Anda di halaman 1dari 44

PROPOSAL PENELITIAN

KEMAMPUAN PEMODELAN MATEMATIKA MELALUI

PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

REALISTIK INDONESIA

1. Latar Belakang

Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib ditempuh

di sekolah dapat menjadi salah satu kunci dalam menghadapi tantangan

tersebut. Matematika adalah bahasa untuk berkomunikasi dan merupakan

alat untuk memprediksi dan menjelaskan realita. Berdasarkan pernyataan

tersebut, jelas bahwa tujuan pembelajaran matematika tidak sekedar untuk

penguasan materi. Lebih dari itu, melalui pembelajaran matematika yang

tepat, peserta didik diharapkan mendapatkan bekal untuk menerapkan pola

pikir matematika ke dalam masalah kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai

dengan tujuan pembelajaran matematika, yaitu untuk mempersiapkan

peserta didik agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam

kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang.

Menurut Depdiknas (2006), tujuan dari pembelajaran matematika

yaitu peserta didik diharapkan mampu memiliki kemampuan: 1)

Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media

lainnya untuk menjelaskan masalah atau keadaan. 2) Menggunakan

penalaran pada pola pikir, menyusun bukti, dan menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang mencakup

1
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,

menyelesaikan model dan menafsikan solusi yang diperoleh. 4) ,

menjelaskan keterkaitan antar konsep dan megaplikasikan konsep atau

algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan

masalah, memahami konsep matematika 5) Memiliki sifat menghargai

kegunaan pembelajaran matematika dalam kehidupan, yaitu perhatian dan

minat dalam pembelajaran matematika, rasa ingin tahu, , serta sikap ulet

dan percaya diri dalam memecahkan masalah.

Kemampuan yang diharapkan bagi peneliti tersebut dapat dilihat

pada poin ke-3 yaitu memecahkan masalah yang mencakup kemampuan

memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model

dan menafsikan solusi yang diperoleh. Karena kemampuan pemodelan

matematika sangat berperan penting dalam pembelajaran matematika.

Kenyataannya menurut Crouch dan Haines dalam (Parlaungan,

2008) mengatakan salah satu aspek kesulitan peserta didik membuat

pemodelan adalah interfase diantara masalah dunia nyata dan model

matematika. Kesulitan tersebut diakibatkan karena peserta didik lebih

banyak menghapal pelajaran daripada berusaha mengerti dan memahami.

Peserta didik lebih tertarik pada masalah teknis yaitu menyelesaikan soal

matematika yang masalahnya telah diformulasikan di dalam bentuk sistem

persamaan atau persamaan atau pertidaksamaan atau, tanpa berusaha

menggali apa makna model itu dan bagaimana proses yang dilalui untuk

membuat modelnya. Tampak bahwa mencari solusi dari suatu model

2
matematika menjadi inti masalah matematika yang harus dikuasai. Para

peserta didik kurang dibiasakan untuk mengerti dan memahami sejak dini

bahwa lambang-lambang yang menjadi cirinya yang khusus atau model

matematika itu hanyalah sebagian kecil dari masalah nyata yang dihadapi .

Matematika sangat erat hubungannya dengan kehidupan sehari-

hari, maka dari itu matematika merupakan komponen yang penting dalam

pembelajaran. Secara tidak sadar, kita selalu menyelesaikan masalah

sehari-hari dengan matematika. Untuk menyelesaikan masalah sehari hari

yang berhubungan dengan matematika, peserta didik harus memiliki

kemampuan dalam memodelkan matematika (Andresen, 2009). Oleh

sebab itu kemampuan pemodelan matematika sangat berperan penting

dalam pembelajaran matematika. kemampuan pemodelan matematika

yaitu kemampuan peserta didik dalam menerjemahkan suatu

permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam kalimat

matematika (model matematika) (Pitriani, 2016).

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa kemampuan pemodelan

matematika mempunyai peranan penting. Oleh karena itu harus dicari

pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan ini. Adapun pembelajaran

yang sesuai adalah pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran

pendidikan matematika realistic Indonesia (PMRI). Hal ini dikarenakan

PMRI memiliki salah satu karakteristik menggunakan model.

Model Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

(PMRI) merupakan suatu teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal –

3
hal yang real atau pernah dialami peserta didik, menekan keterampilan

proses doing mathematics, berdiskusi, dan berkolaborasi dengan teman

sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri sebagai kebalikan dari

(teacher telling) dan pada akhirnya menggunakan matematika untuk

menyelesaikan masalah baik secara kelompok maupun individu (Zulkardi,

2010). Pemodelan juga merupakan salah satu bagian penting dari sebuah

pendekatan pembelajaran pendidikan matematika realistik indonesia

(PMRI).

Menurut Turmudi (2014) pembelajaran matematika berbasis

realistik (RME) memfasilitasi peserta didik untuk terjadinya proses

pemodelan matematika, dan proses pembelajaran di kelas sedemikian

sehingga berlangsung secara interaktif.

Berdasarkan uraian diatas mendorong peneliti untuk melakukan

penelitian yang berjudul “KEMAMPUAN PEMODELAN

MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)”

2. MASALAH PENELITIAN

a. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat

diidentifikasi permasalahan - permasalahan sebagai berikut :

1. Kemampuan peserta didik menyelesaikan soal cerita masih kurang,

hal ini dikarenakan masih rendahnya kemampuan pemodelan

matematika.

4
2. Kemampuan pemodelan matematika masih rendah karena peserta

didik lebih banyak menghapal pelajaran daripada berusaha

mengerti dan memahami.

b. Pembatasan Lingkup Masalah

Untuk menghindari penyimpangan dan memberi arahan yang jelas

serta tidak terjadi perluasan masalah maka peneliti memberikan

batasan sebagai berikut :

1. Penerapan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penerapan

pendekatan PMRI

2. Kemampuan yang diteliti adalah kemampuan pemodelan

matematika di SMP Negeri 9 Prabumulih.

3. Materi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Aritmatika

Sosial.

c. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas , maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimanakah kemampuan pemodelan

matematika melalui pendekatan pembelajaran pendidikan matematika

realistic Indonesia di SMP ?“

3. Tujuan Penelitian

Dilihat berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan pemodelan

matematika peserta didik SMP Negeri 9 Prabumulih dalam materi

5
Aritamatika sosial dengan model pembelajaran pendidikan matematika

realistik Indonesia.

4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peserta didik, agar peserta didik lebih aktif lagi dalam proses

pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemodelan

matematika.

2. Bagi guru, menjadi bahan masukan dalam pembelajaran sebagai

alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan

pemodelan matematika.

6
5. Landasan Teori

a. Kemampuan Pemodelan Matematika

Pemodelan matematika merupakan proses untuk memperoleh suatu

masalah, yang mana merupakan salah satu tahapan yang di butuhkan

dalam pemecahan masalah (Lusiana, 2019).

Kemampuan pemodelan matematika merupakan usaha kecakapan

peserta didik dalam menyelesaikan soal permasalahan nyata hingga

memperoleh solusi dari masalah nyata tersebut (Nuryadi, Santoso, &

Indaryanti, 2018)

Kemampuan pemodelan matematika merupakan usaha perancangan

rumusan matematika yang menggambarkan bagaimana mendapatkan

penyelesaian masalah matematika yang digeneralisasikan untuk

diterapkan pada perilaku atau kejadian alam (Iswanto, 2012).

. Kemampuan pemodelan matematika yaitu kemampuan peserta

didik dalam menerjemahkan suatu permasalahan nyata dalam kehidupan

sehari-hari ke dalam kalimat matematika (model matematika) (Pitriani,

2016).

Berdasarkan uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa

kemampuan pemodelan matematika adalah kemampuan yang dimiliki

peserta didik untuk menyajikan masalah nyata (informal) menjadi bentuk

abstrak (formal) dalam bentuk tampilan gambar, grafis, prosedur, kerja

yang teratur.

b. Indikator kemampuan pemodelan matematika

7
Indikator kemampuan pemodelan menurut hasil penelitian Kurniati

(2017) :

1) Membuat asumsi dari suatu masalah

2) Membangun model matematika yang tepat

3) Menyederhanakan model matematika

4) Menggunakan strategi pemecahan masalah yang tepat

5) Menjawab pertanyaan matematika dengan menggunakan model

matematika yang terbentuk

6) Menggeneralisasikan hasil matematika yang diproleh ke dalam

konteks dunia nyata

7) Melakukan pemeriksaan terhadap situasi yang diperoleh.

Indikator kemampuan pemodelan matematika menurut (Pitriani,

2016) dalam penelitiannya :

1) Mengidentifikasi masalah :

a. Mengetahui informasi yang didapatkan dari soal

b. Mengetahui konsep yang terkandung dalam soal

c. Mengetahui kata kunci dalam soal

2) Pembentukan model matematika :

a. Dapat memisalkan unsur – unsur yang diketahui ke dalam

variable

b. Dapat menyusun model matematika sesuai dengan informasi

yang didapatkan dari soal yang telah dipahami

c. Dapat menyederhanakan model matematika.

8
Adapun indikator kemampuan pemodelan matematika menurut Maaβ

dalam penelitian (Nuryadi, Santoso, & Indaryanti, 2018) :

1) Memahami masalah sebenarnya

2) Menyiapkan model matematika

3) Menyelesaikan soal dengan model matematika

4) Menafsirkan solusi.

Adapun indikator dalam penelitian ini adalah :

1) Membuat asumsi dari suatu masalah

2) Membangun model matematika yang tepat

3) Menyederhanakan model matematika

4) Menggunakan strategi pemecahan masalah yang tepat

5) Menjawab pertanyaan matematika dengan menggunakan model

matematika yang terbentuk

6) Menggeneralisasikan hasil matematika yang diproleh ke dalam

konteks dunia nyata

7) Melakukan pemeriksaan terhadap situasi yang diperoleh.

9
c. Level Kompetensi Pemodelan matematika diadaptasi dari Ludwig (2009)

Tabel 2.1 Level Kompetensi Pemodelan Matematika

Level Deskripsi

0 (Blank answer sheet or Peserta didik belum memahami permasalahan, jadi peserta

no related answer didik belum menuliskan apapun mengenai permasalahan

yang diberikan

1 (Between understanding Peserta didik dapat menginvestigasi situasi nyata yang

task and simplifying and diberikan, peserta didik menemukan model nyata dengan

structuring menyederhanakan, tetapi tidak mengetahui bagaimana

membawa situasi tersebut ke dalam masalah matematika.

2 (Simplifying/ Structuring Peserta didik dapat menginvestigasi situasi nyata yang

diberikan, peserta didik menemukan model nyata dengan

menyederhanakan, tetapi tidak mengetahui bagaimana

membawa situasi tersebut ke dalam masalah matematika.

3 (Mathematizing) Peserta didik dapat menemukan model nyata, dan dapat

mengubah ke dalam masalah matematika yang tepat,

tetapi tidak dapat mengerjakannya

4 (Working Peserta didik dapat mengubah masalah nyata ke dalam

Mathematically) masalah matematika, dan dapat bekerja dengan masalah

matematika dan memperoleh hasil

5 (Interpreting and Peserta didik dapat melakukan proses pemodelan

validiting) matematika dan mengembalikan masalah matematika

dihubungkan dengan situasi yang diberikan

10
d. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), PMRI diangkat

dari Realistic Mathematical Education (RME) yang dikembangkan di

negara belanda sejak sekitar tahun 1970 oleh institute Freundenthal.

Menurut pendekatan ini, pembelajaran matematika bukan tempat

memindahkan matematika dari guru kepada peserta didik, melainkan

tempat peserta didik menemukan kembali ide dan konsep matematika

melalui eksplorasi masalah-masalah yang nyata. Pendekatan ini

didasarkan pada anggapan Hans Frudenthal (1905-1990) bahwa

matematika adalah kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan

masalah. Karena itu, peserta didik tidak dipandang sebagai penerima

pasif, akan tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide

dan konsep matematika dibawah bimbingan guru.

Menurut Septiana ( 2017) Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia (PMRI) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang

menggunakan masalah real sebagai awal pembelajaran matematika agar

terampil dalam memecahkan masalah, sehingga memperoleh pengetahuan

dan konsep-konsep esensial dari materi pembelajaran.

Pendekatan PMRI merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang

dekat dengan kehidupan nyata peserta didik sebagai sarana untuk

meningkatkan pemahaman dan daya nalar (Affandi, Chamalah, &

Wardani, 2013).

11
Jadi menurut peneliti PMRI dapat disimpulkan merupakan suatu

pendekatan pembelajaran yang mengaitkan kehidupan sehari-hari sebagai

awal pembelajaran.

e. Karakteristik PMRI

Ada lima karakteristik PMRI menurut Affandi dkk(2013:34) yaitu :

1) Penggunaan konteks

Konteks atau permasalahan realistic digunakan sebagai titik awal

pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah

dunia nyata namun biasa dalam bentuk permainan, penggunaan

alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan

bias dibayangkan dalam pikiran peserta didik. Melalui

penggunaan konteks, peserta didik dilibatkan secara aktif untuk

melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi

peserta didik tidak hanya bertujuan untuk menemukan jawaban

akhir dari permasalahan yang diberikan, tetapi juga diajarkan

untuk mengembangkan strategi penyelesaian masalah yang bisa

digunakan.

2) Penggunaan model untuk matematisasi progresif

Dalam pendidikan matematika realistic Indonesia, model

digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif.

Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari

pengetahuan dan matematika tingkat kongkrit menuju

pengetahuan matematika tingkat formal.

12
3) Pemanfaatan hasil kontruksi peserta didik

Mengacu pada pendapat Frudenthal bahwa matematika tidak

diberikan kepada peserta didik sebagai suatu produk yang siap

dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh peserta

didik maka dalam pendidikan matematika realistik peserta didik

ditempatkan sebagai subjek belajar.

Peserta didik memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi

pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi

yang bervariasi. Hasil kerja dan kontruksi peserta didik

selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep

matematika.

4) Interaktivitas

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu

melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses social.

Proses belajar peserta didik akan menjadi lebih singkat dan

bermakna ketika peserta didik saling mengkomunikasikan hasil

kerja dan gagasan mereka.

5) Keterkaitan

Konsep – konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun

banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh

karena itu, konsep – konsep matematika tidak diperkenalkan

kepada peserta didik secara terpisah atau terisolasi satu sama lain.

PMRI menempatkan keterkaitan antar konsep matematika

13
sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses

pembelajaran.

Adapun karakteristik PMRI menurut Zulkardi,1999; suharta, 2007;

Turmudi, 2000 dalam (Pitriani, 2016:72) :

1. Menggunakan konteks dunia

Dalam PMRI, pembelajaran diawali dari konteks yang real life

atau yang dapat dimunculkan dari situasi matematik yang natural

bagi peserta didik. Proses penyarian (inti) dari konsep yang

sesuai dari situasi nyata dinyatakan oleh de Lange sebagai

matematisasi konseptual. Proses ini akan mendorong peserta

didik untuk menggali situasi, menemukan dan mengidentifikasi

konsep – konsep matematika yang relevan, membuat skema dan

aturan, serta mengembangkan sebuah “model” yang

menghasilkan suatu konsep matematika.

Gambar 1.1 : Konsep Matematisasi

14
2. Menggunakan model – model

Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model

matematika yang dikembangkan oleh peserta didik itu sendiri

(self develoved models). Peran (self develoved models) adalah

jembatan bagi peserta didik dari situasi real ke situasi abstrak /

dari matematika informal ke matematika formal melalui proses

matematisasi.

3. Produksi dan Kontruksi (Kontribusi Peserta didik)

Peserta didik harus diberi kesempatan untuk

menyumbangkan pemikirannya (memberikan kontribusi),

sehingga peserta didik dapat membuat pembelajaran menjadi

konstruktif dan produktif, artiya peserta didik memproduksi

sendiri dan mengkonstruksi sendiri (yang mungkin berupa

algoritma, atau strategi penyelesaian peserta didik), sehingga

dapat membimbing para peserta didik dari level matematika

informal menuju matematika formal.

4. Menggunakan Interaktif

Interakti antar peserta didik dan antara peserta didik dengan

guru adalah bagian yang sangat penting dalam PMRI, karea

diskusi, refleksi dan kerjasama sangat penting untuk proses

matematisasi. Menurut de Lange dalam (Pitriani, 2016),

interaksi antar peserta didik dan guru adalah bagian yang sangat

penting dalam PMRI.

15
f. Langkah – Langkah Pendekatan PMRI

langkah-langkah pembelajaran matematika realistic menurut Affandi dkk

(2013:36) dapat dijelaskan seperti berikut :

1) Persiapan

Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-

benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi

yang mungkin akan ditempuh peserta didik dalam

menyelesaikannya.

2) Pembukaan

Pada bagian ini peserta didik diperkenalkan dengan cara

pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari

dunia nyata kemudian peserta didik diminta untuk memecahkan

masalah tersebut dengan caranya sendiri.

3) Proses pembelajaran

Peserta didik mencoba berbagai cara untuk menyelesaikan

masalah sesuai dengan pengalamannya sendiri, dapat dilakukan

secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian perwakilan

anggota kelompok mempresentasikan hasil kerjanya didepan

kelompok lain dan kelompok lainnya memberi tanggapan terhadap

hasil kerja kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi

kelas lalu memberi tanggapan dan mengarahkan peserta didik untuk

16
mendapatkan cara terbaik aturan atau prinsip yang bersifat lebih

umum.

4) Penutup

Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui

diskusi kelas, peserta didik diajak menarik kesimpulan dari

pelajaran. Pada akhir pembelajaran peserta didik harus mengerjakan

secara individu soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.

Adapun Langkah-langkah pembelajaran pendekatan

pembelajaran pendidikan matematika realistic Indonesia menurut

Waraskamdi (2008) adalah :

1) Memotivasi siswa (memfokuskan perhatian siswa)

2) Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran

3) Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah(soal) yang real

bagi peserta didik sesuai dengan pengalaman dan tingkat

pengetahuannya, sehingga peserta didik segera terlibat dalam

pelajaran secara bermakna

4) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut

5) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik

secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan

6) Pengajaran berlangsug secara interaktif, peserta didik dan

memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya,

memahami jawaban temannya (peserta didik lain), setuju terhadap

17
jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari

alternative penyelsaian yang lain; dan melakukan refleksi terhadap

setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.

g. Kelebihan Pendekatan PMRI

Menurut Gregroria Ariyanti dalam penelitian (Sari & Nurhidayah,

2015) kelebihan pendekatan PMRI :

1. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena

menggunakan realitas yang ada di sekitar peserta didik

2. Peserta didik membangun sendiri pengetahuannya maka peserta didik

tidak mudah lupa dengan materi yang dipelajari

3. Peserta didik merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap

jawaban ada nilainya

4. Melatih peserta didik untuk terbiasa berfikir dan berani

mengemukakan pendapat

5. Pendidikan budi pekerti, misal : saling kerjasama dan saling

menghormati teman yang sedang berbicara

h. Kelemahan Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Beberapa kelemahan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Suwarsono dalam Affandi dkk(2013:38) antara lain sebagai berikut :

1) Upaya mengimplementasikan PMRI membutuhkan padangan yang

sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah

dipraktikkan, misalnya mengenai peserta didik, guru, dan peranan

soal kontekstual.

18
2) Mengkontruksi soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat

yang dituntut PMRI tidak selalu mudah untuk setiap topik

matematika yang perlu dipelajari peserta didik, apalagi jika soal-soal

tersebut harus dapat diselesaikan dengan bermacam-macam cara.

3) Upaya mendorong peserta didik agar dapat menemukan berbagai cara

untuk menyelesaikan soal juga merupakan hal yang tidak mudah

dilakukan guru.

4) Proses pengembangan kemampuan berpikir peserta didik melalui

soal-soal kontekstual, proses matematisasi horizontal, dan proses

matematisasi vertical juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana,

karena proses dan mekanisme berpikir peserta didik dalam

melakukan penemuan kembali terhadap konsep-konsep matematika

tertentu.

Menurut Nalole dalam (Affandi, Chamalah, & Wardani, 2013:39)

meskipun pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik

mempunyai beberapa kelemahan, dapat dilakukan upaya-upaya untuk

mengatasinya antara lain sebagai berikut :

1) Pada tahap awal pembelajaran, guru selalu mengaktifkan dan

mengembangkan kemampuan awal peserta didik sehingga memiliki

kemampuan awal yang memadai untuk terlibat aktif dalam merespon

masalah kontekstual yang diberikan dengan berbagai cara atau

jawaban.

19
2) Memotivasi semua peserta didik untuk aktif dalam kegiatan

pembelajaran, usaha –usaha yang dapat dilakukan guru untuk

memotivasi peserta didik misalnya dengan memberikan pujian jika

peserta didik menjawab benar dan tetap menghargai jawaban peserta

didik walaupun jawaban yang dikemukakan salah tanpa melukai

perasaan peserta didik.

3) Guru selalu memantau cara-cara yang dilakukan peserta didik dalam

menjawab permasalahan kontekstual yang diberikan agar proses dan

mekanisme berpikir peserta didik dapat diikuti dengan cermat,

sehingga jika ada peserta didik yang megalami kesulitan guru dapat

segera memberikan bantuan, misalnya dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengarahkan peserta didik untuk

menemukan jawaban dari permasalahan yang diberikan.

i. Aritmatika Sosial

Aritmetika sosial merupakan salah satu materi matematika yang

mempelajari operasi dasar suatu bilangan yang berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari.

1. Bunga

Bunga dalam bahasan kali ini bukanlah bunga tumbuhan,

melainkan tambahan yang diberikan kepada suatu nilai. Sama seperti

diskon, bunga biasanya diberikan dalam satuan persen.

Contoh :

Bank AA memberikan bunga 5% per tahun untuk setiap uang yang

20
didepositokan di bank tersebut. jika pak adi mendepositokan

uangnya sebesar 10 juta rupiah, setelah satu tahun berapa uang pak

adi?

Jawab :

=10.000.000 + 5% x (10.000.000)

=10.000.000 + 500.000

=10.500.000

jadi, setelah 1 tahun, uang pak adi menjadi 10.500.000

2. Pajak

Pajak adalah nominal yang akan menambah nilai suatu barang.

Pajak pada umumnya juga diberikan dalam satuan persen.

pajak untuk suatu barang akan menambah harga, namun untuk pajak

terhadap gaji, hadiah, atau barang yang didapatkan akan mengurangi

nilai atau harganya.

contoh:

Pak adi akan membeli sebuah motor dengan harga 25 juta rupiah,

motor tersebut terkena pajak sebesar 10%. Maka berapa harga motor

yang harus dibayar pak adi?

Jawab:

=25.000.000 + 10% x (25.000.000)

=25.000.000 + 2.500.000

=27.500.000

Jadi harga motor setelah terkena pajak adalah 27.500.000.

21
j. Hubungan Pembelajaran Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia Dengan Kemampuan Pemodelan Matematika

Kemampuan pemodelan matematika adalah kemampuan yang

dimiliki peserta didik untuk menyajikan masalah nyata (informal)

menjadi bentuk abstrak (formal) dalam bentuk tampilan gambar, grafis,

prosedur kerja yang teratur dan sistematis, serta mengandung pemikiran

bersifat uraian atau penjelasan untuk menyelesaikan permasalahan

matematika. Pemodelan berfungsi untuk menjembatani pengetahuan

matematika nonformal dan matematika formal dari pesesrta didik.

Peserta didik mengembangkan model tersebut dengan menggunakan

model matematika (formal dan nonformal) yang telah diketahui dengan

menyelesaikan soal kontekstual dari situasi real yang sudah dikenal

peserta didik sehingga ditemukan model dari (model of) dalam bentuk

informal kemudian diikuti dengan menemukan model dari (model for)

dalam bentuk formal sehingga peserta didik mendapatkan kemudahan

dalam menyelesaikan masalah yang kontekstual.

Dalam PMRI, pemodelan merupakan salah satu karakteristik yang

mempunyai peranan penting dalam membantu peserta didik untuk

menyelesaikan permasalahan matematika. Bagi peserta didik yang

memiliki kemampuan kognitif tinggi model kongkret mungkin tidak

banyak membantu malah membosankan dan bahkan dengan model

22
abstrak atau tanpa pemodelan dimungkinkan peserta didik dapat

menyelesaikan permasalahan. Tetapi bagi peserta didik yang

berkemampuan sedang dan rendah model kongret sangat bermanfaat

sebagai alat bantu dalam menjabarkan dan memvisualisasikan masalah

konteks dunia nyata dalam matematika. Dari uraian diatas dapat diduga

bahwa PMRI dapat meningkatkan kemampuan pemodelan matematika

peserta didik.

k. Kajian Terdahulu Yang Relevan

Untuk memperkuat argument bahwa PMRI dapat meningkatkan

kemampuan pemodelan matematika maka peneliti akan menunjukkan

beberapa penelitian yang relevan.

a. Penelitian yang dilakukan (Pitriani, 2016) yang berjudul

“Kemampuan Pemodelan Matematika Dalam Realistic Mathematic

Education (RME)”, berdasarkan kajian terhadap berbagai sumber,

baik kajian teori dari buku maupun penelitian yang relevan maka

dapat ditarikan kesimpulan bahwa RME adalah pembelajaran yang

sesuai untuk meningkatkan kemampuan pemodelan matematika

peserta didik. Pembelajaran dengan menggunakan RME harus

digiatkan, mengingat bahwa pembelajaran ini dapat meningkatkan

kemampuan pemodelan matematika peserta didik. Dengan memiliki

kemampuan pemodelan yang baik maka peserta didik dapat

menyelesaikan permasalahan matematis dengan baik.

23
b. Penelitian yang dilakukan oleh (Idris & Silalahi, 2016) yang

berjudul “Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia (PMRI) untuk Meningkatkan Kemampuan Penyelesaian

Soal Cerita pada Kelas VII A SMP UTY” berdasarkan hasil analisis

penelitian adalah kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan

soal cerita dapat ditingkatkan melalui penerapan pendekatan PMRI di

dalam kelas. Hal ini terlihat adanya peningkatan nilai dan persentase

kelulusan peserta didik pada siklus satu dan siklus dua.

c. Penelitian yang dilakukan oleh (Praktino, 2019) yang berjudul

“Analisis Kompetensi Pemodelan Matematika Peserta didik SMP

Pada Kategori Kemampuan Matematika Berbeda” Hasil

menunjukkan bahwa peserta didik dengan kemampuan matematika

tinggi memiliki kemampuan pemodelan matematika pada level 5

yaitu peserta didik dapat membuat model matematika,

menyelesaikannya dan dapat menyimpulkan jawaban dengan benar.

Sedangkan peserta didik dengan kemampuan matematika rendah

cenderung memiliki kemampuan pemodelan matematika yang rendah

pula. Terdapat satu peserta didik yang berada pada level 0, artinya

peserta didik tidak menuliskan apapun dikarenakan peserta didik

merasa soal tersebut susah dan bingung dalam memodelkan

matematika.

d. Penelitian yang dilakukan oleh (Hartono & Karnasih, 2017) yang

berjudul “Pentingnya Pemodelan Matematis Dalam Pembelajaran

24
Matematika” dalam tulisan ini, ide atau gagasan tentang

pembelajaran pemodelan matematis sebagai bagian dari pelaksanaan

kurikulum matematika sekolah di masa depan telah dibahas. Konsep

dan contoh yang disajikan dimaksud untuk memberikan gambaran

tentang proses pemodelan matematis dengan menggunakan gagasan

dan konsep matematis yang harus diintegrasikan dalam kurikulum.

Dengan demikian, tidak perlu adanya perubahan kurikulum tetapi

ada kebutuhan untuk meninjau kembali tentang pendekatan saintifik

yang dapat diterapkan dalam pengajaran beberapa topik dalam

matematika yang menerapkan pemodelan matematis dalam

pemecahan masalahnya. Apa yang sedang terjadi di kelas

matematika kita saat ini masih memerlukan banyak latihan dan

praktik pada prosedur pemecahan masalah matematis. Mengajar

pemodelan matematika melibatkan kemampuan berpikir tingkat

tinggi dalam representasi matematis dunia nyata, serta keterampilan

dalam pemecahan masalah.

e. Penelitian yang dilakukan oleh (NindyaKomalig dkk, 2019) yang

berjudul “Efektivitas Pendekatan Pmri Terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas X Smkit Darussalam

Boarding School” Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang

telah dilakukan, diperoleh kesimpulan, bahwa: bahwa kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa sesudah diterapkan pendekatan

PMRI lebih baik atau efektif dibandingkan sebelum diterapkan

25
pendekatan PMRI dengan rata-rata hasil posttest (77,12) Σ rata-rata

tes kemampuan awal 44,48. Dengan kata lain, Pendekatan PMRI

efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

kelas X SMKIT DBS 01 Batam.

f. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2005) menjelaskan bahwa

pembelajaran matematika dengan PMRI, perolehan nilai siswa pada

ulangan umum bersama lebih tinggi dari perolehan nilai matematika

siswa yang tidak menggunakan PMRI. Lebih lanjut Rahayu

menegaskan bahwa pembelajaran matematika dengan PMRI ternyata

benar-benar membawa pengaruh besar dalam pengembangan

pemahaman matematika dalam diri anak pada umumnya.

Pemahaman ini dapat ditunjukkan ketika siswa mengerjakan suatu

soal, dengan menggunakan model sendiri yang dapat berbeda dengan

teman – temannya. Siswa selalu berpikir tentang kaitan suatu soal

dengan soal yang sudah pernah siswa selesaikan, atau antara suatu

materi baru dengan materi lama yang pernah dipelajari. Dengan

demikian, siswa yang sudah dapat mengerjakan suatu soal

sebelumny, Besar kemungkinannya dapat mengerjakan soal yang

sedang dihadapinnya.

26
l. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir adalah dasar pemikiran dari penelitian yang

disintesiskan dari fakta-fakta, observasi, dan telah kepustakaan tinjauan

pustaka dan landasan teori

Berdasarkan uraian tersebut, kerang berpikir dalam penelitian ini

adalah :

1. Kemampuan peserta didik menyelesaikan soal cerita


masih kurang, hal ini dikarenakan masih rendahnya

kemampuan pemodelan matematika.


Kondisi Awal
2. Kemampuan pemodelan matematika masih rendah karena
peserta didik lebih banyak menghapal pelajaran daripada

berusaha mengerti dan memahami.

Langkah-langkah model pembelajaran pendidikan matematika

realistic Indonesia (PMRI)


Penerapan Model
Pembelajaran 1) Persiapan
Pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik 2) Pembukaan
Indonesia (PMRI)
3) Proses pembelajaran

4) Penutup

Dalam PMRI, pemodelan merupakan salah satu karakteristik


yang mempunyai peranan penting dalam membantu siswa untuk
menyelesaikan permasalahan matematika. Bagi siswa yang
memiliki kemampuan kognitif tinggi model kongkret mungkin
tidak banyak membantu malah membosankan dan bahkan dengan
model abstrak atau tanpa pemodelan dimungkinkan siswa dapat
menyelesaikan permasalahan. Tetapi bagi peserta didik yang
berkemampuan sedang dan rendah moel kongret sangat
bermanfaat sebagai alat bantu dalam menjabarkan dan
memvisualisasikan masalah konteks dunia nyata dalam
matematika. Jadi dengan diterapkannya PMRI dapat
Tes meningkatkan kemampuan pemodelan matematika peserta didik
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

27
6. Metodologi Penelitian

a. Variabel Penelitian

Variabel Penelitian adalah suatu objek penelitian atau apa yang

menjadi titik perhatian suatu penelitian, (Arikunto, 2010). Sesuai

dengan penjelasan diatas maka yang menjadi variabel atau titik

perhatian dalam penelitian ini adalah : “Kemampuan Pemodelan

Matematika dan Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Matematika

Realistik Indonesia (PMRI).

b. Definisi Operasional Variabel

Kemampuan pemodelan matematika yaitu kemampuan peserta

didik dalam menerjemahkan suatu permasalahan nyata dalam

kehidupan sehari-hari ke dalam kalimat matematika (model

matematika) (Pitriani, 2016).

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan

suatu teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal – hal yang real

atau pernah dialami peserta didik, menekan keterampilan proses doing

mathematics, berdiskusi, dan berkolaborasi dengan teman sekelas

sehingga mereka dapat menemukan sendiri sebagai kebalikan dari

(teacher telling) dan pada akhirnya menggunakan matematika untuk

menyelesaikan masalah baik secara kelompok maupun individu

(Zulkardi, 2010).

28
c. Tempat dan Waktu Penelitian

Subyek penelitian ini di SMP N 9 Prabumulih tahun ajaran

2019/2020. Sedangkan waktu penelitian di semester ganjil

d. Subjek

Populasi adalah seluruh hal yang menjadi perhatian peneliti

dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan (Zuriah, 2009).

Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMP Negeri

9 Prabumulih pada tahun ajaran 2019/2020.

e. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode Pre

Experimental Design atau metode eksperimen semu kategori One-Shot

Case Study (Arikunto, 2010). One-Shot Case Study adalah dengan

desain terdapat satu kelompok diberi treatment atau perlakuan, dan

selanjutnya diobservasi hasilnya.

Berikut ini adalah desain penelitian One-Shot Case Study yang

menurut (Sugiyono, 2011) :

X O

Keterangan :

X : Treatment yang diberikan (Variable Independen)

O : Observasi (Variable Dependen)

29
f. Rancangan Perlakuan

Penelitian ini dilaksanakan dikelas VII semester genap tahun

pelajaran 2019/2020 di SMP Yayasan Bakti Prabumulih. Pada

dasarnya penelitian ini bertujuan untuk menerapkan pendekatan

pendidikan matematika realistic Indonesia untuk kemampuan

pemodelan matematika. Dengan cara untuk mengetahuinya yaitu

dengan melaksanakan pembelajaran pendidikan matematika Indonesia

(PMRI) di kelas yang akan digunakan. Setelah dilaksanakan beberapa

kali pertemuan peneliti akan melaksanakan posttest untuk melihat

hasil kemampuan pemodelan matematika.

g. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara mengumpulkan data yang

dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian (Yusuf,

2014). Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah tes untuk mengukur kemampuan pemodelan matematika.

Tes merupakan sejumlah pernyataan yang harus diberikan

tanggapan dengan tujuan untuk mengukur tingkat kemampuan

seseorang atau mengungkapkan aspek tertentu dari orang yang dikenai

tes. tes adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

memberikan serentetan soal atau tugas serta alat lainnya kepada

subjek yang diperlukan datanya (Kuntjojo, 2009) . Dalam penelitian

ini, tes yang akan diberikan adalah posttest (tes diakhir penelitian)

30
soal berbentuk uraian atau essay yang mengacu pada indicator

kemampuan pemodelan matematika. Tes dilakukan untuk mengetahui

kemampuan pemodelan matematika setelah diterapkan pendekatan

pendidikan matematika realistik Indonesia. Pedoman penskoran

disusun berdasarkan indikator kemampuan pemodelan matematika

yang akan diteliti. Dalam penelitian ini indikator yang digunakan :

TABEL 3.1 PEDOMAN PENSKORAN TES KEMAMPUAN PEMODELAN

MATEMATIKA

No Indikator Respon Peserta didik Terhadap Skor

Peserta didik

1. Membuat asumsi dari Tidak menjawab sama sekali 0

suatu masalah Salah membuat asumsi dari 1

masalah

Benar memahami masalah tapi 2

kurang lengkap.

Benar memahami masalah dan 3

lengkap

2. Membangun model Tidak menjawab sama sekali 0

matematika yang tepat Salah membentuk model 1

matematika

Benar membentuk model 2

matematika tetapi belum lengkap

31
Benar membentuk model 3

matematika dan lengkap

3. Menyederhanakan Tidak menjawab sama sekali 0

model matematika Salah menyederhanakan model 1

matematika

Benar menyederhanakan model 2

matematika tetapi belum lengkap

Benar menyederhanakan model 3

matematika dan lengkap

4. Menggunakan startegi Tidak menjawab sama sekali 0

pemecahan masalah Salah menggunakan strategi 1

yang tepat pemecahan masalah

Benar menggunakan strategi 2

pemecahan masalah tetapi belum

lengkap

Benar menggunakan strategi 3

pemecahan masalah dan lengkap

5. Menjawab pertanyaan Tidak menjawab sama sekali 0

matematika dengan Salah menjawab 1

menggunakan model Benar menjawab tetapi tidak 2

matematika yang lengkap


32
terbentuk Benar menjawab dan lengkap 3

6. Menggeneralisasikan Tidak menjawab sama sekali 0

hasil matematika yang Salah menggeneralisasikan hasil 1

diperoleh ke dalam Benar menggeneralisasikan hasil 2

konteks dunia nyata tetapi kurang lengkap

Benar menggeneralisasikan hasil 3

dan lengkap

7. Melakukan Tidak menjawab sama sekali `0

pemeriksaan kembali Salah 1

terhadap situasi yang Benar tapi kurang lengkap 2

diperoleh. Benar dan lengkap 3

Modifikasi ((Kurniati, 2017)

h. Teknik Validasi Instrument

1) Uji Validitas

Menurut Hamzah (2014:214) validitas berasal dari kata

validity yang berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu

alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrumen yang

valid atau shahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya,

instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah

(Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik , 2006).

33
Pengukuran validitas menggunakan rumus korelasi produk

momen dari Pearson yaitu :

(Kesumawati & Aridanu,

2018)

Keterangan :

: Koefisien korelasi skor butir (X) dengan skor total (Y)

N : Ukuran Sampel (Responden)

: Jumlah data pada skor butir X

: Jumlah data pada skor butir Y

: Jumlah kuadrat data pada skor butir X

: Jumlah kuadrat data pada skor butir Y

Y : Jumlah Perkalian data pada skor butir X dan skor butir Y

Rumus di atas dipergunakan untuk menguji korelasi skor

butir dengan skor total dengan derajat kebebasan α = 0,5.

Instrument dianggap valid apabila rhitung lebih besar dari rtabel

(Kesumawati & Aridanu, 2018).

34
2) Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh

mana hasil pengukuran tetap konsisten jika dilakukan pengukuran

dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan alat ukur

yang sama (Kesumawati & Aridanu, 2018).

Penelitian reliabilitas butir instrument penelitian berbentuk

skala mempergunakan rumus Alpha Croanch sebagai berikut :

Rumusnya adalah sebagai berikut (Kesumawati & Aridanu, 2018)

Keterangan:

= Nilai Reliabilitas

K = Jumlah Item

= Jumlah varians setiap item

= Varians Total

Kriteria pengujian validitas instrument apabila hitung >

tabel maka instrument dinyatakan reliabel, sebaliknya apabila

35
hitung < tabel, maka instrument dinyatakan tidak reliable

dengan taraf signifikan 5% (Kesumawati & Aridanu, 2018)

36
3) Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran butir soal adalah salah satu indikator

yang dapat menunjukkan kualitas butir soalt tekualitas butir soal

terrsebut apakah termasuk sukar, sedang atau mudah. Suatu soal

dikatakan mudah apabila sebagian besar peserta didik dapat

menjawabnya dengan benar dan suatu soal dikatakan sukar

apabila sebagian besar peserta didik tidak dapat menjawabnya

dengan benar (Hamzah, 2014:244).

Rumus menghitung indeks kesukaran adalah :

Dimana :

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya peserta didik yang menjawab soal itu dengan

betul

JS = Jumlah semua seluruh peserta tes

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran

sering diklasifikasikan pada tabel 3.2 berikut.

37
tabel 3.2 indeks kesukaran

Nilai Dp Interpretasi

0,00 – 0,30 Sukar

0,31 – 0,70 Sedang

0,71 – 1,00 Mudah

4) Daya Pembeda

Daya pembeda butir instrument tes merupakan kemampuan

soal untuk membedakan antara peserta didik yang pandai atau

berkemampuan tinggi (upper group) dengan peserta didik yang

berkemampuan rendah atau kurang mampu (lower group)

(Supardi, 2017).

Adapun rumus untuk mengetahui daya pembeda butir soal

adalah :

(Hamzah, 2014)

Dimana :

D =Daya pembeda butir

Ba = Banyaknya kelompok atas yang menjawab betul

Ja = Banyaknya subjek kelompok atas

38
Bb = Banyaknya kelompok bawah yang menjawab

betul

Jb = Banyaknya subjek kelompok bawah

Tolak ukur untuk menginterpretasikan daya pembeda tiap

butir soal digunakan kriteria menurut Subana dan Sudrajat

(Hamzah), dapat dilihat pada table 3.2

Tabel 3.3 Klasifikasi Daya Pembeda Soal Tes

Nilai Dp Interpretasi

0,00 DP 0,20 Jelek

Cukup
0,20 < Dp 0,40
Baik

0,40 DP 0,70

(Hamzah, 2014)

i. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan statistic

deskriptif. Menurut statistic deskriptif adalah statistik yang digunakan

menganalisis data dengan cara mendeksripsikan atau menggambarkan

data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud

membuat kesimpulan yang berlaku untuk generalisasi atau umum.

Adapun langkah – langkah yang dilakukan untuk menganalisis data

tes hasil belajar peserta didik, yaitu :

39
1) Nilai peserta didik direpresentasikan dalam interval 0 – 100 dengan

rumus sebagai berikut :

Nilai = x 100

2) Menentukan rata – rata menggunakan rumus berikut ini :

(Hamzah, 2014)

X = Nilai rata-rata

i = Jumlah nilai tes

N = Jumlah peserta didik

40
j. Jadwal Kerja

NO Kegiatan Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli

1 Konsultasi Judul

2 ACC Judul

3 Pembuatan Proposal

4 ACC Proposal

5 Seminar Proposal

6 Perbaikan Proposal

7 Persiapan Penelitian

8 Pelaksanaan Penelitian

9 Analisis Data

10 Laporan Akhir

11 Ujian Skripsi

41
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, M., Chamalah, E., & Wardani, O. P. (2013). Model dan Metode
Pembelajaran di Sekolah. Semarang: UNISSULA PRESS.
Andresen, M. (2009). Mathematical applications and modelling in the teaching
and learning of mathematics. Teaching to reinforce the bonds between
modelling and reflecting.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penenlitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta.
Depdiknas. (2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs. Jakarta: Badan
Standar Nasional Pendidikan.
Hamzah, A. (2014). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Hartono, J. A., & Karnasih, I. (2017). Pentingnya Pemodelan Matematis Dalam
Pembelajaran Matematis. SEMNASTIKA UNIMED.
Idris, I., & Silalahi, D. K. (2016). Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) untuk Meningkatkan Kemampuan
Penyelesaian Soal Cerita pada Kelas VII A SMP UTY. Jurnal
EdutMatSains.
Iswanto, R. J. (2012). Pemodelan Matematika dan Aplikasi Terapannya.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Karso. (2019). Aritmetika Sosial dan Perbandingan.
Kebudayaan, K. P. (2013). Buku Guru MATEMATIKA. Jakarta: Politeknik Negeri
Media Kreatif.
Kesumawati, N., & Aridanu, I. (2018). Statistik Parametrik Penelitian
Pendidikan. Palembang: NoerFikri.
Kuntjojo. (2009). METODOLOGI PENELITIAN. Kediri: Universitas PGRI
Nusantara Kediri.
Kurniati, E. F. (2017). Deskripsi Kemampuan Pemodelan Matematika Peserta
didik SMP Negeri 2 Kaligondang Ditinjau Dari Gaya Belajar dan Gender .
15.
Lusiana. (2019). Pemecahan Masalah Melalui Pemodelan Matematika Dalam
Aplikasi Kalkulus Integral. Prosiding NaCoME, 1.

42
Melati, A. E., Sunardi, & Trapsilasiwi, D. (2017). Pengaruh Pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa. 161-171.
NindyaKomalig, R., Gusmania, Y., & Husna, A. (2019). EFEKTIVITAS
PENDEKATAN PMRI TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS X SMKIT DARUSSALAM
BOARDING SCHOO. PHYTAGORAS, 23-31.
Nursyarifah, N., Suryana, Y., & Lidinillah, D. A. (2016). PENGGUNAAN
PEMODELAN MATEMATIK UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ARITMATIKA SOSIAL
PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR.
Nuryadi, A., Santoso, B., & Indaryanti. (2018). Kemampuan Pemodelan
Matematika Peserta didik dengan Strategi Scaffolding With A Solution
Plan Pada Materi Trigonometri di Kelas X SMA N 2 Palembang. Jurnal
Gantang, 75.
Padeng, S. (2017). Peningkatan Minat dan Prestasi Belajar Menggunakan
Pendekatan PMRI Pada Mata Pelajaran Matematika Untuk Peserta didik
Kelas II SD Kanisius Klepu. SKRIPSI.
Parlaungan. (2008). Pemodelan Matematika untuk Meningkatkan Bermatematika
Peserta didik Sekolah Menengah Atas. Universitas Sumatera Utara.
Pitriani. (2016). KEMAMPUAN PEMODELAN MATEMATIKA BERBASIS
REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME). 70.
Praktino, H. (2019). Analisis Kompetensi Pemodelan Matematika Peserta didik
SMP Pada Kategori Kemampuan Matematika Berbeda. PROSIDING-
PM15.
Rahayu. (2005). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan PMRI Memang
Beda.
Sari, K. C., & Nurhidayah, D. A. (2015). Penerapan Pendekatan PMRI untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Peserta didik Pada Pokok
Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar Kelas VIII-B SMP Negeri 1 Kecamatan
Bungkal Tahun Pelajaran 2014/2015.
Septiana, F. (2017). Efekttivitas Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Ditinjau dari Mutiple Intelegences Peserta didik Kelas VIII
Islam YPI 1 Braja Selebah Lampung Timur Tahun Ajaran 2017/2018.
Skripsi, 14.
Supardi. (2017). STATISTIK PENELITIAN PENDIDIKAN Perhitungan,
Penyajian, Penjelasan, Penafsiran, dan Penarikan Kesimpulan. Depok:
RAJAWALI PERS.

43
Turmudi, A. S. (2014). Pengembangan Pembelajaran Matematika Dengan
Pemodelan (Mathematical Modelling) Berbasis Realistik Untuk
Mahapeserta didik. Jurnal Pengajaran MIPA, 2.
Turmudi, Hidayat, A. S., Prabawanto, S., & Aljupri. (2014). Pengembangan
Pembelajaran Matematika Dengan Pemodelan (Mathematical Modelling)
Berbasis Realistik Untuk Mahapeserta didik. Jurnal Pengajaran MIPA.
Yusuf, A. M. (2014). Metode Peneltian Kuaantitatif, Kualitatif & Penelitian
Gabungan. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP.
Zulkardi. (2010). Pengembangan Blog Supprogt untuk Membantu Peserta didik
dan Guru Matematika Indonesia Belajar Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia. 4.
Zuriah, N. (2009). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan . Jakarta: PT
Bumi Aksara.

44

Anda mungkin juga menyukai