Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang memiliki peran yang

sangat penting dalam pembelajaran abad ke-21. Matematika bukan saja tentang

memasukkan sebuah angka ke dalam rumus dan melakukan perhitungan hafalan saja,

tetapi matematika itu lebih kepada cara berfikir dan mengeksplorasi hal-hal yang

masih dianggap asing oleh peserta didik (Dewanti, Kartowagiran, Jailani, &

Retnawati, 2020). Oleh karena matematika sangat mengandalkan kemampuan

berfikir, maka mata pelajaran matematika perlu diajarkan kepada peserta didik mulai

dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik agar memiliki kemampuan berpikir

logis, analitis, sistematis, kritis,dan kreatif.

Ada beragam kemampuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang

peserta didik atau individu. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki peserta didik

adalah kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal ini juga sesuai dengan tujuan

pembelajaran matematika di sekolah menurut NCTM (2000) adalah: (1) komunikasi

matematis; (2) penalaran matematis; (3) pemecahan masalah; (4) koneksi matematis;

dan (5) representasi matematis. Selanjutnya menurut Permendiknas salah satu tujuan

pembelajaran matematika yaitu peserta didik dapat melakukan pemecahan masalah,

termasuk di dalamnya pemahaman masalah, perancangan model, penyelesaian, dan

penafsiran solusi (Damayanti & Kartini, 2022).

1
2

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan

masalah merupakan bagian penting dalam kurikulum pembelajaran matematika.

Kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah matematika merupakan

prasyarat untuk menghadapi era globalisasi masa depan (Sulistyani, Roza, &

Maimunah, 2020).

Ada beberapa alasan mengapa pentingnya kemampuan pemecahan masalah.

Pertama, kemampuan pemecahan masalah pada dasarnya merupakan salah satu

tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantung dari matematika.

Kedua, pemecahan masalah merupakan inti dan proses utama dalam kurikulum

matematika. Ketiga, pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam

pembelajaran matematika (Syaiful, 2013).

Selain pernyataan di atas jika peserta didik mempunyai kemampuan pemecahan

masalah yang baik akan mempermudah peserta didik dalam menyelesaikan suatu

permasalahan matematika maupun permasalahan pada kehidupan sehari-hari. Sejalan

dengan pendapat yang dikatakan oleh Hidayat dan Saraningsih (2018) bahwa

pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika adalah kemapuan inti atau dasar

yang harus dimiliki peserta didik. Hal itu juga serupa dengan pendapat Irhamna

dkk.(2020) yang mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika

merupakan bagian utama dari tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam

matematika.Selain itu Suratmi (2017) juga berpendapat bahwa dalam menyelesaikan

masalah peserta didik harus mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang baik,

dimana jika peserta didik memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik akan

membantunya terbantu dalam proses pembelajaran matematika.


3

Namun tujuan yang hendak dicapai ini belum sesuai dengan harapan. Hal ini

dapat dilihat dari observasi awal yang peneliti lakukan di MTs An-Nizham Kota

Jambi. Pada saat dilakukannya observasi ditemukanlah masalah dalam proses

pembelajaran matematika. Siswa kurang mampu memahami materi yang disampaikan

oleh guru, sehingga hasil belajar yang diperoleh tidak terlalu baik. Dapat dikatakan

juga bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih tergolong

rendah. Hal ini dapat dilihat dari salah satu jawaban siswa kelas VIII MTs An-

Nizham Kota Jambi yang belum memenuhi indikator kemampuan pemecahan

masalah.

Gambar 1.1
Hasil Tes Awal Kemampuan Pemecahan Masalah
Hasil tes yang telihat pada gambar diatas menunjukkan jika peserta didik

tersebut tidak dapat Memahami Masalah, karena peserta didik tersebut tidak

menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, serta tidak memeriksa

informasi pada soal untuk menyelesaikan permasalahan. Selanjutnya peserta didik

dapat Merencanakan Penyelesaian dengan adanya gambar yang ia buat, namun

peserta didik tersebut tidak mampu Menyelesaikan Masalah karena memberikan


4

jawaban yang tidak tepat. Selain itu peserta didik tersebut tidak Memeriksa Kembali

jawaban dari soal yang telah kerjakan.

Selanjutnya kesenjangan ini diperkuat lagi dengan hasil wawancara dengan

salah satu guru matematika di MTs An-Nizham Kota Jambi yaitu Ibu Nurmeiny pada

tanggal 20 Februari 2023. Beliau menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran,

guru merasakan bahwa peserta didik masih mengalami kendala dalam pemecahan

masalah. Peserta didik hanya bisa menyelesaikan soal yang sama persis dengan soal

yang telah dikerjakan sebelumnya. Jika soal tersebut dimodifikasi, maka peserta didik

tampak mulai kebingungan. Selanjutnya kendala yang paling sering terjadi yaitu

siswa tidak mampu merencanakan langkah selanjutnya dan tidak mampu

menggunakan prosedur secara tepat sehingga tidak sesuai dengan hasil jawaban yang

diinginkan. Selain itu siswa juga jarang sekali melakukan pengecekan kembali

jawaban mereka, padahal dengan melakukan pengecekkan kembali, akan lebih

meyakinkan lagi bahwa jawaban yang mereka tulis itu benar. Oleh karena itu dapat

dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis di MTs An-Nizham

Kota Jambi masih kurang baik atau tergolong rendah.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Islamiah (2018) yang

menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik masih tergolong

rendah. Sebagian besar peserta didik masih kesulitan dalam memahami

permasalahan, hanya beberapa peserta didik saja yang dapat merencanakan

penyelesaian, menyelesaikan masalah dan memikirkan solusi.


5

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematis pserta didik. Salah satu cara yang dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematika yaitu dengan menggunakan model

pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis yaitu Model Search Solve Create Share

(SSCS).

Menurut Pizzini dkk. (1988) Model SSCS ini dirancang untuk memperluas dan

menerapkan konsep-konsep ilmu pengetahuan dan keterampilan berpikir kritis, serta

menggunakan pemecahan masalah model yang holistik. Penggunaan model ini

membantu pendidik dalam membina berpikir kreatif. SSCS melibatkan peserta didik

dalam mengeksplorasi situasi baru, mengingat pertanyaan yang menarik, dan

memecahkan masalah realistis.

Penerapan model SSCS memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mengeksplorasi ide secara mandiri, mengharuskan peserta didik mampu menuliskan

langkah-langkah penyelesaian yang sistematis, serta mengharuskan peserta didik

untuk aktif dalam berdiskusi selama proses pembelajaran dan tentunya pembelajaran

ini memberikan kesan pembelajaran yang lebih dirasakan oleh peserta didik. Selain

itu, kreativitas belajar peserta didik tentunya akan berpengaruh terhadap pemecahan

masalah matematis peserta didik.


6

Penelitian ini relevan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan terdahulu.

Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) ini sudah diteliti oleh

Runtut Prih Utami (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa model SSCS dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu, hasil dari penelitian yang dilakukan oleh

Eka Periatawan (2014) menyatakan bahwa model SSCS memberikan pengaruh

positif dalam kemampuan pemecahan masalah matematika.

Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

Sejalan dengan masalah ini peneliti menetapkan judul penelitian yakni “Pengaruh

Penerapan Model Search Solve Create Share (SSCS) terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis SMP di Kelas VIII MTs. An-Nizham Pada

Materi Statistika”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

Apakah terdapat pengaruh dari penerapan model Search Solve Create Share

(SSCS) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis SMP kelas VIII MTs

An-Nizham pada materi Statistika?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas, maka tujuan

penelitian pengembangan ini adalah:

Untuk mengetahui pengaruh dari penerapan model Search Solve Create Share

(SSCS) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis SMP kelas VIII MTs

An-Nizham pada materi Statistika.


7

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoretis

Sebagai referensi pada penelitian-penelitian sekanjutnya yang berhubungan

dengan pengaruh dari penerapan model Search Solve Create Share (SSCS)

terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Pendidik

Dengan adanya penelitian ini, dapat dijadikan bahan pertimbangan

pendidik untuk menggunakan model Search Solve Create Share (SSCS)

dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis.

2. Bagi Peserta didik

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan intropeksi dalam

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika serta

diharapkan menjadikan peserta didik dapat menumbuhkan kemampuan

mengeluarkan ide dan berani mengajukan pertanyaan, serta kemampuan

pemecahan masalah dalam proses pembelajaran.

3. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi

untuk melakukan penelitian khususnya dalam bidang pendidikan

matematika yang berhubungan dengan Search Solve Create Share (SSCS)

dan kemampuan pemecahan masalah matematika.


8

4. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan yang sangat berharga

pada perkembangan ilmu pendidikan, terutama pada penerapan model-

model Search Solve Create Share (SSCS) untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Model Pembelajaran

2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran

Selama proses pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh para guru.

Untuk mengatasi berbagai masalah dalam pembelajaran tersebut, maka perlu adanya

model-model pembelajaran yang dapat membantu guru dalam proses belajar

mengajar. Model pembelajaran merupakan pola desain pembelajaran, yang

menggambarkan secara sistematis langkah-langkah pembelajaran yang berguna untuk

membantu siswa dalam mengkonstruksi informasi, ide, dan membangun pola pikir

untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Hal ini sejalan dengan pendapat Joyce, dkk (2016) yang mengatakan bahwa

model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk

membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-

bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. model

pembelajaran mempunyai karakteristik umum yaitu: Pertama membantu para siswa

atau mahasiswa mempelajari bagaimana belajar, kedua orientasi membina dan

membangun, ketiga proses pengajaran (Scaffolding), dan keempat penyesuaian

penilaian formatif.

Selanjutnya menurut Adi dalam (Suprihatiningrum, 2017) yang mengatakan

bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan

prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman pembelajaran untuk mencapai tujuan

9
10

pembelajaran. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman guru dalam

merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Model pembelajaran yang disusun secara tepat dapat menciptakan kondisi

pembelajaran yang membuat mahasiswa aktif, senang, sehingga tujuan pembelajaran

tercapai secara maksimal. Oleh sebab itu guru perlu memahami model pembelajaran

yang akan digunakan agar pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat bahwa model pembelajaran

adalah suatu pola pembelajaran yang tergambar dari awal hingga akhir kegiatan yang

tersusun secara sistematika dan digunakan sebagai pedoman untuk merencanakan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2.1.2 Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran

Menurut Rusman (2014) Sebelum menentukan model pembelajaran yang akan

digunakan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa hal yang perlu

dipertimbangkan guru dalam memilihnya, yaitu:

1. Pertimbangan terdapat tujuan yang hendak dicapai,

2. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran,

3. Pertimbangkan dari sudut peserta didik

4. Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis.


11

2.1.3 Ciri-ciri Model Pembelajaran

Menurut Rusman (2014) Ciri-ciri model pembelajaran adalah (1) Berdasarkan

teori pendidikan dan teori belajar dari ahli tertentu, (2) Mempunyai misi dan tujuan

pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk

mengembangkan proses berpikir induktif, (3) Dapat dijadikan pedoman untuk

perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, (4) Memiliki bagian-bagian model yang

dinamakan: urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax), adanya prinsip-prinsip

reaksi, system social, sistem pendukung, (5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan

model pembelajaran, dampak pembelajaran, dampak pengiring, yaitu hasil belajar

jangka panjang, (6) Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan

pedoman model pembelajaran yang dipilihnya

2.2 Model Pembelajaran Search Solve Create Share (SSCS)

Model pembelajaran Search Solve Create Share (SSCS) dikembangkan pertama

kali oleh Edward L. Pizzini pada tahun 1985 dalam bidang sains. Model SSCS

ini bisa menjadi pilihan pendekatan belajar bagi peserta didik, sehingga dapat

mengatasi kesulitan dalam memahami pelajaran matematika. Keunggulan model

pembelajaran ini adalah meningkatkan kemampuan bertanya peserta didik

memperbaiki interaksi antar peserta didik, meningkatkan rasa tanggung jawab peserta

didik terhadap cara belajar mereka. Menurut Pazzini, model pembelajaran SSCS

disusun guna mengetahui rancangan-rancangan ilmu pengetahuan, mengasah

kemampuan berpikir dan pemecahan masalah peserta didik (Satriawan, 2017)


12

Model Search Solve Create Share (SSCS) merupakan model pengajaran yang

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir, menyampaikan

pendapat, menganalisis dan mendapatkan pengetahuan dalam memecahkan masalah,

sehingga dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah dan kemanjuran

diri peserta didik (Zulkarnain, Zulnaidi, Heleni, & Syafri, 2020). Selanjutnya menurut

Erin, dkk (2019) model SSCS adalah pembelajaran yang menekankan pada

penggunaan pendekatan saintifik atau berpikir secara sistematis, logis, teratur dan

teliti. Tujuannya adalah untuk membantu peserta didik agar mampu mengkontruksi

konsep matematis secara terstruktur dan memahaminya.

Menurut Pizzini dkk. (1988) Model SSCS ini dirancang untuk memperluas

dan menerapkan konsep-konsep ilmu pengetahuan dan keterampilan berpikir kritis,

serta menggunakan pemecahan masalah model yang holistik. Penggunaan model ini

membantu pendidik dalam membina berpikir kreatif. SSCS melibatkan peserta didik

dalam mengeksplorasi situasi baru, mengingat pertanyaan yang menarik, dan

memecahkan masalah realistis.

2.2.1 Langkah-langkah Model SSCS

Menurut Pizzini dkk. (1988) model pembelajaran Search Solve Create Share

(SSCS) memiliki langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:


13

Gambar 2.1
Langkah-langkah Model Pembelajaran SSCS

1. Fase search

Fase search bertujuan untuk memahami, mengidentifikasi dan

menginvestigasi masalah. Dalam fase ini, peserta didik memahami permasalahan

yang diberikan oleh pendidik, yang berupa apa yang di ketahui dan apa yang

ditanyakan. Peserta didik melakukan observasi dan investigasi terhadap kondisi

masalah tersebut. Selain itu peserta didik juga menganalisis informasi yang ada dan

mengumpulkan informasi terkait dengan pengetahuan dasar sehingga diperoleh

sekumpulan ide.

Peserta didik dapat menetap pada topik pencarian dengan membangun

pengetahuan atau ide-ide yang disajikan kepada mereka dalam buku teks,

demonstrasi, praktikum, selama kunjungan lapangan, atau presentasi. Peserta didik

dapat melakukan penyelidikan menyangkut berbagai ide untuk mempermudah


14

mengidentifikasi masalah dan mengembangkan ide yang diperoleh melalui buku teks

demonstrasi praktikum dan lain sebagainya.

Selama fase search, peserta didik dapat menempatkan ide-ide mereka dalam

format pertanyaan yang mereka kemudian dapat menyelidiki secara mendalam.

Perbedaan utama antara pencarian dan kegiatan kurikuler lainnya adalah bahwa

pencarian tidak dikemas dan ditentukan sebelumnya. Pertanyaan yang akan diselidiki

bahkan tidak ada sebelumnya.

2. Fase solve

Fase solve bermaksud untuk merencanakan dan melaksanakan berpikir kritis.

Pada tahap ini, peserta didik merencanakan dan melaksanakan rencana untuk

mendapatkan jawaban atas masalah yang diberikan. Peserta didik memilih strategi

atau langkah untuk mengatasi masalah.

3. Fase create

Fase create mengharapkan peserta didik untuk menyampaikan item yang

terkait dengan masalah, membandingkan informasi dan masalah, menyimpulkan dan

jika penting membuat modifikasi.

4. Fase share

Pada fase share peserta didik memeriksa jawaban untuk masalah yang

diberikan serta membagikannya dengan kelompok yang lain. Dalam latihan

percakapan peserta didik dapat saling menyampaikan hasil pemikiran melalui siklus

korespondensi dan kerjasama, mendapatkan dan mengukur masukan yang tercermin

dalam jawaban atas masalah yang diperoleh.


15

Berdasarkan pendapat di atas, tahapan atau sintaks model pembeajaran Search

Solve Create Share (SSCS) pada tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1
Langkah-langkah Model Search Solve Create Share (SSCS)
Langkah-
No Pelaksanaan Aktivitas Pendidik Pelaksanaan Aktivitas Peserta didik
langkah
1. Menciptakan situasi yang dapat 1. Memahami soal atau kondisi yang
mempermudah munculnya diberikan kepada peserta didik yang
pertanyaan. berupa apa yang diketahui, apa yang
2. Menciptakan dan mengarahkan ditanyakan.
1 Search kegiatan. 2. Melakukan observasi dan investigasi
3. Membantu dalam terhadap kondisi tersebut.
pengelompokan dan penjelasan 3. Menganalisis informasi yang ada
permasalahan yang muncul sehingga terbentuk sekumpulan
ideide.
1. Menciptakan situasi yang 1. Menghasilkan dan melaksanakan
menantang bagi peserta didik rencana untuk mencari solusi.
untuk berpikir. 2. Mengembangkan keterampilan
2. Membantu peserta didik berfikir kritis sepeti kemampuan
mengaitkan pengalaman yang untuk memilih apa yang harus
sedang dikembangkan dengan dilakukan, bagaimana melakukan
ide, pendapat, atau gagasan yang terbaik, data apa yang penting,
2 Solve
peserta didik tersebut. pengukuran harus akurat, bagaimana
3. Memfasilitasi peserta didik dan mengapa setiap langkah
dalam memperoleh informasi diperlukan dalam proses mereka.
dan data 3. Memilih metode untuk memecahkan
masalah.
4. Mengumpulkan data dan
menganalisis.
1. Mendiskusikan kemungkinan 1. Menciptakan produk yang berupa
penetapan audien dan audiensi. solusi masalah berdasarkan dugaan
2. Menyediakan ketentuan dalam yang telah dipilih pada fase
analisis data dan teknik sebelumnya.
3 Create penayangannya. 2. Menggambarkan hasil dan
3. Menyediakan ketentuan dalam kesimpulan mereka sekreatif
menyiapkan presentasi. mungkin dan jika perlu peserta didik
dapat menggunakan grafik, poster,
atau model.
1. Menciptakan terjadinya 1. Berkomunikasi dengan pendidik,
interaksi antara teman sekelompok serta kelompok
kelompok/diskusi kelas. lain atas solusi masalah.
2. Membantu mengembangkan 2. Peserta didik dapat menggunakan
4 Share metode atau cara-cara dalam media rekaman, video, poster, dan
mengevaluasi hasil penemuan laporan.
studi selama presentasi, baik 3. Mengartikulasikan pemikiran
secara lisan maupun tulisan mereka, menerima umpan balik, dan
mengevaluasi solusi.
16

2.2.2 Kelebihan Model Search Solve Create Share (SSCS)

Berikut merupakan keunggulan dari penggunaan model pembelajaran Search,

Solve, Create, and Share (SSCS)

1. Bagi pendidik

a) Mengembangkan ketertarikan peserta didik,

b) Menanamkan kemampuan berpikir tingkat tinggi,

c) Membuat seluruh peserta didik aktif dalam proses pembelajaran,

d) Meningkatkan pemahaman mengenai keterkaitan antara ilmu pengetahuan

dan kehidupan sehari-hari.

2. Bagi peserta didik

a) Memperoleh pengalaman langsung dalam menyelesaikan masalah,

b) Mempelajari dan menguatkan pemahaman konsep dengan pembelajaran

bermakna

c) Mengolah informasi secara mandiri,

d) Menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi, 5) Mengembangkan

berbagai metode dengan kemampuan yang telah dimiliki,

e) Meningkatkan rasa ketertarikan,

f) Bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran dan hasil kerja, 8)

Bekerja sama dengan peserta didik lain,

g) Mengintegrasikan kemampuan dan pengetahuan (Lestari, 2013)


17

2.2.3 Kekurangan Model Search Solve Create Share (SSCS)

Kekurangan model pembelajaran SSCS yaitu terletak pada penentuan tingkat

kesulitan masalah yang diberikan kepada peserta didik dan juga kecukupan sumber

belajar yang digunakan saat pembelajaran, sehingga menuntut pengalaman dan

pengetahuan yang cukup oleh pendidik (Lestari, 2013).

2.3 Model Direct Instruction (Pembelajaran Langsung)

2.3.1 Pengertian Model Direct Instruction

Model Direct Intruction atau model pembelajaran langsung pertama kali

diperkenalkan pada Tahun 1968 oleh Siegfried Engellman. Dia menggunakan

pendekatan ini untuk membantu anak-anak belajar dan menguasai materi pelajaran.

Pendekatan ini sukses meningkatkan hasil belajar peserta didik, tanpa memandang

latar belakang ekonomi mereka (Aris, 2016).

Model Direct Intruction (pembelajaran langsung) secara empirik dilandasi

oleh teori belajar yang berasal dari rumpun prilaku (behavioral family) khusunya

dikembangakan oleh Training and Behavioral Psikologists. Teori belajar prilaku

menekankan pada perubahan prilaku sebagai hasil belajar yang dapat diobservasi.

Menurut teori ini belajar tergantung pada pengalaman termasuk pemberian umpan

balik dari lingkungan (Muhali, Fitriani, & Prayogi, 2014).

Menurut Karim (2017) model Direct Instruction adalah pembelajaran

tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini

telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara pendidik dengan peserta didik

dalam proses belajar mengajar. Selanjutnya menurut Ekawati (2016) model Direct

Instruction yaitu bentuk kegiatan belajar yang biasa dikenal yakni terjadinya interaksi
18

antara pendidik, peserta didik dan bahan belajar dalam suatu lingkungan tertentu

(sekolah, kelas, laboratorium, dan sebagainya).

Basuki (2015) menyatakan bahwa model Direct Instruction adalah umumnya

bersifat formal dan rutin, aktivitas pokok pendidik dalam mengajar adalah dengan

ceramah”.

2.3.2 Ciri-ciri Model Direct Instruction

Karim (2017) menyatakan bahwa ciri-ciri model Direct Instruction sebagai

berikut:

1) Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif, dimana peserta didik

menerima pengetahuan dari pendidik dan pengetahuan diasumsinya sebagai

badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar,

2) Belajar secara individual,

3) Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis,

4) Perilaku dibangun atas kebiasaan.,

5) Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final,

6) Pendidik adalah penentu jalannya proses pembelajaran,

7) Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik,

8) Interaksi diantara peserta didik kurang,

9) Pendidik sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi

dalam kelompok-kelompoknya
19

2.3.3 Kelebihan Model Direct Instruction

Meskipun model Direct Instruction sederhana dan sering digunakan pendidik

dalam menyajikan pembelajaran terstruktur di ruang kelas namun cara ini juga

memiliki kelebihan.

Menurut Karim (2017) keunggulan model Direct Instruction adalah sebagai

berikut.

a) Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain,

b) Menyampaikan informasi dengan cepat,

c) Membangkitkan minat akan informasi,

d) Mengajari peserta didik dengan cara belajar terbaik yaitu mendengarkan, dan

e) Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.

2.3.4 Kekurangan Model Direct Instruction

Berikut kekurangan model Direct Instruction menurut Karim (2017) yaitu:

a. Tidak semua peserta didik memiliki cara belajar terbaik dengan

mendengarkan,

b. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar peserta didik tetap tertarik dengan

apa yang dipelajari,

c. Para peserta didik tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu,

d. Penekanan pembelajaran sering hanya pada penyelesaian tugas.


20

2.3.5 Sintak model Direct Instruction

Mustofa dan Sondang (2014) mengemukakan bahwa tahap-tahap dalam

model Direct Instruction yaitu sebagai berikut:

1) Tahap Pembukaan

Pada tahap ini pendidik menkondisikan siawa untuk memasuki suasana

belajar dengan menyampaikan salam dan tujuan pembelajaran.

2) Tahap Pengembangan

Tahap ini merupakan tahap dalam pelaksanaan proses belajar mengajar yang

diisi dengan penyajian materi secara lisan yang didukung oleh penggunaan media, hal

lain yang perlu dilakukan dalam ceramah adalah mengatur suara, kontak mata

gerakan tubuh dan pemindahan posisi berdiri untuk menghidupkan suasana

pembelajaran.

3) Tahap evaluasi

Pendidik mengevalusi belajar peserta didik dengan membuat atau rangkuman

materi pembelajaran, mempersembahkan tugas, dan diakhiri dengan menyampaikan

terima kasih atas keseriusan peserta didik dalam pembelajaran.


21

Tabel 2.3
Sintaks model Direct Instruction
Pelaksanaan Aktivitas
No Sintaks Pelaksanaan Aktivitas Pendidik
Peserta didik
pendidik menkondisikan siawa Peserta didik menjawab salam
Tahap pembukaan untuk memasuki suasana belajar dan mendengarkan apa tujuan
1
dengan menyampaikan salam dan pembelajaran hari ini
tujuan pembelajaran.
Pendidik menyajikan informasi Peserta didik mendengarkan
Tahap
kepada peserta didik secara tahap penjelasan materi yang
2 demi tahap dengan metode disampaikan oleh pendidik
pengembangan
ceramah.yang bisa didukung oleh
penggunaan media.
pendidik mengevalusi belajar Peserta didik melakukan
peserta didik dengan membuat evaluasi mengenai
atau rangkuman materi pembelajaran hari ini
Tahap evaluasi pembelajaran, mempersembahkan
3
tugas, dan diakhiri dengan
menyampaikan terima kasih atas
keseriusan peserta didik dalam
pembelajaran.

2.4 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

2.4.1 Pengertian Pemecahan Masalah Matematis

Menurut Akbar Sutawidjaja (2008), Pemecahan masalah adalah proses

mengorganisasikan konsep dan keterampilan ke dalam pola aplikasi baru untuk

mencapai suatu tujuan Ciri utama dari proses pemecahan masalah adalah berkaitan

dengan masalah-masalah yang tidak rutin. Selanjutnya menurut Polya (1973: 31),

pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar yang tidak begitu

mudah dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan.

Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan penyelesaian

tugas-tugas matematika yang strateginya itu tidak diketahui oleh peserta didik

terlebih dahulu (Chin et al., 2020). Selanjutnya Menurut Grafalo & Lester (1985)

Pemecahan masalah termasuk keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti visualisasi,


22

asosiasi, abstraksi, pemahaman, manipulasi, penalaran, analisis, sintesis, generalisasi

yang masing-masingnya perlu dikelola dan terkoordinasi

Dari pendapat para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa kemampuan

memecahkan masalah adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik dalam

memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai

rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah

dikerjakan untuk menyelesaikan masalah.

2.4.2 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Menurut Polya (1973: 5-16), solusi soal pemecahan masalah memuat empat

langkah fase penyelesaian sebagai berikut.

1) Memahami masalah

Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, peserta didik

tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Fase ini sangat penting

karena sangat mempengaruhi fase selanjutnya. Dengan peserta didik dapat

memahami masalah dengan benar, peserta didik akan mampu menyusun rencana

penyelesaian masalah.

2) Merencanakan penyelesaian

Kemampuan melakukan fase kedua ini sangat tergantung pada pengalaman

peserta didik dalam menyelesaikan masalah. Pada umumnya, semakin bervariasi

pengalaman mereka, ada kecenderungan mereka lebih kreatif dalam menyusun

rencana penyelesaian masalah.


23

3) Menyelesaikan masalah

Jika rencana penyelesaian masalah telah dibuat, selanjutnya dilakukan

penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling 30 tepat. Fase ini

merupakan fase penentu tentang benar tidaknya peserta didik dalam memecahkan

masalah.

4) Melakukan pengecekan kembali

Peserta didik telah menyelesaikan tahap menyelesaikan masalah. Peserta didik

harus memiliki alasan bagus untuk percaya bahwa solusinya benar. Oleh karena itu,

pengecekan kemabali dengan prosedur lain diperlukan untuk mengetahui bahwa hasil

penyelesaian masalahnya sudah benar.

Adapaun indikator kemampuan pemecahan masalah terdapat pada tabel

berikut ini.

Tabel 2.4
Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

Indikator
No Kemampuan Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah
Pemecahan Masalah
1. Peserta didik menuliskan apa yang diketahui
2. Peserta didik menuliskan apa yang ditanyakan
1 Memahami masalah
3. Peserta didik memeriksa kecukupan informasi yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah
1. Peserta didik memodelkan masalah dalam bentuk gambar
Merencanakan 2. Peserta didik menuliskan rumus
2
Penyelesaian 3. Peserta didik menuliskan langkah penyelesaian masalah yang
akan digunakan
Menyelesaikan 1. Menerapkan langkah-langkah strategi untuk menyelesaikan
3
masalah masalah
1. Peserta didik melakukan pengecekan kembali jawaban
menggunakan cara lain
4 Memeriksa kembali
2. Peserta didik menuliskan kesimpulan dari proses yang
dilakukan
24

2.5 Integrasi atau Keterkaitan Antara Model SSCS dan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Peserta didik

Indikator Kemampuan
Sintaks SSCS Kegiatan Peserta Didik
Pemecahan Masalah
Peserta didik memahami
permasalahan yang
diberikan oleh guru, yang
berupa apa yang diketahui
Search dan apa yang ditanyakan. Memahami Masalah
Peserta didik melakukan
observasi dan investigasi
terhadap kondisi masalah
tersebut
Peserta didik
merencanakan dan
melaksanakan rencana
untuk mendapatkan Merencanakan pemecahan
Solve jawaban atas masalah yang dan Melakukan rencana
diberikan. Peserta didik pemecahan
memilih strategi atau
langkah untuk mengatasi
masalah
Peserta didik untuk
menyampaikan item yang
terkait dengan masalah
membandingkan informasi Memeriksa kembali
Create
dan masalah, pemecahan
menyimpulkan dan jika
penting membuat
modifikasi
Peserta didik memeriksa
jawaban untuk masalah
Memeriksa kembali
Share yang diberikan serta
pemecahan
membagikannya dengan
kelompok yang lain
25

2.6 Materi Statistika

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai penerapan statistika

dalam beberapa aspek kehidupan. Pengumpulan data tentang minat peserta didik

dalam pemilihan bakat minat, ukuran sepatu, atau bahasa serta data tentang kepadatan

penduduk dapat disajikan dengan mudah menggunakan ilmu statistika. (Ibnu, Imron,

Valentino, Tohir, & Rahman, 2017)

Statistika merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara

mengumpulkan dan menyusun data, mengolah data, menganalisis data, serta

menyajikan data dari suatu kumpulan data. Statistika yang dipelajari untuk peserta

didik tingkat SMP adalah statistika deskriptif. Menurut Walpole (1995) statistika

deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian

suatu kelompok data sehingga memberikan informasi yang berguna.

Informasi yang diberikan terbatas pada kelompok data yang dipunyai

sehingga tidak dapat ditarik kesimpulan untuk kelompok data yang lebih besar.

Selanjutnya akan dijelaskan beberapa informasi yang menjadi ukuran untuk

menggambarkan suatu kelompok data meliputi: distribusi frekuensi, rata-rata, modus,

median, jangkauan, kuartil, jangkauan interkuartil, dan simpangan kuartil.

Menurut Taufiq, dkk (2017) pengertian mean, modus, medial dll sebagai

berikut:

1. Mean suatu data adalah jumlah seluruh data dibagi oleh banyaknya data.

jumlah data
Mean dirumuskan sebagai berikut. 𝑥̅ = banyak data

2. Modus adalah nilai yang paling sering muncul dari suatu kumpulan data.
26

3. Median adalah nilai tengah suatu kumpulan data yang telah diurutkan.

4. Jangkauan suatu kumpulan data adalah selisih nilai terbesar dan nilai terkecil

dari kumpulan data tersebut.

5. Kuartil terdiri atas tiga macam, yaitu kuartil bawah (Q1 ), kuartil tengah

(median, Q2 ) dan kuartil atas (Q3 ).

2.7 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dilakukan dengan maksud untuk menghindari

duplikasi temuan penelitiaan. selain itu untuk menunjukkan keaslian penelitian bahwa

topik yang diteliti oleh peneliti lain masih dalam kontek yang sama. Adapun

penelitian ini sudah dilakukan oleh Devitriana, Nadia, & Fahibu (2020) dengan judul

“ Pengaruh Penerapan Model Search Solve Create Share (Sscs) Terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika peserta didik kelas XI IPA SMA

Negeri 1 Asera”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat

pengaruh signifikan model pembelajaran SSCS terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematika Matematika peserta didik kelas XI IPA SMA Negeri 1 Asera.

Persamaan penelitan Devitriana, dkk dan penelitian saya yaitu Sama-sama

meneliti kemampuan pemecahan masalah matematika, kemudian salah satu model

pembelajaran yang digunakan sama yaitu model SSCS selanjutnya sama-sama

menggunakan jenis penelitian eksperimen . Selanjutnya Perbedaan penelitian

Devitriana, dkk dengan penelitian ini yaitu: bahwa pada penelitian Devitriana, dkk

yang dilakukan yaitu tingkatan kelas yg diteliti berbeda, kedua materi yang diajarkan

juga berbeda,
27

Kemudian penelitian ini juga pernah dilakukan oleh Asvin, dkk (2020)

dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran SSCS Terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Peserta didik Smp Negeri 1 Polewali”. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran SSCS

terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik kelas VIII SMP

Negeri 1 Polewali.

Persamaan penelitan Asvin, dkk dan penelitian saya yaitu Sama-sama meneliti

kemampuan pemecahan masalah matematika, kemudian salah satu model

pembelajaran yang digunakan sama yaitu model SSCS selanjutnya sama-sama

menggunakan jenis penelitian eksperimen. Selanjutnya Perbedaan penelitian Asvin,

dkk dengan penelitian ini yaitu: bahwa pada penelitian Asvin, dkk yang dilakukan

yaitu perbedaan pada tempat penelitiannya.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Sari, Rohana & Ningsih (2019)

dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran SSCS Terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa Smp Negeri 28 Palembang”. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran Search Solve

Create And Share (SSCS) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

SMPN 28 Palembang
28

Persamaan penelitan Sari, dkk dan penelitian saya yaitu Sama-sama meneliti

kemampuan pemecahan masalah matematika, kemudian salah satu model

pembelajaran yang digunakan sama yaitu model SSCS selanjutnya sama-sama

menggunakan jenis penelitian eksperimen. Selanjutnya Perbedaan penelitian Sari,

dkk dengan penelitian saya yaitu dari materi yang di diajarkan berbeda, dimana Sari,

dkk materi SPLDV dan penelitian saya yaitu materi statistika.


29

2.8 Kerangka Berfikir

Berdasarkan permasalahan yang akan diteliti dan tujuan yang di kemukakan

pada uraian sebelumnya, maka kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat

diilustrasikan dalam diagram berikut:

Populasi

Sampel

Kelas eksperimen I Kelas Kontrol

Penggunaan model Penggunaan model


pembelajaran SSCS pembelajaran Direct
Instruction

Post-test

Analisis Statistik

Kesimpulan

Gambar 2.1
Kerangka Berfikir
30

2.9 Hipotesis

Berdasarkan teori-teori yang melandasi objek kajian penelitian serta mengacu

pada hasil penelitian yang relevan maka hipotesis dalam penelitian ini adalah” di

harapkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik dengan

menggunakan model Search Solve Create Share (SSCS) lebih baik dari pada

kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang belajar menggunakan

model Direct Instruction”.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTS AN-NIZHAM Kota Jambi yang beralamat

di Jl. Inu Kertapati No.5a, Pematang Sulur, Kec. Telanaipura, Kota Jambi, Jambi

36361. Peneliti memilih MTS AN-NIZHAM Kota Jambi karena hasil observasi

peneliti yang mengindikasikan bahwa rendahnya kemampuan pemecahan masalah

matematis peserta didik. Penelitian dilakukan pada kelas VIII tahun ajaran 2022/2023

Semester Genap pada materi statistika

3.2 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi

Eksperimen dengan desain penelitian berbentuk Posttest Only Control Design. Dalam

desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random.

Kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok yang lain tidak. Pada

pelaksanaannya, peneliti menggunakan dua kelas untuk mengajar, yaitu kelas

eksperimen dengan memberi perlakuan melalui penggunaan model Search Solve

Create Share (SSCS) dan kelas kontrol sebagai pembandingnya menggunakan model

Direct Instruction . Setelah penelitian selesai dilaksanakan, diadakan tes akhir dengan

tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang disampaikan telah

dapat dikuasi dengan baik oleh peserta didik. Hasilnya diambil dari hasil tes akhir

peserta didik baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

31
32

Adapun desain penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1.
Desain Penelitian
Kelas Perlakuan Posttest
Eksperimen 1 (Search Solve Create Share) X O
Kontrol (Direct Instruction) - O

Keterangan:
X = Perlakuan Khusus dengan penerapan model pembelajaran SSCS
O = Posttes pada kelas Search Solve Create Share dan Direct Instruction

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Menurut (Sugiyono, 2014) populasi adalah Semua bagian yang terdiri dari

objek maupun subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Selain

itu menurut (Arikunto, 2002) Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila

seseorang akan meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian maka

penelitiannya merupakan penelitian populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII MTS AN-

NIZHAM Kota Jambi tahun ajaran 2022/2023 yang berjumlah 38 peserta didik yang

terdiri dari dua kelas, yaitu kelas VIII A – VIII B . Populasi dalam penelitian ini akan

dijabarkan dalam tabel berikut:

Tabel 3.2
Jumlah Peserta didik Per Kelas Pada Populasi
No. Kelas Jumlah Peserta didik
1. VII A 19
2. VII B 19
Jumlah Peserta didik 38
33

3.3.2 Sampel

Menurut (Sugiyono, 2014) sampel adalah sebagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sesuai dengan jenis penelitian

maka sampel yang dibutuhkan adalah dua kelas yakni satu kelas sebagai kelas

eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan adalah teknik Sampling Jenuh. Teknik Sampling Jenuh adalah teknik

penentuan sampel bila semua anggota populasi dijadikan sampel, hal ini dilakukan

bila jumlah populasi relative kecil, sekitar kurang dari 30, atau penelitian ingin

membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil (Sugiyono, 2014)

Teknik Sampling jenuh dilakukan oleh peneliti dikarenakan jumlah kelas VIII

di MTS AN-NIZHAM Kota Jambi hanya terdapat dua kelas yaitu kelas VIII A dan

VIII B. Setiap kelasnya hanya terdiri dari 19 peserta didik, yang berarti jumlah

populasinya yaitu 38 peserta didik. Sehingga populasi di MTS AN-NIZHAM Kota

Jambi dapat dikatakan bahwa populasinya kecil, sehingga semua populasi yang ada di

MTS AN-NIZHAM Kota Jambi akan menjadi sampel. Selanjutnya peneliti

melakukan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas untuk melihat kedua kelas tersebut

apakah berdistribusi Normal dan Homogen sebelum penelitian dilaksanakan. Kelas

yang diberikan pembelajaran dengan model Search Solve Create Share (SSCS)

adalah kelas eksperimen, dan kelas yang diberikan pembelajaran langsung / direct

instruction sebagai kelas kontrol.


34

Sedangkan untuk menentukan kelas mana yang akan menjadi kelas

eksperimen dan kelas kontrol, peneliti menggunakan cara pengundian sederhana.

Dimana pengundian tersebut dilakukan dengan dua kertas yang digulung. Kertas

tersebut dituliskan kata ”eksperimen” dan ”kontrol”. Kedua kertas tersebut digulung

kemudian peneliti memanggil ketua kelas dari dua kelas tersebut untuk mengambil

kertas gulungan yang telah dipersiapkan tersebut. Apabila terambil adalah kertas yang

bertuliskan ”eksperimen”, maka kelas tersebut menjadi kelas eksperimen, sedangkan

kelas yang lain secara otomatis menjadi kelas kontrol atau sebaliknya.

Dari teknik pengambilan sampel tersebut diperoleh hasil bahwa kelas yang

dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIII A yang terdiri dari 19

peserta didik sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII B yang terdiri dari 19 peserta

didik sebagai kelas kontrol.

3.4 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dimulai dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan kemudian

tahap analisis. Adapun prosedur dalam penelitian ini yakni sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan Beberapa tahapan yang dilakuan yakni sebagai berikut:

1) Menyusun berbagai keperluan untuk penelitian seperti silabus, RPP untuk

pembelajaran SSCS, RPP untuk pembelajaran Direct Intruction, lembar

observasi pendidik pada pembelajaran SSCS, lembar observasi pendidik

pada pembelajaran Direct Intruction, lembar observasi peserta didik pada

pembelajaran SSCS, lembar observasi peserta didik pada pembelajaran

Direct Intruction, soal posttest kemampuan pemecahan masalah

Matematis, Keperluan untuk penelitian tersebut didiskusikan dengan dosen


35

pembimbing, baik dalam proses penyusunan ataupun setelah proses

penyusunan.

2) Menpendidiks surat izin untuk melakukan penelitian

3) Memvalidasi RPP serta instrumen penelitian seperti lembar observasi, dan

soal tes. Validasi dilakukan oleh seseorang yang ahli dibidang ini.

4) Mempersiapkan instrumen penelitian yang sebelumnya telah divalidasi

oleh validator, seperti soal posttest Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis, lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran SSCS dan Direct

Intruction, serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

5) Menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dilakukan dengan

cara simple random sampling

6) Soal posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis diuji cobakan

terlebih dahulu diluar kelas yang digunakan untuk penelitian untuk melihat

kualitas soal yang akan diujikan.

7) Menganalisis soal posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

setelah diuji cobakan diluar kelas penelitian

b. Tahap Pelaksanaan

1. Dilakukan pembelajaran SSCS pada kelas eksperimen I, dan pembelajaran

Direct Intruction pada kelas kontrol. Pelaksanaan pembelajaran diamati

dengan lembar observasi untuk mengetahui keterlaksanaannya.

c. Tahap Penyelesaian

1. Dilakukan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2. Analisis data
36

3.5 Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2017:148) instrumen merupakan alat ukur yang

digunakan untuk memperoleh data. Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas

yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih

mudah diolah. Adapun instrument dalam penelitian ini adalah instrument tes

kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik, dan lembar observasi

keterlaksanaan pembelajaran SSCS dan pembelajaran Direct Instruction. Tes yang

diberikan adalah tes tertulis yang berbentuk soal uraian atau essay yang disusun

sesuai dengan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis.

3.5.1 Instrumen Penelitian Lembar Observasi

Lembar observasi ini berisi aktivitas pendidik dan peserta didik selama proses

pembelajaran dengan pengamatan secara langsung oleh observer. Lembar observasi

ini bertujuan untuk melihat ketepatan aktivitas yang dilakukan oleh pendidik dan

peserta didik dengan sintaks pembelajaran SSCS dan Direct Instruction. Observer

yang akan memberi tanda checklist aktivitas yang diukur pada setiap pertemuan,

apakah aktivitas pembelajaran SSCS dan Direct Instruction terlaksana atau tidak.

Untuk memperoleh lembar observasi dengan indikator aktivitas yang baik

sebagai alat pengumpul data pada penelitian ini, maka diadakan validasi terhadap

lembar observasi ini. Sebelum melakukan validasi, maka peneliti melakukan

konsultasi terlebih dahulu kepada dosen pembimbing agar pernyataan yang terdapat

di dalam lembar observasi dapat mengukur cakupan substansi yang ingin diukur.
37

Setelah melakukan bimbingan dengan dosen pembimbingan, dilakukan

validasi terhadap lembar observasi ini. validasi dilakukan oleh seorang yang ahli di

bidangnya yakni dosen Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Jambi.

3.5.2 Instrume Test

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan metode tes. Tes

yang digunakan berupa tes tertulis yang berbentuk uraian (essay) yang bertujuan

untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.

Instrument tes pemecahan masalah matematis peserta didik terdiri dari post-test. soal

posttest digunakan untuk melihat kemampuan pemecahan masalah matematis peserta

didik setelah dilakukan perlakuan.

Tabel 3.3
Kisi-kisi Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Indikator
Kemampuan
Indikator Soal Deskriptor
KD Pemecahan
matematis
4.6.1 Peserta • Peserta didik menuliskan apa yang
4.6 didik dapat diketahui
Menyelesaikan menyelesaikan • Peserta didik menuliskan apa yang
masalah yang Memahami
masalah yang ditanyakan
masalah
berkaitan berkaitan dengan • Peserta didik memeriksa kecukupan
dengan persamaan linier informasi yang digunakan untuk
persamaan dan satu variabel menyelesaikan masalah
pertidaksamaan • Peserta didik memodelkan masalah
linear satu dalam bentuk gambar
variabel Merencanakan • Peserta didik menuliskan rumus
Penyelesaian • Peserta didik menuliskan langkah
penyelesaian masalah yang akan
digunakan
Menyelesaikan • Menerapkan langkah-langkah strategi
masalah untuk menyelesaikan masalah
• Peserta didik melakukan pengecekan
kembali jawaban menggunakan cara
Memeriksa
lain
kembali
• Peserta didik menuliskan kesimpulan
dari proses yang dilakukan
38

4.6.2 Peserta • Peserta didik menuliskan apa yang


didik dapat diketahui
menyelesaikan • Peserta didik menuliskan apa yang
masalah yang Memahami
ditanyakan
masalah
berkaitan dengan • Peserta didik memeriksa kecukupan
pertidaksamaan informasi yang digunakan untuk
linier satu menyelesaikan masalah
variabel • Peserta didik memodelkan masalah
dalam bentuk gambar
• Peserta didik menuliskan rumus
Merencanakan
Penyelesaian • Peserta didik menuliskan langkah
penyelesaian masalah yang akan
digunakan

Menyelesaikan • Menerapkan langkah-langkah strategi


masalah untuk menyelesaikan masalah
• Peserta didik melakukan pengecekan
kembali jawaban menggunakan cara
Memeriksa
lain
kembali
• Peserta didik menuliskan kesimpulan
dari proses yang dilakukan

Untuk melihat dan mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis

peserta didik dari soal yang berbentuk uraian dapat dilakukan dengan melihat rubrik

penilaian. Pengukuran kemampuan pemecahan masalah akan dilakukan dengan

menggunakan pedoman penskoran tes kemampuan pemecahan masalah yang

dituliskan oleh Charles (1987), sebagai berikut:

Tabel 3.4
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Indikator Aspek yang Dinilai Skor
Salah menginterpresikan soal/tidak memahami
0
Memahami masalah soal/tidak ada jawaban sama sekali
(understanding the Salah menginterpretasikan sebagian soal/kurang tepat
1
problem) dalam menginterpretasikan soal
Memahami masalah secara keseluruhan 2
Merencanakan strategi yang tidak relevan untuk
0
menyelesaikan masalah
Merencanakan
Sebagian konsep benar atau penjelasannya tidak
pemecahan (devising 1
lengkap
a plan)
Menggunakan strategi yang mengarah kepada
2
jawaban yang benar
39

Tidak ada jawaban tau jawaban salah, tidak sesuai 0


Penulisan salah, perhitungan salah, hanya sebagian
1
kecil jawaban yang dituliskan
Melakukan rencana
Hanya sebagian kecil prosedur benar, atau
pemecahan (carrying 2
kebanyakan salah sehingga hasil salah
out the plan)
Secara substansial prosedur yang dilakukan benar
3
dengan sedikit keliruan
Jawaban benar, lengkap dan jelas 4
Tidak ada pemeriksaan kembali terhadap hasil
0
pekerjaan/tidak ada keterangan apapun
Memeriksa kembali Ada pemeriksaan kembali tetapi pemeriksaan
pemecahan (looking dilakukan dengan langkah yang salah/kurang tepat 1
back) sehingga jawaban masih salah
Ada pemeriksaan kembali dan dilakukan untuk
2
melihat kebenaran jawab dengan cara lain

Penilaian tes berujuk sesuai dengan indikator pemecahan masalah. Berikut

rumus untuk menghitung poin yang didapat.

𝑅
𝑁𝑃 = 𝑆𝑀 × 100%

Keterangan :

NP : poin pesen yang diinginkan

R : point kasar yang diperoleh anak peseta didik

SM : poin maksimal X banyak soal

Intrumen tes sebelumnya divalidasi terlebih dahulu oleh ahli. Sebelum

instrumen digunakan sebagai alat pengumpulan data, terlebih dahulu instrumen

diujicobakan pada peserta didik yang bukan sampel dengan tujuan untuk

mendapatkan soal yang baik, untuk itu dilakukan uji statistik berupa uji validitas,

reliabilitas tes, daya beda, dan indeks kesukaran soal.


40

5. Validitas Butir Soal Tes

Menurut Arikunto (2014:211) validitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Untuk

menguji validitas item soal, menurut Yudhanegara dan Lestari (2015:193) rumus

korelasi yang dapat digunakan adalah yang dikemukakan oleh Pearson, yang dikenal

dengan rumus korelasi product moment, yaitu:

𝑛 ∑𝒏 𝒏 𝒏
𝒊=𝟏 𝑿𝒀−(∑𝒊=𝟏 𝑿)·(∑𝒊=𝟏 𝒀)
rxy =
√[𝑛 ∑𝑛 𝟐 𝒏 2 𝑛 𝟐 𝒏
𝑖=1 𝑿 −( ∑𝒊=𝟏 𝑿 ) ·[𝑛 ∑𝑖=1 𝒀 −(∑𝒊=𝟏 𝒀 )
2

Keterangan:

rxy = koefisien validitas soal

n = banyak subjek

X = skor butir soal atau skor item pertanyaan/pernyataan

Y = total skor

Adapun interpretasi terhadap koefisien korelasi yang diperoleh menurut

Guilford (dalam Yudhanegara dan Lestari, 2015:193) dinyatakan dibawah ini:

0,90 ≤ rxy ≤ 1,00 : validitas sangat tinggi

0,70 ≤ rxy < 0,90 : validitas tinggi

0,40 ≤ rxy < 0,70 : validitas sedang

0,20 ≤ rxy < 0,40 : validitas rendah

rxy < 0,20 : validitas sangat rendah


41

Adapun langkah-langkah mencari validitas dengan menggunakan software

SPSS 21 (Lestari,2015: 194) adalah sebagai berikut :

1) Buka program SPSS, kemudian masukkan daftar table skor anda.

2) Klik menu Analyze pilih Correlate dan klik Bivariat

3) Masukkan semua variable ke dalam kolom Variables melalui tombol tanda panah

4) Kemudian pada correlation coeficientd checklist pearson

5) Klik Continue-OK, sehingga anda akan memperoleh output SPSS hasil validitas uji

coba soal tes.

6) Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan validitas soal uji coba selanjutnya

dibandingkan dengan nilai rtabel, jika nilai r hitung > r tabel maka item tersebut

dinyatakan valid.

2. Reliabilitas uji coba soal

Reliabilitas tes adalah suatu ukuran ketetapan penilaian dalam mengukur

sesuatu yang diukur dapat dipercaya.

Menurut (Cresswell, 2006) “Rumus alpha digunakan untuk mencari

reliabilitas instrument, misalnya angket atau soal bentuk uraian” sebagai berikut :

𝑘 ∑𝑛
𝑖=1 𝜎𝑖2
𝑟11 = ( ) (1 − )
𝑘−1 𝜎𝑡2

Keterangan:

𝑟11 = koefisien reliabilitas


k = banyaknya butir pertanyaan
42

∑𝑛𝑖=1 𝜎𝑖 2 = Jumlah variansi butir

𝜎𝑡 2 = variansi skor total


Sebagai kriteria perhitungan reliabilitas soal didasarkan pada ketentuan

dibawah ini:

r < 0,20 : reliabilitas sangat rendah

0,20 ≤ r < 0,40 : reliabilitas rendah


0,40 ≤ r < 0,70 : reliabilitas sedang
0,70 ≤ r < 0,90 : reliabilitas tinggi
0,90 ≤ r < 1,00 : reliabilitas sangat tinggi

Soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal yang mempunyai

reliabilitas tinggi dan sangat tinggi.

Untuk mencari reliabilitas dengan menggunakan software SPSS 21. Adapun

langkah-langkah mencari reliabilitas dengan menggunakan software SPSS 21 alpha

cronboach’s (Lestari,2015) adalah sebagai berikut :

1) Buka program SPSS, kemudian masukkan daftar tabel skor Anda.

2) Klik menu Analyze → pilih Scale →klik Reliability Analysis

3) Masukkan semua variabel ke dalam kolom Variables melalui tanda panah

4) Selanjutnya pilih menu Statistics lalu beri tanda (√) pada Item dan Scale

5) Klik Continue-OK, sehingga anda akan memperoleh output SPSS hasil reliabilitas

uji coba soal tes.

5) Kesimpulan,
43

3. Daya Pembeda Uji Coba Soal

Daya pembeda item adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan

antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang

berkemampuan rendah. (Lestari, 2015: 217).

Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

𝑛𝐴 − 𝑛𝐵 𝑛𝐴 − 𝑛𝐵
𝐷𝑃 = 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐷𝑃 =
𝑁𝐴 𝑁𝐵

Keterangan :

𝐷𝑃 : Indeks daya pembeda butir soal


𝑛𝐴 : Banyaknya peserta didik kelompok atas yang menjawab soal benar
𝑛𝐵 : Banyaknya peserta didik kelompok bawah yang menjawab soal benar
𝑁𝐴 : Banyaknya peserta didik kelompok atas
𝑁𝐵 : Banyaknya peserta didik kelompok bawah
Soal memiliki daya pembeda yang berarti (signifikan) apabila 𝐷𝑃ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >
𝐷𝑃𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada derajar bebas yang sudah ditentukan berkasarkan kriteria berikut :
0,70 ≤ DP < 1,00 : Sangat tinggi
0,40 ≤ DP < 0,70 : Tinggi
0,20 ≤ DP < 0,40 : Cukup
0,00 ≤ DP < 0,20 : Rendah
DP < 0,00 : Sangat rendah (Lestari,2015: 217).
4. Indeks Kesukaran Item
Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes kemampuan literasi pertama-tama

dapat diketahui dari taraf kesukaran butir soal. Butir soal tes kemampuan literasi

matematis dapat dinyatakan sebagai butir soal yang baik, jika butir soal tersebut tidak

terlalu sukar dan tidak terlalu mudah dengan kata lain tingkat kesukaran soal adalah
44

sedang atau cukup. Untuk menentukan Indeks Kesukaran soal (IK) dapat digunakan

rumus (Lestari,2015: 223)

𝐴
IK =
𝐵
Keterangan :
IK : Indeks kesukaran soal
A : Rata-rata setiap item soal
B : Nilai maksimum setiap item soal
Dengan Kriteria :
IK = 1,00 : Sangat mudah
0,70 ≤ IK < 1,00 : Mudah
0,30 ≤ IK < 0,70 : Sedang
0,00 < IK < 0,30 : Sukar
IK = 0,00 : Sangat Sukar, (Lestari,2015: 223).
Soal yang terlalu mudah tidak merangsang peserta didik untuk mempertinggi

usaha memecahkannya, sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan peserta

didik menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi.

Menurut (Arikunto, 2013). Perhitungan tingkat kesukaran soal adalah pengukuran

seberapa besar derajat kesukaran suatu soal. Jika suatu soal memiliki tingkat

kesukaran seimbang maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik.

3.6 Analisis Data

3.6.1 Tenik Analisis Data Skor Tes

Data yang dianalisis pada penelitian ini adalah skor hasil posttest kemampuan

pemecahan masalah matematis peserta didik kelompok kelas eksperimen I dan

kelompok kelas kontrol. Setelah data diperoleh dilakukan analisis data untuk menguji

hipotesis dengan membandingkan hasil posttest kemampuan pemecahan masalah


45

matematis peserta didik kelas eksperimen I dan kelas kontrol. Metode statistik yang

digunakan adalah uji satu pihak yaitu pihak kanan dengan menggunakan uji-t.

Sebelum analisis dilakukan, data harus diuji terlebih dahulu apakah data yang

diperoleh berdistribusi normal dan variansi yang homogen.

Untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal, data diuji dengan

menggunakan uji normalitas dan untuk mengetahui apakah data memiliki variansi

yang homogen, data diuji dengan menggunakan uji barlett. Setelah semua data

berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen barulah dilakukan uji pihak

kanan dengan uji-t.

1. Uji normalitas data

Uji normalitas data bertujuan untuk melihat apakah data dari kedua sampel

berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas ini

digunakan uji Liliefors. Uji normalitas dengan uji liliefors dilakukan apabila data

merupakan data tunggal atau data frekuensi tunggal, bukan data distribusi frekuensi

kelompok. Uji Liliefors yang dikemukakan oleh Sudjana (2005:466) dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

1. Menghitung nilai rata-rata hasil skor akhir masing-masing kelas sampel.

2. Menyusun nilai dari yang rendah ke yang tinggi.

3. Pengamatan x1, x2, ...., xn dijadikan bilangan baku z1, z2, ...., zn dengan
𝑋𝑖 − 𝑋̅
menggunakan rumus Z1 = (xi dan s masing-masing merupakan rata-rata dan
𝑆

simpangan baku sampel)


4. Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku hitung peluang 𝐹(𝑧𝑖 ) =
𝑃(𝑧≤𝑧𝑖 )
46

5. Selanjutnya dihitung proporsi z1, z2, ......, zn yang lebih kecil atau sama dengan
zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(zi) dengan rumus:
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑍1 , 𝑍2 ,…., 𝑍𝑛 yang ≤ 𝑍𝑖
S(zi) = 𝑛

6. Menghitung selisih F(zi) - S(zi) kemudian tentukan harga mutlaknya


7. Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut,
sebutlah harga terbesar ini sebagai L0
8. Bandingkan nilai L0 dengan nilai kritis L yang diambil dari nilai tabel untuk taraf
kepercayaan α yang ditentukan, kriteria pengujiannya adalah:
a. Jika L0 ≤ Ltabel maka dikatakan data berdistribusi normal
b. Jika L0 > Ltabel maka data tidak berdistribusi secara normal
2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah rata-rata skor pemecahan

masalah kedua kelompok sampel mempunyai variansi yang homogen atau tidak.

Sudjana (2005:249) mengatakan bahwa populasi-populasi dengan varians yang sama

besar dinamakan populasi dengan varians yang homogen. Pengujian kesamaan

varians untuk dua populasi dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

𝑆2
F = 𝑆12
2

Adapun langkah-langkahnya ialah:

a. Akan diuji mengenai uji dua pihak untuk pasangan hipotesis berikut:

H0 : 𝑆12 = 𝑆22 (distribusi sampel mempunyai varians yang sama).

H1 : 𝑆12 ≠ 𝑆22 (distribusi sampel mempunyai varians yang tidak sama).

b. Berdasarkan sampel acak yang masing-masing secara independen diambil dari

populasi. Jika sampel dari populasi kesatu berukuran n1 dengan varians 𝑆12 dan
47

sampe kedua berukuran n1 dengan varians 𝑆22 maka untuk menguji hipotesis,

digunakan statistik:

𝑆2
F = 𝑆12
2

c. Menentukan taraf signifikansi α = 5% = 0,05

d. Menentukan Ftabel pada derajat bebas db1 = (n1 – 1) untuk pembilang dan db2 =

(n2 – 1) untuk penyebut.

e. Kriteria pengujian

Jika Fhitung ≤ Ftabel maka H0 diterima

Jika Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak

3. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data, maka dilakukan uji

hipotesis. Uji satu pihak yaitu pihak kanan digunakan untuk menguji rumusan

hipotesis dalam penelitian ini. Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah t-test atau biasa disebut dengan uji-t. Uji-t digunakan untuk menguji hipotesis

dalam penelitian yang melibatkan satu perlakuan atau pengukuran dengan

menggunakan rata-rata sebagai parameter atau sampel. Pengujian hipotesis

merupakan inti dari permasalahan dalam penelitian.

Langkah-langkah pengujian hipotesis menggunakan uji statistik uji t adalah

sebagai berikut:

1. Buatlah H0 dan H1 dalam kalimat.

H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mengikuti

pembelajaran menggunakan model pembelajaran SSCS tidak lebih baik


48

atau sama dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah

matematis peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Direct

Instruction

H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mengikuti

pembelajaran menggunakan model pembelajaran SSCS lebih baik

dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta

didik yang menggunakan model pembelajaran Direct Instruction

Hipotesis statistik

H0 : µ1 ≤ µ2

H1 : µ1 > µ2

Dimana :

µ1 : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang

memperoleh pembelajaran menggunakan model pembelajaran SSCS

µ2 : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang

memperoleh pembelajaran menggunakan model pembelajaran direct

Intruction

2. Menghitung rata-rata, standar deviasi, dan standar variansi

3. Mencari thitung dengan rumus :

𝑥̅1 − 𝑥̅2 (𝑛1 −1)𝑠12 + (𝑛2 −2)𝑠22


thitung = dengan s2 =
𝑠 1 1 𝑛1 + 𝑛2 −2
√𝑛 𝑛
1 2

Keterangan:

s2 = Variansi gabungan

s = Standar deviasi gabungan


49

𝑥̅1 = Skor rata-rata kelas eksperimen I

𝑥̅ 2 = Skor rata-rata kelas eksperimen II

S1 = Standar deviasi kelas eksperimen I

S2 = Standar deviasi kelas eksperimen II

n1 = Jumlah peserta didik kelas eksperimen I

n2 = Jumlah peserta didik kelas eksperimen II

4. Menentukan terlebih dahulu taraf signifikan yaitu 𝛼 = 0,05 untuk mencari nilai

𝑡tabel

5. Tentukan kriterianya

Kriteria pengujian dua pihak:

Kriteria pengujian adalah terima H0, jika thitung ≤ 𝑡(1−α) untuk taraf nyata 𝛼 = 0,05

dan tolak H0 jika thitung mempunyai harga-harga lain. Derajat kebebasan untuk

daftar distribusi t ialah dk = n1 + n2 – 2 dengan peluang untuk penggunaan daftar

distribusi t ialah 1- 𝛼 (Sudjana, 2005:243).

6. Kesimpulan

Kesimpulan didapat setelah peneliti mengetahui hasil dari perbedaan nilai thitung

dan ttabel dari kriteria pengujian di atas. Kesimpulan yang diharapkan yaitu bahwa

Kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mengikuti

pembelajaran menggunakan model pembelajaran SSCS lebih baik dibandingkan

dengan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang menggunakan

model pembelajaran Direct Instruction.

3.6.2 Teknik Analisis Data Lembar Observasi


50

Analisis data ini digunakan untuk menganalisis data mengenai aktivitas

pendidik saat mengajar, aktivitas peserta didik saat belajar selama proses

pembelajaran berlangsung.

Dari hasil data lembar observasi pembelajaran dianalisis dengan langkah-

langkah sebagai berikut.

a. Tabulasi data skor hasil observasi pembelajaran dengan memberikan skor 1

untuk “Terlaksana (T)” dan skor 0 untuk “Tidak Terlaksana (TT)”

b. Menghitung persentase keterlaksanaan pembelajaran menggunakan rumus:

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘


𝑘 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘 × 100

c. Mengkonversikan hasil persentase keterlaksanaan pembelajaran (k) menjadi nilai

kualitatif berdasarkan kriteria penilaian skala 5 yang diadaptasi dari Sudjana, N.

(2005:118) seperti ditunjukkan pada tabel 3.5 berikut ini:

Tabel 3.5
Kualifikasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Persentase Keterlaksanaan Kriteria
(k)
k ≥ 90 Sangat Baik
80 ≤ k < 90 Baik
70 ≤ k < 80 Cukup
60 ≤ k < 70 Kurang
k < 60 Sangat Kurang

3.6.3 Teknik Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Mengetahui kemampuan pemecahan masalah pada siswa dilakukan dengan

menggunakan tes evaluasi setelah pertemuan terakhir selesai atau disebut post test.

Dimana penilaian kemampuan pemecahan masalah siswa meliputi empat indikator,

yaitu memahami masalah, menyusun rencana pemecahan masalah, Melaksanakan


51

rencana pemecahan masalah, dan Memeriksa kembali hasil pemecahan masalah.

Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika melalui

pembelajaran yang menerapkan model SSCS dengan model Direct Instruction dapat

dilihat dari pedoman penskoran dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

Tabel 3.6
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Indikator Aspek yang Dinilai Skor
Salah menginterpresikan soal/tidak memahami soal/tidak ada
0
Memahami masalah jawaban sama sekali
(understanding the Salah menginterpretasikan sebagian soal/kurang tepat dalam
1
problem) menginterpretasikan soal
Memahami masalah secara keseluruhan 2
Merencanakan strategi yang tidak relevan untuk menyelesaikan
0
masalah
Merencanakan pemecahan
Sebagian konsep benar atau penjelasannya tidak lengkap 1
(devising a plan)
Menggunakan strategi yang mengarah kepada jawaban yang
2
benar
Tidak ada jawaban tau jawaban salah, tidak sesuai 0
Penulisan salah, perhitungan salah, hanya sebagian kecil
1
jawaban yang dituliskan
Melakukan rencana
Hanya sebagian kecil prosedur benar, atau kebanyakan salah
pemecahan (carrying out 2
sehingga hasil salah
the plan)
Secara substansial prosedur yang dilakukan benar dengan
3
sedikit keliruan
Jawaban benar, lengkap dan jelas 4
Tidak ada pemeriksaan kembali terhadap hasil pekerjaan/tidak
0
ada keterangan apapun
Memeriksa kembali Ada pemeriksaan kembali tetapi pemeriksaan dilakukan dengan
1
pemecahan (looking back) langkah yang salah/kurang tepat sehingga jawaban masih salah
Ada pemeriksaan kembali dan dilakukan untuk melihat
2
kebenaran jawab dengan cara lain
Untuk Perhitugannya dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑆𝑘𝑟𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘


Nilai Peserta didik = × 100 (Majid, 2014)
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
52

Tabel 3.7
Kualifikasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Presentase aktivitas (%) Kuallifikasi
85,00 < P ≤ 100,00 Sangat baik
70,00 < P ≤ 85,00 Baik
55,00 < P ≤ 70,00 Cukup baik
40,00 < P ≤ 55,00 Kurang baik
0 < P ≤ 40,00 Sangat baik
(Mawadah & Anisah, 2015)
53

Daftar Pustaka

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta.

Aris, S. (2016). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurukulum 2013.

Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Chin, D. B., Blair, K. P., Wolf, R. C., Conlin, L. D., Cutumisu, M., Pfaffman, J., &

Schwartz, D. L. (2020). Joint first authors Corresponding author Currently at.

1–34.

Damayanti, N., & Kartini, K. (2022). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa SMA pada Materi Barisan dan Deret Geometri. Mosharafa:

Jurnal Pendidikan Matematika, 11(1), 107–118.

https://doi.org/10.31980/mosharafa.v11i1.1162

Devitriana, Ndia, L., & Fahinu. (2020). Pengaruh Model Pembelajaran Search Solve

Create Share (Sscs) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa Kelas Xi Ipa Sma Negeri 1 Asera. Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 8,

pp. 421–433.

Dewanti, S. S., Kartowagiran, B., Jailani, J., & Retnawati, H. (2020). Lecturers’

Experience in Assessing 21St-Century Mathematics Competency in Indonesia.

Problems of Education in the 21st Century, 78(4), 500–515.

https://doi.org/10.33225/pec/20.78.500
54

Ekawati, H. (2016). Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Think-Pair-Share dan Pembelajaran Konvensioan pada Kelas VII SMP. Jurnal

Pendas Mahakam, 1(1), 54–64.

Erin Febri Astuti, N. P., Suweken, G., & Waluyo, D. (2019). Pengaruh Model

Pembelajaran Search, Solve,Create and Share (Sscs) Terhadap Pemahaman

Konsep Matematika Siswa Kelas Viiii Smp Negeri 1 Banjar. Jurnal Pendidikan

Matematika Undiksha, 9(2), 84. https://doi.org/10.23887/jjpm.v9i2.19901

Garofalo, J., & Lester, F. K. (1985). Metacognition, Cognitive Monitoring, and

Mathematical Performance. Journal for Research in Mathematics Education,

16(3), 163. https://doi.org/10.2307/748391

Ibnu, T., Imron, Z., Valentino, E., Tohir, M., & Rahman, A. (2017). Matematika

Kelas VIII Semester 2. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Islamiah, N., Purwaningsih, W. E., Akbar, P., & Bernard, M. (2018). Analisis

Hubungan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self Confidence

Siswa SMP [Analysis of the Relationship between Mathematical Problem-

Solving Ability and Self Confidence in Junior High School Students]. Journal

On Education, 1(1), 47–57.

Karim, & Daryanto. (2017). Pembelajaran Abad 21. Yogyakarta: Gava Media.

Muhali, Fitriani, H., & Prayogi, S. (2014). MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG

TEORI DAN PRAKTIK. Lombok: Duta Pustaka Ilmu.


55

Rusman. (2014). Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sari, M. Y., Rohana, R., & Ningsih, Y. L. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran

Search Solve Create and Share (Sscs) Terhadap Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa Smp Negeri 28 Palembang. Jurnal Perspektif

Pendidikan, 13(2), 92–102. https://doi.org/10.31540/jpp.v13i2.611

Satriawan, R. (2017). Keefektifan Model Search , Solve , Create , and Share Ditinjau

dari Prestasi , Penalaran Matematis , dan Motivasi Belajar The Effectiveness of

the Model of Search , Solve , Create , and Share Terms of Achievement ,

Mathematical Reasoning , and Motivation. Jurnal Riset Pendidikan Matematika,

4(1), 87–99. Retrieved from http://journal.uny.ac.id/index.php/jrpm Jurnal

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sulistyani, D., Roza, Y., & Maimunah, M. (2020). Hubungan Kemandirian Belajar

dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. Jurnal Pendidikan

Matematika, 11(1), 1. https://doi.org/10.36709/jpm.v11i1.9638

Suprihatiningrum. (2017). Strategi Pembelajaran Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:

AR-RUZZ MEDIA.

Suratmi, S., & Purnami, A. S. (2017). Pengaruh Strategi Metakognitif Terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau Dari Persepsi Siswa

Terhadap Pelajaran Matematika. UNION: Jurnal Ilmiah Pendidikan


56

Matematika, 5(2), 183–194. https://doi.org/10.30738/.v5i2.1241

Zulkarnain, Zulnaidi, H., Heleni, S., & Syafri, M. (2020). Effects of SSCS Teaching

Model on Students’ Mathematical Problemsolving Ability and Self-efficacy.

International Journal of Instruction, 14(1), 475–488.

https://doi.org/10.29333/IJI.2021.14128A

Anda mungkin juga menyukai