Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin cepat

berkembang dari waktu ke waktu. Sebagai seorang terpelajar kita memilih

tanggung jawab untuk meningkatkan kecerdasan akan eksistensinya dalam dunia

pendidikan agar mampu bersaing dan menghadapi tantangan masa depan. Oleh

karena itu, kita harus mengetahui sejauh mana kesiapan pelajar Indonesia sebagai

generasi penerus bangsa dan mempersiapkannya dengan ilmu pengetahuan yang

terus menerus berkembang.

Salah satu ilmu yang perlu dikuasai adalah pendidikan matematika.

Pendidikan matematika mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia yaitu

sebagai dasar dari segala ilmu dan aktifitas dalam kehidupan. Karena pentingnya

pendidikan matematika, maka sejak dini sudah mulai dikenalkan dalam ligkungan

keluarga lalu lebih dikenalkan dan dibimbing oleh sekolah. Apabila ditelaah lebih

dalam mengenai bidang matematika, setiap pembelajaran tentu memiliki harapan

untuk meningkatkan suatu kemampuan matematis siswa. Menurut National

Council of Teachers Mathematics (2000) standar proses dalam kemampuan

matematis dapat diklasifikasikan dalam lima kompetensi yaitu: Mathematical

problem solving (pemecahan masalah matematis), mathematical reasoning and

proof (penalaran dan bukti matematis), mathematical communication (komunikasi

1
2

matematis), mathematical connection (koneksi matematis) dan mathematical

representation (representasi matematis).

Sebagai siswa dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis,

logis, kreatif, bernalar dan kerjasama. Pentingnya kemampuan penalaran

matematis bagi siswa tercantum dalam tujuan pembelajaran matematika di

sekolah, yaitu “inti dari kurikulum 2013 adalah pada upaya penyederhanaan dan

tematik-integratif. Bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa mampu

lebih baik dalam observasi, bertanya, bernalar dan mengkomunikasikan

(mempresentasikan) apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah

menerima materi” Kemendikbud (Abidin, 2013).

Kemampuan penalaran matematis adalah salah satu tujuan terpenting

dalam pembelajaran matematika dengan memberikan materi yang diajarkan

kepada siswa bukan hanya hafalan, namun siswa diharapkan dapat lebih mengerti

konsep dalam materi tersebut. Penalaran merupakan suatu proses berpikir untuk

menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan berdasarkan bukti atau

asumsi sebelumnya. Schoenfeld (Hendriana, Rohaeti dan Sumarmo, 2017)

mengatakan “Pentingnya menguasai kemampuan penalaran matematis sejalan

dengan visi matematika khususnya untuk memenuhi kebutuhan masa mendatang.

Penalaran menjadi penting dalam kehidupan dan juga dalam matematika karena

memuat proses yang aktif, dinamis, dan generatif yang dikerjakan oleh pelaku dan

pengguna matematika”. Melalui penalaran matematika siswa dapat mengajukan

dugaan kemudian menyusun bukti melakukan manipulasi terhadap permasalahan

matematika dan menarik kesimpulan dengan benar dan tepat. Oleh karena itu,
3

kemampuan penalaran siswa pelu ditingkatkan dan cara untuk melatih

kemampuan penalaran tersebut dapat dilakukan dalam proses pembelajaran

matematika. Sukardjono (2011) menyatakan bahwa matematika adalah metode

berpikir untuk bernalar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang siswa

ingin memiliki kemampuan penalaran yang baik maka siswa tersebut perlu

memahami pembelajaran matematika dengan baik.

Kemampuan penalaran matematis siswa di sekolah menengah paada

umumnya masih belum memuaskan. Dari hasil studi pendahulu yang dilakukan

oleh Dewi (2017) kemampuan penalaran siswa tergolong rendah rendah yaitu

41%. Menurut Permana dan Sumarmo (2007) Kesulitan siswa dalam kemampuan

penalaran adalah kurangnya mengerti pokok materi sehingga siswa kurang

menggunakan daya nalar yang logis dalam menyelesaikan permasalahan dan

menarik suatu kesimpulan. Salah satu faktor lain yang menyebabkan kurangnya

kemampuan penalaran matematis siswa juga karena pendekatan pembelajaran

yang masih berpusat pada guru dan penyampaiannya cenderung monoton

sehingga siswa kurang tertarik dengan topik materi dan siswa kurang aktif dan

kurang dalam menyampaikan ide-ide. Berdasarkan penelitian Rohaeti dan

Hendriana (2016) menyatakan bahwa penguasaan guru matematika terhadap

beragam pembelajaran inovatif masih level rendah pada tahap penelitian dan

dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pada level sedang.

Akibatnya kemampuan penalaran siswa dalam belajaran matematika kurang

optimal dan berdampak pula pada keaktifan dan kreatifitas siswa dalam

pembelajaran.
4

Menurut Hendriana, Rohaeti dan Sumarmo (2017) klasifikasi penalaran

matematis menjadi dua yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran

induktif dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau

khusus berdasarkan data yang diamati, sedangkan penalaran deduktif adalah

penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Pembelajaran

matematika diarahkan untuk memberi peluang berkembangnya kemampuan

bernalar, kesadaran kebermanfaatan, menumbuhkan rasa percaya diri, sikap

objektif dan terbuka untuk menghadapi masa terus berubah.

Kurangnya kemampuan penalaran matematis siswa juga berdampak pada

rasa percaya diri atau self confidence. Siswa merasa ragu dalam menyampaikan

sebuah kesimpulan karena konsep atau data diperoleh siswa masih kurang

dimengerti. Dalam pembelajaran matematika kemampuan penalaran yang baik

diperkirakan dapat mempengaruhi self confidence atau kepercayaan diri siswa

rendahnya kemampuan penalaran matematika siswa ternyata menimbulkan

dampak pada sikap percaya diri yang harus dimiliki. Melihat pentingnya self

confidence dalam pembelajaran matematika ternyata fakta di lapangan

menunjukkan bahwa self confidence masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh

TIMSS (2011) yang menyatakan bahwa dalam skala internasional hanya 14%

siswa yang memiliki self confidence yang tinggi terkait kemampuan matematik,

sedangkan 45% siswa termasuk dalam kategori sedang dan 41% sisanya termasuk

dalam kategori rendah. Hal serupa juga terjadi pada siswa di Indonesia, hanya 3%

siswa yang memiliki self confidence tinggi dalam matematika, sedangkan 52%

termasuk dalam kategori sedang dan 45% dalam kategori rendah. Menurut
5

Rohayati (2011) dan Suhardita (2011) mengatakan sekitar 50% siswa masih

kurang dalam sikap percaya diri karena selama pembelajaran siswa merasa malu,

tegang dan takut pada saat menyelesaikan masalah atau mengerjakan soal. Jika

siswa tidak yakin akan kemampuannya masing-masing sehingga akan berdampak

pada proses pembelajaran seperti tidak bersemangat pada saat pelajaran dimulai

dan tidak suka mengerjakan tugas.

Mengingat sangat pentingnya peningkatan kepercayaan diri pada siswa

sebagai sumber kekuatan untuk dapat mengkualifikasikan diri siswa secara utuh

maka siswa dibutuhkan bantuan orang tua dan guru. Peran guru di sekolah

sangatlah penting dalam menumbuhkan kepercayaan diri siswa dalam

pembelajaran matematika, peran guru di sekolah sangat dibutuhkan untuk

memahami kesulitan dan hambatan dalam membangun kepercayaan diri siswa.

Kepercayaan diri sulit dikatakan secara nyata tetapi orang yang percaya diri akan

menerima kemampuannya sendiri maka dia siap menerima tantangan dan

menyelesaikan sesuai tahapan dengan baik atau setidaknya dengan percaya pada

kemampuannya untuk menyelesaikan tantangan tersebut dengan menumbuhkan

keberanian dan kemampuan untuk meningkatkan prestasi nya.

Namun yang menjadi masalah saat ini yaitu siswa mengalami hambatan

dengan kepercayaan diri siswa selalu mengeluh tidak mempunyai kemampuan

dalam pembelajaran matematika mudah menyerah mengeluh sulit dalam belajar

tidak mau mengerjakan soal di depan kelas serta takut secara berlebihan dan

merasa tidak yakin dengan jawabannya, maka diperlukan suatu pendekatan dalam

proses pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan penalaran yang


6

berpengaruh terhadap kepercayaan diri siswa. Salah satunya solusi adalah dengan

pembelajaran yang menggunakan pendekatan realistic mathematics education.

Pendekatan ini berupaya untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa

membantu siswa untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan keterampilan

mempelajari materi untuk pencapaian hasil belajar yang optimal.

Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) adalah pendekatan

yang di pandang sesuai untuk digunakan, karena siswa dapat mengaitkan

langsung dengan masalah kehidupan sehari-hari yang dapat dibayangkan. Materi

ajar yang abstrak lebih di konkretkan oleh guru dan dihubungkan dengan

kehidupan sehari-hari siswa, sehingga siswa dapat lebih paham terhadap materi.

Menurut Zulkardi, Putri dan Ilma (2010), RME adalah teori pembelajaran yang

bertitik tolak dari hal-hal yang real atau pernah dialami siswa, menekankan

keterampilan proses (doing of mathematics), berdiskusi dan berkolaborasi,

berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri

(student inventing) sebagai kebalikan dari guru memberi (teacher telling) dan

pada akhirnya siswa menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah-

masalah kontekstual baik secara individu maupun kelompok.

Berdasarkan uraian diatas dan merujuk dari hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh Lestari, Prahmana dan Wiyanti (2016) menyatakan bahwa

pembelajaran dengan menggunakan realistic mathematics education sangat

membantu siswa dalam memahami konsep dan belajar lebih bermakna

dikarenakan realistic mathematics education lebih menekankan kepada konsep

yang dikenal siswa dalam pengetahuan awal yang dimiliki. Peran guru hanya
7

sebagai fasilitator agar menciptakan pembelajaran interaktif dan menyenangkan

pada siswa.

Berdasarkan pemaparan antara kemampuan penalaran matematis dan self

confidence dengan menggunakan pendekatan RME diatas, maka peneliti akan

mengambil judul “Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis dan Self

Confidence pada siswa SMP melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education

dan Pendekatan Saintifik.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan dari latar belakang masalah masalah sebelumnya,

maka permasalahan yang akan dikaji dalam permasalahan ini dapat dirumuskan

sebagai berikut :

1. Apakah kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya

menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education lebih baik

daripada yang menggunakan pendekatan saintifik ?

2. Apakah self confidence yang pembelajarannya menggunakan pendekatan

Realistic Mathematics Education lebih baik daripada yang menggunakan

pendekatan saintifik ?

3. Bagaimana implementasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

Realistic Mathematics Education dan pendekatan saintifik dikelas ?

4. Bagaimana kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal kemampuan

penalaran matematis ?
8

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

dan menelaah :

1. Kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan pendekatan

Realistic Mathematics Education lebih baik daripada yang menggunakan

pendekatan saintifik.

2. Self confidence yang menggunakan pendekatan Realistic Mathematics

Education lebih baik daripada yang menggunakan pendekatan saintifik.

3. Gambaran implementasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

Realistic Mathematics Education dengan pendekatan saintifik.

4. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal-soal

kemampuan penalaran matematis.

D. Manfaat Penelitian
Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi

peningkatan kualitas pembelajaran matematik di sekolah. Adapun manfaat dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Guru

Dari penelitian ini secara langsung guru akan meningkatkan kemampuan

penalaran matematis dan self confidence siswa dengan menggunakan

pendekatan Realistic Mathematics Education.

2. Bagi Siswa
9

Siswa dapat mengembangkan kemampuan penalaran matematis dan

menumbuhkan self confidence dalam pegalaman belajar serta dapat

mendorong siswa untuk lebih termotivasi

3. Bagi Pembelajaran pada umumnya

Menambah pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran

matematis dan self confidence siswa. Manfaat lain tentunya dapat

dirasakan oleh peneliti dan pembelajaran matematika sebagai bahan untuk

diteliti lebih lanjut.

E. Definisi Operasional

1. Kemampuan Penalaran Matematis

Kemampuan penalaran matematis adalah proses berpikir matematis dalam

memperoleh kesimpulan matematika secara logis berdasarkan fakta atau

data, konsep dan metode yang tersedia atau relevan, dengan indikato

sebagai berikut :

a. Menarik kesimpulan yang logis

b. Mengajukan dugaan, menyusun dan mengkonjektur

c. Memperkirakan jawaban dan proses

d. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis suatu situasi

matematika

2. Self Confidence

Self Confidence adalah sikap positif seseorang dalam memandang kondisi

diri yang memandang suatu pemikiran, sikap dan mengahadapi sesuatu.

Adapun indikator dari Self Confidence yaitu :


10

a. Percaya pada kemampuan sendiri sendiri

b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan

c. Memiliki konsep diri yang positif

d. Berani mengungkapkan pendapat

3. Realistic Mathematics Education

Pendekatan RME adalah pembelajaran yang permasalahannya dari hal

yang nyata atau pernah dialami siswa. dengan karakteristik langkah-

langkah pembelajarannya yaitu:

a. Memahami masalah kontekstual

b. Menjelaskan masalah kontekstual

c. Menyelesaikan masalah kontekstual

d. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

e. Menyimpulkan

4. Pendekatan Saintifik adalah pembelajaran yang menuntut siswa agar lebih

aktif, kreatif, serta kritis sehingga akan muncul suatu pemikiran yang

tinggi. Langkah-langkah pembelajaran dalam saintik adalah

a. Mengamati

b. Menanya

c. Mengumpulkan informasi

d. Mengasosiasi

e. Mengkomunikasikan
11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Penalaran Matematis

Penalaran merupakan proses mengembangkan pikiran dari beberapa fakta

dan prinsip. Penalaran juga merupakan sebuah pemikiran untuk dapat

menghasilkan suatu kesimpulan. Ketika seseorang sedang menalarkan sesuatu

maka akan memikirkan bagaimana suatu kesimpulan permasalahan tersebut.

Kemampuan penalaran adalah salah satu pelengkap kurikulum 2013 yang dapat

mengembangkan sikap spiritual dan sosial, pengetahuan dan keterampilan lalu

mengimplementasikan kedalam kehidupan sekolah dan bermasyarakat

(Permendikbud, 2014 Pasal 3).

Menurut Shadiq (2014) penalaran merupakan kegiatan, proses atau

aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan

baru berdasarkan pada pernyataan yang diketahui benar ataupun dianggap benar.

Sedangkan menurut Mulyana dan Sumarmo (2015) penalaran diterjemahkan dari

istilah reasoning yang memuat arti menarik kesimpulan. Hendriana, Rohaeti dan

Sumarmo (2017) berpendapat bahwa penalaran adalah proses berpikir matematis

berdasarkan fakta atau data konsep dari metode yang tersedia atau yang relevan.

Hendriana dan Sumarmo (2014) mengklasifikasikan kemampuan

penalaran menjadi dua yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.


12

1. Penalaran induktif

Penalaran induktif dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang

bersifat umum dari proses-proses khusus berdasarkan data yang diamati

sebelumnya. Hendriana dan Sumarmo (2014) menjelaskan penalaran induktif

adalah penalaran yang berdasarkan contoh-contoh terbatas dan teramati. Beberapa

kegiatan penalaran induktif diantaranya sebagai berikut:

a. Penalaran transduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu kasus khusus

yang diterapkan pada kasus lainnya.

b. Penalaran analogi yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan proses.

c. Penalaran generalisasi yaitu proses penarikan kesimpulan umum

berdasarkan sejumlah data yang teramati.

d. Memperkirakan jawaban atau solusi.

e. Memberikan penjelasan berupa fakta, hubungan, sifat, atau pola yang ada.

f. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan menyusun

konjektur.

Dengan adanya penarikan kesimpulan secara induktif atau penarikan

kesimpulan baru dari menghubungkan fakta-fakta khusus akan ditemukan akan

menjadi bentuk umum.

2. Penalaran Deduktif

Menurut Hendriana dan Sumarmo (2014) penalaran deduktif adalah

penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran dalam

penalaran deduktif ini bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya.

Adapun kegiatan penalaran deduktif mencakup beberapa hal sebagai berikut:


13

a. Melakukan perhitungan bedasarkan aturan atau rumus tersendiri.

b. Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas,

membuktikan, menyusun argument valid.

c. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dengan induksi

matematika.

d. Menyusun analisis dan sintesis beberapa kasus.

Namun semua itu harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan

siswa, sehingga pada akhirnya akan membantu kelancaran proses pembelajaran

matematika disekolah. Menurut Ruseffendi (2006) Faktor dari penyebab

keberhasilan siswa dalam pembelajaran ada dua yaitu meliputi faktor dalam dan

faktor luar. Faktor dalam yang meliputi bakat, kecerdasan, minat, kesiapan dan

kemauan anak sedangkan factor luar meliputi lingkungan sekitar kelas, suasana

belajar, teman kelas, guru atau materi.

Dari pemaparan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan

penalaran matematis adalah kemampuan menarik kesimpulan dari permasalahan

matematika, dari sifat umum ke khusus ataupun dari sifat khusus ke umum. Dari

pernyataan diatas maka indikator penalaran yang dikaji dalam penelitian ini

adalah:

a. Menarik kesimpulan yang logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa

validitas, membuktikan, menyusun argument valid.

b. Mengajukan dugaan, menyusun dan mengkonjektur

c. Memperkirakan jawaban dan proses


14

d. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis suatu situasi

matematika

B. Self Confidence

Kepercayaan diri adalah bagaimana seseorang mamandang dirinya secara

utuh dengan mengacu pada kemampuan yang dia miliki. Percaya terhadap

kemampuan diri dalam menyatukan dan menggerakan memoti dan sumber daya

yang dibutuhkan lalu memunculkan dalam tindakan yang sesuai dengan apa yang

harus diselesaikan.

Menurut Bandura (Hendriana, 2012) self confidence adalah percaya

terhadap kemampuan diri sendiri dalam suatu tindakan yang sesuai dengan apa

yang harus diselesaikan. Menurut Siregar dan Marsigit (2015) mengemukakan

kepercayaan diri terbentuk melalui proses perkembangan manusia pada

umumnya, termasuk dalam interaksi dengan lingkungan yaitu faktor utama untuk

membentuk dari kepercayaan diri siswa dalam pembelajaran matematika adalah

interaksi yang baik dengan guru maupun dengan sesama siswa agar timbulnya

harmonisasi.

Karakteristik utuk menilai kepercayaan diri seseorang adalah dengan

mengevaluasi suatu fenomena yang terjadi, bertindak dalam mengambil

keputusan terhadap apa yang dilakukan sendiri atau oleh oranglain, memiliki

pemikiran positif terhaddap diri sendiri, dan berani mengungkapkan pendapat.

Menurut Lautser (Hendriana, 2012) terdapat beberapa karakteristik untuk menilai

kepercayaan diri individu, diantaranya:


15

a. Percaya pada kemampuan sendiri, yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri

terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan individu

untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi.

b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, yaitu dapat bertindak dalam

mengambil keputusan terhadap apa yang dilakukan secara mandiri tanpa

banyak melibatkan oranglain. Selain itu, mempunyai kemampuan untuk

meyakini tindakan yang diambil.

c. Memiliki konsep diri yang positif, yaitu adanya penilaian yang baik dari

dalam sendiri, baik dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang

menimbulkan rasa positif terhadap diri sendiri.

d. Berani mengungkapkan pendapat, yaitu adanya suatu sikap untuk mampu

mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain

tanpa adanya paksaan atau hal yang dapat menghambat pengungkapan

perasaan tersebut.

Lautser (Hendriana, 2012) mengungkapkan bahwa orang yang memiliki

kepercayaan diri, memiliki ciri-ciri berikut :

a. Tidak mementingkan diri sendiri

b. Toleran, ambisius

c. Tidak perlu dukungan orang lain

d. Tidak berlebihan

e. Selalu optimis

f. Mau bekerja secara efektif dan

g. Bertanggung jawab atas pekerjaannya


16

Berdasarkan pada uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

kepercayaan diri dalam belajar matematika adalah penilaian terhadap diri sendiri,

meliputi keyakinan yang dimiliki individu dalam menyelesaikan masalah

matematika untuk memahami konsep materi.

C. Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

Pendekatan Realistic Mathematics Education didirikan pada tahun 1971 di

Utrecht University, Belanda. Nama Institut diambil dari nama pendirinya yaitu

Profesor Hans Frudenthal (1905-1990) seorang penulis, pendidik dan

matematikawan. Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) adalah

pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah realistik atau masalah

sehari-hari sebagai sumber inspirasi dalam pembentukan konsep atau dengan kata

lain pembelajaran matematika yang berlandaskan pada hal-hal nyata bagi siswa.

Menurut Freudenthal (Marcho, 2011) matematika merupakan aktivitas insani

(human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. Menurut Ningsih (2014)

pembelajaran dengan menggunakan RME menekankan pada konteks nyata yang

dikenal siswa dan proses kontruksi pengetahuan matematika oleh siswa sendiri.

Dengan pembelajaran menggunakan RME ini diawali dari dunia yang dekat

dengan siswa sehingga berbagai bentuk, simbol, rumus, teori, dalil, ketetapan

serta konsep matematika yang bersifat abstrak akan lebih mudah dipahami oleh

siswa. Dalam mengkontruksi pengetahuan, siswa diberikan kesempatan

berinteraksi dengan siswa yang lain dan hal ini pula yang membuat siswa aktif

dalam pembelajaran.
17

1. Prinsip RME

Gravemeijer (Hobri, 2009) mengemukakan tiga prinsip kunci RME yaitu :

a. Guided reinventation and progresive mathematizing (Penemuan kembali

secara terbimbing melalui matematikasi progresif). Siswa harus diberi

kesempatan mengalami proses yang sama dengan proses yang dilalui para

ahli ketika konsep-konse matematika ditemukan.

b. Didactical phenomenology (Fenomena didaktis). Situasi yang menjadi topik

matematika lalu diaplikasikan untuk diselidiki berdasarkan dua alasan 1).

Memunculkan ragam aplikasi yang harus diantisipasi dalam pembelajaran

dan 2). Mempertimbangkan kesesuaian situasi dari topik sebagai hal yang

berpengaruh untuk proses pembelajaran yang bergerak dari masalah nyata

ke matematika formal.

c. Self developed models (Model dikembangkan sendiri). Model matematika

yang dimunculkan dan dikembangkan sendiri oleh siswa berfungsi

menjembatani kesenjangan pengetahuan informal dan matematika formal

yang berasal dari pengetahuan yang dimiliki siswa.

2. Karakteristik RME

Ketiga prinsip diatas dioperasionalkan ke dalam bentuk karakteristik

RME, menurut Treffers dan Gravemeijer (Chotimah, 2014) RME miliki

karakteristik sebagai berikut :

a. Menggunakan masalah kontekstual (the use of contex) yaitu proses

pembelajaran diawali dengan keterlibatan siswa dalam pemecahan

masalah kontekstual yang menjadi topik pembelajaran.


18

b. Menggunakan model (use models, bridging by verti instruments). Model

disini sebagai suatu jembatan antara real dan abstrak yang membantu

siswa belajar matematika pada level abstraksi yang berbeda. Istilah model

berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan

oleh siswa sendiri (self develop models). Peran self develop models

merupakan konsep atau ide matematika direkontruksikan oleh siswa

melalui model-model instrument vertikal yang bergerak dari prosedur

informasi ke bentuk formal.

c. Kontribusi siswa (student contributio n). Siswa dapat mengkontruksi

sendiri bahan matematika berdasarkan fasilitas dan lingkungan belajar

yang disediakan guru serta aktif menyelesaikan soal dengan cara masing-

masing.

d. Interaktifitas (interactivty). Interaksi antar siswa dengan guru maupun

dengan siswa, yang bentuk interaksi berupa negosiasi, penjelasan,

pembenaran, setuju dan tidak setuju.

e. Keterkaitan topik dengan berbagai topik (intertwining). Dalam RME

penginterigrasian unit-unit matematika adalah essensial, yang jika

dilupakan akan berpengaruh pada pemecahan masalah.

3. Langkah-langkah dalam pembelajaran RME

Mengacu pada karakteristik pembelajaran RME, menurut Hobri (2009)

langkah-langkah dalam kegiatan inti proses pembelajaran RME pada penelitian

ini adalah :

a. Memahami masalah kontekstual


19

Guru memberikan masalah kontekstual dan siswa memahami masalah

kontekstual tersebut.

b. Menjelaskan masalah kontekstual

Guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan petunjuk

terbatas pada siswa.

c. Menyelesaikan masalah kontekstual

Siswa secara individu menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara

mereka sendiri. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah

dengan cara mereka dengan memberikan pernyataan.

d. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk

membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara berkelompok

yang selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan pada kelas.

e. Menyimpulkan

Hasil dari diskusi akan diarahkan oleh guru sebagai pembimbing dan

ditarik kesimpulan oleh siswa suatu prosedur dan konsep.

1. Kelebihan dan kelemahan RME yaitu:

a. Kelebihan RME :

Menurut Suwarsono (Marcho, 2011) kelebihan pendekatan RME :

1) Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa mengenai keterkaitan

antara matematika dengan kehidupan sehari-hari.

2) Dapat di kontruksikan dan di kembangkan oleh siswa sendiri.


20

3) Cara menyelesaikan suatu masalah tidak harus tunggal dan tidak harus

sama dengan orang lain.

4) Mempelajari matematika merupakan suatu yang utama menemukan

konsep matematika sendiri dengan bantuan guru.

5) Menggabungkan kelebihan-kelebihan dari berbagi pendekatan

pembelajaran lain yang juga di anggap unggul yaitu antara pendekatan

pemecahan masalah, kontruktivisme dan pembelajaran berbasis

lingkungan.

b. Kelemahan RME :

Menurut Suwarsono (Marcho, 2011) kelebihan pendekatan RME :

1) Pencarian masalah yang kontekstual tidak terlalu mudah untuk setiap topik

yang dipelajari siswa.

2) Penilaian dan pelajaran matematika realistik lebih rumit daripada

pembelajaran konvensional.

3) Pemilihan alat peraga harus cermat sehingga dapat membantu proses

berfikir.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut disimpulkan bahwa seseorang akan

tekun mempelajari sesuatu jika yang dipelajarinya bermanfaat dan digunakan

dalam kehidupannya. Begitupun pembelajaran matematika, siswa akan berminat

pada pembelajaran matematika jika yang ia pelajari bermanfaat bagi diri sendiri,

kehidupan dan masa depannya. Oleh karena itu, perlu pembelajaran matematika

yang beorientasi pada kehidupan nyata dan pengalaman siswa. Pembelajaran


21

matematika yang menggunakan printonisip real atau nyata adalah Realistic

Mathematic Education.

D. Pendekatan Saintifik

Pendekatan Saintifik atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah

menjadi keniscayaan dalam kurikulum 2013. Kurikulum 2013 ingin membangun

rasa percaya diri dan semangat belajar dalam siswa untuk meraih Pendidikan yang

lebih baik. Menurut Nurqolbiah (2016) pendekatan saintifik adalah pendekatan

dalam proses pembelajaran yang diamanatkan dalam kurikulum 2013. Pendekatan

saintifik merupakan proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar

peserrta didik secara aktif mengkonstruksikan konsep melalui pembelajaran yang

inovatif. Pendekatan saintifik diyakini sebagai tumpuan dalam perkembangan

belajar dan pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan siswa dalam

pembelajaran atau proses yang memenuhi kriteria.

Proses pembelajaran saintifik merupakan perpaduan yang dirancang

sedemikian rupa antara proses pembelajaran yang semula terfokus pada ekplorasi,

elaborasi dan konfirmasi sehingga siswa secara aktif mengkontruksi konsep

melalui pembelajaran inovatif. Menurut Zubaidah (2014) adalah ada 5

pengalaman proses pembelajaran yang dilalui yaitu:

1. Mengamati

Mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran

(meaningfull learning) metode ini memiliki keunggulan tertentu seperti mnyajikan

media objek secara nyata, guru memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan,

melatih mereka untuk meliahat, membaca, mendengar


22

2. Menanya

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas

kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat dan diamati, guru

membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan yang bersifat faktual sampai ke

yang tidak faktual.

3. Mengumpulkan informasi

Mengumpulkan informasi merupakan tindak lanjut dari bertanya, kegiatan

ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai

sumber. Kegiatan ini bertujuan untuk menemukan keterkaitan satu informasi

dengan informasi lainnya, menemukan pola dan keterkaitan informasi dengan

pola.

4. Mengasosiasi

Pada tahap ini adalah proses dimana siswa memproses informasi yang

sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen

maupun hasil darimkegiatan mengamati.

5. Mengkomunikasikan

Siswa mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari dan

menceritakan pa yang mereka temukan dalam kegiatan mencari informasi. Guru

diharapkan memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan apa yang

telah dipelajari dan ditemukan dalam kegiatan sebelumnya.

E. Penelitian Relevan

Berdasarkan kajian pustaka, terdapat beberapa penelitian yang relevan,

diantaranya :
23

1. Penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2012) yang berjudul “Penerapan

Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Secara Berkelompok Untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self

Confidence Siswa SMP” yang menyatakan bahwa siswa yang mendapatkan

pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik secara

berkelompok mengalami peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematik dan self confidence yang lebih baik daripada yang memperoleh

pembelajaran konvensional.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Citra Megiana Pertiwi “Meningkatkan

Kemampuan Penalaran Matematik dan Self Confidence Siswa SMP Negeri

Di Kota Cimahi Menggunakan Pendekatan Realistic Mathematics Education

Berbantuan Geogebra”

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan studi literatur, hipotesis dalam penelitian

ini adalah :

1. Kemampuan penalaran matematis siswa yan pembelajarannya

menggunakan Realistic Mathematics Education lebih baik daripada yang

menggunakan pendekatan saintifik.

2. Self Confidence siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan

Realistic Mathematics Education lebih baik daripada yang menggunakan

pendekatan saintifik.

Anda mungkin juga menyukai