Anda di halaman 1dari 9

Pengertian Model pembelajaran

Model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran
mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas
(Trianto, 2007). Corey (1986) mengatakan bahwa pembelajaran adalah suatu proses tempat lingkungan
seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu,
sehingga dalam kondisi-kondisi khusus akan menghasilkan respon terhadap situasi tertentu juga.
Menurut sagala (2003) pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas pembelajaran yang dipilih guru
dalam rangka mempermudah siswa mempelajari bahan ajar yang teelah ditetapkan oleh guru dan sesuai
dengan kurikulum yang berlaku.

Untuk menetapkan pendekatan pembelajaran yang dipergunakan, guru perlu mempertimbangkan


secara khusus kondisi siswa secara keseluruhan, karena siswalah yang paling dominan dalam
menentukan keberhasilan pembelajaran.

Menurut Slavin (2010), model pembelajaran adalah suatu acuan kepada suatu pendekatan
pembelajaran termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaanya. Sedangkan
menurut Trianto (2009) model pembelajaran merupakan pendekatan yang luas dan menyeluruh serta
dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks (pola urutannya), dan sifat
lingkungan belajarnya.

Model pembelajaran yang baik digunakan sebagai acuan perencanaan dalam pembelajaran di kelas
ataupun tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran yang sesuai dengan dengan
bahan ajar yang diajarkan (Trianto, 2011).

Menurut Arrend ada empat hal yang sangat berkaitan dengan model pembelajaran yaitu:

a. Teori rasional yang logis yang disusun oleh para penciptanya atau pengembangnya.

b. Titik pandang/landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.

c. Perilaku guru yang mengajar agar model pembelajarannya dapat berlangsung baik.

d. Struktur kelas yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal (Trianto,
2009).

B. Prinsip-Prinsip Pengembangan Model Pembelajaran

Prinsip dasar pembelajaran PKn mengacu pada sejumlah prisip dasar pembelajaran. Menurut pendapat
Budimansyah (2002:8) prinsip-prinsip pembelajaran tersebut adalah prinsip belajar siswa aktif (student
active learning), kelompok belajar kooperatif (cooperative learning), pembelajaran partisipatorik, dan
mengajar yang reaktif (reaktive learning). Selanjutnya keempat prinsip tersebut dijelaskan sebagai
berikut (Budimansyah, 2002 : 8 - 13).

1. Prinsip Belajar Siswa Aktif

Model ini menganut prinsip belajar siswa aktif. Aktivitas siswa hampir di seluruh proses pembelajaran,
dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan lapangan, dan pelaporan. Dalam fase perencanaan
aktivitas siswa terlihat pada saat mengidentifikasi masalah dengan menggunakan teknik bursa ide
(brain- storming). Setiap siswa boleh menyampaikan masalah yang menarik baginya, disamping tentu
saja yang berkaitan dengan materi pelajaran. Setelah masalah terkumpul, siswa melakukan voting untuk
memilih satu masalah untuk kajian kelas.

Dalam fase kegiatan lapangan, aktivitas siswa lebih tampak. Dengan berbagai teknik (misalnya dengan
wawancara, pengamatan, kuesioner, dan lain-lain) mereka mengumpulkan data dan informasi yang
diperlukan untuk menjawab permasalahan yang menjadi kajian kelas mereka. Untuk melengkapi data
dan informasi tersebut, mereka mengambil foto, membuat sketsa, membuat kliping, bahkan adakalanya
mengabadikan peristiwa penting dalam video.

2. Kelompok Belajar Kooperatif

Proses pembelajaran PKn juga menerapkan prinsip belajar kooperatif, yaitu proses pembelajaran yang
berbasis kerja sama. Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama antar siswa dan antar komponen-
komponen lain di sekolah, termasuk kerjasama sekolah dengan orang tua siswa dan lembaga terkait.
Kerja sama antar siswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian
bersama.

Dengan komponen-komponen sekolah lainnya juga seringkali harus dilakukan kerjasama. Misalnya pada
saat para siswa hendak mengumpulkan data dan informasi lapangan sepulang dari sekolah, bersamaan
waktunya dengan jadwal latihan olah raga yang diundur atau kunjungan lapangan yang diubah. Kasus
seperti itu memerlukan kerjasama, walaupun dalam lingkup kecil dan sederhana. Hal serupa juga
seringkali terjadi dengan pihak keluarga. Orang tua perlu juga diberi pemahaman, manakala anaknya
pulang agak terlambat dari sekolah karena melakukan kunjungan lapangan terlebih dahulu. Sekali lagi,
dari peristiwa ini pun tampak perlunya kerjasama antara sekolah dengan orang tua dalam upaya
membangun kesepahaman. Kerja sama dengan lembaga terkait diperlukan pada saat para siswa
merencanakan mengunjungi lembaga tertentu atau meninjau suatu kawasan yang menjadi tanggung
jawab lembaga tertentu. Misalnya mengunjungi dinas perparkiran. Mengunjungi kantor bupati atau wali
kota untuk mengetahui kebijakan mengenai penertiban pedagang kaki lima. Mengamati dampak
pembuangan limbah pabrik pada suatu kawasan tertentu, dan sebagainya. Kegiatan para siswa tentu
saja perlu dibekali surat pengantar dari kepala sekolah selaku penanggungjawab kegiatan sekolah.

3. Pembelajaran Partisipatorik

Selain prinsip pembelajaran di atas PKn juga menganut prisip dasar pembelajaran partisipatorik, sebab
melaui model ini siswa belajar sambil melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu
adalah siswa belajar hidup berdemokrasi. Sebab dalam tiap langkah model ini memiliki makna yang ada
hubungannya dengan praktik hidup berdemokrasi.

Sebagai contoh pada saat memilih masalah untuk kajian kelas memilih makna bahwa siswa dapat
menghargai dan menerima pendapat yang didukung suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya
perdebatan, siswa belajar mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain,
menyampaikan kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap berkepala dingin. Proses ini
mendukung adagium yang menyatakan bahwa “democracy is not in heredity but learning” (demokrasi
itu tidak diwariskan, tetapi dipelajari dan dialami). Oleh karena itu, mengajarkan demokrasi itu harus
dalam suasana yang demokratis (teaching democracy in and for democracy). Tujuan ini hanya dapat
dicapai dengan belajar sambil melakoni atau dengan kata lain harus menggunakan prinsip belajar
partisipatorik.

4. Reactive Teaching

Dalam prinsip ini lebih menekankan bagaimana guru menciptakan strategi agar murid mempunyai
motivasi belajar. Oleh karena itu, guru harus situasi sehingga materi pembelajaran menarik, tidak
membosankan. Guru harus mempunyai sensitivitas yang tinggi untuk segera mengetahui apakah
kegiatan pembelajaran sudah membosankan siswa jika hal ini terjadi, guru harus segera mencari cara
untuk menanggulanginya. Inilah tipe guru yang reaktif itu.

Ciri guru yang reaktif itu diantaranya sebagai berikut:

a. Menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar.

b. Pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang sudah diketahui dan dipahami siswa.

c. Selalu berupaya membangkitkan motivasi belajar siswa dengan membuat materi pelajaran
sebagai sesuatu hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan siswa.

d. Segera mengenali materi atau metode pembelajaran yang membuat siswa bosan

C. Langkah-Langkah Pengembangan Model Pembelajaran

1. Metode Ceramah

Metode ini dalam menyajikan bahan ajar melalui penjelasan dan penuturan lisan guru kepada siswa.
Metode ini lebih tepat digunakan apabila bahan ajar banyak mengandung informasi baru dan
memerlukan penjelasan dari guru.

Kekuatan metode ini apabila digunakan dengan metode lain seperti tanya jawab atau diskusi yang saat
ini lebih dikenal dengan ceramah bervariasi , sehingga murid bukan hanya mendengarkan akan tetapi
berbicara dalam kegiatan pembelajarannya.

2. Metode Cerita
Metode ini merupakan suatu cara untuk menanamkan suatu nilai atau moral kepada para siswa dengan
mengungkapkan segala karakter kepribadian tokoh-tokoh tertentu melalui cerita hikayat, legenda atau
dongeng-dongeng sejarah lokal. Metode ini lebih tepat digunakan dalam membantu penghayatan nilai-
nilai dan moral serta sikap para siswa.

3. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab dalam menyajikan bahan ajar melalui berbagai pertayaan dari guru, terutama
apabila dalam proses pembelajaran, guru menggunakan Teknik Klarifikasi Nilai. Oleh karena itu guru
dituntut menguasai teknik-teknik bertanya (Questioning Skills). Metode ini lebih tepat digunakan dalam
pembelajaran yang menekankan keterlibatan siswa atau aktivitas siswa.

4. Metode Diskusi

Metode diskusi digunakan untuk tujuan agar dalam proses pembelajaran terjadi komunikasi bayak arah
(Multiway Trafict communication). Komunikasi banyak arah yang terdiri dari guru-murid, murid-guru dan
murid-murid sangat ditutut dalam pembelajaran yang berorientasi pada Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Akan tetapi dalam menggunakan metode ini salah asatu hal yag tidak boleh dilupaka yaitu harus
adamasalah yang didiskusikan. Oleh karena itu metode ini lebih tepat dipakai dalam Pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang menggunakan Teknik Value Inquiry.

5. Metode Penugasan

Metode ini berusaha melatih siswa untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk langsug yang telah
dipersiapkan oleh guru. Tujuan penggunaan metode ini adalah agar siswa memperoleh pengalama
langsung, nyata, bekerja madiri dan jujur. Sebagai contoh misalnya siswa ditugasi menuliskan
pengalamanya dalam menolong adiknya. Tugasnya yaitu: a) menuliskan dalam peristiwa apa dia
menolong adiknya; b) bagaimana cara menolongnya; dan c) bagaimana perasaannya pada waktu
memberikan pertolongan, dan seterusnya.

6. Metode Permainan Atau Kompetisi

Metode ini sangat menarik siswa dalam membangkitkan motivasi belajar, latihan mengambil keputusan
dan teutama dalam menciptakan suasana senang dalam belajar (joyful learning). Dengan suasana
suasana senang maka materi pembelajaran akan mudah diserap oleh siswa. Oleh karena itu metode ini
berusaha dalam menyajikan bahan ajar melalui bentuk permainan atau kompetisi. Permainan
dimaksud adalah permainan yang diciptakan sendiri oleh guru dan dapat berupateka-teki;papa
bergambar (sejenis ular bertangga); kotak rahasia; kartu bergambar dan lain-lain yang diciptakan guru.
Isi pesa yang dimuat dalam permainan ini hendaknya tetap berupa nilai, moral dan norma sesuai dengan
tuntutan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

7. Metode Simulasi
Metode ini merupakan cara penyajian bahan ajar dilakukan secra langsung melalui kegiatan praktek
tentang pelaksanaan nilai-nilai dan moral. Melalui metode ini siswa dibantu memahami dan menghayati
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

D. Contoh Model-model Pembelajaran PKn di SD

Model-model pembelajaran PKn di SD menurut Fathurohhman (2012) adalah sebagai berikut.

1. Model Pembelajaran Kontekstual

Pengertian model pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mendorong guru untuk
menghubungkan antara materi pembelajaran yang diajarkan kepada siswa dengan keadaan nyata yang
dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Trianto (2012) model pembelajaran CTL adalah suatu konsepsi yang membantu guru
mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat
hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga,
warga negara, dan tenaga kerja (US.Departement of Education the National School-to-work Office yang
dikutif oleh blancbard, 2001).

Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut:

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
menukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik

c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya

d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)

e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran

f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan

g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

Dalam Pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kontekstual ada beberapa komponen
yang dilibatkan dalam pembelajaran. Komponen-komponen CTL (contextual teaching and learning)
tersebut adalah sebagai berikut.

1) Kontrukstivisme

Dalam CTL, siswa mampu membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman yang dialami dan diamati.
2) Bertanya

Dalam CTL, siswa diharapkan mampu menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga akan menjadikan siswa
selalu bertanya terhadap hal-hal yang baru.

3) Inkuiri

Dalam CTL, siswa dilatih untuk menemukan konsep yang dipelajari melalui proses belajar yang
sistematis.

4) Masyarakat belajar

Dalam CTL, siswa diharapkan mampu bekerjasama atau bertukar pikiran dengan orang lain yang tidak
terbatas dalam proses pembelajaran.

5) Pemodelan (Modelling)

CTL dapat memberikan pengalaman yang lebih nyata atau konkret kepada siswa. Melalui pemodelan ini
akan menghindarkan siswa dari pengetahuan yang bersifat abstrak dan teoritis.

6) Refleksi

Dalam CTL, refleksi yang diperlukan untuk mengevaluasi pengetahuan yang diperoleh siswa melalui
pengalaman yang ia dapatkan.

7) Penilaian sebenarnya (authentic assessment)

Authentic assessment diperlukan untuk mengetahui perkembangan belajar siswa dan dapat mengetahui
apakah pengalaman belajar siswa dapat memberikan dampak postif atau negatif.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu yang dapat diterapkan untuk mewujudkan kelas
sebagai laboratorium demokrasi bagi siswa.

Slavin (Isjoni, 2011:15) “In cooperative learning methods, students work together in four member
teams to master material initially presented by the teacher”. Ini berarti bahwa cooperative learning atau
pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja
kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta
didik lebih bergairah dalam belajar. Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk kelompok-kelompok kecil yang saling
bekerjasama dan diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan”.

Menurut Trianto (2012) secara garis besar terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam
pelajaran yanng menggunakan pembelajaran kooperatif.

a. Fase pertama menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa belajar.


b. Fase kedua yaitu guru menyajikan informasi pada siswa dengan cara demonstrasi atau
membuat bacaan.

c. Fase ketiga adalah mengorganisasikan wa ke dalam kelompok kooperatif.

d. Fase ke empat, membimbing kelompok erja dan belajar.

e. Fase kelima merupakan fase guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari.

f. Fase terakhir yaitu guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok.

Beberapa keuntungan pembelajaran kooperatif menurut Sugianto (dalam Fathurohman, 2012) adalah:

a. Meningkatkan kepakaan dan kesetiakawanan sosial.

b. Memungkinkan siswa untuk saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku
sosial, dan pandangan-pandangan.

c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.

d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.

e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendir atau egois.

f. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.

g. Berbagi keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan
dapat diajarkan dan dipraktikkan.

h. Meningkatkan saling percaya kepada sesama manusia.

i. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi berbagai perspektif.

j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.

k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin,


normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.

Model pembelajaran kooperatif yang berkembang dan dapat diterapkan dalam proses pembelajaran
cukup bervariasi diantaranya:

a. Model STAD (Student Teams Achievement Division)


Model STAD merupakan model pembelajaran yang paling sederhana dalam model pembelajaran
kooperatif. Langkah-langkah model STAD adalah sebagai berikut:

1) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri 4-5 anggota.

2) Tiap anggota tim saling membantu dalam menguasai bahan ajar.

3) Tiap satu minggu atau dua minggu, guru mengevaluasi penguasaan siswa baik secara individual
maupun kelompok

4) Setiap tim diberikan penilaian atas penguasaan bahan ajar kepada siswa baik individu maupun
tim.

b. Model Jigsaw

Model pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan metode yang diembangkan oleh Ellliot Aronson dkk.
Langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut:

1) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri 4-5 anggota.

2) Bahan ajar disajikan kepada siswa dan siswa bertanggung jawab untuk mempelajarinya.

3) Para anggota bertanggung jawab untuk mempelajari satu bahan ajar yang sama dan
selanjutnya saling berkumpul untuk mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan tersebut dinamakan
“kelompok pakar” (expert group)

4) Kelompok pakar kembali kekelompok semula (home team) dan menyampaikan materi yang
dipelajari dalam kelompok pakar.

5) Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam kelompok asal (home team), para siswa
dievaluasi secara individual mengenai bahan yang teah dipelajari.

c. Model GI (Group Investigation)

Model pembelajaran kooperatif GI menuntut kerjasama siswa didalam pelaksanaan pembelajarannya.


Dalam model pembelajaran GI siswa terlibat secara aktif sejak dari pemilihan topic, perencanaan
kegiatan, implementasi kegiatan, analisis, dan sistesis, penyajian hasil akhir, dan evaluasi. Langkah-
langkah model pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai berikut:

1) Seleksi topik ataupun subtopik. Siswa dibagi kedalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang.

2) Merencanakan kerjasama berdasarkan subtopik yang telah dipilih.

3) Siswa merencanakan rencana yang telah dirumuskan sebelumnya dengan mencari sumber
berdasarkan subtopic yang diperoleh.

4) Analisis dan sistesis: Siswa menganalisis informasi yang diperoleh dan meringkas topik yang
telah diperoleh.
5) Penyajian hasil akhir

6) Evaluasi secara kelompok maupun individual

3. Model Pembelajaran Berbasis Portofolio

Istilah portofolio berasal dari bahasa “portfolio” yang berarti dokumen arau surat-surat. Portofolio
merupakan suatu kumpulan pekerjaan siswa yang dimaksud tertentu dan terpadu yang diseleksi
menurut panduan-panduan yang ditentukan Winataputra (dalam Fathurrohman, 2012).

Portofolio dapat diartikan pula sebagai suatu wujud benda fisik, sebagai suatu proses sosial pedagogis,
maupun sebagai adjective. Winataputra (dalam Fathurrohman, 2012) mengemukakan bahwa portofolio
merupakan suatu kumpulan pekerjaan siswa dengan maksud tertentu dan terpadu dan disleksi menurut
panduan-panduan yang ditentukan. Panduan yang dipakai berdasarkan pada mata pelajaran dan tujuan
penilaian portofolio. Dalam pembelajaran PKn portofolio merupakan kumpulan informasi yang disusun
dengan baik, dan menggambarkan rencana kelas berkenaan dengan suatu isu kebijakan public yang
telah diputuskan untuk dikaji, baik dalam kelompok kecil maupun kelas secara keseluruhan.

Portofolio adalah tampilan visual yang disusun secara sistimatis, cerminan proses berfikir berdasarkan
data-data yang relevan, dan secara utuh melukiskan pengalaman belajar terpadu yang dialami siswa
sebagai suatu kesatuan dalam kelas (integrated learning experiences).

Portofolio terbagi dalam dua bagian, yakni Portofolio Tampilan dan Portofolio. Dokumentasi. Portofolio
Tampilan berbentuk papan empat muka berlipat yang secara berurutan menyajikan:

1) Rangkuman permasalahan yang dikaji

2) Berbagai alternatif kebijakan pemecahan masalah

3) Usulan kebijakan untuk memecahkan masalah

4) Pengembangan rencana kerja/tindakan

BAB III

Anda mungkin juga menyukai