Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan di Indonesia terus mengalami berbagai perubahan sesuai

dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, serta tantangan untuk dapat

menjawab berbagai permasalahan lokal dan perubahan global yang terjadi begitu

pesat. Dalam undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 3 menyatakan

bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Salah satu upaya sistem negara berkembang termasuk Indonesia agar tidak

tertinggal dari sistem negara maju adalah dengan cara meningkatkan pendidikan

matematika dan sains. Hal ini disebabkan matematika adalah suatu fondasi bagi

perkembangan sains dan teknologi. Keberhasilan pendidikan matematika dapat

menjadi prediksi bagi keberhasilan di bidang sains dan teknologi. Peningkatan

kualitas pendidikan khususnya di bidang matematika merupakan salah satu hal

yang strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar cakap,

kreatif, mandiri, memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang

berorientasi pada peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di

era globalisasi ini.

1
Pendidikan di sekolah dasar pada mata pelajaran matematika memiliki

tujuan untuk mengembangkan berbagai kemampuan siswa. Tujuan pembelajaran

tersebut dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006, siswa

diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tau, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Dengan tujuan pembelajaranyang ideal tersebut, pada kenyataannya tidak

selalu mudah dicapai oleh sekolah-sekolah. Matematika merupakan mata

pelajaran yang dianggap sebagai pelajaran yang sulit dipahami dan kurang

diminati oleh sebagian besar siswa kelas V di SDN 65 Kota Bengkulu. Dalam

setiap pelaksanaan ulangan akhir semester, ulangan harian maupun latihan

2
secara umum pelajaran matematika menempati rata-rata nilai terendah. Hal ini

terlihat dari tes hasil belajar pada pelajaran matematika yang dilakukan siswa

kelas VAyang menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Nilai terendah yang

diperoleh siswa adalah 20 dan nilai tertinggi adalah 85, dengan rata-rata 55.

Sebanyak 18 (60 %) dari 30 siswa memperoleh nilai di bawah rata-rata.

Sedangkan 12 siswa (40 %) lainnya memperoleh nilai di atas rata-rata.

Berdasarkan hasil pengamatan tersebut didapat bahwa proses pembelajaran

matematika belum mencapai hasil yang optimal. Siswa mengalami kesulitan

dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang diberikan oleh guru. Oleh

karena itu peneliti berdiskusi dengan rekan sejawat yaitu Ibu Nurlen Maryani, S.

Pd untuk mengidentifikasi kekurangan dari pembelajaran sebelumnya. Adapun

hasil dari diskusi, terungkap bahwa kesulitan ini disebabkan oleh proses

pembelajaran di kelas didominasi yang cenderung berpusat pada guru (teacher

centered), sehingga siswa pasif. Guru hanya menjelaskan konsep-konsep yang

ada pada buku ajar atau referensi lain, tanpa dilakukan model dan metode

pembelajaran yang lebih inovatif dan variatif sehingga menjadi kurang

bermakna. Pemahaman konsep dasar matematika yang dimiliki oleh sebagian

besar siswa menjadi kurang maksimal, kemampuan matematika dasar belum

tertanam begitu baik, sehingga siswa masih kesulitan untuk menjalankan

kemampuan dalam pemecahan masalah. Kebanyakan soal matematika yang

dikerjakan di kelas diekspresikan dalam bahasa dan simbol matematika yang

pengajarannya kurang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari (kontekstual).

3
Mengingat pentingnya peranan matematika dalam kehidupan sehari-hari,

maka diupayakan agar pengajaran matematika selalu menjadi perhatian. Titik

berat pengajaran matematika terletak pada pengubahan situasi, yaitu dari situasi

guru mengajar menjadi situasi siswa belajar. Agar situasi ini dapat tercapai,

maka guru harus menggunakan berbagai metode mengajar secara fleksibel.

Menurut Soejadi (1992 : 2) betapapun tepat dan baiknya bahan ajar matematika

yang ditetapkan belum menjamin akan tercapainya tujuan pendidikan, salah satu

faktor penting untuk mencapai tujuan itu adalah lebih menekankan kepada

keterlibatan siswa secara optimal.

Upaya untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi, maka perlu

dicarikan jalan keluar yang tepat untuk mengatasi kesulitan siswa.Alternatif

tindakan yang peneliti tetapkan adalah dengan penerapan model pembelajaran

Student Teams Achievement Division (STAD). STAD dikembangkan oleh

Robert Slavin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling

sederhana. Rusman (2011 : 214) STAD juga merupakan model pembelajaran

kooperatif yang efektif, tepat untuk mengajarkan materi-materi pelajaran ilmu

pasti, seperti perhitungan dan penerapan matematika.

Berdasarkan alasan-alasan yang sudah dikemukakan di atas, maka peneliti

mengkaji melalui penelitian tindakan kelasini dengan judul “Penerapan Model

Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VA SDN 65 Kota

Bengkulu”.

4
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah

sebagai berikut :

1. Pembelajaran matematika di kelas VA masih berpusat pada guru (teacher

centered).

2. Kebanyakan soal matematika yang diberikan, diekspresikan dalam bahasa

dan simbol matematika yang pengajarannya tidak berhubungan langsung

dengan kehidupan sehari-hari siswa.

3. Rendahnya hasil belajar siswa di kelas VA pada mata pelajaran matematika.

4. Guru jarang melatih siswa untuk belajar kelompok.

5. Belum diterapkannya model pembelajaran yang inovatif dan

variatif/bervariasi (misalnya STAD, Jigsaw, dll. )

C. Rumusan Masalah

Apakah penerapan model pembelajaran Student Teams Achievement Division

(STAD) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VA di SDN 65

Kota Bengkulu?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah:

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa

kelas VA di SDN 65 Kota Bengkulu.

5
2. Tujuan Khusus

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan bagaimana peningkatan hasil

belajar matematika siswa di kelas VA SDN 65 Kota Bengkulu dengan

penerapan model pembelajaran Student Teams Achievement Division

(STAD).

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

Diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan terutama yang berhubungan dengan matematika. Selain itu

dapat mendukung konsep yang sudah ada tentang penerapan model

pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) untuk

meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

1) Bagi siswa, dapat termotivasi untuk menyukai dan menarik minat belajar

untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran matematika.

2) Bagi guru, sebagai masukan untuk memperbaiki kinerja dan

meningkatkan proses pembelajaran, bahwa model pembelajaran Student

Teams Achievement Division (STAD)dapat digunakan dalam

pembelajaran matematika.

6
3) Sebagai umpan balik bagi pihak terkait dalam dunia pendidikan guna

meningkatkan proses pembelajaran matematika di SDN 65 Kota

Bengkulu.

4) Bagi peneliti, menerapkan secara langsung model pembelajaran Student

Teams Achievement Division (STAD)dan membantu meningkatkan sikap

profesional guru.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi

dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.

Menurut Brings (Sugandi, 2004: 10) pembelajaran adalah seperangkat peristiwa

yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga siswa itu memperoleh

kemudahan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Senada dengan

pengertian tersebut, Darsono (2002: 24) juga menyatakan bahwa pembelajaran

adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga

tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik.Dalam Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa

pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa, guru dan sumber belajar pada

satu lingkungan belajar.

Karso, dkk. (2005: 1.30) mendefinisikan bahwa matematika merupakan

suatu ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk-bentuk atau struktur-

struktur yang abstrak dan hubungan di antara hal-hal itu. Schoenfeld mengatakan

bahwa belajar matematika berkaitan dengan apa dan bagaimana

menggunakannya dalam membuat keputusan untuk memecahkan masalah.

Matematika melibatkan pengamatan, penyelidikan dan keterkaitannya dengan

fenomena fisik dan sosial (Schoenfeld, 2008). Dari beberapa pengertian

8
matematika, terdapat beberapa elemen yang mencirikan pengertian matematika,

antara lain :

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak yang terorganisir secara

sistematik.

b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan

dengan bilangan.

d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah

tentang ruang dan bentuk.

e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur yang logik.

f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Belajar matematika pada dasarnya terbagi atas dua kelompok, yaitu : (1)

belajar pemecahan masalah (problem solving) adalah dimulai dengan

menangkap pengertiannya (fakta), kemudian mengenal penamaannnya (konsep),

kemudian menyelidiki sifat-sifatnya (prinsip), dan melakukan operasi serta

menyusun langkah kerjanya (operasi dan prosedur) ; dan (2) belajar membentuk

pengetahuan, Bell yang dikutip (Soleh, 1998). Setiap orang mengetahui

matematika dari pengalamannya masing-masing danmemberikan tanggapannya

sendiri, menyukai ataupun tidak menyukainya. Belajar matematika merupakan

suatu kegiatan yang berkenaan dengan penyelesaian himpunan-himpunan dari

unsur matematika yang sederhana danmerupakan himpunan-himpunan baru

yang selanjutnya membentuk himpunan-himpunan baru yang lebih rumit.

Demikian seterusnya, sehingga dalam belajar matematika harus dilakukan secara

9
hirarkis. Dengan kata lain, belajar matematika pada tahap yang lebih tinggi,

harus didasarkan pada tahap belajar yang lebih rendah (Gagne, 1988).

Tujuan pembelajaranmatematika di sekolah dasar dalam kurikulum tingkat

satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006, siswa diharapkan memiliki kemampuan

sebagai berikut :

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat dalam pemecahan masalah.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tau, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.2. Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)

1. Pengertian Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division

(STAD).

10
Model pembelajaran merupakan istilah yang digunakan untuk

menggambarkan penyelenggaraan proses belajar mengajar dari awal sampai

akhir. Menurut Udin (1996) dalam Mulyatiningsih, E (2013 : 227) model

pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalm mengorganisasikan pengalaman belajar yang akan diberikan

untuk mencapai tujuan tertentu. Model berfungsi sebagai pedoman bagi guru

dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Model

pembelajaran berisi unsur tujuan dan asumsi, tahap-tahap kegiatan, setting

pembelajaran (situasi yang dikehendaki pada model pembelajaran tersebut),

kegiatan guru dan siswa, perangkat pembelajaran (sarana, bahan dan alat

yang diperlukan), dampak belajar atau hasil belajar yang akan dicapai

langsung dan dampak pengiring atau hasil belajar secara tidak langsung

sebagai akibat proses belajar mengajar.

Model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)

dikembangkan oleh Robert Slavin dan koleganya di Universitas John Hopkin

dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.

Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok

siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu

menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu

dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok

haruslah heterogen, terdiri dari siswa laki-laki dan perempuan, memiliki

kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

11
Komponen pembelajaran model STAD menurut Slavin (2008) dalam

Shoimin, A (2014 : 186) terdiri atas lima komponen utama, yaitu presentasi

kelas (class presentation), kerja kelompok(teams works), kuis (quizzes), skor

kemajuan individu (individual improvement score), dan penghargaan

kelompok (team recognation). Gagasan utama di balik model STAD adalah

untuk memotivasi para siswa, mendorong dan membantu satu sama lain, dan

untuk menguasai keterampilan-keterampilan yang disajikan oleh guru. Jika

para siswa menginginkan agar kelompok mereka memperoleh penghargaan,

mereka harus membantu teman sekelompoknya mempelajari materi yang

diberikan. Mereka harus mendorong teman mereka untuk melakukan yang

terbaik dan menyatakan suatu norma bahwa belajar itu merupakan suatu yang

penting, berharga, dan menyenangkan.

2. Langkah-Langkah Pembelajaran Model Student Teams Achievement

Division (STAD).

Langkah-langkah/syntak pembelajaran model Student Teams Achievement

Division (STAD) menurut Slavin dalam Shoimin, A (2014 : 187-188) adalah

sebagai berikut :

a. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individu sehingga akan

diperoleh nilai awal kemampuan siswa.

b. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai

kompetensi dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai

pilihan dalam menyampaikan materi pembelajaran, misal dengan metode

12
penemuan terbimbing atau metode ceramah. Langkah ini tidak harus

dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.

c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5

anggota, dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik

yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota

kelompok berasal dari budaya atau suku yang berbeda serta

memperhatikan kesetaraan gender.

d. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang

telah diberikan, mendiskusikannya secara bersama-sama, saling

membantu antar anggota lain serta membahas jawaban tugas yang

diberikan guru. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa setiap

kelompok dapat menguasai konsep dan materi. Bahan tugas untuk

kelompok dipersiapkan oleh guru agar kompetensi dasar yang diharapkan

dapat dicapai.

e. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu.

f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan

memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.

g. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan

nilai peningkatan hasil belajar individual dari nilai awal ke nilai kuis

berikutnya.

3. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran ModelStudent Teams

Achievement Division (STAD).

a. Kelebihan STAD

13
Menurut Shoimin, A (2014 : 189), kelebihan dari model STAD yaitu

siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi

norma-norma kelompok, aktif membantu dan memotivasi semangat untuk

berhasil bersama, aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih

meningkatkan keberhasilan kelompok, interaksi antar siswa seiring

dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat,

meningkatkan kecakapan individu dan kelompok.

b. Kekurangan STAD

Menurut Shoimin, A (2014 : 189-190), kekurangan dari model STAD

yaitu kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang, siswa

berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota

yang pandai lebih dominan, membutuhkan waktu yang lebih lama untuk

siswa singga sulit mencapai terget kurikulum, pada umumnya guru tidak

mau menggunakan pembelajaran kooperatif karena membutuhkan waktu

yang lebih lama, menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka

bekerja sama.

2.3. Hasil Belajar Siswa

1. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2009 : 3) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang

diinginkan terjadi pada siswa setelah melalui proses belajar mengajar.

Perubahan tingkah laku tersebut mencakup bidang kognitif, afektif dan

psikomotor. Dalam hal ini, Depdiknas (2008: 11) menyatakan bahwa hasil

14
belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya. Selanjutnya Depdiknas (2008: 4-5)

menyatakan hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku.

Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup

bidang kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil

belajar rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan/ dikuasai

siswa (kompetensi) menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian.

Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi, sisi

siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat

perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan saat sebelum

belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis

ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar

merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran, Dimyati dan Mudjiono

(1999: 250-251). Sedangkan menurut Arikunto (2009: 45) hasil belajar

adalah suatu hasil yang diperoleh oleh siswa dalam mengikuti pembelajaran,

dan hasil belajar ini biasanya dinyatakan dalam bentuk angka, huruf ataupun

kata-kata.

Zainal Arifin (2012: 2) menjelaskan bahwa jika yang ingin dinilai hanya

satu atau beberapa bagian atau komponen pembelajaran, misalnya hasil

belajar maka istilah yang tepat digunakan adalah penilaian. Penilaian hasil

belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang

dicapai dengan menggunakan kriteria tertentu. Hasil pembelajaran tersebut

pada dasarnya merupakan kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek

15
pengetahuan,keterampilan, sikap serta nilai-nilai yang diwujudkan dalam

kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi tersebut dikenali melalui

sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati.

2. Jenis-Jenis Hasil Belajar

BenyaminS. Bloom dalam Sumiati dkk. (2009 : 245) menggolongkan tiga

jenis aspek perilaku belajar yang dikenal dengan taksonomi Bloom, ketiga

aspek tersebut yaitu:

a. Aspek/Ranah Kognitif

Kognitif berkenaan dengan perilaku yang berhubungan dengan berpikir,

mengetahui dan pemecahan masalah. Ranah ini mempunyai enam tingkatan.

Tingkatan yang paling rendah menunjukkan kemampuan yang sederhana,

sedangkan yang paling tinggi menunjukkan kemampuan yang kompleks atau

rumit. Tingkatan kemampuan itu dimulai dari yang terendah (setelah direvisi)

adalah pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension,

understanding), penerapan (aplication), analisis(analysis), sintesis (synthesis)

dan evaluasi (evaluation). Sedangkan setelah direvisi, sintesis (synthesis)

masuk kategori ke tingkatan analisis(analysis) sebagai tingkat kognitif

keempat, evaluasi (evaluation) sebagai tingkat kognitif kelima dan yang

keenam adalah mencipta (creating).

b. Aspek/Ranah Afektif

16
Afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interes, apresiasi

(penghargaan) dan penyesuaian perasaan sosial. Afektif meliputi

receiving(sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing

(nilai),organization (organisasi) dan characterization (karakteristik).

c. Aspek/Ranah Psikomotor

Psikomotor berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual

atau motorik.Psikomotor meliputi persepsi (perception), kesiapan melakukan

suatu kegiatan (set), mekanisme (mechanism), respon terbimbing (guided

respons), respon tampak yang kompleks/kemahiran (complex overt respons),

penyesuaian (adaptation), penciptaan/originasi (origination).

17
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain/Prosedur Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas

(classroom action research). Ebbutt (1985, dalam Hopkins, 1993)

mengemukakan penelitian tindakan adalah adalah kajian sistematik dari upaya

perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan

melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka

mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.

Penelitian kelas oleh guru dapat merupakan kegiatan reflektif dalam berpikir

dan bertindak dari guru. Dewey (1933) mengartikan berpikir reflektif dalam

pengalaman pendidikan sebagai selalu aktif, ulet, dan selalu mempertimbangkan

segala bentuk pengetahuan yang akan diajarkan berdasarkan keyakinan adanya

alasan-alasan yang mendukung danmemikirkan kesimpulan dan akibat-

akibatnya kemana pengetahuan itu akan membawa peserta didik (Dewey dalam

Thornton, 1994: 5). Wardhani, dkk. (2003: 21) menyatakan bahwa penelitian

tindakan kelas yaitu penelitian yang bersifat kolaboratif yang dilaksanakan

18
dengan mengikuti prosedur yang dalam satu siklus terdiri atas empat langkah:

perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), observasi (observing), dan

refleksi (reflecting).

Penelitian ini menggunakan Model Kemmis dan Taggart, dimana model

penelitian tindakan ini sering diacu oleh para penelititindakan sebelumnya.

Kemmis dan Taggart membagi prosedur penelitian tindakan dalam empat tahap

kegiatan pada satu putaran(siklus) yaitu:perencanaan-tindakan dan observasi-

refleksi.Menurut Kemmis dan Mc Taggart (dalam Rafi′uddin, 1996) penelitian

tindakan dapat dipandang sebagai suatu siklus spiral dari penyusunan

perencanaan, pelaksanaantindakan, pengamatan (observasi), dan refleksi yang

selanjutnya mungkin diikuti dengan siklus spiral berikutnya.

3.2. Subyek Penelitian

Subyek pada penelitian ini adalah siswa kelas VA di SDN 65 Kota

Bengkulu dengan jumlah siswa 30, terdiri dari 18 siswa laki-laki dan 12 siswa

perempuan.

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian ini pada kelas VA di SDN 65 Kota

Bengkulu. Sedangkan waktu penelitian dimulai dari bulan Januari hingga

Februari 2015 pada semester 2 tahun pelajaran 2014/2015.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

19
Pengumpulan data adalah proses diperolehnya data dari sumber data.

Sumber data adalah subjek dari penelitian yangdimaksud untuk memperoleh

data-data yang diinginkan. Dalam penelitian ini peneliti melakukan

pengumpulan data melalui:

a. Observasi

Menurut Purwanto (2011: 149), observasi adalah metode atau cara-cara

menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah

laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung.

Dalam melakukan observasi, peneliti memperhatikan beberapa hal seperti

memperhatikan fokus penelitian, kegiatan apa yang harus diamati apakah yang

umum atau yang khusus. Kegiatan umum yang harus diobservasi berarti segala

sesuatu yang terjadi di kelas harus diamati dan dan dikomentari, serta dicatat

dalam catatan lapangan. Sedangkan observasi kegiatan khusus, hanya

memfokuskan keadaan khusus di kelas seperti kegiatan tertentu atau praktek

pembelajaran tertentu, yang sudah didiskusikan sebelumnya. Selanjutnya adalah

menentukan kriteria yang diobservasi, dengan terlebih dahulu mendiskusikan

ukuran-ukuran apa yang digunakan dalam pengamatan.

b. Tes

Pada penelitian ini tesdigunakan untuk mengetahui pencapaian hasil belajar

pesertadidik.Tes digunakan untuk mengukur kemampuan awal (pretest) dan

hasil belajar (posttest) setelah penerapan model pembelajaranStudent Teams

Achievement Division (STAD). Menurut Sudijono (2006: 67), tes adalah alat

atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian di

20
bidang pendidikan yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik

berupa pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintah sehingga dapat dihasilkan

nilai yang melambangkan tingkah laku dengan nilai-nilai yang dicapai oleh tes

lainnya atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.

3.5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini akan menggambarkan perkembangan pelaksanaan

pembelajaran dengan model STAD. Data yang diperoleh berupa perkembangan

proses pelaksanaan penerapan pembelajaran. Data yang terkumpul berupa angka

akan dianalisis sesuai bentuknya.

a. Lembar Observasi

Penggunaan skala penilaian observasi kegiatan guru pada proses pembelajaran

dengan model STAD adalah skala skor 1-5. Makna dari nilai tersebut adalah

semakin tinggi skor nilai yang diperoleh semakin baik proses pembelajaran,

demikian sebaliknya semakin rendah skor nilai yang diperoleh semakin kurang.

Skor 5 (sangat baik) sedangkan skor terendah 1 (sangat kurang), jadi panjang

kelas interval (5 – 1) : 5 = 0,8. Dari uraian tersebut, maka klasifikasi terhadap

kegiatan/aktivitas guru dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1. Klasifikasi Hasil Observasi

Skor nilai Klasifikasi

>4,2– 5,0 Sangat baik

>3,4– 4,2 Baik

>2,6– 3,4 Cukup

21
>1,8– 2,6 Kurang

1 – 1,8 Sangat kurang

b. Lembar Tes Hasil Belajar

Analisis hasil tes dalam PTK ini menggunakan skor nilai 0 sampai dengan 100,

menjadi (100 - 0) : 5 = 20. Tes dilaksanakan 2 kali setiap siklus, yaitu pretes dan

postes. Berikut ini tabel klasifikasi skor nilai hasil tes.

Tabel 3.2. Klasifikasi Skor Nilai Hasil Tes

Skor nilai Klasifikasi

>80 s/d 100 Sangat baik

>60s/d 80 Baik

>40 s/d 60 Cukup

>20 s/d 40 Kurang

0 s/d 20 Sangat kurang

Data tes dianalisis dengan menggunakan perhitungan berdasarkan kriteria hasil

tes siswa secara klasikal yaitu nilai prestasi rata-rata (Mean) siswa dalam satu

kelas memenuhi standar keberhasilan yakni 70, dan kriteria klasikal memenuhi

80 % dari jumlah peserta tes telah mendapat nilai dengan klasifikasi“baik”.

22
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Deskripsi Per Siklus

A. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus Pertama

1. Perencanaan Pemberian Tindakan

Langkah awal yang dilakukan pada siklus pertama ini adalah menganalisis

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang kemudian dijabarkan

menjadi indikator-indikator yang harus dicapai siswa dalam proses pembelajaran.

Pada siklus pertama ini standar kompetensi yang akan disampaikan adalah

“Bilangan, 5. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah”, dan kompetensi

dasarnya adalah “5.3. Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan”.

Sedangkan indikator yang harus dicapai oleh siswa dalam pertemuan ini adalah:

1) Menghitung perkalian dua pecahan biasa; 2) Menghitung perkalian pecahan

biasa dengan pecahan campuran. Alokasi waktu pada pembelajaran ini adalah 3 x

23
35 menit. Sumber belajar dari perencanaan ini adalah kurikulum KTSP, buku

Terampil Berhitung MatematikaSD kelas V penerbit Erlangga tahun 2007.

2.Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan awal, pembelajaran diawali dengan berdoa terlebih dahulu, kemudian

guru mengecek kehadiran siswa serta menanyakan kabar mereka secara klasikal.

Selanjutnya guru melakukan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran

pada proses pembelajaran ini. Guru memberikan kuis berupa tes awal (pretest)

kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal secara individual. Setelah

waktu yang ditentukan selesai, siswa mengumpulkan jawaban masing-masing

kepada guru. Tanya jawab ringan dilakukan untuk membangun pengetahuan siswa

tentang materi yang akan dipelajari, disertai dengan pemberian motivasi/dorongan

agar siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran.

Kegiatan inti, Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok yang terdiri atas

5 siswa setiap kelompok. Setelah pembagian kelompok selesai, guru melanjutkan

dengan menyampaikan materi pembelajaran, menjelaskan tentang perkalian dua

pecahan biasa dan perkalian pecahan biasa dengan pecahan campuran dengan

bantuan alat peraga. Kegiatan berikutnya, guru memberikan tugas kepada

kelompok berkaitan dengan materi yang telah diberikan, dengan terlebih dahulu

menjelaskan tugas dan pekerjaan yang harus diikuti secara kelompok serta

mendiskusikannya secara bersama-sama. Setelah waktu yang ditentukan untuk

bekerja kelompok selesai, guru memberikan kesempatan pada perwakilan masing-

masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kelompoknya. Langkah

24
selanjutnya adalah memberikan kuis atau tes (post test) kepada setiap siswa secara

individu.

Kegiatan akhir, guru membimbing siswa membuat kesimpulan, menjelaskan

proses lanjutan dan memberikan penghargaan kepada kelompok atas keberhasilan

yang diperoleh pada pembelajaran ini. Guru mengakhiri pembelajaran dan

mengucapkan salam.

3. Observasi

Pada siklus pertama ini terlihat bahwa siswa masih merasa asing dengan model

yang diterapkan. Siswa hanya sebatas mengikuti proses pembelajaran, sementara

pemahaman masih terkesampingkan. Hasil pengamatan atau observasi yang

dilakukan oleh ibu Nurlen Maryani, S. Pd. sebagai observer dan teman sejawat,

diperoleh informasi tentang aktivitas guru dalam menerapkan model pembelajaran

STAD di kelas VA, bahwa skor penerapan model pembelajaran STAD pada siklus

pertama dengan rata-rata skor 3,6 yang termasuk dalam kategori baik.

Hasil belajar siswa diperoleh menggunakan tes evaluasi belajar yang

dilaksanakan setelah pelaksanaan proses pembelajaran untuk mengetahui

pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran yang sudah diberikan. Perolehan

data rata-rata hasil belajar siswa pada siklus pertama ini adalah63. Berikut data

hasil belajar siswa pada siklus pertama.

Tabel 4.1. Hasil Belajar Siswa Siklus Pertama

Nilai Banyak Siswa Total Nilai Persentase (%)

40 5 200 16,67

50 5 250 16,67

25
60 7 420 23,33

70 6 420 20

80 4 320 13,33

90 2 180 6,67

100 1 100 3,33

Jumlah 30 1890 100

Berdasarkan data di atas dapat diuraikan bahwa sebanyak lima siswa mendapat

nilai 40, lima siswa mendapat nilai 50, tujuh siswa mendapat nilai 60, enam

siswa mendapat nilai 70, empat siswa mendapat nilai 80, dua siswa mendapat

nilai 90, dan satu siswa mendapat nilai 100. Dari analisis data hasil belajar pada

siklus pertama ini diperoleh rata-rata nilai (mean) yaitu 63 dari standar

keberhasilan yang ditetapkan adalah 70. Total persentase jumlah peserta tes yang

mendapat nilai dengan klasifikasi “baik” dan “sangat baik” hanya 66,66 % dari

kriteria klasikal yang ditetapkan yaitu 80 %.

4.Refleksi

Informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan observer (rekan sejawat)

yang didiskusikan bersama-sama dengan guru (peneliti) dari kegiatan pada

siklus pertama adalah sebagai berikut:

a. Persiapan peneliti (sebagai guru) masih kurang matang sehingga persiapan

menjelang proses pembelajaran sangat sibuk karena banyak yang harus

disiapkan.

b. Proses pembelajaran sesuai dengan rentetan kegiatan yang telah dibuat di

RPP.

26
c. Ketika pembagian kelompok, guru hanya membagi secara umum atau

klasikal saja sehingga proses pembentukan kelompok oleh siswa cukup

memakan waktu.

d. Interaksi terjadi dengan baik, namun masih terkesan satu arah, siswa kurang

mampu memanfaatkan waktu yang diberikan guru untuk bertanya-jawab,

memberikan tanggapan/menyampaikan pendapat pada sesi presentasi

kelompok.

e. Guru kurang mengajak siswa untuk mengaitkan materi pembelajaran dengan

dunia nyata disekitar siswa.

f. Hasil belajar siswa pada siklus pertama ini belum mencapai standar

keberhasilan yaitu rata-rata nilai mean 70 dan persentase 80 % dari jumlah

peserta tes mendapat nilai dengan klasifikasi “baik”.

B. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus Kedua

1. Perencanaan Pemberian Tindakan

Tahap perencanaan tindakan pada siklus kedua ini, peneliti melakukan

diskusi kembali dengan observer dari hasil refleksi siklus pertama. Supaya

perencanaan siklus kedua ini peneliti melakukan perbaikan yang

direkomendasikan oleh observer (rekan sejawat).

Standar kompetensi yang akan disampaikan pada siklus kedua adalah

“Bilangan, 5. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah”. Kemudian

kompetensi dasarnya adalah “5.3. Mengalikan dan membagi berbagai bentuk

pecahan”, dengan indikator yang harus dicapai oleh siswa antara lain: 1)

27
Menghitung perkalian pecahan biasa dengan bilangan asli; 2) Menghitung

perkalian tiga pecahan berturut-turut.

Materi pokok yang akan disampaikan “Operasi hitung perkalian pecahan

dengan bilangan asli”, dan “Operasi hitung perkalian pecahan campuran dengan

pecahan campuran”. Proses pembelajaran menggunakan model STAD, dengan

metode ceramah, diskusi, dan kerja kelompok.

2. Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan awal, seperti biasa pembelajaran diawali dengan berdoa bersama, lalu

mengecek kehadiran siswa serta menanyakan kabar mereka secara klasikal.

Kemudian guru melakukan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran

pada proses pembelajaran ini. Guru memberikan kuis berupa tes awal (pretest)

kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal secara individual. Setelah

waktu yang ditentukan selesai, siswa mengumpulkan jawaban masing-masing

kepada guru. Selanjutnya melakukan tanya jawab ringan untuk membangun

pengetahuan siswa tentang materi yang akan dipelajari, disertai dengan pemberian

motivasi/dorongan agar siswa aktif terlibat kembali dalam proses pembelajaran.

Kegiatan inti, tahap berikutnyaGuru membentuk 6 kelompok yang terdiri

atas 5 siswa setiap kelompoknya dengan kemampuan akademik siswa yang

berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Setelah pembagian kelompok selesai,

guru melanjutkan dengan menyampaikan materi dan media pembelajaran yang

telah disiapkan, menjelaskan tentang operasi hitung perkalian pecahan dengan

bilangan asli dan operasi hitung perkalian pecahan campuran dengan pecahan

campuran. Kemudian, guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan

28
materi yang telah diberikan, dengan terlebih dahulu menjelaskan tugas dan

pekerjaan yang harus diikuti secara kelompok serta mendiskusikannya secara

bersama-sama. Setelah waktu yang ditentukan untuk bekerja kelompok selesai,

guru memberikan kesempatan pada perwakilan masing-masing kelompok untuk

mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan memberikan tanggapan. Setelah

kegiatan tersebut selesai, guru memberikan kuis atau tes (post test) kepada siswa

secara individu, kemudian hasil tes evaluasi dikumpulkan, diperiksa dan diberikan

penilaian.

Kegiatan akhir, guru memfasilitasi siswa dalam membuat kesimpulan,

mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah

dipelajari. Guru mengumumkan kelompok terbaik dan memberikan penghargaan

kepada kelompok tersebut atas keberhasilan yang diperoleh pada pembelajaran

ini. Guru mengakhiri pembelajaran dengan mengucapkan salam.

3. Observasi

Hasil observasipada siklus kedua ini terlihat bahwa aktifitas keterlibatan siswa

meningkat dalam proses pembelajaran seiring dengan meningkatnya kemampuan

guru dalam menerapkan model pembelajaran STAD. Beberapa siswa yang

berkemampuan akademik tinggi aktif membantu temannya sebagai tutor sebaya di

kelompoknya. Siswa berkemampuan sedang juga termotivasi untuk saling

bekerjasama untuk keberhasilan kelompok mereka.

Berdasarkan hasil pengamatan observer yaitu ibu Nurlen Maryani, S. Pd,

diperoleh informasi tentang aktivitas guru dalam menerapkan model pembelajaran

STAD kelas PTK di kelas VA, bahwa skor penerapan model pembelajaran STAD

29
pada siklus kedua memiliki rata-rata skor 4,3 yang termasuk dalam kategori

“sangat baik”.

Data hasil belajar siswa diperoleh dengan menggunakan tes evaluasi belajar

yang dilaksanakan setelah pelaksanaan proses pembelajaran, untuk mengetahui

pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran yang sudah diberikan. Perolehan

data rata-rata hasil belajar siswa pada siklus kedua ini adalah 76. Berikut data

hasil belajar siswa pada siklus kedua.

Tabel 4.2. Hasil Belajar Siswa Siklus Kedua

Nilai Banyak Siswa Total Nilai Persentase (%)

60 8 480 26,67

70 8 560 26,67

80 6 480 20

90 4 360 13,33

100 4 400 13,33

Jumlah 30 2280 100

Berdasarkan data di atas dapat diuraikan bahwa sebanyak delapan siswa

mendapat nilai 60, delapan siswa mendapat nilai 70, enam siswa mendapat nilai

80, empat siswa mendapat nilai 90, empat siswa mendapat nilai 100. Dari

analisis data hasil belajar pada siklus kedua ini diperoleh rata-rata nilai (mean)

yaitu 76 dari standar keberhasilan yang ditetapkan yaitu 70. Total persentase

jumlah peserta tes yang mendapat nilai dengan klasifikasi “baik” dan “sangat

baik” mencapai 100% dari kriteria klasikal yang ditetapkan yakni 80 %.

30
Meskipun dengan catatan bahwa yang berkategori “baik” di siklus ini hanya

mendapat nilai 60 dengan persentase 26,67 %, tetapi hasil ini telah menunjukan

peningkatan dan keberhasilan dari siklus sebelumnya. Hasil belajar siswa yang

diperoleh pada siklus kedua ini telah di atas standar keberhasilan yang sudah

ditetapkan. Untuk melihat peningkatan hasil belajar dari sebelum dan sesudah

pelaksanaan siklus 1 dan siklus 2, dapat kita lihat dari tabel berikut ini.

Tabel 4.3. Nilai Tes Hasil Belajar Pelaksanaan Siklus 1 dan Siklus 2

No Nama Siswa Nilai Tes Keterangan


.
Pre T Tes 1 Tes 2

1 Alifah Fatmalia 50 40 60 Pre T = Pretest


sebelum
2 Alvin Juanda 40 50 60
pelaksanaan keg.
3 Andriansyah 60 70 90 Siklus 1

4 Anggun Permata 50 40 60
Tes 1 = Posttest
5 Aril Repaldo 80 100 100 kegiatan siklus 1

6 Dwi Rizky 50 60 70 Tes 2 = Posttest


7 Gading Dwi M. 60 70 90 kegiatan siklus 2

8 Gina Aprilia 50 70 70

9 Hani Marsyanda 40 50 60

10 Hesa Aprihasna 60 60 70

11 Indi Damara 30 40 60

12 Meidiana 40 50 70

13 Muhammad Fariz 60 60 80

14 Muhammad Ilham 80 80 100

31
15 Muhammad Rayhan 40 50 60

16 Muhammad Zidane 60 70 80

17 Mustaqim Iqbal 60 60 70

18 Panji Anugrah 80 90 100

19 Raafi Syach 50 90 100

20 Radja Arasid 50 70 80

21 Rafli Purna I 70 80 90

22 Regita Juliana 50 50 70

23 Sardi Yansyah 40 80 80

24 Saskia Suci 70 60 70

25 Sello Mita 40 40 60

26 Tasya Alin 30 40 60

27 Vitto Dwi S 50 80 90

28 Zaki Hibatul 40 60 70

29 Ziza Tantina 50 60 80

30 Zizi Rahmadani 60 70 80

Jumlah 1590 1890 2280

Nilai Rata-Rata 53 63 76

Pre test pada tabel di atas adalah data pre test (kuis) yang dilakukan sebelum

kegiatan siklus 1, data ini diambil untuk mengetahui kemampuan awal siswa kelas

VA. Berdasarkan hasil data pada tabel 4.3. terlihat bahwa nilai rata-rata (mean)

hasil belajar siswa kelas VA mengalami peningkatan dari siklus 1 dengan rata-rata

yaitu 63, meningkat menjadi 76 pada siklus 2.

4. Refleksi

32
Hasil informasi dari pengamatan observer/guru (teman sejawat), yang

didiskusikan bersama dengan peneliti setelah pembelajaran siklus kedua adalah

sebagai berikut :

a. Persiapan peneliti sudah matang dalam hal berbagai perlengkapan proses

pembelajaran.

b. Kemampuan peneliti (sebagai guru) dalam menyampaikan pertanyaan-

pertanyaan pemandu mengalami peningkatan yang baik.

c. Waktu yang digunakan untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok sudah

efektif.

d. Alat dan media yang disediakan sudah representatif dengan waktu yang

tersedia, waktu telah diplot dengan baik dengan penyebaran setiap langkah

kegiatan pembelajaran.

5. Rekomendasi

Berdasarkan hasil refleksi tersebut, berikut ini umpan balik atau rekomendasi

dari observer maupun peneliti. Penerapan model pembelajaran telah menemukan

pola yang tepat setelah dilakukan perbaikan setiap siklus, sehingga dapat

dikatakan bahwa penerapan tindakan sudah dapat dihentikan berdasarkan

pertimbangan observer terhadap kemampuan guru dalam menerapkan model

pembelajaran STAD. Hal ini dikarenakan telah dianggap cukup memadai dan

sudah baik berdasarkan hasil observasi dengan rata-rata skor 4,3 yang termasuk

dalam kategori “sangat baik”. Kondisi pada pelaksanaan proses pembelajaran

sudah terlihat stabil, keaktifan atau keterlibatan siswa dalam proses

pembelajaranpun sudah baik. Hasil belajar siswa juga telah menunjukan

33
peningkatan yang bagus, sehingga diambil keputusan untuk menghentikan siklus

berikutnya.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab

sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

34
1. Pelaksanaan tindakan kelas dengan penerapan model pembelajaran Student

Teams Achievement Division (STAD) terlaksana dengan baik. Ditandai

dengan aktifitas belajar dan keterlibatan siswa meningkat dan hasil belajar

siswa juga meningkat di setiap siklusnya.

2. Aktifitas siswa selama penerapanmodel pembelajaran Student Teams

Achievement Division (STAD) berjalan dengan baik. Dilihat dari peningkatan

aktifitas siswa setiap pertemuannya. Pada siklus I siswa masih belum optimal

dalam mengeksplorasi ide dan belum terlalu aktif bekerja sama dalam proses

pembelajaran. Namun pada siklus II siswa telah dapat berperan aktif bekerja

sama dalam kerja kelompok seperti menjadi tutor sebaya selama proses

pembelajaran berlangsung. Sehingga proses pembelajaran ini tidak lagi

didominasi oleh guru (teacher centered), tetapi guru hanya menjadi fasilitator

bagi siswa.

3. Penerapan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)

secara signifikan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut dapat

terlihat dari peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I sampai ke siklus II.

Pada siklus I nilai rata-rata (mean) hasil belajar siswa kelas VA yaitu 63,

sedangkan di siklus berikutnya yakni siklus 2 meningkat menjadi 76.

B. Saran

Setelah peneliti menyimpulkan beberapa hal berdasarkan dari hasil penelitian dan

pembahasan sebelumnya, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut :

1. Guru sebagai pelaksana pembelajaran hendaknya melakukan penerapan model

pembelajaranStudent Teams Achievement Division (STAD) pada siswa yang

35
memiliki karakteristik yang sama dan dengan karakteristik materi yang sama

pula untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Pelaksanaan model STAD ini

tentunya harus memiliki pemahaman konsep pembelajaran yang utuh tentang

model pembelajaran yang dipilih seperti model Student Teams Achievement

Division (STAD), baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Pemahaman dan kemampuan yang baik akan menghasilkan output belajar

yang baik pula.

2. Siswa hendaknya dapat menumbuhkan keyakinan dan kesadaran terhadap

konsep matematika yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Selalu berusaha untuk meningkatkan kemampuannya, seperti melakukan

latihan dalam mengerjakan soal-soal.

3. Kepala sekolah hendaknya berperan besar dalam memperbaiki kualitas

pembelajaran di lingkungan sekolahnya. Agar dapat mendukung dan membina

guru dalam memperbaiki proses pembelajaran di kelas. Menyediakan sarana

dan prasarana yang memadai untuk kebutuhan guru dalam mengembangkan

sarana mengajarnya yang baik.

4. Orang tua atau wali siswa hendaknya berperan aktif dalam memantau

perkembangan anaknya dengan bekerjasama dengan guru, memiliki

kepedulian yang tinggi dan selalu aktif dalam mendukung kegiatan anaknya

mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Keberhasilan siswa dalam prestasi

belajarnya tak luput dari peran serta semua pihak.

36
DAFTAR PUSTAKA

Amri, Sofan, dkk. 2010. Proses Pembelajaran Inovatif dan Kreatif dalam Kelas.
Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.

Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran; Prinsip, Teknik, Prosedur.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

37
Asrori, Mohammad. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV Wacana
Prima.

Khaeruddin dkk. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP); Konsep


dan Implementasinya di Madrasah. Yogyakarta: Pilar Media.

Mulyatiningsih, Endang. 2013. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan.


Bandung: Alfabeta.

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Sumiati,& Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Suruddin. 2010. Pengaruh Penilaian Berbasis Kelas dan Metode Pembelajaran


Terhadap Hasil Belajar Matematika Setelah Mengontrol Pengetahuan
Awal Matematika Siswa,Jurnal Evaluasi Pendidikan. Jakarta: CV
Usaha Bersama.

Tim Bina Karya Guru. 2007. Terampil Berhitung Matematika untuk SD Kelas V.
Jakarta: Erlangga.

Wayan, I. 2010. Delapan Standar Pendidikan Nasional. Jakarta: Az-Zahra Book’s


8.

38

Anda mungkin juga menyukai