Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Permendiknas No 22 Tahun 2006 merumuskan tujuan pembelajaran
matematika sebagai berikut; (1) memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep, mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pola pikir
dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4)
mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki keingintahuan, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam menyelesaikan
masalah (Depdiknas, 2006). Beberapa tujuan pembelajaran tersebut merupakan
indikator dari kemampuan berpikir kreatif. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
pembelajaran matematika juga bertujuan membentuk keterampilan berpkir kreatif.
Berpikir kreatif merupakan suatu aktivitas mental yang memperhatikan
keaslian wawasan serta mampu mengungkapkan berbagai pertanyaan dan
permasalahan yang ditemukan. (Yuli & Siswono, 2004; Siswono, 2006). Zimmerer
(2009) mengatakan bahwa berpikir kreatif merupakan kemampuan dalam
mengembangkan ide-ide untuk menemukan cara baru dalam melihat masalah dan
peluang yang muncul secara bersamaan. Selanjutnya, berpikir kreatif ditandai
dengan keberanian dalam mengambil resiko (Munandar, 2009). Oleh karena itu,
dapat dikatakan berpikir kreatif merupakan kemampuan dalam menyelesaikan
suatu masalah atau tantangan dengan metode baru tanpa ragu-ragu dan mampu
mempertanggungjawabkannya.
Berpikir kreatif dapat dikembangkan melalui inovasi pembalajaran yang
disesuaikan dengan tuntutan zaman. Inovasi pembelajaran dapat dilakukan dengan
mengembangkan perangkat pembelajaran, seperti media, LKS, dan modul, dengan
1
menggunakan metode, model, pendekatan, dan strategi pembelajaran yang sesuai
(Shadiq, 2009; Sari, Farida, & Syazali, 2016). Hal ini sejalan dengan pendapat
Kurniati (2016); Ashfahni (2016) yang mengatakan bahwa bahan ajar jika
dikembangkan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan dapat
membantu proses belajar siswa. Somayasa (2013); Setiadi, Ismail, & Gani, (2017)
mengatakan bahwa salah satu bahan ajar yang dibuat sesuai dengan kebutuhan guru
dan siswa adalah modul, karena modul dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
yang ingin ditingkatkan atau dicapai. Khayati, (2015) mengemukakan bahwa materi
modul lebih cepat dipahami siswa jika modul memuat konteks yang mudah
dikenali. Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang dirumuskan
menggunakan konteks kehidupan sehari-hari adalah PMRI.
PMRI dapat dijadikan solusi untuk mengembangkan modul pembelajran
matematika. PMRI merupakan pendektan pembelajaran matematika yang
diadaptasi dari RME (Realistic Mathematics Education) yang merupakan teori
pembelajaran pendidikan matematika, yang dikembangkan oleh Hans Freudenthal
di Belanda (Prahmana, Zulkardi, & Hartono, 2012). Pendekatan PMRI dapat
digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa (Saefudin,
2012). Selain itu, pendekatan tersebut juga bisa membantu siswa menemukan sendiri
konsep matematika dengan bimbingan guru (Permatasari, Veronica, & Susilo, 2013).
Dengan itu, PMRI dianggap bisa menjadi pendekatan dalam pengembangan modul
untuk meningkatkan kemampuan berbikir kreatif siswa.
Pendekatan PMRI juga sejalan dengan kurikulum 2013. Kemendikbud (2013)
menyatakan bahwa mata pelajaran matematika dimulai dari pengamatan
permasalahan konkret, kemudian ke semi konkret, kemudian abtraksi
permasalahan. Dan di satu sisi, aritmetika sosial adalah salah satu materi yang
diajarkan kepada siswa kelas VII SMP. Berbagai penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam mempelajari materi
tersebut. Mursalin (2014) mengatakan bahwa siswa masih mengalami kesulitan saat
mempelajari aritmetika sosial. Secara spesifik kesulitan siswa adalah mengenal dan
memahami berbagai hal terkait aritmetika sosial (Minan 2016). Selain itu, siswa
juga kesulitan dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi

2
aritmetika sosial. (Paramitha, 2017; Sunarya, Kusmayadi, & Iswahyudi, 2014). Hal
ini terjadi karena proses pembelajaran tidak melibatkan siswa secara aktif
mendiskusikan masalah (Djumaliningsih, Riyadi, & Iswahyudi, 2012). Selain itu,
proses pembelajaran masih terfokus pada guru dan tidak dihubungkan dengan
konteks yang dapat dikenali siswa (Wanto, 2017; Arista, Lusiana, & Marhama,
2018).
Beberapa penelitian dilakukan untuk mengatasi permasalahan siswa dalam
mempelajari aritmetika sosial, dengan menggunakan pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Penelitian-penelitian berikut ini
menggunakan masalah-masalah di sekitar siswa sebagai konsep awal memahami
konsep aritmetika sosial. (Zylvy 2018) berhasil mengembangankan sebuah bahan
ajar berbentuk komik dengan menggunakan pendekatan pendekatan PMRI. Bahan
ajar tersebut berhasil meningkatkan hasil belajar siswa pada materi aritmetika
sosial. (Maulana 2020) berhasil mengembangkan modul bilingual dengan
menggunakan pendekatan PMRI, modul tersebut dikembangkan dengan materi
aritmetika sosial. Penelitian lain dilakukan oleh Wati, Zulkardi, & Susanti (2015)
yang mengembangkan bahan ajar PMRI untuk pembelajaran finansial pada materi
aritmetika sosial.
Dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak masalah yang berkaitan dengan
aritmetika sosial. Seperti transaksi jual beli, untung dan rugi, bruto, tara, neto, pajak,
diskon, dan bunga tabungan. Semua hal yang disebutkan dipastika sudah pernah
dilakukan, dialami, maupun didengar siswa. Maka, masalah-masalah tersebut cocok
dijadikan konteks untuk aktivitas berpikir kreatif siswa dalam mempelajari
aritmetika sosial.
Berdasarkan wawancara dengan guru matematika SMP Muhammadiyah 3
Mlati, siswa masih kesulitan dalam mempelajari materi aritmetika sosial. Hal yang
dianggap sulit adalah memahami dan menganalisis masalah yang berhubungan
dengan aritmetika sosial. Hal ini ditandai dengan siswa sulit menyelesaikan masalah
yang diberikan secara lancar dan orisinil, dengan kata lain siswa masih sangat
terpaku pada contoh yang diberikan. Jika demikian dapat dikatakan bahwa
kemampuan berpikir kretif siswa masih rendah. Atas alasan itu, penulis tertarik

3
mengembangkan modul pembelajaran matematika menggunakan pendekatan
PMRI untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Siswa kesulitan memahami materi aritmetika sosial.
2. Kemampuan berpikir kreatif siswa masih rendah.
3. Belum ada modul pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia di SMP Muhammadiya 3 Mlati.

1.3 Cakupan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang ada, maka peneliti
membatasi penelitian ini pada pengembangan modul pembelajaran pada materi
aritmetika sosial untuk siswa kelas VII. Sedangkan pendekatan pembelajaran yang
digunakan adalah PMRI untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini yaitu:
1. Bagaimanakah cara mengembangkan modul berbasis pendekatan PMRI
yang valid dan praktis?
2. Bagaimanakah efektivitas modul berbasis pendekatan PMRI dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa?

1.5 Tujuan Penelitian


Mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan modul berbasis pendekatan PMRI yang valid dan praktis.
2. Mengetahui efektivitas modul berbasis pendekatan PMRI dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa

4
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat pengembangan modul pembelajaran berbasis pendidikan
matematika realistik adalah sebagai berikut:
1. Bagi Siswa: menjadikan suasana belajar menjadi lebih kondusif, melatih
kemampuan berpikir kreatif siswa, serta menambah instrumen pembelajaran
matematika siswa di kelas.
2. Bagi Guru: dapat menambah kreasi guru dalam proses pembelajaran,
tepatnya pada materi aritmetika sosial dengan pendekatan PMRI.
3. Bagi Sekolah: dapat dijadikan sebagai referensi tambahan untuk
pembelajaran matematika di sekolah.
4. Bagi Peneliti Lain: menambah referensi peneliti lain tentang bagaimana
proses mengembangkan modul berbasis PMRI untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif.

1.7 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan


Produk yang dikembangkan adalah modul berbasis PMRI untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Modul ini dikembangkan dengan
menggunakan model pengembangan 4-D. Modul dibuat secara sederhana,
sistematis, menarik, dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa. Materi
yang digunakan dalam modul yang dikembangkan ini adalah aritmetika sosial.

1.8 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan


Asumsi keterbatasan dalam penelitian ini yaitu, modul ini hanya
dikembangkan menggunakan karakteristik PMRI dengan kriteria valid dan praktis,
serta efektif meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran.
Modul ini juga dapat digunakan sebagi salah satu referensi mempelajari
matematika, khususnya aritmetika sosial. Penelitian ini dilakukan di SMP
Muhammadiyah 3 Mlati.

Anda mungkin juga menyukai