Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan matematika mempunyai potensi besar untuk memainkan peran
strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia untuk menghadapi era
industrialisasi dan globalisasi. Potensi ini dapat terwujud jika pendidikan
matematika mampu melahirkan peserta didik yang cakap dalam matermatika dan
berhasil menumbuhkan kemampuan berpikir logis, bersifat kritis, kreatif, inisiatif
dan adaptif terhadap perubahan dan perkembangan. Kualitas sumber daya
manusia seperti ini menjamin keberhasilan upaya penguasaan teknologi untuk
pembangunan di Indonesia.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang
sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa
dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta
ketrampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang
bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika
seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola,
penggeneralisasian, komunikasi matematika dapat dikembangkan secara lebih
baik Hasil penelitian yang dilakukan The National Assesment of Educational
Progress (NAEP) dalam Suherman (2001: 84) menunjukkan bahwa tingkat
keberhasilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah menurun
drastis manakala setting (konteks) permasalahannya diganti dengan hal yang tidak
dikenal siswa, walaupun permasalahan matematikanya tetap sama.

Rumusan Masalah
1. Model cara belajar seperti apa yang bisa membuat siswa lebih nyaman
dalam belajar matematika?
2. Apakah dengan penerapan model creative problem solving siswa lebih
mudah dalam memahami matematika?

Tujuan Penelitian
Tujuan diberikannya matematika antara lain agar siswa terlatih untuk
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jenius dan
efektif. Model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran
yang berpusat pada ketrampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan
penguatan kreatifitas Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model
pembelajaran Creative Problem Solving berbasis teknologi, mengetahui
ketuntasan belajar pada hasil belajar, keaktifan dan ketrampilan proses siswa,
pengaruh keaktifan dan ketrampilan proses terhadap hasil belajar siswa,
perbedaan hasil belajar siswa pada model CPSbT dengan konvensional pada
karakteristik pengelompokan siswa menurut kemampuan awal (atas, tengah,
bawah).
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Model Creative Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika

1
Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan suatu aktivitas tertentu. Dalam pengertian lain, model
diartikan sebagai barang tiruan, metafor, atau kiasan yang dirumuskan. Pouwer
(1974: 243) menerangkan tentang model dengan anggapan seperti kiasan yang
dirumuskan secara eksplisit yang mengandung sejumlah unsur yang saling
tergantung. Sebagai metafora model tidak pernah dipandang sebagai bagian data
yang diwakili. Model menjelaskan fenomena dalam bentuk yang tidak seperti
biasanya. Setiap model diperlukan untuk menjelaskan sesuatu yang lebih atau
berbeda dari data. Syarat ini dapat dipenuhi dengan menyajikan data dalam
bentuk: ringkasan (type, diagram), konfigurasi (structure), korelasi (pola),
idealisasi, dan kombinasi dari keempatnya. Jadi model merupakan kiasan yang
padat yang bermanfaat bagi pembanding hubungan antara data terpilih dengan
hubungan antara unsur terpilih dari suatu konstruksi logis.
Menurut Karen (2004: 1), model Creative Problem Solving (CPS) adalah
suatu model pembelajaran yang berpusat pada ketrampilan pemecahan masalah,
yang diikuti dengan penguatan kreatifitas. Ketika dihadapkan dengan situasi
pertanyaan, siswa dapat melakukan ketrampilan memecahkan masalah untuk
memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal
tanpa dipikir, ketrampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir.
CPS merupakan representasi dimensi-dimensi proses yang alami, bukan suatu
usaha yang dipaksakan. CPS merupakan pendekatan yang dinamis, siswa menjadi
lebih trampil sebab siswa mempunyai prosedur internal yang lebih tersusun dari
awal.
Ada banyak kegiatan yang melibatkan kreatifitas dalam pemecahan masalah
seperti riset dokumen, pengamatan terhadap lingkungan sekitar, kegiatan yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan, dan penulisan yang kreatif. Dengan CPS,
siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya. Berbeda dengan
hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran, CPS memperluas proses berpikir.
Sasaran dari CPS adalah sebagai berikut.
1. siswa akan mampu menyatakan urutan langkah-langkah pemecahan masalah
dalam CPS
2. siswa mampu menemukan kemungkinan-kemungkinan strategi pemecahan
masalah
3. siswa mampu mengevaluasi dan menyeleksi kemungkinan-kemungkinan
tersebut kaitannya dengan kriteria-kriteria yang ada
4. siswa mampu memilih suatu pilihan solusi yang optimal
5. siswa mampu mengembangkan suatu rencana dalam mengimplementasikan
strategi pemecahan masalah
6. siswa mampu mengartikulasikan bagaimana CPS dapat digunakan dalam
berbagai bidang/ situasi.

Osborn (1963), mengatakan bahwa CPS mempunyai 3 prosedur, yaitu:


1. menemukan fakta, melibatkan penggambaran masalah, mengumpulkan dan
meneliti data dan informasi yang bersangkutan
2. menemukan gagasan, berkaitan dengan memunculkan dan memodifikasi

2
gagasan tentang strategi pemecahan masalah
3. manemukan solusi, yaitu proses evaluatif sebagai puncak pemecahan masalah
Karen (2004:2) menuliskan langkah-langkah creative problem solving dalam
pembelajaran matematika sebagai hasil gabungan prosedur Von Oech dan Osborn
sebagai berikut.

1. Klarifikasi masalah
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah
yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian yang
diharapkan.

2. Pengungkapan gagasan
Siswa dibebaskan untuk mengungkapkan gagasan tentang berbagai macam
strategi penyelesaian masalah

3. Evaluasi dan seleksi


Setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi yang
cocok untuk menyelesaikan masalah

4. Implementasi
Siswa menentukan strategi yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah,
kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut
Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam
memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi
kesulitan dalam mempelajari matematika.

Implementasi model creative problem solving berbasis teknologi dalam


pembelajaran matematika yaitu:

1. Tahap awal
Guru menanyakan kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran
matematika, kemudian mengulas kembali materi sebelumnya yang dijadikan
prasayarat materi yang akan dipelajari siswa dan menjelaskan aturan main dalam
pembelajaran matematika dengan menggunakan model creative problem solving
berbasis teknologi. Guru juga memberikan motivasi kepada siswa tentang
pentingnya pembelajaran yang akan dilaksanakan.
2. Tahap inti
Siswa membentuk kelompok kecil untuk melakukan small discussion. Tiap
kelompok terdiri atas 4-5 siswa yang dibentuk oleh guru dan bersifat permanen.
Tiap kelompok mendapat modul, LKS dan CD Interaktif yang berisi materi
pembelajaran dan permasalahan untuk dibahas bersama dalam kelompoknya.
Secara berkelompok siswa memecahkan permasalahan yang terdapat dalam LKS
dan CD sesuai dengan petunjuk yang tersedia di dalamnya. Siswa mendapat
bimbingan dan arahanh dari guru dalam memecahkan masalah. Peranan guru
dalam hal ini adalah menciptakan situasi yang dapat memudahkan munculnya
pertanyaan dan mengarahkan kegiatan brainstorming dalam rangka menjawab

3
pertanyaan atas dasar interest siswa. Penekanan dalam pendampingan siswa dalam
menyelesaikan permasalahan adalah sebagai berikut:
a. Klarifikasi masalah
Setelah guru menjelaskan materi pembelajaran matematika, siswa
dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok kecil dan menerima beberapa
proyek yang berkaitan dengan materi pelajaran. Guru bersama siswa
mengklarifikasi permasalahan yang ada dalam proyek tersebut sehingga siswa
mengetahui solusi yang diharapkan dari proyek tersebut. Dalam tahap ini, masing-
masing kelompok mengajukan proposal kepada guru tentang proyek yang akan
dipecahkan permasalahannya.
b. pengungkapan gagasan
Siswa menggali dan mengungkapkan pendapat sebanmyak-banyaknya
berkaitan dengan strategi pemecahan masalah yang dihadapi dalam proyek
tersebut.
c. evaluasi dan seleksi
Setelah diperoleh daftar gagasan-gagasan, siswa bersama guru dan teman
lainnya mengevaluasi dan menyeleksi berbagai gagasan tentang strategi
pemecahan masalah, sehingga pada akhirnya diperoleh suatu strategi yang optimal
dan tepat.
d. implementasi
Dalam tahap ini, siswa bersama kelompoknya memutuskan tentang strategi
pemecahan masalah dalam proyeknya. Dan melaksanakan strategi yang dipilih
dalam memecahkan permasalahan sesuai dengan proposal yang telah diajukan.
Setelah pekerjaan selesai siswa bersama kelompoknya mempresentasikan
hasil kerjanya di depan kelas dengan menggunakan media sesuai dengan
kreatifitasnya untuk menyampaikan gagasannya dan mendapatkan saran dan kritik
dari pihak lain sehingga diperoleh solusi yang optimal berkaitan dengan
pemecahan masalah. Kemudian guru bersama siswa menyimpulkan materi
pembelajaran ke arah matematika formal.
3. Tahap penutup.
Sebagai pemantapan materi, secara individual siswa mengerjakan pop quiz
yang ditampilkan dengan media pembelajaran dan guru memberikan poin bagi
siswa yang mampu memecahkan permasalahan sebagai upaya memotivasi siswa
dalam mengerjakan soal-soal.
Suatu soal yang dianggap sebagai masalah adalah soal yang memerlukan
keaslian berpikir tanpa adanya contoh penyelesaian sebelumnya. Masalah berbeda
dengan soal latihan. Pada soal latihan, siswa telah mengetahui cara
menyelesaikannya, karena telah jelas hubungan antara yang diketahui dengan
yang ditanyakan, dan umumnya telah ada contoh soal. Pada masalah, siswa tidak
tahu menyelesaikannya. Siswa menggunakan segenap pemikiran, memilih strategi
pemecahannya, dan memproses hingga menemukan penyelesaian dari suatu
masalah.

B. Pembelajaran Matematika dan Teknologi

4
Menurut Paul W. Devore (1980:147), teknologi adalah ilmu terapan yang
telah dikembangkan lebih lanjut dan meliputi perangkat keras dan perangkat lunak
yang merupakan manivestasi atas kekuasaan terhadap alam, manusia dan
kebudayaannya. Teknologi adalah kemampuan menerapkan suatu pengetahuan
dan kependaian membuat sesuatu yang berkenaan dengan suatu produk, yang
berhubungan dengan seni, yang berlandaskan pengetahuan ilmu eksakta
bersandarkan pada aplikasi dan implikasi pengetahuan itu sendiri. Kurikulum
2004 dan pembelajaran matematika saat ini masih terkesan banyak kekurangan
bila diorientasikan dengan kemajauan teknologi dewasa ini. Teknologi yang
merupakan aplikasi kemajuan ilmu pengetahuan yang membawa dunia pendidikan
untuk menyesuaikannya. Strategi pembelajaran harus berorientasi pada kebutuhan
teknologi masa kini, artinya setiap materi yang sudah dirancang dalam jabaran
Kurikulum dicarikan link dengan masalah kontekstual dan teknologi, adakah
kegunaan materi yang diajarkan sekarang di masa yang akan datang.
Dalam menghadapi dan menyikapi kurikulum yang berbasis kompetensi
maka diperlukan kemampuan yang memadai di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, terutama di bidang komputer. Perkembangan teknologi sekarang ini
menuntut penggunaan komputer yang lebih bervariatif dan efektif, termasuk
didalamnya penggunaan aplikasi komputer dalam proses pembelajaran di Sekolah
sebagai media pembelajaran atau media pendidikan, diantaranya dengan
menggunakan multimedia pembelajaran dalam bentuk CD Interaktif yang disertai
buku siswa.
Komputer sebagai suatu alat yang dapat digunakan untuk merancang desain
pembelajaran, kemudian dipindahkan kedalam CD interaktif sehingga mudah
digunakan oleh pengguna. Software dan Hardware yang dapat digunakan untuk
mendesain media CD interaktif dan pemanfaatannya antara lain adalah
Macromedia Flash MX, SwisH v2.0, Swift 3D’s Max, Movie maker,Ullite Video
Studio 7, Audicity, Ahead Nero Burning, digital camera, handycam, computer,
VCD Player, LCD projector.
Untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pembelajaran, maka
pembelajaran hendaknya berorientasi pada Freudenthal Perspective.
Dua pandangan penting Feudenthal adalah:

1. Mathematics as human activity, sehingga peserta didik harus diberi


kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas matematisasi pada semua
topik dalam matematika, dan
2. Mathematics must be connected to reality, sehingga matematika harus
dekat terhadap peserta didik dan harus dikaitkan dengan situasi kehidupan
sehari-hari.

C. Pembelajaran Matematika di SMA

Pembelajaran matematika sekolah adalah pembelajaran yang mengacu pada


ketiga fungsi mata pelajaran matematika, yaitu sebagai alat, pola pikir, dan ilmu
atau pengetahuan. Dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan
pembelajaran matematika di SMA menurut Suherman (2001: 60) adalah

5
pembentukan sifat dengan berpikir kritis dan kreatif. Dengan berlandaskan kepada
prinsip pembelajaran matematika yang tidak sekedar learning to know, melainkan
juga harus meliputi learning to do, learning to be, hingga learning to live together,
maka pembelajaran matematika harus bersandarkan pada pemikiran bahwa
peserta didik harus belajar dan semestinya dilakukan secara komperhensif dan
terpadu.
Materi pokok Trigonometri merupakan salah satu materi pokok yang
diajarkan di kelas X SMA dengan standar kompetensinya adalah menggunakan
perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas trigonometri dalam pemecahan
masalah. Kompetensi dasar dalam pembelajaran matematika materi pokok
Trigonometri adalah :

1. menggunakan sifat dan aturan tentang fungsi trigonometri, rumusi sinus, dan
rumus kosinus dalam pemecahan masalah
2. melakukan manipulasi aljabar dalam perhitungan teknis yang berkaitan
dengan fungsi trigonometri
3. merancang model matematika yang berkaitan dengan fungsi trigonometri,
rumus sinus dan kosinus, menyelesaikan modelnya, dan menafsirkan hasil yang
diperoleh.

BAB III
METODE PENELITIAN

1. Jenis, Lokasi, dan Subjek Penelitian


Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pengembangan (development
research) yang menekankan pada pengembangan model pembelajaran Creative
Problem Solving berbasis teknologi. Pengembangan model pembelajaran Creative
Problem Solving berbasis teknologi meliputi perangkat pembelajaran berupa buku
guru, buku siswa, multimedia pembelajaran, dan RP serta instrumen-instrumen
lain berupa intsrumen pengamatan, dan evaluasi hasil belajar.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Ibu Kartini Semarang pada siswa kelas X
semester genap tahun pelajaran 2006/ 2007 yang terdiri dari 5 kelas dengan
kemampuan sama. Subjek penelitian diambil 3 kelas secara acak melalui
pengundian, kelas X-3 sebagai subjek penelitian tahap pengembangan (develop)
kelas X-1 sebagai subjek penelitian tahap penyebaran (disseminate) dan kelas X-2
sebagai kelas kontrol yang diberi pembelajaran matematika dengan model
pembelajaran konvensional. Penelitian dilaksanakan di SMA Ibu Kartini karena
sebelum penelitian tersebut dilaksanakan, siswa kesulitan dalam mempelajari
matematika khususnya materi trigonometri dan oleh karena sekolah termasuk
dalam kondisi menengah (bukan sekolah favorit dan bukan pula kelas bawah)
maka diasumsikan hasil penelitian dapat diberlakukan juga untuk sekolah lain.
Sebelum penelitian dilaksanakan, diperlukan data hasil belajar peserta didik
pada materi sebelum materi trigonometri yang digunakan untuk mengetahui

6
apakah kemampuan awal ketiga kelas tersebut benar-benar sama atau tidak dan
untuk mengetahui posisi peserta didik di kelas berdasar kemampuan awal (atas,
tengah, bawah) serta untuk mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok
yang heterogen. Setiap kelompok terdapat siswa yang berasal dari kelompok atas,
tengah, bawah.

2. Variabel Penelitian

a. Hipotesis 1 (Pembelajaran Trigonometri kelas X SMA dengan model


pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi dapat mencapai
ketuntasan belajar pada hasil belajar, keaktifan dan keterampilan proses siswa)
Subyek : kelas X-1
Variabel :
1) keaktifan siswa (X)
2) ketrampilan proses siswa (Y)
3) hasil belajar siswa (Z)

b. Hipotesis 2 (Keaktifan dan ketrampilan proses siswa pada pembelajaran


trigonometri kelas X SMA dengan menggunakan model pembelajaran creative
problem solving berbasis teknologi berpengaruh positif terhadap hasil belajar
siswa)
Subyek : kelas X-1
Variabel independen :
1) keaktifan siswa (X)
2) ketrampilan proses siswa (Y)
Variabel dependen : hasil belajar siswa (Z)

c. Hipotesis 3 (Terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada pembelajaran


trigonometri kelas X SMA dengan model pembelajaran creative problem solving
berbasis teknologi dan model pembelajaran konvensional pada karakteristik
pengelompokan siswa menurut kemampuan awal (atas, tengah, bawah)
Subyek : kelas X-1 dan X-2
Variabel independen : 1) baris : jenis kemampuan awal siswa
i. kelompok atas (A1)
ii. kelompok tengah (A2)
iii. kelompok bawah (A3)

2) Kolom : jenis model pembelajaran

a) Model CPS berbasis teknologi (B1)


b) Model konvensional.(B2)
Variabel dependen : hasil belajar siswa (Z)

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

7
a. Metode dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data langsung dari tempat
penelitian.
b. Metode tes
Metode ini bertujuan mengukur hasil belajar siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Metode ini digunakan untuk mengukur
efektifitas model pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi yang
dikembangkan. Instrumen yang digunakan berupa soal tes hasil belajar.
c. Metode pengamatan/observasi
Metode ini bertujuan mengamati secara langsung ke objek penelitian untuk
melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan.

BAB IV
PENUTUP
1. Simpulan
Pada kasus ini, CPSbT merupakan model pembelajaran yang efektif, berpusat
pada siswa, ketrampilan proses dan aktifitas siswa berpengaruh kuat terhadap
hasil belajar, terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar model CPSbT
dengan model konvensional, dan terdapat perbedaan hasil belajar antara kelompok
atas, tengah dan bawah, hasil belajar, keaktifan, dan keterampilan proses siswa
mencapai ketuntasan.
2. Saran
Model pembelajaran Creative Problem Solving Berbasis Teknologi dapat
digunakan sebagai alternative dalam pembelajaran matematika khususnya materi
Trigonometri kelas X SMA. CPSbT merupakan model pembelajaran yang efektif.
Oleh karena itu para guru matematika diharapkan dapat menerapkan dalam
pembelajaran matematika, khususnya pokok bahasan trigonometri kelas X. Guru
hendaknya meningkatkan ketrampilan proses dan keaktifan siswa dalam
pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat maksimal. Para guru dapat
mengembangkan perangkat pembelajaran yang serupa untuk pokok bahasan lain,
bahkan para guru dapat mengembangkan untuk model pembelajaran yang lain.
Para peneliti dapat mengembangkan hasil penelitian ini lebih mendetail baik pada
mata pelajaran matematika atau lainnya.

Daftar Rujukan
Abba, Nurhayati. 2000. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika

8
Berorientasi Model Pembelajarn Berdasarkan Masalah (Problem Based
Instruction). Surabaya: PPs Universitas Negeri Surabaya.
Abraham, M. and Renher W, J., 1986. The Sequence of Learning Cycle Activities
in High School Chemestry, Journal of Research in Science Teaching, 23 (3), 121-
143.
Arikunto, Suharsimi.1995. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Bumi
Aksara.
Darhim. 1993. Workshop Matematika. Jakarta: Depdikbud.
Darsono, M. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004 Mata Pelajaran
Matematika SMA dan MA. Jakarta: Depdiknas.
Freudental, H.1991. Revisting Mathematics Education. Netherland: Kluwer
Academic Publisher.
Karen L, Ppepkins. 2004. Creative Problem Solving in Math. Artikel dari
http://www.uh.edu (1 Juli 2006).
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning, Mempraktekkan Cooperative Learning di
Ruang – ruang Kelas. Jakarta : Gramedia.
Loewen, A. Craig. 2005. Creative Problem Solving. Artikel dari
http://findarticles.com/p/ articles/ mi_hb3451/is_199510/ai_n8219497 (1 Juli
2006).
Megawangi, Ratna. 2005. Pendidikan Holistik. Jakarta: Indonesia Heritage
Foundation.
Nasution, S. 2004. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Nuriana R., 2005. Model Pembelajaran Creative Problem Solving dengan Video
Compact Disk dalam Pembelajaran Matematika. Artikel dari http: //www.
mathematic. transdigit.com/ (1 Juli 2006).
Osborn, Alex F. 1963. Applied Imagination. New York: Charles Scribner’s Sons.
Pouwer, J. 1994. The Structural Confdigurational Approach a Methodological
Outline dalam The Unconscious in Culture. New York: Dutton & Co.
Pramuntadi. 2003. Self Evaluation dalam Konteks Perencanaan. Makalah Diskusi
di Depdiknas. Jakarta.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Slavin, R., 1994. Educational Psychology: Theories and Practice Fourth Edition
Masschusetts: Allyn andBacon Publishers.
Soeharto, K. 1995. Teknologi Pembelajaran. SIC Surabaya.
Soekanto, T dan Winapuitra, U. Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran.
Jakarta: Pusat Antar Universitas Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar Dalam CBSA. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana. 2000. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjana, N. 1990. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Suherman, E. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Bandung:

Adi Nur Cahyono

9
Sularyo. 2003. Upaya Meningkatkan Ketuntasan Belajar Fisika dengan Metode
Belajar Kelompok dan Berwawasan Sets pada Siswa Kelas II SMUN 2 Semarang
Tahun 2002 – 2003. Tesis.Semarang: PPs UNNES.
Thiagarajan, S. and Semmel, M. 1974. Instructional Development forTraining
Teachers of Exceptional Children. Blomington: Central for Innovation on
Teaching the Handicapped.
Treffiger, Donald J. 1995. Creative Problem Solving: Overview and Educational
Implications. Educational Psychology Review, 7, 301-312.
Tuckman, B. 1974. Conducting Educational Research. Second Edition. New York:
Harcourt Brace Jovanovich.
Usman, W. 1989. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Von Oech, Roger. 1990. A Whack on the Side of the Head. New York: Wagner.
Woods, Donald R., et.al. 1975. Teaching Problem Solving Skills. Engineering
Education, 66 (no.3), 238-243 (December 1975).
Zulkardi. 2000. How to Design Mathematics Lesson on the Realistic Approach?.
Artikel dari http://www.geocities.com/ratuilma/rme.htm. (23 Agustus 2003).

10

Anda mungkin juga menyukai