Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Model Pembelajaran Kooperatif


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Inovatif

Dosen Pengampu :
Dr. Susanah, M.Pd.
Dr. Pradnyo Wijayanti, M.Pd.

Disusun Oleh :
1. Nurul Masita (20030174064)
2. Arfan Dwi Yanto (20030174072)
3. Kayla Manoppo (20030174073)
4. Intan Dewi Fajarsari (20030174090)

Kelas : Pendidikan Matematika 2020C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah yang berjudul “Model
Pembelajaran Kooperatif ” dengan baik dan tepat waktu.
Makalah yang berjudul “Model Pembelajaran Kooperatif” ini disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Pembelajaran Inovatif. Kami berharap semoga makalah yang kami buat dapat
menjadi sumber bacaan dan dapat menambah wawasan bagi siapapun yang membaca. Khususnya
bagi kami pribadi semoga dengan adanya penyusunan makalah ini, kami dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam
penyusunan makalah ini. Tak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Susanah,
M.Pd. serta Ibu Dr. Pradnyo Wijayanti, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Pembelajaran Inovatif
yang telah membimbing dan mengarahkan kami dalam penyusunan makalah ini.
Dengan penuh kesadaran, kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sebagai masukan atas penyusunan makalah ini
sangatlah berarti bagi kami agar kedepannya kami dapat menyusun makalah dengan lebih baik
lagi. Akhir kata, kami mengucapkan mohon maaf jika ada kata-kata dalam penyampaiannya yang
kurang berkenan. Terima kasih.

Surabaya, 19 Februari 2022

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………...………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………...…………..…………….ii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………..1
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian Model Pembelajaran kooperatif …….………...………….2
B. Karakteristik Teori Model Pembelajaran Kooperatif.. ……....……….2
C. Landasan Teori Model Pembelajaran Kooperatif…………….……... 4
D. Langkah – langkah Model Pembelajaran Kooperatif…………..……..5
E. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif……………………………………5
F. Evaluasi Model Pembelajaran Kooperatif…………………...……….8
G. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif……..….9
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………….………..…………...11
DAFTAR PUSTAKA …………………………………...……………….. 12

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran di
kelas. Model pembelajaran harus mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk
tujuan-tujuan pembelajaran, lingkungan dan pengelolaan kelas. Melalui pembelajaran guru dapat
membantu siswa mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir dan mengekspresikan
ide. Juga berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran.
Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan
ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran. Pembentukan sikap,
keterampilan sosial, dan hasil belajar adalah kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh peserta
didik setelah terjadinya proses pembelajaran. Dengan demikian, seorang guru dituntut memiliki
keterampilan mengelola kegiatan pembelajaran secara kreatif dan inovatif sebab, jika guru berhasil
menerapkan suasana iklim pembelajaran yang membuat peserta didik termotivasi dan aktif dalam
belajar, kemungkinan tercapainya tujuan pembelajaran Matematika dapat sesuai dengan apa yang
diharapkan. Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru ialah pembelajaran
model kooperatif.
Dalam dunia pendidikan pembelajaran kooperatif telah memiliki sejarah yang panjang
sejak zaman dahulu kala, para guru telah mendorong siswa untuk bekerja sama dalam tugas-tugas
kelompok tertentu dalam diskusi, debat, atau pelajaran tambahan. Menurut beberapa ahli bahwa
model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep
yang sulit, akan tetapi sangat berguna untuk menumbuhkan berpikir kritis.
Jadi, model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas yang meliputi semua
jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh
guru. Dalam hal ini, guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana
siswa dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan
konstruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi
belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa.

1
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan
eksistensi kelompok. Setiap siswa dalam kelompok memiliki tingkat kemampuan yang
berbeda (tinggi, sedang dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku yang berbeda dan memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran
kooperatif mengutamakan kerjasama dalam memecahkan masalah untuk menerapkan
pengetahuan dan keterampilan untuk mencapai tujuan dari pembelajaran.

B. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif memungkinkan seluruh siswa dapat menguasai materi
pada tingkat penguasaan yang relatif sama. Hubungan kerja seperti itu memungkinkan
timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai
keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan peranan dari
anggota kelompok lain selama belajar kelompok. Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka
harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong, yaitu : saling ketergantungan
positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, evaluasi proses
kelompok.
Karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu (Arends, 2015):
1. Peserta didik bekerja dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran,
2. Kelompok disusun dari peserta didik dengan beragam kemampuan,
3. Bila memungkinkan, kelompok terdiri dari peserta didik dengan berbagai jenis kelamin,
budaya, dan ras,
4. Sistem penghargaan (reward system) berorientasi pada kelompok dan juga individu.
Terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran
kooperatif antara lain :
a. Forming (pembentukan) merupakan keterampilan yang dibutuhkan siswa untuk
membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.

2
b. Functioning (pengaturan) merupakan keterampilan yang dibutuhkan siswa untuk
mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja
sama diantara anggota kelompok.
c. Formating (perumusan) merupakan keterampilan yang dibutuhkan siswa untuk
pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari,
merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, serta menekankan penguasaan
serta pemahaman dari materi yang diberikan.
d. Fermenting (penyerapan) merupakan keterampilan yang dibutuhkan siswa untuk
merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih
banyak informasi, serta mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.
Model pembelajaran kooperatif memiliki kelemahan di samping kekuatan yang ada
padanya. Kelemahan tersebut antara lain yaitu terkait dengan kesiapan guru dan siswa untuk
terlibat dalam suatu strategi pembelajaran yang memang berbeda dengan pembelajaran yang
selama ini diterapkan. Guru dapat secara berangsur-angsur mengubah kebiasaan tersebut.
Ketidaksiapan guru untuk mengelola pembelajaran dapat diatasi dengan cara pemberian
pelatihan yang kemudian disertai dengan kemauan yang kuat untuk menerapkannya pada saat
pembelajaran.
Sementara itu, ketidaksiapan siswa dapat diatasi dengan menyediakan panduan yang
memuat cara kerja yang jelas, petunjuk tentang sumber yang dapat dieksplorasi, serta
deskripsi tentang hasil akhir yang diharapkan, dan sistem evaluasi. Kendala lainnya ialah
waktu, strategi pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang cukup panjang dan
fleksibel, meskipun untuk topik-topik tertentu waktu yang diperlukan mungkin cukup dua kali
tatap muka ditambah dengan kegiatan-kegiatan di luar jam pelajaran.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berpedoman pada beberapa pendekatan
yang diasumsikan mampu meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Pendekatan yang
dimaksud ialah belajar aktif, konstruktivistik, dan kooperatif. Beberapa pendekatan tersebut
diintegrasikan dimaksudkan untuk menghasilkan suatu model pembelajaran yang
memungkinkan siswa agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal.

3
C. Landasan Teoritik dan Empirik Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menurut Arend (2004:357-360) mempunyai landasan teoritis dan
empiris, yaitu: (a) konsep kelas yang demokratis; (b) Relasi antar kelompok; dan (c) belajar
dari pengalaman.
Konsep kelas yang demokratis dikemukakan oleh John Dewey dan Herbert Thelan. John
Dewey dalam bukunya Democracy and Education tahun 1916 menetapkan sebuah konsep
pendidikan yang menyatakan bahwa kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih besar
dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Selanjutnya ia
menambahkan bahwa guru harus menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem
sosial yang bercirikan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Tanggung jawab utama guru
adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif untuk memikirkan masalah sosial
penting yang muncul pada saat itu. Tahun 1954 dan 1969 psikolog Herbert Thelan
mengembangkan prosedur yang lebih tepat untuk membantu siswa bekerja dalam kelompok.
Thelan berargumentasi bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur
demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar kelompok.
Relasi antar kelompok dikemukakan oleh Gordon Alport (Ibrahim dan kawan-kawan,
2000:14). Alport mengemukakan bahwa hukum saja tidak akan mengurangi kecurigaan antar
kelompok dan mendatangkan penerimaan serta pemahaman lebih baik. Untuk itu ada tiga
kondisi dasar untuk mencegah terjadinya kecurigaan antar ras dan etnis, yaitu:
(a) kontak langsung antar etnik; (b) sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang
sama antar anggota dari berbagai kelompok dalam satu setting tertentu; dan (c) setting itu
secara resmi mendapat persetujuan kerjasama antar-etnis.
Belajar berdasarkan pengalaman didasarkan pada tiga asumsi (Johnson dan Johnson,
dalam Arend, 2004:359). Pertama, bahwa siswa akan belajar dengan baik jika siswa secara
pribadi terlibat dalam pengalaman itu. Kedua, bahwa pengetahuan itu hendak siswa jadikan
pengetahuan yang bermakna atau membuat suatu perbedaan dalam tingkah laku siswa. Ketiga,
bahwa komitmen terhadap belajar paling tinggi apabila siswa bebas menetapkan tujuan
pembelajarannya sendiri dan secara aktif mempelajari tujuan itu dalam suatu kerangka
tertentu.

4
D. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Langkah Aktivitas Guru


1. Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (standar
memotivasi pembelajar kompetensi) yang ingin dicapai pada pembelajaran
tersebut dan memotivasi pembelajar belajar.
2. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada pembelajar
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
3. Mengorganisasikan Guru menjelaskan kepada pembelajar bagaimana
pembelajar ke dalam cara membentuk kelompok belajar dan membantu
kelompok-kelompok belajar setiap kelompok agar melakukan perubahan yang
efisien.
4. Membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
bekerja dan belajar pada saat mereka mengerjakan tugas dalam hal
menggunakan keterampilan kooperatif.
5. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok
menyajikan hasil kerjanya.
6. Memberikan penghargaan Guru memberikan cara-cara untuk menghargai,
baik upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.

E. Tipe - Tipe Pembelajaran Model Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa pendekatan yang lebih dikenal dengan tipe-
tipe pembelajaran kooperatif. Menurut Arends (2012), terdapat empat tipe pembelajaran
kooperatif yaitu: 1) Student Teams Achievement Division (STAD), 2) Investigasi Kelompok, 3)
Pendekatan Struktural, 4) Jigsaw. Masing-masing tipe dapat diuraikan secara ringkas sebagai
berikut:
1. Student Teams Achievement Divisions (STAD) dikembangkan oleh Robert Slavin dan
rekan-rekannya di Johns Hopkins University dan mungkin yang paling sederhana dan paling
mudah dari pendekatan pembelajaran kooperatif (Slavin, 1994, 1995). Guru yang
menggunakan STAD menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu atau
secara teratur, baik melalui presentasi verbal atau teks.
5
Siswa dalam kelas tertentu dibagi menjadi empat atau lima anggota tim belajar, dengan
perwakilan dari kedua jenis kelamin, berbagai kelompok ras atau etnis, dan tinggi, rata-rata,
dan berprestasi rendah pada setiap tim. Anggota tim menggunakan lembar kerja atau perangkat
belajar lainnya untuk menguasai materi akademik dan kemudian saling membantu
mempelajari materi melalui bimbingan belajar, saling menanyai, atau melakukan diskusi tim.
Secara individual, siswa mengambil kuis mingguan atau dua mingguan tentang materi
akademik. Kuis ini dinilai dan setiap individu diberi "skor perbaikan." Skor peningkatan ini
(dijelaskan kemudian) tidak didasarkan pada skor absolut siswa melainkan pada tingkat di
mana skor melebihi rata-rata masa lalu siswa.
2. Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-rekannya (Aronson & Patnoe,
1997, 2010). Menggunakan Jigsaw, siswa ditugaskan untuk lima atau enam anggota tim studi
heterogen. Materi akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks, dan setiap siswa
bertanggung jawab untuk mempelajari sebagian dari materi. Misalnya, jika materi tekstual
adalah pada pembelajaran kooperatif, satu siswa di tim akan bertanggung jawab untuk STAD,
lain untuk Jigsaw, lain untuk Investigasi Kelompok, dan mungkin dua lainnya akan menjadi
ahli dalam basis penelitian dan sejarah pembelajaran kooperatif. Anggota dari tim yang
berbeda dengan topik yang sama (kadang-kadang disebut kelompok ahli) bertemu untuk
belajar dan saling membantu mempelajari topik tersebut. Kemudian siswa kembali ke tim
rumah mereka dan mengajar anggota lain apa yang telah mereka pelajari.
3. Investigasi kelompok. Banyak fitur utama dari pendekatan Group Investigation (GI)
dirancang awalnya oleh Herbert Thelen. Baru-baru ini, pendekatan ini telah diperluas dan
disempurnakan oleh Sharan dan rekan-rekannya di Universitas Tel Aviv. Investigasi
Kelompok mungkin adalah yang paling kompleks dari pendekatan pembelajaran kooperatif
dan yang paling sulit untuk diterapkan. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, pendekatan GI
melibatkan siswa dalam merencanakan topik untuk belajar dan cara untuk melanjutkan
penyelidikan mereka. Ini membutuhkan norma dan struktur kelas yang lebih canggih daripada
pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Guru yang menggunakan pendekatan GI biasanya
membagi kelas mereka menjadi kelompok heterogen lima atau enam anggota. Namun, dalam
beberapa kasus, kelompok dapat terbentuk di sekitar persahabatan atau sekitar minat pada topik
tertentu. Siswa memilih topik untuk dipelajari, mengejar penyelidikan mendalam terhadap
subtopik yang dipilih, dan kemudian mempersiapkan dan menyajikan laporan ke seluruh kelas.
Sharan (1984) dan rekan-rekannya menggambarkan enam langkah pendekatan GI berikut:
a) Pemilihan topik. Siswa memilih subtopik tertentu dalam area masalah umum, biasanya
digambarkan oleh guru. Siswa kemudian mengatur menjadi kelompok berorientasi tugas
dua hingga enam anggota kecil. Komposisi kelompok secara akademis dan etnis heterogen.
b) Perencanaan koperasi. Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan
tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik masalah yang dipilih pada langkah 1.
c) Implementasi. Siswa melaksanakan rencana yang dirumuskan pada langkah 2.
Pembelajaran harus melibatkan berbagai kegiatan dan keterampilan dan harus
mengarahkan siswa ke berbagai jenis sumber baik di dalam maupun di luar sekolah. Guru
mengikuti perkembangan masing-masing kelompok dan menawarkan bantuan bila
diperlukan.
6
d) Analisis dan sintesis. Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh
selama langkah 3 dan merencanakan bagaimana hal itu dapat diringkas dengan cara yang
menarik untuk kemungkinan tampilan atau presentasi kepada teman sekelas.
e) Presentasi produk akhir. Beberapa atau semua kelompok di kelas memberikan presentasi
yang menarik dari topik yang dipelajari untuk membuat teman sekelas terlibat dalam
pekerjaan masing-masing dan untuk mencapai perspektif yang luas tentang topik tersebut.
Presentasi kelompok dikoordinasikan oleh guru.
f) Evaluasi. Dalam kasus di mana kelompok mengejar aspek yang berbeda dari topik yang
sama, murid dan guru mengevaluasi kontribusi masing-masing kelompok terhadap
pekerjaan kelas secara keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup penilaian individu atau
kelompok, atau keduanya.
4. Pendekatan struktural. Pendekatan lain untuk pembelajaran kooperatif telah
dikembangkan selama dekade terakhir terutama oleh Spencer Kagan (1998, 2001; Kagan
dan Kagan, 2008). Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lain,
pendekatan struktural menekankan penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan oleh Kagan
dimaksudkan untuk menjadi alternatif untuk struktur kelas yang lebih tradisional, seperti
pembacaan, di mana guru mengajukan pertanyaan ke seluruh kelas dan siswa memberikan
jawaban setelah mengangkat tangan mereka dan dipanggil. Struktur Kagan menyerukan
siswa untuk bekerja saling bergantung dalam kelompok kecil dan ditandai dengan
penghargaan kooperatif daripada individu. Beberapa struktur memiliki tujuan untuk
meningkatkan perolehan konten akademik siswa; Struktur lain dirancang untuk
mengajarkan keterampilan sosial atau kelompok. Pikirkan-pasangan-berbagi dan bernomor
kepala bersama-sama, dijelaskan di sini, adalah dua contoh struktur guru dapat digunakan
untuk mengajar konten akademik atau untuk memeriksa pemahaman siswa tentang konten
tertentu. Mendengarkan aktif dan token waktu adalah contoh struktur untuk mengajarkan
keterampilan sosial dan dijelaskan kemudian dalam bab di bagian keterampilan sosial.

7
Tabel Perbedaan tipe pembelajaran kooperatif
Aspek STAD Jigsaw Investigasi Pendekatan
Kelompok Struktural
Tujuan Pengetahuan Pengetahuan Pengetahuan Pengetahuan
kognitif akademis konseptual faktual akademis akademis faktual
faktual dan akademik konseptual dan
keterampilan
penyelidikan
Tujuan Kerja kelompok Kerja kelompok Kerjasama dalam Keterampilan
sosial dan kerja sama dan kerja sama kelompok yang kelompok dan sosial
kompleks
Struktur Tim Kelompok belajar Kelompok belajar Bervariasi: berdua ,
tim pembelajaran heterogeny 5-6 5-6 anggota bertiga, 4-6 anggota
heterogen 4-5 anggota, heterogen
anggota menggunakan pola
kelompok “asal”
dan kelompok
“ahli”
Pemilihan Biasanya guru Biasanya guru Guru dan/atau Biasanya guru
topik siswa
pelajaran
Tugas Siswa dapat Siswa menyelidiki Siswa Siswa melakukan
Utama menggunakan materi dalam menyelesaikan tugas yang
lembar kerja kelompok “ahli”; pertanyaan ditugaskan - sosial
dan saling membantu anggota kompleks dan kognitif
membantu kelompok “asal”
materi mempelajari materi
pembelajaran
master
Penilaian Tes mingguan Bervariasi—Bisa Menyelesaikan Bervariasi
jadi tes mingguan proyek dan laporan;
dapat menjadi tes
esai

F. Evaluasi Model Pembelajaran Kooperatif


Menurut Anita Lie (2002 : 84) dalam model pembelajaran kooperatif terdapat tiga model
evaluasi yang dapat digunakan oleh guru sebagai acuan untuk mengukur keberhasilan proses
kegiatan belajar mengajar, yaitu :

8
1. Model Evaluasi Kompetisi
Sistem peringkat yang ada di sekolah selama ini jelas menanamkan jiwa kompetitif.
Sejak awal pendidikan formal, siswa dipacu agar bisa menjadi lebih baik dari teman-teman
sekelasnya. Siswa yang yang jauh melebihi teman sekelasnya, maka ia dianggap sebagai
siswa yang berprestasi.
2. Model Evaluasi Individual
Berbeda dengan sistem penilaian peringkat, dalam pengukuran individual guru
menetapkan standar untuk setiap siswa. Nilai seseorang tidak ditentukan oleh nilai rata-
rata teman sekelas, melainkan oleh usaha sendiri dan standar yang diterapkan oleh guru
dan dianggap merupakan kemampuan maksimalnya. Tampaknya sistem penilaian
individual lebih menarik dibanding dengan sistem kompetisi. Dalam hal ini, siswa
diharapkan belajar sesuai dengan kemampuan mereka sendiri.
3. Model Evaluasi Cooperative Learning
Dalam penelitian Evaluasi Cooperative Learning, siswa mendapat nilai pribadi dan nilai
kelompok. Siswa bekerja sama dengan cara gotong royong. Mereka saling membantu
dalam mempersiapkan diri untuk test. Kemudian masing-masing mengerjakan tes dengan
sendiri-sendiri dan menerima nilai pribadi. Nilai kelompok dapat dibentuk dengan
beberapa cara, yaitu : Pertama, nilai kelompok dapat diambil dari nilai terendah yang
didapat oleh siswa dalam kelompok. Kedua, nilai kelompok bisa diambil dari nilai rata-
rata semua “sumbangan” dari setiap anggota. Model evaluasi ini sangat perlu diterapkan
dalam dunia pendidikan. Karena sistem pendidikan gotong royong ini merupakan alternatif
menarik yang bisa mencegah tumbuhnya keagresifan dalam sistem kompetisi dan rasa
keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.

G. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif


Keunggulan pembelajaran kooperatif yaitu:
1) Saling ketergantungan yang positif.
2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.
3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.
4) Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.
5) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru.
9
6) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang
menyenangkan.
Sedangkan kelemahan model pembelajaran kooperatif yaitu:
1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di samping itu memerlukan lebih
banyak tenaga, pemikiran dan waktu.
2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat
dan biaya yang cukup memadai.
3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan
yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain
menjadi pasif.

10
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan
eksistensi kelompok. Setiap siswa dalam kelompok memiliki tingkat kemampuan yang
berbeda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku yang berbeda dan memperhatikan kesetaraan gender.
Model ini memiliki karakteristik diantaranya: siswa bekerja dalam kelompok kooperatif
untuk menguasai materi akademis, anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa
yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi; jika memungkinkan, masing-masing anggota
kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin; sistem penghargaan yang
berorientasi kepada kelompok daripada individu. Model ini berlandaskan teoritis dan empirik
diantaranya konsep kelas yang demokratis, relasi antar kelompok, dan belajar berdasarkan
pengalaman.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif, diantaranya :
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi pembelajar
2. Menyajikan informasi
3. Mengorganisasikan pembelajar ke dalam kelompok-kelompok belajar
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
5. Evaluasi
6. Memberikan penghargaan

11
DAFTAR PUSTAKA

Arends, R I. 2012. Learning to Teach ninth edition. New York : McGraw-Hill.

Miyarso, E. EVALUASI BELAJAR COOPERATIVE LEARNING.

II, B. 2003. A. Pembelajaran Kooperatif.

Susanto, Hadi. 2016. Model Pembelajaran Jigsaw : Karakteristik Pembelajaran Kooperatif.


Diakses 21 Februari 2022 dari https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2016/01/20/model-
pembelajaran-
jigsaw/#:~:text=Pembelajaran%20kooperatif%20tipe%20jigsaw%20adalah,kepada%20ang
gota%20lain%20dalam%20kelompoknya.

Kurniawan, Aris. 2021. Pembelajaran Kooperatif : Pengertian Pembelajaran kooperatif. Diakses


21 Februari 2022 dari https://www.gurupendidikan.co.id/pembelajaran-kooperatif/

12

Anda mungkin juga menyukai