Anda di halaman 1dari 22

MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK

PESERTA DIDIK YANG MENGALAMI KESULITAN BERFIKIR REFLEKTIF


MATEMATIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik.


Peserta didik dituntut untuk menerima dan mengembangkan pengetahuannya dalam
proses pembelajaran melalui ilmu yang diperoleh dari pendidik. Pendidik
mempunyai peranan penting dalam pembelajaran yaitu mendidik dalam berbagai
aspek seperti sikap, keterampilan maupun pengetahuan kepada peserta didik. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sudjana (Surachim, 2016) bahwa pengertian pembelajaran
yang dikaitkan dengan pendidik dan peserta didik yaitu kegiatan bagaimana
pendidik (pendidik) mengubah tingkah laku peserta didik berdasarkan kaidah-kaidah
yang terkandung dalam teori belajar.

Pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai kegiatan pendidik dengan


peserta didik didalam pelajaran matematika. Dalam pembelajaran matematika
terdapat kegiatan belajar mengajar untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran
matematika. Dalam pembelajaran matematika yang perlu dilaksanakan sesuai
standar proses pembelajaran salah satunya dalam meningkatkan keterampilan fisikal
(hard skills). Sejalan dengan itu, hard skills matematik yang perlu dikembangkan
yaitu kemampuan pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, koneksi,
komunikasi, berpikir kritis, berpikir kreatif dan berpikir reflektif matematik
(Sumarmo, 2014).

Kemampuan berpikir reflektif matematis merupakan kemampuan yang harus


dikembangkan peserta didik karena kemampuan ini sangat dibutuhkan ketika
pembelajaran matematika (Cahya, Sutiarso :2021). Kemampuan berpikir merupakan
suatu kebutuhan yang sangat penting bagi setiap peserta didik untuk memecahkan
masalah matematis. Salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang menjadi
sorotan utama adalah kemampuan berpikir reflektif. Identifikasi dari reflektif
sebagai salah satu pemikiran menurut Dewey (1933) bahwa “active, persisten, and
careful consideration of any belief or supposed from of knowledge in the light of the
grounds that support it and the conclusion to which it tends”. Berdasarkan

1
pernyataan terebut maka pengertian berpikir reflektif merupakan berpikir aktif,
tekun, dan mempertimbangkan secara penuh segala sesuatu yang dipikirkan atau
diharapkan terbentuk dari pengetahuan lain yang menunjang dan berujung pada
suatu kesimpulan.

Masalah mengengai kemampuan berpikir reflektif matematis peserta didik


ditemukan di SMK Negeri Manonjaya. Sebanyak 70 % peserta didik kelas XI
TKRO menunjukkan kemampuan berpikir reflektif yang rendah, 20 % menunjukkan
kemampan berpikir reflektif sedang dan 10 % menunjukkan kemampuan berpikir
reflektif tinggi. Beberapa kesulitan peserta didik misalnya pada saat diberikan
masalah konstektual, peserta didik cenderung tidak tahu apa yang harus
dilakukannya dan darimana peserta didik mulai menjawabnya ( Reacting ), peserta
didik lemah dalam proses analisis, peserta didik kesulitan menghubungkan
pengetahuan lama yang dimilikinya yang berguna untuk mendapatkan pengetahuan
baru yang sedang dipelajari ( Comparing ), peserta didik masih kurang dalam
menyimpulkan jawaban dari permasalahan ( Contemplating ).

Upaya untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan mengenai kesulitan


peserta didik dalam berpikir reflektif matematis dapat melalui proses belajar
mengenal apa mereka ketahui dalam hal ini pengetahuan lama mereka, apa yang
mereka butuhkan untuk mengetahui atau mendapatkan pengetahuan baru. Jika
pembelajaran yang digunakan membuat peserta didik menghubungkan pengetahuan
lama dengan pengetahuan baru, pembelajaran tersebut akan melatih peserta didik
untuk mengembangkan proses berpikir reflektif. Salah satu kegiatan yang dapat
dilakukan peserta didik untuk menghubungkan pengetahuan lama dan pengetahuan
baru yaitu dengan melakukan proses brainstroming.

Menurut Roestiyah (Amin, 2016) proses brainstroming adalah melontarkan


suatu masalah ke kelas oleh guru, kemudian siswa menjawab, menyatakan pendapat,
atau memberi komentar sehingga memungkinkan masalah tersebut berkembang
menjadi masalah baru. Secara singkat dapat diartikan sebagai satu cara untuk
mendapatkan banyak/berbagai ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang
singkat. Pada proses ini, peserta didik juga dapat berlatih untuk merasa percaya diri
dengan pengetahuan lama yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Setiap langkah dalam pembelajaran CPS didalamnya mengharuskan peserta


didik melakukan proses brainstroming. Proses brainstroming yang dilakukan
diantaranya peserta didik menemukan tujuan, informasi yang sesuai dengan tujuan,

2
mendefinisikan kembali masalah, mencari ide penyelesaian masalah dan
mengevaluasi ide yang ada untuk mendapatkan solusi permasalahan. Proses
pembelajaran CPS dapat dilakukan dengan mengelompokan peserta didik dalam
kelompok belajar dan peserta didik diberikan masalah yang sesuai dengan
pengetahuan yang sedang dipelajarinya. Dalam kelompok, peserta didik diberikan
kesempatan seluas-luasnya untuk berpendapat dan memunculkan ide-ide dalam
pemecahan masalah. Peserta didik dapat menggunakan pengetahuan yang
dimilikinya dalam memberikan ide penyelesaian masalah. Pada saat proses
pemecahan masalah peserta didik menggunakan kemampuan untuk mendefinisikan
masalah, mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis, dan
percobaan.

Berdasarkan temuan tentang masalah-masalah di atas mengenai kemampuan


berpikir reflektif matematis peserta didik, maka , penulis menyusun makalah dengan
judul “Model Pembelajaran Creative Problem Solving untuk Peserta didik yang
Mengalami Kesulitan Berfikir Reflektif Matematis”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan fokus pada permasalahan tersebut, maka rumusan masalah


dijabarkan menjadi pertanyaan–pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimana konsep Model Pembelajaran Creative Problem Solving dalam


membantu siswa yang mengalami kesulitan Berfikir Reflektif Matematis?
2. Bagaimana penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving dalam
membantu siswa yang mengalami kesulitan Berfikir Reflektif Matematis ?

C. Tujuan
Secara umum penulisan makalah ini bertujuan untuk:

1. mengetahui konsep Model Pembelajaran Creative Problem Solving dalam

membantu siswa yang mengalami kesulitan Berfikir Reflektif Matematis;

2. mengetahui penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving dalam

membantu siswa yang mengalami kesulitan Berfikir Reflektif Matematis.

3
D. Manfaat

Penulis berharap dengan adanya makalah ini, dapat memberikan manfaat


diantaranya sebagai berikut :

1. Dapat memhami konsep model pembelajaran Creative Problem Solving dalam


membantu siswa yang mengalami kesulitan Berfikir Reflektif Matematis
2. Dapat menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving dalam
membantu siswa yang mengalami kesulitan Berfikir Reflektif Matematis

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Creative Problem Solving (CPS) dengan Pendekatan Saintifik

Model pembelajaran merupakan suatu aturan, program atau langkah


pembelajaran. Salah satu model pembelajaran adalah model Creative Problem Solving
(CPS). “Pada pertengahan 1950, para pebisnis dan pendidik berkumpul bersama di
Annual Creative Problem Solving Institute yang dikoordinasi oleh Osborn dan Buffalo.
Akhirnya, diskusi ini melahirkan sebuah program yang dikenal dengan Creative
Problem Solving” (Huda, 2016).

Model CPS merupakan salah satu model pembelajaran berbasis masalah.


Penggunaan model CPS diawali dengan suatu permasalahan yang harus dipecahkan
oleh peserta didik. Menurut Ngalimun (2017) “Creative Problem Solving (CPS)
merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik
sistemik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu
permasalahan” .Hal ini sejalan dengan pernyataan “model CPS adalah suatu model
pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan
masalah yang diikuti penguatan keterampilan” (Shoimin, 2014) .

Menurut Ngalimun (2017) “Creative Problem Solving (CPS) lebih menekankan


pada pentingnya penemuan berbagai alternatif ide dan gagasan, untuk mencari berbagai
macam kemungkinan tindakan pada setiap langkah dari proses pemecahan masalah
yang digunakan” . Maka dari itu, model CPS dapat menjadikan peserta didik supaya
memiliki beberapa kemampuan, sesuai dengan pendapat Shoimin (2014) sasaran CPS
sebagai berikut.

1) Peserta didik akan mampu menyatakan urutan langkah-langkah pemecahan


masalah dalam CPS.
2) Peserta didik mampu menemukan kemungkinan-kemungkinan strategi pemecahan
masalah.
3) Peserta didik mampu mengevaluasi dan menyeleksi kemungkinan-kemungkinan
tersebut kaitannya dengan kriteria-kriteria yang ada.
4) Peserta didik mampu memilih suatu pilihan solusi yang optimal.
5) Peserta didik mampu mengembangkan suatu rencana dalam
mengimplementasikan strategi pemecahan masalah.

5
6) Peserta didik mampu mengartikulasikan bagaimana CPS dapat digunakan dalam
berbagai bidang/situasi.

Selain itu juga, menurut Shoimin (2014) terdapat kelebihan dari model CPS yaitu

1) Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan.


2) Berpikir dan bertindak kreatif.
3) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realitas.
4) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6) Merangsang perkembangan kemajuan berpikir peserta didik untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi dengan tepat.
7) Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya
dunia kerja

Ada beberapa karakteristik dari CPS, menurut Steiner (dalam Isrok’atun, 2012)
karakteristik dari CPS itu meliputi
1. Dalam menyelesaikan suatu problem, dimulai dari proses recursive (pengulangan),
revised (peninjauan kembali), dan redefined (pendefinisian ulang).
2. Memerlukan proses berpikir divergen dan konvergen

Dalam model pembelajaran terdapat langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran.


Menurut Ngalimun (2017) menyatakan bahwa langkah-langkah dari model CPS adalah
mulai dari fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan,
identifikasi permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan
orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.
Adapun pendapat lain mengenai langkah-langkah model pembelajaran CPS
sebagai berikut.

Tabel 2.1
Langkah-langkah Model CPS

Langkah Tingkah Laku Peserta Didik


Langkah 1 Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan
Klarifikasi Masalah kepada peserta didik tentang masalah yang diajukan
agar peserta didik dapat memahami tentang
penyelesaian seperti apa yang diharapkan.

6
Langkah Tingkah Laku Peserta Didik
Langkah 2 Pada tahap ini peserta didik dibebaskan untuk
Pengungkapan Pendapat mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam
strategi penyelesaian masalah.
Langkah 3 Pada tahap evaluasi dan pemilihan, setiap kelompok
Evaluasi dan Pemilihan mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-
strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan
masalah.
Langkah 4 Pada tahap ini peserta didik menentukan strategi mana
Implementasi yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah.
Kemudian menerapkannya sampai menemukan
penyelesaian dari permasalahan tersebut.
Sumber: (Shoimin, 2014)

Menurut Huda (2016) menyatakan bahwa dalam program yang dikenal dengan
Creative Problem Solving, ada enam kriteria yang dijadikan landasan utama dan sering
disingkat dengan OFPISA: Objective Finding, Fact Finding, Idea Finding, Solution
Finding, dan Acceptence Finding. Adapun langkah - langkah enam kriteria OFPISA
model Osborn-Parens sebagai berikut.

Tabel 2.2
Langkah - langkah Proses CPS berdasarkan kriteria OFPISA

Langkah Tingkah Laku Peserta Didik


Langkah 1 Peserta didik dibagi ke dalam kelompok-kelompok.
Objective Finding Peserta didik mendiskusikan situasi permasalahan yang
diajukan pendidik dan membrainstorming sejumlah tujuan
atau sasaran yang bisa digunakan untuk kerja kreatif
mereka. Sepanjang proses ini, peserta didik diharapkan
bisa membuat suatu konsensus tentang sasaran yang
hendak dicapai oleh kelompoknya.
Langkah 2 Peserta didik membrainstorming semua fakta yang
Fact Finding berkaitan dengan sasaran tersebut. Pendidik mendaftar
setiap perspektif yang dihasilkan oleh peserta didik.
Pendidik memberi waktu kepada peserta didik untuk
berefleksi tentang fakta-fakta apa saja yang menurut

7
Langkah Tingkah Laku Peserta Didik
mereka paling relevan dengan sasaran dan solusi
permasalahan.
Langkah 3 Salah satu aspek terpenting dari kreativitas adalah
Problem Finding mendefinisikan kembali perihal permasalahan agar peserta
didik bisa lebih dekat dengan masalah sehingga
memungkinkannya untuk menemukan solusi yang lebih
jelas. Salah satu teknik yang bisa digunakan adalah
membrainstorming beragam cara yang mungkin dilakukan
untuk semakin memperjelas sebuah masalah.
Langkah 4 Pada langkah ini, gagasan-gagasan peserta didik didaftar
Idea Finding agar bisa melihat kemungkinan menjadi solusi atas situasi
permasalahan. Ini merupakan langkah brainstorming yang
sangat penting. Setiap usaha peserta didik harus
diapresiasi sedemikian rupa dengan penulisan setiap
gagasan, tidak peduli seberapa relevan gagasan tersebut
akan menjadi solusi. Setelah gagasan-gagasan terkumpul,
cobalah meluangkan beberapa saat untuk menyortir mana
gagasan yang potensial dan yang tidak potensial sebagai
solusi. Tekniknya adalah evaluasi cepat atas gagasan-
gagasan tersebut untuk menghasilkan hasil sortir gagasan
yang sekiranya bisa menjadi pertimbangan solusi lebih
lanjut.
Langkah 5 Pada tahap ini, gagasan-gagasan yang memiliki potensi
Solution Finding terbesar dievaluasi bersama. Salah satu caranya adalah
dengan membrainstorming kriteria-kriteria yang dapat
menentukan seperti apa solusi yang terbaik itu seharusnya.
Kriteria ini dievaluasi hingga ia menghasilkan penilaian
yang final atas gagasan yang pantas menjadi solusi atas
situasi permasalahan.
Langkah 6 Pada tahap ini, peserta didik mulai mempertimbangkan
Acceptance Finding isu-isu nyata dengan cara berpikir yang sudah mulai
berubah. Peserta didik diharapkan sudah memiliki cara
baru untuk menyelesaikan berbagai masalah secara kreatif.
Gagasan-gagasan mereka diharapkan sudah bisa

8
Langkah Tingkah Laku Peserta Didik
digunakan tidak hanya untuk menyelesaikan masalah,
tetapi juga untuk mencapai kesuksesan.
Sumber: (Miftahul Huda, 2016)

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan para ahli diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model
pembelajaran yang melakukan pemusatan terhadap kreativitas untuk memecahkan suatu
permasalahan. Pada penelitian ini, langkah model CPS yang digunakan dalam
pembelajaran yaitu klarifikasi masalah, pengungkapan pendapat, evaluasi dan
pemilihan, implementasi.

Pada model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan pendekatan


saintifik, peserta didik harus aktif dalam kegiatan pembelajaran dan guru berperan
sebagai fasilitator dalam penerapan pembelajaran di kelas. Pendekatan saintifik proses
pembelajaran yang bersifat umum dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah, yaitu
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi / mencoba, menalar / mengasosiasikan,
mengkomunikasikan.

Keterkaitan antara model pembelajaran CPS dengan pendekatan saintifik


terdapat pada langkah-langkah model tersebut yaitu, pertama klarifikasi masalah dimana
didalam langkah ini guru memberikan penjelasan mengenai masalah yang diajukan agar
peserta didik dapat memahami penyelesaian yang akan dilakukan, pendekatan saintifik
yang dilakukan yaitu mengamati dan menanya. Kedua yaitu pengungkapan pendapat
langkah ini membebaskan peserta didik untuk mengungkapkan pendapat tentang
strategi untuk menyelesaikan masalah, pendekatan saintifik yang dilakukan oleh peserta
didik yaitu mengasosiasikan. Ketiga yaitu evaluasi dan pemilihan dimana peserta didik
berunding dengan kelompok masing-masing mendiskusikan strategi-strategi yang tepat
untuk menyelesaikan masalah, pendekatan saintifik yang dilakukan yaitu
mengumpulkan informasi/ eksperimen. Keempat yaitu langkah terakhir ini peserta didik
dapat menentukan strategi yang dapat diambil untuk diterapkan sampai menemukan
penyelesaian masalah, pendekatan saintifik yang dilakukan yaitu mengkomunikasikan.

B. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis


Istilah dari berpikir reflektif dikemukakan pertama kalinya oleh John Dewey (1859 –
1952) yang merupakan salah seorang tokoh yang terkenal di dunia pendidikan, selain itu
Dewey juga menekuni bidang psikologi, logika dan etika. Identifikasi dari reflektif

9
sebagai salah satu pemikiran menurut Dewey (1933) bahwa “active, persisten, and
careful consideration of any belief or supposed from of knowledge in the light of the
grounds that support it and the conclusion to which it tends”. Berdasarkan pernyataan
terebut maka pengertian berpikir reflektif merupakan pertimbangan informasi atau ide
terdahulu yang kemudian digunakan kembali untuk menentukan langkah berikutnya
serta aktif dalam menyadari kesalahan yang telah dilakukan dengan tujuan agar
mendapatkan sebuah kesimpulan.
Salah satu kemampuan berpikir yang mendukung keterampilan penyelesaian
masalah dalam pembelajaran matematika adalah berpikir reflektif. Proses yang
dilakukan bukan sekadar urutan dari gagasan-gagasan, tetapi suatu proses yang
berurutan sedemikian sehingga setiap ide mengacu pada ide terdahulu untuk menentukan
langkah berikutnya, untuk menuju pada penarikan kesimpulan atau menemukan solusi
dari masalah yang dihadapi. Hal ini mengemukakan bahwa berpikir reflektif adalah
aktivitas mental untuk memberdayakan pengetahuan lama dengan mempertimbangkan
konsep, fakta dan prinsip yang dianggap relevan dan diyakini kebenarannya untuk
memecahkan masalah (Agustan, 2016).

Menurut Angkotasan (2013) menyatakan bahwa berpikir reflektif merupakan suatu


proses yang membutuhkan keterampilan yang secara mental memberi pengalaman
dalam memecahkan masalah, mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, memodifikasi
pemahaman dalam rangka memecahkan masalah, dan menerapkan hasil yang diperoleh
dalam situasi yang lain. Apa yang mereka ketahui, apa yang mereka perlukan untuk
mengetahui, dan bagaimana mereka menjembatani kesenjangan selama proses belajar.
Dalam prosesnya melibatkan pemecahan masalah, perumusan kesimpulan,
memperhitungkan hal- hal yang berkaitan, dan membuat keputusan-keputusan. Menurut
Dewey (1933) mengemukakan bahwa berpikir reflektif secara mental terlibat proses-
proses kognitif untuk memahami faktor yang menimbulkan konflik pada suatu situasi,
oleh karena itu berpikir reflektif merupakan suatu komponen yang penting dalam proses
pembelajaran. Uraian di atas menunjukan bahwa kemampuan berpikir reflektif
matematis peserta didik sangat penting untuk dikembangkan.

Menurut Fuady (2016) menyatakan bahwa proses berpikir reflektif tidak


tergantung pada pengetahuan peserta didik semata, tapi proses bagaimana memanfaatkan
pengetahuan yang telah dimilikinya untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Jika
peserta didik dapat menemukan cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi maka
peserta didik tersebut telah melakukan proses berpikir reflektif. Selain itu berpikir
reflektif merupakan sebuah kemampuan peserta didik dalam menyeleksi pengetahuan

10
yang telah dimiliki dan tersimpan dalam memorinya untuk menyelesaikan setiap
masalah yang dihadapi dan mencapai tujuan-tujuannya.

Menurut Eby dan Kujawa (Lee, 2005) menyatakan bahwa kegiatan berpikir
reflektif meliputi: observing (kegiatan mengamati), reflecting (melakukan refleksi),
gathering data (mengumpulkan data), considering moral principles (mempertimbangkan
prinsip-prinsip), making a judgement (membuat perkiraan), Considering strategies
(mempertimbangkan strategi), dan action (tindakan). Selanjutnya menurut Lee (2005)
menyatakan bahwa proses berpikir reflektif meliputi problem context (permasalahan
konteks), problem definition (definisi permasalahan), seeking possible solution (mencari
solusi yang mungkin), experimentation (percobaan), evaluation (evaluasi) dan
acceptance or rejection (menerima atau menolak). Kriteria kemampuan berpikir reflektif
matematis Dewey yaitu: 1) refleksi adalah proses bermakna yang memindahkan
pembelajaran dari suatu pengalaman yang lebih mendalam tentang hubungannya dengan
pengalaman dan ide-ide yang lain. 2) refleksi merupakan cara berpikir yang
sistematik, tepat disiplin dengan akar-akarnya dalam penyelidikan ilmiah. 3) refleksi
memerlukan sikap yang menilai pribadi dan intelektual dari seseorang dan orang lain.
(Rodgers, 2002).

Menurut Kurniawati (2014) menyatakan bahwa kemampuan berpikir reflektif


matematis sangat dibutuhkan peserta didik untuk memecahkan masalah. Pada aktivitas
memecahkan masalah ini, peserta didik harus bisa memprediksi jawaban yang benar
sehingga peserta didik dapat menduga masalah dengan mengidentifikasi konsep atau
menggunakan berbagai strategi. Jika strategi telah dipilih oleh peserta didik, mereka
perlu membangun sebuah gagasan, menarik kesimpulan, dan menentukan keabsahan
argumen. Setelah mendapatkan solusi, para peserta didik juga perlu mengkaji kembali
solusinya dan untuk mengembangkan strategi alternatif yang dapat digunakan.

Menurut Agustan (2014) menyatakan bahwa terdapat empat indikator berpikir


reflektif meliputi: 1) formulation and synthesis of the experience yaitu proses
memformulasikan masalah dengan menggunakan pengalaman-pengalaman yang telah
dimiliki dan menjalin atau mengaitkan informasi yang dinyatakan dalam masalah. 2)
orderliness of experience yaitu proses merangkum ide-ide atau pengalaman untuk
mengkonstruksi strategi pemecahan masalah yang dihadapi. 3) evaluation of experience
yaitu proses mengevaluasi pengalaman-pengalaman dengan mempertimbangkan
relevansi pengalaman dengan informasi terkait penyelesaian atau pemecahan masalah
yang dilakukan. 4) testing the selected solution based on the experience yaitu proses

11
menguji solusi atau kesimpulan yang telah dibuat pada tahap sebelumnya untuk menuju
pada simpulan yang lebih diyakini kebenarannya. Terdapat tiga indikator berpikir
refleksi, yaitu 1) reacting yaitu bereaksi dengan pemahaman pribadi terhadap peristiwa,
situasi, atau masalah. 2) comparing yaitu melakukan analisis dan klarifikasi pengalaman
individual, serta makna dan informasi-informasi untuk mengevaluasi apa yang diyakini
dengan cara membandingkan reaksi dengan pengalaman yang lain, seperti mengacu
pada suatu prinsip umum maupun teori. 3) contemplating yaitu mengutamakan
pengertian pribadi yang mendalam, dalam hal ini fokus terhadap suatu tingkatan pribadi
dalam proses-proses seperti menguraikan, menginformasikan, mempertimbangkan,
merekontruksi dan menyimpulkan (Surbeck, Han, & Moyer, 1991).

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan


berpikir reflektif matematis merupakan kegiatan berpikir yang dapat membuat peserta
didik berusaha menghubungkan pengetahuan lama yang dimiliki dengan pengetahuan
baru yang sedang dipelajarinya. Proses berpikir reflektif membutuhkan identifikasi apa
yang sudah diketahui, memodifikasi pemahaman dalam rangka pemecahan masalah,
dan menerapkan hasil yang diperoleh dalam situasi yang lain. Indikator kemampuan
berpikir reflektif matematis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah indikator
yang diadaptasi dari Surbeck, Han, dan Moyer yaitu reacting (bereaksi dengan
permasalahan yang diberikan), comparing (mengevaluasi apa yang diyakini dengan
membandingkan reaksi dan pengalaman yang lain), dan contemplating (menguraikan,
menginformasikan, merekontruksi permasalahan, dan menyimpulkan)

1. Indikator Berpikir Reflektif


Proses berpikir reflektif matematis dapat dinilai dengan aspek tertentu. Abdul
Muin serta Utari Sumarmo mendefinisikan bahwa kemampuan berpikir reflektif yaitu
suatu proses berpikir yang dalam pembelajaran matematika secara operasional
ditunjukkan dengan mendeskripsikan suatu masalah matematik, mengidentifikasi suatu
masalah matematik, menginterpretasi, mengevaluasi, memprediksi cara penyelesaian,
membuat kesimpulan (Abdulmuon, dkk, 2017)
Aspek yang digunakan dalam kemampuan berpikir reflektif matematis yaitu
indikator kemampuan berpikir reflektif matematis diadaptasi dari teori yang
dikemukakan oleh Abdul Muin, Yaya S. Kusumah dan Utari Sumarmo. Keempat
indikator yang digunakan peneliti mencakup enam indikator

12
BAB III
PEMBAHASAN

A. Konsep Model Pembelajaran Creative Problem Solving dalam membantu


peserta didik SMK yang mengalami kesulitan Berfikir Reflektif Matematis
Salah satu kemampuan berpikir yang mendukung keterampilan
penyelesaian masalah dalam pembelajaran matematika adalah berpikir reflektif.
Proses yang dilakukan bukan sekadar urutan dari gagasan-gagasan, tetapi suatu
proses yang berurutan sedemikian sehingga setiap ide mengacu pada ide
terdahulu untuk menentukan langkah berikutnya, untuk menuju pada penarikan
kesimpulan atau menemukan solusi dari masalah yang dihadapi
Dalam suatu pembelajaran matematika, peserta didik akan melakukan
proses berpikir pada dirinya. Akan tetapi setiap peserta didik memiliki
perbedaan dalam proses berpikir. berpikir reflektif adalah berpikir aktif, tekun,
dan mempertimbangkan secara penuh segala sesuatu yang dipikirkan atau
diharapkan terbentuk dari pengetahuan lain yang menunjang dan berujung pada
suatu kesimpulan.
Seperti halnya berpikir, belajar dihubungkan dengan pengalaman.
Sebagaimana yang dikatakan Myang dari Sukmadinata bahwa, “Belajar dari
pengalaman adalah bagaimana menghubungkan pengalaman kita dengan
pengalaman masa lalu dan masa depan, belajar dari pengalaman berarti
menerapkan pemikiran reflektif atau reflective thinking dalam pengalaman kita”.
Berkaitan dengan berpikir reflektif, Berpikir reflektif digambarkan sebagai
proses berpikir yang merespon masalah dengan menggunakan informasi atau
data yang berasal dari dalam diri (internal), dapat menjelaskan apa yang telah
dilakukan, memperbaiki kesalahan yang ditemukan dalam memecahkan
masalah, serta mengkomunikasikan ide dengan simbol bukan dengan gambar
atau objek langsung. Oleh karena itu, berpikir reflektif dapat membuat proses
pengajaran menjadi lebih bermakna, karena pemikiran reflektif tidak hanya
memungkinkan peserta didik untuk mengungkapkan bagaimana proses
pemecahan masalah tersebut bekerja dalam pikiran mereka.
Dalam memahami materi matematika, seseorang perlu berpikir agar
dapat mencerna dengan baik konsep-konsep yang teliti, maka timbullah
pengalaman belajar yang akan mendukungnya dalam menghadapi masalah yang
berkaitan dengan matematika. Penekanan sudut pandang ini, yang menunjukkan

13
bahwa aktivitas atau proses berpikir yang dilakukan untuk memungkinkan
seseorang memecahkan masalah matematika berkaitan dengan hubungan antara
memori, pemahaman konsep matematika, dan mengenali adanya kausalitas,
serta saling terikat ataupun perbedaan, lalu memunculkan ide-ide original, dan
mudah dalam membuat kesimpulan secara cepat dan tepat. Yang dimaksudkan
yaitu proses berpikir reflektif, karena berpikir reflektif adalah berpikir yang
memiliki makna berdasarkan pada alasan dan tujuan.
Dalam belajar matematika peserta didik harus menemukan sendiri.
Menemukan di sini terutama adalah menemukan lagi (discovery), bukan
menemukan yang sama sekali baru (invention). Oleh karena itu materi yang
disajikan kepada peserta didik itu bentuk cara mencarinya tidak diberi tahukan” .
Dalam hal ini, peserta didik dituntut untuk menemukan sendiri didukung oleh
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya serta langkah-langkah yang
mengarahkan mereka kepada penemuan. Hal tersebut sejalan dengan model CPS
dimana pada CPS terdapat langkah Problem Finding. Pada langkah tersebut
peserta didik dituntut untuk menemukan solusi dari permasalahan yang
diberikan pendidik. Solusi tersebut, pada akhirnya akan menemukan konsep
yang sedang dibahas pada pembelajaran tersebut. Mengenai penemuan konsep,
peserta didik diberikan arahan atau langkah-langkah supaya sampai kepada
penemuan konsep dan menuntut peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran menggunakan model CPS peserta didik diharuskan
mengkontruksikan pengetahuannya. Sehingga peserta didik akan belajar secara
aktif dan tidak hanya menerima informasi yang diberikan dari pendidik.
Kemudian peserta didik dapat menyesuaikan pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang dimilikinya. Maka dari itu, peserta didik dapat
memperbaharui pengetahuan yang dimilikinya.
Model Creative Problem Solving (CPS) merupakan model pembelajaran
yang mengharuskan peserta didik untuk membangun pengetahuannya sendiri
dengan pengetahuan yang sudah mereka miliki sebelumnya.
Model CPS merupakan model pembelajaran berbasis masalah sehingga
dalam pembelajarannya diawali dengan permasalahan yang dituangkan dalam
bahan ajar. Melalui pembelajaran dengan model CPS peserta didik
melaksanakan diskusi melalui pembelajaran kelompok untuk mendiskusikan
bahan ajar. Selain itu, dalam mendiskusikan bahan ajar peserta didik
melaksanakan proses pengamatan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada

14
pada bahan ajar serta lembar kerja peserta didik yang diberikan oleh pendidik.
Proses diskusi dan pengamatan tersebut peserta didik menggunakan pengetahuan
yang dimilikinya dan dikaitkan dengan permasalahan yang ada. Sehingga,
melalui model CPS peserta didik mampu menggali pengetahuannya sendiri.

B. Penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving dalam


membantu peserta didik SMK yang mengalami kesulitan Berfikir Reflektif
Matematis
Pada model CPS kegiatan pembelajaran dimulai dengan mengecek
kesiapan peserta didik mengikuti pembelajaran, pendidik memberikan apersepsi
mengenai materi prasyarat yang dibutuhkan. Kemudian pendidik memberikan
motivasi kepada peserta didik berupa penerapan materi yang dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya peserta didik dibentuk kelompok yang terdiri
4-5 orang untuk melakukan diskusi kelompok.
Selanjutnya pembelajaran masuk dalam tahap pertama dalam CPS adalah
klarifikasi masalah Pada tahap ini proses pembelajaran dilakukan secara
berkelompok. Setiap kelompok dibagikan lembar LKPD yang berisi masalah
yang akan dibahas pada pertemuan ini. Secara berkelompok peserta didik
berdiskusi mengenai permasalahan yang ada pada LKPD untuk dicari solusinya.
Melalui tahap ini, peserta didik dilatih untuk mengembangkan kemampuan
berpikir reflektif matematis yaitu reacting. Kemampuan ini dikembangkan saat
peserta didik bereaksi terhadap permasalahan yang diberikan untuk ditentukan
tujuan yang akan dicapai. Dalam kelompok peserta didik mereleksikan fakta-
fakta atau informasi untuk dicari mana yang relevan dengan tujuan yang
diajukan. Pada tahap ini peserta didik dilatih untuk mengembangkan
kemampuan berpikir reflektif matematis, yaitu comparing. Kemampuan ini
dikembangkan saat peserta didik membandingkan reaksi yang muncul dari
masalah yang diberikan dengan fakta-fakta yang berkaitan. Selain itu pada tahap
ini melatih peserta didik objektif dan rasional serta realistis dalam
mengemukakan fakta-fakta yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai.
Selanjutnya pada tahap kedua dalam CPS adalah pengungkapan
pendapat. Pada langkah ini, peserta didik mengemukakan gagasan-gagasan yang
dimilikinya yang memiliki kemungkinan menjadi solusi atas permasalahan.
Setelah gagasan-gagasan terkumpul, peserta didik meluangkan waktu beberapa
saat untuk menyortir mana gagasan yang potensial dan yang tidak potensial

15
sebagai solusi. Pada tahap ini peserta didik dilatih untuk mengembangkan
kemampuan berpikir reflektif matematis, yaitu comparing saat peserta didik
mempertimbangkan setiap gagasan yang muncul untuk dicari mana yang tepat
untuk menjadi solusi potensial masalah.
Langkah ketiga dari CPS adalah evaluasi dan pemilihan. Pada tahap ini,
gagasan-gagasan peserta didik dalam kelompok yang mempunyai potensi
terbesar dievaluasi bersama. Pada tahap ini peserta didik dilatih untuk
mengembangkan kemampuan berpikir reflektif matematis, yaitu contemplating
saat peserta didik menguraikan, menginformasikan, mempertimbangkan setiap
solusi potensial untuk dijadikan solusi terbaik permasalahan.
Langkah keempat atau terakhir dari CPS adalah implementasi. Pada
tahap ini, peserta didik mulai menerapkan solusi permasalahan yang telah
diperolehnya dan membuat kesimpulan serta mengevaluasi apa yang telah
dilakukannya. Pada tahap ini peserta didik dilatih untuk mengembangkan
kemampuan berpikir reflektif matematis yaitu pada indikator contemplating
yaitu aspek bertanggung jawab dalam membuat kesimpulan tentang
pengetahuan baru yang diperolehnya
Lewat langkah- langkah model pembelajaran CPS ini peserta didik yang
mengalami kesulitan berfikir reflektif matematis dilatih untuk mengembangkan
pengetahuannya, sehingga terbiasa dan mampu berfikir reflektif matematis.
Model Creative Problem Solving (CPS) digunakan pemusatan pada pengajaran
dan keterampilan untuk memahami, memecahkan dan menyimpulkan suatu
permasalahan, yang diikuti dengan penguatan keterampilan, ketika peserta didik
dihadapkan pada suatu permasalahan maka peserta didik dapat melakukan
keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan ide
serta, tidak hanya menggunakan keterampilan saja tetapi harus menggunakan
keterampilan dengan proses berpikir, dalam hal ini dengan menggunakan proses
berpikir reflektif matematis. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir
reflektif peserta didik mampu berada pada kategori sangat baik saat
pembelajarannya menggunakan model CPS. Hal ini sejalan dengan Steiner
(dalam Isrok’atun, 2012) yang menyatakan bahwa karakteristik model CPS
mampu menggagas suatu pemikiran yang bersifat prediktif serta dapat
merangsang ke tahap berpikir reflektif selanjutnya.
Penggunaan CPS diawali dengan pengembangan silabus yang ada,
pembuatan rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP), bahan ajar, lembar kerja

16
peserta didik (LKPD), tugas individu dan soal tes kemampuan berpikir reflektif
matematis. Proses pembelajaran yang dilakukan di kelas, peserta didik
diberikan bahan ajar untuk dipelajari dan didiskusikan bersama teman
sebangkunya ataupun bersama teman yang lainnya dalam satu kelas. Setelah
peserta didik mempelajari dan mendiskusikan bahan ajar, peserta didik
dipersilakan untuk membuat pertanyaan terkait bahan ajar yang telah dipelajari.
Setelah itu, peserta didik diberikan lembar kerja peserta didik (LKPD) untuk
dikerjakan dengan cara berdiskusi baik bersama teman sebangkunya ataupun
dengan teman yang lainnya. Jika LKPD selesai dikerjakan, maka perwakilan
peserta didik mempresentasikan hasil dari pengerjaan LKPD, diakhir pertemuan,
peserta didik diberikan tugas individu, yang sebelumnya menyimpulkan terlebih
dahulu pembelajaran yang telah dilakukan.
Pembelajaran menggunakan model Creative Problem Solving dengan
langkah-langkah proses pembelajaran setiap harinya. Kegiatan pembelajaran
setiap pertemuan didalamnya termuat langkah-langkan dari model CPS.
Langkah pertama yaitu klarifikasi masalah, pada langkah tersebut peserta didik
dibagi ke dalam beberapa kelompok secara heterogen. Kegiatan tersebut hanya
dilaksanakan pada pertemuan pertama, karena kelompok tersebut berlaku selama
4 pertemuan pembelajaran. Setelah peserta didik mengetahui kelompoknya
kemudian mereka duduk secara berkelompok dan setiap kelompok diberikan
masalah oleh pendidik kemudian peserta didik bereaksi terhadap permasalahan
yang diberikan oleh pendidik untuk mengetahui apa yang diketahui dan
ditanyakan serta hubungan dari apa yang diketahui dan ditanyakan tersebut.
Langkah yang kedua yaitu pengungkapan pendapat, dalam hal ini peserta
didik mengumpulkan informasi dari buku sumber yang dipakai dan berdiskusi
dengan teman sekelompoknya mengenai pendapat untuk menyelesaikan
permasalahan. Pada langkah ini peserta didik berbagi peran, beberapa peserta
didik mencari informasi dari buku sumber. Peserta didik membandingkan reaksi
yang muncul dari masalah yang diberikan dengan fakta – fakta dan informasi
yang berkaitan. Informasi yang sudah diperoleh kemudian peserta didik catat
sebagai solusi dari permasalahan.
Langkah ketiga evaluasi dan pemilihan, solusi yang diambil peserta didik
menghasilkan beberapa gagasan dari setiap kelompok. Beberapa gagasan
tersebut harus dipilih solusi yang tepat. Perwakilan dari beberapa kelompok
memaparkan gagasan hasil diskusinya di depan kelas. Setelah dipaparkan hasil

17
diskusi, pemaparan tersebut disimpulkan dengan dibantu guru. Hasil dari
beberapa gagasan dari setiap kelompok hampir semuanya serupa, namun ada
beberapa istilah yang keliru dan harus diperbaiki, sehingga setelah beberapa
gagasan dipaparkan peserta didik dibantu guru untuk menentukan kesimpulan
yang tepat.
Langkah keempat yaitu implementasi, dalam hal ini peserta didik
mencatat kesimpulan dari permasalahan pada bahan ajar yang diperoleh dari
gagasan yang dipilih. Kesimpulan tersebut kemudian dibuktikan kebenarannya
dengan menerapkannya pada LKPD. Dalam hal ini peserta didik mampu
menerapkannya pada LKPD untuk menyelesaikan soal kemudian peserta didik
diarahkan kepada kesimpulan, dengan tanya jawab antara pendidik dengan
peserta didik mengenai materi yang sudah dipelajari. Respon peserta didik saat
tanya jawab sebagian aktif menjawab tetapi menjawab secara bersama-sama,
tidak diawali dengan tunjuk tangan atau menjawab secara individu karena
kepercayaan diri peserta didik menjawab kurang dan merasa takut salah
menjawab.

18
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Kemampuan berpikir reflektif merupakan suatu kebutuhan yang sangat


penting bagi setiap peserta didik untuk memecahkan masalah matematis. .
Berpikir reflektif tidak tergantung pada pengetahuan peserta didik semata, tapi
proses bagaimana memanfaatkan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk
memecahkan masalah yang dihadapi lewat tahap reacting, comparing dan
contemplating . Pada aktivitas memecahkan masalah ini, peserta didik harus bisa
memprediksi jawaban yang benar sehingga peserta didik dapat menduga
masalah dengan mengidentifikasi konsep atau menggunakan berbagai strategi.
Model CPS merupakan salah satu model pembelajaran berbasis masalah yang
berkaitan erat dengan kemampuan berpikir reflektif dan dapat merangsang
kemampuan berfikir reflektif peserta didik . Penggunaan model CPS diawali
dengan suatu permasalahan yang harus dipecahkan oleh peserta didik . Creative
Problem Solving (CPS) menekankan pada pentingnya penemuan berbagai
alternatif ide dan gagasan, untuk mencari berbagai macam kemungkinan
tindakan pada setiap langkah dari proses pemecahan masalah yang digunakan.
CPS membuat peserta didik akan mampu mengembangkan kemampuan reflektif
matematis peserta didik yang membuat peserta didik mampu menemukan
kemungkinan- kemungkinan strategi pemecahan masalah sehingga mampu
memilih suatu pilihan solusi yang tepat melalui kegiatan klarifikasi,
pengungkapan pendapat, evaluasi juga implementasi.

Pembelajaran menggunakan model Creative Problem Solving dilaksanakan


dengan cara berkelompok melalui 4 tahapan kegiatan.Tahap pertama adalah
kegiatan klarifikasi untuk mengembangkan kemampuan berfikir reflektif pada
aspek reacting dan comparing, tahap kedua adalah kegiatan pengungkapan
pendapat untuk mengembangkan kemampuan berfikir reflektif pada aspek
comparing saat peserta didik mempertimbangkan setiap gagasan yang muncul
untuk dicari mana yang tepat untuk menjadi solusi potensial masalah, Tahap
ketiga adalah kegiatan evaluasi dan pemilihan untuk mengembangkan
kemampuan berfikir reflektif pada aspek reacting, Thap keempat adalah
kegiatan implementasi untuk mengembangkan kemampuan berfikir reflektif
pada aspek contmplating. Masing- masing tahapan pada pembelajaran model

19
Creative Problem Solving merangsang berkembangnya kemampuan berpikir
reflektif siswa sehingga siswa dapat memilih solusi yang tepat untuk
memecahkan permasalahan yang dialami.

B. SARAN

Berdasarkan simpulan tersebut, maka penulis mengemukakan beberapa saran


sebagai berikut.

1. Sekolah mengadakan pelatihan terkait model pembelajaran Creative

Problem Solving agar guru dapat memiliki kompetensi yang lebih mempuni

dalam metode pembelajaran ini.

2. Bagi penulis selanjutnya yang tertarik untuk mengembangkan kemampuan

berpikir reflektif peserta didik diharapkan untuk menerapkan metode

pembelajaran yang lain.

3. Bagi guru yang disekolahnya mengalami permasalahan pada kemampuan

berpikir reflektif, makalah ini dapat dijadikan dasar pembuatan PTK.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muin, dkk. 2017. The Situations That Can Bring Reflective Thinking
Process In Mathematics Learning, Prosiding disampaikan pada International Seminar
and the Fourth National Conference on Mathematics Education. Unversitas Negeri
Yogyakarta. Jurnal Penelitian Dan Pembelajaran Matematika.

Agustin, Dwi R.2016. Kemampuan Penalaran Matematika Mahasiswa Melalui.


Pendekatan Problem Solving.Jurnal Pedagogia

Amin. 2016. Penerapan Metode Curah Gagasan (Brainstorming) Untuk


Meningkatkan Kemampuan Mengemukakan Pendapat Siswa. Dalam Jurnal Pendidikan
Sejarah PPs UNJ Vol. 5 No. 2.

Angkotasan, Nurma. (2013). Perbandingan Keefektifan Pembelajaran Model


Problem-Based Learning dengan Cooperative Learning Tipe Team Assisted
Individualization (TAI) Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis dan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA Negeri 4 dan 5 Kota Ternate. Tesis. PPS-
UNY.

Cahya, Sutiarso.2021. Hubungan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis


dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik. Jurnal Kajian
Pendidikan Matematika

Fuady, Anies. 2016. Berfikir reflektif dalam pembelajaran matematika. Malang.


Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 Nomor 2.

Huda, M. 2016. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan.


Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Ngalimun. (2017). Ilmu Komunikasi Sebuah
Pengantar Praktis. Yogyakarta: PT Pustaka Baru. Pers.

Isrok’atun. 2012. Creative Problem Solving (CPS) Matematis. (Prosiding,


Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, Yogyakarta.

Kurniawati, L. 2014. Meningkatkan kemampuan berpikir intuitif-reflektif,


pembuktian matematis, dan disposisi mahasiswa melalui pembelajaran berbasis masalah
dengan metode hypnoteaching. (Disertasi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Lee, Anita. 2005. Cooperative Learning. Jakarta. Edisi ke empat, Grasindo

21
Rodgers, C. 2002. Defining Reflection: Another Look at John Dewey and
Reflective Thinking. Teachers College Record, 104 (4), 842–866.

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatifdalam Kurikulum 2013.


Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA

Soemarmo.2014. Penilaian Pembelajaran Matematika. Bandung: PT Refika


Aditama

Surachim, Ahim. 2016. Efektivitas Pembelajaran Pola Pendidikan Sistem Ganda.


Bandung: Alfabeta.

22

Anda mungkin juga menyukai