Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Pengembangan ilmu pengetahuan membutuhkan orang-orang yang mampu

berpikir. Hasil pemikiran yang mendalam akan menghasilkan pengetahuan atau

wawasan baru dan memberikan sebuah landasan berkualitas intelegen (Desmita,

2012). Seiring dengan berubahnya peradaban manusia menuntut adanya pola pikir

yang mencari dan menganalisis suatu informasi guna menyelesaikan masalah.

Menurut Wahab dalam Dina (2012), alasan untuk mengembangkan hasil belajar

adalah tuntutan zaman yang menuntut setiap warga negara dapat mencari,

memilih, dan menggunakan informasi untuk kehidupan bermasyarakat dan

bernegara, setiap warga negara senantiasa berhadapan dengan berbagai masalah

dan pilihan sehingga dituntut mampu memandang sesuatu hal dengan cara yang

berbeda dalam memecahkan masalah, dan berpikir kritis merupakan aspek dalam

memecahkan permasalahan secara kreatif agar peserta didik kita disatu pihak

dapat bersaing secara adil dan dilain pihak bisa bekerja sama dengan bangsa lain.

Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar merupakan salah satu hal yang

penting dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang.

Pembelajaran matematika perlu dikembangkan seperti disebutkan dalam

Permendikbud No. 58 Tahun 2014 yaitu bahwa mata pelajaran matematika perlu

diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk

membekalinya dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan

kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerjasama. Matematika yang dipelajari

1
2

disekolah termasuk ilmu pengetahuan murni yang mengandalkan angka-angka,

simbol, dam lambang (Muliawan, 2012). Selain itu, pada kurikulum 2013 dalam

pembelajaran matematika salah satu kompetensi dasar yang harus dicapai oleh

peserta didik yaitu menunjukkan sikap logis, kritis, analitik dan kreatif, konsisten

dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam

memecahkan masalah sehari-hari, yang merupakan pencerminan sikap positif

dalam bermatematika. Dari penjelasan tersebut sesuai dengan kurikulum yang

berlaku maka siswa dituntut untuk memiliki hasil belajar yang tingggi dalam

proses pembelajaran matematika.

Tujuan mata pelajaran matematika yaitu untuk mengembangkan

keterampilan dalam berhitung, memebentuk pola pikir yang kritis dan kreatif

untuk membantu siswa memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang

berkaitan dengan matematika (Susanto, 2013). Namun, pada kenyataannya

kemampuan matematika siswa di Indonesia belum menunjukkan hasil yang baik.

Salah satu kebijakan strategis pemerintah dalam upaya perbaikan mutu

pendidikan adalah penyelenggaraan UN Pada tahun 2014 mulai diperkenalkan

soal-soal ujian yang mengukur penalaran tataran tinggi (High Order Thiking).

Laporan hasil UN bidang matematika tahun 2017 menunjukkan rata-rata nilai

siswa adalah 50,31 jika dibandingkan dengan hasil UN tahun 2016 rata-rata nilai

siswa mengalami peningkatan sebesar 0,07. Namun, hasil tersebut masih

tergolong rendah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tingkat hasil belajar

matematika siswa di Indonesia masih rendah.

Hasil pengamatan siswa kelas VIII di SMP PGRI 01 Wagir Kabupaten

Malang menunjukkan hasil belajar matematika masih jauh dari KKM. Hal ini
3

dikarenakan pembelajaran matematika di sekolah belum berjalan secara maksimal

karena siswa mengganggap matematika adalah momok dan sulit dipahami. Model

dan metode pembelajaran yang dianggap guru dapat memenuhi siswa pun sudah

diterapkan, tetapi masih saja hasil belajar di kelas masih rendah walaupun guru

guru mengajar secara maksimal baik secara lisan dan rinci. Disamping itu guru

juga memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila ada materi yang

sudah dijelaskan belum dimengerti, akan tetapi tidak semua siswa di kelas VIII

mengajukan pertanyaan, hanya ada beberapa siswa saja yang mengajukan

pertanyaan pada saat materi dijelaskan. Siswa yang mengajukan pertanyaan

tersebut hanyalah siswa tertentu saja, sedangkan siswa yang lainnya hanya diam

saja, hal ini disebabkan oleh siswa nya yang kurang antusias dan aktif dalam

proses pembelajaran berlangsung. Hal ini sejalan dengan pra penelitian yang

dilakukan oleh penulis di SMP PGRI 01 Wagir Kabupaten Malang, hasil analisis

hasil belajar matematis siswa tergolong rendah. Dalam skala 0% hingga 100%

penelitian tersebut dapat dijabarkan indikator mempertimbangkan kredibilitas

suatu sumber mendapatkan rata-rata sebesar 35,75%, indikator memfokuskan

pertanyaan sebesar 38,71%, indikator memutuskan suatu tindakan hanya

mendapatkan 9,27%. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa kemampuan berpikir

kritis siswaa hanya mencapai rata-rata 27,42%. Oleh karena itu, perlu digunakan

model pembelajaran yang mampu diterima oleh siswa dalam meningkatkan hasil

belajar matematika.

Salah satu model pembelajaran yang diperkirakan mampu mendukung

upaya meningkatkan hasil belajar matematis siswa, yaitu model Process Oriented

Guided Inquiry Learning (POGIL). POGIL adalah model pembelajaran yang


4

mengandung tiga komponen pokok yaitu pembelajaran kooperatif, penemuan

terbimbing (guided inquiry), dan metakognisi (Warsono dan Harianto, 2014: 97).

Hal tersebut dikarenakan model pembelajaran POGIL berbasis penelitian,

berpusat pada peserta didik dan ilmu pedagogi. Pada proses tersebut, peserta didik

menggunakan bahan yang dirancang dengan hati-hati agar dapat mengarahkan

dan membimbing peserta didik untuk membangun pengetahuannya sendiri.

Selain itu, pada proses pembelajaran yang dilakukan pada tahap Orientasi

yaitu guru mempersiapkan siswa untuk belajar, memberikan motivasi dan

menciptakan minat, menghasilkan rasa ingin tahu, dan membuat koneksi untuk

pengetahuan sebelumnya. Tahap kedua yaitu Eksplorasi, siswa dipandu oleh

pertanyaan kritis melalui bahan ajar sehingga siswa dapat mengembangkan

jawaban dengan memikirkan apa yang mereka temukan dan ketahui dalam bahan

ajar, sehingga pada tahap ini siswa dapat dilatih untuk mengidentifikasi dan

memahami masalah. Tahap ketiga yaitu Pembentukan Konsep, setelah siswa

dapat menjawab serangkaian pertanyaan yang mengarah pada penemuan konsep

yang sedang dibahas maka siswa dapat menyimpulkan konsep yang sedang

dipelajari, sehingga pada tahap ini siswa dapat dilatih untuk dapat membuat

kesimpulan. Pada tahap keempat yaitu Aplikasi, siswa menggunakan pengetahuan

barunya dalam latihan dan menyelesaikan masalah dengan proses berpikir kritis.

Tahap terakhir yaitu Penutup, siswa memvalidasi hasil kerjanya dan

merefleksikan apa yang telah dipelajari, sehingga pada tahap ini siswa dapat

dilatih untuk meninjau kembali apa yang telah dipelajari. Pogil dibangun

berlandaskan filosofi bahwa siswa belajar dengan efektif apabila secara aktif

terlibat dalam aktivitas kelas dan laboratorium; menarik kesimpulan dengan


5

menganalisa data, model, atau contoh; mendiskusikan gagasan; bekerja sama

dalam kelompok; memecahkan masalah; merefleksi hasil belajar, meningkatkan

perfoma; dan berinteraksi dengan guru sebagai fasilitator (Karadan & Hameed,

2016). Melalui semua tahapan yang telah dijabarkan diatas, maka model POGIL

diduga dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar matematis siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Eko (2018), hasil penelitian ini melalui

tahap pengembangan, validasi, pengujian serta revisi bahan ajar, maka dapat

disimpulkan hal-hal berikut: 1) Telah berhasil dikembangkan bahan ajar konsep

kinematika partikel yang sesuai dengan sintaks POGIL untuk mahasiswa

Pendidikan Matematika; 2) Bahan ajar hasil pengembangan telah melalui proses

validasi berdasarkan hasil penilaian ahli. Hasil penilaian dinyatakan layak ditinjau

dari segi isi/materi, sajian, kebahasaan, dan kegrafisan, untuk digunakan dalam

kegiatan perkuliahan; 3) Bahan ajar konsep larutan hasil pengembangan terbukti

efektif dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa melalui pencapaian nilai

kelulusanmahasiswa pada kelas eksperimen sebesar 84% dan rata-rata nilai

posttest sebesar 75,3 lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu sebesar

77% dengan rata-rata posttest sebesar 71,0; dan 4)Secara umum mahasiswa

member persepsi positif terhadap bahan ajar hasil pengembangan yang

ditunjukkan dengan ketertarikan dan kemudahan mahasiswa dalam

menggunakannya.

Selanjutnya penelitian oleh Ningsih dan Bambang (2019), hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa POGIL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis

pada pokok bahasan kalor. Penelitian oleh Kharunnisa, dkk (2018), hasil

penelitian ini menunjukkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa diajarkan


6

dengan metode pembelajaran Guided Discovery dibantu dengan benda konkret

lebih tinggi dari siswa yang diajarkan dengan mtode pembelajaran konvensional.

Penelitian oleh Pujiati dan Mastur (2014), hasil penelitiannya menyatakan

bahwa kelas yang dikenai pembelajaran model POGIL berbantuan alat peraga dan

berbasis etnomatematika pada aspek kemampuan komunikasi matematis

mencapai ketuntasan klasikal, rata-rata kemampuan komunikasi matematis peserta

didik yang dikenai pembelajaran model POGIL berbantuan alat peraga dan

berbasis etnomatematika lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan komunikasi

matematis yang dikenai pembelajaran ekspositori, sikap peserta didik terhadap

budaya setelah dikenai model pembelajaran POGIL berbantuan alat peraga dan

berbasis etnomatematika lebih baik daripada sikap peserta didik sebelum dikenai

model pembelajaran POGIL berbantuan alat peraga dan berbasis etnomatematika,

sikap peserta didik terhadap budaya berpengaruh terhadap kemampuan

komunikasi matematis peserta didik.

Penelitian oleh H.Farda, Zaenuri, dan Sugiarto (2017), hasil penelitiannya

adalah kemampuan komunikasi matematis peserta didik dengan model

pembelajaran POGIL bernuansa etnomatematika berbantuan LKPD mencapai

kriteria ketuntasan minimal dan rata-rata kemampuan komunikasi matematis

peserta didik dengan model pembelajaran POGIL bernuansa etnomatematika

berbantuan LKPD lebih baik dibandingkan dengan rata-rata kemampuan

komunikasi matematis peserta didik dengan model PBL.

Berdasarkan konteks penelitian dan hasil penelitian terdahulu di atas,

maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan

Model POGIL Berbantuan LKS Pada Pembelajaran Untuk Meningkatkan


7

Hasil Belajar Matematika Kelas VIII Di SMP PGRI 01 Wagir Kabupaten

Malang”.

B. Fokus Masalah

Dari uraian konteks penelitian di atas, maka dapat dirumuskan masalah

yang akan diteliti adalah bagaimanakah penerapan model POGIL berbantuan

LKS pada pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar matematika kelas VIII

SMP PGRI 01 Wagir Kabupaten Malang?.

C. Landasan Teori

1. Model Pembelajaran POGIL (Process Oriented Guided Inquiry Learning)

a. Pengertian POGIL (Process Oriented Guided Inquiry Learning)

POGIL merupakan model pembelajaran aktif yang menggunakan

belajara dalam tim, aktivitas guided inquiy untuk mengembangkan

pengetahuan (ningsih, 2012). POGIL atau pembelajaran inkuiri terbimbing

berorienttasi proses adalah salah satu pembelajaran inkuiri yang banyak

dipengaruhi oleh aliran belajar kognitif. Menurut aliran ini belajar pada

hakikatnya adalah proses mental dan proses berfikir dengan memanfaatkan

segala potensi yang dimiliki setiap individu secara optimal. Teori belajar lain

yang mendasari inkuiri adalah teori belajar konstruktivisme yang

dikembangkan oleh Piaget, menurutnya pengetahuan itu akan bermakna

manakala dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa. Pembelajaran inkuiri

berangkat dari asumsi bahwa manusia sejak lahir kedunia memiliki dorongan
8

untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Sejak kecil manusia memiliki

keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui panca indra (Yunita, 2012).

Process Oriented Guided Inquiry Learning merupakan suatu strategi

instruktusional yang memungkinkan guru mengajar materi dan keterampilan

proses secara bersamaan. Selain itu, POGIL menekankan bahwa

pembelajaran merupakan suatu proses interaktif dari berfikir, pendiskusian

ide, penyempurnaan pemahaman, praktek keterampilan, refleksi kemajuan

dan penilaian kinerja (Widya, 2017).

Pada model pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning

(POGIL), siswa di kelas bekerja dalam suatu kelompok belajar yang

kegiatannya di rancang khusus untuk meningkatkan konten disiplin dan

pengembangan keterampilan pada proses pembelajaran, pemikiran,

pemecahan masalah, komunikasi, kerja tim, manajemen dan penilaian.

Lingkungan kelas POGIL cocok untuk model pembelajaran yang ingin

melibatkan para siswa dalam kegiatan belajar dan membantu siswa

mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjadi sukses.

Dalam lingkungan belajar seperti ini, siswa memiliki tanggung jawab lebih

besar terhadap proses pendidikan mereka, mereka belajar untuk

mengandalkan kemampuan berpikir dari pada menghafal, mereka

meningkatkan keterampilan kinerjanya sambil mempelajari isi dari pelajaran

dan mereka mengembangkan hubungan yang positif dengan siswa lain

didalam kelas (Anita, 2016).

b. Tahapan-tahapan POGIL (Process Oriented Guide-Inquiry Learning)


9

Implementasi POGIL, aktivitas inquiri terbimbing membantu siswa

mengembangkan pemahamannya dengan menerapkan siklus belajar (learning

cycle). Siklus belajar ini terdiri dari tiga tahap atau tiga fase, yaitu eksplorasi

(exploration), penemuan konsep atau pembentukan konsep (concept invebtion

or concept formation) dan aplikasi (application). Dimana tahapan atau fase

siklus belajar ini terletak dijantung atau tertanam ditengah dari tahap-tahap

pembelajaran POGIL. Sehingga tahapan atau fase pembelajaran POGIL

adalah orientasi, penemuan konsep, aplikasi dan penutup (Anita, 2016).

Fase orientasi bertujuan untuk menyiapkan siswa sebelum belajar.

Selanjutnya siswa berkesempatan melakukan observasi, desain eksperimen,

mengumpulkan, meneliti dan menganalisis data atau informasi, menyelidiki

hubungan dan mengusulkan hipotesis, selanjutnya guru membimbing siswa

sehingg mampu mengkonstruksi pemahaman dan mebuat kesimpulan pada

fase penemuan konsep. Pada fase aplikasi mereka memperkuat dan

memperluas pemahaman mereka tentang konsep dan telah diperoleh

sebelumnya dengan menjawab pertanyaan berupa latihan sederhana (Hana,

2017).

Terdapat 5 tahap siklus pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry

Learning (POGIL) yaitu (Warsono, 2012):

1. Orientasi (Orientation)

Tahap orientasi mempersiapkan siswa untuk belajar dengan memotivasi,

menciptakan minat, dan rasa ingin tahu, serta membuat koneksi

berdasarkan pengetahuan sebelumnya. Adanya identifikasi tujuan

pembelajaran dan kriteria keberhasilan bertujuan untuk lebih


10

memfokuskan siswa, membuat topik yang akan dibahas menjadi penting

untuk siswa pelajari, siswa memiliki pemahaman tentang apa yang akan

dipelajari, dan membangun pemahaman siswa dari pengetahuan

sebelumnya.

2. Eksplorasi (Exploration)

Pada tahap ini para siswa mengembangkan pemahamannya tentang konsep

dengan cara menanggapi serangkaian pertanyaan yang akan memandunya

pada suatu proses untuk mengeksplorasi model atau suatu tugas yang

harus diselesaikan. Pada tahap ini, siswa diberikan suatu bahan

pembelajaran untuk didiskusikan. Bahan pembelajaran tersebut

membimbing mereka untukmencapai tujuan pembelajaran. Bahan tersebut

dapat berupa tabel data, grafik, diagram, simulasi komputer, demonstrasi

suatu informasi, atau kombinasinya untuk membimbing siswa mencapai

tujuan pembelajaran. Dalam tahap ini, para siswa berusaha untuk

menjelaskan atau memahami bahan ajar, dengan cara mengemukakan,

mengajukan pertanyaan dan menguji hipotesis.

3. Penemuan Konsep (Conceptual Formation)

Pada tahap ini melibatkan penemuan konsep, pada tahap eksplorasi siswa

tidak menghasirkan konsep secara eksplisit. Para siswa secara efektif

dipandu dan didorong untuk mengeksplorasi, kemudian membuat

kesimpulan dan membuat prediksi. Setelah siswa terlibat dalam fase ini,

informasi tambahan dan nama konsepnya dapat diperkenalkan. Instruktur

boleh saja mengemukakan nama konsepnya, tetapi harus siswa sendiri


11

yang menemukan pola-pola konsep tersebut. Kegiatan lain dirancang agar

pada fase ini melibatkan pembentukan konsep. Siswa belajar melalui

upaya menjawab serangkaian pertanyaan yang memandunya untuk

mengeksplorasi representasi konsep, mengembangkan dan memahaminya,

dan mengidentifikasi relevansi dan tingkat kepentingan konsep.

4. Aplikasi (Aplication)

Pada tahap aplikasi, siswa diberikan latihan berupa studi masalah ataupun

studi kasus penelitian untuk menguatkan dan memperluas pemahaman,

serta memberikan kesempatan pada siswa mengembangkan kepercayaan

diri mereka dengan memberikan latihan yang sederhana dan familiar.

Studi masalah membimbing siswa memhubungkan pengetahuan baru

dengan pengetahuan sebelumnya untuk memecahkan suatu permasalahan

yang lebih nyata. Studi kasus penelitian membimbing siswa

mengembangkan pemahamannya dengan memberikan isu-isu terbaru,

pertanyaan atau sebuah hipotesis.

5. Penutup (Closure)

Kegiatan berakhir dengan validasi hasil, refleksi dan penilaian kinerja oleh

siswa. Validasi diperoleh dengan melaporkan hasil kerja kepada teman dan

guru untuk mendapatkan umpan balik mengenai isi dan kualitas. Pada

refleksi siswa, diminya merenungkan apa yang telah mereaka pelajari,

menggabungkan pengetahuan dan penghargaan untuk kinerja mereka.

Penilaian diri adalah kunci keberhasilan dalam belajar karena

menghasilkan perbaikan secara terus menerus.


12

Tabel 1.1. Langkah-Langkah dalam Model Pembelajaran POGIL


Tahapan Rincian Kegiatan
Orientasi merupakan langkah untuk mempersiapkan siswa untuk belajar
secra fisik dan psikis. Pada langkah ini kegiatan yang dilakukan guru
adalah:
a. Memberikan motivasi kepada siswa untuk mengikuti aktivitas belajar.
b. Menentukan tujuan pembelajaran.
c. Menentukan kriteria hasil belajar siswa, yang menunjukkan apakah
seorang siswa telah mencapai tujuan pembelajaran atau belum.
d. Menciptakan ketertarikan siswa (student interest in science),
Orientasi
e. Menimbulkan rasa ingin tahu siswa dan membuat hubungan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya baik melalui
pengalaman maupun pengamatan yang mereka telah lakukan.
f. Menyajikan narasi, ilustrasi, demonstrasi atau video yang dapat
diobservasi oleh siswa untuk memulai mempelajari hal baru, yang
kemudian harus di analisis oleh siswa.
Pada tahap ini, setelah melakukan observasisiswa diharapkan dapat
mengkomunikaasikan hasil observasi, mengklasifikasikan, membuat
inferensi (deduksi atau kesimpulan berdasarkan hasil observasi) ataupun
melakukan pengukuran.
Pada bagian ini guru memberikan siswa rencana atau seperangkat
penugasan atau kegiatan yang akan siswa lakukan, sebagai panduan bagi
siswa mengenai apa yang akan dilakukan, untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Pada tahap ini siswa memiliki kesempatan untuk:
a. Menentukan variabel yang dibutuhkan dan akan dianalisis berdasarkan
hasil observasi pada tahap sebelumnya.
Eksplorasi
b. Mengusulkan hipotesis (menyatakan hubungan antar variabel).
c. Merancang percobaan untuk menguji hipotesis,
d. Mengumpulkan data berdasarkan rancangan percobaan yang telah
dibuat.
e. Memeriksa/menganalisis data atau informasi.
f. Mendeskripsikan hubungan antar variabel berdasarkan data yang telah
dikumpulkan melalui percobaan.
Sebagai hasil dari langkah eksplorasi, diharapkan siswa dapat menemukan,
memperkenalkan atau membentuk konsep. Tahap ini dilakukan dengan
guru memberikan pertanyaan yang dapat menuntun siswa untuk berpikir
Pembentukan kritis dan analitis dihubungkan dengan apa yang telah siswa lakukan pada
konsep bagian eksplorasi. Pertanyaan-pertanyaan ini berfungsi untuk membantu
siswa mendefinisikan latihan, membimbing siswa kepada informasi,
menuntun siswa untuk membuka hubungan dan simpulan yang tepat, dan
membantu siswa untuk mengkontruksi kemampuan kognitif melalui
pembelajaran.
Ketika konsep telah diidentifikasi melalui langkah-langkah sebelumnya,
maka perlu untuk memperkuat dan memperluas pemahaman mengenai
konsep tersebut. Pada tahap ini, siswa menggunakan konsep baru dalam
latihan, masalah dan bahkan situasi penelitian.
a. Latihan (exercise) memberikan kesempatan siswa untuk membangun
kepercayaan diri dengan memberikan masalah sederhana atau konteks
Aplikasi
yang familiar.
b. Masalah berupa transfer pengetahuan baru ke konteks yang belum
familiar, mensintesis dengan pengetahuan lainnya dan menggunakan
pengetahuan tersebut dengan cara berbeda untuk menyelesaikan masalah
yang berhubungan dengan konteks dunia nyata.
c. Research question berupa mengembangkan pembelajaran dengan
memunculkan isu-isu baru, pertanyaan atau hipotesis.
Penutup Aktifitas pembelajaran diakhiri dengan siswa memvalidasi hasil yang telah
mereka capai, merefleksikan apa yang telah dipelajari dan mengases
13

performance mereka dalam belajar. Validasi dilakukan dengan melaporkan


hasil yang mereka peroleh dengan rekan satu kelas dan guru, untuk
mengetahu perspektif mereka mengenai konten dan kualitas konten.

Model pembelajaran POGIL merupakan pembelajaran inquiri yang

berorientasi proses yang berpusat pada siswa. Dalam kelas POGIL diswa

bekerja dalam kelompok yang bertujuan untuk penguasaan konsep. Melalui

POGIL siswa mampu mengembangkan keterampilan, berfikir tingkat tinggi

dan metakognitif, komunikasi, kerja tim, manajemen dan penilaian serta tidak

lagi mengandalkan hafalan, tetapi mengembangkan keterampilan untuk sukses

dalam pembelajaran.

d. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Process Oriented

Guided Inquiry Learning (POGIL)

Menurut Hanson model pembelajran Process Oriented Guided Inquiry

Learning (POGIL) memiliki kelebihan yaitu:

1) Dapat mengembangkan pemahaman, pertanyaan untuk memancing

berpikir kritis dan analitik, penyelesaian masalah, melaporkan hasil

pengamatan, metakognisi dan tanggung jawab individu.

2) Siswa lebih aktif terlibat dan berpikir di kelas maupun dilaboratorium.

3) Mampu menarik kesimpulan dari suatu analisis data.

4) Mampu bekerja sama dengan siswa lain untuk memahami konsep dan

menyelsaikan masalah sehingga ikatan antar siswa menjadi lebih kuat.

5) Siswa mampu merefleksikan apa yang telah dipelajari dan

meningkatkannya.

6) Dapat berinteraksi dengan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran

secara intensif.
14

Selain kelebihan, model pembelajaran Process Oriented Guided

Inquiry Learning (POGIL) juga memiliki kkurangan yaitu:

1) Membutuhkan waktu yang lebih lama.

2) Memerlukan perencanaan yang baik.

3) Tidak dapat mengakomodasi siswa yang motivasi belajarnya rendah.

2. Lembar Kerja Siswa (LKS)

a. Komponen Penyusun LKS

Setiap produk pastilah memiliki komposisi-komposisi tertentu dalam

pembuatannya, baik itu produk makanan bahkan produk bahan ajar seperti

LKS. Prastowo (2015) mengemukakan enam komponen yang akan dicapai

dalam penyusunan produk LKS, yaitu:

a. Petunjuk belajar

Ini berisi langkah bagi guru dalam menyampaikan bahan ajar kepada siswa

dan langkah bagi siswa dalam mempelajari bahan ajar.

b. Kompetensi yang akan dicapai

LKS berisi standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), dan

indicator pencapaian hasil belajar yang harus dicapai.

c. Informasi pendukung

Berisi informasi tambahan yang dapat melengkapi bahan ajar sehingga

siswa semakin mudah untuk menguasai pengetahuan yang akan diperoleh

d. Latihan-latihan

Komponen latihan merupakan suatu bentuk tugas yang diberikan kepada

siswa untuk melatih kemampuan setelah mempelajari bahan ajar

e. Lembar kegiatan
15

Lembar kegiatan adalah beberapa langkah procedural cara pelaksanaan

kegiatan tertentu yang harus dilakukan siswa berkaitan dengan praktik

f. Evaluasi

Komponen evaluasi berisi sejumlah pertanyaan yang ditujukan kepada

siswa untuk mengukur kompetensi yang berhasil dikuasai setelah

mengikuti proses pembelajaran.

b. Syarat-Syarat dalam Menyusun LKS

Syarat-syarat dalam menyusun/membuat lembar kerja siswa (LKS)

adalah sebuah buku yang dibagikan kepasa siswa yang berisi soal-soal dan

materi pelajaran secara singkat. LKS bertujuan untuk meningkatkan atau

menambah sumber belajar siswa sekaligus sebagai media untuk latihan soal-

soal.

1. Syarat Didaktik

Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis (2015) mengatakan

LKS sebagai salah satu bentuk sarana PBM haruslah memenuhi

persyaratan didaktik, artinya LKS harus mengikuti asas-asas belajar-

mengajar yang efektif, yaitu:

1. Memperhatikan adanya perbedaan individual.

2. Menekankan pada proses untuk menemukan konsep-konsep.

3. Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan peserta

didik.

4. Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional,

moral, dan estetika pada diri peserta didik.


16

5. Pengalaman belajarnya ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi

peserta didik dan bukan ditentukan oleh materi bahan pelajaran.

2. Syarat-syarat Konstruksi

Selain syarat diktatik, dalam menyusun LKS juga harus memenuhi

syarat kontruksi. Dimana berkaitan dengan susunan kata, pemilihan kata,

kesederhanaan bahasa, dan keefisienan suatu kalimat. Beberapa hal yang

harus diperhatikan dalam menyusun dan membuat LKS antara lain yaitu:

(a) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan (tingkat

perkembangan kognitif) siswa;

(b) Menggunakan struktur kalimat atau kata-kata yang jelas;

(c) Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan

siswa, apabila konsep yang hendak dituju merupakan sesuatu yang

kompleks, dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana;

(d) Menggunakan kalimat yang pendek dan sederhana;

(e) Memiliki tujuan pembelajaran yang jelas serta manfaat dari pelajaran

itu sebagai sumber motivasi;

(f) Mempunyai identitas untuk lebih memudahkan administrasi, misalnya

nama, kelas, mata pelajaran, tanggal, dan sebagainya.

3. Syarat Teknik

Syarat terakhir adalah syarat teknik, berkaitan dengan penyajian

LKS, yaitu berupa tulisan, gambar, dan penampilan. Ketiga hal tersebut

menjadi salah satu penunjang dalam meningkatkan hasil prestasi siswa.

Jika ketiga hal tersebut memiliki kualitas yang baik, menarik perhatian
17

siswa untuk belajar maka bisa jadi prestasi siswa juga akan meningkat.

Beberapa syarat teknik diantaranya adalah:

(a) Tulisan

Tulisan dalam LKS diharapkan memperhatikan hal-hal berikut ;

LKS menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin

atau romawi, LKS menggunakan huruf tebal yang agak besar

untuk topic, LKS menggunakan minimal 10 kata dalam 10 baris,

LKS menggunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah

dengan jawaban siswa, LKS menggunakan memperbandingkan

antara huruf dan gambar dengan serasi.

(b) Gambar

Gambar yang baik untuk LKS adalah gambar yang dapat

menyampaikan pesan atau isi dari gambar tersebut secara efektif

kepada pengguna LKS.

(c) Penampilan

Aspek penampilan sangat penting dalam LKS. Siswa pada

awalnya akan tertarik pada penampilan bukan pada isinya. Oleh

karena itu, LKS harus dibuat menarik agar siswa termotivasi untuk

menggunakan LKS.

c. Tujuan dan Manfaat LKS

Setiap bahan ajar pastilah memiliki tujuan dan manfaat sendiri-

sendiri. Begitu juga dengan LKS. Berikut beberapa tujuan LKS menurut

Depdiknas dalam panduan pelaksanaan materi pembelajaran SMP alternatif

mengemukakan tujuan pengemasan materi dalam bentuk LKS adalah :


18

a. LKS membantu siswa untuk menemukan konsep

b. LKS mengetengahkan terlebih dahulu suatu fenomena yang bersifat

konkrit, sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.

c. LKS memuat apa yang (harus) dilakukan siswa, meliputi melakukan,

mengamati, dan menganalisis.

d. LKS membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai

konsep yang telah ditemukan

e. LKS berfungsi sebagai penuntun belajar

f. LKS berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam buku.

Siswa akan dapat mengerjakan LKS tersebut jika membaca buku.

g. LKS berfungsi sebagai penguatan.

h. LKS berfungsi sebagai petunjuk praktikum

Sedangkan tujuan LKS menurut Achmadi (2014) adalah: (1)

Mengaktifkan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran, (2) Membantu

siswa mengembangkan konsep, (3) Melatih siswa untuk menemukan dan

mengembangkan ketrampilan proses, (4) Sebagai pedoman guru dan siswa

dalam melaksanakan proses kegiatan pembelajaran, (5) Membantu siswa

dalam memperoleh informasi tentang konsep yang dipelajari melalui proses

kegiatan pembelajaran secara sistematis, (6) Membantu siswa dalam

memperoleh catatan materi yang dipelajari melalui kegiatan pembelajaran.

3. Hasil Belajar

Salah satu tolak ukur untuk melihat keberhasilan proses pembelajaran

adalah dengan melihat hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar

merupakan cerminan tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan dari proses


19

belajar yang telah dilaksanakan, dan puncaknya diakhiri dengan suatu

evaluasi. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2016: 4) hasil belajar dapat

dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiringan.kedua

dampak tersebut berguna bagi guru dan juga siswa. Dampak pengajaran

adalah hasil yang dapat diukur, seperti tetuang dalam rapor, angka ijazah, atau

kemampuan meloncat setelah latihan. Sedangkan dampak pengiringan adalah

terapan pengetahuan dan kemampuan dibidang lain suatu transfer belajar.

Menurut Mulyasa (2018: 208-209) penilaian hasil belajar tingkat kelas

adalah penilaian yang dilakukan oleh guru atau pendidik secara langsung.

Penilaian hasil belajar pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan untuk

mengukur perilaku yang telah terjadi pada diri peserta didik. Pada umumnya

hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk: (1) peserta didik

akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelenahannya atas perilaku

yang diinginkan, (2) mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu

telah meningkatkan baik setahap atau dua tahap sehingga timbul lagi

kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang dengan yang

diinginkan. Penilaian hasil bertujuan untuk mengetahui hasil belajar atau

pembentukan kompetensi peserta didik. Standar nasional pendidikan

mengungkapkan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidikan dilakukan

secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan

hasil dalam bentuk penilaian harian, penilaian tengah semester, penilaian akhir

semester, dan penilaian kenaikan kelas.

Hamalik (2014: 31) memberikan pendapatnya tentang hasil belajar.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengetahuan-


20

pengetahuan, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan. Dalam

kaitannya dengan proses pembelajaran di sekolah, hasil belajar merupakan

hasil dari interaksi antara guru dengan siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Dimyati (2016: 3) bahwa hasil belajar merupakan hasil belajar dari suatu

interaksi belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar bagi sebagian anak adalah

berkat tindak guru, pencapaian tujuan pengajaran pada bagian ini merupakan

peningkatan kemampuan siswa.

Keberhasilan hasil belajar tidak semata-mata didapatkan dengan mudah.

Selain proses pembelajaran yang baik, ada juga faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar. Ada faktor yang dapat diubah (seperti: cara

mengajar, mutu rancangan, model evaluasi, dan lain-lain), adapula faktor yang

harus diterima apa adanya (seperti: latar belakang siswa, gaji, lingkungan

sekolah, dan lain-lain) Suhardjono dalam Arikunto (2016: 55). Menurut

Depdiknas (2006: 3), “hasil belajar (prestasi belajar) siswa yang diharapkan

adalah kemampuan yang utuh yang mencakup kemampuan kognitif,

kemampuan psikomotor, dan kemampuan afektif atau perilaku.”

Slameto (2015: 54-71), menyatakan faktor yang mempengaruhi hasil

belajar secara garis besar dibagi dalam dua faktor yaitu intern dan faktor

ekstern:

1) Faktor internal, yaitu faktor yang ada dalam individu yang sedang

belajar, seperti: Faktor jasmaniah, meliputi faktor kesehatan dan cacat

tubuh, faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat bakat,

motivasi kematangan dan kesiapan dan faktor kelelahan, baik

kelelahan jasmani maupun rohani.


21

2) Faktor eksternal, yaitu faktor yang ada dari luar individu yang sedang

belajar, meliputi: faktor keluarga, merupakan lingkungan utama dalam

proses belajar, faktor sekolah, lingkungan dimana siswa belajar secara

sistematis dan faktor masyarakat.

Sedangkan menurut Syah (2017: 144) faktor-faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar siswa terdiri dari tingkat kesehatan indera pendengaran,

penglihatan, kelelahan, kecerdasan, sikap siswa, minat siswa, motivasi siswa,

guru, staf administrasi, teman sekelas, gedung sekolah dan letaknya, rumah

tempat tinggal siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, waktu

belajar yang digunakan siswa, strategi dan metode belajar siswa.

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang

sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang

pendidikan. ini berarti berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan itu

amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik di sekolah

maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri. Belajar merupakan proses

perkembangan yang dialami oleh siswa menuju ke arah yang lebih baik.

Menurut Hamalik (2012: 37) belajar merupakan proses perubahan tingkah

laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.

Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antar individu dan

lingkungannya, baik lingkungan alamiah maupun lingkungan sosialnya.

Menurut Djamarah (2018: 13) belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa

ragauntuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut

kognitif, afektif, dan psikomotor. Diketahui bahwa belajar merupakan suatu


22

proses yang dilakukan secara sadar baik perubahan berupa tingkah laku

maupun pengetahuan karena adanya interaksi antara individu dengan

lingkungannya. Ciri-ciri tertentu dari suatu perubahan tingkah laku menurut

Slameto (2015: 3 -4) menyatakan: perubahan terjadi secara sadar, perubahan

dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, perubahan dalam belajar

bersifat positif dan aktif, perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara,

perubahan dalam belajar bertujuan terarah dan perubahan mencakup seluruh

aspek tingkah laku.

4. Materi Pembelajaran

a. Bangun Ruang

Bangun ruang merupakan suatu bangun tiga dimensi yang memiliki

ruang/volume/isi dan juga sisi-sisi yang membatasinya. Secara garis besar,

bangun ruang bisa kita kategorikan menjadi dua kelompok, antara lain:

bangun ruang sisi datar dan bangun ruang sisi lengkung. Yang termasuk dalam

bangun ruang sisi datar yaitu kubus, balok, prisma, dan limas. Sementara

untuk bangun ruang sisi lengkung terdiri atas kerucut, tabung, dan bola.

b. Macam-macam Bangun Ruang

Berikut ini macam-macam dari bangun ruang, mulai dari bangun ruang

sisi datar yang meliputi kubus, balok, prisma, dan limas. Hingga bangun ruang

sisi lengkung yang meliputi kerucut, tabung, dan bola.

(1) Kubus

Kubus merupakan suatu bangun ruang tiga dimensi yang dibatasi oleh

enam sisi serupa yang berwujud bujur sangkar. Kubus juga dikenal dengan

nama lain yaitu bidang enam beraturan. Kubus sebetulnya adalah bentuk
23

khusus dari prisma segiempat, sebab tingginya sama dengan sisi alas. Sifat

bangun kubus yaitu:

- Memiliki 6 sisi berbentuk persegi yang memiliki ukuran sama luas

- Memiliki 12 rusuk yang memiliki ukuran sama panjang

- Memiliki 8 titik sudut

- Memiliki 4 buah diagonal ruang

- Memiliki 12 buah bidang diagonal

Gambar 1.1. Kubus

Sedangkan rumus pada kubus yaitu:

Volume: V= s x s x s = s3

Luas permukaan: 6 s x s = 6 s2

Panjang diagonal bidang: s√2

Panjang diagonal ruang: s√3

Luas bidang diagonal: s2√2

Keterangan:
24

L= Luas permukaan kubus (cm2)

V= Volume kubus (cm3)

S= Panjang rusuk kubus (cm)

(2) Balok

Balok adalah suatu bangun ruang yang mempunyai tiga pasang sisi segi

empat. Di mana pada masing-masing sisinya yang berhadapan mempunyai

bentuk serta ukuran yang sama. Berbeda halnya dengan kubus di mana

seluruh sisinya kongruen berbentuk persegi, dan pada balok hanya sisi

yang berhadapan yang sama besar. Serta tidak seluruhnya berbentuk

persegi, kebanyakan berbentuk persegi panjang. Sifat balok yaitu:

- Sedikitnya sebuah balok mempunyai dua pasang sisi yang berbentuk

persegi panjang.

- Rusuk-rusuk yang sejajar memiliki ukuran yang sama panjang:

AB = CD = EF = GH, dan AE = BF = CG = DH.

- Pada masing-masing diagonal bidang pada sisi yang berhadapan

berukuran sama panjang, yakni:

ABCD dengan EFGH, ABFE dengan DCGH, dan BCFG dengan

ADHE yang mempunyai ukuran sama panjang.

- Masing-masing diagonal ruang pada balok mempunyai ukuran sama

panjang.

- Masing-masing bidang diagonalnya berbentuk persegi panjang.


25

Gambar 1.2. Balok

Rumus pada Balok:

Volume: p.l.t

Luas Permukaan: 2 (pl + pt + lt)

Panjang Diagonal Bidang: √(p2+l2) atau juga bisa √(p2+t2) atau √(l2+t2)

Panjang Diagonal Ruang: √(p2+l2+t2)

Keterangan:

p : panjang

l : lebar

t : tinggi

(3) Limas

Limas merupakan suatu bangun ruang tiga dimensi yang dibatasi oleh alas

berbentuk segi-n (dapat berupa segi tiga, segi empat, segi lima, dll) serta

bidang sisi tegak berbentuk segitiga yang berpotongan di satu titik puncak.

Terdapat banyak jenis limas yang dikategorikan dengan dilandasi bentuk

alasnya. Antara lain: limas segitiga, limas segi empat, limas segi lima, dan

yang lainnya. Limas dengan mempunyai alas berbentuk lingkaran disebut

sebagai kerucut. Sementara untuk limas dengan alas yang berupa persegi

disebut sebagai piramida. Sifat limas yaitu:


26

- Memiliki 5 sisi yakni: 1 sisi berbentuk segiempat yang berupa alas

serta 4 sisi lainnya seluruhnya berbentuk segitiga dan merupakan sisi

tegak.

- Memiliki 8  buah rusuk.

- Memiliki 5 titik sudut, antara lain: 4 sudut terletak di bagian alas serta

1 sudut terletak di bagian atas yang merupakan titik puncak.

Limas Segitiga Limas Segiempat Limas Segilima Limas Segienam

Gambar 1.3. Limas

Rumus Pada Limas

Volume Limas = 1/3 Luas Alas x Tinggi

Luas Permukaan = Jumlah Luas Alas + Jumlah Luas sisi tegak

(4) Prisma

Prisma merupakan suatu bangun ruang tiga dimensi di mana alas dan juga

tutupnya kongruen serta sejajar berbentuk segi-n. Sisi-sisi tegak dalam

prisma memiliki beberapa bentuk, antara lain: persegi, persegi panjang,

atau jajargenjang. Dilihat dari tegak rusuknya, prisma terbagi menjadi dua

macam, yaitu: prisma tegak dan prisma miring. Prisma tegak merupakan

prima di mana rusuk-rusuknya tegak lurus dengan alas dan juga tutupnya.

Sementara untuk prisma miring merupakan prisma di mana rusuk-rusuk

tegaknya tidak tegak lurus pada alas dan juga tutupnya. Apabila kita lihat
27

dari bentuk alasnya, prisma terbagi lagi menjadi beberapa macam, yaitu:

prisma segitiga, prisma segi empat, prisma segi lima, dan lain sebagainya.

Prisma yang alas dan juga tutupnya berbentuk persegi disebut sebagai

balok dan kubus. Sementara untuk prisma yang memiliki alas dan

tutupnya berbentuk lingkaran disebut sebagai tabung. Sifat prisma yaitu:

- Memiliki bidang alas dan juga bidang atas yang berupa segitiga

kongruen (2 alas tersebut juga merupakan sisi prisma segitiga).

- Memiliki 5 sisi (2 sisi yang berupa alas atas serta bawah, 3 sisi lainnya

adalah sisi tegak yang seluruhnya berbentuk segitiga).

- Memiliki 9 rusuk.

- Memiliki 6 titik sudut.

Prisma Segitiga Prisma Segiempat Prisma Segilima Prisma Segienam

Gambar 1.4. Prisma

Rumus Pada Prisma

Rumus menghitung luas:

Luas = (2 x luas alas) + (luas seluruh bidang tegak)

Rumus menghitung keliling:

K = 3s (s + s + s)

Rumus menghitung Volume:

Volume Prisma = Luas segitiga x tinggi


28

atau juga bisa

Volume Prisma = 1/2 x a.s x t.s x t

(5) Bola

Bola merupakan salah satu bangun ruang sisi lengkung yang dibatasi oleh

satu bidang lengkung. Atau juga bisa didefinisikan sebagai sebuah bangun

ruang berbentuk setengah lingkaran yang diputar mengelilingi garis

tengahnya. Sifat bola yaitu:

- Bola memiliki 1 sisi serta 1 titik pusat.

- Bola tidak memiliki rusuk.

- Bola tidak memiliki titik sudut

- Tidak memiliki bidang diagonal

- Tidak memiliki diagonal bidang

- Sisi bola disebut sebagai dinding bola.

- Jarak dinding ke titik pusat bola disebut sebagai jari-jari.

- Jarak dinding ke dinding serta melewati titik pusat disebut sebagai

diameter.

Gambar 1.5. Bola

Rumus pada Bola

Rumus untuk menghitung volume bola yakni: 4/3 x π x r3

Rumus untuk menghitung luas bola yakni: 4 x π x r2


29

Keterangan:

V : Volume bola (cm3)

L : Luas permukaan bola (cm2)

R : Jari – jari bola (cm)

π : 22/7 atau 3,14

(6) Tabung

Bangun tabung merupakan suatu bangun ruang tiga dimensi yang

mempunyai tutup dan alas yang berbentuk lsebuah ingkaran dengan

memiliki ukuran yang sama dan diselimuti oleh persegi panjang. Sifat

tabung yaitu:

- Tabung memiliki 3 buah sisi, 1 persegi panjang, 2 lingkaran.

- Tidak memiliki rusuk.

- Tidak memiliki titik sudut.

- Tidak memiliki bidang diagonal.

- Tidak memiliki diagonal bidang.

- Tabung memiliki sisi alas serta sisi atas berhadapan yang kongruen.

- Tinggi tabung merupakan jarak titik pusat bidang lingkaran alas

dengan titik pusat lingkaran atas.

- Bidang tegak tabung berwujud lengkungan yang disebut sebagai

selimut tabung.

- Jaring-jaring tabung berwujud 2 buah lingkaran serta 1 persegi

panjang.
30

Gambar 1.6. Tabung

Rumus pada Tabung

Rumus untuk menghitung luas alas:

luas lingkaran=π x r2

Rumus untuk menghitung volume pada tabung: π x r2 x t

Rumus untuk menghitung keliling alas pada tabung: 2 x π x r

Rumus untuk menghitung luas pada selimut tabung: 2 x π x r x t

Rumus untuk menghitung luas pada permukaan tabung: 2 x luas alas+luas

selimut tabung

Rumus kerucut + tabung:

volume = ( π.r2.t )+( 1/3.π.r2.t )

luas = (π.r2)+(2.π.r.t)+(π.r.s)

Rumus tabung + 1/2 bola:

Rumus untuk menghitung Volume = π.r2.t+2/3. π.r3

Rumus untuk menghitung Luas = (π.r2)+(2.π.r.t)+(½.4.n.r2) = (3.π.r2)+(2.

π .r.t)

Rumus tabung+bola:

Rumus untuk menghitung Volume= (π.r2.t)+(4/3. π.r3)

Rumus untuk menghitung Luas= (2. π.r2)+(4. π.r2) = π.r2


31

Keterangan:

V = Volume tabung(cm3)

π = 22/7 atau 3,14

r = Jari – jari /setengah diameter (cm)

t = Tinggi (cm)

(7) Kerucut

Kerucut merupakan salah satu bangun ruang yang memiliki sebuah alas

yang berbentuk lingkaran dengan selimut yang mempunyai irisan dari

lingkaran. Sifat kerucut yaitu:

- Kerucut memiliki 2 sisi.

- Kerucut tidak  memiliki rusuk.

- Kerucut memiliki 1 titik sudut.

- Jaring-jaring kerucut terdiri atas lingkaran serta segitiga.

- Tidak memiliki bidang diagonal

- Tidak memiliki diagonal bidang

Gambar 1.7. Kerucut

Rumus pada bangun ruang kerucut

Rumus untuk menghitung volume: 1/3 x π x r x r x t

Rumus untuk menghitung luas: luas alas+luas selimut


32

Keterangan:

r = jari – jari (cm)

T = tinggi(cm)

π = 22/7 atau 3,14

5. Kerangka Berpikir

Skema kerangka berpikir pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai

berikut:

Kondisi saat ini Tindakan Tujuan/hasil

Guru Guru mulai Diduga guru


menggunakan penerapan model mampu
pembelajaran pembelajaran melaksanakan
konvensional atau POGIL dengan model
belum ada bantuan LKS pembelajaran
variasi/media POGIL dengan
bentuan LKS
sehingga hasil
belajar siswa
meningkat

Pemahaman siswa
dalam pembelajaran
rendah, siswa merasa
takut dan kesulitan
belajar matematika Siklus I Siklus II

Gambar 1.8. Skema kerangka berpikir


33

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat. Berikut adalah

manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah diperolehnya

informasi mengenai adanya penerapan model POGIL berbantuan LKS pada

pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar matematika kelas VIII SMP

PGRI 01 Wagir Kabupaten Malang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberi sumbangan yang positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Dapat digunakan sebagai pertimbangan kualitas pembelajaran terkait

dengan penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran

sehingga dapat mempermudah cara penyampaian guru serta memperjelas

pemahaman siswa sehingga akan mengarah pada hasil belajar yang baik.

b. Bagi Lembaga

Bahan referensi untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui pelatihan

guru mengenai media dan model pembelajaran.

c. Bagi Peneliti Lain

Menjadi referensi bagi para peneliti yang mampu melaksanakan

pembelajaran dengan efektif dan efisien.

Anda mungkin juga menyukai