PENDAHULUAN
1) Para peserta didik dibagi ke dalam kelompok yang disebut kelompok asal, dimana
setipa kelompok memiliki jumlah anggota yang sesuai dengan jumlah materi atau
topik permasalah yang akan dibahas.
2) Terbentuk kelompok ahli yang anggotanya merupakan perwakilan dari masing-
masing kelompok asal.
3) Setiap kelompok ahli membahas suatu topik tertentu yang berbeda.
4) Setelah selesai bekerja dikelompok ahli, setiap peserta didik kembali ke kelompok
asalnya.
5) Dikelompok asal, masing-masing peserta didik menyampaikan hasil dan
pembelajaran yang diperoleh dikelompok ahli.
6) Setelah proses belajar dikelompok ahli dan kelompok asal selesai, dilakukan kuis
dan ulangan individu.
7) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan nilai individu
tertinggi secara kumulatif.
2.5 Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Di Sekolah Dasar (SD)
Pada bagian hakikat model pembalajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD)
terdiri definisi model pembalajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD), tujuan
model pembalajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD), serta manfaat model
pembalajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD), yang diuraikan sebagai
berikut.
2.5.1 Definisi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Di Sekolah Dasar (SD)
Model pembelejaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD) merupakan suatu
pendekatan pembelajaran kolaboratif dimana peserta didik belajar dalam kelompok kecil
yang terdiri dari 4-6 orang dengan latar belakang yang beragam. Dalam model ini, peserta
didik bekerja sama secara tim dan memiliki tanggung jawab individu masing-masing
(Handayani dkk., 2022). Menurut (Nur Amalia & Info Abstrak, 2023) mengemukakan
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD) adalah suatu
pendekatan pengajaran dimana pesera didik belajar dalm kelompok-kelompok kecil yang
memiliki tingkat kemampuan yang beragam. Dalam pembelajaran kooperatif, peserta
didik diberdayakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mendorong
toleransi terhadap sesama peserta didik dan dapat meningkatkan prestasi belajar mereka.
Menurut (Maja dkk., 2022) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw di SD adalah salah satu varian dari pembelajaran kooperatif yang mendorong
keterlibatan aktif peserta didik serta kolaborasi dalam memahami bahan pelajaran dengan
tujuan mencapai tujuan prestasi terbaik. Dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran kooperatif di Sekolah Dasar (SD) adalah model pembelajaran
kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang dalam setiap kelompoknya yang dimana
peserta didik bekerja sama dan berkolaborasi dalam kelompok untuk mendorong keaktifan
peserta didik dalam memahami bahan ajar dengan tujuan untuk mencapai prestasi yang
terbaik.
2.5.2 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Di Sekolah Dasar (SD)
Tujuan dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar adalah untuk
mengembangkan keterampilan peserta didik dalam berpartisipasi dalam diskusi dan
merasa bertanggung jawab secara individu untuk membantu peserta didik lain dalam
memahami aspek-aspek tertentu dari materi pelajaran (Handayani dkk., 2022). Menurut
(Maksum Fuadi dkk., 2022) mengatakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah
Dasar (SD) ini mementingkan kolaborasi dan saling bantu dalam kegiatan pembelajaran
dengan maksud untuk meningkatkan motivasi dan tingkat partisipasi peserta didik.
Menurut (Nadialista Kurniawan, 2021) mengemukakan bahwa tujuan dari model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar ini adalah untuk meningkatkan
partisipasi peserta didik dalam pembelajaran, baik dalam konteks kelompok maupun
individu. Ketika peserta didik belajar dalam kelompok, setiap anggota memiliki tanggung
jawab pribadi dalam memahami materi yang diajarkan oleh guru. Peserta didik dari
kelompok yang memiliki pemahaman lebih tinggi membantu peserta didik dari kelompok
yang pemahaman lebih rendah untuk memamhami materi tersebut.
Dari beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa manfaat model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD) yaitu untuk mengembangkan keterampilan
peserta didik dengan cara berkolaborasi atau berkelompok guna saling membantu dalam
meningkatkan motivasi dan memahami materi pembelajaran.
2.5.3 Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Di Sekolah Dasar (SD)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD) juga
memberikan manfaat dengan mengajak peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam
pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan secara inklusif dan partisipatif
(Nadialista Kurniawan, 2021). Menurut (Handayani dkk., 2022) berpendapat bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD) mempunyai manfaat yaitu
untuk meningkatkan kapabilitas peserta didik, juga mendorong peserta didik untuk
menerima kelemahan masing-msing, mengurangi potensi konflik diantara peserta didik,
mengurangi keluhan, kemudia bisa meningkatkan pemahaman peserta didik secara
mendalam, merangsang motivasi, meningkatkan hasil pendidikan dan memungkinkan
penyimpanan data yang lebih lama serta mengembangkan sifat kesabaran dan empati
terhadap individu lainnya.
Menurut (Sutrisno dkk., 2019) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw di Sekolah Dasar (SD) juga memberikan manfaat bagi peserta didik yang belum
berpengalaman dalam menyelesaikan masalah secara kelompok untuk belajar
berkolaborasi dengan rekan sekelompoknya. Peserta didik diajak untuk berbagi pemikiran
langsung dan berkontribuasi secara aktif dalam menyelesaikan tugas yang diberikan,
bahkan dengan cara mengajari kepada peserta didik lain.
Berdasarkan beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw di Sekolah Dasar (SD) memiliki manfaat yaitu mengajak peserta
didik aktif terlibat dalam diskusi kelompok bertukar pemikiran langsung dan berkontribusi
dengan rekan sekelompoknya.
2.6 Komunikasi
Komunikasi merupakan aspek yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia.
Secara estimologis, istilah “ komunikasi” berasal dari bahasa Inggris “communication”
yang memiliki akar kata dalam bahasa Latin “communicare”. “communicare” memiliki
tiga makna yakni “to make common” atau membuat sesuatu menjadi umum,
“cum+munus” yang berarti saling memberikan sesuatu sebagai hadiah dan “cum+munire”
yang merujuk pada membangun pertahanan bersama (Sari dkk., 2018). Komunikasi
merupakan kegiatan manusia yang memiliki signifikansi besar, tidak hanya dalam konteks
kehidupan organisasi, tetapi juga dalam kehidupan manusia secara umum. Komunikasi
merupakan aspek esensial dalam kehidupan kita, dimana setiap manusia berinteraksi satu
sama lain melalui berbagai bentuk komunikasi. Proses komunikasi dapat terjadi dalam
skala yang sederhana hingga kompleks dan kemajuan teknologi saat ini telah megubah
secara dramatis cara manusia berkomunikasi (Pohan & Fitria, 2021).
Menurut (Masdul, 2018) mengatakan bahwa dalam setiap interaksi komunikasi,
manusia saling menuangkan informasi, yang biasa berupa pemikiran, ide, tujuan, atau
emosi secara langsung. Kegiatan komunikasi ini terjadi secara kontinu, sepanjang
kehidupan manusia dan selama manusia melibatkan diri dalam aktivitas sehari-hari. Jika
diperhatikan dalam lingkungan sekitar, jelas bahwa komunikasi merupakan kegiatan yang
sangat fundamental dalam kehiduapan masyarakat. Dapat dipastikan bahwa di setiap
tempat manusia berinteraksi dengan sesame, kegiatan komunikasi kebutuhan esensial
dalam kehidupan manusia.
Berdasarkan beberapa pernyataan komunikasi diatas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi merupakan hal yang mendasar dalam kehidupan manusia, dimana setiap
manusia berinteraksi satu sama lain melalui berbagai bentuk komunikasi, berupa
pemikiran, ide,tujuan atau emosi secara langsung.
Dari beberapa banyaknya indikator diatas, pada penelitian ini peneliti akan
menggunakan indikator kemampuan komunikasi matematis sebagai berikut:
BAB III
METODE PENELITIAN
O1 X O2
O3 - O4
Keterangan:
(Sugiyono, 2017)
Jumlah 118
(Sumber:Data SD Negeri 74 Palembang)
3.5.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteritik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Jika populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada
populasi. Hal ini dapat disebabkan karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Sehingga sampel yang
diambil dari populasi harus representatif (Sugiyono, 2019). Sedangkan menurut Arikunto
(2020) mengemukakan bahwa sampel merupakan sebagian atau perwakilan dari populasi
yang diteliti.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik nonprobability
sampling. Menurut sugiyono (2019) nonprobability sampling merupakan teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang sama bagi setiap anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel.
Penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling dengan jenis purposive
sampling. Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan berbagai
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2018). Adapun sampel dalam penelitian ini ialah peserta
didik kelas VA sebanyak 30 orang dan peserta didik kelas VB sebanyak 28 orang.
Pemilihan kelas didasarkan pada pertimbangan dari kemampuan kognitif yang termasuk
dalam kategori homogen.
3.7.1 Tes
Tes merupakan instrument atau alat yang digunakan peneliti untuk mengukur
kemampuan yang dimiliki masing-masing individu atau kelompok. Sebagaimana yang
disampaikan Arikunto (2020) tes merupakan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, serta kemampuan atau
bakat yang dimiliki individu atau kelompok.
Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Tes
awal dilakukan sebelum memberikan perlakuan dengan tujuan untuk mengetahui
kemampuan awal peserta didik. Sedangkan tes akhir dilakukan setelah perlakuan dengan
tujuan untuk melihat kemampuan akhir peserta didik atas perlakuan yang telah diberikan.
Tes yang digunakan adalah tes objektif berupa soal uraian dengan jumlah butir soal yang
diberikan kepada peserta didik sebanyak 5 butir soal. Pada penelitian ini peneliti akan
menggunakan indikator kemampuan komunikasi matematis sebagai berikut:
1) Kemampuan peserta didik dalam menyatakan masalah ke dalam ide matematis secara
tertulis.
2) Kemampuan peserta didik menyajikan solusi matematis secara tertulis dengan tata
letak dan susunan yang teratur.
3) Keterampilan membuat catatan, merangkai pemikiran, menjelaskan makna dan
menarik kesimpulan.
3.7.2 Dokumentasi
Dokumentasi adalah proses pengumpulan data dengan cara mencari data melalui
peninggalan tertulis, seperti, arsip, buku-buku tentang pendapat, teori dan data yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian. Dokumen yang dikumpulkan barupa data-data
yang berkaitan dengan penelitian, seperti identitas peserta didik, guru, sekolah, perangkat
pembelajaran, serta foto-foto selama kegiatan pembelajaran berlangsung yang dijadikan
sebagai bukti bahwa penelitian telah dilaksanakan.
Nilai Kategori
≥75 Tuntas
≤ 75 Tidak tuntas
Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data yang dianalasis berdistribusi normal
atau tidak. Sejalan dengan pendapat Hanief & Himawanto (2017) bahwa uji normalitas
adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui apakah data berasal dari
populasi yang terdistribusi normal atau berada dalam sebaran normal. Distribusi normal
adalah distribusi simetris dengan modus, mean dan median yang berada sdigaris
rentang garis sejajar yang membentuk kurva seperti lonceng. Dengan kata lain luas
daerah dibawah kurva adalah 1, yaitu 0,5 disisi kanan dan 0,5 disisi kiri. Perhitungan
dengan bantuan Microsoft Excel 2019 dan IMB SPSS 29 for windows.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk memperlihatkan bahwa kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol memiliki varians yang sama. Uji homogenitas varians dua kelompok
yang memiliki jumlah subjek berbeda menggunakan taraf signifikasi a=0 , 05. Kriteria
yang digunakan untuk mengambil kesimpulan ialah jika sig ¿dari 0,05, maka memiliki
varian yang homogen. Sebaliknya jika sig ¿ 0,05 maka varian tidak homogen.
3) Uji Hipotesis
Uji t dapat diterapkan untuk menguji hipotesis dalam penelitian suatu perlakuan.
Penggunaan uji t dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata hasil penelitian yang
telah dilakukan memenuhi kaidah tertentu atau tidak. (Rostina Sundayana, 2015:95).
Hipotesis akan diterima jika t hitung > ¿ dari t tabel.
BAB IV
Berdasarkan gambar 4.10 diatas terlihat bahwa dari 26 peserta didik kelompok
eksperimen yang melaksanakan pretest diperoleh sebanyak 26 berada di kategori gagal
dengan persentase 100%. Berikut disajikan Diagram Column untuk memperjelas data yang
terdapat pada gambar tabel.
Berdasarkan gambar 4.13 terlihat bahwa rata-rata nilai posttest peserta didik pada
kelompok eksperimen 56,58% dari skor ideal 100. Nilai tertinggi yang dicapai peserta
didik dalah 100 sedangkan nilai terendah adalah 5 dengan simpangan baku 38,29. Hal
tersebut menunjukkan bahwa nilai posttest peserta didik kelompok eksperimen tersebar
dari 5 sebagai nilai terendah dan 100 sebagai nilai tertinggi.
Jika nilai posstest dikelompokkan ke dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi
frekuensi serta persentase disajikan dalam bentuk tabel. Dengan bantuan Microsoft Excel
2019 dan IMB SPSS 29 for windows. Berikut hasil output distribusi frekuensi dan
persentase.
Berdasarkan gambar 4.14 diatas terlihat bahwa dari 26 peserta didik kelompok
eksperimen yang melaksanakan posttest diperoleh 10 orang peserta didik dengan
persentase 38,5% berada dikategori baik sekali, 2 orang peserta didik dengan persentase
7,7% berada dikategori baik, dan 14 orang peserta didik dengan persentase 53,8% berada
pada kategori gagal. Berikut disajikan Diagram Column untuk memperjelas data yang
terdapat pada tabel.
Persentase ketuntasan nilai posttest peserta didik kelompok eksperimen dihitung
dengan bantuan Microsoft Excel 2019 dan IMB SPSS 29 for windows. Berikut hasil output
persentase ketuntasan nilai posttest.
Berdasarkan gambar 4.16 diatas terkait tentang ketuntasan nilai posttest kelompok
eksperimen terlihat bahwa terdapat 12 orang peserta didik dengan persentase 46,2 dari 26
peserta didik yang mencapai nilai tuntas, sedangkan 14 orang peserta didik dengan
pesentase 53,8% yang tidak mencapai ketuntasan posttest.
4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian di SD Negeri 74 Palembang didapatkan bahwa sebelum
mendapatkan perlakuan yang berbeda, hasil pretest peserta didik kelas eksperimen
memiliki rata-rata 10,58, sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata 6,62. Setelah
diberikan perlakuan yang berbeda yaitu pada kelas eksperimen diberi perlakuan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sedangkan kelas kontrol
diberikan perlakuan menggunakan model pembelajaran konvensional. Setelah diberi
perlakuan pada dua kelas ini, peneliti melakukan posttest dan didapatkan rata-rata dari
kelas eksperimen adalah 56,58, sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata 27,96.
Analisis inferensial yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus
Uji Mann Whitney Non Parametrik menghasilkan sig. 0,037. Dari data tersebut
menunjukkan bahwa H o ditolak dan H a diterima, sebagaimana dengan ketentuan jika sig.
< 0,05 maka hipotesis diterima. Hal itu menunjukkan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap komunikasi matematis memiliki pengaruh
yang signifikan karena dapat meningkatkan komunikasi matematis peserta didik kelas V
SD Negeri 74 Palembang.
Sebagaimana Nurhasanah dkk., (2019) mengemukakan bahwa kemampuan
komunikasi matematis merupakan aspek krusial dalam proses pembelajaran matematika.
Kemampuan ini terus diterapkan ketika peserta didik mengatasi permasalahan matematika,
dimulai dari mengubah soal cerita menjadi bentuk simbol-simbol atau gambar. Menurut
Dianti dkk (2018). Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan yang
penting dimiliki oleh setiap peserta didik, kemampuan ini dapat membantu peserta didik
mengasah kemampuan berpikir, menjadi alat penilaian peserta didik, mendukung peserta
didik dalam mengorganisir pemahaman setiap peserta didik, memfasilitasi pembangunan
pengetahuan matematika peserta didik, meningkatkan keterampilan pemecahan masalah
matematika, memajukan kemampuan penalaran, memperkuat kemampuan diri,
meningkatkan keterampilan sosial dan berperan positif dalam membentuk komunikasi
matematis.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Qiram, Nurlailatul dkk (2022).
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematis Ditinjau Dari Self-esteem peserta didik dalam Pembelajaran
Matematika di SMP Negeri 6 Kota Bekasi. Kemudian Surahman dkk, (2019) bahwa
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki pengaruh terhadap
komunikasi matematis siswa pada kelas XI. Penelitian ini menggunkan metode
eksperimen dengan hasil penelitian diperoleh skor rata-rata kemampuan pemecahan
masalah peserta didik kelompok eksperimen 71,99, kelompok kontrol 66,63 sehingga
dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi
matematik peserta didik yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik
pada peserta didik yang mengikuti pembelajaran konvensional.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Qiram, Nurlailatul dkk (2022).
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematis Ditinjau Dari Self-esteem peserta didik dalam Pembelajaran
Matematika di SMP Negeri 6 Kota Bekasi. Kemudian Surahman dkk, (2019) bahwa
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki pengaruh terhadap
komunikasi matematis siswa pada kelas XI. Penelitian ini menggunkan metode
eksperimen dengan hasil penelitian diperoleh skor rata-rata kemampuan pemecahan
masalah peserta didik kelompok eksperimen 71,99, kelompok kontrol 66,63 sehingga
dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi
matematik peserta didik yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik
pada peserta didik yang mengikuti pembelajaran konvensional.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berpengaruh signifikan terhadap komunikasi
matematis peserta didik kelas V SD Negeri 74 Palembang. Didukung oleh data yang
diperoleh melalui hasil penelitian Uji Mann Whitney Non Parametrik dengan taraf
signifikan α =0 , 05 adalah sig. 0,037 dimana 0,037 ¿ 0,05 maka H 0 ditolak dan H a
diterima. Selain dilihat dari hasil perhitungan Uji Mann Whitney Non Parametrik, uraian
tersebut dapat dilihat juga melalui perbedaan tindakan pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Sebelum diberikan tindakan hasil pretest kelas eksperimen memiliki rata-rata
10,58 sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata 6,62. Setelah diberikan tindakan, hasil
posttest dari kelas eksperimen adalah 56,58 sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata
27,96.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan beberapa saran agar upaya
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan sebagai berikut:
1) Penelitian ini dapat digunakan sebagai contoh atau bahan bacaan untuk penelitian
selanjutnya, terkait dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
terhadap komunikasi matematis peserta didik di Sekolah Dasar.
2) Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana dan prasaran sekolah dalam menunjang
komunkasi matematis peserta didik terkhususkan dalam pembelajaran matematika.
Bagi guru penelitgian ini dapat menjadi bahan acuan dalam menerapkan model
pembelajaran. Bagi peserta didik peneltian ini dapat memberikan pembelajaran yang
bermakna, serta dapat menambahkan pemahaman dalam pembelajaran matematika.
Bagi peneliti penelitian ini dapat menambahkan pengetahuan dan pengalaman tentang
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran
matematika bagi peserta didik Sekolah Dasar.