Anda di halaman 1dari 58

PROPOSAL PENELITIAN

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS


MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI
SISWA

Dosen Pengampu:
Drs. Zelhendri Zen, M.Pd.
Dr. Darmansyah, S.T., M.Pd.

Oleh:
GINA SONIA
19004013

PRODI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PEDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSTAS NEGERI PADANG
2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi


kehidupan manusia dalam meningkatkan sumber daya manusia, sebab
kemajuan dan masa depan bangsa terletak sepenuhnya pada kemampuan
anak didik dalam mengikuti kemajuan pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan tidak hanya menyiapkan masa depan, tetapi juga
bagaimana menciptakan masa depan. Pendidikan berperan untuk
menciptakan manusia yang berkualitas dan berpotensi dalam arti yang
seluas-luasnya, melalui pendidikan akan terjadi proses berinteraksi, saling
menghargai, kerjasama dan pendewasaan diri, sehingga di dalam proses
pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi selalu
disertai dengan rasa tanggung jawab yang besar. Kesadaran tentang
pentingnya pendidikan telah mendorong berbagai upaya dan perhatian
seluruh lapisan masyarakat terhadap setiap perkembangan dunia
pendidikan. Dunia kerja menuntut perubahan kompetensi. Kemampuan
berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkolaborasi menjadi
kompetensi penting dalam memasuki kehidupan abad 21.
kenyataan yang terjadi di lapangan pada saat ini adalah siswa “malas
berpikir” mereka cenderung menjawab suatu pertanyaan dengan cara
mengutip dari buku atau bahan pustaka lain tanpa mengemukakan
pendapat atau analisisnya terhadap pendapat tersebut. Bila keadaan ini
berlangsung terus maka siswa akan mengalami kesulitan mengaplikasikan
pengetahuan yang diperolehnya di kelas dengan kehidupan nyata. Dengan
kata lain, pelajaran dikelas adalah untuk memperoleh nilai ujian dan nilai
ujian tersebut belum tentu relevan dengan tingkat pemahaman mereka.

2
Oleh karena itu salah satu solusi untuk mendorong siswa berpikir dan
mengembangkan pengetahuannya adalah melatih siswa dengan
pembelajaran yang berkaitan dengan cara memecahkan masalah (problem
solving).
Salah satu karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah
menggunakan kelompok kecil sebagai konteks untuk pembelajaran.
Banyak kejadian bahwa siswa enggan bertanya pada gurunya, tetapi siswa
tanpa ragu-ragu dan tidak malu bertanya pada teman dalam kelompoknya.
Mereka bersedia bekerja sama dan aktif dalam melakukan kegiatan belajar
secara sukarela, bahkan lebih bersemangat untuk belajar dibandingkan
dengan belajar secara individu. Mereka juga tidak merasa kesulitan jika
menyampaikan pendapatnya sehingga dapat memotivasi siswa untuk lebih
giat belajar.
Untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga
siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut.
Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan
dikembangkannya keterampilan berfikir siswa (penalaran, komunikasi,
dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah pembelajaran berbasis
masalah yang disingkat dengan PBM.
Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik mengangkat judul
makalah “ Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk
Meningkatkan Kompetensi Siswa”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada diatas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian Model
2. Apa pengertian Model PBM
3. Bagaimana sintaks Model PBM
4. Ciri-ciri Model PBM
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan Model PBM

3
6. Teori belajar yang melandasi model PBM
7. Karakteristik kompetensi
8. Bagaimana keterkaitan PBM dan kompetensi
9. Mendeskripsikan bagaimana Penggunaan Model Pembelajaran
Berbasis Masalah untuk Meningkatkan kompetensi siswa?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Model
2. Untuk mengetahui pengertian Model PBM
3. Untuk mengetahui Bagaimana sintaks Model PBM
4. Untuk mengetahui Ciri-Ciri model PBM
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Model PBM
6. Untuk mengetahui karakteristik Kompetensi
7. Untuk mengetahui keterkaitan PBM dan kompetensi
8. Untuk mengetahui bagaimana Penggunaan Model Pembelajaran
Berbasis Masalah untuk Meningkatkan kompetensi siswa?

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis, untuk menambah pemahaman dan dan wawasan tentang
Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk
meningkatkan Kompetensi Siswa.
2. Bagi pembaca, sebagai referensi dalam menggunakan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kompetensi
Siswa.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kajian Teori
1. Pengertian Model
Penerapan model atau metode pembelajaran merupakan salah
satu faktor yang menentukan keberhasilan proses belajar. Penggunaan
model pembelajaran membantu guru dalam merencanakan aktivitas
belajar mengajar. Siswa akan cenderung memperhatikan materi yang
diajarkan apabila guru dapat menggunakan model pembelajaran yang
menarik dibandingkan dengan guru yang hanya menyampaikan materi
dengan ceramah. Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari
sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Agus Suprijono menjelaskan
bahwa : model pembelajaran digunakan sebagai acuan atau pedoman
dalam menyusun rencana pembelajaran baik berupa teori maupun
praktik untuk pembelajaran di kelas.
Model pembelajaran harus dirancang terlebih dahulu sebelum
digunakan. Dengan kata lain, guru tidak hanya mementingkan hasil
pembelajaran saja, tetapi harus diimbangi dengan kualitas dari
pendidik agar proses pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.
Guru sebagai pendidik harus mampu menggunakan model
pembelajaran yang ada. Perangkat pembelajaran yang berkaitan
dengan proses pembelajaran juga harus disiapkan untuk membantu
penyampaian materi ke siswa. Mark K Smith juga menjelaskan bahwa
guru dalam menerapkan model tidak hanya berpikir pada proses
pembelajaran saja. Kesadaran dalam memilih model pembelajaran
harus disesuaikan dengan situasi yang terjadi.
Persiapan yang harus dilakukan seorang guru dalam kegiatan
pembelajaran tidak hanya sebatas penggunaan model dan perangkat

5
pembelajaran, tetapi juga harus memperhatikan situasi atau keadaan
kelas yang terjadi. Proses pembelajaran dibedakan dalam dua
pendekatan pembelajaran, yaitu teacher centered learning dan student
centered learning.
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model pembelajaran berbasis masalah, salah satu model


pembelajaran yang menerapkan student centered learning. Model
pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan model pembelajaran
dimana siswa dituntut untuk aktif dalam menyelesaikan suatu
permasalahan, sehingga siswa akan mengembangkan kemampuannya,
belajar mandiri, dan memunculkan motivasi dalam menyelasaikan
pekerjaan. Adanya penerapan problem based learning diharapkan
dapat meningkatkan kompetensi siswa dibandingkan guru yang
menerapkan model konvensional seperti ceramah.
Model pembelajaran berbasis masalah dapat merangsang siswa
untuk berpikir sendiri. Model PBM menitik beratkan pada
permasalahan yang harus diselesaikan oleh siswa. Menurut Agus
Suprijono pembelajaran berbasis masalah dapat membantu peserta
didik dalam memahami struktur dan ide sehingga dapat
mengembangkan kemandirian peserta didik dalam memecahkan
masalah. Model ini sangat cocok digunakan untuk mengembangkan
kemampuan menganalisis dan pengelolaan informasi peserta didik.
Wina Sanjaya (2009 : 214) juga berpendapat bahwa pembelajaran
berbasis masalah merupakan kegiatan pembelajaran yang berpusat
pada masalah. Siswa diharapkan dapat menyelesaikan suatu
permasalahan yang dihadapi.
Arends (2004) juga menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis
masalah dirancang untuk membantu siswa dalam mengembangkan
pemikirannya, memecahkan masalah, dan kemampuan intelektualnya
sehingga menghasilkan tiga hal penting. Tiga hal tersebut adalah (1)

6
keterampilan siswa dalam memecahkan masalah, (2) keterampilan
siswa untuk belajar mandiri dan (3) pemeranan siswa sebagai orang
dewasa. Siswa selama menggunakan model PBM diharapkan dapat
memunculkan kreativitasnya. Berdasarkan beberapa pendapat diatas,
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah
merupakan model pembelajaran berpusat pada masalah.
Model PBM bertujuan untuk mengembangkan kemandirian,
memecahkan masalah, keterampilan peserta didik dalam rangka
memutuskan informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang
dibahasnya dengan cara berdiskusi dalam kelompoknya. Selain itu,
model PBM dapat memicu kreativitas siswa dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi.

3. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah


Sintaks suatu pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang
harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada
pengajaran PBM terdiri dari lima langkah, berikut penjelasannya.
Tahap-tahap Tingkah laku guru
Tahap 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi siswa menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
pada masalah mengajukan fenomena atau demonstrasi atau
cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi
siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah
yang dipilih
Tahap 2 Guru membantu siswa untuk mendefenisikan dan
Mengorganisasi mengorganisasikan tugas belajar yang
siswa untuk berhubungan masalah tersebut.
belajar
Tahap 3 Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
Membimbing informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen,
penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan

7
individual masalah.
maupun
kelompok
Tahap 4 Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
Mengembangkan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
dan menyajikan video, dan model serta membantu mereka untuk
hasil karya berbagi tugas dengan temannya
Tahap 5 Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
Menganalisis atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
dan proses-proses yang mereka gunakan
mengevaluasi
proses
pemecahan
masalah

4. Ciri – ciri Model PBL


Menurut Arends berbagai pengembangan pengajaran Problem Based
Learning (PBL) telah memberikan model pengajaran itu memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a) Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran
disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial
penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.
b) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat
pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial),
masalah-masalah yang diselidiki telah dipilih benar-benar nyata
agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari
banyak mata pelajaran.
c) Penyelidikan autentik

8
Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa
melakukann penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian
nyata terhadap masalah nyata.
d) Menghasilkan produk dan memamerkannya
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk
menghasilkan produk tertentu dalam karya nyata. Produk tersebut
bisa berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer.
Dalam pembelajaran kalor, produk yang dihasilkan adalah berupa
laporan.
e) Kolaborasi dan kerja sama
Pembelajaran bersdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang
bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara
berpasangan atau dalam kelompok kecil.
5. Teori Belajar yang melandasi Model PBL
a) Teori Belajar Vigotsky

Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu


berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika
mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan.
Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu berusaha mengaitkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang dimilikinya
kemudian membangun pengertian baru. Ibrahim dan Nur (2000: 19)
Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual
siswa. Kaitan dengan PBM dalam hal mengaitkan informasi baru
dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui
kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman lain.

b) Teori Belajar Jerome S. Bruner


Metode penemuan merupakan metode dimana siswa
menemukan kembali, bukan menemukan yang sama sekali yang benar-
benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan

9
secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang
lebih baik, berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta
didukung oleh pengetahuan yang menyertainya, serta menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar, 1989: 103).
Bruner juga menggunakan konsep scaffolding dan interaksi
social dikelas maupun diluar kelas.Scaffolding adalah suatu proses
untuk membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui
kapasitas perkembangan yang melalui bantuan guru, teman atau orang
lain yang memiliki kemampuan lebih.

6. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah


Penggunaan model pembelajaran berbasis masalah memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan dengan model pembelajaran
lainnya. Keuntungan penggunaan model pembelajaran berbasis
masalah dapat dilihat dari proses pembelajaran, antusias siswa, dan
kreativitas siswa. Wina Sanjaya (2009 : 220-221) menyebutkan ada
beberapa keuntungan dari model pembelajaran berbasis masalah,
diantaranya :
a) Siswa lebih mudah untuk memahami materi pelajaran dikarenakan
siswa secara langsung melakukan pembelajaran dengan membahas
permasalahan yang dibahasnya,
b) Aktivitas pembelajaran siswa akan meningkat. Siswa berdiskusi
dengan kelompoknya dan mempresentasikan hasil diskusi sehingga
siswa akan aktif atau antusias dalam kegiatan pembelajaran,
c) Membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan atau ide
barunya mengenai permasalahan yang ada di dunia nyata sehingga
kreativitas siswa akan muncul,
d) Model pembelajaran berbasis masalah dianggap lebih
menyenangkan karena siswa dihadapkan dengan permasalahan
yang ada dan siswa dituntut untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut,

10
e) Meningkatkan minat siswa dalam melakukan proses belajar secara
terus menerus baik di dunia pendidikan formal atau non-formal,
f) Model pembelajaran berbasis masalah dapat membantu guru
menyampaikan materi kepada siswa dalam proses pembelajaran,
dan
g) dapat memberikan kesempatan siswa untuk menerapkan
pengetahuan yang dimiliki dalam dunia nyata.
Model pembelajaran berbasis masalah selain mempunyai
keuntungan juga memiliki kelemahan. Wina Sanjaya (2009 : 221)
menjelaskan beberapa kelemahan model pembelajaran berbasis
masalah sebagai berikut :
a) Siswa yang tidak memiliki kepercayaan dalam menyelesaikan
permasalahan dan tidak memiliki minat dalam membahas
permasalahan tersebut, siswa akan malas untuk berpartisipasi
dalam menyelesaikan permasalahan yang dibahas.
b) Membutuhkan waktu yang lama untuk mempersiapkan materi dan
melakukan diskusi.
c) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar
apa yang ingin mereka pelajari.

7. Karakteristik Kompetensi
Kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan dan
sikap serta penerapan dari pengetahuan dan keterampilan tersebut
dalam suatu pekerjaan atau lintas industry, sesuai dengan standar
kinerja yang disyaratkan. Kompetensi dimunculkan dengan harapan
agar lulusan sekolah mampu menjadi lulusan yang memiliki
keterampilan sehingga dia mampu “hidup” kapan dan di manapun
berada.
Untuk menghasilkan lulusan tersebut dalam proses pembelajaran
guru dituntut untuk dapat menyusun dan membuat rencana

11
pembelajaran berdasarkan kemampuan dasar apa yang dapat digali dan
dikembangkan oleh peserta didik, yakni guru harus mampu
mengejawantahkan potensi diri dan bakat peserta didik sehingga
mampu mencari dan menemukan ilmu pengetahuannya sendiri, tugas
guru di sini hanya sebagai motivator, mediator dan fasilitator
pendidikan, sehingga dalam proses pembelajaran, guru harus mampu
menyusun suatu rencana pembelajaran yang tidak saja baik, tetapi juga
mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari,
membangun, membentuk serta mengaplikasikan pengetahuan dalam
kehidupannya ( Direktorat Pembinaan SMK, 2008 ).
8. Keterkaitan PBM dan Kompetensi

a) Kompetensi
Wina Sanjaya (2009 : 70) juga menjelaskan bahwa
“kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak”. Kompetensi dijabarkan lagi menjadi
standar kompetensi. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam
pencapaian memahami kompetensi. Berdasarkan pendapat tersebut,
kompetensi adalah penguasaan atau kemampuan seseorang pada
aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan guna menunjang
keberhasilannya sehingga seseorang dapat bekerja secara mandiri
karena kemahirannya.
Pembelajaran yang menerapkan kompetensi memiliki tujuan
untuk mengembangkan beberapa aspek, yaitu aspek pengetahuan,
pemahaman, kemahiran, nilai, sikap, dan minat (Wina Sanjaya,
2009 : 70-71). Hasil yang diharapkan peserta didik tidak hanya
paham materi yang diajarkan, tetapi juga bisa menerapkan materi
tersebut ke dalam tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Kemampuan yang dicapai siswa selama proses pembelajaran terdiri
dari beberapa aspek. Kemampuan tersebut dijadikan sebagai tolak

12
ukur untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang
diajarkan.
Kompetensi (competency) adalah kata baru dalam bahasa
Indonesia yang artinya setara dengan kemampuan. Siswa yang
telah memiliki kompetensi mengandung arti bahwa siswa telah
memahami, memaknai dan memanfaatkan materi pelajaran yang
telah dipelajarinya. Dengan perkataan lain, ia telah bisa melakukan
(psikomotorik) sesuatu berdasarkan ilmu yang telah dimilikinya,
yang pada tahap selanjutnya menjadi kecakapan hidup (life skill).
Inilah hakikat pembelajaran, yaitu membekali siswa untuk bisa
hidup mandiri kelak setelah ia dewasa tanpa tergantung pada orang
lain, karena ia telah memiliki komptensi, kecakapan hidup.
Dengan demikian belajar tidak cukup hanya sampai
mengetahui dan memahami. Kompetensi siswa yang harus dimiliki
selama proses dan sesudah pembelajaran adalah kemampuan
kognitif (pemahaman, penalaran, aplikasi, analisis, observasi,
identifikasi, investigasi, eksplorasi, koneksi, komunikasi, inkuiri,
hipotesis, konjektur, generalisasi, kreativitas, pemecahan masalah),
kemampuan afektif (pengendalian diri yang mencakup kesadaran
diri, pengelolaan suasana hati, pengendalian impulsi, motivasi
aktivitas positif, empati), dan kemampuan psikomotorik (sosialisasi
dan kepribadian yang mencakup kemampuan argumentasi,
presentasi, prilaku). .
Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik memiliki
beberapa karakter yang sering di sebut sebagai 4C, yaitu: 1)
Communication, 2) Collaboration, 3) Critical Thinking and
Problem Solving, 4) Creativity and Innovation

B. Pembahasan
1. Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk
Meningkatkan Kompetensi Siswa

13
Pengajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk
membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya pada
siswa. PBM dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan
kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan keterampilan
intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan
mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi
pembelajar yang otonom dan mandiri.
Guru sebagai pendidik harus menggunakan pembelajaran yang
akan menggerakkan siswa menuju kemandirian, kehidupan yang lebih
luas. Lingkungan belajar yang dibangun guru harus mendorong cara
berpikir reflektif, evaluasi kritis, dan cara berpikir yang dayaguna.
Model pembelajaran berbasis masalah dapat merangsang siswa
untuk berpikir sendiri. Model PBM menitik beratkan pada
permasalahan yang harus diselesaikan oleh siswa. Menurut Agus
Suprijono (2010 : 70) pembelajaran berbasis masalah dapat membantu
peserta didik dalam memahami struktur dan ide sehingga dapat
mengembangkan kemandirian peserta didik dalam memecahkan
masalah. Model ini sangat cocok digunakan untuk mengembangkan
kemampuan menganalisis dan pengelolaan informasi peserta didik.
Pada model pembelajaran berbasis masalah, kelompok-
kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan suatu masalah yang
telah disepakati oleh siswa dan guru. Ketika guru sedang menerapkan
model pembelajaran tersebut, siswa sering kali menggunakan berbagai
macam keterampilan, prosedur pemecahan masalah, dan berpikir kritis.
Pada model ini pemelajaran dimulai dengan menyajikan permasalahan
nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerja sama di antara siswa.
a. Kemampuan yang dicapai dalam PBM
Pembelajaran pada abad 21 hendaknya disesuaikan dengan
kemajuan dan tuntutan zaman. Begitu halnya dengan kurikulum
yang dikembangkan oleh sekolah dituntut untuk merubah
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru/pendidik

14
(teacher centered learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik (student-centered learning). Hal ini
sesuai dengan tuntutan dunia masa depan anak yang harus memiliki
kecakapan berpikir dan belajar (thinking and learning skills).
Kecakapan-kecakapan tersebut diantaranya adalah
kecakapan memecahkan masalah (problem solving), berpikir kritis
(critical thinking), kolaborasi, dan kecakapan berkomunikasi.
Semua kecakapan ini bisa dimiliki oleh peserta didik apabila
pendidik mampu mengembangkan rencana pembelajaran yang
berisi kegiatan-kegiatan yang menantang peserta didik untuk
berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Kegiatan yang
mendorong peserta didik untuk bekerja sama dan berkomunikasi
harus tampak dalam setiap rencana pembelajaran yang dibuatnya.

15
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu strategi
pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan masalah sebagai langkah untuk
mengumpulkan pengetahuan, sehingga dapat merangsang siswa untuk
berfikir kritis dan belajar secara individu maupun kelompok kecil sampai
menemukan solusi dari masalah tersebut. Peran guru pada model
pembelajaran masalah yaitu sebagai fasilitator dan membuktikan asumsi
juga mendengarkan perspektif yang ada pada siswa sehingga yang
berperan aktif di dalam kelas pada saat pembelajaran adalah siswa.
Jenis penelitian ini yaitu sebuah penelitian yang di lakukan kepada
siswa dengan cara mencarikan atau meberikan sebuah masalah guna untuk
mengembangkan daya pikir dan kemampuan serta kompetensi siswa
dalam bidang apa pun.
B. Waktu dan tempat

Saat tes ini dilaksanakan tempat nya adalah sebuah sekolah yang
mana pada saat itu siswa ada di sana dan belajar seagai mana mestinya,
sedang kan waktu nya adalah ketika jam pelajaran sedang berlangsung.

C. Populasi dan sampel


Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.92 Populasi adalah
seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan
waktu yang kita tentukan.93 Populasi menurut Joko Subagyo adalah
obyek penelitian sebagai sasaran untuk mendapatkan dan mengumpulkan
data. Berdasarkan dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil batasan

16
pengertian bahwa populasi adalah keseluruhan unsur obyek sebagai
sumber data dengan karakteristik tertentu dalam sebuah penelitian.
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII yang
berjumlah 120 siswa yang terdiri dari 4 kelas, yaitu kelas VII.1, VII.2,
VII.3, dan VII.4 di SMPN 13 SIJUNJUNG.
Sampel adalah teknik pengambilan sampel yang digunakan oleh
peneliti jika peneliti memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu
didalam pengambilan sampelnya. Pada penelitian pengaruh tingkat
kecerdasan emosional dan motivasi terhadap hasil belajar matematika
kelas VII SMPN 13 SIJUNJUNG. Peneliti menggunakan teknik pemilihan
sampel purposive sampling. Teknik ini dipilih dengan tujuan sampel yang
diambil dapat mewakili karakteristik populasi yang diinginkan. SMPN 13
SIJUNJUNG. kelas VII dibagi menjadi empat kelas yang terdiri dari kelas
reguler. Untuk itu sampel yang diambil adalah sekelompok siswa yang
berada pada salah kelas reguler yang dianggap mampu mewakili
karakteristik populasi siswa kelas VII. Kelas yang diambil adalah kelas
VII.2 yang terdiri dari 30 siswa, karena kelas ini mempunyai kecerdasan
emosional dan motivasi belajar yang baik.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data penelitian agar pekerjaannya menjadi
lebih mudah dan baik, dalam arti lebih cermat, lengkap sistematis sehingga
lebih mudah untuk diolah. Instrumen penelitian menurut Sugiyono adalah
“suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun
sosial yang diamati”. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa
instrumen merupakan suatu alat bantu yang digunakan oleh peneliti dalam
menggunakan metode pengumpulan data secara sistematis dan lebih
mudah. Instrumen penelitian menempati posisi teramat penting dalam hal
bagaimana dan apa yang harus dilakukan untuk memperoleh data di
lapangan. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian gunakan
adalah pedoman observasi, pedoman angket, serta pedoman dokumentasi.

17
1. Pedoman Observasi
Alat bantu yang digunakan peneliti ketika mengumpulkan data
melalui pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena yang
diselidiki. Rincian mengenai pedoman observasi dapat dilihat pada
lampiran 4.
2. Pedoman Angket
Alat bantu berupa pernyataan yang harus dijawab oleh
responden yang digunakan untuk mengetahui skor kecerdasan
emosional dan motivasi. Pada penyusunan angket peneliti membuat
kisi-kisi dan pedoman penskoran 6. Angket kecerdasan emosional dan
motivasi juga dituliskan dalam lampiran. Instrumen angket merupakan
instrumen utama dalam penelitian ini. Mengingat data penelitian
merupakan aspek yang penting dalam penelitian, maka instrumen atau
alat yang digunakan mengukur harus terpercaya.
3. Pedoman Dokumentasi
Alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan
data-data, dan arsip-arsip dokumentasi.
E. Teknik pengumpulan data

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan oleh peneliti


dengan cara mendengar dan melihat perilaku atau fenomena sosial
yang menjadi fokus penelitiannya dalam rangka memperoleh data
penelitian. Pada umumnya, data observasi digunakan sebagai
pelengkap data wawancara. Namun demikian, observasi sering kali
membantu peneliti mengidentifikasi masalah penelitian secara lebih
tajam terutama ketika dilakukan di awal. Observasi sebagai teknik
pengumpulan data kualitatif biasanya dibagi menjadi dua:
partisipatoris dan non-partisipatoris. Belakangan, perkembangan
teknologi digital membuka peluang untuk dilaksanakannya teknik
observasi online.

18
a. Partisipatoris

Dengan menggunakan metode observasi partisipatoris,


peneliti memposisikan diri sebagai partisipan sebagaimana
masyarakat atau komunitas yang diteliti. Teknik ini sering
digunakan karena memudahkan peneliti berinteraksi dan
menyerap langsung pengalaman kultural yang dialami oleh
partisipan.

b. Non-Partisipatoris

Teknik observasi non-partisipatoris memberi ruang atau


jarak antara peneliti dengan kelompok yang diteliti sehingga
objektivitas data sangat mungkin diperoleh. Dengan teknik ini,
peneliti berperan sebagai orang luar komunitas yang diamati.
Peneliti berperan layaknya mata-mata yang menginvestigasi
fenomena dari jauh.

c. Partisipasi online

Perkembangan teknologi digital membuka peluang


peneliti untuk melakukan teknik observasi yang dinamakan
observasi online. Observasi jenis ini dilakukan dengan cara
mengamati interaksi digital subjek penelitian secara intensif.
Peneliti bisa berperan secara partisipatoris, misalnya terlibat
interaksi online secara langsung dengan partisipan atau juga non-
partisipatoris dengan cara kepo akun sosmed partisipan.
Partisipasi online dilakukan melalui perantara teknologi digital.

2. Wawancara

Wawancara sebagai teknik pengumpulan data kualitatif telan


menjadi mainstream namun masih yang terpenting. Kualitas data

19
primer riset kualitatif tak jarang ditentukan oleh hasil wawancara.
Wawancara bisa dilakukan secara terstruktur, semi-struktur atau tidak
terstruktur. Ada pula istilah in-depth interview yang berarti
wawancara mendalam. In-depth interview umumnya dilakukan dalam
bentuk semi-struktur atau tidak terstruktur. Seperti teknik observasi,
wawancara juga bisa dilakukan secara online lewat perantara
teknologi digital.

a. Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur artinya pertanyaan yang diajukan


peneliti disampaikan sesuai dengan daftar pertanyaan yang
disiapkan sebelumnya. Peneliti sudah menyiapkan pertanyaannya
secara matang sebelum wawancara dengan informan. Daftar
pertanyaan sudah final, ditanyakan pada partisipan tanpa
tambahan atau pengurangan.

b. Wawancara semi-struktur

Teknik wawancara semi-struktur memberi peluang pada


peneliti untuk mengeksplorasi lebih dalam jawaban narasumber
atas setiap pertanyaan yang disampaikan. Peneliti biasnya
menggunakan panduan wawancara untuk memastikan semua
topik wawancara ter-cover. Apabila ada jawaban yang dianggap
kurang memuaskan, peneliti melakukan probing atau bahasa
kasarnya ”mencecar” informan dengan improvisasi pertanyaan
yang lebih mendalam.

c. Wawancara tidak terstruktur

Teknik wawancara ini biasanya dilakukan secara spontan.


Peneliti tidak menyiapkan daftar urutan pertanyaan yang akan
ditanyakan. Namun demikian, topik yang dibahas dalam

20
wawancara berhubungan dengan pertanyaan penelitian yang
diajukan peneliti. Pertanyaan dalam wawancara tak terstruktur
dilakukan secara sporadis. Tidak menutup kemungkinan peneliti
juga melakukan probing kepada partisipan.

d. Wawancara online

Teknik ini sebenarnya bukan teknik baru. Peneliti telah


melakukan wawancara tak langsung sejak ditemukannya telepon.
Kini, teknologi digital memungkinkan wawancara dilakukan
dengan cara voice call atau bahkan video call. Terdapat
perdebatan dikalangan peneliti apakan wawancara online
termasuk jenis wawancara atau bukan. Sebab kita tidak bisa
menatap ekspresi, mimik dan gestur informan secara langsung
dimana hal itu bisa menjadi data penting dalam penelitian
kualitatif.

Pendapat saya, wawancara online bisa disebut wawancara


apabila tingkat kualitas data yang diperoleh tinggi. Tingkat
kualitas data sangat tergantung pada jenis data apa yang
dibutuhkan. Lagi-lagi ini tergantung pada fokus permasalahan
penelitian. Jika penelitian yang dilakukan adalah tentang
komunitas online, misalnya, dimana partisipan sudah familiar
dengan gadget dan internet, dan pertemuan dengan partisipan
secara langsung sangat sulit karena struktur komunitas itu
berbentuk jejaring global, maka wawancara online adalah cara
yang visible dan terbaik untuk memperoleh data.

3. Studi Literatur

Studi literatur sebagai teknik pengumpulan data kualitatif


dilakukan dengan cara menelusuri dokumen penting yang dianggap
berkaitan dengan fokus penelitian. Teknik ini disebut juga studi

21
kepustakaan. Data yang diperoleh dari studi kepustakaan bisa berupa
teks atau gambar. Dokumen yang menjadi sumber data tak melulu
teks-teks akademik seperti buku, laporan riet, policy brief, atau jurnal,
tapi bisa juga, pamflet, spanduk, kartu nama, dan laporan jurnalistik.

4. Hangout

Hangout sebagai teknik pengumpulan data kualitatif


dikenalkan oleh riset sosial etnografi dan fenomenologi. Penelitian
sosiologi yang lebih kontemporer mulai mengadopsi teknik ini karena
dianggap mempu menghasilkan data yang tidak bisa diperoleh dengan
teknik lain. Hangout artinya jalan bareng dengan partisipan dengan
interaksi yang relatif intens. Teknik hangout memberi peluang peneliti
untuk memperoleh data dari partisipan yang lebih mempersepsikan
dirinya dalam konteks ”play”, sehingga data yang diperoleh diklaim
lebih ”natural”.

Riset dengan teknik hangout banyak dilakukan pada studi


kualitatif. Kualitas data akan semakin tinggi pada jenis riset yang
hanya memerlukan sedikit narasumber. Studi naratif atau biografis
mulai banyak mengadopsi teknik ini. Buku harian atau alat rekam
menjadi instrumen pengumpulan data yang sering digunakan dalam
teknik hangout.

5. Mingling

Mingling dapat dideskripsikan sebagai aktivitas bercampur


(mix) dengan orang lain di suatu tempat atau ruang untuk menjalin
relasi melalui interaksi. Mingling adalah pertemuan secara fisik di
sela-sela waktu yang terbatas dimana individu bercampur dengan
individu lain untuk berinteraksi, misalnya dengan mengobrol sambil
ngemil. Mingling juga dilakukan untuk tujuan sosial seperti menjalin
relasi untuk pertemuan dengan kepentingan lain di masa depan.

22
Contoh teknik mingling yang biasa dilakukan peneliti adalah
ketika dalam pertemuan diplomatik, konferensi atau seminar, para
peserta memanfaatkan waktu istirahat sambil membentuk grup-grup
kecil secara spontan dimana mereka saling ngobrol. Format mingling
biasanya melingkar, individu dalam satu grup berdiri sambil bawa
gelas. Oleh karena itulah disebut mingling yang artinya bercampur
dengan melingkar. Ketika mingling, peneliti bisa memperoleh data
dari interaksi langsung atau observasi, misalnya, siapa mingle dengan
siapa, dan sebagainya.

F. Teknik analisis data

Setelah data-data yang penulis perlukan terkumpul, maka langkah


selanjutnya adalah menganalisis data. Analisis data yang penulis gunakan
pada enelitian ini menggunakan analisis kuantitatif. Teknik analisis data
dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik. Statistik inferensial,
(sering juga disebut statistik induktif atau statistik probabilitas) adalah
teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan
hasilnya diberlakukan untuk populasi. Pada statistik inferensial terdapat
statistik parametris dan non parametris. Peneliti menggunakan statistik
parametris dengan alasan jenis data yang dianalisis dalam skala interval.
Statistik parametris memerlukan terpenuhi banyak asumsi. Asumsi yang
utama adalah data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal. Dalam
regresi harus terpenuhi asumsi linieritas.Sehingga data yang diperoleh dari
hasil penelitian diuji normalitas dan linieritasnya terlebih dahulu sebelum
digunakan untuk menguji hipotesis.

1. Teknik Uji Prasyarat Analisis

Uji prasyarat analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah


uji normalitas, anareg linier sederhana dan uji prasyarat regresi.

a. Uji Normalitas

23
Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah
sampel yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi
normal atau tidak. Jika data penelitian berdistribusi normal maka
pengujian dapat menggunakan teknik analisis parametrik, namun
jika data tidak normal maka menggunakan teknik statistik non
parametrik. Pada penelitian ini untuk menguji normal tidaknya
sampel dihitung dengan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov
dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05. Data dinyatakan
berdistribusi normal jika signifikansi lebih dari 0,05.

b. Uji Prasyarat Regresi

Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini,


untuk melihat pengaruh hubungan antar variabel, maka analisis
data menggunakan analisis regresi linier ganda. Sebelum data
tersebut dianalisis dengan regresi linier ganda, harus diuji linieritas
terlebih dahulu. Selain itu, data juga harus terbebas dari asumsi
klasik meliputi multikolinieritas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi. Berikut ini penjelasan dari prasyarat analisis regresi
linier berganda, yaitu:

c. Uji Linieritas

Uji linieritas adalah suatu prosedur yang dilakukan untuk


mengetahui status linier tidaknya suatu distribusi nilai data hasil
yang diperoleh, melalui uji linieritas akan menentukan Anareg
yang digunakan. Apabila dari suatu hasil dikategorikan linier maka
data penelitian diselesaikan dengan Anareg linier. Sebaliknya
apabila data tidak linier maka diselesaikan dengan Anareg non-
linier. Untuk mendeteksi apakah model linier atau tidak dapat
dilakukan dengan membandingkan antara nilai F-Statistik dengan
F-Tabel dengan taraf signifikan 5%, yaitu:

24
1) Jika nilai F-Statistik > F-Tabel, maka hipotesis yang
menyatakan bahwa model linier adalah ditolak.
2) Jika nilai F-Statistik < F-Tabel, maka hipotesis yang
menyatakan bahwa model linier adalah diterima.

d. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah kondisi terdapatnya hubungan


linier atau korelasi yang tinggi antara masing-masing variabel
bebas dalam model regresi linier berganda. Multikolinieritas
biasanya terjadi ketika sebagian besar variabel yang digunakan
saling terkait dalam suatu model regresi. Untuk mendeteksi
multikolinieritas dapat dilihat dengan nila Variance Inflation
Factor (VIF). Jika nilai VIF ≤ 5 maka tidak terjadi
multikolinieritas.

e. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah


terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model
regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas. Untuk
mendeteksi adanya heteroskedastisitas dengan membandingkan
antara nilai t-tabel dengan t-hitung, yaitu:

1) Jika nilai t-tabel ≤ t-hitung ≤ t-tabel, berarti tidak terdapat


heteroskedastisitas.
2) Jika nilai t-hitung > t-tabel atau t-hitung < t-tabel, berarti
terdapat heteroskedastisitas.
f. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah terjadi


korelasi antara suatu periode t dengan periode sebelumnya (t-10).

25
Secara sederhana, analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh
antara variabel bebas terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada
korelasi antara observasi dengan data observasi sebelumnya. Untuk
mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson
(DW). Nilai Durbin Watson kemudian dibandingkan dengan nilai
d-tabel. Hasil perbandingan akan menghasilkan kesimpulan seperti
kriteria sebagai berikut:

a) Jika d < dl, berarti terdapat autokorelasipositif

b) Jika d > (4 – dl), berarti terdapat autokorelasinegatif

c) Jika du < d < (4 – dl), berarti tidak terdapat autokorelasi

d) Jika dl < d < du atau (4 – du), berarti tidak dapat disimpulkan.

G. Prosedur Penelitian

Penulis menempuh tahapan-tahapan penelitian agar dapat


memperoleh hasil yang optimal. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan
dalam pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Tahap I : Persiapan
a. Observasi ke sekolah yang akan digunakan untuk penelitian.
b. Meminta surat permohonan izin penelitian dari fakultas ilmu
pendidikan
c. Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada SMPN 13
SIJUNJUNG untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut.
d. Berkonsultasi dengan kepala sekolah dan guru bidang studi
matematika dalam rangka observasi untuk mengetahui aktifitas
dan kondisi dari lokasi atau objek penelitian.
e. Mengajukan instrumen penelitian, yaitu angket kecerdasan
emosional dan motivasi belajar matematika siswa.

26
f. Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dengan validitas
ahli, yaitu dengan bantuan dosen-dosen yang memiliki
pengetahuan tentang angket tersebut.
2. Tahap II : Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini yang dilakukan peneliti adalah member angket


tentang tes kecerdasan emosional dan motivasi belajar matematika
kepada responden, yaitu siswa-siswi SMPN 13 SIJUNJUNG.

3. Tahap III : Analisis

Dalam tahap ini semua data yang diperoleh dianalisis sesuai


dengan teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti.

4. Tahap IV : Kesimpulan

Kesimpulan didapat setelah mengetahui hasil interpretasi data


tersebut akhirnya dapat disimpulkan apakah ada pengaruh motivasi
dan hasil belajar matematika terhadap pembentukan kepribadian
siswa.

27
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian


Data hasil penelitian yang tertera disini merupakan seluruh
kegiatan peneliti dalam proses penelitian tindakan belajar berbaisi masalah
yang dilakukan di SMP N 13 SIJUNJUNG
1. Paparan Data
a. Kegiatan Pra Tindakan
Tanggal 3 April 2020 peneliti berkunjung ke SMP N 13
SIJUNJUNG untuk silaturahmi. Kedatangan saya di SMP N 13
SIJUNJUNG di sambut baik oleh para guru dan Bapak Drs.
Bendregmon , M.Pd selaku kepala sekolahnya. Selain
bersilaturrahmi peneliti bermaksud untuk mempertegas kembali
atas rencana peneliti untuk mengadakan penelitian di sekolah
tersebut. Dengan ekspresi bahagia Bapak Ben menerima dengan
baik maksud saya dan berharap melalui penelitian ini para siswa
menjadi lebih semangat belajar serta mampu meningkatkan
kualitas pembelajaran disekolah tersebut. Hari berikutnya tanggal
7 April 2020, peneliti dan berkunjung kembali untuk memberikan
surat izin penelitian dari Universitas Negeri Padang sebagai
formalitas. Saya dan kepala sekolah berbincang-bincang sekaligus
beliau menegaskan kembali bahwa surat izin yang saya berikan
telah beliau terima dan saya diterima secara terbuka untuk
melakukan penelitian di sekolah tersebut

Pada hari itu juga Bapak Ben bertanya mengenai kelas-


kelas yang akan di lakukan penelitian. Beliau menyarankan untuk
melakukan penelitian pada kelas VII, karena kelas VIII masih
baru dalam pembelajaran dan pada kelas IX tidak bisa lagi karena
mereka akan melaksanakan Ujian Nasional. Dalam perbincangan

28
hari itu beliau juga mempersilahkan peneliti untuk melakukan
pertemuan dengan guru pengampu mata pelajaran dan
mengkonsultasikan segala hal mengenai proses penelitian

Ibu Miswarita, S.Pd selaku guru pengampu mata pelajaran


Matematika kelas VII kebetulan sedang ada jadwal mengajar di
kelas VII, sehingga peneliti harus menunggunya beberapa saat
lagi untuk akhirnya bisa menemui beliau di kantor majelis guru
sekaligus mengkonfirmasikan hasil perbincangan peneliti dengan
kepala madrasah. Saat peneliti berbincang-bincang dengan guru
pengampu, peneliti menunjukkan judul penelitian yang akan
dilakukan pada kelas sepuluh, beliau membaca dan menanyakan
hal-hal terkait dengan metode serta materi pembelajaran yang
akan peneliti gunakan. Melalui perbincangan tersebut peneliti
mengambil kesimpulan terhadap guru pengampu bahwa beliau
menyetujui dan mendukung diadakannya penelitian dengan
metode pembelajaran pada materi pembelajaran tersebut dan
beliau berharap dengan adanya penelitian ini para siswa akan
semakin antusias dan menyukai pelajaran Matematika. Beliau
mengatakan bahwa mata pelajaran Matematika dianggap sulit
oleh sebagian besar siswa khususnya kelas sebelas karena
tingginya tingkat kesukaran materi yang harus dipelajari.

Perbincangan dilanjutkan dengan peneliti menanyakan


gambaran umum siswa kelas VII, diperoleh bahwa jumlah siswa
kelas tersebut 30 anak, dengan 13 siswa laki-laki dan 17 siswa
perempuan, kemampuan siswa heterogen dan latar belakang
keluarga siswa beragam mulai dari petani, pedagang, wiraswasta,
hingga guru.

Selanjutnya, Ibu memberikan jadwal pelajaran


Matetamatikakelas XI. Mata pelajaran Matetamatika diajarkan

29
pada hari Senin jam ke-1 sampai ke-2, sementara hari Selasa dan
Rabu pada jam ke-3 sampai jam ke-4.Kemudian, peneliti
menyampaikan bahwa dalam penelitian ini peneliti bertindak
sebagai pelaksana penelitian dan teman sejawat sebagai pengamat
(observer).Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai guru
mata pelajaran yang menyampaiakan materi pelajaran sesuai
dengan rancangan tindakan yang telah ditentukan.Sehingga
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan tidak terkesan sebagai
penelitian, tapi sebagaimana pembelajaran Matematika pada
umumnya.

Sedangkan tugas teman sejawat sebagai pengamat adalah


mengamati seluruh aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh
peneliti dan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran
terutama menyangkut kegiatan belajar siswa. Untuk
mempermudah proses pengamatan nantinya peneliti akan
memberikan lembar observasi kepada pengamat, yaitu satu
lembar observasi guru dan satu lembar observasi siswa.

Setelah perbincangan tersebut dianggap cukup, peneliti


pulang dengan membawa informasi masing-masing. Hari 11 April
2020 peneliti kembali berkunjung ke SMP N 13 SIJUNJUNG
menemui Ibu Miswarita untuk meminjam buku, menanyakan
batas materi pelajaran dan beberapa proses pembelajaran
Matematika di kelas VII. Adapun rekaman singkat tentang

hasil wawancara terseIbut, tertulis sebagaimana berikut:

Tabel 4.1 : Hasil Wawancara Guru

N Aspek-Aspek yang Ringkasan Jawaban Ket


O diwawancara
1 Bagaimana kondisi Secara umum Terjawab

30
kelas X ketika proses sebagian besar dari
pembelajaran mereka cenderung
berlangsung pada pasif. Tetapi bukan
mata pelajaran sama sekali tidak
Matematika? memperhatikan,
kemungkinan
terbesar karena
mereka merasa
kesulitan sehingga
kurang ada
semangat untuk aktif
dalam
pembelajaran
Matematika.
Terkadang siswa suka
ramai dan bermain
sendiri dengan
temannya ketika
pembelajaran
berlangsung. Sehingga
pintar-pintarnya guru
dalam mengendalikan
kelas agar para siswa
mau dan mampu
mengikuti proses
pembelajaran
dengan baik.
2 Dalam pembelajaran Pernah, namun Terjawab
Matematika, demikian belum
pernahkah Ibu mampu meningkatkan
menggunakan prestasi belajar siswa

31
metodel secara maksimal.
pembelajaran Drill? Karena mengingat
materi dalam
pelajaran Matematika
sangat banyak,
sehingga tidak
memungkinkan untuk
terus memprioritaskan
dalam salah satu
materi saja.
3 Model atau metode Ya yang paling sering Terjawab
apa saja yang pernah ceramah, Tanya
Ibu gunakan? jawab, tugas
kelompok dan
pemberian soal
latihan.
4 Bagaimana kondisi Pada awalnya siswa Terjawab
siswa saat mengikuti
proses pembelajaran pelajaran dengan baik
dengan model atau tetapi
metode yang Ibu setelah beberapa
terapkan? menit kemudian ada
beberapa siswa yang
ramai, namanya anak-
anak tapi dengan
memberikan mereka
tugas sedikit bisa
mengkondisikan
kelas.
5 Bagaimana prestasi Secara garis besar Terjawab

32
belajar siswa kelas baik, tapi juga masih
VII untuk mata ada yang nilainya di
pelajaran bawah KKM.
Matematika?
6 Berapa KKM dan Nilai rata-rata untuk Terjawab
nilai rata-rata mata
siswa kelas VII pada pelajaran Matematika
mata pelajaran 65-75, dan KKMnya
Matematika? 70.

Sumber : Hasil Wawancara dengan Ibu Miswarita selaku


Guru Pengampu Matematika

Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa siswa


kelas VII dalam mata pelajaran Matematika sering ramai dan
kurang bisa aktif saat guru menyampaikan materi sehingga
sebagian besar dari mereka tingkat penguasaan materinya masih
kurang. Dengan permasalahan tersebut peneliti menyampaiakan
kembali metode yang akan digunakan peneliti dalam
menyelesaikan permasalahan diatas dan meminta pertimbangan
guru.

Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 17 April 2020


sampai 28 April 2020. Pembelajaran dengan metode Drill ini
menggunakan 2 siklus. Dalam siklus pertama terdiri dari 2
pertemuan, sedangkan siklus kedua dua kali pertemuan. Setiap
akhir diadakan tes akhir (tes akhir) untuk mengukur tingkat
keberhasilan siswa dan setiap kali pertemuan dilakukan penilaian
proses.Penelitian ini berlangsung 4 kali tatap muka. Pertemuan
pertama digunakan untuk melaksanakan tes awal (tes awal).

33
Penelitian melakukan test awal dahulu sebelum
pelaksanakan tindakan. Pelaksanaan tes awal ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan awal siswa sebelum dilakukan penelitian.
tes awal dilaksanakan pada tanggal 17 April 2020. Sebelum tes
awal berlangsung, peneliti beramah-tamah dahulu. Selanjutnya
peneliti mengadakan tanya jawab dengan semua siswa supaya
terjadi kedekatan yang lebih lagi antara peneliti dengan siswa. Tes
ini diikuti 30 siswa. Soal pre-test berbentuk uraian sebanyak 10
butir soal.

Kegiatan tes berlangsung dengan tertib dan lancar, selama


20 menit. Setelah diadakan tes awal, peneliti mengoreksi pekerjaan
siswa dan diperoleh nilai tes awal yaitu sebagaimana dalam tabel
berikut :

Tabel 4.2 Analisis Hasil Tes awal Siswa

NO Nama Siswa Jenis Kelamin Nilai Ketuntasan


Belajar
Ya Tidak
1 A.Fakhrur Rozi L 70 √
2 Ameliya Binti P 70 √
M
3 Efrilia P 50 √
Lukitasari
4 Elsa Zinatul P 60 √
Falah
5 Erma Feby P 60 √
Zuliani
6 M.Ramadani L 65 √
Lutfatullah
7 Masfi’atul P 60 √

34
Fiqriana
8 Maulana L 50 √
Ardhana Z.
9 Maulidatul P 40 √
Fitriyah
10 M.Hafid L 60 √
11 M. Lutfi Ulil L 55 √
Albab
12 M. Vito L 70 √
Oktaviano
13 M.Ibnu Iqbalu L 65 √
Robby
14 M. Kholid L 55 √
Fahad
15 M. Mukhsin L 55 √
Fuadi
16 M. Nurtaufiqi L 65 √
A.
17 M. Zulafin Zulfa L 60 √
18 Nawa Lailatul R P 75 √
19 Rafi Pranoto L 55 √
Projo
20 Kurniawan L 65 √
Setiawan
21 Lara Monica P 70 √
22 Anisa P 75 √
Ramadhani
23 Maya Ardila P 75 √
24 Fifi Selfiani P 60 √
25 Gita Ramadani P 70 √

35
26 Yulia Putri P 75 √
27 Reza Monika P 75 √
28 Rahmi Gusti P 60 √
29 Aulia Syifa P 65 √
30 Septia Rima P 65 √
Jumlah 1.895 8 22
Jumlah Skor yang diperoleh 1.895
Rata – rata 63,16
Ketuntasan belajar 29,62
%

Sumber : Hasil tes awal kelas XI

Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa dari jumlah


30 siswa yang mengikuti kegiatan tes awal, diketahui sebanyak 8
siswa atau 29,62% yang telah mencapai kriteria ketuntasan
minimal (KKM) yaitu sebesar 70. Sedangkan 22 siswa masih
belum mencapai batas ketuntasan yang telah ditetapkan.

Tabel 4.3 Kriteria Penilaian

HURUF Angka 0- Angka 0-100 Angka 0-10 Predikat


4
A 4 85-100 8,5-10 Sangat
Baik
B 3 70-84 7,0-8,4 Baik
C 2 55-69 5,5-6,9 Cukup
D 1 40-54 4,0-5,4 Kurang
E 0 0-39 0,0-3,9 Sangat
Kurang
Dari hasil perolehan nilai kegiatan tes awal yang telah
dilaksanakan peneliti dan berdasarkan tabel 4.3 tentang kriteria

36
penelitian, maka dapat dikatakan bahwa nilai terseIbut pada
predikat sangat kurang dan pembelajaran Matematika masih jauh
dari KKM yang telah distandarkan yakni 70 dan ketuntasan 75%
dari keseluruhan siswa. Untuk itu peneliti akan melakukan PTK
guna meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran.
Matematika dengan metode Drill. Dengan menggunakan metode
tersebut peneliti berharap prestasi belajar siswa pada mata
pelajaran Matematika lebih meningkat dan mencapai ketuntasan
kelas yakni 75% dari keseluruhan siswa dengan nila ≥ 75.

b. Kegiatan Pelaksanaan Tindakan


Pelaksanaan tindakan pembelajaran Matematika pada
pokok bahasan bahasan “Operasi Hitung Bilangan Pecahan”
melalui metode Drill ini terbagi dalam 4 tahap yaitu tahap
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi yang membentuk
suatu siklus. Kegiatan pelaksanaan penelitian tindakan kelas secara
terperinci akan diuraikan dalam setiap siklusnya sebagai berikut :

1) Siklus 1
Siklus pertama dilaksanakan dalam dua kali pertemuan
kegiatan pembelajaran dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran
(2x35 menit) pada masing–masing pertemuan. Pertemuan
pertama adalah penerapan metode Drill pada materi Operasi
Hitung Bilangan Pecahan sedangkan pada pertemuan kedua
adalah pelaksanaan tes akhir I. Proses pelaksanaan siklus 1
dipaparkan oleh peneliti sebagai berikut :

I. Perencanaan Tindakan (Planning)


Perencanaan tindakan yang di lakukan peneliti
adalah tersistematis dalam susunan berikut:

a) Melakukan koordinasi dengan guru terkait materi dan


proses pembelajaran yang akan peneliti lakukan.

37
b) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
sesuai materi yang akan diajarkan.
c) Mempersiapkan alat atau media dan sumber belajar
yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.
d) Menelaah dan mempelajari materi yang akan
disampaikan.
e) Menyiapkan materi pembelajaran untuk disampaikan
kepada siswa
f) MenyiaBapakan lembar tugas untuk soal latihan siswa
dan lembar posttest 1 untuk mengetahui prestasi
belajar.
g) Menyiapkan lembar observasi aktivitas peneliti dan
observasi aktifitas siswa.
h) Menyiapkan format wawancara siswa dan lembar
catatan lapangan.
i) Melakukan koordinasi dengan teman sejawat mengenai
pelaksanaan tindakan.
II. Pelaksanaan Tindakan (Acting)
Pada pelaksanaan tindakan disiklus pertama ini
peneliti melakukan dua kali pertemuan, dan dalam satu
pertemuan terdapat dua jam pelajaran (2x35 menit).
Kegiatan dalam dua pertemuan tersebut dijelaskan sebagai
berikut :

1. Pertemuan Ke-1
a. Eksplorasi
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari
Senin tanggal 17 April 2020. Pada hari ini peneliti
ditemani oleh satu orang teman sejawat yang
bertindak sebagai observer. Peneliti bersama teman
sejawat sebagai obsever memasuki kelas. Peneliti

38
bertindak sebagai pendidik. Sebelum memulai
pelajaran peneliti mengkondisikan kelas supaya
tenang, tertib dan siap menerima pelajaran. Peneliti
mulai melakukan kegiatan pembelajaran dengan
mengucapkan salam dan mengajak siswa membaca
doa sebelum belajar. Selanjutnya, peneliti membaca
absensi untuk mengecek kehadiran siswa sekaligus
berbasa-basi menanyakan kabar siswa dan kesiapan
siswa untuk belajar. Peneliti melanjutkan dengan
pemberian motivasi agar selama pelajaran
berlangsung siswa dapat mengikuti pelajaran secara
aktif dan tidak gaduh.

Setelah itu peneliti juga mengadakan


apersepsi, guna mengaitkan pengetahua siswa
tentang materi Operasi Hitung Bilangan Pecahan
dalam kehidupan sehari-hari. Dilanjutkan sebagai
bekal peneliti atas pengetahuan siswa, peneliti
membagikan soal pretest untuk dikerjakan siswa.
Kurang lebih 20 menit anak-anak selesai
mengerjakan dan peneliti meminta siswa untuk
mengumpulkan di depan sambil peneliti secara acak
pekerjaan siswa.

b. Elaborasi
Pada tahap ini, sebagai awal kegiatan
pembelajaran peneliti menuliskan judul dalam
sebuah kertas manila berwarna agar siswa lebih
fokus. Peneliti membahas materi dengan sedikit
menyinggung pada soal pre-test, dan dari situ
terlihat bahwa siswa masih banyak yang belum
mengetahui tentang materi.

39
Selanjutnya, untuk mempermudah peneliti
dalam menyampaikan materi ini dan juga agar siswa
lebih mudah memahaminya, peneliti memberikan
penjelasan dalam bentuk uraian-uraian yang erat
kaitannya dengan kehidupan serhari-hari. Karena
pada dasarnya, pecahan merupakan salah satu
bentuk materi yang bisa sering siswa temui dalam
kehidupan sehari-harinya. Setidaknya dengan
demikian, siswa akan sedikit mempunyai gambaran
tentang materi sebelum menginjak ke bagian yang
lebih sulit.

Selanjutnya peneliti memberikan lembar


tugas kepada siswa sebagai latihan. Setelah
membagikan soal latihan, peneliti menjelaskan hal-
hal yang harus dikerjakan siswa.Yakni siswa harus
mengerjakan setiap butir soal sesuai dengan cara
yang telah peneliti ajarkan. Hal ini bertujuan agar
siswa semakin tangkas dalam mengerjakan soal
dalam bentuk pecahan. Saat latihan berlangsung,
peneliti hanya memantau dan memastikan bahwa
siswa melakukantugasnya dengan baik dan benar

Sambil memantau siswa peneliti membuat


catatan lapangan keadaan kelas. Setelah 25 menit
berlalu peneliti meminta siswa untuk
mengumpulkan tugasnya masing-masing yang telah
selesai dikerjakan.

c. Konfirmasi
Waktu yang tersisa yakni 15 menit oleh
peneliti digunakan un tuk menjelaskan dan

40
mendeskripsikan kesimpulan atas pelajaran yang
diberikan hari ini. Peneliti memberitahukan bahwa
hari ini siswa-siswa begitu semangat belajar dan
peneliti berharap semangat ini akan terus
berlangsung hingga pelajaran terakhir. Peneliti juga
memberitahukan agar siswa rajin belajar karena
pertemuan berikutnya peneliti akan mengadakan tes.
Pelajaran hari ini ditutup dengan bacaan hamdalah
bersama-sama dan ucapan salam.

Analisa hasil tugas latihan siswa dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.4 Analisis Hasil latihan Siswa

NO Nama Siswa Jenis Skor Ket


Kelamin Soal
Latihan
1 A.Fakhrur Rozi L 70 Baik
2 Ameliya Binti M P 70 Baik
3 Efrilia Lukitasari P 50 Kurang
4 Elsa Zinatul Falah P 60 Cukup
5 Erma Feby Zuliani P 60 Cukup
6 M.Ramadani Lutfatullah L 65 Cukup
7 Masfi’atul Fiqriana P 60 Cukup
8 Maulana Ardhana Z. L 50 Kurang
9 Maulidatul Fitriyah P 40 Kurang
10 M.Hafid L 60 Cukup
11 M. Lutfi Ulil Albab L 55 Kurang
12 M. Vito Oktaviano L 70 Baik
13 M.Ibnu Iqbalu Robby L 65 Cukup
14 M. Kholid Fahad L 55 Kurang
15 M. Mukhsin Fuadi L 55 Kurang

41
16 M. Nurtaufiqi A. L 65 Cukup
17 M. Zulafin Zulfa L 60 Cukup
18 Nawa Lailatul R P 75 Baik
19 Rafi Pranoto Projo L 55 Kurang
20 Kurniawan Setiawan L 65 Cukup
21 Lara Monica P 70 Baik
22 Anisa Ramadhani P 75 Baik
23 Maya Ardila P 75 Baik
24 Fifi Selfiani P 60 Cukup
25 Gita Ramadani P 70 Baik
26 Yulia Putri P 75 Baik
27 Reza Monika P 75 Baik
28 Rahmi Gusti P 60 Cukup
29 Aulia Syifa P 65 Cukup
30 Septia Rima P 65 Culup

2. Pertemuan Ke-2
a. Eksplorasi
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari
Selasa, 19 April 2020. Pada pertemuan ini
peneliti juga ditemani oleh teman sejawat sebagai
tim kolaborasi yang bertindak sebagai observer.
Seperti pada pertemuan pertama peneliti akan
menyampaiakan materi Operasi hitung Bilangan
Pecahan terkait penjumlahan dan pengurangan
bilangan pecahan biasa dan penjumlahan dan
pengurangan bilangan pecahan campuran .
Sebelum pelajaran dimulai peneliti terlebih
dahulu mengkondisikan kelas agar siswa benar-
benar siap menerima pelajaran

42
Pelajaran dimulai dengan ucapan salam
dari peneliti dan dilanjutkan membaca basmalah
bersama-sama. Kemudian peneliti mengecek
kehadiran siswa yang masuk hari itu. Selanjutnya
peneliti melakukan apersepsi untuk mengetahui
pemahaman siswa tentang materi dari pertemuan
sebelumya. Dari sini terlihat bahwa siswa mulai
ada perkembangan yakni siswa mulai mampu
mengerjakan soal-soal.

b. Elaborasi
Memasuki pelajaran inti seperti
pertemuan 1 peneliti terlebih dahulu memberikan
penjelasan tentang materi yang akan dipelajari.
Selanjutnya peneliti membagikan lembar tugas
dan meminta siswa untuk mengerjakan soal-soal
latihan tersebut. Peneliti menyampaikan bahwa
soal latihan hari ini untuk mengingat kembali
materi-materi yang telah disampaikan peneliti
sebelumnya. Karena setelah penelitian ini
dilaksanakan akan dilakukan tes sebagaimana
yang telah peneliti sampaiakan pada pertemuan
sebelumnya.

Setelah kurang lebih selama 25 menit


peneliti memberikan lembar tugas, peneliti
meminta siswa untuk mempresentasikan hasil
pekerjaannya secara acak bergantian di depan
kelas. Setelah kegiatan tersebut selesai, peneliti
mengevaluasi hasil pekerjaan setiap siswa dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya tentang materi yang belum jelas.

43
Setelah kelas dianggap tenang peneliti
membagikan soal post tes 1 pada siswa. Siswa
diminta unuk mengerjakan soal terseIbut dengan
bersungguh-sungguh karena peneliti memberikan
waktu 30 menit untuk menyelesaikannya.

Soal post tes ini berisi 10 soal subyektif


yakni berbentuk uraian. Peneliti memantau kerja
siswa dan mengkondisikan kelas agar tetap
tenang. Siswa yang telah selesai diharapkan
untuk tenang dan menunggu hingga waktu yang
ditentukan habis.

c. Konfirmasi
Memasuki kegiatan akhir waktu yang
tersisa 10 menit digunakan peneliti untuk
mengevaluasi materi yang telah dipelajari siswa
dari pertemuan I sampai II ini. Dilanjutkan
dengan pemberian motivasi dari peneliti bahwa
hari ini siswa belajar begitu semangat dan
meminta siswa un tuk lebih giat dan rajin belajar
lagi walau tidak ada PR Sementara untuk
pertemuan berikutnya, peneliti memberi pesan
kepada siswa agar belajar lebih rajin karena pada
pertemuan selanjutnya juga akan diadakan
ulangan. Pelajaran pertemuan II diakhiri dengan
bacaan hamdallah bersama-sama dan ucapan
salam.

Analisis tes akhir 1 pada siklus 1 dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.5 Analisis Hasil Tes akhir Siswa

44
NO Nama Siswa Jenis Nilai Ketuntasan
Kelamin Belajar
Ya Tidak
1 A.Fakhrur Rozi L 80 √
2 Ameliya Binti M P 80 √
3 Efrilia Lukitasari P 70 √
4 Elsa Zinatul Falah P 70 √
5 Erma Feby Zuliani P 70 √
6 M.Ramadani L 70 √
Lutfatullah
7 Masfi’atul Fiqriana P 65 √
8 Maulana Ardhana Z. L 65 √
9 Maulidatul Fitriyah P 60 √
10 M.Hafid L 65 √
11 M. Lutfi Ulil Albab L 65 √
12 M. Vito Oktaviano L 85 √
13 M.Ibnu Iqbalu Robby L 70 √
14 M. Kholid Fahad L 65 √
15 M. Mukhsin Fuadi L 65 √
16 M. Nurtaufiqi A. L 70 √
17 M. Zulafin Zulfa L 65 √
18 Nawa Lailatul R P 85 √
19 Rafi Pranoto Projo L 65 √
20 Kurniawan Setiawan L 70 √
21 Lara Monica P 70 √
22 Anisa Ramadhani P 70 √
23 Maya Ardila P 65 √
24 Fifi Selfiani P 65 √
25 Gita Ramadani P 75 √
26 Yulia Putri P 65 √

45
27 Reza Monika P 65 √
28 Rahmi Gusti P 70 √
29 Aulia Syifa P 70 √
30 Septia Rima P 65 √
Jumlah 2080 16 14
Jumlah Skor yang diperoleh 2080
Rata – rata 69,34
Ketuntasan belajar

Berdasarkan hasil post tes I yang telah dilaksanakan dan juga kriteria
ketuntasan minimum yang ditetapkan oleh peneliti yaitu nilai 75 maka dapat
dicari persentase siswa yang lulus yaitu:

S = JS/JLX 100%

=27/14 x 100% = %

Keterangan :

S : Prosentase nilai yang dicari JS : Jumlah siswa seluruhnya

JL : Jumlah siswa yang lulus 100% : Bilangan tetap.

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa dari 30 siswa yang


mengikuti kegiatan tes akhir, diketahui sebanyak 16 siswa telah mencapai
kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu memperoleh nilai ≥ 70. Sedangkan
14 siswa yang lain masih belum mencapai batas ketuntasan yang telah
ditetapkan.

Namun, siklus I berakhir dengan nilai rata-rata 69,34. Hal ini


menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan prestasi belajar siswa dari
tahap tes awal ke tes akhir I pada siklus I. Presentase ketuntasan belajar pada

46
siklus I adalah63,165%, yang berarti bahwa ketuntasan belajar siswa masih di
bawah kriteria ketuntasan yang telah ditentukan yaitu 75%.Dengan demikian
masih perlu melakukan siklus berikutnya untuk membuktikan bahwa metode
Drill ini mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII SMP N 13
SIJUNJUNG

3. Pengamatan (Observing)
Tahap pengamatan (Observing) ini dilakukan
peneliti saat proses pembelajaran di kelas
berlangsung. Untuk itu peneliti membutuhkan teman
sejawat sebagai observer dalam melakukan
pengamatan aktivitas penelitian dan aktivitas belajar
siswa. Pengamatan ini dilaksanakan sesuai dengan
pedoman observasi yang peneliti buat. Isi pedoman
tersebut mencakup hal-hal yang akan dilakukan
peneliti selama proses penelitian. Peneliti dalam hal
ini bertindak sebagai guru yang akan diobservasi oleh
observer dan disini peneliti membawa teman sejawat
yakni Jensi Afriliana sebagai observernya.

Berikut ini adalah uraian data hasil observasi:

Data Hasil Observasi Aktivitas Peneliti dan Siswa dalam


Pembelajaran Hasil observasi kegiatan peneliti dalam pembelajaran dapat
dilihat pada tabel berikut :
NO Aspek yang diamati Dilakukan Penilaian
Ya Tida 1 2 3 4
k
1 Menyampaikan tujuan pembelajaran √ √
√ √
2 Memberi motivasi kepada siswa

47
3 Menyiapkan materi bahan ajar yang √ √
akan disampaikan kepada siswa

4 Mengkondisikan siswa sebelum

pelajaran dimulai

5

Menjelaskan materi pelajaran secara
6 singkat dan jelas
√ √
Memberi arahan kepada siswa
7 selama latihan berlangsung √
Membimbing siswa dalam √
memecahkan permasalahan soal
√ √
8 latihan
Memberikan kesempatan siswa √ √

bertanya dan menjawab pertanyaan


9 baik kepada guru maupun sesame
siswa
10 Memberi penjelasan kembali kepada
siswa yang kurang mengerti
Membimbing siswa menarik
Kesimpulan

Total Skor 9 2
8

Berdasarkan tabel di atas ada beberapa hal yang dilakukan peneliti


namun belum sempurna. Meskipun demikian, secara umum kegiatan peneliti
sudah sesuai dengan rencana yang ditetapkan pada lembar observasi
terseIbut. Nilai yang diperoleh 3x3=9, 4x7=28. Jadi seluruh skornya 9+28=
37. Sedangkan nilai maksimalnya adalah 40, yakni 4 opsi penilaian dikali 10
aspek yang diamati sama dengan 40.

48
Presentasi nilai rata-rata (NR)=Skor Maksimal/Jumlah Skor x 100 %
Jadi, NR yang diperoleh adalah: 40/37 x 100% = 92%

a. Catatan Lapangan
Catatan lapangan diIbuat sehuIbungan dengan hal-hal yang terjadi
selama proses pembelajaran berlangsung, dimana hal-hal terseIbut tidak
tertuang dalam lembar observasi. Data hasil catatan lapangan pada siklus I
adalah sebagai berikut:

1) Didalam kelas keadaanya ramai dan gaduh sebelum pelajaran dimulai.


2) Siswa namBapak kurang antusias ketika diberikan tugas.
3) Dalam mengerjakan soal-soal latihan, siswa cenderung masih ingin
bertanya atau menyontek temannya yang dirasa lebih pandai
4) Beberapa siswa masih ada yang diam dan bingung ketika peneliti
memberikan penjelasan materi operasi hitung bilangan pecahan.
5) Sebagian besar siswa sudah terlihat terampil dalam mengerjakan soal-
soal latihan tentang operasi hitung bilangan pecahan.
b. Wawancara Siswa
Wawancara dilaksanakan setelah pembelajaran selesai. Wawancara
dilakukan kepada subjek wawancara yaitu terdiri dari siswa yang telah
dipilih peneliti untuk diwawancarai. Peneliti memilih dua siswa yaitu (RZ)
dan (MHR) sebagai sampel. Hasil rangkuman wawancara tersebut dapat
dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 4.9 Hasil Wawancara Siswa

NO Aspek –aspek yang Ringkasan jawaban Keterangan


diwawancara
Bagaimana pemahaman RZ:”sebelumnya masih
(nama siswa) terhadap sangat bingung Ibu,
materi operasi hitung karena bagi saya itu
1 bilangan pecahan? materi sulit. Sekarang Terjawab

49
sudah lebih faham”.
MHR:”iya Ibu sekarang
saya sudah
lebih faham materi yang
ibu jelaskan tadi”.
Apakah (nama siswa) MHR:”kesulitan Ibu
mengalami kesulitan ketika saat
dalam menerima materi mengerjakan tiba-tiba
operasi hitung bilangan ada yang lupa, karena
pecahan? materi ini lumayan sulit”
2 RZ:”ya saya tidak Terjawab
mengalami kesulitan Ibu,
karena saya
mendengarkan
penjelasan ibu dengan
baik, meskipun masih
ada yang salah dalam
pekerjaaan saya”.
Bagaimana pendapat RZ:”sesuai Ibu, karena
(nama siswa) mengenai pada materi ini saya
3 penerapan metode Drill merasa memang harus Terjawab
dalam materi operasi butuh latihan yang tidak
hitung bilangan pecahan hanya sekali saja”
ini ? MHR:” senang Ibu”.
Apakah (nama siswa) RZ:”senang sekali Ibu”.
4 senang menerima MHR:”senang Ibu, saya Terjawab
pelajaran Matematika bisa jadi lebih faham”.
pada materioperasi
hitung bilangan pecahan
dengan metode Drillini?

50
Apakah yang memIbuat MHR:”Karena saat saya
(nama siswa) senang kurang faham, saya
5 ketika diajar dengan masih tetap mendapat Terjawab
dengan metode Drill? kesempatan, baik untuk
bertanya ataupun dengan
cara mengerjakan soal-
soal latihan yang
berikutnya”.
RZ:”iya Ibu, saya juga
seperti itu”.

Dari hasil wawancara dengan siswa terlihat bahwa siswa merasa


senang dengan Metode Drill ini.

4. Temuan Penelitian
Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh
peneliti dari pelaksanaan penelitian menggunakan
Metode Drill dan berbasis masalah siswa kelas VII
SMP N 13 SIJUNJUNG, antara lain sebagai berikut:

a. Siswa merasa senang belajar dengan cara metode


Drill dan berbasis masalah, karena dengan cara
belajar seperti ini dapat meningkatkan
keterampilan dan ketangkasan siswa dalam
mengerjakan soal-soal matematika yang pada
umumnya dituntut untuk cepat dan benar dalam
pengerjaannya.
b. Penerapan Metode Drill dan berbasis masalah
membuat siswa menjadi lebih aktif dalam
kegiatan pembelajaran karena siswa dibiasakan
untuk mengerjakan latihan secara berulang dalam

51
konteks yang berbeda-beda dalam satu materi
sehingga siswa dapat menyerap materi yang
diberikan dengan cepat.
c. Pembelajaran Matematika materi soperasi hitung
bilangan pecahan dengan Metode Drill dan
berbasis masalah dirasa cocok karena materi
terseIbut memiliki tingkat kesukaran yang cukup
tinggi bagi siswa sehingga menekankan siswa
untuk terus melatih kemampuannya dalam
mengerjakan soal-soal latihan selama proses
pembelajaran berlangsung.
d. Dengan penerapan Metode Drill dan berbasisi
masalah, prestasi belajar siswa dapat meningkat.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Penerapan Metode Drill dan berbasisi masalah Pada Proses
Pembelajaran Matematika.
Kata matematika sering diartikan sebagai ilmu berhitung, atau
ilmu yang berkaitan dengan bilangan dan angka-angka atau bahkan
simbol-simbol. Secara Istilah dalam menguraikan tentang hakekat
matematika banyak dikemukakan beberapa pendapat tokoh dari sudut
pandangnya masing-masing. Sementara itu tokoh lain yaitu Herman
Hudoyo mengatakan bahwa hakekat matematika adalah ”Berkenaan
dengan ide-ide, struktur, dan hubungannya yang di atur menurut
urutan yang logis. Sementara itu R.Soejadi mengemukakan beberapa
pendapat mengenai hakekat matematika yaitu :
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan
terorganisir secara sistematik.
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan
berhubungan dengan bilangan.

52
d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif
dan masalah tentang ruang dan bentuk.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang
logis.
f. Matematika adalah pengetahuan tentang unsur-unsur yang ketat

Dari definisi-definisi diatas, kita dapat mengambil sedikit


gambaran pengertian matematika itu. Semua definisi dapat diterima,
karena matematika dapat ditinjau dari berbagai sudut, mulai dari yang
sederhana sampai kepada yang kompleks. Akan tetapi dari paparan
diatas, belum memberikan jawaban yang utuh tentang matematika.
Karena sampai saat ini belum ada kesepakatan yang pasti diantara
para ilmuan matematika tentang definisi matematika.

Metode adalah cara yang digunakan untuk


mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan
nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.
Menurutn J. R David dalam teaching Strategies For College Class
Roomseperti yang dikutip oleh Majid, menyebutkan bahwa method is
a way in achieving something( cara untuk mencapai sesuatu). Artinya,
metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.
Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk ketepatan dalam
memilih metode yaitu sebagai berikut

1. Kesesuaian metode pembelajaran dengan tujuan pembelajaran


2. Kesesuaian metode pembelajaran dengan materi pembelajaran
3. Kesesuaian metode pembelajaran dengan kemampuan guru
4. Kesesuaian metode pembelajaran dengan kondisi siwa.
5. Kesesuaian metode pembelajaran dengan sumber dan fasilitas yang
tersedia

53
6. Kesesuaian metode pembelajaran dengan situasi dan kondisi
belajar mengajar
7. Kesesuaian metode pembelajaran dengan waktu yang tersedia
8. Kesesuaian metode pembelajaran dengan tempat belajar
Metode latihan (Drill) yang disebut juga dengan training,
merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan
kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai sarana untuk memelihara
kebiasaan-kebiasaan yang baik. Selain itu metode ini juga baik untuk
memperoleh suatu ketangkasan , ketepatan, kesempatan dan
keterampilan.

Penerapan metode pembelajaran ini diawali peneliti dengan


melakukan tes awal kepada siswa, guna mencari informasi sejauh
mana pengetahuan siswa terhadap materi dan tindakan apa yang harus
diambil peneliti terhadap siswa. Penelitian ini dilakukan dalam 2
siklus, setiap siklus terbagi menjadi 2 pertemuan dan berlangsung
selama dua jam (2 x 35 menit).

Kegiatan elaborasi diisi peneliti dengan mengkondisikan kelas


untuk siap menerima pelajaran, salam dan membaca do’a saat kegiatan
penelitian dilakukan pada jam pertama, dan membaca basmalah jika
penelitian sedang dilakukan pada jam ke-3 sampai ke-4, absebsi siswa,
serta pemberian motivasi dan apersepsi. Kegiatan eksplorasi diisi
meliputi pemberian penjelasan tentang materi, mengerjakan soal-soal
latihan, unjuk kerja secara bergantian dari hasil pekerjaan siswa, dan
melakukan ulangan atau tes akhir di setiap akhir siklus kegiatan

konfirmasi diisi dengan menyimpulkan bersama-sama materi


yang telah dipelajari, memberikan informasi pertemuan berikutnya
sekaligus pemberian motivasi, dan membaca hamdalah serta salam
sebagai penutup.

54
Seluruh kegiatan diatas diamati oleh observer dan hal-hal yang
terjadi dalam proses pembelajaran namun tidak tercantum dalam
pedoman observasi akan dicatat peneliti dalam catatan lapangan.
Dalam penerapan model ini selain observasi peneliti juga
mengumpulkan informasi dengan melakukan wawancara terhadap guru
dan siswa,pembagian angket terkait respon siswa pada model
pembelajaran ini.

2. Prestasi Belajar Siswa dengan Metode Drill


Prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan
belajar.Untuk memudahkan dalam pemahaman, maka penulis
mengemukakan beberapa pendapat tentang definisi dari kedua kata
tersebut. Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu “Prestatie”
kemudian diadobsi ke dalam bahasa Indonesia menjadi prrestasi yang
artinya hasil usaha Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia, prestasi
diartikan sebagai “usaha yang telah dicapai” (dilakukan, dikerjakan,
dan sebagainya).

Adapun belajar, Slameto mengatakan bahwa “belajar adalah


suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari
pengalamnnya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.Saiful
Bahri Jamah mengemukakan, bahwa “Prestasi adalah hasil yang
diperoleh dari suatu aktifitas.Sedangkan belajar adalah suatu yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu, yakni perubahan
tingkah laku”.

Oemar Hamalik menyatakan bahwa prestasi belajar adalah


hasil belajar yang meliputi segenap ranah psikologis yang berubah
sebagai akibat pengalaman dan proses belajar. Sementara Dimyati dan

55
Mujiono menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil dari
suatu proses interaksi belajar dan tindak mengajar.

Selama proses pembelajaran menggunakan Metode Drill dan


berbasisi masalah prestasi belajar siswa meningkat walaupun tidak
sempurna, namun menuntaskan 75% dari keseluruhan siswa yang
mengikuti penilitian ini. Prestasi belajar terseIbut diperoleh dari tes
awal, tes akhir siklus I, dan tes akhir siklus 2.

56
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Model drill dan PBM berkaitan dengan penggunaan kecerdasan dari
dalam diri individu yang berada dalam sebuah kelompok/lingkungan untuk
memecahkan masalah yang bermakna, relevan, dan konstektual.
Penerapan PBM dalam pembelajaran menuntut kesiapan baik dari pihak
guru yang harus berperan sebagai seorang fasilitator sekaligus sebagai
pembimbing. Guru dituntut dapat memahai secara utuh dari setiap bagian
dan konsep PBM dan menjadi penengah yang mampu merangsang
kemampuan berfikir siswa.
Siswa juga harus siap untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
Siswa menyiapkan diri untuk mengoptimalkan kemampuan berfikir
melalui Inquiry kolaboratif dan kooperatif dalam setiap tahapan proses
PBM. Masalah yang dibahas harus relevan dengan tuntutan kehidupan
pada masa sekarang dan masa yang akan datang. PBM dapat
memanfaatkan fasilitas e-learning secara kolaboratif dalam proses
pemecahan masalah.
B. Saran
Berdasarkan komsep yang telah dibahas pada bagian kajian teori
dan pembahasan untuk dapat meningkatan kompetensi siswa khususnya
dalam kemampuan berpikir dan pemecahan masalah, penulis memberikan
saran sebaiknya guru lebih meningkatkan lagi dalam memilih model
pembelajaran yang sesuai dan tepat yang dapat membuat peserta didik
lebih aktif dan tidak hanya berdiam saja di dalam kelas

57
DAFTAR PUSTAKA

Husamah. 2013. Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi. Jakarta


: Prestasi Pustakarya

Ibnu, Trianto. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan


Kontekstual. Jakarta: Kencana

Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionaliasme


Guru. Jakarta: Rajawali Pers

Sanjya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JEUJ/article/view/1025

https://media.neliti.com/media/publications/113041-ID-penerapan-model
pembelajaran-berbasis-ma.pdf

58

Anda mungkin juga menyukai