Anda di halaman 1dari 46

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan data saat ini semakin berkembang dan tidak terbatas karena

globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan persuratan (IPTEK) yang

semakin pesat. Dengan tujuan agar secara langsung mempengaruhi berbagai

bidang kehidupan, termasuk bidang pelatihan. Untuk menjawab kesulitan-

kesulitan tersebut, diperlukan metodologi dan eksekusi yang tepat, khususnya

melalui dinas pendidikan.

Lembaga pendidikan teknik kehidupan telah berusaha untuk lebih

mengembangkan sistem sekolah, struktur program pendidikan pembelajaran, dan

model pembelajaran yang sukses dan mahir untuk bekerja pada aset berkualitas.

Persekolahan merupakan jawaban atas segala kemajuan dan pengembangan

kualitas karena pelatihan merupakan suatu penataan perubahan karakter atau

karakter pengganti dengan tujuan agar mereka dapat menjadi sosok dewasa yang

dapat hidup bebas secara lokal.

Sifat persekolahan harus dilakukan secara terus menerus dan terpercaya.

Sudut pandang yang dapat menentukan sifat persekolahan adalah sifat belajar dan

sifat siswa yang mencakup minat, bakat, dan kemampuan. Sifat pembelajaran

dapat disurvei melalui kolaborasi siswa dengan aset pembelajaran dan instruktur.

Kerjasama yang berkualitas adalah sesuatu yang dapat menjadikan peluang

pertumbuhan yang menawan. Sesuai Shukor dalam Rusdiana et al (2018; 26)

1
2

mengungkapkan bahwa dalam menghadapi perubahan dunia yang sangat cepat,

diperlukan budaya penalaran yang tegas di mata publik. Selanjutnya, kebutuhan

utama dalam sistem persekolahan adalah mendidik atau mengajar siswa tentang

metode pembelajaran dan penalaran yang menentukan.

Penalaran yang menentukan adalah suatu rangkaian penalaran yang sah,

disengaja, cemerlang, dan imajinatif dalam menetapkan perenungan untuk

pengambilan pilihan. Penalaran yang tegas merupakan bagian dari kemampuan

berpikir permintaan yang lebih tinggi yang dapat diciptakan pada siswa dalam

menangani masalah, memeriksa dugaan, dan memutuskan. Dengan demikian,

penalaran yang tegas dapat diterapkan pada siswa dengan tujuan agar mereka

dapat menangani masalah secara terorganisir dan imajinatif serta merencanakan

masalah-masalah penting. Penalaran yang tegas dapat diciptakan melalui

matematika. Karena sains memiliki desain yang total dan jelas serta

berkonsentrasi di antara ide-ide. Latihan penalaran tegas siswa harus terlihat dari

penguasaan siswa sendiri dalam menangani masalah secara total dan terorganisir.

Matematika merupakan ilmu yang mengambil bagian penting, baik dalam

kehidupan sehari-hari maupun dalam ranah latihan. sehingga ilmu pengetahuan

dianggap berperan untuk lebih mengembangkan kemampuan nalar dasar, cerdas,

metodis, berwawasan luas, dan inventif. Matematika adalah sumber atau alasan

untuk hampir semua kemampuan atau ilmu yang tersisa. Artinya, banyak ilmu

yang penemuan dan kemajuannya mengandalkan matematika. Dengan demikian,

mata pelajaran matematika sangat berharga bagi siswa sebagai ilmu dasar yang

akan diterapkan pada berbagai bidang. Dalam aplikasi ini, siswa diharapkan
3

memiliki pilihan untuk mencapai target belajar matematika itu sendiri. Seperti

yang tertuang dalam Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 yang menyatakan

bahwa tugas matematika dalam kehidupan begitu signifikan, tidak didukung oleh

kenyataan yang terjadi di lapangan.

Hasil observasi yang di lakukan peneliti pada bulan Desember 2021,

diperoleh bahwa siswa masih menganggap matematika merupakan pelajaran yang

sulit dan dalam penerapannya pembelajaran matematika belum mengarah pada

peningkatan kamampuan berpikir kiritis. Kemampuan berpikir kritis matematika

siswa kelas VIII SMP Satap SMPN 1 Kambowa masih tergolong sangat rendah.

Hal ini disebabkan model pembelajaran yang di terapkan di kelas masih berpusat

pada guru (kovesional) dimana guru menjadi satu-satunya sumber belajar,

sehingga mengakibatkan kurangnya interaksi antara guru dan siswa dalam proses

pembelajaran. Dalam menyelesaikan soal yang di berikan guru, siswa cenderung

menuliskan hasil akhir tanpa di sertai cara yang jelas dan terstruktur.

Untuk melihat tingkat kemampuan berpikir kritis siswa, peneliti telah

memberikan 2 butir soal cerita tentang Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

(SPLDV) sesuai dengan indikator kemampuan berpikir kritis yang dapat dilihat

pada lampiran 1.1 halaman 54. Adapun jawaban siswa dari salah satu butir soal

tersebut sebagai berikut.

Gambar 1.1 Hasil Jawaban Siswa


4

Berdasarkan gambar 1.1 terlihat bahwa siswa dapat menganalisis soal

yang diberikan yaitu dengan menuliskan informasi atau pemahaman sederhana

yang ada dalam soal. Namun, siswa belum mampu memberikan pemahaman

lanjutan dan siswa belum bisa menuliskan model matematika dari soal yang telah

diberikan berupa sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Dalam

menentukan dan menuliskan jawaban dari soal yang diberikan siswa nampaknya

dapat menuliskan hasil akhirnya. Tetapi, tidak disertai dengan cara yang jelas dan

terstruktur. Siswa juga tidak dapat menentukan kesimpulan dari solusi

permasalahan yang telah di peroleh. Dari hasil tes kemampuan berpikir kritis ini,

sebagian besar siswa tidak dapat meneyelesaikan butir soal yang diberikan dengan

indikator kemampuan berpikir kritis berupa mengidentifikasi, memecahkan

masalah, dan menyimpulkan. Sebagaimana informasi yang penulis peroleh dari

guru matematika kelas VIII bahwa, hal ini dipengaruhi oleh kurangnya minat

siswa terhadap pelajaran matematika sehingga siswa kurang memperhatikan apa

yang guru sampaikan mengenai pembelajaran matematika.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka di perlukan suatu strategi

pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematika siswa

kelas VIII SMP Satap SMPN 1 Kambowa. Dalam hal ini guru di tuntut untuk

memilih, melihat, dan mampu menerapkan model, pendekatan, dan strategi yang
5

efektif sehingga akan tercipta suasana pembelajaran yang kondusif dan memberi

kesempatan kepada siswa untuk belajar berpikir kritis terhadap permasalahan

yang mereka hadapi.

Upaya agar kemampuan penalaran kritis siswa dapat meningkat dengan

baik, diperlukan model pembelajaran pilihan yang cakap dan menarik agar dapat

mengikutsertakan siswa dalam pengalaman pendidikan dan siswa dapat berperan

dalam pengembangan lebih lanjut kemampuan berpikir kritis, salah satu model

pembelajaran pilihan. yang diharapkan dapat lebih mengembangkan kemampuan

nalar tegas siswa tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran

Gathering Examination (GI).

Model pembelajaran GI adalah model pembelajaran yang terdiri dari

kelompok-kelompok kecil yang heterogen, dan memberikan pintu terbuka bagi

siswa untuk memberikan pendapat dan siswa dapat mengambil bagian yang

berfungsi selama pengalaman yang berkembang. Menurut Slavin (dalam Narulita

Yusron, 2005:218-220) model pembelajaran yang disepakati Gathering

Examination (GI) terdiri dari enam tahap, antara lain: gathering (mengumpulkan),

arrange (mengatur), exam (pemeriksaan), sorting out (menyusun) ,

memperkenalkan (introduction), dan menilai (assessing). Pada tahap penyusunan,

siswa dan kelompoknya merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Pada tahap

pengujian siswa dapat bekerja pada kemampuan untuk menetapkan prosedur dan

strategi yang terdiri dari: mengumpulkan data, menyelidiki dan mencapai

penentuan dari data. Pada tahap pengenalan dan penilaian, siswa diharapkan
6

memiliki pilihan untuk memperkenalkan tujuan dari berpikir kritis dan

memberikan pilihan yang berbeda dalam mengatasi masalah tersebut.

Berdasarkan gambaran dasarnya, para ilmuwan berusaha untuk lebih

mengembangkan kemampuan penalaran menentukan numerik siswa melalui

model pembelajaran Gathering Examination (GI) untuk siswa kelas VIII SMP

Satap SMPN 1 Kambowa.

B. Batasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian ini lebih jelas dan terarah, maka lingkup

permasalahan dalam penelitian ini akan dibatasi pada permasalahan meningkatkan

kemampuan berpikir kritis matematika siswa melalui model pembelajaran Group

Investigation (GI) pada materi statistika di kelas VIII SMP Satap SMPN 1

Kambowa.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan deskripsi dari batasan masalah, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran matematika menggunakan model

pembelajaran group investigation (GI) dalam meningkatkan kemampuan

berpikir kritis ?

2. Apakah penerapan model pembelajaran group investigation (GI) dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelas VIII SMP

Satap SMPN 1 Kambowa ?


7

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini

yaitu sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran matematika menggunakan model

pembelajaran group investigation (GI) dalam meningkatkan kemampuan

berpikir kritis.

2. Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran group investigation (GI)

dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelas VIII

SMP SATAP SMPN 1 Kambowa.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka manfaat yang diharapkan

pada penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Bagi sekolah

Dengan dilaksanakannya Penelitian ini maka diharapakan mampu

memberikan informasi tentang model pembelajaran group investigation (GI)

yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau acuan dalam

meningkatkan mutu pembelajaran matematika di sekolah.

2. Bagi guru

Dengan adanya Penelitian ini maka diharapkan dapat memberi saran atau

masukkan kepada guru bidang studi matematika untuk menerapkan model


8

pembelajaran group investigation (GI) dalam proses pembelajaran guna

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

3. Bagi siswa

Dengan menggunakan model pembelajaran group investigation (GI) pada

pelajaran matematika maka diharapkan siswa dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis matematisnya, kemampuan memecahkan masalah,

dan kemampuan mengemukakan pendapat, serta meningkatkan kemampuan

mengatur strategi dan taktik dalam bekerja sama dengan sesama anggota

kelompok.

4. Bagi penulis

Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti

terkait model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) yang

diterapkan pada pembelajaran matematika.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran

Belajar sejauh pemahaman adalah proses perubahan sosial yang bertahan

lama karena perjumpaan-perjumpaan baru. Hal ini sesuai dengan Fontana

(dalam Udin S.Winataputra, 2014) yang mencirikan maju sebagai proses

perubahan perilaku individu yang cukup lama dalam kaitannya dengan

keterlibatan.

Menurut Gagne (dalam Udin S.Winataputra, 2014), menyatakan bahwa

belajar adalah perubahan kapasitas atau kemampuan yang berlangsung cukup

lama dan bukan merupakan konsekuensi dari siklus perkembangan. Pengertian

ini juga sesuai dengan gagasan belajar yang dikemukakan oleh Nook dan

Hilgard (dalam Udin S.Winataputra, 2014), bahwa belajar mengacu pada

perubahan tingkah laku atau individu yang diharapkan dilihat dari keterlibatan

dan perkembangan tersebut tidak ditimbulkan oleh akal. , perkembangan,

kelemahan, atau kecenderungan orang tersebut. orang.

Dari sebagian kesimpulan yang cukup berbobot tersebut, cenderung

dianggap bahwa belajar adalah fase yang dilalui individu sambil mencari atau

memperoleh pengalaman baik yang direncanakan secara normal maupun

sengaja. Pengalaman yang diperoleh memiliki efek menguntungkan atau tidak

menguntungkan yang secara langsung menghasilkan perubahan dekat rumah

9
10

pada individu yang tidak terlalu memperhatikan lingkungan umum. Hal ini

membuat perbedaan dan perubahan perilaku pada orang yang sedang belajar.

Jika pembelajaran dicirikan sebagai siklus yang berlangsung cukup lama

karena keterlibatan, maka pembelajaran adalah suatu proses interaksi dan

penyampaian antara pendidik, siswa, dan menampilkan materi atau materi

pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pandangan Achjar Chalil (dalam Zulvia

Trinova, 2012:209) yang mencirikan kemajuan sebagai mata kuliah kerjasama

mahasiswa dengan pendidik dan aset pembelajaran dalam iklim pendidikan dan

pembelajaran. Sementara itu, Arief. S Sadiman dkk (dalam Zulvia Trinova,

2012:209) juga merekomendasikan bahwa memperoleh adalah suatu proses

penyampaian pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan melalui saluran

atau media tertentu.

Dari beberapa definisi tersebut, cenderung dirasakan bahwa hubungan

antara pengajar dan siswa sebagai penerima data tidak akan berfungsi dengan

baik tanpa metode khusus untuk menyampaikan data atau media. Dengan

demikian perlu diperhatikan bahwa pembelajaran mengandung 3 komponen

penting, yaitu siklus yang direncanakan oleh pendidik, peserta didik dan aset

pembelajaran.

2. Berpikir Kritis

Penalaran tegas adalah salah satu fase kemampuan berpikir permintaan

yang lebih tinggi. Liliasari (Afifatul Ummah, 2012:15) menyusun siklus

penalaran kompleks atau berpikir permintaan tinggi ke dalam empat kelompok

yang menggabungkan pemikiran kritis (critical thinking), arah (navigasi),


11

penalaran yang menentukan (decisive reasoning), dan penalaran inventif

(innovative reasoning). . Penalaran yang tegas diharapkan dapat menangani

masalah dengan bijaksana dan menyelesaikan pilihan-pilihan yang ideal dalam

jangka waktu yang singkat.

Seperti yang ditunjukkan oleh Robert H. Ennis (dalam Magasari,

2018:164) penalaran tegas adalah siklus penalaran cerdas yang menyoroti

memilih apa yang harus diterima atau dilakukan. Kemampuan penalaran yang

tegas menurut Redecker (Linda Zakiah, et al, 2019) menggabungkan

kemampuan untuk mendapatkan, membedah, mengatur data yang dapat

dipelajari, disiapkan, dan dikuasai.

Emily R. Lai (Linda Zakiah, et al, 2019) menyatakan bahwa penalaran

yang menentukan mencakup bagian-bagian dari kemampuan memeriksa

pertentangan, mencari nafkah dengan menggunakan pemikiran induktif atau

rasional, penilaian atau penilaian, dan memutuskan atau mengurus masalah.

Sedangkan Bailin (Linda Zakiah, dkk, 2019) merekomendasikan bahwa

penalaran yang menentukan adalah memikirkan karakteristik tertentu yang

pada dasarnya merupakan perenungan besar yang memenuhi ukuran atau

pedoman kecukupan dan ketepatan.

Ruggiero (Tatag, et al, 2016:13) mencirikan berpikir sebagai gerakan

psikologis untuk membantu membentuk atau mengatasi masalah, mengejar

pilihan, atau memuaskan keinginan untuk memahami. Penilaian ini

menunjukkan bahwa ketika seseorang menemukan suatu masalah, mengurus


12

suatu masalah, atau perlu memahami sesuatu, maka dia melakukan gerakan

penalaran.

Dari definisi tersebut, cenderung beralasan bahwa penalaran yang

menentukan adalah siklus penalaran yang sah dan harus diciptakan untuk

membedah, memadukan, mengatasi masalah, memutuskan dan mencari tahu

tujuan dan menilai data. Data ini dapat diperoleh melalui persepsi, pengalaman

dan kehadiran pikiran atau korespondensi.

Sesuai Glaser (Tatag, et al, 2016) penanda penalaran yang menentukan

adalah sebagai berikut:

sebuah. memahami masalah,

b. Menemukan cara yang dapat digunakan untuk mengelola masalah ini,

c. Mengumpulkan dan menyusun data-data penting,

d. Merasakan kecurigaan dan nilai implisit,

e. Memahami dan menggunakan bahasa yang sesuai, jelas, dan jelas,

f. menyelidiki informasi,

g. Mensurvei realitas dan menilai penjelasan,

h. Menyadari adanya hubungan yang sah antara isu-isu,

I. Membuat tekad dan persamaan mendasar,

j. Periksa kesamaan dan akhiri satu seri,

k. Ubah desain keyakinan seseorang dengan mempertimbangkan

pengalaman yang lebih luas,

l. Membuat keputusan yang sah tentang hal-hal dan karakteristik tertentu

dalam kehidupan sehari-hari.


13

Menurut Ennis (Siti Zubaidah, 2018: 3), ada 6 komponen penting dalam

penalaran yang menentukan yang disingkat menjadi FRISCO. Bagian-bagian

tersebut digambarkan sebagai berikut.

sebuah. F (Konsentrasi), berpusat di sekitar pertanyaan atau subjek yang

dipertanyakan untuk membantu memilih apa dengan menerima.

b. R (Alasan), mengetahui alasan yang membantu atau tidak dapat

membantu bertentangan dengan pilihan yang dibuat mengingat kondisi dan

kenyataan penting.

c. I (Menduga), menggambar akhir yang bijaksana atau meyakinkan.

Bagian penting dari langkah pengurangan ini adalah untuk mengenali

kecurigaan dan melacak pengaturan, dengan mempertimbangkan pemahaman

tentang keadaan dan bukti.

d. S (Keadaan), memahami apa yang sedang terjadi dan terus mengamati

keadaan dalam mengingat untuk membantu menjelaskan pertanyaan (dalam F),

memahami makna istilah penting, dan bagian-bagian terkait sebagai bantuan.

e. C (Lucidity), memahami makna atau istilah yang digunakan.

f. O (Garis Besar), mengeksplorasi pilihan yang dibuat dan menelitinya

secara menyeluruh.

Ada enam bagian penalaran yang menentukan sebagaimana dikemukakan

oleh Facione (Salvina, dkk, 2018:743), yaitu: pemahaman (translation),

pemeriksaan (investigasi), penilaian (assessment), induksi (akhir), klarifikasi

(klarifikasi), dan menilai sendiri. pedoman (pedoman diri).Untik lebih jelas

akan dipaparkan dalam tabel 2.1 sebagai berikut:


14

Tabel 2.1 Aspek Berpikir Kritis

Sesuai Kneedler dari The Statewide History-sociology Appraisal Warning

board, merekomendasikan bahwa sarana penalaran yang menentukan (Siti

Zubaidah, 2010:10) dapat dikumpulkan menjadi tiga tahap:


15

sebuah. Membedakan masalah (mencirikan dan menjelaskan masalah)

1) Membedakan pusat perhatian atau isu-isu.

2) Melihat persamaan dan kontras.

3) Pilih data yang signifikan.

4) Bentuk/rencanakan masalah.

b. Survei data yang berlaku

1) Memilih realitas, pengandaian, akibat-akibat berpikir (penilaian).

2) Periksa konsistensi.

3) Mengenali prasangka.

4) Mempersepsikan faktor-faktor generalisasi yang mungkin.

5) Persepsi kemungkinan adanya kecenderungan, perasaan, publisitas,

distorsi kalimat (kecenderungan semantik).

6) Persepsikan potensi kontras dalam arah penghargaan dan sistem

kepercayaan.

c. Menyelidiki/Membuat keputusan

1) Mengenali informasi yang dibutuhkan dan apakah informasi tersebut

memadai.

2) Mengantisipasi hasil yang mungkin terjadi dari pilihan atau pemikiran

kritis atau tujuan yang ditarik.

Mengingat beberapa tanda kemampuan penalaran yang menentukan yang

telah dikembangkan oleh para ahli ini, kemampuan penalaran yang

menentukan yang akan digunakan dalam penelitian ini akan dipusatkan

pada petunjuk-petunjuk berikut:


16

sebuah. Kemampuan memberikan pemahaman dasar, dengan penanda:

memecah dan memusatkan pertanyaan.

b. Kemampuan memberikan pemahaman yang maju, dengan penanda:

mengenali pertengkaran.

c. Kemampuan dalam mengawasi prosedur dan strategi, dengan petunjuk:

memutuskan dan menyusun jawaban atas jawaban untuk masalah dalam

pertanyaan ini.

d. Menyimpulkan dan menilai kemampuan, dengan penanda: memutuskan

akhir dari pengaturan masalah yang telah diperoleh.

3. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran bermanfaat adalah model pembelajaran di mana siswa

berkonsentrasi dalam pertemuan-pertemuan kecil dengan berbagai tingkat

kapasitas (tinggi, sedang, dan rendah) dengan bekerja sama dan saling

membantu dalam mencari bahan pembelajaran untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang terbaik. Hal ini sesuai dengan Service of Public Training

(2003:5) Pembelajaran bermanfaat (agreeable learning) adalah suatu sistem

pembelajaran melalui perkumpulan-perkumpulan kecil siswa yang bekerjasama

dalam meningkatkan kondisi pembelajaran untuk mencapai tujuan

pembelajaran.

Slavin (2009:26) menyatakan bahwa pembelajaran yang menyenangkan

adalah pembelajaran sejawat dimana siswa bekerja dalam perkumpulan-

perkumpulan kecil dengan berbagai landasan kapasitas (Tri Hartoto,

2016:153). Menurut Anita Falsehood (2008:34), pembelajaran yang


17

menyenangkan akan menjadi penemuan yang membuka pintu bagi siswa untuk

bekerja sama dalam usaha yang terorganisir (Tri Hartoto, 2016:153).

Berdasarkan sebagian dari sentimen tersebut, cenderung beralasan bahwa

tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan bekerja sama dalam kelompok atau

perkumpulan, dengan maksud bahwa dalam pembelajaran yang bermanfaat

lebih penting untuk fokus pada kolaborasi antar siswa sebagai pengumpulan

individu untuk mencapai tujuan bersama. tujuan.

Pembelajaran yang menyenangkan diselenggarakan untuk meningkatkan

kerjasama siswa, memberikan pengalaman otoritas siswa dan mengejar pilihan

dalam pertemuan, dan memberikan pintu terbuka yang luar biasa bagi siswa

untuk berkolaborasi dan belajar bersama dengan berbagai yayasan, baik

kapasitas, sosial dan keyakinan.

Maka dalam membantu pembelajaran siswa berperan ganda, khususnya

sebagai siswa atau sebagai pendidik. Dengan bekerja secara kooperatif untuk

mencapai tujuan bersama, siswa akan mengembangkan kemampuan

berhubungan dengan individu yang akan sangat berguna untuk kehidupan di

luar sekolah.

Menurut Ibrahim (dalam Ajeng: 2011) model pembelajaran yang

menyenangkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

sebuah. Untuk menyelesaikan materi pembelajaran, siswa berkonsentrasi

secara berkelompok dengan baik,

b. Tandan dibingkai dari siswa yang memiliki kapasitas tinggi, sedang,

dan rendah.
18

c. Dengan asumsi di dalam kelas terdapat siswa yang terdiri dari beberapa

ras, identitas, masyarakat, orientasi seksual yang unik, diupayakan agar setiap

perkumpulan terdiri dari berbagai ras, kebangsaan, masyarakat, jenis kelamin,

d. Imbalan difokuskan pada tandan sebagai lawan orang.

Keenam tahapan atau karya mendasar dalam menemukan yang

menerapkan pembelajaran bermanfaat kebatilan (Ajeng, 2011), dicatat dalam

Tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2 Fase dalam Menerapkan Pembelajaran Kooperatif


19

Seperti yang ditunjukkan oleh Ibrahim (Ajeng, 2011), komponen dasar

dari pembelajaran yang membantu adalah:

sebuah. Siswa dalam tandan harus berharap bahwa mereka hidup masing-

masing, berbagi

b. Siswa bertanggung jawab atas semua yang terjadi dalam pertemuan

mereka.

c. Siswa harus melihat bahwa semua individu dalam kelompok tersebut

memiliki tujuan yang sama,

d. Siswa perlu membagi tugas dan kewajiban yang sama antara

sekelompok individu,

e. Siswa akan melalui penilaian atau mendapatkan penghargaan yang juga

akan diberikan kepada semua individu yang berkumpul,

f. Siswa berbagi otoritas dan kemampuan yang dibutuhkan untuk belajar

bersama selama pengalaman pendidikan, dan

g. Siswa akan didekati untuk melaporkan secara eksklusif materi yang

mereka ambil dalam pertemuan yang menyenangkan.

4. Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI)

Seperti yang dikemukakan oleh Robert E. Slavin Helpful Learning bunch

Examination (GI) merupakan model pembelajaran yang membantu spesialisasi.

Model perolehan ini berasal dari jam John Dewey (1978) yang pertama kali

diterapkan oleh Thalen. Namun, dalam jangka panjang dalam perbaikannya

model ini diperluas dan disempurnakan oleh Yael Sharen, Shlomo, dan Rachel

Lazaro dari Tel Aviv College (dalam Narulita Yusron, 2005:214).


20

Model pembelajaran membantu ujian kumpul (GI) adalah model

pembelajaran yang menstrukturkan kumpul-kumpul kecil dengan 4-6 individu

kumpul yang heterogen dengan berbagai informasi. Dalam model ini siswa

diuraikan secara lugas mulai dari menyusun materi pelajaran hingga

menentukan akhir dari titik pembelajaran. Hal ini sesuai dengan penilaian

(Sudewi, dkk: 2014) bahwa model pembelajaran ujian kumpul dapat

memberikan pintu terbuka seluas-luasnya atau kesempatan bagi siswa untuk

mengambil bagian secara langsung dan efektif dalam pengalaman pendidikan

dari keinginan untuk berkonsentrasi pada tujuan atau bahan untuk

dipertimbangkan.

Penggunaan model pembelajaran ujian kumpul (GI) akan menemukan

keberhasilan ketika siswa dapat membangun partisipasi dalam pertemuan

khusus mereka. Kerjasama adalah sekumpulan kemampuan yang digunakan

orang untuk mendorong hasil dari kelompok Hughes (dalam Nova Irwan, dkk:

2015).

Menurut Slavin (dalam Narulita Yusron 2005:215-217) hal-hal penting

dalam model pembelajaran ujian kumpul (GI) adalah sebagai berikut.

sebuah. Mendominasi kemampuan mengumpulkan

Setiap individu dari perkumpulan memiliki kesempatan untuk

berkontribusi dalam melakukan tugas. Selama waktu yang dihabiskan untuk

ujian, siswa mencoba untuk berbagi sumber data di dalam dan di luar kelas

yang terkait dengan subjek atau masalah yang sedang dipertimbangkan.


21

Kemudian, siswa menilai dan mengintegrasikan data yang diperkenalkan oleh

masing-masing bagian pengumpulan untuk memberikan pekerjaan kelompok.

b. Persiapan yang bermanfaat

Siswa memeriksa bersama kekhawatiran mereka, aset apa yang mereka

butuhkan, siapa yang akan melakukan apa, dan bagaimana mereka

mempresentasikan tugas mereka di kelas. Kemampuan mengatur yang

bermanfaat selangkah demi selangkah dibawa ke ruang belajar dan dilatih

dalam berbagai keadaan sebelum usaha berwawasan skala penuh dilakukan.

c. Tugas pendidik

Di wali kelas, pendidik berperan sebagai individu aset dan fasilitator.

Pendidik menyelinap atau berjalan-jalan di antara kelompok-kelompok yang

telah dibingkai sepenuhnya bertujuan untuk mengontrol atau melihat bahwa

mereka dapat menangani tugas-tugas yang diturunkan dan membantu siswa

dengan asumsi mereka mengalami masalah bekerja sama dengan banyak orang.

Menurut Slavin (dalam Narulita Yusron 2005:218-220) ada enam fase yang

diterapkan dalam pembelajaran bermanfaat pemeriksaan tandan (GI),

khususnya pengumpulan (gathering), penyusunan (pelaksanaan),

pemeriksaan (pemeriksaan), penyusunan (sorting out), memperkenalkan

(introduction), dan menilai (assessing). Penggambaran keenam fase

tersebut adalah sebagai berikut.

Tahap I: Mengenali mata pelajaran dan memilah-milah siswa ke dalam

kelompok belajar (Gathering)


22

sebuah. Siswa dihadapkan pada hal-hal yang berkaitan dengan materi yang

akan dipelajari. Kemudian, pada saat itu, siswa berbagi perspektif dan

bagian dari masalah yang diteliti.

b. Siswa berpartisipasi dalam kelompok yang telah dibingkai dengan

mempertimbangkan kepentingan siswa tetapi harus heterogen sepenuhnya

berkonsentrasi pada poin yang mereka pilih.

c. Pendidik membantu siswa dengan data urusan sosial dan bekerja dengan

banyak rencana.

Tahap II : Menyusun ujian yang akan dikonsentrasikan secara berjamaah

(Arranging)

sebuah. Setiap pertemuan merencanakan dengan individunya masalah apa

yang akan mereka pelajari.

b. Setiap pertemuan dapat menyimpulkan bagaimana percakapan akan

berlanjut.

c. Setiap pertemuan dapat mengetahui aset apa yang dibutuhkan.

Tahap III : Menyelesaikan ujian (Examination)

sebuah. Setiap pengumpulan mengumpulkan data, menyelidiki informasi,

dan mencapai kesimpulan.

b. Setiap bagian pengumpulan menambah upaya kolektif '.

c. Setiap bagian mengumpulkan penilaian atau pembicaraan tentang,

menjelaskan, dan mengintegrasikan semua pemikiran.

Tahap IV: Menyiapkan laporan terakhir (Menyusun)


23

sebuah. Banyak individu merencanakan apa yang harus dilaporkan dan

bagaimana menyampaikan acara mereka.

b. Delegasi kelompok menyusun kelompok penasihat acara (pertunjukan)

untuk mengatur rencana pertunjukan.

Tahap V: Menyelesaikan pendahuluan laporan terakhir (Introducing)

sebuah. Perkenalan untuk seluruh kelas dalam struktur dan bagian

pertunjukan yang berbeda harus memiliki opsi untuk memasukkan

penonton secara efektif.

b. Penonton menilai kejernihan dan kehadiran pertunjukan dalam

pandangan standar yang baru-baru ini ditetapkan oleh semua individu

kelas.

Tahap VI: Appraisal atau Penilaian (Assessing)

sebuah. Siswa saling memberikan kritik pada poin dan tugas yang telah

mereka selesaikan.

b. Pendidik dan siswa bekerjasama dalam mensurvei atau menilai hasil

belajar siswa.

5. Hubungan Model Pembelajaran Group Investigaitio (GI) dengan

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Penalaran yang tegas sangat penting bagi siswa untuk menangani masalah,

membedah anggapan, dan memutuskan. Penalaran tegas diterapkan pada siswa

sehingga siswa dapat mengatasi masalah secara terorganisir dan imajinatif dan

merencanakan masalah penting. Fruner dan Robin (dalam Siti Munafiah, 2015)
24

berpendapat bahwa pengembangan lebih lanjut kemampuan penalaran yang

menentukan dalam penguasaan harus membidik dalam menangkap ide dengan

metodologi yang tidak terduga dibandingkan dengan kemampuan prosedural.

Menurut Slavin (dalam Narulita Yusron 2005:218-220) ada 6 tahapan

yang diterapkan dalam pembelajaran bermanfaat ujian tandan (GI), khususnya

pengumpulan (gathering), penyusunan (pelaksanaan), pemeriksaan

(examination), pemilahan (coordinating). ), memperkenalkan (introduction),

dan menilai (assessing). Pada tahap penyusunan, siswa dan kelompoknya

merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Pada tahap pengujian siswa

dapat bekerja pada kemampuan untuk menetapkan prosedur dan strategi yang

terdiri dari: mengumpulkan data, menyelidiki dan mencapai penentuan dari

data. Pada tahap pengenalan dan penilaian, siswa diharapkan memiliki pilihan

untuk memperkenalkan tujuan dari berpikir kritis dan memberikan pilihan yang

berbeda dalam menangani masalah.

Kerjasama dinamis siswa dapat diperiksa dari tahap awal hingga tahap

akhir pembelajaran yang memberikan pintu terbuka yang luar biasa bagi siswa

untuk secara efektif terkait dengan menyampaikan pemikiran atau pemikiran

mereka, sehingga pendidik dapat mengenali kesalahan dari pemikiran atau

pemikiran siswa dan dapat mengatasi kesalahan dari pemikiran atau pemikiran

ini. Dalam pembelajaran ujian kelompok, komunikasi sosial merupakan hal

yang penting mempertimbangkan kemajuan contoh-contoh penalaran baru.

Dalam pembelajaran ini, ujian kumpul-kumpul bermanfaat menganggap

bagiannya sebagai kesempatan siswa untuk berpikir secara mendasar,


25

imajinatif, sistematis dan bermanfaat. Dengan tujuan agar model pembelajaran

ini dapat menciptakan suasana belajar yang ideal, karena siswa secara langsung

dikaitkan dengan cara yang paling umum dalam menentukan pembelajaran.

6. Tinjauan Materi

Standar Kompetensi :

3 Melakukan pengolahan dan penyajian data

Kompetensi Dasar :

3.10 Menganalisis, menyajikan, dan menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan distribusi data, nilai rata-rata, median, modus, dan

sebaran data untuk mengambil simpulan, membuat keputusan, dan

membuat prediksi.

Indikator :

3.10.1 Siswa mampu menganalisis data dari distribusi data yang

diberikan.

3.10.2 Siswa mampu menentukan mean, median, dan modus serta

sebaran data suatu kumpulan data.

3.10.3 Siswa mampu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

distribusi data, nilai rata-rata, median, modus, dan sebaran data dari

kumpulan data yang diberikan.

3.10.4 Siswa mampu membuat kesimpulan, mengambil keputusan, dan

membuat prediksi dari suatu kumpulan data berdasarkan nilai rata-

rata, median, modus, dan sebaran data.


26

B. Penelitian yang Relevan

Sebelum pencipta menyelesaikan eksplorasi ini, ada beberapa pencipta

masa lalu yang telah memimpin ujian serupa, lebih spesifiknya sebagai berikut.

1. Tri Hartoto (2016) memimpin resensi yang berjudul Model

Pembelajaran Berkumpulan Ujian (GI) Bermanfaat Untuk Memperluas

Tindakan dan Hasil Belajar Sejarah Secara Penuh Bermaksud Memperluas

Tindakan Siswa dengan tujuan agar mempengaruhi himpunan pengalaman

hasil belajar kelas XII siswa IPA di SMA Negeri I Puggur tahun ajaran

2015/2016.

Eksplorasi ini menggunakan strategi penelitian aktivitas kelas (activity

research). Studi ini membawa beberapa tujuan, khususnya pembelajaran

membantu tipe GI dapat bekerja pada sifat pembelajaran sejarah. Pembelajaran

berbantuan tipe GI sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa yang

lebih berkembang, yang ditandai dengan peningkatan dominasi belajar siswa

pada setiap siklus, khususnya siklus I (72,5%), siklus II (80,0%), siklus III

(92,5%). . Pembelajaran bermanfaat tipe GI dapat menyebabkan siswa merasa

bahwa mereka mendengar pertimbangan dan kesempatan untuk menawarkan

sudut pandang, pemikiran, pemikiran dan pertanyaan.

3. I Gede Ratnaya (2013) memimpin penelitian di Sekolah Menengah Lab

Undiksha tentang pelaksanaan jenis ujian kumpul bermanfaat untuk

mengetahui bagaimana lebih mengembangkan latihan dan hasil belajar

matematika sepenuhnya bertujuan untuk memperluas latihan belajar siswa,

lebih mengembangkan siswa aritmatika hasil belajar, dan menggambarkan


27

reaksi siswa terhadap pelaksanaan model yang menyenangkan. jenis bunch

exam (GI) dalam pembelajaran Aritmatika. Dalam eksplorasinya, I Gede

Ratnaya menggunakan strategi Class Activity Exploration (Vehicle) yang

dilakukan dalam dua siklus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor latihan perolehan siswa

meningkat dari 90,4 pada siklus utama menjadi 92,48 pada siklus II dengan

kemampuan sangat dinamis, dinamis, hingga sangat dinamis sebesar 63% pada

siklus primer dan 75% pada siklus berikutnya; nilai hasil belajar matematika

siswa pada siklus kepala sekolah mencapai 83,29 dan pada siklus selanjutnya

70,14; dan (3) 68,57% siswa menjawab setuju dan dengan tegas menyetujui

penggunaan model pembelajaran GI jenis yang menyenangkan dalam

pembelajaran Matematika.

1. Irma Ayuwanti (2016) mengarahkan penelitian di SMK

TUMA'NINAH Yasin Metro dengan judul Pengembangan Lebih Lanjut

Latihan dan Hasil Belajar Matematika dengan Memanfaatkan Model

Pembelajaran Bermanfaat Tipe Ujian Berkumpul di Sekolah Profesi

Tuma'ninah Yasin Metro Sepenuhnya Bermaksud Melihat Apakah Silaturahim

Model pembelajaran GI tipe ujian dapat mengerjakan soal-soal latihan dan

hasil belajar siswa kelas X di SMK Tuma'ninah Yasin Metro pada semester

genap tahun ajaran 2015/2016.

Ujian ini merupakan semacam penelitian kegiatan balai studi (Vehicle)

dengan metode pengumpulan informasi melalui persepsi dan tes. Tinjauan ini

membawa beberapa hasil, khususnya pembelajaran dengan memanfaatkan


28

model Pembelajaran Bermanfaat Silaturahmi dapat lebih mengembangkan

latihan-latihan pembelajaran IPA siswa kelas X SMK Tuma'ninah Yasin

Metro, Membiasakan memanfaatkan model Pembelajaran Bermanfaat Ujian

Silaturahmi dapat lebih mengembangkan hasil belajar matematika siswa kelas

X SMK Tuma'ninah Yasin Metro semester genap Tahun Pelajaran 2015/2016.

Hal ini terlihat dari rata-rata perolehan hasil belajar siswa yang meningkat dari

27,5% pada siklus utama menjadi 54,54% pada siklus berikutnya, dan dari

54,54% pada siklus kedua menjadi 81,81% pada siklus ketiga.

Dari beberapa jenis eksplorasi masa lalu, cenderung beralasan bahwa

ujian yang memenuhi syarat Upaya untuk lebih mengembangkan kemampuan

penalaran yang menentukan melalui model pembelajaran Gathering

Examination (GI) pada mata pelajaran matematika di kelas VIII SMP Satap

SMPN 1 Kambowa adalah mungkin.

C. Kerangka Berpikir

Judul penelitian ini adalah “Meningkatkan kemampuan berpikir

kritis maematika siswa melalui model pembelajaran Group Investigation

(GI) kelas VIII SMP Satap SMPN 1 Kambowa”. Sistem penalaran dalam

penelitian ini akan fokus pada pengembangan lebih lanjut kemampuan

penalaran yang menentukan siswa yang diciptakan melalui sains.

Namun dalam perkembangannya terdapat tiga kendala, khususnya

siswa memandang IPA sebagai mata pelajaran yang merepotkan,

pembelajaran matematika belum mendorong peningkatan kemampuan


29

penalaran yang tegas, dan kemampuan penalaran yang tegas masih sangat

rendah. Untuk mengatasi hambatan tersebut, para analis menerapkan

model pembelajaran Gathering Examination (GI). Model pembelajaran

Gathering Examination (GI) adalah model pembelajaran sebagai

kumpulan kecil yang heterogen dan mencakup siswa dari menyusun, baik

dalam menentukan mata pelajaran maupun cara mempelajarinya melalui

ujian. Dengan demikian, dengan diterapkannya model pembelajaran ujian

kumpul (GI) dipercaya dapat lebih mengembangkan kemampuan

penalaran menentukan numerik siswa kelas VIII SMP Satap SMP N 1

Kambowa.

Alur eksplorasi yang akan dilibatkan oleh para analis dalam model

pembelajaran GI yang dapat lebih mengembangkan kemampuan penalaran

numerik siswa dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Alur Penelitian

D. Hipotesis Penelitian
30

Mengingat dasar masalah, perincian masalah, dan penyelidikan tengah, ilmuwan

mengusulkan spekulasi yang menyertainya.

H0 = Penggunaan model pembelajaran ujian kumpul (GI) tidak dapat lebih

mengembangkan kemampuan penalaran menentukan numerik siswa kelas VIII

SMP SATAP SMPN 1 Kambowa.

H1 = Pemanfaatan model pembelajaran gathering exam (GI) dapat lebih

mengembangkan kemampuan penalaran menentukan numerik siswa kelas VIII

SMP SATAP SMPN 1 Kambowa.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Eksplorasi ini merupakan review eksplorasi yang diharapkan dapat melihat

dampak dari suatu perlakuan. Pemeriksaan eksplorasi adalah strategi di mana

spesialis dengan sengaja mengurangi atau menghapus variabel lain yang

mengganggu untuk melacak hubungan sebab akibat antara dua elemen (Suharsimi

Arikunto, 2013:9).

Dalam tinjauan ini, rencana eksplorasi yang digunakan adalah rencana pra-

percobaan. Rencana ini sering disebut sebagai rencana semi eksplorasi karena

dipandang sebagai penyelidikan yang menakjubkan (Suharsimi Arikunto, 2013:

123). Jenis rencana yang digunakan dalam rencana pra-eksplorasi dalam tinjauan

ini adalah rencana pertemuan satu tes dan pasca tes, khususnya rencana yang

hanya melibatkan satu kelas sebagai kelas uji coba tanpa kelas ujian atau kelas

kontrol. Konfigurasi pre-test dan post-test one gathering yang menyertainya

digambarkan dalam struktur polos.

Tabel 3.1 Pre-test and Post-test One Group Design

Keterangan :

Χ : perlakuan berupa model pembelajaran

31
32

01 : Tes Awal
02 : Tes Akhir

2. Pendekatan Penelitian

Metodologi yang dilakukan oleh para ahli dalam penelitian ini adalah

metodologi kuantitatif. Sesuai (Sugiyono, 2013: 7), strategi eksplorasi

kuantitatif disebut sebagai teknik positivistik karena bergantung pada cara

berpikir positivisme, strategi ini digunakan untuk memeriksa populasi atau tes

tertentu, dan informasi dikumpulkan menggunakan instrumen penelitian,

kuantitatif /pemeriksaan informasi faktual dengan tujuan menguji spekulasi

yang dikemukakan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP SATAP SMPN 1 Kambowa yang

bertempat di Jln. Poros Ereke Bau-bau, Kabupaten Buton Utara, Sulawesi

Tenggara, dan penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada semester genap

tahun ajaran 2021/2022, yaitu mulai bulan April 2022 hingga bulan Mei 2022.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Polulasi Penelitian

Kependudukan adalah semua mata pelajaran yang akan diperiksa atau

dilihat oleh para ahli di suatu wilayah tertentu. (Sugiyono, 2013:80) mencirikan

rakyat sebagai daerah spekulasi: benda-benda atau subyek-subyek dengan ciri-

ciri khusus yang masih diudarakan oleh para ilmuwan untuk dikonsentrasikan

dan kemudian dibuat penentuannya. Populasi dalam tinjauan ini adalah seluruh
33

siswa kelas VIII SMP Satap SMPN 1 Kambowa yang berjumlah 21 siswa yang

terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan.

2. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel yang digunakan untuk menentukan sampel

dalam penelitian ini adalah sampling jenuh, yaitu menggunakan seluruh

anggota populasi sebagai sampel. Hal ini sering terjadi pada populasi yang

relatif kecil, sehingga sampel untuk penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP

Satap SMPN 1 Kambowa yang berjumlah 21 siswa.

D. Variabel dan Indikator Penelitian

Seperti yang ditunjukkan oleh (Arikunto Suharsimi, 2013:161) mencirikan

variabel eksplorasi sebagai objek penelitian atau mengapa repot-repot

dengan pertimbangan tinjauan yang tidak sepenuhnya ditetapkan oleh para

ilmuwan. Selain itu, (Sugiyono, 2013:38) berpendapat bahwa faktor-faktor

pengujian berarti dunia dalam struktur apa pun yang tidak diatur oleh para

ahli untuk difokuskan untuk memperoleh data tentangnya dan mencapai

penentuan. Faktor-faktor dalam penelitian ini terdiri dari dua faktor, yaitu

sebagai berikut:

1. Faktor bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi

penyebab berubahnya atau berkembangnya variabel terikat (terikat).

Variabel otonom dalam penelitian ini adalah ujian kumpul (GI) yang

diwakili oleh X untuk model pembelajaran yang mana.


34

2. Variabel terikat, adalah variabel yang dipengaruhi atau berubah menjadi

hasil, karena adanya variabel otonom (bebas). Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah kemampuan menentukan nalar yang diwakili oleh Y.

Faktor-faktor dan petunjuk-petunjuk dalam review tersebut dapat dilihat

pada tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 3.2 Variabel dan Idikator Penelitian


35

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

1. Teknik Pengmpulan Data

Strategi bermacam-macam informasi adalah perkembangan cara para

ilmuwan mengumpulkan data atau kenyataan yang berbeda di lapangan.

Prosedur pemilihan informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

sebuah. Strategi persepsi

Strategi persepsi adalah proses persepsi langsung oleh para ilmuwan

terhadap item yang akan dikonsentrasikan untuk mendapatkan informasi

atau data tentang objek pemeriksaan. Dengan strategi ini, sangat mungkin

diperoleh garis besar apakah setiap fase model pembelajaran sedang

direnungkan.

b. Strategi uji

Strategi tes dalam tinjauan ini digunakan sebagai tolak ukur untuk

menentukan peningkatan kemampuan penalaran kritis siswa ketika diberi

perlakuan. Tes yang akan digunakan adalah tes kemampuan nalar yang

menentukan sebagai tes kertas.

c. Strategi dokumentasi

Strategi dokumentasi dalam penelitian ini berencana untuk memperoleh

informasi atau data yang tepat tentang latihan siswa selama pengalaman

pendidikan.
36

2. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh ilmuwan untuk

mengumpulkan informasi untuk bekerja dengan pekerjaannya dan hasilnya

lebih baik, dalam perasaan lebih tepat, lengkap, dan disengaja sehingga

lebih sederhana untuk diproses (Suharsimi Arikunto, 2013:203). Instrumen

pemeriksaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

sebuah. lembar persepsi

Pakar menggunakan lembar persepsi sebagai salah satu instrumen

eksplorasi yang ditetapkan untuk digunakan sebagai semacam perspektif

dalam menyebutkan fakta-fakta yang dapat diamati. Dengan cara ini, para

ilmuwan memperoleh data tentang latihan siswa selama ujian pengumpulan

(GI) pengalaman pendidikan selesai.

b. rubrik evaluasi

Rubrik adalah alat yang digunakan oleh para ahli dalam memperkirakan

dan mensurvei kemampuan siswa secara mendalam. Dalam tinjauan ini,

rubrik evaluasi yang digunakan adalah rubrik penilaian kemampuan menalar

yang telah dikumpulkan dilihat dari perspektif dan tanda-tanda kemampuan

nalar yang menentukan. Untuk skor paling ekstrim untuk setiap pointer

keterampilan nalar menentukan ada lima, tepatnya 0, 1, 2, 3, 4. Aturan

penilaian kemampuan nalar menentukan menurut Yunia Lestari (2018:45-

46) adalah seperti yang tercatat pada tabel 3.3 di bawahnya.


37

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kritis

Untuk menentukan nilai yang diperoleh siswa dalam penelitian ini

maka digunakan standar mutlak (standart Absolute), yaitu dengan formula

sebagai berikut :

skor mentah
Nilai= × 100
skor maksimum ideal

Keterangan :

Skor mentah = skor yang diperoleh siswa


38

Skor terbesar optimal = Skor maksimum × Jumlah pertanyaan

Spesialis memutuskan kelas kemampuan penalaran yang menentukan siswa

setelah mendapatkan nilai dari kemampuan penalaran yang menentukan.

Pemberian klasifikasi ini selesai ditentukan untuk mengetahui kemampuan tingkat

kemampuan penalaran yang menentukan. Berikutnya adalah kemampuan untuk

tingkat kemampuan nalar yang menentukan menurut Desy Novita Putri (2017:

56).Tabel 3.4 Persentase Skor Kemampuan Berpikir Kritis

Tanda-tanda prestasi siswa diperkirakan menggunakan pedoman yang ditetapkan

oleh sekolah. Secara terpisah, siswa diharapkan berhasil dalam belajar jika

memperoleh nilai 65,00 atau diurutkan ke dalam klasifikasi tinggi atau sangat

tinggi, yaitu 65 < P 100.

a. Kuesioner

Jajak pendapat merupakan rangkaian pertanyaan yang digunakan untuk

mendapatkan data dari seorang responden, seperti laporan tentang watak

responden dan apa yang mereka ketahui (Suharsimi Arikunto, 2013: 194).

Jajak pendapat yang digunakan dalam ulasan ini adalah survei reaksi siswa

terhadap pelaksanaan model pembelajaran ujian kumpul (GI) berdasarkan

tahapan model pembelajaran ujian kumpul (GI) yang ditentukan untuk


39

mengetahui reaksi siswa terhadap pengalaman yang berkembang dengan

memanfaatkan pengumpulan model pembelajaran ujian (GI) di ruang belajar. .

b. Tes

Tes merupakan rangkaian pertanyaan yang digunakan untuk menaksir

informasi, wawasan, dan kemampuan seseorang. Tes dalam review ini

merupakan uji coba kemampuan penalaran menentukan siswa yang terdiri dari

pre-test dan post-test.

Kelas uji coba diberikan pre-test sebelum diberikan perlakuan, kemudian

kelas eksplorasi diberikan perlakuan. Hal selanjutnya yang akan dilakukan

adalah kelas uji coba diberikan post-test, dan hasilnya akan dikontraskan

dengan pre-test. Bertekad untuk mendapatkan kontras antara nilai pre-test dan

post-test.

Sebelum instrumen pemeriksaan digunakan, terlebih dahulu dilakukan

pendahuluan instrumen. Sepenuhnya bermaksud mengetahui apakah

instrumen yang akan digunakan adalah substansial dan solid.

sebuah. Uji Validitas Instrumen

Legitimasi atau legitimasi adalah suatu gerakan yang dilakukan dengan

maksud sepenuhnya untuk menguji instrumen apakah instrumen yang akan

digunakan dalam pengumpulan informasi sudah layak atau tidak. Dalam

ulasan ini, analis akan memanfaatkan konten dan membangun tes legitimasi.

Dimana dalam uji legitimasi bahagia ini instrumen akan disetujui oleh 2

pembicara dan pengajar mata pelajaran aritmatika. Sedangkan uji legitimasi

develop akan dicoba dengan memanfaatkan Korelasi Product Moment


40

dengan bantuan pemrograman SPSS. Persamaan kondisi untuk koneksi

kedua item adalah sebagai berikut:

n ( ∑ xy )−( ∑ x )( ∑ y )
r xy =
√ {n ∑ x −(∑ x ) }{n ∑ y −(∑ y ) }
2 2 2 2

Keterangan :

r xy = Koefisien korelasi antara X dan Y


n = Jumlah sampel
x = Skor X
y = Skor Y
∑x = Jumlah total skor X

∑y = Jumlah total skor Y

∑ xy = Jumlah total skor XY

Konsekuensi dari r_xy yang telah ditemukan kemudian dikontraskan dan r_tabel

item kedua dengan tingkat kepentingan 5% (α = 0,05). Suatu instrumen dikatakan

substansial jika bernilai r_xy>r_table. Bagaimanapun, jika nilai r_xy<r_table, hal

tentang sebuah instrumen dinyatakan tidak valid.

Model legitimasi instrumen sebagaimana dikutip dari Yunia Lestari (2018:51)

dapat dilihat pada tabel 3.5 di bawah ini.

Tabel 3.5 Kriteria Validitasi


41

a. Uji Reliabilitas

Setelah ahli menguji keabsahan butir kedua dengan bantuan SPSS pada

instrumen pemeriksaan, apa yang harus dilakukan agar instrumen tersebut

benar-benar dapat diandalkan sebagai alat pengumpul informasi, peneliti

perlu melakukan uji ketergantungan.

Uji kualitas tak tergoyahkan adalah pemeriksaan instrumen yang

bertujuan untuk menentukan derajat konsistensi suatu instrumen yang

digunakan oleh para ilmuwan, sehingga konsekuensi dari pemeriksaan

instrumen tersebut dapat diandalkan dan diandalkan untuk faktor penduga.

Uji kualitas tak tergoyahkan yang digunakan dalam tinjauan ini adalah uji

ketergantungan dalam menggunakan persamaan Alpha dengan bantuan

pemrograman SPSS.

Konsekuensi dari koefisien kualitas tak tergoyahkan (Cronbach's

Alpha) akan dikontraskan dan r_tabel dengan tingkat kepentingan 5%.

Suatu instrumen dikatakan reliabel jika nilai Cronbach's Alpha > r_tabel.

Bagaimanapun, jika nilai Cronbach's Alpha <r_table, hal tentang sebuah

instrumen dinyatakan dipertanyakan. Standar legitimasi instrumen seperti


42

yang diungkapkan oleh Desti Daragita Nayan (2020:59) dapat dilihat pada

tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6 Kriteria Reliabilitas

b. Uji Tingkat Kesukaran

Tes tingkat masalah adalah tes yang berarti melihat pertanyaan tentang

masalah. Dengan melakukan tes ini, ilmuwan dapat melihat apakah

pertanyaan tersebut diingat untuk kelas sederhana, sedang atau bermasalah.

Pertanyaan yang layak adalah pertanyaan yang tidak terlalu sederhana atau

terlalu merepotkan. Tingkat kesulitan dapat diperkirakan dengan

menggunakan persamaan berikut :

P=
∑x
N . Sm

Keterangan :
P = Tingkat kesukaran
43

∑ x = Jumlah siswa yang menjawab dengan benar


Sm = Skor maksimum
N = Jumlah siswa yang mengikuti tes
Untuk mengetahui tingkat kesulitan penyelidikan, menurut Yunia

Lestari (2018: 54) dapat dipesan model tingkat kesulitan penyelidikan dapat

dlihat pada tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.7 Klasifikasi Kriteria Tingkat Kesukaran

c. Uji Daya Beda

Kekuatan instrumen tersebut adalah kemampuan instrumen untuk mengenali

siswa yang dapat menjawab pertanyaan secara akurat, kemudian mereka

diurutkan sebagai siswa berkapasitas tinggi dan siswa yang tidak dapat

menjawab pertanyaan secara akurat. Jadi diingat untuk klasifikasi siswa

berkapasitas rendah. Instrumen yang layak untuk digunakan dalam

penelitian adalah instrumen yang paling tidak memiliki model yang bagus.

Untuk menghitung gaya pembeda suatu instrumen, persamaan yang

menyertainya dapat digunakan.

X A −¿ X
DP= B
¿
SMI

Keterangan :
44

DP = Daya pembeda
XA = Rata-rata skor jawaban siswa berkemampuan tinggi
XB = Rata-rata skor jawaban siswa berkemampuan rendah
SMI = Skor maksimum ideal
Adapun kriteria uji beda instrumen yang digunakan yaitu klasifikas

daya pembeda menurut Yunia Lestari (2018:56) dapat dilihat pada tabel 3.8

berikut.

Tabel 3.8 Kriteria Uji Beda Instrumen

F. Teknik Analisis Data

1. Analisis Deskriptif Data

Investigasi penggambaran informasi adalah pemeriksaan informasi yang

digunakan ditentukan untuk menggambarkan, menggambarkan,

menggambarkan atau menggambarkan informasi sehingga lebih mudah dilihat

secara terus-menerus. Dalam review ini, informasi yang akan digambarkan

adalah pre-test, post-test, dan t-score. Kemudian dari informasi tersebut akan

ditentukan normal, perubahan, dan standar deviasi. Untuk ilustratif

penyelidikan informasi menggunakan menjelaskan perhitungan faktual dengan

bantuan program SPSS.


45

2. Uji Persyaratan Analisis

Sebelum uji-t dilakukan, informasi dari pre-test dan post-test harus memenuhi tes

esensial, khususnya tes ordinaris. Tes keteraturan merupakan salah satu tes

terukur yang dilakukan dalam eksplorasi yang ditentukan untuk mengetahui

apakah suatu informasi berasal dari suatu populasi yang biasanya tersampaikan

atau tidak (Yulinga dan Wasis, 2013:67). Uji keteraturan yang digunakan dalam

tinjauan ini adalah uji keteraturan menggunakan One-Sample Kolmogorov-

Smirnov dengan bantuan pemrograman SPSS. Setelah menghitung One-Sample

Kolmogorov-Smirnov, kemudian dikontraskan dan = 0,05 atau tingkat

kepentingan 5%. Kemudian, pada saat itu, ujungnya digambar berdasarkan

navigasi yang menyertainya:

Jika Asymp.Sig≥0.05, informasi tersebut biasanya beredar.

Jika Asymp.Sig≤0.05 maka informasinya tidak biasa.

3. Uji Hipotesis

Uji spekulasi yang digunakan dalam tinjauan ini adalah uji-t contoh yang

cocok di mana uji ini dapat digunakan dengan asumsi informasi biasanya

tersebar. Sesuai dengan Widiyanto Contoh uji-t adalah uji yang digunakan

sepenuhnya untuk mensurvei kelayakan perlakuan, dipisahkan dengan

perbedaan normal ketika diberi perlakuan (Zainal Arifin, 2019: 214). Uji-t

contoh yang cocok dalam tinjauan ini diselesaikan dengan bantuan

pemrograman SPSS, mengikuti perincian spekulasi dalam uji-t Contoh-t-test

yang cocok.
46

H_a = Terdapat peningkatan kemampuan penalaran menentukan siswa

dalam berhitung dengan menggunakan model pembelajaran ujian kumpul (GI).

H_0 = Tidak ada peningkatan kemampuan penalaran numerikal siswa

menggunakan model pembelajaran ujian kumpul (GI).

Setelah t_hitung didapat, maka pada saat itu dikontraskan dan biaya

t_tabel dengan besaran 5%. Kemudian akhir ditarik berdasarkan pilihan untuk

mengakui atau menolak H_0 dalam pengujian ini sebagai berikut.

Jika t_hitung>t_tabel dan kemungkinan (Asymp.Sig) < 0,05, H_0 ditolak

dan H_a diakui.

Jika t_hitung<t_tabel dan kemungkinan (Asymp.Sig) > 0,05, H_0 diakui

dan H_a ditolak.

Anda mungkin juga menyukai