Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“5 KARAKTERISTIK RME/PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA


(PMRI).”

DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

OLEH DOSEN: Dr. SANTJE MATULENDE SALAJANG M.Si

Disusun Oleh:

KELOMPOK II

FIBRILIA CAROLINA LUMAPOW (20 504 073)

ANDINI HERLIANTI DINGKOL (20 504 010)

SEBASTIANO V. TULANGOW (20 504 080)

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

FAKULTAS MATEMATIKA, ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN KEBUMIAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih-nya atas
kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai dengan tepat waktu.

Terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya


sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik.

Penulis berharap semoga makalah ini, selain untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah
Pendidikan Matematika Realistik, juga bisa menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Namun terlepas dari itu, penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Sehingga penulis sangat mengharapkan kritik serta saran demi kesempurnaan makalah
ini.

Tondano, 22 Agustus 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II: PEMBAHASAN

A. 5 Karakteristik RME/PMRI

BAB III: PENUTUP

B. Kesimpulan
C. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Realistic Mathematics Education (RME) atau pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali
diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda Pada Tahun 1970 oleh Institute Freudenthal
(Soviawati,2011). RME adalah pendekatan yang menekankan pada konseptual pengajaran
serta memiliki kecenderungan peserta didik yang aktif (Afriansyah,2016). Sa’dijah (2013)
menyebutkan bahwa pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa dalam mencari,
menemukan dan membangun pengetahuan yang dibutuhkan. Aktivitas siswa tersebut
menuntut berfikir kreatif siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan. RME telah
dikembangkan dan diujicobakan selama 33 tahun di Belanda dan terbukti berhasil merancang
penalaran dan kegiatan berpikir siswa (dalam Hobri,2009:160). Teori ini mengacu kepada
pendapat Freudenthal (dalam Hobri: 164) yang menyatakan bahwa matematika harus dikaitkan
dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus
dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Gravemeijer (dalam
Zainurie: 1) mengemukakan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia
harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan
bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dalam
persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada
realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa diungkapkan oleh Slettenhar
(dalam Zaenurie: 1). Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur
pemecahan informal. Sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep
matematisasi.
Menurut Soviawati (2011) Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya merupakan
pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami oleh siswa untuk membantu dalam proses
pembelajaran matematika sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan lebih baik
dari sebelumnya. Pembelajaran matematika realistik berkaitan erat dengan beberapa hal
diantaranya konsep-konsep matematika, pemecahan masalah dan kemampuan berfikir untuk
menyelesaikan soal-soal sehari-hari (Anisa, 2014). Kemampuan pemecahan masalah
merupakan salah satu hal yang ditekankan oleh pembelajaran RME. Hal tersebut dikarenakan
matematika merupakan ilmu yang mempelajari banyak bidang dalam kehidupan sehari-hari
yang mana tidak luput dari masalah.
B. Rumusan Masalah
Apa saja yang anda ketahu tentang karakteristik pembelajaran matematika realistik?
C. Tujuan
Mengetahui apa yang dimaksud tentang karakteristik pembelajaran matematika realistik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. 5 Karakteristik RME/PMRI
Wijaya mengulas lima karakteristik dalam PMRI yang dirumuskan oleh Treffers. Lima
karakteristik PMRI tersebut adalah penggunaan konteks, penggunaan model, pemanfaatan
hasil konstruksi siswa, interaktivitas dan keterkaitan. Berikut penjelasan dari masing-masing
karakteristik yang dirumuskan oleh Treffers (dalam Wijaya, 2012: 21-23).
1. Menggunakan masalah kontekstual (the use of contex).
Konteks (permasalahan realistik) digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika.
Penggunaan konteks yang realistik dapat melibatkan siswa secara aktif dalam
mengeksplorasi permasalahan yang dihadapi. Eksplorasi bertujuan untuk menemukan
jawaban dari permasalahan yang diberikan dan untuk mengembangkan strategi dalam
penyelesaian masalah. Konteks realistik tidak harus berupa masalah dalam kehidupan
nyata tetapi dapat berupa permainan, penggunaan alat peraga, dan situasi lain selama masih
bermakna dan dapat dibayangkan oleh siswa.
Pembelajaran dimulai dengan menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak atau
titik awal untuk belajar. Masalah kontekstual yang menjadi topik pembelajaran harus
merupakan masalah sederhana yang dikenali siswa.
2. Menggunakan model (use models, bridging by verti instruments).
Model dalam pendekatan PMRI digunakan dalam melakukan matematisasi secara
progresif. Model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat
kongret menuju pengetahuan matematika tingkat formal.
Model dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu model of (situasi) dan model for
(penyelesaian masalah). Pada model of, model dan strategi yang dikembangkan oleh siswa
sudah merujuk pada konteks realistik (dapat dibayangkan siswa). Siswa membuat model
untuk menggambarkan situasi dari suatu permasalahan realistik.
Sedangkan pada model for siswa sudah mulai fokus pada matematika. Model yang
digunakan siswa untuk menggambarkan situasi dari suatu permasalahan realistik kemudian
dikembangkan untuk mengarahkan siswa pada pencarian solusi secara matematis.
Pencarian solusi untuk suatu masalah dapat mengarahkan siswa ke pemikiran abstak atau
matematika formal.
Model disini sebagai suatu jembatan antara real dan abstrak yang membantu siswa belajar
matematika pada level abstraksi yang berbeda. Istilah model berkaitan dengan model
situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self develop models).
Peran self develop models merupakan jembatan bagi siswa dari situuasi real ke situasi
abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat
model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama model situasi yang dekat dengan
dunia nyata siswa. Generalisasi dari formalisasi model tersebut akan berubah menjadi
model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya, akan
menjadi model matematika formal.
3. Menggunakan kontribusi siswa (student contribution).
Dalam PMRI, siswa dibebaskan untuk dapat mengembangkan pengetahuannya dalam
memecahkan suatu masalah dengan menggunakan cara maupun strategi yang bervariasi.
Hal ini bermanfaat bagi siswa dalam memahami konsep matematika dan sekaligus
mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa.
Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan datangnya dari siswa. Hal
ini berarti semua pikiran (kontribusi dan produksi) siswa diperhatikan.
4. Interaktivis (interactivity).
Interaktivitas dalam PMRI bertujuan untuk menjalin komunikasi dengan sesama agar
proses belajar menjadi semakin bermakna dan menjadi lebih singkat. Manfaat dari interaksi
ini adalah supaya siswa dapat mengembangkan kemampuan kognitif dan afektinya.
Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam PMR. Secara
eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju,
tidak setuju. Pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari
bentuk-bentuk informal siswa.
5. Teringtegrasi dengan topik lainnya/Keterkaitan. (intertwining).
Dalam PMR pengintegrasian kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka
akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika,
biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks. Konsep dalam matematika tidak
bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan, oleh karena
itu konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah. Melalui keterkaitan,
satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari
satu konsep matematika secara bersamaan.

Karakteristik PMR diungkapkan pula oleh Marpaung (2003: 6) yaitu:

1. Siswa aktif, guru aktif → matematika sebagai aktivitas manusia.


2. Memulai dengan masalah kontekstual/realistik → Masalah realistik artinya dapat
dibayangkan oleh siswa atau berasal dari masalah-masalah dalam dunia nyata.
3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara sendiri-
sendiri → Lintasan belajar siswa.
4. Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan → Kondisi belajar.
5. Siswa dapat menyelesaikan masalah secara individual atau dalam kelompok (kecil atau
besar) → (diskusi, interaksi, negosiasi).
6. Pembelajaran tidak selalu di kelas (bisa diluar kelas, duduk dilantai, pergi ke luar sekolah
untuk mengamati atau mengumpulkan data) → Variasi Pembelajaran.
7. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenungkan proses atau makna →
Refleksi.
8. Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur kognitifnya sewaktu
menyelesaikan suatu masalah (penggunaan model) → Translasi modus representasi atau
model.
9. Guru bertindak sebagai fasilitator → Tut Wuri Handayani
10. Jika siswa membuat kesalahan dalan menyelesaikan masalah. Jangan dimarahi tetapi
dihargai dan dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan → Bimbingan dan tenggang rasa.

Secara prinsip pendekatan matematika realistik merupakan gabungan pendekatan


konstruktivisme dan kontekstual dalam arti memberi kesempatan kepada siswa untuk
membentuk (mengkonstruksi) sendiri pemahaman mereka tentang ide dan konsep matematika,
melalui penyelesaian masalah dunia nyata (kontekstual).

1. Pendekatan Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah suatu pendekatan belajar menurut teori belajar Piaget. Menurut
Piaget, manusia memiliki struktur kognitif yang berupa skemata, yaitu kotak-kotak
informasi (skema) yang berbeda-beda. Setiap pengalaman akan dihubungkan dengan
kotak-kotak informasi ini. Struktur kognitif seseorang berkembang melalui dua cara, yaitu
asimilasi dan akomodasi.
Karakteristik utama belajar menurut pendekatan konstruktivisme adalah sebagai berikut
(Mustaji dan Sugiarso, 2005)
• Belajar adalah proses aktif dan terkontrol yang maknanya dikonstruksi oleh masing-
masing individu
• Belajar adalah aktivitas sosial yang ditemukan dalam kegiatan bersama dan memiliki
sudut pandang yang berbeda, dan
• Belajar melekat dalam pembangunan suatu artifak yang dilakukan dengan saling
berbagi dan dikritik oleh teman sebaya.
2. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual didasarkan pada keyakinan bahwa seseorang akan tertarik untuk
mempelajari semua apabila ia melihat makna dari apa yang dipelajarinya itu. Makna
muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya. Tugas utama guru menurut pendekatan
kontekstual adalah menyediakan konteks yang memberi makna pada isi sehingga melalui
makna tersebut siswa dapat menghubungkan isi pelajaran dengan pengetahuan dan
pengalamannya.
Pendekatan kontekstual menyakini beberapa hal (Johnson dalam Hadi,2005) antara lain
• Siswa memahami dan mengingat apa yang mereka pelajari bila mereka menemukan
makna dari pelajaran mereka
• Dengan pembelajaran kontekstual siswa mampu menghubungkan pelajaran di sekolah
dengan konteks nyata dalam kehidupan sehari-hari
• Pembelajaran kontekstual memperluas konteks pribadi siswa dalam artian memacu
siswa untuk membuat hubungan-hubungan yang baru sehingga menemukan makna
yang baru.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Realistic Mathematics Education (RME) atau pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali
diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda Pada Tahun 1970 oleh Institute Freudenthal.
Wijaya mengulas lima karakteristik dalam PMRI yang dirumuskan oleh Treffers. Lima
karakteristik PMRI tersebut adalah penggunaan konteks, penggunaan model, pemanfaatan
hasil konstruksi siswa, interaktivitas dan keterkaitan.
B. Saran
Setelah makalah ini ditulis diharapkan penerapan RME dapat semakin optimal guna
memajukan generasi generasi penerus bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

Hergenhahn dan Matthew H. Olson. 2008. Theories of learning (Teori Belajar). Jakarta: Kencana
Prenada media Group.
Hobri. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jember: Center for Society Studies.
Ariyadi Wijaya. (2012). Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132303693/pendidikan/PengembanganPembelajaranMatematika
_UNIT_7_0.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/121158-ID-none.pdf

Anda mungkin juga menyukai