Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nurrofiqoh

NIM : 1808107050

Kelas : 6 B

DESAIN DAN MODEL PEMBELAJARAN PKN

A. Desain Pembelajaran PKn

Menurut Eraut (1991:315) istilah disain pembelajaran atau „instructional design‟ biasanya merujuk pada
disain materi pembelajaran yang disusun oleh sebuah tim yang dapat melibatkan guru atau tidak perlu
melibatkan guru yang akan melaksanakan pembelajaran tersebut. Memang, sejumlah ahli mengatakan
bahwa disain pembelajaran dibuat oleh guru yang akan melaksanakan pembelajaran namun bukanlah
suatu keharusan disain pembelajaran dibuat hanya oleh guru yang bersangkutan. Artinya, bahwa
pengembangan disain pembelajaran dapat menjadi tugas para pakar pembelajaran diharapkan akan
membantu/mempermudah para guru dalam mengembangkan dan melaksanakan proses pembelajaran.

Hal yang terpenting dalam mendesain materi pembelajaran, dengan melakukan analisis situasi. Analisis
situasi biasanya dilakukan sebelum proses pengembangan kurikulum, artinya, selama proses
mengembangkan kurikulum, guru menyadari dan mempertimbangkan tentang situasi yang sedang
terjadi atau berubah di sekitarnya. Laurie Brady (1990) menegaskan bahwa analisis situasi diperlukan
untuk menentukan efektifitas penerapan kurikulum yang baru. Guru seyogianya dapat menangkap
berbagai isu yang berkembang di masyarakat untuk dijadikan sebagai pengalaman belajar siswa. Guru
haruslah dapat mengkaji situasi belajar, meliputi faktor-faktor seperti: latar belakang pengalaman siswa,
sikap dan kemampuan guru, iklim sekolah, sumber belajar dan hambatan-hambatan eksternal.

B. Model Pembelajaran PKn

Pembelajaran PKn di SD hendaknya mampu memberikan perubahan pada diri siswa baik pengetahuan,
sikap, maupun keterampilan. Untuk mengubah kemampuan itu, banyak cara yang dapat dilakukan oleh
guru, seperti melalui pembiasaan, transformasi pengalaman, keteladanan, percontohan. Model-model
pembelajaran ini sangat cocok untuk siswa di SD karena mengandung unsur-unsur proses pembelajaran
yang baik. Menurut Suparman (1997), proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang
memungkinkan para pembelajar aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental
maupun secara fisik. Lebih lanjut dikemukakan bahwa model proses pembelajaran ini disebut
pembelajaran interaktif yang memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) adanya variasi kegiatan klasikal,
kelompok, dan perorangan; 2) keterlibatan mental baik pikiran maupun perasaan; 3) guru lebih
berperan sebagai fasilitator, narasumber, manajer kelas yang demokratis; 4) menerapkan pola
komunikasi banyak arah suasana kelas yang fleksibel, demokratis, menantang dan tetap terkendali oleh
tujuan; 5) potensial dapat menghasilkan dampak instruksional dan dampak pengiring lebih efektif dapat
digunakan di dalam dan/atau di luar kelas/ruangan.
Ada tiga klasifikasi model pembelajaran interaktif, meliputi: (1) model berbagi informasi; (2) model
belajar melalui pengalaman; dan (3) model pemecahan masalah. Dalam rangka sosialisasi KTSP,
Departemen Pendidikan Nasional (2006) membagi tiga jenis model pembelajaran, yakni:

1. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)

Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang berpusat kepada guru sehingga lebih
mengutamakan pada penyampaian pengetahuan dengan target hasil belajar pengetahuan deklaratif
sederhana. Meskipun demikian, untuk mencapai tujuan yang maksimal, model pembelajaran ini perlu
perencanaan yang matang dengan penguasaan bahan materi pembelajaran oleh guru yang mendalam.
Model pembelajaran langsung dapat dilaksanakan melalui beberapa fase sebagai berikut: Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa Fase 2: Mendemonstrasikan pengetahuan atau
keterampilan Fase 3: Membimbing pelatihan Fase 4: Mengecek pemahaman dan memberikan umpan
balik Fase 5: Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan Tugas guru:

 Menjelaskan TPK, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan


siswa untuk belajar.
 keterampilan yang benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
 Merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal.
 Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan.
 Mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada
penerapan kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hari.

2. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Model pembelajaran adalah model pembelajaran yang dilandasi oleh teori konstruktivisme dengan
pendekatan masyarakat belajar (learning community ), berpusat kepada siswa dengan target hasil
belajar akademik dan keterampilan sosial. Model ini menuntut adanya pengelolaan suasana kelas yang
demokratis dan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Oleh karena itu, peran guru melalui model
pembelajaran ini hendaknya berupaya lebih banyak melibatkan siswa dalam pembelajaran. Model
pembelajaran kooperatif dapat dilaksanakan melalui beberapa fase sebagai berikut: Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase 2: Menyajikan informasi Fase 3: Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok – kelompok belajar Fase 4: Membimbing kelompok bekerja dan belajar Fase 5:
Evaluasi Fase 6: Memberikan penghargaan Tugas guru:

 Menyampaikan semua tujuan yang ingin dicapai selama pembelajaran dan memotivasi siswa
belajar.
 Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
 Menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
 Membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
 Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari/ meminta kelompok
mempresentasikan hasil kerja.
 Menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Instruction )

Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang dilandasi oleh teori
konstruktivisme dengan pendekatan inkuiri, berpusat kepada siswa dengan target hasil belajar
pemecahan masalah (authentic) dan menjadi pebelajar yang mandiri. Model ini menuntut adanya
pengelolaan suasana kelas yang demokratis dan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Oleh karena itu,
peran guru melalui model pembelajaran ini hendaknya berupaya lebih banyak melibatkan siswa dalam
pembelajaran secara terbuka, demokratis, dan memiliki kebebasan berpendapat. Model pembelajaran
berbasis masalah dapat dilaksanakan melalui beberapa fase sebagai berikut: Fase 1: Orientasi siswa
pada masalah. Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Fase 3: Membimbing penyelidikan secara
individual dan kelompok. Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Fase 5: Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Tugas guru:

 Menjelaskan tujuan, logistik yg dibutuhkan. o Memotivasi siswa terlibat aktif dalam pemecahan
masalah yg dipilih.
 Membantu mendefinisikan dan mengorganisasikan siswa belajar yang berhubungan dengan
masalah tersbeut.
 Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yg sesuai seperti laporan, model,
dan berbagi tugas dengan teman.
 hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari/meminta kelompok presentasi hasil kerja.

Pada hakikatnya, tiga model pembelajaran di atas dapat diterapkan dalam pembelajaran PKn untuk
siswa jenjang SD dengan terlebih dahulu melakukan modifikasi atau penyesuaian dengan kondisi dan
karakteristik siswa. Namun, apabila memperhatikan tujuan pembelajaran sebagaimana ditentukan
dalam standar isi mata pelajaran PKn, maka model kedua dan ketiga perlu mendapat perhatian yang
lebih besar. Sesuai dengan tuntutan standar isi mata pelajaran PKn, model pembelajaran berbasis
masalah sangat dianjurkan untuk dikuasai dan diterapkan dalam pembelajaran PKn. Model ini
menggunakan pendekatan inkuiri yang sangat penting bagi PKn. Model pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri pada hakekatnya sejalan dengan gagasan dari John Dewey tentang prinsip-prinsip
pembelajaran interaktif. Keberhasilan pembelajaran demokrasi dalam PKn sebagai suatu seni akan
ditentukan oleh prinsip-prinsip pembelajaran interaktif model John Dewey, yakni: menghormati dan
penuh perhatian kepada orang lain; berpikir kreatif; menghasilkan sejumlah solusi tentang masalah-
masalah bersama; berusaha menerapkan solusi-solusi tersebut Untuk mengadakan suatu proses
pembelajaran, terlebih dahulu guru perlu mempertimbangkan sejumlah kemampuan dasar (core
competencies) untuk setiap dimensi atau aspek-aspek di atas. Kemampuan dasar yang dimaksud adalah
standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagaimana yang ditetapkan dalam Standar Isi. Untuk
menerapkan model pembelajaran inkuiri tentang konsep demokrasi misalnya, seorang guru dapat
membuka dahulu Pada hakikatnya, tiga model pembelajaran di atas dapat diterapkan dalam
pembelajaran PKn untuk siswa jenjang SD dengan terlebih dahulu melakukan modifikasi atau
penyesuaian dengan kondisi dan karakteristik siswa. Namun, apabila memperhatikan tujuan
pembelajaran sebagaimana ditentukan dalam standar isi mata pelajaran PKn, maka model kedua dan
ketiga perlu mendapat perhatian yang lebih besar. Sesuai dengan tuntutan standar isi mata pelajaran
PKn, model pembelajaran berbasis masalah sangat dianjurkan untuk dikuasai dan diterapkan dalam
pembelajaran PKn. Model ini menggunakan pendekatan inkuiri yang sangat penting bagi PKn. Model
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri pada hakekatnya sejalan dengan gagasan dari John Dewey
tentang prinsip-prinsip pembelajaran interaktif. Keberhasilan pembelajaran demokrasi dalam PKn
sebagai suatu seni akan ditentukan oleh prinsip-prinsip pembelajaran interaktif model John Dewey,
yakni: menghormati dan penuh perhatian kepada orang lain; berpikir kreatif; menghasilkan sejumlah
solusi tentang masalah- masalah bersama; berusaha menerapkan solusi-solusi tersebut Untuk
mengadakan suatu proses pembelajaran, terlebih dahulu guru perlu mempertimbangkan sejumlah
kemampuan dasar (core competencies) untuk setiap dimensi atau aspek-aspek di atas. Kemampuan
dasar yang dimaksud adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagaimana yang ditetapkan
dalam Standar Isi. Untuk menerapkan model pembelajaran inkuiri tentang konsep demokrasi misalnya,
seorang guru dapat membuka dahulu package ” ditentukan oleh: (1) kebutuhan individu untuk
memecahkan isu-isu dan masalah-masalah sosial dan politik yang mereka sedang dan akan hadapi; dan
(2) isu-isu dan masalah-masalah yang telah menjadi topik dan agenda public yang penting.

Kemampuan dasar untuk Pendidikan Kewarganegaraan yang demokratis dirinci menurut empat aspek
sbb.:

I. Pengetahuan (Knowledge) meliputi: Konsep demokrasi, Konsep kewarganegaraan demokratis,


Memfungsikan demokrasi (termasuk masyarakat sipil), Pengaruh masyarakat pada individu o
Pengambilan keputusan politik dan pembuatan undang-undang, Hak-hak dan kewajiban warga negara,
Peran partai politik dan kelompok kepentingan, Pilihan untuk partisipasi dalam pengambilan keputusan,
Bagaimana mempengaruhi pembuatan kebijakan, Masalah-masalah politik saat ini.

II. Sikap/Pendapat (Attitudes/Opinions) meliputi : Perhatian terhadap persoalan sosial dan politik,
Identitas nasional o Menghormati demokrasi, Menuju warga negara yang demokratis, Kepercayaan
politik (political confidence), Kemanjuran politik (political efficacy), Disiplin pribadi, Loyalitas, Toleransi
dan mengenali prasangka sendiri, Menghormati orang lain, Menghagai peradaban bangsa, Nilai-nilai
perjuangan bangsa

III. Keterampilan Intelektual (Intellectual Skills) meliputi : Pendekatan kritis terhadap informasi,
kebijakan, dan berita, Keterampilan berkomunikasi (dapat mengemukakan alasan, berargumen, dan
mentakan pandangan, Menjelaskan proses, institusi, fungsi, tujuan, dll. o Mengambil jalan penyelesaian
konflik tanpa kekerasan o Mengambil tanggung jawab o Kecakapan menilai, dan Membuat pilihan,
mengambil posisi

IV. Keterampilan berpartisipasi (Participatory Skills) meliputi : Mempengaruhi kebijakan dan keputusan
(membuatpetisi dan lobi), Membangun koalisi dan bekerja sama dengan organisasi, Ambil bagian dalam
diskusi politik, Partisipasi dalam proses sosial dan politik (anggota partai politik, kelompok kepentingan,
voting, menulis surat kepada pejabat, demonstrasi, dan lain-lainnya. Oleh karena itu, untuk mencapai
target standar kompetensi sebagaimana dituntut oleh standar isi, guru perlu mengemasnya sesuai
dengan kondisi, karakteristik, dan lingkungan siswa setempat. Penyelenggaraan program pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan memerlukan pertimbangan yang seksama mengingat variabel yang terkait
sangat luas dan kompleks.

Ada dua faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan pembelajaran demokrasi, yakni
demokrasi melalui :

1. Situasi lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung yang meliputi: Jenis sekolah, Jenis
pendidikan, Masyarakat tetangga, Kelompok kepentingan, Partai politik, sekolah, Jenis pendidikan,
Masyarakat tetangga, Kelompok kepentingan, dan Partai politik.

2. Karakteristik sosial, ekonomi dan budaya peserta didik yang meliputi: Karakteristik individu, seperti
usia dan jenis kelamin, Karakteristik sosial individu, status sosial ekonomi (pendapatan, pekerjaan),
tempat tinggal (perkotaan/ perdesaan), Karakteristik budaya: tingkat pendidikan, nasionalitas, sejarah,
agama, etnis.

Dengan memperhatikan dimensi isi atau materi dan faktor pengaruh lain dalam pembelajaran, seperti
lingkungan dan karakteristik siswa, maka proses pembelajaran demokrasi dapat disusun menurut model
yang layak. Langkah-langkah yang dapat dikembangkan oleh guru untuk mengadakan proses
pembelajaran demokrasi, sebagai berikut:

1. Merumuskan tujuan
2. Menyajikan kata-kata (istilah) yang perlu diketahui
3. Menyajikan ide-ide yang perlu dipelajari
4. Memecahkan masalah
5. Menerapkan kemampuan yang telah dikuasai.

Anda mungkin juga menyukai