Anda di halaman 1dari 21

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab tinjauan pustaka ini akan diurakan model pembelajaran, model

Pembelajaran Berbasis Masalah, hasil belajar dan hakikat pembelajaran IPA di

sekolah dasar.

A. Tinjauan Pustaka

1. Model Pembelajaran

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang

tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Setiap

model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk

membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari

penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Model pembelajaran dapat diartikan rencana konseptual yang berisi


strategi, pendekatan, metode, teknik serta taktik pembelajaran yang telah disusun
oleh tenaga pendidik. Model pembelajaran merupakan akumulasi proses
pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Model pembelajaran
ini memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya misalnya discovery
learning, project-based learning, problem based learning, inquiry learning.
(Musfiqon & Nurdyansyah:2015)
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur
sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar, yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan
mengelola kelas.

9
10

Dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran diperlukan perangkat

pembelajaran yang dapat disusun dan dikembangkanm oleh guru meliputi buku

guru, buku peserta didik, lembar tugas/kerja peserta didik, media bantu seperti

komputer, transparansi, film, pedoman pelaksanaan pembelajaran, seperti

kurikulum dan lain-lain.

Model pembelajaran dalam pelaksanaan kurikulum 2013 harus berdasar

pada pendekatan scientific sehingga model pembelajaran harus menantang,

berpusat pada peserta didik dan mampu menyelesaikan masalah yang relevan

dengan kehidupan peserta didik. Ada 4 model pembelajaran yang sesuai yaitu

Problem based learning, Project based learning, inquiry dan discovery. Namun

peneliti menerapkan model Pembelajaran Problem based learning karena cocok di

semua jejang kelas.

2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Problem based learning (pembelajaran berbasis masalah) pertama kali

digunakan di perguruan tinggi dalam perkuliahan medis di Southern Illinois

University School of Medicine. Howard dari sekolah tersebut mendefinisikan

PBL sebagai “ a learning method on the principle of using problems as a starting

point for the acquisition and integration of new knowledge” Barrows ( dalam

Ridwan, 2017:128) pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah metode

pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik awal untuk akuisisi dan

integrasi pengetahuan baru.

Soucisse dkk ( dalam baden, 2004:28) mengatakan bahwa :


11

Problem based Learning adalah sebuah cara untuk membuat siswa


mengambil alih tanggung jawab dalam pembelajaran mereka
sendiri, sehingga keuntungan yang mereka dapat lebih luas
cakupannya dan mereka bisa menyalurkan serta menambah
kemampuannya seperti kemampuan berkomunikasi, kerja tim serta
memecahkan masalah.

“Model pembelajaran berbasis masalah adalah seperangkat mengajar yang

menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan

pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri” (Eggen dan Kauchak 2012:307).

Pada proses pembelajaran seyogyanya kita memposisikan peserta didik sebagai

individu yang harus dikembangkan potensinya.

Moffit mengemukakan bahwa:

Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan


pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
(Rusman,2016:241)

Pada model pembelajaran berbasis masalah peran guru sebagai fasilitator

yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menetapkan topik

masalah yang akan dibahas. PBL tidak dirancang untuk membantu guru

memberikan informasi sebanyak-banyaknya pada siswa. Pembelajaran berbasis

masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan

berpikir; pemecahan masalah dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran

orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi;

dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri(Trianto:2017)

Berdasarkan teori pembelajaran psikologi kognitif yang berakar pada

asumsi pada belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya
12

pengalaman. Belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi

suatu proses interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya.

Melalui proses ini sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh.

Artinya, perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga

aspek afektif dan psikomotor melalui pernghayatan terhadap problema yang

dihadapi.

Dalam implementasi model pembelajaran berbasis masalah tidak diharapkan

siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi

pelajaran, akan tetapi melalui pembelajaran berbasis masalah siswa diharapkan

aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya

menyimpulkan.

Sanjaya menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat

diterapkan jika:

a. Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat


mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan
memahaminya secara penuh.
b. Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan
berpikir rasional siswa, yaitu kemapuan menganalisi situasi,
menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dan situasi baru,
mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta
mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secar
objektif.
c. Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk
memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.
d. Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab
dalam belajarnya.
e. Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antar apa yang
dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antar
teori dengan kenyataan. ) (suyadi,2015:132)
13

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis

masalah adalah sebuah model pembelajaran yang dilakukan dengan adanya

pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang akan dicari pemecahannya

oleh siswa dan diharapkan dapat menambah keterampilan siswa dalam

pengembangan sikap tanggung jawab dalam dirinya.

b. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik masing-masing untuk

membedakan model yang satu dengan model yang lain. “Karakteristik model

problem based learning yaitu adanya pengajuan pertanyaan atau masalah,

berfokus pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, menghasilkan

produk atau karya dan mempresentasikannya, dan kerja sama.” (Trianto 2009:93)

Skenario pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah

hendaknya memenuhi karakteristik antara lain “terkait dengan dunia nyata,

memotivasi siswa, membutuhkan pengambilan keputusan, multitahap, dirancang

untuk kelompok, menyajikan pertanyaan terbuka yang memicu diskusi, mencakup

tujuan pembelajaran, berpikir tingkat tinggi (High order thinking) dan

keterampilan lainnya”( Ridwan 2017:131)

Karakteristik model pembelajaran berbasis masalah menjadikan

permasalahan sebagai starting point dalam belajar, pemecahan masalah sama

pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah

permasalahan. (Rusman:2016)

Berdasarkan uraian karakteristik menurut para ahli di atas, tampak jelas

bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dimulai oleh


14

adanya masalah yang dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru

kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah

ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahan masalah tersebut.

Siswa dapat pula memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan

sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

c. Hakikat Masalah Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah

Pemilihan atau penentuan masalah nyata ini dapat dilakukan oleh guru

maupun peserta didik yang disesuaikan kompetensi dasar tertentu. Masalah itu

bersifat terbuka (open ended problem) yaitu masalah yang memiliki banyak

jawaban atau strategi penyelesaian yang mendorong keigintahuan peserta didik

untuk mengidentifikasi strategi-strategi dan solusi tersebut. (Hosnan, 2014:300)

“Untuk dapat menggunakan model pembelajaran berbasis masalah guru

harus memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat

diselesaikan oleh siswa secara terbuka, demokratis, rasional dan logis”

(Suyadi,2015:137). Masalah dalam pembelajaran berbasis masalah adalah

masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti.

Setiap siswa bahkan guru dapat mengembangkan kemungkinan jawaban.

Marion menyatakan bahwa “karakteristik permasalahan yang sesuai untuk

PBL yakni 1) tidak terstruktur 2)hanya tersedia sebagian informasi 3) pertanyaan

merupakan milik siswa 4) permasalahaan nata dengan banyak solusi yang

mungkin dan 5) membutuhkan kerja sama” (sani, 2017:137)

Permasalahan dunia nyata pada umumnya kurang terstruktur dan tanpa

batasan sehingga diharapkan siswa akan dapat mengajukan beberapa solusi yang
15

mungkin tepat untuk mengatasi permasalahan. Hakikat masalah dalam

pembelajaran berbasis masalah adalah kesenjangan antara situasi nyata dan

kondisi yang diharapkan, atau antar kenyataan yang terjadi dengan apa yang

diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan, keluhan

dan kerisauan atau kecemasan.

Oleh karena itu, materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi

pelajaran yang bersumber dari buku saja akan tetapi juga dapat juga bersumber

dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Dibawah

ini diberikan kriteria pemilihan bahan pelajaran pembelajaran berbasis masalah.

(Kurniasih,2015:49)

a) Materi pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung


konflik yang bisa bersumber dari berita, rekaman, video dan lain
sebagainya.
b) Materi yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan
siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
c)Materi pelajaran yang ditetapkan merupakan bahan yang
berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal),
sehingga terasa manfaatnya.
d) Materi yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau
kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan
kurikulum berlaku.
e)Materi harus sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa
merasa perlu untuk mempelajarinya.

Menurut Arends pertanyaan atau permasalahan yang diajukan dalam PBL

haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Autentik, yaitu masalah harus lebih berakar pada kehiduan


dunia nyata siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip disilin
ilmu tertentu
b. Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak
menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya
menyulitkan penyelesaian siswa
16

c. Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan hendaknya


mudah dipahami siswa, selain itu masalah disusun dan dibuat
sesuai dengan tingkat perkembangan siswa
d. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran, yaitu masalah
yang dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah
tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan
e. Bermanfaat, yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan
haruslah bermanfaat yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir memecahkan masalah serta membangkitkan motivasi
belajar siswa. (Hosnan,2014:296)

Setiap siswa berperan aktif memberikan saran sesuai dengan pengalamannya

masing-masing “Masalah diberikan sebelum siswa mempelajari konsep atau

materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan” (Kosasi 2014:89).

Dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah, siswa menjadi terampil

dalam memecahkan masalah baik yang berkaitan dengan masalah akademik

ataupun sehari-hari.

Siswa diharapkan mencari solusi dari beragam masalah yang mungkin

dihadapi lingkungan dan masyarakatnya. PBM juga mendorong siswa untuk

terbiasa diberikan tanggung jawab untuk memecahkan masalah karena

memerlukan pandangan banyak pihak sehingga mendapat solusi terbaik yang

disepakati bersama.

d. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Secara umum model pembelajaran berbasis masalah hendaknya tetap

berkerangka pada pendekatan saintifik yakni diawali dengan langkah pengamatan

terhadap fenomena atau teks yang diakhiri dengan mengkomunikasikan.

Pembelajaran berbasis masalah seharusnya dimulai dengan menyajikan

permasalahan kepada siswa. Tahap pertama yang perlu dilakukan dalam

pembelajaran adalah memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan


17

penyelesaian masalah sehingga mereka akan bertindak aktif membangun

pengetahuannya. Langkah-langkah (sintaks) Pembelajaran Berbasis Masalah

adalah sebagai berikut (Rusman,2016:241)

Fase Indikator Tingkah Laku Guru


1 Orientasi siswa pada masalah Menjelasakan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan, dan
memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah
2 Mengorganisasi siswa untuk Membantu siswa mendefinisikan dan
belajar mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut
3 Membimbing pengalaman Mendorong siswa untuk mengumpulkan
individual/ kelompok informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah
4 Mengembangkan dan Membantu siswa dalam merencanakan
menyajikan hasil karya dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya
5 Menganalisis dan Membantu siswa untuk melakukan
mengevaluasi proses refleksi atau evaluasi terhadap
pemecahan masalah penyelidikan mereka dan proses yang
mereka gunakan

Di bawah ini dijelaskan lebih rinci mengenai langkah-langkah dalam

implementasi model pembelajaran berbasis masalah.

Fase 1: Mengorientasikan siswa pada masalah

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan hal apa saja yang akan

dilakukan oleh siswa dan oleh guru. Guru meminta siswa untuk melakukan

kegiatan pengamatan terhadap fenomena tertentu yang berkaitan dengan KD yang

akan dikembangkan. Tahapan orientasi masalah dapat dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan lebih rinci tentang kasus yang dibahas agar dapat

diperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang persoalan yang dihadapi.


18

Fase 2 : Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Dalam langkah ini siswa didorong untuk menemukan masalah dari hal

yang diamatinya dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik

dengan memberikan masalah yang akan diselidiki. Pembelajaran yang diterapkan

harus mendorong siswa untuk berkolaborasi dalam kelompok. Guru sangat

penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk

menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran.

Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar

semua siswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil

penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan

tersebut. Vigotsky meyakini bahwa “interaksi sosial dengan teman lain memacu

terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa”

(Rusman.2016:244)

Fase 3 : Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

Langkah penting dalam tahap ini adalah mencari penyebab terjadinya

masalah, dapat dilengkapi dengan perumusan hipotesis kemudian menemukan

penyelesaian (solusi).

Guru membantu siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-

banyaknya dari berbagai sumber dan ia seharusnya  mengajukan  pertanyaan pada

siswa  untuk berifikir tentang masalah dan ragam informasi yang dibutuhkan

untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.


19

Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berfikir

tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta tentang kualitas

informasi yang dikumpulkan.

Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya) dan

mempamerkannya

Dalam tahap ini guru membantu siswa untuk merencanakan karya yang

sesuai seperti laporan atau poster dan membantu mereka berbagi tugas dengan

temannya.

Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah

Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan

untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka

sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan.

Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas

yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya.

Langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah menurut para ahli

tersebut, akan dituangkan dalam langkah-langkah pembelajaran dan pada saat

pembelajaran berlangsung. Diharapkan siswa terbiasa mengemban tanggung

jawab, baik secara invidu maupun kelompok.

e. Keunggulan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Di bawah ini merupakan kelebihan model pembelajaran berbasis masalah

yang akan diterapkan yaitu:

a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk


lebih memahami isi pelajaran
20

b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik


sehingga memberikan keleluasaan untuk menentukan
pengetahuan baru bagi peserta didik
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran
peserta didik
d. Pemecahan masalah dapat bagaimana mentransfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata
e. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan barunya, dan bertanggung jawab
dalam pembelajaran yang dilakukan
f. Peserta didik mampu memecahkan masalah dengan suasana
pembelajaran yang aktif-menyenangkan
g. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan
mereka guna beradaptasi dengan pengetahuan baru
h. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta
didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki
dalam dunia nyata
i. PBM dapat mengembangkan minat peserta didik untuk
mengembanhkan konsep belajar secara terus menerus, karena
dalam praksisnya masalah tidak akan pernah selesai. Artinya,
ketika satu masalah selesai diatasi, masalah lain muncul dan
membutuhkan penyelesaian secepatnya.(Suyadi, 2015:142)

Melalui pembelajaran berbasis masalah siswa mempresentasikan

gagasannya, siswa terlatih berargumen dan mengkomunikasikannya ke pihak lain

sehingga guru pun memahami proses berpikir siswa dan guru dapat membimbing

siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran berlangsung

sesuai dengan kemampuan siswa, sehingga interaksi antara guru dan siswa serta

siswa dengan siswa menjadi terkendali.

Dalam penerapannya pembelajaran berbasis masalah membutuhkan

kesiapan guru dan siswa untuk bisa berkolaborasi dalam memecahkan masalah

yang diangkat. Guru harus menjadi pembimbing yang membantu siswa dalam

menguasai keterampilan memecahkan masalah.(Rusman:2016)


21

f. Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Selain memiliki keunggulan model pembelajaran berbasis masalah juga

memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sebagai berikut:

a. Ketika peserta didik tidak memiliki minat yang tinggi atau


tidak mempunyai kepercayaan diri bahwa dirinya mampu
menyelesaikan masalah yang dipelajari, maka mereka
cenderung enggan untuk mencoba karena takut salah
b. Tanpa pemahaman “mengapa mereka berusaha” untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka
tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Artinya,
perlu dijelaskan manfaat menyelesaikan masalah yang akan
dibahas pada peserta didik
c. Proses pelaksanaan PBL membutuhkan waktu yang lebih lama
atau panjang. itu pun belum cukup, karena sering kali peserta
didik masih memerlukan waktu tambahan untuk
menyelesaikan persoalan yang diberikan. Padahal, waktu
pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum
yang ada.(Suyadi:2015:143)

Dengan demikian dalam kegiatan pembelajaran guru berperan

memberikan motivasi pada siswa bahwa mereka memiliki kemampuan untuk

menyelesaikan masalah, menyampaikan manfaat masalah yang akan dipecahkan

serta membimbing proses pembelajaran agar proses pembelajaran efektif dan

efisien.

3. Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Pada dasarnya pengertian belejar adalah proses untuk mendapatkan

pengetahuan. Dimana di dalam proses tersebut terjadi penambahan ilmu

pengetahuan yang didapatkan melalui pengalaman. Menurut Morgan

(Suprijono, 2009: 3) mengatakan bahwa: “belajar adalah perubahan perilaku yang

bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman”. Dari penjelasan tersebut bahwa
22

belajar mempunyai tujuan, yaitu untuk menambah ilmu pengetahuan yang

dimiliki oleh seseorang serta merealisasikannya dalam perubahan tingkah laku.

Winkel (Riyanto 2010: 61) menjelaskan bahwa:

Belajar adalah suatu aktivitas mental dan psikis yang berlangsung


dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat adanya
interaksi antara individu dengan individu dengan lingkungan.

Selanjutnya Hilgard (Sanjaya, 2006: 112) bahwa:

Belajar merupakan proses perubahan melalui kegiatan atau


prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam
lingkungan alamiah. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan
pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri
seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku.
Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu
dengan lingkungan yang disadari.

Berdasarkan pengertian belajar yang di kemukakan oleh para ahli di atas,

maka penulis menyimpulkan bahwa belajar merupakan aktivitas mental yang

terjadi melalui suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalamannya

sendiri dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tersebut

dapat berupa sesuatu yang sama sekali baru atau penyempurnaan dari hasil belajar

yang telah diperoleh sebelumnya.

b. Prinsip Belajar

Prinsip-prinsip belajar adalah landasan berpikir, landasan berpijak dan

sumber motivasi, dengan harapan tujuan pembelajaran tercapai dan tumbuhnya

proses belajar antar peserta didik dan pendidik yang dinamis dan terarah. Untuk
23

mendapatkan kesuksesan dalam belajar maka prinsip belajar ini harus diterapkan

dengan baik.

Prinsip belajar menurut Slameto (Riyanto, 2010) yaitu:

1. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar:

a) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,

meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan

instruksional.

b) Belajar harus dapat menimbulkan “reinforcement” dan motivasi yang

kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

c) Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana siswa dapat

mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan

efektif.

d) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.

2. Sesuai materi atau bahan yang harus dipelajari:

a) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur,

penyajian yang sederhana sehingga siswa mudah menangkap

pengertiannya.

b) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan

tujuan instruksional yang harus dicapai.

c) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar

dengan tenang.

d) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar

pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.


24

c. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri

seseorang melalui pengalaman atau proses belajar sebagai implementasi dari hasil

belajar. Hasil belajar digunakan untuk menyatakan tingkat keberhasilan yang

dicapai seseorang setelah melalui proses belajar.

Menurut Bloom (Suprijono: 2009: 26), bahwa hasil belajar mencakup

antara lain:

(a) Domain kognitif;

adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension


(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application
(menerapkan), analysis (menguraikan, mnentukan hubungan),
synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk
bangunan baru), dan evaluation , menilai);

(b) Domain afektif;

adalah receiving (sikap manerima), responding (memberikan


respons), valuing (nilai), organization (organisasi),
characterization (karakterisasi).

(c) Domain psikomotor;

meliputi initiatory, pre-routine, dan routinized. Psikomotor


juga mencakup ketermpilan produktif, teknik, fisik, sosial,
manajerial, dan intelektual.

Selanjutnya menurut Bundu (2010: 17) bahwa:

Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam


mengikuti program belajar-mengajar sesuai dengan tujuan
pendidikan yang diterapkan yang meliput aspek kognitif, afektif
dan psikomotor.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan

bahwa hasil belajar merupakan ukuran yang menyatakan sejauh mana pemahaman
25

siswa tentang materi pelajaran dan tujuan pengajaran yang telah dicapai oleh

siswa, dengan pengalaman yang telah diberikan oleh sekolah.

4. Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

a. Pengertian IPA

IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam. Kata

IPA berasal dari natural science. Natural artinya alamiah dan berhubungan

dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara harfiah

IPA dapat disebut juga sebagai ilmu pengetahuan tentang alam atau yang

mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Penggunaan kata IPA

sebagai natural science, perlu dipertegas untuk membedakannya dari pengertian

social science, educational science, politicalscience, dan penggunaan kata

science yang lainnya.

Menurut Bundu (2007: 2) mendefenisikan bahwa:

(1) IPA adalah sejumlah proses kegiatan mengumpulkan informasi


secara sistematik tentang dunia sekitar; (2) IPA adalah
pengetahuan yang diperoleh melalui proses dari kegiatan tertentu
dan (3) IPA dicirikan oleh nilai-nilai dan sikap para ilmuwan
menggunakan proses ilmiah dalam memperoleh pengetahuan.

Sedangkan Trianto, (2010: 136-137) mengemukakan bahwa:

IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya


secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan
berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan
eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu,
terbuka, jujur, dan sebagainya.
26

Dari pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa IPA merupakan ilmu

pengetahuan yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam

semesta. Baik ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang benda mati maupun

yang tak mati dengan jalan melakukan pengamatan. Pengetahuan yang diperoleh

melalui proses dari kegiatan-kegiatan tertentu baik melalui metode ilmiah maupun

sikap ilmiah.

b. Karakteristik Pembelajaran IPA

“Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah,

dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk,

dan sebagai prosedur”. Marsetio (Trianto, 2010: 137). Sebagai proses diartikan

semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam

maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai

hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau diluar

sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi yang dipakai

untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode

ilmiah (scientific method).

IPA bukan hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau berbagai macam

fakta yang dapat dihafal, tetapi terdiri atas proses aktif menggunakan pikiran

dalam mempelajari gejala-gejala alam yang belum dapat diterangkan.

Selanjutnya Harlen (Bundu, 2007: 3) mengemukakan karakteristik utama

IPA yakni:

(1) memandang bahwa setiap orang mempunyai kewenangan untuk


menguji validitas (kesahihan) prinsip dan teori ilmiah. Meskipun
kelihatannya logis dan dapat dijelaskan secara hipotesis, teori dan
27

prinsip hanya berguna jika sesuai dengan kenyataan yang ada;


(2) memberi pengertian adanya hubungan antara fakta-fakta yang
diobservasi yang memungkinkan penyusunan prediksi sebelum
sampai pada kesimpulan. Teori yang disusun harus didukung oleh
fakta-fakta dan data yang teruji kebenarannya, dan (3) memberi
makna bahwa teori IPA bukanlah kebenaran yang akhir tetapi akan
berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik

pembelajaran IPA pengetahuan yang diperoleh melalui proses dari kegiatan-

kegiatan tertentu, baik melalui metode ilmiah maupun sikap ilmiah. Dimana

metode ilmiah berupa observasi dan eksperimen dan sikap ilmiah berupa rasa

ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.

G. Kerangka Pikir

Permasalahan yang ditemukan pada pembelajaran IPA dimana

pelaksanaan pembelajaran, proses interaksi sosialnya guru dan siswa tidak dapat

terjalin secara sehat, kurang berdiskusi, bermusyawarah dan bertukar pikiran

untuk saling mengisi dan menyelesaikan permasalahan sehingga siswa hanya pasif

di dalam pembelajaran. Disisi lain, juga ada kecenderungan bahwa aktivitas

(1) siswa kurang termotivasi dan susah untuk memahami materi yang di ajarkan;

(2) siswa merasa jenuh dan kurang memperhatikan guru saat menjelaskan dan;

(3) siswa bermain-main dalam proses pembelajaran dan tidak dilibatkan dalam

belajar kelompok. Untuk mengatasi permasalahan yang telah ditemukan, maka

diperlukan inovasi dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil

belajar siswa. Salah satunya dengan menggunakan pembelajaran berbasis

masalah. Pembelajaran ini menekankan pada penciptaan struktur-struktur khusus


28

yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa untuk membuat

pembelajaran lebih menarik. Adapun bentuk kerangka pikir dari tindakan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Guru kurang melibatkan siswa dalam


belajar kelompok;
2. Proses interaksi sosialnya guru dan siswa
kurang baik
3. Kurang bermusyawarah dan bertukar
Kondisi Awal pikiran untuk saling mengisi dan
menyelesaikan permasalahan.
4. Siswa kurang termotivasi dan susah untuk
memahami materi yang di ajarkan;
5. Siswa kurang memperhatikan guru saat
menjelaskan dan;
6. Siswa bermain dalam proses pembelajaran
dan tidak dilibatkan dalam belajar

Penerapan model
Tindakan Pembelajaran Berbasis
Masalah

1. Guru melibatkan siswa dalam


kegiatan kelompok
Kondisi Akhir 2. Interaksi guru dan siswa berjalan
baik
3. Siswa termotivasi mengikuti
pembelajaran
4. Siswa fokus mengkuti proses
pelajaran
5. Hasil belajar IPA siswa kelas IVB SD
Inpres Oesapa Kecil 1 Kota Kupang
meningkat

Gambar 2.1. Kerangka Pikir


29

H. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Jika

pembelajaran berbasis masalah diterapkan dipembelajaran, maka hasil belajar IPA

pada siswa kelas IVB SD Inpres Oesapa Kecil 1 Kota Kupang akan meningkat.

Anda mungkin juga menyukai