Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan menjadi tolak ukur kemajuan suatu negara. Bangsa yang maju sudah pasti
memiliki pendidikan yang maju. Di Indonesia pendidikan yang bagus dan berkualitas
menjadi menara gading. Hal itu dapat diartikan bahwa belum semua daerah dapat menikmati
pendidikan yang bermutu. Salah satu faktor yang bisa dikembangkan di dunia pendidikan
serta pengajaran adalah faktor tujuan, kualitas guru, kualitas siswa, materi pembelajaran,
pendekatan pembelajaran dan alat bantu pengajaran. Signifikansi dari keterampilan
komunikasi matematika peserta didik menjadi indikator atas pemahaman konsep-konsep
matematika yang telah diajarkan selama proses belajar (Harahap dikutip Rahmat dkk., 2019).
Perkembangan ilmu pendidikan dan teknologi juga tidak terlepas dari peranan
matematika dalam ilmu pengetahuan. Matematika adalah ratu dan pelayanan ilmu
pengetahuan karena menjadi kunci dari ilmu pengetahuan dan teknologi baik, aspek terapan
ataupun aspek penalaran (Pasandaran dkk., 2022). Menurut Anderha & Maskar (2021),
pembelajaran dan pemahaman matematika sudah dilakukan sejak tingkat dasar, tingkat
menengah hingga perguruan tinggi. Bahkan, Pendidikan TK dan PAUD juga sudah mulai
diajakan untuk lebih mengenal tentang matematika. Hal itu dilakukan malalui proses
pembelajaran yang ada di sekolah agar peserta didik mampu berpikir kritis, objektif, logis
dan cermat dimulai dari sejak dini.
Peserta didik dalam pembelajaran matematika seringkali kesulitan dalam memahami
konsep matematika, termasuk dalam hal menjelaskan simbol-simbol, lambang-lambang dan
mengkomunikasikan hasil pembelajaran dengan efektif (Syarifuddin, 2018). Salah satu
kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik di dalam pembelajaran matematika yaitu
kemampuan komunikasi matematis. Oleh sebab itu, setiap peserta didik harus memiliki
kemampuan matematis yang baik dan benar.
Kemampuan komunikasi matematis harus dimiliki oleh setiap peserta didik. Hal itu perlu
dilakukan karena kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi matematis memiliki peran
sentral dalam mengembangkan konsep dan sstrategi. Selain itu, kemampuan komunikasi
matematis menjadi modal keberhasilan bagi peserta didik terhadap pendekatan serta
penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika. Kemampuan komunikasi
matematis juga menjadi wadah bagi peserta didik dalam berkomunikasi untuk memperoleh
sebuah informasi dari berbagai pikiran (Susanto dikutip Maharani, 2022). Oleh sebab itu,
kemampuan komunikasi matematis berperan sangat penting bagi peserta didik. Jika peserta
didik mampu memahami komunikasi matematis dengan baik, maka kemungkinan besar hasil
belajar peserta didik dalam matematika pun akan baik juga.
Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan untuk keaktifan peserta didik adalah
model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif bisa memotivasi peserta
didik, memafaatkan semua energi sosial peserta didik, peserta didik dapat saling mengambil
tanggung (Septiani & Komala 2019). Model pembelajaran kooperatif juga membantu peserta
didik belajar mulai dari keterampilan dasar hingga pemecahan masalah yang kompleks.
Model pembelajaran kooperatif juga memiliki beberapa tipe. Salah satu model pembelajaran
kooperatif yang dapat membuat atau membangun kepercayaan diri pada peserta didik serta
mendorong partisipasi mereka di dalam kelas adalah model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw (Septian dkk., 2021).
Menurut Nazirin (2018), model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah model
pembelajaran yang mengedepankan peserta didik untuk aktif dalam bekerja sama. Peserta
didik bertanggung jawab, serta saling mengajari satu sama lain tentang konsep yang
dipahami. Peserta didik bertanggung jawab untung saling membantu, dan bertukar pikiran
satu dengan yang lain dalam diskusi kelompok. Peserta didik dibagi menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 3-6 orang. Kelompok tersebut diberi nama sebagai kelompk
asal, sedangkan kelompok ahli yaitu perwakilan dari setiap yang mempelajari sub bab materi
yang dibagi.
Materi pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk teks telah
dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab. Setiap anggota kelompok membacakan sub bab yang
telah dibagi, masing-masing sesuai dengan yang ditugaskan. Anggota kelompok yang
bertanggung jawab untuk mempelajari materi yang sesuai dengan sub bab yang telah
dipelajari. Anggota kelompok yang memliki sub bab yang sama dengan kelompok lain
berkumpul menjadi kelompok ahli. Sesama anggota kelompok ahli berdiskusi membahas
materi sub bab. Setelah dibahas dalam kelompok ahli, masing-masing anggota kelompok
kembali ke kelompok asal. Setelah itu masing-masing bertugas untuk mengajarkan kepada
teman-teman yang berada dalam kelompok asal (Trianto dikutip Rahmat dkk., 2019)
Berdasarkan hasil wawancara awal dengan guru kelas V SD Negeri 74 Palembang
diperoleh informasi bahwa model pembelajaran yang digunakan guru masih konvensional
yang berpusat kepada guru seperti metode ceramah, demostrasi dan praktik serta kelompok.
Hal itu menyebabkan peserta didik hanya fokus memperhatikan guru, peserta didik tidak
melakukan aktifitas dalam pembelajaran di kelas. Selain itu kemampuan matematis peserta
didik tergolong masih tergolong rendah. Hal ini dilihat pada saat pembelajaran hanya ada 6
peserta didik (22%) yang berani mengajukan pertanyaan kepada guru, sedangkan 22 peserta
didik (78%) tidak berani bertanya karena takut dan malu. Selain itu peserta didik juga merasa
takut dikira bodoh oleh peserta didik lain. Hal itu mengakibatkan komunikasi belajar peserta
didik belum memuaskan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelasV SD Negeri 74 Palembang juga
didapatkan bahwa guru belum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada
pembelajaran matematika. Padahal model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat
mengajak peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam pengembangan pengetahuan, sikap
dan keterampilan secara inklusif dan partisipatif. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dapat mengedepakan peserta didik untuk aktif di dalam kelas. Model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw juga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi peserta didik dalam
pembelajaran kelompok kecil, peserta didik juga bisa menerima kekurangan masing-masing
pada saat bertukar pendapat.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Tipe Jigsaw terhapadap Komunikasi Matematis
Peserta Didik Kelas V SD Negeri 74 Palembang”.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah adakah pengaruh penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap komunkasi matematis peserta didik kelas V SD
Negeri 74 Palembang.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw terhadap komunkasi matematis peserta didik kelas V SD Negeri 74
Palembang.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini memberikan manfaat teoritis dan manfaat pratis. Kedua manfaat tersebut
diuraikan sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat terutama terhadap
penelitian mengenai kemampuan komunikasi matematis peserta didik, serta memberikan
pengetahuan tentang model kooperatif tipe Jigsaw.
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan memberikan
variasi baru terdahap sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
2) Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan guru dalam
menerapkan model pembelajaran kooperetif tipe Jigsaw. Penerapan dapat dijadikan
sebagai alternatif pembelajaran untuk mengatasi permasalahan kemampuan komunikasi
matematis peserta didik.
3) Bagi Peserta Didik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat melatih dan meningkatkan keberanian peserta didik
dalam memberikan pendapat dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis.
4) Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw terhadap kemampuan komunikasi matematis. Selain itu, dapat
dijadikan sebagai referensi bagi peneliti dalam mengajar pada masa yang akan datang
untuk meningkatkan mutu pendidikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber
belajar dilingkungan belajar. Pembelajaran adalah bantuan yang diberikan oleh guru agar
peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, menguasai keterampilan dan membangun
sikap kepercayaan. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses membantu peserta didik
belajar dengan baik (Djamaluddin & Wardana, 2019). Menurut Telaumbanua (2019),
menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu sistem atau proses membelajarkan peserta
didik yang direncanakan atau dilaksanakan secara sistematis agar peserta didik dapat
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efesien.
Menurut Sa’adah & Azizah (2021) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu
metode yang menuntuk peserta didik secara aktif terlibat dalam konstruksi konsep,
pemahaman baru dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, perencanaan
dan pengelolaan proses pembelajaran harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat
memotivasi peserta didik untuk mengorganisasikan pengalaman peserta didik menjadi
pengetahuan yang memiliki makna. Berdasarkan kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik untuk
membantu peserta didik mencapai tujuan-tujuan pembelajarannya.

2.2 Hakikat Model Pembelajaran


Pada bagian model pembelajaran terdiri dari definisi model pembelajaran, tujuan
model pembelajaran, serta manfaat model pembelajaran, yang diuraikan sebagai berikut.

2.2.1 Definisi Model Pembelajaran


Model pembelajaran adalah petunjuk bagi guru dalam merencanakan pembelajaran di
kelas, mulai dari mempersiapkan perangkat pembelajaran, media dan alat bantu, hingga
alat evaluasi yang mengarah pada upaya mencapai tujuan pembelajaran (Mirdad, 2020).
Menurut Sueni (2019) menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka dasar
pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan mata pembelajaran, sesuai dengan
karakteristik kerangka dasarnya, serta dapat memunculkan beragam bentuk dan variasinya
sesuai dengan landasan filosofi dan pedagogik yang melatar belakangi pembelajaran.
Menurut Khoerunnisa & Aqwal (2020), model pembelajaran adalah suatu rencana
atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan
pembelajaran dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain, model pembelajaran
juga dapat dijadikan sebagai pola pilihan yang artinya para guru dapat memilih model
pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan. Berdasarkan
beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah rencana
kegiatan pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam model pembelajaran juga terdapat langkah-langkah dan perangkat pembelajaran
yang telah disiapkan oleh guru berdasarkan muatan pembelajaran.

2.2.2 Tujuan Model Pembelajaran


Model pembelajaran memiliki tujuan yaitu untuk memperbaiki pemahaman diri dan
meningkatkan kesadaran akan perilaku orang lain, serta meningkatkan pengetahuan yang
lebih efektif. Hal ini akan membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi dan sosial
(Taufiq dkk., 2019). Menurut (Dewi & Fauziati, 2021) penggunaan model pembelajaran
sebagai strategi dalam proses pembelajaran bertujuan untuk membantu peserta didik
dalam pengembangan diri mereka, termasuk dalam hal penerimaan informasi, ide-ide,
keterampilan dan cara berpikir yang dapat meningkatkan kapasitas peserta didik untuk
berpikir secara jernih dan bijaksana, serta membangun keterampilan sosial dan komitmen.
Menurut (Hanif, 2018) mengemukakan bahwa model pembelajaran memiliki tujuan
yang terdefinisi dengan jelas mengenai apa yang ingin dicapai, mencakup bagaimana
peserta didik akan belajar secara efektif dan metode untuk mengatasi masalah dalam
proses pembelajaran. Berdasarkan beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa
tujuan model pembelajaran adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kesadaran
perilaku peserta didik, serta keterampilan berpikir yang dapat meningkat kapasitas peserta
didik secara jernih dalam membangun keterampilan sosial dalam masalah pembelajaran.

2.2.3 Manfaat Model Pembelajaran


Manfaat dari model pembelajaran adalah untuk menciptakan kondisi pembelajaran
yang menarik dan beragam, sehingga peserta didik tidak merasa jenuh dan memiliki minat
tinggi untuk proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena kreativitas dan keaktifan peserta
didik secara langsung terlibat dalam proses pembelajaran (Fauzan dkk., 2021). Menurut
Astriani dkk., (2022) manfaat model pembelajaran ini dapat berkontribusi pada
tercapainya pembelajaran yang efektif, namun tidak semua guru dalam konteks
pembelajaran tatap muka terbatas sudah menerapkan model pembelajaran.
Menurut Sindi Apriliyanti dkk., (2022) mengemukakan bahwa manfaat model
pembelajaran sangat signifikan dalam proses pembelajaran, karena model tersebut
membawa berbagai manfaat yang menguntungkan baik bagi peserta didik maupun guru.
Dengan banyaknya manfaat dari berbagai model pembelajaran, guru dapat menyajikan
beberapa contoh model pembelajaran dan kemudian memilih model yang paling sesuai
untuk diterapkan dalam proses pembelajaran tersebut.
Berdasarkan dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa manfaat model
pembelajaran adalah untuk menciptakan kondisi pembelajaran efektif. Dari banyaknya
model-model pembelajaran yang ada guru bisa memilih model yang paling sesuai untuk
diterapkan dalam proses pembelajaran. Sehingga peserta didik tidak merasa jenuh dan
memiliki minat tinggi saat pembelajaran berlangsung.

2.3 Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif


Pada bagian hakikat model pembelajaran kooperatif terdiri dari definisi model
pembelajaran kooperatif, tujuan model pembelajaran kooperatif, serta manfaat model
pembelajaran kooperatif, yang diuraikan sebagai berikut.

2.4.1 Definisi Model Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran kelompobelajaran yang
menari,k yang terarah, terpadu, efektif efisien melibatkan kegiatan berkolaborasi dan
saling membantu untuk eksplorasi atau penelitian suatu topik. Pendekatan ini bertujuan
mencapai proses dan hasil belajar yang produktif (Harefa dkk., 2022). Menurut Anitra,
(2021) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran di
dalam kelompok kecil yang terdiri dari peserta didik dengan karakteristik yang beragam,
dengan tujuan agar peserta didik bisa berkolaborasi, berbagi ide serta bersama-sama
mengembangkan konsep menyelesaikan masalah. Dalam konteks ini, tanggung jawab dan
tujuan bersama menjadi fokus utama, sambil membentuk ketergantungan positif antar
anggota kelompok dan melatih keterampilan berinteraksi, berkomunikasi serta sosialisasi.
Menurut Fadliyani, (2018) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
model pembelajaran yang melibatkan partisipasi peserta didik dalam suatu kelompok kecil
untuk salaing berinteraksi. Berdasarkan dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran kooperatif adalah kegaiatan pemeblajaran kelompok kecil
terarah, terpadu, efektif efisien yang melibatkan peserta didik untuk saling berinteraksi
dengan tujuan bisa menyelesaikan masalah bersama.

2.4.2 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif yang menggunakan system belajar secara
berkelompok yang bertujuan peserta didik bias mencapai tujuan pembelajaran yaitu
sebagai berikut:
a) Hasil belajar akademik
Pendekatan pembelajaran kooperatif dirancang untuk mencapai sejumlah tujuan social
yang beragam, sekaligus meningkatkan prestasi peserta didik dalam tugas-tugas belajar
akademis. Selain mengubah norma yang terkait dengan hasil belajar, metode pembelajaran
kooperatif memberi keuntungan bagi semua peserta didik, baik yang berada dalam
kelompok bawah maupun kelompok atas, ketika peserta didik bekerja sama untuk
menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b) Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu
Tujuan lainnya adalah mendapatkan penerimaan yang luas dari individu dengan
perbedaan latar belakang seperti ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidak
mampuan. Melalui pendekatan pembelajaran kooperatif, peserta didik dari berbagai latar
belakang dan kondisi diberikan kesempatan untuk bekerja bersama dalam menyelesaikan
tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif, pesserta didik dapat
belajar untuk menghormati perbedaan individual satu sama lain.
c) Perkembangan keterampilan sosial
Tujuan ketiga yang signifikan dalam pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan
kepada peserta didik keterampilan bekerja sama dan berkalaborasi. Kegiatan ini
melibatkan kerja sama dengan teman sekelompok dalam menyelesaikan tugas dan masalah
yang terkait dengan pembelajaran. Tujuannya adalah agar peserta didik dapat melatih
keterampilan sosial, kemampuan berinteraksi dan keterampilan bersosialisasi dengan
sesame. Keterampilan-keterampilan sosial ini dianggap penting untuk dimiliki oleh setiap
peserta didik, mengingat masih banyak anak muda saat ini kurang berkembang dalam hal
keterampilan sosial (Hasanah & Himami, 2021).
Menurut Tabrani & Amin, (2023) mengemukakan bahwa salah satu tujuan penting
dari model pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan peserta didik keterampilan kerja
sama dan kolaborasi, yang memiliki kepentingan besar dalam kehidupan masyarakat.
Dalam konteks pembelajaran kooperatif, peserta didik tidak hanya memperoleh
pengetahuan materi, tetapi juga diajarkan keterampilan khusus yang disebut keterampilan
kooperatif. Keterampilan ini berperan dalam meningkatkan hubungan kerja dan
pemenuhan tugas. Membangun hubungan kerja dilingkungan melalui pengembangan
komunikasi antar anggota kelompok, sementara tugas-tugas diperlakukan dengan cara
mendistribusikan tanggung jawab di antara anggota kelompok selama kegiatan
pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif bertujuan menginspirasi peserta didik agar saling
memberikan dukungan dan bantuan satu sama lain dalam upaya memahami kemampuan
yang diajakan oleh guru (Sugianto, 2022). Berdasarkan beberapa kutipan diatas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar
akademik peserta didik, mengajarkan keterampilan bekerja sama pada peserta didik, serta
meningkatkan perkembangan keterampilan sosial pada peserta didik.

2.4.3 Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif bermanfaat dalam memberikan peserta didik kesempatan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan lebih baik. Hal ini disebabkan
oleh fokus pada kegiatan pembelajaran kooperatif, dimana peserta didik diharapkan
berpartisipasi aktif melalui kerja sama dalam kelompok (Yulia dkk., 2020). Menurut
Pingga, (2021) mengemukakan bahwa ada beberapa manfaat pembelajaran kooperatif
diantaranya, pertama, sejumlah penelitian telah mengonfirmasi bahwa penerapan model
kooperatif dapat menghasilkan peningkatan dalam pencapaian belajar peserta didik,
kemudian juga meningkatkan kemampuan dalam interaksi sosial. Model ini juga berperan
dalam meningkatkan sikap terbuka terhadap kekurangan diri dan orang lain, serta dapat
mengangkat harga diri peserta didik. Selanjutnya, model pembelajaran kooperatif mampu
mengakomodasi kebutuhan belajar peserta didik dalam mengembangkan keterampilan
berpikir, kemampuan memecahkan masalah, dan interaksi pengetahuan dengan
keterampilan.
Menurut Kahar dkk.,(2020) menjelakan bahwa model kooperatif ini bermanfaat bagi
peserta didik, penggunaan model, strategi dan media pembelajaran perlu terus diinovasi
dengan materi yang diajarkan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan motivasi dan minat
peserta didik dalam pembelajaran, salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah
model pembelajaran berbasis kelompok yang bisa mengembangkan dan meningkatkan
keterampilan peserta didik.
Berdasarkan dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa manfaat model
kooperatif yaitu membantu meningkatkan kemampuan dan ketrampilan peserta didik agar
lebih aktif, serta memotivasi minat peserta didik memecahkan masalah dan interaksi
pengetahuan dengan ketrampilan dalam pembelajaran.

2.4 Hakikat Model Pembelajaran Kooperatife Tipe Jigsaw


Pada bagian hakikat model pembalajaran kooperatif tipe Jigsaw terdiri dari definisi
model pembalajaran kooperatif tipe Jigsaw, tujuan model pembalajaran kooperatif tipe
Jigsaw, manfaat model pembalajaran kooperatif tipe Jigsaw, serta langkah-langkah model
pembalajaran kooperatif tipe Jigsaw, yang diuraikan sebagai berikut.

2.4.1 Definisi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pertama kali dikembangkan dan
diujicobakan oleh Elliot Aronson, beliau mengatakan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu model kooperatif yang memperhatikan latar belakang
pengalaman peserta didik dan mampu mengaktifkan para peserta didik agar bahan
pelajaran menjadi lebih bermakna.(Siregar, 2022). Model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw merupakan teknik yang dipakai secara luas dengan pembelajaran kelompok, setiap
peserta didik mengajarkan materi kepada peserta didik lain (Ardiawan dkk., 2020).
Menurut Heriwan & Taufina (2020) menyatakan model pembelajaran Jigsaw adalam
model pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan rasa percaya didik dan tanggung
jawab peserta didik terhadap pembelajaran mandiri dan kelompok.
Menurut Anitra (2021) mengemukakan bahwa model pembelajaran koooperatif tipe
Jigsaw adalah pembelajaran dalam suatu kelompok kecil yang heterogen untuk saling
bekerja sama, saling bertukar pikiran dalam berdiskusi konsep dan memecahkan masalah
dengan bertanggung jawab serta tujuan bersama dan saling ketergantungan positif
sekaligus berlatih berinteraksi, berkomunikasi dan sosialisasi bersama. Berdasarkan dari
beberapa uraian pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw adalah model pembelajaran kelompok yang dilakukan oleh peserta didik
untuk saling bertukar pikiran, bekerja sama, berdiskusi untuk memecahkan masalah
bersama dengan rasa tanggung jawab.

2.4.2 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Menurut Reynaldi Nomor dkk (2022) mengemukakan bahwa tujuan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah untuk mengembangkan kerja tim,
keterampilan belajar kooperatif serta penguasaan pengetahuan secara mendalam yang
tidak mungkin diperoleh peserta didik apabila peserta didik mempelajari materi secara
mandiri. Sedangkan menurut Muharaini, (2018) mengatakan tujuan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab yang baik
secara individu maupun kelompok dalam mencapai kesuksesan bersama. Selain itum
model pembelajaran ini mendorong interaksi antar kelompok, dimana keberhasilan
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kekompakan dan kerja sama yang kuat antar
kelompok. Hal ini karena setiap kelompok akan saling berbagi informasi yang diperoleh
dari kelompok lain.
Tujuan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini adalah untuk mengembangkan
keterampilan kerja tim, kemampuan belajar, dan penguasaan pengetahuan mendalam. Hal
ini diupayakan karena sulit bagi peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang
komprehensif bila peserta didik mencoba mempelajari semua materi secara individu
(Djabba, 2020).
Dari berdasarkan beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini adalah untuk mengembangkan kerja sama tim dan
rasa tanggung jawab peserta didik dalam penguasaan materi secara mendalam yang
dilakukan secara bersama dipengaruhi oleh kekompakkan dan kerja sama kelompok yang
kuat. Hal itu dilakukan karena setiap kelompok agar saling berbagi informasi mempelajari
semua materi yang sulit dilakukan oleh setiap peserta didik apabila mempelajari meteri
secara mandiri.

2.4.3 Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Menurut Widarta dikutip Lestari (2021) model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
memiliki manfaat salah satunya yaitu, peserta didik secara individu membantu
memudahkan pemahaman, kemudian dengan adanya diskusi dalam kelompok peserta
didik memahami tentang materi menjadi lebih mendalam dan spesifik, mendorong
meningkatkan tanaggung jawab peserta didik terhadap pembelajaran dan juga terhadap
pembelajaran teman sekelompok, tetapi juga harus bersiap untuk memberikan serta
mengajarkan materi tersebut kepada anggota kelompok lain, sehingga pengetahuan peserta
didik semakin bertambah. Hal ini membantu meningkatkan kerja sama kooperatif dalam
upaya memahami materi yang diberikan.
Menurut Burta (2018) mengemukakan bahwa model pemebalajaran kooperatif tipe
Jigsaw memiliki manfaat yaitu peserta didik saling ketergantungan yang positif dalam hal
saling membantu, adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu, kemudian
peserta didik dilibatkan dalam perencaan dan pengelolaan kelas, membuat suasana kelas
yang rileks dan menyenangkan dan memiliki banyak kesempatan untuk peserta didik
mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
Menurut Nurjanah (2020) mengemukakan bahwa dalam model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw memiliki manfaat yaitu membuat peserta didik lebih aktif dalam
proses pembelajaran, kemudian membuat peserta didik lebih paham dalam pembahasan
materi karena adanya diskusi, melatih peserta didik untuk berinteraksi aktif dengan teman,
sehingga tercipta kebersamaan dalam pembelajaran, serta menimbulkan rasa keberanian
peserta didik dalam mengemukakan pendapat dan bertanya.
Dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa manfaat model pembelajaran
koopratif tipe Jigsaw adalah model pembelajaran yang membantu dan memudahakan
pemahaman peserta didik, membuat peserta didik lebih aktif dalam pembelajaran, serta
membantu menimbulkan rasa keberanian dalam mengemukakan pendapat bagi peserta
didik. Hal ini membuat peserta didik bisa lebih memahami materi yang diberikan.

2.4.4 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Menurut (Kristanti & Mukti, 2022) terdapat beberapa langkah-langkah dalam model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yaitu sebagai berikut:
1) Peserta didik dibagi dalam satu kelompok menjadi 3-6 orang.
2) Masing-masing kelompok tersebut diberi tugas untuk dikerjakan.
3) Kemudian setiap peserta didik dari masing-masing kelompok yang memiliki tugas
serupa berkumpul bersama untuk membentuk kelompok baru, dimana peserta didik
dalam kelompok baru mengerjakan tugas sesuai dengan bidang keahlian yang telah
ditetapkan untuk masing-masing anggota.
4) Setelah itu, setiap perwakilan kelompok dapat memahami dengan baik materi yang
telah ditugaskan , lalu peserta didik kembali kelompok asal masing-masing.
5) Terakhir, peserta didik diberikan kuis, dengan tujuan untuk menilai sejauh mana
pemahaman peserta didik terhadap.
Menurut Wanti dkk., (2023) mengemukakakn bahwa ada beberapa langkah-langkah
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yaitu sebagai berikut:
1) Peserta didik dikelompokkan dalam 1-5 anggota tim (kelompok asal) secara
Heterogen.
2) Setiap orang didalam kelompok diberi materi dan tugas yang berbeda.
3) Kemudian setiap orang dalam kelompok diberi materi yang berbeda.
4) Anggota kelompok yang berasal dari kelompok yang berbeda, yang sebelumnnya
telah mempelajari bagian atau subbab yang sama bergabung dalam kelompok baru
yang disebut kelompok ahli untuk membahas subbab yang telah mereka pelajari.
5) Setelah diskusi selesai dalam kelompok ahli, setiap anggota kembali ke kelompok
asal dan secara bergantian memberikan pengajaran kepada teman satu tim
mengenai subbab yang telah mereka pelajari dengan cermat mendengarkan oleh
anggota lainnya.
Menurut Nasution & Lubis, (2019) menemukakan bahwa ada beberapa langkah-
langkah model pemelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai berikut:

1) Para peserta didik dibagi ke dalam kelompok yang disebut kelompok asal, dimana
setipa kelompok memiliki jumlah anggota yang sesuai dengan jumlah materi atau
topik permasalah yang akan dibahas.
2) Terbentuk kelompok ahli yang anggotanya merupakan perwakilan dari masing-
masing kelompok asal.
3) Setiap kelompok ahli membahas suatu topik tertentu yang berbeda.
4) Setelah selesai bekerja dikelompok ahli, setiap peserta didik kembali ke kelompok
asalnya.
5) Dikelompok asal, masing-masing peserta didik menyampaikan hasil dan
pembelajaran yang diperoleh dikelompok ahli.
6) Setelah proses belajar dikelompok ahli dan kelompok asal selesai, dilakukan kuis
dan ulangan individu.
7) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan nilai individu
tertinggi secara kumulatif.

2.5 Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Di Sekolah Dasar (SD)
Pada bagian hakikat model pembalajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD)
terdiri definisi model pembalajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD), tujuan
model pembalajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD), serta manfaat model
pembalajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD), yang diuraikan sebagai
berikut.

2.5.1 Definisi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Di Sekolah Dasar (SD)
Model pembelejaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD) merupakan suatu
pendekatan pembelajaran kolaboratif dimana peserta didik belajar dalam kelompok kecil
yang terdiri dari 4-6 orang dengan latar belakang yang beragam. Dalam model ini, peserta
didik bekerja sama secara tim dan memiliki tanggung jawab individu masing-masing
(Handayani dkk., 2022). Menurut (Nur Amalia & Info Abstrak, 2023) mengemukakan
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD) adalah suatu
pendekatan pengajaran dimana pesera didik belajar dalm kelompok-kelompok kecil yang
memiliki tingkat kemampuan yang beragam. Dalam pembelajaran kooperatif, peserta
didik diberdayakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mendorong
toleransi terhadap sesama peserta didik dan dapat meningkatkan prestasi belajar mereka.
Menurut (Maja dkk., 2022) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw di SD adalah salah satu varian dari pembelajaran kooperatif yang mendorong
keterlibatan aktif peserta didik serta kolaborasi dalam memahami bahan pelajaran dengan
tujuan mencapai tujuan prestasi terbaik. Dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran kooperatif di Sekolah Dasar (SD) adalah model pembelajaran
kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang dalam setiap kelompoknya yang dimana
peserta didik bekerja sama dan berkolaborasi dalam kelompok untuk mendorong keaktifan
peserta didik dalam memahami bahan ajar dengan tujuan untuk mencapai prestasi yang
terbaik.

2.5.2 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Di Sekolah Dasar (SD)
Tujuan dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar adalah untuk
mengembangkan keterampilan peserta didik dalam berpartisipasi dalam diskusi dan
merasa bertanggung jawab secara individu untuk membantu peserta didik lain dalam
memahami aspek-aspek tertentu dari materi pelajaran (Handayani dkk., 2022). Menurut
(Maksum Fuadi dkk., 2022) mengatakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah
Dasar (SD) ini mementingkan kolaborasi dan saling bantu dalam kegiatan pembelajaran
dengan maksud untuk meningkatkan motivasi dan tingkat partisipasi peserta didik.
Menurut (Nadialista Kurniawan, 2021) mengemukakan bahwa tujuan dari model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar ini adalah untuk meningkatkan
partisipasi peserta didik dalam pembelajaran, baik dalam konteks kelompok maupun
individu. Ketika peserta didik belajar dalam kelompok, setiap anggota memiliki tanggung
jawab pribadi dalam memahami materi yang diajarkan oleh guru. Peserta didik dari
kelompok yang memiliki pemahaman lebih tinggi membantu peserta didik dari kelompok
yang pemahaman lebih rendah untuk memamhami materi tersebut.
Dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa manfaat model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD) yaitu untuk mengembangkan keterampilan
peserta didik dengan cara berkolaborasi atau berkelompok guna saling membantu dalam
meningkatkan motivasi dan memahami materi pembelajaran.

2.5.3 Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Di Sekolah Dasar (SD)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD) juga
memberikan manfaat dengan mengajak peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam
pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan secara inklusif dan partisipatif
(Nadialista Kurniawan, 2021). Menurut (Handayani dkk., 2022) berpendapat bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD) mempunyai manfaat yaitu
untuk meningkatkan kapabilitas peserta didik, juga mendorong peserta didik untuk
menerima kelemahan masing-msing, mengurangi potensi konflik diantara peserta didik,
mengurangi keluhan, kemudia bisa meningkatkan pemahaman peserta didik secara
mendalam, merangsang motivasi, meningkatkan hasil pendidikan dan memungkinkan
penyimpanan data yang lebih lama serta mengembangkan sifat kesabaran dan empati
terhadap individu lainnya.
Menurut (Sutrisno dkk., 2019) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw di Sekolah Dasar (SD) juga memberikan manfaat bagi peserta didik yang belum
berpengalaman dalam menyelesaikan masalah secara kelompok untuk belajar
berkolaborasi dengan rekan sekelompoknya. Peserta didik diajak untuk berbagi pemikiran
langsung dan berkontribuasi secara aktif dalam menyelesaikan tugas yang diberikan,
bahkan dengan cara mengajari kepada peserta didik lain.
Berdasarkan beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD) memiliki manfaat yaitu mengajak peserta
didik aktif terlibat dalam diskusi kelompok bertukar pemikiran langsung dan berkontribusi
dengan rekan sekelompoknya.

2.6 Komunikasi
Komunikasi merupakan aspek yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia.
Secara estimologis, istilah “ komunikasi” berasal dari bahasa Inggris “communication”
yang memiliki akar kata dalam bahasa Latin “communicare”. “communicare” memiliki
tiga makna yakni “to make common” atau membuat sesuatu menjadi umum,
“cum+munus” yang berarti saling memberikan sesuatu sebagai hadiah dan “cum+munire”
yang merujuk pada membangun pertahanan bersama (Sari dkk., 2018). Komunikasi
merupakan kegiatan manusia yang memiliki signifikansi besar, tidak hanya dalam konteks
kehidupan organisasi, tetapi juga dalam kehidupan manusia secara umum. Komunikasi
merupakan aspek esensial dalam kehidupan kita, dimana setiap manusia berinteraksi satu
sama lain melalui berbagai bentuk komunikasi. Proses komunikasi dapat terjadi dalam
skala yang sederhana hingga kompleks dan kemajuan teknologi saat ini telah megubah
secara dramatis cara manusia berkomunikasi (Pohan & Fitria, 2021).
Menurut (Masdul, 2018) mengatakan bahwa dalam setiap interaksi komunikasi,
manusia saling menuangkan informasi, yang biasa berupa pemikiran, ide, tujuan, atau
emosi secara langsung. Kegiatan komunikasi ini terjadi secara kontinu, sepanjang
kehidupan manusia dan selama manusia melibatkan diri dalam aktivitas sehari-hari. Jika
diperhatikan dalam lingkungan sekitar, jelas bahwa komunikasi merupakan kegiatan yang
sangat fundamental dalam kehiduapan masyarakat. Dapat dipastikan bahwa di setiap
tempat manusia berinteraksi dengan sesame, kegiatan komunikasi kebutuhan esensial
dalam kehidupan manusia.
Berdasarkan beberapa pernyataan komunikasi diatas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi merupakan hal yang mendasar dalam kehidupan manusia, dimana setiap
manusia berinteraksi satu sama lain melalui berbagai bentuk komunikasi, berupa
pemikiran, ide,tujuan atau emosi secara langsung.

2.7 Kemampuan Komunikasi Matematis


Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan peserta didik dalam
mempelajari dan memahami konsep matematika secara tertulis (hidayat fahrul, 2023).
Menurut Nurhasanah dkk., (2019) mengemukakan bahwa kemampuan komunikasi
matematis merupakan aspek krusial dalam proses pembelajaran matematika. Kemampuan
ini terus diterapkan ketika peserta didik mengatasi permasalahan matematika, dimulai dari
mengubah soal cerita menjadi bentuk simbol-simbol atau gambar.
Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan yang penting dimiliki
oleh setiap peserta didik, kemampuan ini dapat membantu peserta didik mengasah
kemampuan berpikir, menjadi alat penilaian peserta didik, mendukung peserta didik dalam
mengorganisir pemahaman setiap peserta didik, memfasilitasi pembangunan pengetahuan
matematika peserta didik, meningkatkan keterampilan pemecahan masalah matematika,
memajukan kemampuan penalaran, memperkuat kemampuan diri, meningkatkan
keterampilan sosial dan berperan positif dalam membentuk komunikasi matematis (Dianti
dkk., 2018).
Berdasarkan uraian kemampuan komunikasi matematis diatas dapat disimpulkan
bahwa kemampuan komunikasi matematis itu penting dimiliki oleh setiap peserta didik
dalam pembelajaran matematika, kemampuan komunikasi matematis juga mencakup
keterampilan untuk menyajikan penyelesaian matematika secara sistematis dan berurutan.
2.7.1 Indikator Komunikasi Matematis
Menurut (Nurhasanah dkk., 2019) menyatakan bahwa indikator komunikasi matematis
adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan peserta didik dalam menyatakan masalah ke dalam ide matematis secara
tertulis.
2) Kemampuan peserta didik dalam menyatakan suatu masalah ke dalam bentuk gambar
atau model matematika
3) Kemampuan peserta didik menyajikan solusi matematis secara tertulis dengan tata
letak dan susunan yang teratur.
4) Kemampuan peserta didik dalam menilai ide-ide matematis dengan cara yang
terorganisir dan terstruktur pada bentuk tulisan.
Menurut (Melinda & Zainil, 2020) mengemukakan bahwa kemampuan komunikasi
matematis peserta didik memiliki indikator yang terdiri dari:
1) Keterampilan peserta didik dalam mengintegritas objek fisik, gambar dan diagram ke
dalam konsep matematika.
2) Kemampuan peserta didik dalam menjelaskan gagasan, kondisi dan relasi matematika
secara lisan atau tertulis menggunakan benda fisik, gambar, grafik dan ekspresi
aljabar.
3) Kemampuan menyampaikan situasi sehari-hari dalam bahasa atau symbol
matematika.
4) Partisipasi dalam diskusi, pertukaran ide, dan penulisan tentang matematika.
5) Kemampuan mengkaji pengetahuan atau presentasi matematika secara tertulis.
6) Keterampilan membuat catatan, merangkai pemikiran, menjelaskan makna dan
menarik kesimpulan.
7) Kemampuan menjelaskan dan merumuskan pertanyaan terkait pembelajaran
matematika yang dikuasai.

Dari beberapa banyaknya indikator diatas, pada penelitian ini peneliti akan
menggunakan indikator kemampuan komunikasi matematis sebagai berikut:

1) Kemampuan peserta didik dalam menyatakan masalah ke dalam ide matematis


secara tertulis.
2) Kemampuan peserta didik menyajikan solusi matematis secara tertulis dengan tata
letak dan susunan yang teratur.
3) Keterampilan membuat catatan, merangkai pemikiran, menjelaskan makna dan
menarik kesimpulan.

2.8 Penelitian Relevan


Penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap
komunikasi matematis sudah banyak dilakukan, pada penelitian ini dibuat berdasarkan
terdahulu sebagai rujukan dengan maksud menghindari duplikasi serta menunjukan bahwa
topik yang diteliti belum pernah diteliti dalam konteks yang sama. Demikian penelitian
yang relevan dengan penilitian ini:
1) Sakiyan, Mohammad (2019). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Siswa. Penelitian ini
menggunkan metode eksperimen dengan hasil penelitian diperoleh skor rata-rata
kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelompok eksperimen 71,99, kelompok
kontrol 66,63 sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
dan kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang mengikuti pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw lebih baik pada peserta didik yang mengikuti pembelajaran
konvensional.
2) Surahman, Laila dkk (2022). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas XI. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian Quasi Eksperimental Design dengan desain
penelitian posstest only control design. Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat
perbedaan kemampuan komunikasi matematis peserta didik yang melaksanakan
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan
peserta didik yang melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran
langsung di kelas XI pada materi turunan fungsi.
3) Qiram, Nurlailatul dkk (2022). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Ditinjau Dari Self-esteem
Siswa dalam Pembelajaran Matematika di SMP Negeri 6 Kota Bekasi. Hasil
penelitian ini dengan ANOVA Dua Arah menggunakan a=0 , 05, dapat disimpulkan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan pengaruh terhadap
kemampuan komunikasi matematis. Tidak terdapat interaksi antara model
pembelajaran dengan self-esteem siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis
siswa.
Perbedaan penelitian yang akan diteliti dengen penelitian tersebut ialah ditinjau dari:
1) Penelitian oleh Sakiyan, Mohammad merupakan penelitian pengaruh pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw terhadap kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan
komunikasi matematik. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan hanya kemampuan
komunikasi matematik.
2) Penelitian yang dilakukan Surahman dkk ialah Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperaf tipe Jigsaw Terhadap kemampuan komunikasi Matematis pada peserta didik
kelas XI SMP. Sedangkan penilitian yang dilakukan berfokus pada kemampuan
komunikasi matematis peserta didik kelas V SD.
3) Penelitian oleh Qiram, Nurlailatul dkk merupakan kemampuan komunikasi matematis
ditinjau dari Self-esteem Siswa dalam Pembelajaran Matematika di SMP Negeri 6
Kota Bekasi. Sedangkan penelitian yang dilakukan kemampuan komunikasi
matematis berfokus dalam pembelajaran matematika.

2.9 Kerangka Berpikir


Model pembelajaran merupakan bagian yang sangat penting dalam proses
pembelajaran. Guna model pembelajaran ini untuk menarik perhatian peserta didik dalam
proses pembelajaran agar bervariasi sehingga peserta didik tidak mudah bosan. Model
pembelajaran yang tepat akan membuat kualitas pembelajaran, hasil dan komunikasi yang
lebih baik.
Model pembelajaran dalam penelitian ini menggunakann model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw. Model pembelajaran ini ialah model pembelajaran kelompok kecil
yang membuat peserta didik bisa lebih aktif dalam berkomunikasi satu sama lain.
Pembelajaran dalam kelompok kecil dilakukan untuk membangun rasa tanggung jawab
dan menghargai satu sama lain serta aktif dalam berdiskusi dalam proses pembelajaran.

2.10 Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap penelitian yang sebenarnya
masih perlu diuji secara empiris. Berdasarkan kajian pusta dan kerangka berpikir yang
telah dijelaskan, peneliti beranggapan bahwa “ Terdapat pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw terhadap komunikasi matematis peserta didik kelas V SD Negeri 74
Palembang”. Secara statistika, hipotesis diterima jika H a > H 0
Keterangan :
H 0 = Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tidak berpengaruh terhadap
kemampuan komunikasi matematis pada peserta didik kelas V SD Negeri 74 Palembang.
H a =¿ Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berpengaruh terhadap
kamampuan komunikasi matematis pada peserta didik kelas V SD Negeri 74 Palembang.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan kauntitatif dengan jenis penelitian
eksperimen. Menurut (Sugiyono, 2019:111), metode penelitian eksperimen merupakan
metode penelitian kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen (reatmen perlakuan) terhadap variabel dependen (hasil) dalam kondisi yang
terkendali.
Peneliti menggunakan desain penelitian quast eksperimental desain dengan tipe
nonequivalent control grup desain. Menurut Sugiono (2017) penelitian ini terdapat dua
kelompok yang tidak dipilih secara random. Kelompok tersebut lalu diberi soal pretest
untuk mengetahui keadaan awal dan perbedaan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
Berdasarkan desain penelitian yang telah diuraikan di atas, berikut adalah gambara
desain penelitian nonequivalent control group desain.

Table 3.1 Desain Penelitian Nonequivalent Control Grup Desain

O1 X O2
O3 - O4
Keterangan:

O1 : Pretest kelas eksperimen

O 2 : Posttest kelas eksperimen

O3: Pretest kelas kontrol

O4 : Posttest kelas kontrol


X : Perlakuan pada kelas eksperimen berupa penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw

(Sugiyono, 2017)

3.2 Variabel Penelitian


Variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2019). Dengan kata lain, variable ialah segala
sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga memperoleh informasi dan
kemudian ditarik kesimpulan.
Terdapat dua variable dalam penelitian yang akan dilakukan, yaitu variable bebas dan
variable terikat. Variable bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab munculnya variable terikat. Sedangkan variable terikat adalah variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat adanya variable bebas. Variabel bebas dalam
penelitian ini yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Sedangkan variable terikat
dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis peserta didik kelas V SD
Negeri 74 Palembang.

3.3 Definisi Operasional Variabel


Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah model pembelajaran kelompok
kecil yang dilakukan oleh peserta didik untuk saling bertukar pikiran, bekerja sama,
berdiskusi untuk memecahkan masalah bersama dengan rasa tanggung jawab. Model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw digunakan oleh guru saat pembelajaran untuk
mengajak peserta didik aktif terlibat dalam diskusi kelompok bertukar pemeikiran
langsung dan berkontribusi dengan rekan sekelompok sehingga akan mencapai
komunikasi matematis yang lebih baik.
Komunikasi matematis merupakan kemampuan yang didapatkan oleh setiap peserta
didik dalam kegiatan pembelajaran, komunikasi matematis ini penting dimiliki oleh setiap
peserta didik, kemampuan komunikasi matematis juga mencakup keterampilan untuk
menyajikan penyelesaian matematika secara sistematis dan berurutan.

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 74 Palembang, yang beralamat di Jalan Kh
Wahid Hasyim Lrg. Tajur, Ds. 5 Ulu, Kec. Seberang Ulu I, Kota Palembang, Prov.
Sumatera Selatan 30254. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil pada tahun
ajaran 2023/2024.

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian


3.5.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2019).
Populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah peserta didik kelas V SD
Negeri 74 Palembang pada tahun 2023/2024 yang berjumlah 118 peserta didik.

Tabel. 3.2 Populasi Peserta Didik Kelas 5 SD Negeri 74 Palembang

Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah


VA 16 14 30
VB 13 15 28
VC 14 16 30
VD 12 18 30

Jumlah 118
(Sumber:Data SD Negeri 74 Palembang)

3.5.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteritik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Jika populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada
populasi. Hal ini dapat disebabkan karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Sehingga sampel yang
diambil dari populasi harus representatif (Sugiyono, 2019). Sedangkan menurut Arikunto
(2020) mengemukakan bahwa sampel merupakan sebagian atau perwakilan dari populasi
yang diteliti.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik nonprobability
sampling. Menurut sugiyono (2019) nonprobability sampling merupakan teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang sama bagi setiap anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel.
Penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling dengan jenis purposive
sampling. Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan berbagai
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2018). Adapun sampel dalam penelitian ini ialah peserta
didik kelas VA sebanyak 30 orang dan peserta didik kelas VB sebanyak 28 orang.
Pemilihan kelas didasarkan pada pertimbangan dari kemampuan kognitif yang termasuk
dalam kategori homogen.

3.6 Prosedur Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan sesuai prosedur, dengan tujuan untuk memudahkan
penelitian dalam menyusun kegiatan apa yang akan dilakukan dalam penelitian. Kegaiatan
penelitian ini juga lebih tersusun sehingga mempermudah peneliti dalam melaksanakan
kegiatan selama penelitian.

3.6.1 Menyusun Intrumen Penelitian


Instrument penelitian disusun menyesuaikan kebutuhan variable dan jenis penelitian.
Pada penelitian ini, instrument penelitian diperlukan untuk mengukur pengaruh
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap komunikasi matematis
peserta didik. Sehingga, instrument yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah soal
uraian dan lembar observasi untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis peserta
didik.

3.6.2 Melaksanakan Pretest


Pelaksanaan pretest dilakukan dengan memberikan soal esay kepada peserta didik.
Pretest dilaksanakan guna mengetahui tingkat komunikasi matematis peserta didik
sebelum diberi perlakuan berupa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Hal ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik
sebelum dan sesudah diberikan perlakuan model pembelajaran.

3.6.3 Menerapkan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap kemampuan
komunikasi matematis peserta didik, dilaksanakan di kelas V SD Negeri 74 Palembang.
Pembelajaran dilakukan dalam 3 kali pertemuan dengan 2 kelas berbeda, yang dimana
pada setiap pertemuan dilaksanakan 3 kali pembelajaran. Pertemuan pertama dan kedua
akan dilaksanakan pada kelas VA, dimana pertemuan pertama akan menggunakan model
pembelajaran konvensional, sedangkan pertemuan kedua akan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Selanjutnya dipertemuan ketiga akan dilaksanakan
pada kelas VB, dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Pembelajaran
akan dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang
didukung oleh media pembelajaran, dan bahan ajar.

3.6.4 Melaksanakan Postest


Pelaksanaan posttest dilakukan dengan peserta didik kelas V SD Negeri 74
Palembang untuk mengerjakan soal uraian. Posttest dilaksanakan untuk mengetahui hasil
keterampilan berdiskusi peserta didik setelah belajar menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw. Hal itu dilakukan untuk membandingkan kemampuan komunikasi
matematis peserta didik sebelum dan sesudah diberi perlakuan.

3.6.5 Menganalisis Data Penelitian


Menganalisis data penelitian dilakukan dengan analisis data hasil keterampilan
berdiskusi peserta didik untuk mengetahui terdapat pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw terhadap kemampuan komunikasi matematis peserta didik kelas
VA. Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu uji normalitas. Jika diperoleh data
berdistribusi normal, maka dilakukan pengujian menggunakan uji-t.

3.6.6 Menyimpulkan Penelitian


Menyimpulkan penelitian dilakukan setelah analisis. Hasil perhitungan yang sudah
dilakukan, kemudian disimpulkan untuk memperoleh jawaban dari tujuan penelitian.
Supaya hasil penelitian benar dan dapat dipercaya, penarikan kesimpulan dilakukan
dengan memperhatikan pedoman serta skala yang dilakukan.

3.7 Teknik Pengumpulan Data


Menurut Sugiyono (2019:137) mengemukakan bahwa teknik pengumpulan data
merupakan langkah paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah
mendapatkan data. Dalam penelitian ini, motode yang digunakan untuk mengumpulkan
data adalah sebagai berikut.

3.7.1 Tes
Tes merupakan instrument atau alat yang digunakan peneliti untuk mengukur
kemampuan yang dimiliki masing-masing individu atau kelompok. Sebagaimana yang
disampaikan Arikunto (2020) tes merupakan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, serta kemampuan atau
bakat yang dimiliki individu atau kelompok.

Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Tes
awal dilakukan sebelum memberikan perlakuan dengan tujuan untuk mengetahui
kemampuan awal peserta didik. Sedangkan tes akhir dilakukan setelah perlakuan dengan
tujuan untuk melihat kemampuan akhir peserta didik atas perlakuan yang telah diberikan.
Tes yang digunakan adalah tes objektif berupa soal uraian dengan jumlah butir soal yang
diberikan kepada peserta didik sebanyak 5 butir soal. Pada penelitian ini peneliti akan
menggunakan indikator kemampuan komunikasi matematis sebagai berikut:

1) Kemampuan peserta didik dalam menyatakan masalah ke dalam ide matematis secara
tertulis.
2) Kemampuan peserta didik menyajikan solusi matematis secara tertulis dengan tata
letak dan susunan yang teratur.
3) Keterampilan membuat catatan, merangkai pemikiran, menjelaskan makna dan
menarik kesimpulan.

3.7.2 Dokumentasi
Dokumentasi adalah proses pengumpulan data dengan cara mencari data melalui
peninggalan tertulis, seperti, arsip, buku-buku tentang pendapat, teori dan data yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian. Dokumen yang dikumpulkan barupa data-data
yang berkaitan dengan penelitian, seperti identitas peserta didik, guru, sekolah, perangkat
pembelajaran, serta foto-foto selama kegiatan pembelajaran berlangsung yang dijadikan
sebagai bukti bahwa penelitian telah dilaksanakan.

1.1 Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah data dari seluruh
responden atau sumber data lain terkumpul dalam penelitian kuantitatif (Sugiyono, 2017).
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan analisis inferensial. Selain itu,
untuk kategori ketuntasan peserta didik dalam pembelajaran Matematika adalah sebagai
berikut.
Tabel 3.4 Kategori Ketuntasan Pembelajaran Matematika

Nilai Kategori
≥75 Tuntas
≤ 75 Tidak tuntas

(Sumber: SD Negeri 74 Palembang)

Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data yang dianalasis berdistribusi normal
atau tidak. Sejalan dengan pendapat Hanief & Himawanto (2017) bahwa uji normalitas
adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui apakah data berasal dari
populasi yang terdistribusi normal atau berada dalam sebaran normal. Distribusi normal
adalah distribusi simetris dengan modus, mean dan median yang berada sdigaris
rentang garis sejajar yang membentuk kurva seperti lonceng. Dengan kata lain luas
daerah dibawah kurva adalah 1, yaitu 0,5 disisi kanan dan 0,5 disisi kiri. Perhitungan
dengan bantuan Microsoft Excel 2019 dan IMB SPSS 29 for windows.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk memperlihatkan bahwa kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol memiliki varians yang sama. Uji homogenitas varians dua kelompok
yang memiliki jumlah subjek berbeda menggunakan taraf signifikasi a=0 , 05. Kriteria
yang digunakan untuk mengambil kesimpulan ialah jika sig ¿dari 0,05, maka memiliki
varian yang homogen. Sebaliknya jika sig ¿ 0,05 maka varian tidak homogen.
3) Uji Hipotesis
Uji t dapat diterapkan untuk menguji hipotesis dalam penelitian suatu perlakuan.
Penggunaan uji t dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata hasil penelitian yang
telah dilakukan memenuhi kaidah tertentu atau tidak. (Rostina Sundayana, 2015:95).
Hipotesis akan diterima jika t hitung > ¿ dari t tabel.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Judul penelitian yang telah dilakukan adalah Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Komunikasi Matematis Peserta didik Kelas V SD Negeri
74 Palembang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis
eksperimen. Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan tipe nonequivalent
control grup design.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2023/2024 yang
dilaksanakan di SD Negeri 74 Palembang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
peserta didik kelas V SD Negeri 74 Palembang. Adapun sampel dalam penelitian ini ialah
peserta didik kelas VA dan VB. Data penelitian diambil menggunakan instrument tes serta
dianalisis dengan bantuan program Microsoft Excel 2019 dan IMB SPSS Statistics 29.

4.1.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian


4.1.1.1 Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian ini dilakukan dengantujuan agar penelitian berjalan dengan
lancar sesuai dengan prosedur, agar tujuan penelitian akan tercapai. Adapun prosedur
penelitian pada tahap persiapan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Persiapan administrasi, peneliti mempersiapkan persyaratan izin penelitian. Hal-hal
yang menjadi persyaratan kemudian diserahkan kepada Prodi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar FKIP Universitas Sriwijaya, untuk mendapatkan persetujuan. Kemudian, SK
penelitian yang telah terbit dari prodi PGSD diserahkan ke Dinas Pendidikan Kota
Palembang. Setelah SK izin penelitian terbit dari Dinas Pendidikan, kemudian
diserahkan kepada pihak sekolah yaitu kepala sekolah SD Negeri 74 Palembang.
Setelah mendapat izin dari pihak sekolah. Peneliti berkoordinasi Bersama walikelas
mengenai pelaksanaan penelitian.
2) Persiapan instrumen penelitian, instrument pada penelitian ini adalah menggunakan tes,
yang terdiri dari pretest dan posttest. Instrumen soal berupa soal uraian yang telah
diujikan oleh validator ahli

4.1.1.2 Pelaksanaan Pretest Kelas Ekperimen


Pelaksaan pretest bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik dalam
memahami materi sebelum diberikan perlakuan. Pretest dilakukan pada tanggal 04
Desember 2023 di kelas VB dengan jumlah peserta didik sebanyak 26 orang peserta didik.

4.1.1.3 Pemberian Perlakuan


Perlakuan pertama dilaksanakan pada tanggal 07 Desember 2023 mengenai materi
Faktor Persekutuan dan FPB, dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw. Kegiatan pembelajaran diawali dengan peserta didik berdoa terlebih dahulu,
setelah itu dilanjutkan dengan mengecek kehadiran peserta didik dan pekondisian kelas
agar siap belajar. Peneliti melakukan interaksi dengan peserta didik melalui apersepsi
terkait materi yang akan dipelajari. Peneliti bertanya kepada peserta didik, pembelajaran
berkelompok, berdiskusi bersama. Kemudian peneliti memberi pertanyaan pematik
sebagai pembuka materi pembelajaran mengenai materi Faktor persekutuan dan FPB pada
materi yang akan dipelajari.
Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan penggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw. Pada perlakuan pertama peneliti melakukan tanya jawab terlebih
dahulu kepada peserta didik. Kemudian, peserta didik diminta untuk membentuk
kelompok dengan jumlah 3-4 orang kelompok tersebut dinamakan kelompok asal.
Masing-masing anggota kelompok tersebut mendapatkan materi yang berbeda-beda.
Anggota kelompok yang mendapatkan materi yang sama berkumpul membentuk
kelompok baru yang disebut kelompok ahli. Setiap kelompok ahli mendiskusikan materi
yang telah dibagi. Setelah selesai membahas dan berdisukusi tentang materi, kelompok
ahli kembali kekelompok asal. Masing-masing anggota kelompok yang mendapat materi
berbeda tadi mengajrkan teman sekelompok asal mengenai materi yang telah dibagi.
Setelah selesai, peserta didik diminta untuk memprestasikan hasil kelompok ke depan
kelas. Kemudian peneliti mengajak peserta didik untuk menyimpulkan pembelajaran, dan
mengarahkan peserta didik untuk berdoa sebelum mengakhiri kegiatan pembelajaran.

4.1.1.4 Pelaksaan Posttest Kelas Eksperimen


Pelaksanaan posttest bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik setelah
diberikan perlakuan. Posttest dilaksanakan pada tanggal 05 Desember 2023 di kelas VB
dengan jumlah peserta didik sebanyak 26 orang peserta didik.

4.1.1.5 Pelaksaan Pretest Kelas Kontrol


Pelaksaan pretest bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik dalam
memahami materi sebelum diberikan perlakuan. Pretest dilakukan pada tanggal 05
Desember 2023 di kelas VA dengan jumlah peserta didik sebanyak 26 orang peserta didik.

4.1.1.6 Pelaksaan Posttest Kelas Kontrol


Pelaksanaan posttest bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik setelah
diberikan perlakuan. Posttest dilaksanakan pada tanggal 06 Desember 2023 di kelas VA
dengan jumlah peserta didik sebanyak 26 orang peserta didik.

4.2 Deskripsi Data Penelitian


4.2.1 Analisis Data Deskriptif
Deskripsi data penelitian adalah gambaran data yang diperoleh peneliti untuk
mendukung pembahasan pada hasil penelitian. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui
soal uraian komunikasi matematis pada materi Faktor Persekutuan dan FPB kelas VA dan
VB SD Negeri 74 Palembang. Uraian data pada penelitian ini dilihat dari kondisi variable
yang diteliti, baik pada awal maupun akhir pembelajaran.

4.2.1.1 Data Pretest Kelompok Eksperimen


Prestest dilaksanakan di kelas VB dengan jumlah peserta didik sebanyak 26 orang
sebagai kelompok eksperimen. Data yang telah diperoleh dari hasil pelaksanaan pretest
kemudian diolah dengan menggunakan bantuan bantuan softwere SPSS 29 for windows.
Berikut statistik nilai pretest siswa pada kelompok eksperimen.
Berdasarkan gambar 4.9 terlihat bahwa rata-rata pretest peserta didik pada kelompok
eksperimen ialah 10,58 dari skor ideal 100. Nilai tertinggi yang dicapai oleh peserta didik
adalah 45 sedangkan nilai terendah adalah 3 dengan simpangan baku 8,70. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai pretest peserta didik kelompok eksperiment tersebar dari nilai 3
sebagai nilai terendah hingga nilai 45 sebagai nilai tertinggi.
Jika nilai pretest dikelompokkan ke dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi
frekuensi serta persentase disajikan dalam bentuk table dengan bantuan program Microsoft
Excel 2019 dan IMB SPSS Statistics 29. Adapun gambar tabel distribusi frekuensi dan
presentase sebagai berikut:

Berdasarkan gambar 4.10 diatas terlihat bahwa dari 26 peserta didik kelompok
eksperimen yang melaksanakan pretest diperoleh sebanyak 26 berada di kategori gagal
dengan persentase 100%. Berikut disajikan Diagram Column untuk memperjelas data yang
terdapat pada gambar tabel.

Presentase ketuntasan nilai pretest peserta didik kelompok eksperimen


dihitung dengan bantuan program Microsoft Excel 2019 dan IMB SPSS Statistics
29. dapat dilihat pada gambar tabel berikut.
Berdasarkan gambar 4.12 diatas terkait tentang ketuntasan nilai pretest kelompok
eksperimen terlihat bahwa terdapat 26 orang peserta didik dengan persentase 100% yang
tidak mencapai ketuntasan pada pretest.

4.2.1.2 Data Posttest Kelompok Eksperimen


Seluruh peserta didik kelas VB sebagai kelompok eksperimen diberikan posttest
sebanyak 26 peserta didik. Data yang diperoleh setelah dilaksanakan posttest, kemudian
diolah menggunkan bantuan software SPSS 29 for windows. Berikut statistik nilai postest
peserta didik kelompok eksperimen.

Berdasarkan gambar 4.13 terlihat bahwa rata-rata nilai posttest peserta didik pada
kelompok eksperimen 56,58% dari skor ideal 100. Nilai tertinggi yang dicapai peserta
didik dalah 100 sedangkan nilai terendah adalah 5 dengan simpangan baku 38,29. Hal
tersebut menunjukkan bahwa nilai posttest peserta didik kelompok eksperimen tersebar
dari 5 sebagai nilai terendah dan 100 sebagai nilai tertinggi.
Jika nilai posstest dikelompokkan ke dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi
frekuensi serta persentase disajikan dalam bentuk tabel. Dengan bantuan Microsoft Excel
2019 dan IMB SPSS 29 for windows. Berikut hasil output distribusi frekuensi dan
persentase.
Berdasarkan gambar 4.14 diatas terlihat bahwa dari 26 peserta didik kelompok
eksperimen yang melaksanakan posttest diperoleh 10 orang peserta didik dengan
persentase 38,5% berada dikategori baik sekali, 2 orang peserta didik dengan persentase
7,7% berada dikategori baik, dan 14 orang peserta didik dengan persentase 53,8% berada
pada kategori gagal. Berikut disajikan Diagram Column untuk memperjelas data yang
terdapat pada tabel.
Persentase ketuntasan nilai posttest peserta didik kelompok eksperimen dihitung
dengan bantuan Microsoft Excel 2019 dan IMB SPSS 29 for windows. Berikut hasil output
persentase ketuntasan nilai posttest.
Berdasarkan gambar 4.16 diatas terkait tentang ketuntasan nilai posttest kelompok
eksperimen terlihat bahwa terdapat 12 orang peserta didik dengan persentase 46,2 dari 26
peserta didik yang mencapai nilai tuntas, sedangkan 14 orang peserta didik dengan
pesentase 53,8% yang tidak mencapai ketuntasan posttest.

4.2.1.3 Data Pretest Kelompok Kontrol


Seluruh peserta didik kelas VA sebagai kelompok kontrol diberikan pretest sebanyak
26 peserta didik. Data yang diperoleh setelah dilaksanakan pretest, kemudian diolah
menggunkan bantuan software SPSS 29 for windows. Berikut statistik nilai pretest peserta
didik kelompok eksperimen.
Berdasarkan gambar 4.17 terlihat bahwa rata-rata nilai pretest peserta didik pada
kelompok kontrol 6,62% dari skor ideal 100. Nilai tertinggi yang dicapai peserta didik
adalah 17 sedangkan nilai terendah adalah 2 dengan simpangan baku 4,56%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa nilai pretest peserta didik kelompok eksperimen tersebar dari 2
sebagai nilai terendah dan 17 sebagai nilai tertinggi.
Jika nilai pretest dikelompokkan ke dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi
frekuensi serta persentase disajikan dalam bentuk table dengan bantuan program Microsoft
Excel 2019 dan IMB SPSS Statistics 29. Adapun gambar tabel distribusi frekuensi dan
presentase sebagai berikut:
Berdasarkan gambar 4.18 diatas terlihat bahwa dari 26 peserta didik kelompok kontrol
yang melaksanakan pretest diperoleh sebanyak 26 berada di kategori gagal dengan
persentase 100%. Berikut disajikan Diagram Column untuk memperjelas data yang
terdapat pada gambar tabel.
Persentase ketuntasan nilai posttest peserta didik kelompok kontrol dihitung dengan
bantuan Microsoft Excel 2019 dan IMB SPSS 29 for windows. Berikut hasil output
persentase ketuntasan nilai pretest.
Berdasarkan gambar 4.20 diatas terkait tentang ketuntasan nilai pretest kelompok
kontrol terlihat bahwa terdapat 26 orang peserta didik dengan persentase 100% yang tidak
mencapai ketuntasan pada pretest.

4.2.1.4 Data Posttest Kelompok Kontrol


Seluruh peserta didik kelas VA sebagai kelompok kontrol diberikan posttest sebanyak
26 peserta didik. Data yang diperoleh setelah dilaksanakan posttest, kemudian diolah
menggunkan bantuan software SPSS 29 for windows. Berikut statistik nilai postest peserta
didik kelompok kontrol.
Berdasarkan gambar 4.21 terlihat bahwa rata-rata nilai posttest peserta didik pada
kelompok kontrol 27,96% dari skor ideal 100. Nilai tertinggi yang dicapai peserta didik
adalah 53 sedangkan nilai terendah adalah 8 dengan simpangan baku 13,84%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa nilai pretest peserta didik kelompok eksperimen tersebar dari 8
sebagai nilai terendah dan 53 sebagai nilai tertinggi.
Jika nilai posttest dikelompokkan ke dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi
frekuensi serta persentase disajikan dalam bentuk tabel dengan bantuan program Microsoft
Excel 2019 dan IMB SPSS Statistics 29. Adapun gambar tabel distribusi frekuensi dan
presentase sebagai berikut:
Berdasarkan gambar 4. 22 diatas terlihat bahwa dari 26 peserta didik kelompok
kontrol yang melaksanakan posttest diperoleh sebanyak 26 berada di kategori gagal
dengan persentase 100%. Berikut disajikan Diagram Column untuk memperjelas data yang
terdapat pada gambar tabel.
Persentase ketuntasan nilai posttest peserta didik kelompok kontrol dihitung dengan
bantuan Microsoft Excel 2019 dan IMB SPSS 29 for windows. Berikut hasil output
persentase ketuntasan nilai posttest.
Berdasarkan gambar 4.24 diatas terkait tentang ketuntasan nilai posttest kelompok
kontrol terlihat bahwa terdapat 26 orang peserta didik dengan persentase 100% yang tidak
mencapai ketuntasan pada pretest.

4.2.2 Analisis Data Inferensial


Analisis data inferensial ialah teknik statistic yang digunakan untuk menganalisis
hipotesis pada penelitian ini. Uji hilpotesis diperlukan dalam penelitian ini mengenai uji
hipotesis dapat diterima atau ditolak. Namun sebelum melakukan uji hipotesis, peneliti
terlebih dahulu melakukan uji normalitas dan homogenitas. Kedua uji tersebut bertujuan
untuk mengetahui data berdistribusi dengan normal atau tidak. Dalam melakukan kedua
uji tersebut peneliti menggunakan bantuan SPSS 29 for Windows.

Berdasarkan gambar 4.25 diatas perhitungan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk


diketahui bahwa komunikasi matematis pada pretest kelompok eksperimen memiliki sig.
sebesar < 0,001 < 0,05. Kemudian komunikasi matematis pada posttest kelompok
ekpsperimen memiliki sig. sebesar< 0,001 < 0,05. Sedangkan komunikasi matematis pada
pretest kelompok kontrol memiliki sig. sebesar < 0,001 < 0,05. Dan komunikasi matematis
pada posttest kelompok kontrol memiliki sig. sebesar 0,038 < 0,05 sehingga diperoleh data
tersebut berdistribusi tidak normal.
Kemudian melakukan uji homogenitas, uji homogenitas data komunikasi matematis
merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui bahwa data komunikasi matematis
baik dari data pretest maupun data posttest yang berasal dari populasi dengan varians yang
sama. Dalam penelitian ini data komunikasi matematis peserta didik memiliki empat
kelompok data, yaitu pretest dan posttest kelas eksperimen dan pretest dan posttest kelas
kontrol yang dilakukan menggunakan program SPSS 29 for Windows. Berikut disajikan
hasil homogenitas pada tabel berikut.
Berdasarkan gambar 4.26 diatas diperoleh bahwa nilai sig. < 0,001 < 0,05 yang berarti
data tersebut tidak homogen. Setelah melakukan uji normalitas dan uji homogenitas
kemudian adalah melakukan uji-t. Dalam penelitian ini uji-t dilakukan guna mengetahui
apakah uji hipotesis yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Uji hipotesis yang
digunakan pada penelitian ini adalah Uji Mann Whitney Non Parametrik, yaitu subjek
yang sama namun mengalami perlakuan yang berbeda. Pengambilan keputusan pada
pengujian hipotesis memiliki kriteria yaitu jika sig. < 0,05 maka H o ditolak dan H a
diterima. Sebaliknya jika > 0,05 maka H o diterima dan H a ditolak. Pengujian hipotesis
tersebut dapat dilihat pada tabel sebagi berikut.
Berdasarkan gambar 4.27 diatas hasil perhitungan Uji Mann Whitney Non Parametrik
untuk kesetaraan skor rata-rata. Hasil pretest dan posttest kelas eksperimen dan pretest dan
posttest kelas kontrol menujukkan pada taraf signifikan 0,05. sig.(2-tailed) yaitu 0,037 <
0,05. Maka H o ditolak dan H a diterima. Hal ini berarti terdapat pengaruh penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap komunikasi matematis peserta didik
kelas V SD Negeri 74 Palembang.

4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian di SD Negeri 74 Palembang didapatkan bahwa sebelum
mendapatkan perlakuan yang berbeda, hasil pretest peserta didik kelas eksperimen
memiliki rata-rata 10,58, sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata 6,62. Setelah
diberikan perlakuan yang berbeda yaitu pada kelas eksperimen diberi perlakuan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sedangkan kelas kontrol
diberikan perlakuan menggunakan model pembelajaran konvensional. Setelah diberi
perlakuan pada dua kelas ini, peneliti melakukan posttest dan didapatkan rata-rata dari
kelas eksperimen adalah 56,58, sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata 27,96.
Analisis inferensial yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus
Uji Mann Whitney Non Parametrik menghasilkan sig. 0,037. Dari data tersebut
menunjukkan bahwa H o ditolak dan H a diterima, sebagaimana dengan ketentuan jika sig.
< 0,05 maka hipotesis diterima. Hal itu menunjukkan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap komunikasi matematis memiliki pengaruh
yang signifikan karena dapat meningkatkan komunikasi matematis peserta didik kelas V
SD Negeri 74 Palembang.
Sebagaimana Nurhasanah dkk., (2019) mengemukakan bahwa kemampuan
komunikasi matematis merupakan aspek krusial dalam proses pembelajaran matematika.
Kemampuan ini terus diterapkan ketika peserta didik mengatasi permasalahan matematika,
dimulai dari mengubah soal cerita menjadi bentuk simbol-simbol atau gambar. Menurut
Dianti dkk (2018). Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan yang
penting dimiliki oleh setiap peserta didik, kemampuan ini dapat membantu peserta didik
mengasah kemampuan berpikir, menjadi alat penilaian peserta didik, mendukung peserta
didik dalam mengorganisir pemahaman setiap peserta didik, memfasilitasi pembangunan
pengetahuan matematika peserta didik, meningkatkan keterampilan pemecahan masalah
matematika, memajukan kemampuan penalaran, memperkuat kemampuan diri,
meningkatkan keterampilan sosial dan berperan positif dalam membentuk komunikasi
matematis.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Qiram, Nurlailatul dkk (2022).
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematis Ditinjau Dari Self-esteem peserta didik dalam Pembelajaran
Matematika di SMP Negeri 6 Kota Bekasi. Kemudian Surahman dkk, (2019) bahwa
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki pengaruh terhadap
komunikasi matematis siswa pada kelas XI. Penelitian ini menggunkan metode
eksperimen dengan hasil penelitian diperoleh skor rata-rata kemampuan pemecahan
masalah peserta didik kelompok eksperimen 71,99, kelompok kontrol 66,63 sehingga
dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi
matematik peserta didik yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik
pada peserta didik yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Qiram, Nurlailatul dkk (2022).
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematis Ditinjau Dari Self-esteem peserta didik dalam Pembelajaran
Matematika di SMP Negeri 6 Kota Bekasi. Kemudian Surahman dkk, (2019) bahwa
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki pengaruh terhadap
komunikasi matematis siswa pada kelas XI. Penelitian ini menggunkan metode
eksperimen dengan hasil penelitian diperoleh skor rata-rata kemampuan pemecahan
masalah peserta didik kelompok eksperimen 71,99, kelompok kontrol 66,63 sehingga
dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi
matematik peserta didik yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik
pada peserta didik yang mengikuti pembelajaran konvensional.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berpengaruh signifikan terhadap komunikasi
matematis peserta didik kelas V SD Negeri 74 Palembang. Didukung oleh data yang
diperoleh melalui hasil penelitian Uji Mann Whitney Non Parametrik dengan taraf
signifikan α =0 , 05 adalah sig. 0,037 dimana 0,037 ¿ 0,05 maka H 0 ditolak dan H a
diterima. Selain dilihat dari hasil perhitungan Uji Mann Whitney Non Parametrik, uraian
tersebut dapat dilihat juga melalui perbedaan tindakan pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Sebelum diberikan tindakan hasil pretest kelas eksperimen memiliki rata-rata
10,58 sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata 6,62. Setelah diberikan tindakan, hasil
posttest dari kelas eksperimen adalah 56,58 sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata
27,96.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan beberapa saran agar upaya
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan sebagai berikut:
1) Penelitian ini dapat digunakan sebagai contoh atau bahan bacaan untuk penelitian
selanjutnya, terkait dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
terhadap komunikasi matematis peserta didik di Sekolah Dasar.
2) Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana dan prasaran sekolah dalam menunjang
komunkasi matematis peserta didik terkhususkan dalam pembelajaran matematika.
Bagi guru penelitgian ini dapat menjadi bahan acuan dalam menerapkan model
pembelajaran. Bagi peserta didik peneltian ini dapat memberikan pembelajaran yang
bermakna, serta dapat menambahkan pemahaman dalam pembelajaran matematika.
Bagi peneliti penelitian ini dapat menambahkan pengetahuan dan pengalaman tentang
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran
matematika bagi peserta didik Sekolah Dasar.

Anda mungkin juga menyukai