Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi ini, ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM)
berkualitas tinggi merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi
pengadaannya dalam rangka persaingan global semakin ketat. SDM yang
berkualitas adalah SDM yang mampu mengikuti dan menanggapi arus perubahan
cepat yang terjadi dalam masyarakat, mampu menjawab tantangan masa depan,
mampu menangani ketidakpastian, mampu menemukan keteraturan serta mampu
memecahkan masalah yang tidak lazim.
Salah satu upaya membentuk SDM berkualitas adalah melalui pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat strategis dalam upaya
pembentukan manusia sehingga menjadikan manusia yang mampu menghadapi
tantangan perubahan dan kemajuan beserta berbagai dampak negatif maupun
positif yang ditimbulkan sebagai akibat perubahan tersebut. Sehingga pada
akhirnya mampu bersaing secara global.
Dalam keseluruhan kegiatan pendidikan di sekolah, pembelajaran
merupakan aktivitas yang paling utama. Interaksi antara guru dengan siswa, antara
siswa dengan siswa dan antara siswa dengan lingkungannya dalam pembelajaran
merupakan bagian terintegrasi dari suatu proses yang tidak hanya bertujuan
mentransfer ilmu dari guru kepada siswa melainkan juga memberikan pengalaman
belajar bermakna dalam rangka membentuk kemampuan dan keterampilan yang
2

nantinya akan menjadi senjata bagi siswa dalam menjawab tantangan masa
depan.
Berbicara mengenai pendidikan di sekolah, maka akan ada hubungannya
dengan mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa, salah satunya adalah
matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Sesuai
dengan Garis Garis Besar Pengajaran Matematika, bahwa pembelajaran
matematika siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal.
Pertama, mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan
dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak
atau cara berpikir logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien. Kedua,
mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari hari dan dalam berbagai ilmu pengetahuan.
Dalam Peratuarn Pemerintah No.22 Tahun 2006, disebutkan bahwa
pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari
sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Dengan
demikian pembelajaran matematika harus mengacu pada tujuan yang dapat
membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama sehingga nantinya siswa mampu
menggunakan pola pikir matematika dalam menghadapi perubahan yang terjadi
serta menjawab tantangan masa depan.
3

Banyak siswa yang setelah mempelajari matematika, sekalipun pada
bagian yang paling sederhana, banyak yang tidak dipahaminya serta banyak
konpsep yang dipahami secara keliru. Hal ini karena selama ini pembekalaran
terjadi hanya untuk menjadikan siswa menelan konsep jadi yang sudah ada tanpa
memahami bagaimana konsep tersebut terbentuk. Padahal, kegunaan
pembelajaran matematika bukanlah untuk memperoleh konsep sebanyak
banyaknya tetapi untuk meningkatkan kemampuan berpikir sebagai dampak dari
pembelajaran yang terjadi.
Ketidakmampuan siswa memahami konsep dengan baik tentu akan
berpengaruh pada rendahnya hasil belajar matematika siswa. Hal ini selaras
dengan fakta sebagai berikut:Pada Ujian Nasional tahun 2012 untuk tingkat SMA,
kegagalan paling banyak terjadi pada mata pelajaran matematika yaitu dialami
oleh 822 siswa. Untuk tingkat SMP, kegagalan paling banyak terjadi pada mata
pelajaran matematika yaitu dialami oleh 229 siswa. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Trends International Mathematics and Science Study pada tahun
2011 menyebutkan bahwa dari 42 negara, siswa kelas 8 indonesia menduduki
posisis 38.
Beberapa kelemahan yang dimiliki siswa dalam memberikan argumen
matematika dan menyelesaikan pemasalahan matematika adalah: 1) Kurang
memahami dan kurang menggunakan aturan aturan atau kaidah kaidah
matematika dengan tepat dan semestinya, 2) Kurang memiliki pemahaman materi
prasyarat yang baik, 3) Kurang memiliki kemampuan dalam menyelesaikan soal
memakai prosedur atau langkah yang logis, sehingga yang terpikir oleh mereka
4

adalah hasil akhir yang diperoleh tidak peduli langkah atau prosedur yang dipakai,
4) Jarang sekali memerikasa atau menyimak jawaban yang diperoleh. Keempat
hal yang menjadi kelemahan yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan persoalan
matematika adalah bagian dari kemampuan metakognisi.
Metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran, dan kendali atas proses
kognisi. Kemampuan metakognisi dibagi menjadi dua komponen, yaitu
pengetahuan metakognisi dan keterampilan metakognisi. Pengetahuan
metakognisi didefinisikan sebagai pengetahuan dan pemahaman pada proses
berpikir. Pengetahuan metakognisi memiliki tiga komponen yaitu pengetahuan
deklarasi, prosedural, dan kondisional. Keterampilan metakognisi didefinisikan
sebagai pengendalian pada proses berpikir. Keterampilan metakognisi memiliki
empat komponen yaitu memprdiksi, merencanakan, memonitor, dan
mengevaluasi.
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan berbagai pendekatan, strategi,
metode, dan model pembelajaran tujuannya agar mampu mencapai hasil belajar
maksimal yang tidak hanya berupa angka angka saja melainkan juga
kemampuan berpikir yang baik. Variasi pendekatan juga memberikan kemudahan
bagi guru untuk menyajikan pengalaman belajar sesuai dengan prinsip belajar
sepanjang hidup yang mengacu pada empat pilar pendidikan universal, learning to
know, learning to do, learnig to live together and learning to be.
Pendekatan deduktif merupakan suatu pendekatan yang dilakukan oleh
seorang guru dengan cara menjelaskan suatu materi matematika dari hal yang
umum ke hal yang khusus, dari yang abstrak ke konkret atau dari defenisi, rumus
5

atau teorema ke contoh-contoh dimana siswa mampu mengembangkan
pemikirannya untuk meyelesaikan suatu masalah pada matematika.
Pendekatan induktif merupakan suatu pendekatan yang dilakukan oleh
seorang guru dengan cara menjelaskan suatu materi matematika dari hal yang
khusus ke hal yang umum, dari yang konkret ke abstrak.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik ingin melakukan suatu
penelitian yang berjudul perbedaan kemampuan metakognisi siswa dengan
menggunakan pendekatan induktif dan deduktif di SMA Negeri 2 Tangerang.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka dapat
diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Mengapa kemampuan metakognisi kurang mendapat perhatian ?
2. Apa yang dimaksud dengan kemampuan metakognisi serta komponen apa yang
terkandung dalam kemapuan metakognisi kognisi siswa?
3. Faktor apa yang dapat meningkatkan kemampuan met
4. Bagaimana kemampuan metakognisi memberi kontribusi bagi hasil belajar
matematika siswa?
5. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan induktif dalam pembelajaran
matematika ?
6. Bagaimana penerapan pendekatan iduktif dalam pembelajaran matematika
sehingga mampu meningkatkan kemampuan metakognisi siswa?
7. Bagaimana kemampuan metakognisi siswa yang menggunakan pembelajaran
dengan pendekatan induktif ?
6

8. Apakah terdapat perbedaan perbedaan kemampuan metakognisi siswa dengan
menggunakan pendekatan induktif ?

C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan mengingat permasalahan yang cukup
luas maka diperlukan pebatasan masalah.
1. Kemampuan metakognisi dibatasi pada rutinitas pemanfaatan kesempatan
belajar dengan indikator sebagai berikut : kemampuan konsep konsep yang
dimiliki siswa, perilaku keterampilan prediksi dalam pelajaran matematika,
serta mempunyai keterampilan metakognisi terhadap kemampuan yang
dimiliki oleh setiap siswa.
2. Pendekatan deduktif dibatasi pada indikator sebagai berikut : guru
memberikan penjelasan konsep materi matematika kepada siswa dari hal yang
umum ke hal yang khusus, dan selalu melatih siswa untuk menyelesaikan
masalah matematika dengan mengembangkan pemikirannya sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dirumuskan menjadi : Apakah terdapat perbedaan kemampuan metakognisi
siswa menggunakan pendekatan induktif dan deduktif ?.

E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terdapat atau tidaknya
perbedaan kemampuan metakognisi siswa menggunakan pendekatan induktif.
7


F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memberi masukan bagi guru agar
memperhatikan kemampuan metakognisi siswanya. Bagi siswa, agar dapat
memicu untuk meningkatkan kemampuan metakognisi.
Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk bahan pembelajaran dan
penambah wawasan mengenai pendekatan pembelajaran matematika untuk
diterapkan kepada siswa agar mendapatkan kemampuan metakognisi yang
maksimal.
















8

BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori
1. Hakekat Belajar
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan
berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu.
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok melalui proses belajar
manusia dapat melakukan perubahan individual ke arah yang lebih baik.
Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu bergantung pada
proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun
lingkungannya.
Henry E. Garret mengungkapkan dalam buku Konsep dan Makna
Pembelajaran, Belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka
waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada
perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang
tertentu.
1
Menurut pendapat tersebut belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku dalam jangka waktu lama melalui latihan yang
tersusun dengan baik melalui proses formal ataupun secara alami melalui
pengalaman yang di dapat.
Menurut Arthur T. Jersild bahwa, Belajar adalah perubahan atau
membawa akibat perubahan tingkah laku dalam pendidikan karena

1
Syaiful Sagala. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Hlm. 13.

8
9

pengalaman dan latihan atau karena mengalami latihan.
2
Dari pendapat
tersebut, latihan terus menerus atau pengalaman yang di dapat dari proses
pendidikan akan membawa akibat perubahan tingkah laku dan juga belajar
merupakan suatu proses yang menyebabkan perubahan dan tingkah laku
manusia yang disebabkan oleh faktor latihan yang terus menerus sehingga
siswa mampu mengembangkan daya ingat serta pemahaman yang kuat.
Dalam buku Psikologi Perkembangan Peserta Didik, menurut
Arifin yang dikutip oleh penulis mengakatakan bahwa,
Dalam persepktif psikologis, peserta didik adalah individu yang
sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik
fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai
individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik
memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju
arah titik optimal kemampuan fitrahnya.
3


Belajar dari sisi psikologi menurut pendapat di atas memerlukan
bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju arah titik optimal
kemampuan fitrahnya. Oleh karena itu diperlukan seorang guru untuk
membimbing seorang siswa atau murid dari tidak bisa sampai kepada
perubahan tingkah laku yang membuatnya menjadi bisa.
John Dewey mengemukakan bahwa, Belajar adalah menyangkut
apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus
datang dari siswa sendiri.
4
Dari pendapat tersebut bahwa kemauan untuk
belajar datang dari diri siswa dan guru hanya sebagai pembimbing. Proses

2
Ibid. Hlm. 18.
3
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Hlm. 39.
4
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta. Hlm. 44.
10

belajar dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri dan siswa harus mengulang
apa yang telah diberikan oleh guru.
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan suatu proses yang sangat kompleks, teratur dan
konsisten. Tidak lepas dari bimbingan dan arahan seorang guru untuk
membawa peserta didik menuju arah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Latihan terus menerus adalah pengalaman yang tidak mudah dilupakan,
oleh karena itu melalui proses pengalaman yang dijadikan sebagai suatu
latihan diharapkan mampu untuk membawa kepada prubahan diri dan
tingkah laku.
Pembelajaran yang menimbulkan interaksi belajar-mengajar antara guru-
siswa mendorong perilaku belajar siswa. Proses belajar-mengajar sangat
diperlukan hubungan aktif antara guru dan siswa. Hubungan aktif itu
bukan merupakan hubungan aktif tanpa tujuan melainkan hubungan aktif
yang diikat oleh tujuan pengajaran. Tujuan ini pada dasarnya merupakan
rumusan tingkah laku dan kemampuan-kemampuan yang harus dicapai
dan dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Isi tujuan
pengajaran pada hakekatnya adalah hasil belajar yang diharapkan.
2. Metakognisi
Metakognisi merupakan suatu proses mengugah rasa ingin tahu
seseorang karena dengan menggunakan proses kognitif seseorang dapat
memandu dalam menata suasana dan menyeleksi strategi untuk
meningkatkan kemampuan kognitif di masa yang akan datang. Dalam
11

bukunya Daniel Muijs dan David Reynolds menyatakan
5
metacognition is
an important element in problem solving . Pernyataan tersebut
mempertegas bahwa metakognisi merupakan suatu pendekatan yang
terpenting dari proses pemecahan masalah dengan memperhatikan
perkembangan kognitif yang dimiliki dari setiap anak usia sekolah.
6
Seiring dengan perkembangan kognitifnya, anak-anak usia sekolah mulai
berusaha mengetahui tentang pikirannya sendiri, tentang bagaimana ia
belajar dan mengingat situasi-situasi yang dialami setiap hari, mulai
menyadari proses-proses kognitifnya dan bagaimana seseorang dapat
meningkatkan penilaian kognitif mereka, serta memilih strategi-strategi
yang cocok untuk meningkatkan kinerja kognitif mereka. Para ahli
psikologi menyebut tipe pengetahuan ini dengan metakognitif yang
merupakan pengetahuan tentang kognisi.
Faktor kognitif dan faktor metakognitif dalam proses
pembelajaran :
7
Sifat dari proses pembelajaran dari pembelajaran yang
kompleks sangatlah efektif ketika pembelajaran ini merupakan proses yang
direncanakan untuk mengontruksikan makna dari informasi dan
pengalaman.Tujuan dari proses pembelajaran dilihat dari, siswa yang

5
Daniel Mujis dan David Reynolds. 2006. Effective Teaching Evidence and
Practice. India : SAGE Publications. Hlm 122.
6
Desmita.2009.Psikologi Perkembangan Peserta Didik.Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Hlm. 131


7
John W Santrock.2011.Psikologi Pendidikan.Jakarta : Salemba
Humanika.Hlm.163


12

berhasil, biasanya disertai dengan dukungan dan bimbingan pembelajaran,
bisa menghasilkan representasi pengetahuan yang berarti dan koheren.
1. Pembentukkan pengetahuan, siswa yang berhasil bisa menghubungkan
informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada dalam cara yang
berarti.
2. Pemikiran strategis, siswa yang berhasil bisa menciptakan serta
menggunakan seleksi pemikiran dan strategi penalaran untuk mencapai
suatu tujuan pembelajaran yang kompleks.
3. Berpikir tentang berpikir, strategi strategi penyusunan lebih tinggi
untuk menyeleksi serta memantau operasi mental memfasilitasi
pemikiran yang kreatif dan kritis.
3. Pendekatan Dalam Pengajaran
Pendekatan adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau
siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana
materi itu disajikan.
8
Dalam memilih pendekatan yang digunakan dalam
proses pembelajaran itu tidak hanya sekedar memilih-memilih saja tetapi
juga harus disesuaikan dengan karakteristik siswa dan kondisi yang
dihadapinya. Oleh karena itu, efektifitas penggunaan metode dapat terjadi
bila ada kesesuaian antara pendekatan dengan semua komponen
pembelajaran. Namun perlu diingat, bahwa tidak ada satupun pendekatan
pembelajaran yang paling sesuai untuk semua kondisi dan situasi yang
berbeda, walaupun tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sama. Oleh

8
E.T.Ruseffendi.1988.Pengajaran Matematika Modern Untuk Orang Tua, Murid Dan
SPG .Bandung : Tarsito.hlm. 98
13

karena itu, dibutuhkan kreativitas dan keterampilan guru dalam memilih dan
menggunakan pendekatan pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh
guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan
instruksional tertentu.
9
Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru
dalam memilih kegiatan pembelajaran, apakah guru sudah menjelaskan
suatu pengajaran dengan materi bidang studi yang sudah tersusun dalam
urutan tertentu, ataukah dengan menggunakan materi yang terkait satu
dengan yang lainnya dalam tingkat kedalaman yang berbeda, atau bahkan
merupakan materi yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi disiplin
ilmu. Pendekatan pembelajaran ini sebagai penjelas untuk mempermudah
bagi siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru, dengan
memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.Sehingga tanpa
pendekatan pembelajaran seorang guru tidak dapat mencapai tujuan
instruksional yang maksimal serta tidak dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang menyenangkan.
4. Pendekatan Induktif
Pendekatan deduktif merupakan salah satu pendekatan yang saat
ini banyak digunakan oleh guru dalam menyampaikan suatu materi.
Pendekatan ini dipakai karena dipercaya efektif dalam penanaman konsep
sehingga siswa mampu mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan
induktif adalah cara mengajar yang penyajian materi atau topik berjalan

9
Syaiful sagala.2003.Konsep Dan Makna Pembelajaran.Bandung : Alfabeta. hlm. 68
14

dari yang khusus ke umum, dari yang konkret ke abstrak atau dari contoh
ke definisi atau rumus.
10
Pengolahan pesan secara induktif bermula dari (i) fakta atau
peristiwa khusus, (ii) penyusunan konsep berdasarkan fakta fakta, (iii)
penyusunan generalisasi berdasarkan konsep konsep. Bila sudah ada
teori yang benar, pada umumnya diruuskan hipotesis, (iv) terapan
generalisasi pada data baru, atau hipotesis, kemudian (v) penarikan
kesimpulan lanjut.

Pembelajaran yang dimaksud adalah guru menyampaikan materi
ajar dengan memberikan kasus khusus dalam hal ini berupa contoh
masalah atau contoh soal. Contoh-contoh soal yang dimaksud berupa
penerapan secara khusus dari rumus atau definisi yang akan harus
ditemukan oleh siswa dengan bimbingan guru.
Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan induktif
dalam pembelajaran adalah
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
pendekatan deduktif adalah menyampaikan materi ajar dengan
memberikan bentuk umum dalam hal ini berupa rumus yang diikuti
dengan pemberian contoh-contoh soal. Contoh-contoh soal yang dimaksud
berupa penerapan secara khusus dari rumus yang telah di sajikan.
5. Bangun datar pokok bahasan Segi Empat

10
Dimyati dan Mudjiono, Op.cit, halm.185
15

Bangun datar adalah bentuk-bentuk geometri berdimensi dua,
terletak pada bidang datar, dan memiliki dua unsur, yaitu panjang dan
lebar. Sedangkan, segi empat adalah bangun datar yang memiliki empat
buah sudut dan empat buah sisi. Jadi, bangun datar segi empat adalah
bentuk-bentuk geometri yang berdimensi dua terletak pada bidang datar
dan memiliki dua unsur yaitu panjang dan lebar seta memiliki empat buah
sudut dan empat buah sisi. Berikut ini yang merupakan bangun datar segi
empat adalah bangun persegi panjang, persegi, jajar genjang, belah
ketupat, layang-layang, dan trapesium.
1. Bangun Persegi Panjang
Persegi panjang adalah
11
segi empat yang keempat sudutnya siku-
siku dan sisi-sisi yang berhadapan sama panjang.
Sifat-sifat persegi panjang :
1. sisi-sisi yang sejajar sama panjang
2. diagonal-diagonalnya sama panjang dan berpotongan ditengah-
tengah.
3. keempat sudutnya adalah sudut siku-siku
4. besar dua sudut yang berdekatan berjumlah 180
o

5. memiliki dua sumbu simetri
6. menempati bingkainya dengan 4 cara.
Persegi panjang ABCD dengan panjang p dan lebar l

11
J.Dris,Tasari.2008.Matematika Untuk SMP Kelas VII. Jakarta :
Piranti Darma Kalokatama.

16

D C
L L l

A p B
Gambar 2.1 Persegi Panjang
Keliling persegi panjang adalah 2p + 2l = 2 ( p + l )
Luas daerah persegi panjang adalah panjang x lebar = p x l .


2. Bangun Persegi
Persegi adalah segi empat yang keempat sisinya sama panjang dan
keempat sudutnya 90
o
(siku-siku). Persegi adalah belah ketupat yang
mempunyai sifat istimewa sebab keempat sudutnya sama besar, yaitu
90
o
.
Sifat-sifat persegi:
1. Semua sisinya sama panjang
2. Kedua diagonalnya sama panjang dan berpotongan ditengah-tengah
dan saling tegak lurus membagi dan sama panjang.
3. Besar sudut-sudutnya adalah 90
o

4. menempati bingkainya dengan 8 cara
5. memiliki empat sumbu simetri.
Persegi ABCD dengan sisi s :
D C
17


s
A B
Gambar 2.2 Persegi
Keliling persegi adalah 4 x sisi = 4s
Luas daerah persegi adalah sisi x sisi = s
2
.
3. Bangun Jajar Genjang
Jajar genjang adalah bangun datar segi empat dengan sisi-sisi yang
berhadapan saling sejajar. Sifat-sifat jajar genjang :
1) sisi yang sejajar dan sama panjang
2) diagonal-diagonalnya membagi dua sama panjang
3) sudut-sudut yang behadapan sama besar
4) besar dua sudut yang berdekatan berjumlah 180
o

5) merupakan bangun simetri
2
1
putaran
6) menempati bingkainya dengan 2 cara.
Jajar genjang dengan sisi yaitu a dan b serta tinggi t
D C

b

A a B
Gambar 2. 3 Jajar Genjang
Keliling jajar genjang adalah 2a + 2b = 2 (a + b).

t
18


Luas daerah jajar genjang adalah alas x tinggi = a x t.
4. Bangun Belah Ketupat
Belah ketupat adalah segi empat yang semua sisinya sama panjang
atau dapat juga dikatakan jajar genjang yang semua sisinya sama
panjang.
Sifat-sifat belah ketupat :
1) keempat sisinya sama panjang
2) diagonal-diagonalnya berpotongan saling tegak lurus dan saling
membagi dua sama panjang.
3) diagonal-diagonalnya membagi sudut-sudut sama besar
4) besar dua sudut yang berdekatan berjumlah 180
o

5) merupakan bangun simetri
2
1
putaran
6) menempati bingkainya dengan 2 cara.
Belah ketupat ABCD dengan sisi s dan diagonal d
D



A C
C
s s
B
Gambar 2.4 Belah Ketupat
Keliling belah ketupat adalah 4 x sisi = 4s.
d
19

Luas daerah belah ketupat adalah x diagonal x diagonal = d
1
x d
2.
5. Bangun layang-layang
Layang-layang adalah segi empat yang terbentuk dari dua
gabungan dua segitiga sama kaki yang alasnya sama panjang dan
berhimpit.
Sifat-sifat layang-layang :
1) sepasang sudutnya sama besar
2) diagonal yang satu membagi sama panjang diagonal yang lain
3) salah satu diagonalnya merupakan sumbu simetri
4) sepasang-sepasang sisinya mempunyai panjang yang sama
5) diagonal-diagonalnya saling tegak lurus.
Layang-layang ABCD dengan sisi AB = CD = b dan AD = CD = a
D

a
A C

b

B
Gambar 2. 5 Layang-layang
Keliling layang-layang adalah 2a +2b = 2(a + b).
Luas daerah layang-layang adalah x diagonal x diagonal = d
1
x d
2
.
20

6. Bangun Trapesium
Trapesium adalah segi empat mempunyai sepasang sisi sejajar.
Trapesium dibedakan atas sisi dan sudutnya yaitu :
1) trapesium siku-siku adalah trapesium yang salah satu sudut alasnya
90
o
.
2) trapesium sama kaki adalah trapesium yang mempunyai dua sisi
sama panjang.
3) trapesium sembarang adalah trapesium yang tidak mempunyai
keistimewaan apapun.
Sifat-sifat trapesium :
1) sepasang-sepasang sudut saling berpelurus ( berjumlah 180
o
)
2) mempunyai sepasang sisi yang sejajar
3) pada trapesium sama kaki, sepasang-sepasang sudutnya sama besar
4) pada trapesium sama kaki, diagonal-diagonalnya sama panjang
5) pada trapesium siku-siku, besar salah satu sudut alasnya adalah 90
o
.
Trapesium ABCD dengan sisi-sisi a, b, c, d dan tinggi t.
D a C

c d

A b B
Gambar 2.6 Trapesium
Keliling trapesium adalah a + b + c + d.

t
21

Luas daerah trapesium adalah x jumlah sisi sejajar x tinggi = (a+ b) t

B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan pendapat, dan teori yang telah dikemukakan maka dapat
disimpulkan, kemampuan metakognisi adalah merupakan satu komponen
penting dalam pembelajaran matematika sehingga diperlukan suatu
pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan metakognisi
siswa. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan
induktif. Pendekatan induktif merupakan pendekatan yang berpola khusus
umum.

C. Pengajuan Hipotesis
Dari deskripsi teori dan kerangka berfikir di atas maka hipotesis yang
diajukan adalah:
H
0:
Tidak terdapat perbedaan kemampuan metakognisi siswa menggunakan
pendekatan induktif.
H
1
: Terdapat perbedaan kemampuan metakognisi siswa menggunakan
pendekatan induktif.






22






BAB III
METEDOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Operasional Penelitian
Berdasarkan masalah yang dirumuskan, maka tujuan operasional
penelitian ini adalah:
1. Memperoleh data kemampuan metakognisi siswa pada materi bangun
datar pokok bahasan segi empat melalui pendekatan metakognitif berbasis
worksheet.
2. Memperoleh data kemampuan metakognisi siswa pada materi bangun
datar pokok bahasan segi empat melalui pendekatan deduktif.
3. Mengetahui perbedaan kemampuan metakognisi siswa pada pendekatan
induktif dengan siswa yang diajar secara konvensional.

B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2 Tangerang yang
beralamat di Jl. Raya Kembangan Selatan No.54.
2. Waktu penelitian
23

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan 7 Mei 12 Juni 2012 ,
kelas VII semester genap tahun pelajaran 2021-2013.

C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi
eksperiment, karena dalam penelitian ini ada dua kelompok yang
dibandingkan dan diberikan perlakuan yang berbeda tanpa mengubah
komposisi kelompok tersebut.
Pada penelitian ini diberikan perlakuan yang berbeda terhadap
kedua kelas, yaitu perlakuan pembelajaran yanng menggunakan pendekatan
metakognitif berbasis worksheet pada kelas eksperimen dan pembelajaran
dengan pendekatan deduktif pada kelas kontrol. Maka pola penelitian yang
sesuai dengan penelitian ini adalah:
E X
1
Y
1
K X
2
Y
2
Keterangan :
E : Kelompok eksperimen
K : Kelompok kontrol
X
1
: Perlakuan pada kelompok eksperimen
X
2
: Perlakuan pada kelompok kontrol
Y
1
: Output ( keluaran) pada kelompok eksperimen
Y
2
: Output ( keluaran) pada kelompok kontrol

D. Teknik Pengambilan Sampel
31
24


Teknik yang digunakan untuk memperoleh sampel dalam
penelitian ini adalah teknik random sampling (teknik acak sederhana) dengan:



1. Populasi Target
Populasi target pada penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah
seluruh siswa SMP Negeri 105 Jakarta Barat yang terdaftar sebagai siswa
semester II (dua) tahun pelajaran 2011/2012.
2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri
105 Jakarta Barat yang terdaftar sebagai siswa kelas VII tahun pelajaran
2011/2012.
3. Sampel
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kuasi
eksperimen. Pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara
acak (random), tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya.
Dalam pelaksanaan penelitian ini sampel dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelas VII-1 dipilih
sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas yang diajar dengan menggunakan
pendekatan metakognitif berbasis worsheet pada pokok bahasan bangun
datar segi empat, sedangkan kelas VII-2 dipilih sebagai kelas kontrol,
25

yaitu kelas yang diajar menggunakan pendekatan deduktif pada pokok
bahasan bangun datar segi empat.
Jumlah sampel yang diambil 60 orang siswa yang dibagi menjadi
dua kelompok, 30 orang siswa untuk kelas eksperimen dan 30 orang siswa
untuk kelas kontrol. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1
Jumlah Anggota Sampel

Kelas
Populasi
Terjangkau
Sampel Keterangan
Kelas VII
1
30 siswa 30 siswa
Kelompok
Eksperimen
Kelas VII
2
30 siswa 30 siswa
Kelompok
Kontrol
Jumlah 60 siswa 60 siswa


E. Teknik Pengumpulan Data
1. Variabel penelitian
a. Variabel Bebas (X) : Pendekatan metakognitif berbasis worksheet dan
pendekatan deduktif.
b. Variabel Terikat (Y) : Hasil belajar matematika siswa.
2. Sumber Data
Data dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa tes. Tes
ini dibuat untuk mengukur hasil belajar matematika siswa dalam materi
bangun datar pokok bahasan segi empat. Tes itu diberikan kepada dua
26

kelompok, yaitu kelompok eksperimen ( kelas VII-1) sebagai kelompok
yang menggunakan pendekatan metakognitif berbasis worksheet dan
kelompok kontrol ( kelas VII-2) sebagai kelompok yang menggunakan
pendekatan deduktif.
3. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yang
digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar terdiri dari soal
yang berbentuk PG dengan sub pokok materi bangun datar segi empat.
Terdiri dari 30 butir soal yang setiap nilainya bernilai 1. Sebelum
melakukan pengumpulan data, terlebih dahulu melakukan uji coba
instrumen yang terdiri dari 40 soal untuk mengetahui validitas, reliabilitas,
taraf kesukaran dan daya pembeda instrumen.

F. Uji Coba Instrumen
Sebelum digunakan untuk penelitian, instrumen ini diuji coba
dahulu pada siswa kelas VII SMP Negeri 142 Jakarta Barat untuk
mengetahui apakah soal tersebut memenuhi persyaratan validitas dan
reliabilitas, selain itu juga untuk mengetahui daya pembeda dan tingkat
kesukaran instrumen.
1. Pengujian Validitas Instrumen Tes
Agar penelitian ini dapat menghasilkan data yang valid, maka
instrumen penelitiannya pun harus valid. Untuk mengetahui valid
tidaknya instrumen suatu penelitian yang digunakan pada penelitian ini,
27

penulis melakukan uji validitas untuk soal pilihan ganda dengan r Poin
biserial berikut:
12

r
pbis
=


Keterangan :
r
pbis
: Koefisien Product Moment
Mp : Rerata skor dari subyek yang menjawab benar bagi item
yang dicari validitasnya
Mt : Rerata skor total
s
t
: Standar Deviasi dari skor total
p : Proporsi siswa yang menjawab benar item tersebut

banyaknya siswa yang menjawab benar
p
jumlah seluruh siswa
| |
=
|
\ .



q : Proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 p)
Kriteria pengujian :
Terima H
0
, bila r
hitung
r
tabel,
maka soal tidak valid.
Tolak H
0
, bila r
hitung
r
tabel,
maka soal valid.
Hasil uji validitas instrumen dengan menggunakan rumus Korelasi
Poin Biserial dari jumlah soal sebanyak 40 soal diperoleh data
r
tabel
= 0,339 dengan taraf signifikan = 0,05 dan n = 34. Terdapat 30 soal
valid yang terdiri dari nomor1, 3, 5, 7, 8, 9, 10, 12, 14, 16, 17, 18, 19, 20,
21, 22, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 36, 37, 38, 40.

12
Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek(Edisis Revisi). Jakarta : Rineka Cipta. Hlm. 211.


28

Dan terdapat 10 soal drop (tidak valid) yang terdiri dari nomor 2, 4, 6, 11,
13, 15, 27, 34, 35, 39 ,( lampiran 12 halaman 173-174).
2. Pengujian Reliabilitas Instrumen Tes
Untuk menentukan indeks reliabilitas dipergunakan rumus KR-20.
13

r
11 =
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|


2
2
1 s
pq s
k
k

Keterangan:

r
11
: Reliabilitas tes secara keseluruhan.
P : Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar.
q : Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah ( q = 1 p )
: Jumlah hasil perkalian antara p dan q.
k : Banyak item valid.
s : Standar deviasi dari tes ( Standar Deviasi adalah akar varians)
Kriteria pengujian :
Tolak H
o,
bila r
hitung
r
tabel
, maka soal tidak reliabel.
Terima H
o,
bila r
hitung
> r
tabel
, maka soal reliabel.
Ujireliabilitas dengan menggunakan rumus KR-20 hingga
diperoleh data r
hitung
= 0,875 di konsultasikan dengan r
tabel
= 0,339
dengan taraf signifikan = 0,05 dan n = 34. Karena
r
hitung
= 0,875 > 0,339 = r
tabel
, maka dapat disimpulkan bahwa
instrument tersebut reliabel ( lampiran 14 halaman 180-181 ).
3. Daya Pembeda Soal

13
Suharsimi Arikunto.2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan( Edisi Revisi ).
Jakarta.PT.Bumi Aksara. Hlm. 79
29

Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan
untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang
tergolong mampu ( tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong
kurang ( rendah prestasinya). Daya pembeda soal adalah kemampuan
suatu soal untuk membedakan antara peserta didik yang pandai
( menguasai materi) dengan peserta didik yang kurang pandai
( kurang / tidak menguasai materi ).
14

Daya pembeda dihitung dengan Analisis butir soal dengan uji daya
pembeda soal dengan menggunakan rumus :
DP =


Keterangan :
DP : daya pembeda

: rata-rata kelompok atas

: rata-rata kelompok bawah


Tabel 3.2
Klasifikasi daya pembeda
Daya Pembeda (DP) Klasifikasi
0,00 < DP 0,20 Jelek
0,20< DP 0,40 Cukup (Satisfactory)
0,40< DP 0,70 Baik (good)
0,70< DP 1,00 Baik Sekali(excellent)


14
Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009. hlm. 133.
30

4. Pengujian Taraf Kesukaran
Taraf Kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu
soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasa dinyatakan dengan
indeks.
15
Analisis taraf kesukaran setiap butir soal dihitung berdasarkan
jawaban seluruh siswa yang mengikuti tes. Skor hasil tes yang
diperoleh siswa diklasifikasikan atas benar dan salah. Untuk
mendapatkan taraf kesukaran dengan uji tingkat kesukaran dengan
rumus :
Tingkat kesukaran =



Dimana, Rata-rata =



Klasifikasi taraf kesukaran sebagai berikut :
Tabel 3.3
Klasifikasi Indeks Kesukaran
Nilai Katagori
0,00 0,30 Sukar
0,31- 0,70 Sedang
0,71 1,00 Mudah

G. Hipotesis Statistik
Hipotesis ini menggunakan uji dua pihak. Adapun kriteria
pengujian untuk uji-t ini adalah sebagai berikut:
16

H
0
:
1
=
2


15
Zaenal Arifin,op. cit., hlm. 134.
16
Sudjana.1996. Metoda Statistik.Bandung : Tarsito. hlm. 239.

31

H
1
:
1

2
Keterangan:

1
: Skor dari hasil belajar matematika siswa pada materi bangun datar
pokok bahasan segi empat yang diajarkan dengan menggunakan
pendekatan metakognitif berbasis worksheet.

1 :
Skor dari hasil belajar matematika siswa pada materi bangun datar
pokok bahasan segi empat yang diajarkan dengan menggunakan
pendekatan deduktif.

H. Teknik Analisis Data
1. Sebelum menguji hipotesis penelitian dilakukan uji prasyarat, yaitu :
i. Uji normalitas
a. Hipotesis statistik
H
0
: Data berdistribusi normal.
H
1
: Data berdistribusi tidak normal.
b. Menentukan harga
0
L

1) Hasil Pengamatan Y
1
, Y
2
, , Y
n
dijadikan bilangan baku Z
1
, Z
2
,
, Z
n
dengan menggunakan rumus:
17

Z
i
=


( X dan S masing-masing merupakan rata-rata dan simpangan
baku sampel ).

17
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Hlm. 99.
32

2) Untuk setiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar
distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (
i
Z ) =
P (
i
Z Z s ).
3) Hitung proporsi Z
1
, Z
2
, , Z
n
. Proporsi ini dinyatakan oleh S
(Zi) dengan rumus:
n
Zn ..., , Z , Z banyaknya
) (
2 1
=
i
Z S
4) Hitung selisih dari ) ( ) (
I i
Z S Z F kemudian tentukan harga
mutlaknya.
5) Ambil harga yang paling besar di antara harga mutlak selisih
tersebut. Sebut harga terbesar ini Lo.
c. Kriteria pengujian
Terima
0
H jika L
o
< L
tabel
maka data berdistribusi normal
Tolak
0
H jika L
o
L
tabel
, maka data berdistribusi tidak normal
ii. Uji homogenitas
Langkah-langkah perhitungan uji homogenitas dilakukan
dengan uji fisher (F)
18
adalah sebagai berikut:
a. Hipotesis homogenitas
H
0
: o
1
2
= o
2
2
H
1
: o
1
2
= o
2
2
Keterangan :
H
0
: Data homogen

18
Ibid. Hlm. 242.
33

H
1
: Data tidak homogen
o
1
2
: Varians kelas eksperimen
o
2
2
: Varians kelas kontrol
b. Menentukan harga


Untuk menguji hipotesis
0
H digunakan uji-F, dengan rumus:
19



Keterangan :
F : Nilai tabel distribusi F (o = 0.05).
S
1
2
: Varians terbesar.
S
2
2
: Varians terkecil.
c. Menentukan


Tentukan terlebih dahulu derajat kebebasan pembilang dan derajat
kebebasan penyebut serta = 0,05, maka nilai F
tabel
dapat diperoleh
melalui tabel distribusi F.
d. Kriteria pengujian
0
H
Terima H
0
jika F
hitung
< F
tabel
, maka kedua varians homogen
Tolak H
0
jika F
hitung
F
tabel
, maka kedua varians tidak homogen.
2. Pengujian Hipotesis Penelitian

a. Menentukan

Berdasarkan hipotesis yang diajukan pengujian hipotesis
menggunakan uji-t dengan taraf signifikansi o = 0,05, dengan rumus
sebagai berikut:
20


19
Ibid. Hlm. 249.
34

, dimana



Keterangan:
t : harga uji statistik

: rata-rata hasil belajar matematika kelompok eksperimen

: rata-rata hasil belajar matematika kelompok kontrol


n
1
: jumlah sampel kelompok eksperimen
n
2
: jumlah sampel kelompok kontrol

: varians data kelompok eksperimen

: varians data kelompok kontrol


Adapun kriteria pengujian untuk uji-t ini adalah sebagai berikut:
H
0
diterima jika t
hitung
> t
tabel

H
0
ditolak jika t
hitung
t
tabel

b. Menentukan


Harga

dapat dilihat dari tabel nilai persentil untuk


distribusi t. Dengan taraf signifikansi o = 0,05, dan derajat kebebasan
() (

) dimana

= 30 dan

= 30, maka
didapat

]
c. Kriteria pengujian
Tolak
0
H jika t
hitung
t
tabel
, maka tidak terdapat perbedaan hasil
belajar matematika siswa dengan pendekatan metakognitif berbasis
worksheet dan pendekatan dedutif.

20
Ibid.. hlm. 239.
35

Tolak
0
H jika t
hitung
> t
tabel
, maka terdapat perbedaan hasil belajar
matematika siswa dengan pendekatan metakognitif berbasis worksheet
dan pendekatan deduktif.

Anda mungkin juga menyukai