

pendidikan dapat dicapai jika siswa melibatkan dirinya secara aktif dalam

kegiatan belajar baik fisik maupun emosional. Keterlibatan siswa dalam belajar

akan memberikan konstribusi pada perubahan baik dalam pengetahuan,

pemahaman, penalaran, keterampilan, nilai, dan sikap. Dalam pembelajaran

formal di sekolah ada banyak pelajaran yang dilaksanakan seperti pengetahuan

alam, pengetahuan sosial, bahasa, seni, olah raga, dan matematika.

Salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai untuk bisa memahami ilmu lainnya di

sekolah adalah Matematika. Matematika memiliki sifat universal dan mempunyai

peranan yang penting untuk memajukan daya pikir manusia. Pembelajaran

matematika menuntut manusia (siswa) berpikir logis, kritis, sistematis dan

terstruktur sehingga siswa mampu untuk mengembangkan pola pikir mereka.

Supaya siswa dapat menguasai matematika dengan baik, siswa harus memiliki

pemahaman yang baik pula terhadap konsep–konsep dalam matematika mulai dari

konsep yang paling dasar. Konsep yang paling mendasar harus dipahami, untuk

dapat membantu menguasai konsep–konsep selanjutnya. Konsep-konsep

matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari
3

konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks

sehingga dalam matematika ada konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami

konsep selanjutnya (Suherman, dkk, 2003:22). Prihandoko (2005: 1) menyatakan

bahwa pentingnya penguasaan matematika dan konsep-konsepnya sejak dini

karena matematika merupakan kumpulan konsep-konsep yang memiliki

hubungan sebab akibat yang saling berkaitan. Siswa harus benar-benar mampu

untuk memahami konsep agar siswa tersebut dapat memahami tujuan matematika

lainnya seperti penalaran, pemecahan masalah, dan komunikasi matematis.

Kenyataannya dalam pembelajaran matematika, kemampuan siswa dalam

memahami konsep matematika masih rendah. Hal ini didasarkan pada hasil

survei yang dilakukan oleh Programme for Internasional Student Assesement

(PISA) pada tahun 2015, yang menyatakan bahwa capaian rata-rata skor

kemampuan matematis siswa Indonesia adalah 386 yang masih tergolong rendah

dari rata-rata skor internasional yaitu 490 (OECD, 2016: 5). Salah satu faktor

yang menyebabkan rendahnya hasil survei PISA pada siswa Indonesia yaitu pada

umumnya siswa kurang terlatih mengerjakan soal-soal karakteristik PISA, yang

menekankan siswa benar-benar mampu untuk menguasai konsep-konsep

matematika.

Fakta lain, berdasarkan laporan Kemendikbud (2018) berkaitan dengan hasil

Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tingkat SMP dan sederajat di

Indonesia, pada tahun 2016 rata - rata perolehan nilai UNBK untuk pelajaran

matematika adalah sebesar 53,39 (pada skala 0-100), dan turun menjadi 47,75

pada tahun 2017. Sedangkan pada tahun 2018, rata-rata perolehan nilai UNBK
4

untuk pelajaran matematika kembali turun menjadi 31,38. Mata pelajaran

matematika selalu terendah dibandingkan dengan mata pelajaran pokok lain yang

diujikan dalam 3 tahun terakhir. Hal ini terjadi karena pemahaman konsep siswa

yang masih rendah. Rendahnya pemahaman konsep matematis siswa ini akan

menjadi masalah yang besar jika tidak segera dilakukan upaya untuk

mengatasinya, atau minimal menekan sekecil mungkin akibat yang ditimbulkan.

Padahal seperti yang kita ketahui konsep-konsep dalam matematika saling

berkaitan.

Masalah rendahnya pemahaman konsep matematis siswa ternyata juga terjadi di

SMP Negeri 1 Kasui. Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan

dengan guru matematika di sekolah tersebut, disampaikan bahwa masih banyak

siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika. Beberapa

kesulitan siswa misalnya ketidakmampuan siswa mengidentifikasikan sifat-sifat

operasi atau konsep untuk menyelesaikan suatu soal, memberikan contoh dan non

contoh dari materi yang dipelajari, menyelesaikan persoalan yang berbentuk

representassi matematis (tabel, grafik, diagram, gambar, sketsa, dan sebagainya),

serta siswa sulit untuk menyelesaikan persoalan matematika yang berkaitan

dengan kehidupan sehari-hari.

Rendahnya pemahaman konsep matematis disebabkan oleh kegiatan

pembelajaran matematika di sekolah tersebut masih didominasi oleh aktifitas

guru. Pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas dimulai dari guru

menjelaskan materi pelajaran di depan kelas sambil memberikan contoh soal,

tanya jawab, lalu latihan soal, dan pemberian tugas. Namun, ketika guru
5

melakukan refleksi pembelajaran dan menunjuk beberapa siswa secara acak

untuk menjawab pertanyaan dari guru berkaitan dengan konsep-konsep

matematis yang telah disampaikan, tampak kebanyakan siswa yang ditunjuk

terlihat diam tidak mampu menjawab. Dari observasi ini terlihat pembelajaran

yang diterapkan guru belum mampu membuat siswa memahami konsep

matematika dengan baik. Sebagaimana diungkapkan Slameto (2003: 76) bahwa

kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh strategi dan pendekatan yang

digunakan dalam mengajar. Pembelajaran yang efisien dapat tercapai apabila

model pembelajaran yang digunakan dapat melibatkan siswa secara aktif, serta

cocok dengan kondisi siswa agar siswa dapat mencapai kompetensi yang telah

ditetapkan dalam satuan pendidikan.

Pembelajaran kooperatif dapat menjadi salah satu solusi untuk mengajak siswa

aktif dalam memahami konsep matematika. Pembelajaran kooperatif cocok

digunakan karena pembelajaran ini mengajak siswa untuk aktif berpikir dan

mencari suatu jawaban atas permasalahan yang disajikan oleh guru. Hal ini

sejalan dengan pendapat Suherman, dkk (2003:259) yang mengatakan bahwa

pembelajaran kooperatif dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif

siswa dalam matematika dan siswa termotivasi belajar secara baik, siap dengan

pembelajaran, serta menjadi penuh perhatian selama jam pelajaran. Hal ini

berdampak positif pada kemampuan siswa untuk memahami konsep-konsep

dalam pembelajaran matematika.

Ada banyak tipe model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah

pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) yang


6

dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1990. Struktur TSTS memberikan

kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok

lain. Dalam satu kelompok dibagi menjadi dua bagian yang nantinya sebagian

siswa bertugas sebagai pemberi informasi, dan siswa lainnya bertamu ke

kelompok lain secara terpisah. Pembelajaran kooperatif ini memberikan

pengalaman bagi siswa untuk dapat belajar dengan cara bekerja sama dengan

teman. Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan

terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, terjadi proses

tatap muka antar siswa dan terjadi komunikasi baik dalam kelompok

maupun antar kelompok. Aktivitas belajar dalam model pembelajaran kooperatif

tipe Two Stay Two Stray (TSTS) melibatkan pengakuan tim dan rasa tanggung

jawab kelompok untuk pembelajaran individu anggota, sehingga siswa tetap

mempunyai tanggung jawab perseorangan.

Pembelajaran kooperatif tipe TSTS cocok digunakan di sekolah, hal ini sesuai

yang dikatakan Huda (2011:140) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

TSTS dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran serta tingkatan umur. Pada

pembelajaran TSTS tidak memerlukan karateristik siswa yang spesifik yaitu,

kelompok yang heterogen ditinjau dari jenis kelamin dan berdasarkan

kemampuan siswa. Jadi, dalam satu kelompok bisa terdiri dari laki-laki dan

perempuan dan siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah serta

siswa juga terbiasa berdiskusi dengan temannya. Hal ini sejalan dengan

observasi yang telah dilaksankan di SMP Negeri 1 Kasui yang memiliki siswa

yang heterogen laki-laki dan perempuan serta dengan kemampuan yang bervariasi

mulai dari rendah, sedang, dan tinggi.


7

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Aji (2011: 2)

menginformasikan bahwa pembelajaran koopertif tipe TSTS dapat meningkatkan

pemahaman konsep matematis siswa. Demikian halnya dengan hasil penelitian

Agustiarti (2012: 5) yang menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran

kooperatif tipe TSTS dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar

matematika siswa. Pembelajaran kooperatif tipe TSTS melibatkan siswa dalam

kelompok untuk lebih aktif menyelesaikan dan mencari jawaban atas pertanyaan

yang disajikan. Tentu saja melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe TSTS

ini diharapkan memberikan pengaruh terhadap pemahaman konsep matematis

siswa. Pengalaman langsung akan membuat siswa lebih mudah memahami

konsep -konsep matematis.

Berdasarkan uraian diatas, serta pembelajaran kooperatif tipe TSTS belum

diterapkan di SMP negeri 1 kasui. Maka perlu dilakukan penelitian yang

mengkaji tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two

Stray terhadap pemahaman konsep matematis siswa.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah model

pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray berpengaruh terhadap

pemahaman konsep matematis siswa?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Two

Stay Two Stray terhadap pemahaman konsep matematis siswa.


8

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

informasi dalam pendidikan matematika yang berkaitan dengan model

pembelajaran TSTS serta hubungannya dengan kemampuan pemahaman konsep

matematis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru dan calon guru, diharapkan penelitian ini dapat memberikan

sumbangan pemikiran mengenai pengaruh model pembelajaran kooperatif

tipe TSTS terhadap pemahaman konsep matematis siswa dan upaya

meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.

b. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk

penelitian lebih lanjut tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe

TSTS terhadap pemahaman konsep matematis siswa.

Anda mungkin juga menyukai