Statistika adalah salah satu materi yang diujikan pada saat Ujian Nasional.
Namun, rata-rata nilai siswa untuk materi ini masih di bawah KKM. Hal tersebut
disebabkan selain materi ini sulit, model pembelajaran yang diterapkan oleh banyak
guru masih konvensional (teacher centered learning). Untuk meningkatkan
kemampuan statiska peserta didik, maka diterapkan model pembelajaran berbasis
proyek (project based learning). Dalam model pembelajaran berbasis proyek
(project based learning) peserta didik diberikan kesempatan untuk bekerja sama
dalam membuat proyek. Hasil akhir dari dari kerja proyek tersebut dapat berupa
laporan yang dipresentasikan. Model pembelajaran berbasis proyek (project based
learning) dianggap mampu meningkatkan kemampuan statistika peserta didik di
tingkat SMP karena beberapa alasan yaitu: 1) guru tidak lagi sebagai pusat
pembelajaran, melainkan pembelajaran berpusat kepada peserta didik (student
centered learing), 2) menerapkan pembelajaran abad-21 yang menekankan pada
kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis (critical thinking), diskusi untuk
membuat proyek (communicative), berkolaborasi dalam menyelesaikan proyek
(collaborative), dan kreatif dalam menjelaskan proyek (creative). Model
pembelajaran ini sesuai dengan penerapan kurikulum 2013 yang menerapkan
pendekatan saintifik (scientific approach), 3) menerapkan teknologi karena proses
pengolahan dan penampilan data menggunakan Power Point. Indikator minimal
kesuksesan metode ini adalah setelah diberikan tes materi statistika, nilai peserta
didik meningkat sesuai dengan KKM yaitu 70. Dari hasil tersebut, maka
kemampuan peserta didik dapat ditingkatkan dengan menerapkan model
pembelajaran berbasis proyek.
PENDAHULUAN
Matematika mempunyai peranan penting dalam menentukan masa depan. Seperti
diungkapkan National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) bahwa dalam perubahan
dunia, orang yang memahami dan dapat menguasai matematika akan mempunyai peluang dan
pilihan untuk membentuk masa depan mereka secara signifikan. Kompetensi matematika
membuka kesempatan untuk masa depan yang produktif. Sebaliknya, kurangnya kompetensi
dalam matematika akan menutup kesempatan-kesempatan itu. (NCTM, 2000:5). Oleh karena
itu, penguasaan matematika merupakan suatu keharusan. “The need to understand and be able
to use mathematics in everyday life and in the workplace has never been greater and will
continue to increase.” (NCTM, 2000: 4). Konsekuensinya pembelajaran matematika di sekolah
sudah seharusnya mampu mendorong, mendukung dan memberi kesempatan yang seluas-
luasnya kepada siswa agar dapat memahami dan menguasai matematika secara mendalam.
Pembelajaran matematika tidak cukup hanya membekali siswa dengan berbagai
pengetahuan matematika, tetapi lebih dari itu diperlukan adanya upaya konkret yang dilakukan
secara intensif untuk menumbuhkembangkan kemampuan memperoleh pengetahuan
matematika dengan menemukan sendiri maupun berkolaborasi, serta kemampuan
menerapkannya dalam situasi masyarakat modern. Dalam pembelajaran matematika di sekolah
1
Seminar Nasional Pendidikan & Ilmu Matematika (SENANDIKA) 2019
perlu dipilih dan digunakan strategi, pendekatan, metode dan teknik yang banyak melibatkan
siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.
Praktik pembelajaran matematika di sekolah menurut kurikulum 2013 (Kemendikbud,
2014: x) seharusnya: (1) berpusat pada aktivitas siswa; (2) siswa diberi kebebasan berpikir
memahami masalah, membangun strategi penyelesaian masalah, mengajukan ide-ide secara
bebas dan terbuka; (3) guru melatih dan membimbing siswa berpikir kritis dan kreatif dalam
menyelesaikan masalah; (4) upaya guru mengorganisasikan bekerjasama dalam kelompok
belajar, melatih siswa berkomunikasi menggunakan grafik, diagram, skema, dan variabel; (5)
seluruh hasil kerja siswa dipresentasikan untuk menemukan berbagai konsep, hasil penyelesaian
masalah, aturan matematika yang ditemukan melalui proses pembelajaran.
Praktek pembelajaran matematika seperti di atas mengacu pada teori pembelajaran yang
menganut paham konstruktivisme, dimana paham ini memberi perhatian pada aspek-aspek
kognisi dan mengangkat berbagai masalah dunia nyata yang sangat mempengaruhi aktivitas dan
perkembangan mental siswa selama proses pembelajaran. Penganut paham konstruktivisme
meyakini bahwa pengetahuan akan terbentuk atau terbangun di dalam pikiran siswa ketika
siswa berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman barunya berdasarkan pada kerangka
kognitif yang sudah ada dalam pikiran siswa. Hal ini sejalan dengan ungkapan Greeno dan
Goldman, Hiebert, dan Schifter (Slavin, 2006: 254) yaitu bahwa “...constructivist approaches to
mathematics, the emphasis is on beginning with real problems for student to solve intuitively
and letting students use their existing knowledge of the world to solve problems any way they
can.”
Namun kenyataan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika pada umumnya masih
berlangsung secara tradisional dengan karakteristik pembelajaran yang berpusat pada guru.
Dalam pembelajaran matematika guru lebih mendominasi proses aktivitas kelas, sedangkan
siswa pasif. Pembelajaran yang dikembangkan guru seringkali tidak mendukung
berkembangnya kemampuan berpikir kritis siswa. Pembelajaran bersifat satu arah, siswa tidak
terlibat secara aktif dalam menggali konsep-konsep atau gagasan-gagasan matematika secara
mendalam dan bermakna. Siswa seringkali hanya menerima pengetahuan dalam bentuk yang
sudah jadi dan lebih bersifat hafalan. Dengan kata lain, pengetahuan yang diperoleh siswa
sebagian besar merupakan hasil transfer dari guru. Akibatnya, kemampuan pemahaman konsep,
kemampuan penalaran, kemampuan berpikir sistematis, logis, kritis, dan kreatif siswa kurang
tergali dan tidak berkembang secara optimal.
Berdasarkan uraian di atas, tampaknya pembelajaran matematika akan lebih berhasil jika
mengedepankan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran matematika
dibandingkan dengan pembelajaran yang melulu berpusat pada guru. Dalam pembelajaran
matematika sudah semestinya siswa didorong dan diberi kesempatan untuk mengkonstruksi
pengetahuan matematika mereka sendiri secara aktif. Keuntungan dari pembelajaran
matematika yang demikian, selain pemahaman dan penguasaan matematika siswa akan lebih
mendalam, juga proses pembelajaran matematika menjadi bermakna bagi siswa.
Salah satu model pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat secara aktif
dan sekaligus mengalami bersentuhan langsung dengan bahan belajar adalah model
pembelajaran pembelajaran berbasis proyek. Menurut Fogarty (1997: 78) “project is authentic
learning, it involves tangible, visible, and personally tailored projects for students. In addition,
project-based learning provides inviting and productive learning experiences.”.
Proyek dalam model pembelajaran berbasis proyek, menurut Thomas (2000:1) adalah tugas
yang kompleks, berdasarkan pertanyaan yang menantang atau masalah, yang dirancang oleh
peserta didik, yang melibatkan pemecahan masalah, pembuatan keputusan, atau aktivitas
investigasi; memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara otonom dan
menghasilkan produk nyata. Sementara itu, Patton (2012: 13) menyatakan bahwa pembelajaran
berbasis proyek mengacu pada kegiatan siswa dalam merancang, merencanakan, dan
melaksanakan proyek yang menghasilkan output berupa produk, publikasi, atau presentasi.
2
Seminar Nasional Pendidikan & Ilmu Matematika (SENANDIKA) 2019
METODE PENELITIAN
3
Seminar Nasional Pendidikan & Ilmu Matematika (SENANDIKA) 2019
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan hasil belajar peserta didik dengan penerapan model pembelajaan project based
learning pada materi statistika pada pokok bahasan pengolahan dan penyajian data.
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 01 Poncokusumo, kelas VII pada Tahun Pelajaran
2018/2019, dengan jadwal yang dikoordinasikan dengan kegiatan sekolah yang dilaksanakan
pada Tahun 2019. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 01 Poncokusumo yang
selanjutnya diangkat subjek yang dikenai wawancara mendalam dengan pertimbangan bahwa
siswa dapat memberikan informasi yang jelas terkait dengan hasil belajar statistika peserta
didik. Analisis data hasil belajar peserta didik dilakukan melalui pendekatan deskripsi kualitatif.
Pengumpulan data dalam penelitian dilaksanakan melalui perbandingan tes kemampuan
awal (pre test) statistika peserta didik sebelum penerapan model PjBL dan kemampuan akhir
(post test) setelah diberikan model pembelajaran PjBL tersebut. Tes kemampuan awal ini
dilakukan pada pertemuan pertama peneliti dengan peserta didik, dengan pemberian tes terkait
dengan permasalahan statistika pada masalah nyata sehari-hari. Tes ini diberikan kepada seluruh
siswa satu kelas sebanyak 32 peserta didik.
Seletah pelaksanaan pre test ini, peneliti melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan
model project based learning. Pengerjaan proyek ini dilakukan secara berkelompok, dimana
satu kelas dibagi menjadi 4 kelompok dan satu kelompok terdiri dari 8 peserta didik secara
homogen. Peserta didik secara berkelompok diberikan masalah-masalah dimana mereka dapat
memilih sendiri masalah yang ingin dipecahkan dengan cara diundi. Disiapkan 4 kategori untuk
memecahkan masalah yaitu 1) Mengumpulkan, mengolah, menginterpretasi dan menyajikan
data hasil pengamatan dalam bentuk tabel, 2) Mengumpulkan, mengolah, menginterpretasi dan
menyajikan data hasil pengamatan dalam bentuk diagram batang, 3) Mengumpulkan, mengolah,
menginterpretasi dan menyajikan data hasil pengamatan dalam bentuk diagram garis, dan 4)
Mengumpulkan, mengolah, menginterpretasi dan menyajikan data hasil pengamatan dalam
bentuk diagram lingkaran.
Dari satu masalah yang telah dipilih oleh peserta didik, mereka akan menyelesaikannya
hingga menghasilkan proyek yaitu paper berisi data-data yang telah ditentukan dan hasil
tersebut dipresentasikan di depan kelas agar semua peserta didik dalam satu kelas mengetahui
informasi yang telah didapatkan. Akhir dari pembelajaran akan diadakan post test mengenai
tugas proyek yang telah diselesaikan, dengan menggunakan masalah/ soal yang sama dengan
pre test.
Melalui hasil akhir dari pembelajaran, akan dipilih 6 peserta didik sebagai subjek
wawancara. Kategori ini akan dipilih secara acak sesuai dengan hasil akhir rata-rata peserta
didik, 2 peserta didik dengan nilai di atas rata-rata, 2 peserta didik dengan perolehan kurang dari
sama dengan rata-rata, dan 2 peserta didik dengan nilai di bawah rata-rata.
Wawancara merupakan percakapan yang dilaksanakan maksud tertentu (Moleong, 2011).
Wawancara dalam hal ini dilakukan untuk melihat kemampuan hasil belajar peserta didik pada
materi statistika sekolah menengah pertama dengan pembelajaran project based learning/
pembelajaran berbasis proyek.
4
Seminar Nasional Pendidikan & Ilmu Matematika (SENANDIKA) 2019
Sesuai dengan rancangan metode penelitian diangkat siswa yang dikenai wawancara, maka
dalam penelitian ini diangkat subjek yang dikenai wawancara mendalam ditinjau dari aspek
indikator kemampuan (tinggi, sedang dan rendah). Wawancara ini dilakukan untuk memperkuat
data yang telah diperoleh. Pengangkatan subjek tersebut dilakukan antaralain dari aspek
indikator kemampuan tinggi, sedang dan rendah masing-masing diangkat dua siswa. Sehingga
jumlah keseluruhan siswa yang dianalisis sebanyak 6 (enam) siswa. Wawancara ini dilakukan
setelah tes akhir selesai.
Berdasarkan hasil wawancara didapatkan informasi bahwa peserta didik yang
diwawancarai menjelaskan bahwa ada peserta didik yang senang dengan pembelajaran model
ini, ada juga yang merasa bahwa mereka kesulitan atau tidak senang. Berikut analisis hasil dari
wawancara yang dilakukan pendidik kepada peserta didik yang terpilih sebagai narasumber.
Wawancara pertama dilakukan kepada dua peserta didik dengan kemampuan rendah yaitu
subjek hasil belajar SHB-2 dan SHB-3. Analisis hasil wawancara yaitu kedua peserta didik
tersebut suka dan senang menggunakan strategi pembelajaran project based learning, namun
kedua peserta didik tersebut masih ada kesulitan dalam memahami pembelajaran. Kedua peserta
didik dengan kemampuan rendah tersebut masih lebih suka dengan metode yang harus
dijelaskan oleh guru secara rinci, karena dapat menerima informasi secara jelas dan mudah
dipahami dari pada belajar mandiri. Peserta didik belum terbiasa dengan metode yang dituntut
untuk menyelesaikan masalah secara mandiri dan kelompok.
Wawancara kedua dilakukan kepada dua peserta didik dengan kemampuan sedang yaitu
SHB-18 dan SHB-25. Analisis hasil wawancara yaitu kedua peserta didik suka dan senang
dengan metode ini, terlebih mereka dapat bekerja sama untuk memecahkan masalah dan merasa
tidak bosan seperti pembelajaran sebelumnya. Namun kedua peserta didik ini masih
menganggap bahwa metode ceramah yang dilakuka pendidik masih perlu untuk lebih
memeahami materi yang dipelajari.
Wawancara ketiga dilakukan kepada dua peserta didik dengan kemampuan tinggi yaitu
SHB-4 dan SHB-19. Analisis hasil wawancara yaitu peserta didik sangat antusias pada
pembelajar model ini, peserta didik dapat menyelesaikan masalah dengan senang dan tidak
bosan karena memiliki kesempatakan untuk memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya
dan dari sumber yang luas. Peserta didik dengn kemampuan tinggi tidak mengalami banyak
kesulitan, dan berharap untuk mata pelajaran yang lain dapat dilakukan dengan metode seperti
ini.
Dari hasil wawancara di atas ditunjukkan bahwa sebagian peserta didik mampu memahami
statistika, yaitu peserta didik mampu mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data ke dalam
beberapa bentuk diagram yaitu tabel, garis, batang, dan lingkaran. Di lain sisi, hasil wawancara
juga menunjukkan bahwa peserta didik antusias dan senang dengan metode pembelajaran
berbasis proyek atau project based learning.
5
Seminar Nasional Pendidikan & Ilmu Matematika (SENANDIKA) 2019
memperkuat data yang telah diperoleh. Pengangkatan subjek tersebut dilakukan antaralain dari
aspek indikator kemampuan tinggi, sedang dan rendah masing-masing diangkat dua siswa.
Sehingga jumlah keseluruhan siswa yang dianalisis sebanyak 6 (enam) siswa. Wawancara ini
dilakukan setelah tes akhir selesai.
Berdasarkan hasil wawancara didapatkan informasi bahwa peserta didik yang
diwawancarai menjelaskan bahwa ada peserta didik yang senang dengan pembelajaran model
ini, ada juga yang merasa bahwa mereka kesulitan atau tidak senang. Berikut analisis hasil dari
wawancara yang dilakukan pendidik kepada peserta didik yang terpilih sebagai narasumber.
Wawancara pertama dilakukan kepada dua peserta didik dengan kemampuan rendah yaitu
subjek hasil belajar SHB-2 dan SHB-3. Analisis hasil wawancara yaitu kedua peserta didik
tersebut suka dan senang menggunakan strategi pembelajaran project based learning, namun
kedua peserta didik tersebut masih ada kesulitan dalam memahami pembelajaran. Kedua peserta
didik dengan kemampuan rendah tersebut masih lebih suka dengan metode yang harus
dijelaskan oleh guru secara rinci, karena dapat menerima informasi secara jelas dan mudah
dipahami dari pada belajar mandiri. Peserta didik belum terbiasa dengan metode yang dituntut
untuk menyelesaikan masalah secara mandiri dan kelompok.
Wawancara kedua dilakukan kepada dua peserta didik dengan kemampuan sedang yaitu
SHB-18 dan SHB-25. Analisis hasil wawancara yaitu kedua peserta didik suka dan senang
dengan metode ini, terlebih mereka dapat bekerja sama untuk memecahkan masalah dan merasa
tidak bosan seperti pembelajaran sebelumnya. Namun kedua peserta didik ini masih
menganggap bahwa metode ceramah yang dilakuka pendidik masih perlu untuk lebih
memeahami materi yang dipelajari.
Wawancara ketiga dilakukan kepada dua peserta didik dengan kemampuan tinggi yaitu
SHB-4 dan SHB-19. Analisis hasil wawancara yaitu peserta didik sangat antusias pada
pembelajar model ini, peserta didik dapat menyelesaikan masalah dengan senang dan tidak
bosan karena memiliki kesempatakan untuk memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya
dan dari sumber yang luas. Peserta didik dengn kemampuan tinggi tidak mengalami banyak
kesulitan, dan berharap untuk mata pelajaran yang lain dapat dilakukan dengan metode seperti
ini.
Dari hasil wawancara di atas ditunjukkan bahwa sebagian peserta didik mampu
memahami statistika, yaitu peserta didik mampu mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan
data ke dalam beberapa bentuk diagram yaitu tabel, garis, batang, dan lingkaran. Di lain sisi,
hasil wawancara juga menunjukkan bahwa peserta didik antusias dan senang dengan metode
pembelajaran berbasis proyek atau project based learning. Metode ini merupakan salah satu
cara yang dapat diterapkan untuk memperbaiki hasil belajar peserta didik kelas VII SMP Negeri
01 Poncokusumo tahun pelajaran 2018/2019.
6
Seminar Nasional Pendidikan & Ilmu Matematika (SENANDIKA) 2019
Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik antusias dan senang
belajar dengan strategi pembelajaran berbasis proyek. Peserta didik dapat menemukan suasana
baru dalam belajar, dan memperoleh informasi dari banyak sumber yang dapat dijadikan
sebagai referensi belajar. Hal ini menunjukkan keberhasilan penerapan strategi project based
learning untuk peserta didik kelas VII SMP Negeri 01 Poncokusumo.
Saran
Bagi tenaga pendidik disarankan untuk menerapkan strategi pembelajaran berbasis proyek
dalam kegiatan pembelajaran, agar peserta didik tidak bosan dan jenuh dalam mempelajari
matematika. Bagi peneliti berikutnya disarankan untuk melakukan penelitian lebih mendalam
dan menggunakan strategi project based learning pada pokok bahasan lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Y. (2014). Desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013. Bandung: PT
Refika Aditama.
Alifiani & Sunismi. (2017). Pembelajaran Abad 21 Strategi Pembelajaran Matematika.
Bandung: PT Refika Aditama.
National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and standards for school
mathematics. Reston, VA: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Yusoff. (2006). Project-based learning handbook :educating the millennial learner. Kuala
Lumpur: Educational Technology Division Ministry of Education.