Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENDEKATAN PEMBELAJARAN PMRI

Dosen Pangampu:

Gusti Ngurah Sastra Agustika, S.Si., M.Pd.

Disusun Oleh:

I Nyoman Aries Wira Saputra

04, O2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN PENDIDIKAN DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah memberikan
dorongan positif dan gagasan-gagasan dalam menulis makalah ini, semoga mereka tetap
dalam lindungan-Nya dan diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Adapun isi dari makalah ini berupa materi tentang “Pendekatan Pembelajaran
PMRI” yang dibuat berdasarkan referensi yang saya ambil dari berbagai sumber,
diantaranya buku dan internet.
Terakhir, penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Sehingga masih sangat dibutuhkan kritik dan saran yang mebangun dari
pihak lain agar memudahkan penyusun dalam penulisan makalah yang lain di masa
mendatang. Namun, penyusun tetap berharap semoga makalah ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan, bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari serta dapat
dijadikan sebagai bahan acuan dalam proses perkuliahan.

Denpasar, 24 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3
A. Konsep Dasar PMRI 3
B. Prinsip-Prinsip PMRI 5
C. Karakteristik PMRI 6
D. Pengembangan Masalah Terbuka PMRI 8

BAB III PENUTUP 11


A. Kesimpulan 11
B. Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan di semua jenjang
pendidikan termasuk di Sekolah Dasar (SD). Hal ini menunjukkan pentingnya
peran matematika dalam kehidupan sehari-hari. Matematika dapat melatih
kemampuan berpikir logis dan sistematis peserta didik yang nantinya akan
mempengaruhi kemampuan mereka dalam memecahkan masalah. Matematika
identik dengan pemecahan masalah menggunakan langkah-langkah yang sistematis,
menerapkan aturan dan rumus serta membuat kesimpulan. Langkah-langkah logis
ini penting digunakan dengan skala yang lebih luas seperti dalam kehidupan sehari-
hari untuk memudahkan dalam proses pemecahan masalah nyata tidak hanya
sebatas memecahakn soal matematika di kelas.
Konsep matematika seperti aljabar, geometri dan statistik dapat
menumbuhkan kemampuan analisis masalah yang kompleks. Namun, sebelum itu
perlu penguatan dasar-dasar yang biasanya diberikan saat peserta didik masih di
bangku sekolah dasar. Pemecahan masalah dalam matematika melibatkan
pemecahan situasi kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana yang dan
dapat dipecahkan. Tahapan tersebut melibatkan kreativitas dan pemikiran inovatif.
Namun, fakta di lapangan justru masih banyak pengajaran matematika khusunya di
Sekolah Dasar belum menekankan pada pengembangan berpikir logis dan
penalaran pada proses berpikir peserta didik. Hal ini masih menjadi tantangan
dalam pembelajaran matematika dalam menciptakan pemahaman konseptual yang
mendalam bagi peserta didik.
Citra matematika justru sangat jauh dari kata kreatif dan inovatif karena
terkesan hanya terikat oleh rumus yang telah ditentukan dan mempunyai hasil yang
pasti, ditambah proses pengajaran yang menghambat tumbuhnya kreativitas peserta
didik mengakibatkan pembelajaran matematika khususnya di Sekolah Dasar masih
sangat terpaku pada satu langkah yang diajarkan oleh guru dan menghafalkan
rumus, padahal dalam matematika memungkinkan untuk menempuh langkah
berbeda dengan hasil yang sama. Hal inilah yang seharusnya diajarkan kepada

1
peserta didik khususnya SD untuk melatih kreativitas mereka dalam memecahkan
masalah.
Salah satu inovasi pembelajaran matematika yang berkaitan dengan
pengembangan kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah “Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia” yang disingkat PMRI. PMRI merupakan teori pendidikan
matematika yang dikembangkan di Belanda diberi nama “Realistics Mathematics
Education (RME)”, namun dikembangkan di Indonesia yang disesuaikan dengan
kondisi dan situasi serta konteks yang ada di Indonesia, maka ditambahkan kata
“Indonesia” untuk menjadi pembeda antara RME dengan PMRI.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar PMRI?
2. Apa saja prinsip-prinsip PMRI?
3. Bagaimana karakteristik PMRI?
4. Bagaimana pengembangan masalah terbuka PMRI?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar PMRI.
2. Untuk mengetahui dan memahami prinsip-prinsip PMRI.
3. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik PMRI.
4. Untuk mengetahui dan memahami pengembangan masalah terbuka PMRI.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar PMRI


Realistic Mathematics Education, yang diterjemahkan sebagai Pendidikan
Matematika Realistik dan disingkat sebagai PMR, merupakan suatu pendekatan
pembelajaran matematika yang telah dikembangkan sejak tahun 1971 oleh
sekelompok pakar matematika dari Frudenthal Institute, Universitas Utrecht di
Belanda. Pendekatan ini berakar dari keyakinan Hans Frudenthal (1905-1990)
bahwa matematika adalah upaya manusia yang dimulai dengan pemecahan
masalah. Oleh karena itu, peserta didik tidak hanya dianggap sebagai penerima
pasif, melainkan diberi kesempatan untuk aktif menemukan kembali ide dan konsep
matematika dengan bimbingan guru. Selain itu, PMR tidak melihat matematika
sekolah sebagai sistem yang tertutup, tetapi sebagai suatu aktivitas yang melibatkan
proses matematisasi.
Pernyataan Frudenthal bahwa "matematika merupakan suatu bentuk
aktivitas manusia" menjadi dasar bagi pengembangan Pendidikan Matematika
Realistik (Realistic Mathematics Education). Istilah "realistik" sering kali
disalahartikan sebagai "real-world", yang berarti dunia nyata. Banyak orang
berpikir bahwa Pendidikan Matematika Realistik harus selalu menggunakan
masalah-masalah sehari-hari. Namun, sebenarnya, penggunaan "realistik" berasal
dari bahasa Belanda "zich realiseren", yang berarti "untuk dibayangkan". Menurut
Van den Heuvel-Panhuizen, penggunaan kata "realistik" ini tidak hanya
menunjukkan hubungan dengan dunia nyata, tetapi lebih menekankan pada
penggunaan situasi yang bisa dibayangkan oleh peserta didik.
Penerapan pendekatan PMRI merupakan konsep matematika yang
dapat menggambarkan permasalahan yang ditemukan oleh peserta didik dalam
kegiatan belajar mengajar di sekolah sehingga peserta didik dapat menemukan
cara dalam menyelesaikan permasalahan yang telah ditemukan (Yulia &
Jamaliah, 2016). Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
PMRI menyediakan masalah nyata yang biasa ditemui oleh peserta didik

3
dan diharapkan pada saat mengerjakan soal cerita peserta didik mampu
untuk menyelesaikannya (Idris & Silalahi, 2016). PMRI merupakan
aktivitas belajar yang mengaitkan pembelajaran matematika dengan kehidupan
nyata peserta didik dalam kegiatan sehari-hari (Widyastuti & Pujiastuti, 2014).
Pendekatan PMRI merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang lebih
mementingkan aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas sehingga
peserta didik mampu membangun sendiri pengetahuannya terhadap masalah yang
ada pada matematika.
Asmin menggambarkan kelebihan dan kekurangan Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia adalah sebagai berikut:
Kelebihan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia ialah:
1. Karena membangun sendiri pengetahuannya, maka peserta didik tidak pernah
lupa.
2. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan
realitas kehidupan, sehingga peserta didik tidak cepat bosan untuk belajar
matematika.
3. Peserta didik merasa dihargai dan semakin terbuka, karena sikap belajar
peserta didik ada nilainya.
4. Memupuk kerja sama dalam kelompok.
5. Melatih keberanian peserta didik karena peserta didik harus menjelaskan
jawabannya.
6. Melatih peserta didik untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat.
7. Mendidik budipekerti, misalnya: saling kerjasama dan menghormati teman
yang sedang bicara.
Kekurangan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia antara lain:
1. Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka peserta didik
masih kesulitan dalam menentukan sendiri jawabannya.
2. Membutuhkan waktu yang lama.
3. Peserta didik yang pandai kadang tidak sabar menanti jawabannya terhadap
teman yang belum selesai.
4. Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.

4
B. Prinsip-Prinsip PMRI
Menurut Gravemeijer, yang dikutip oleh Widyanti terdapat tiga prinsip utama
dalam Pendidikan Matematika Realistik yaitu:
1. Penemuan (kembali) secara terbimbing (Guided Reinvention), yaitu peserta
didik diberi kesempatan untuk mengalami proses pembelajaran seperti saat
mereka menemukan suatu konsep melalui topik yang disajikan. Peserta didik
dalam mempelajari matematika perlu diupayakan agar dapat mempunyai
pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip metematika,
dan lain sebagainya melalui proses matematisasi horizontal dan vertical.
2. Fenomena Didaktik (Didactial Phenomenology), yaitu pembelajaran yang
menekankan pentingnya soal kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik
matematika kepada peserta didik. Pada prinsip ini memberikan kesempatan
bagi peserta didik untuk menggunakan penalaran(reasoning) dan kemampuan
akademiknya untuk mencapai generalisasi konsepmatematika.
3. Pengembangan Model Sendiri (Self-developed Models), yaitu pada saat
menyelesaikan masalah nyata (kontekstual), peserta didik mengembangkan
model sendiri. Urutan pembelajaran yang diharapkan dalam PMRI adalah
penyajian masalah nyata (kontekstual), membuat model masalah, model formal
dari masalah dan pengetahuan formal. Dengan demikian dalam mempelajari
matematika, dengan melalui masalah yang kontekstual, diharapkan peserta
didik dapat mengembangkan sendiri model atau cara menyelesaikan masalah
tersebut.

Sementara Van den Heuvel-Panhuizen merumuskan prinsip RME


sebagai berikut:

1. Harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika.
Siswa harus aktif secara mental mengolah dan menganalisis informasi,
serta,mengkonstruksi,pengetahuan,matematika.

5
2. Prinsip realitas, yaitu pembelajaran dimulai dengan masalah-masalah yang
realistik (dapat dibayangkan) oleh siswa. Dengan demikian, siswa menjadi
tertarik dalam proses pembelajaran. Secara bertahap, siswa dibimbing
memahami masalah-masalah matematis formal.
3. Prinsip berjenjang, maksudnya ketika siswa belajar matematika tentu melewati
berbagai jenjang pemahaman. Jenjang pemahaman yang dimaksud yaitu mulai
dari mampu menemukan penyelesaian suatu masalah kontekstual atau realistik
secara informal melalui skematisasi sehingga memperoleh insight tentang hal-
hal yang mendasar sampai mampu menemukan penyelesaian suatu masalah
matematis secara formal.
4. Prinsip jalinan, berarti bahwa berbagai aspek atau topik dalam matematika
tidak dipandang dan dipelajari secara terpisah, tetapi terjalin satu dengan
lainnya sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materitersebut.
5. Prinsip interaksi, adalah matematika dipandang sebagai aktivitas so sial. Siswa
perlu dan harus diberikan kesempatan untuk mengemukakan strategi
penyelesaian masalah kepada siswa lainnya sehingga dapat ditanggapi dan
begitu juga sebaliknya bagisiswayang lain.
6. Prinsip bimbingan, yaitu siswa diberikan kesempatan untuk "menemukan
kembali (re-invent)" pengetahuan matematika terbimbing.

C. Karakteristik PMRI
PMRI sebagai pendekatan pembelajaran yang berdasarkan pada dunia nyata
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pembelajaran dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari dunia nyata.
Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa
agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman
mereka.
2. Dunia abstrak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai
dengan tingkat abstraksi yang dipelajari siswa. Model di sini dapat berupa keadaan
atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal atau bangunan-
bangunan yang ada di tempat tinggal siswa. Model bisa juga berupa alat peraga
yang dibuat dari bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar siswa.

6
3. Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa atau simbol mereka sendiri dalam
proses meMatematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk
mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang
diberikan oleh guru.
4. Proses pembelajaran harus interaktif. Interaktif yang baik antara guru dengan siswa
maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen penting dalam pembelajaran
Matematika. Di sini, siswa dapat berdiskusi dan bekerja sama dengan siswa lain,
bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi pekerjaan mereka.
5. Hubungan di antara bagian-bagian dalam Matematika, dengan disiplin ilmu lain dan
dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling kait
mengait dalam penyelesaian masalah.
Karakteristik dari pendekatan PMRI berkaitan dengan materi pembelajaran
(karakteristik 1, 2, dan 5), metode (karakteristik 4), dan assesment (karakteristik 3).

D. Pengembangan Masalah Terbuka PMRI


Pemahaman konsep sangatlah penting dimiliki saat akan mengerjakan
soal, terutama dalam pembelajaran matematika yang banyak menggunakan
konsep dalam mempelajarinya. Standar proses dalam (NCTM, 2010)
mengungkapkan terdapat 5 standar, yaitu: pemecahan masalah, penalaran, dan
verifikasi komunikasi, koneksi dan representasi. Pertanyaan terbuka dapat
diartikan sebagai pertanyaan yang didalamnya terdapat banyak cara mendapatkan
jawaban yang benar, dan jawabannya banyak yang benar. Itulah alasan siswa
dituntut agar dapat mampu berpikir lebih cerdas dan juga dituntut dalam
menghadirkan kreativitas dalam menjawab pertanyaan. Menurut Takahashi
(2006), soal terbuka (open-ended problem) adalah soal yang mempunyai banyak
solusi atau strategi penyelesaian. Sedangkan menurut Syaban (2008).
Dalam Lestari dan Syafri (2021), diungkapkan pada dasarnya pengalaman
yang didapat pada suatu buku bacaan matematika yang sering digunakan di
sekolah menengah sangat jarang sekali ditemukan penggunaan atau
menggunakan bentuk soal-soal open-ended (terbuka). Pertanyaan standar sangat
perlu guna melatih siswa dapat berpikir kritis dan kreatif serta melatih
pemahaman siswa pada tingkat tinggi (Tandilling, 2012). Upaya untuk

7
mengatasi masalah tersebut dapat menggunakan masalah open-ended atau
terbuka sangat perlu dikembangkan pada proses pembelajaran, karena masalah
terbuka memiliki potensi yang bagus untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.
Penggunaan metode pembelajaran yang selama ini digunakan seperti
metode ceramah dapat berganti menjadi strategi baru guna mengubah pola
pikir anak agar lebih kreatif dan berkembang dalam pembelajaran matematika.
Salah satunya dengan mengaplikasikan pembelajaran dengan pemberian soal
open-ended berpendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yang
merupakan dua pendekatan pembelajaran memiliki tujuan sama-sama mengajak
siswa dapat berpikir lebih kreatif, lebih aktif, dan mampu mengkomunikasikan
gagasan-gagasan pada penyelesaian permasalahan matematika. (Dickinson, Eade,
Gough, & Hough, 2010) mengatakan bahwa pendekatan menggunakan RME ini
bisa digunakan disetiap jenjang pendidikan sehingga pada jenjang pendidikan
apapun sangat mudah digunakan dan tinggal disesuaikan dengan kondisinya
saat itu juga.
Pertanyaan terbuka dapat digunakan untuk siswa lebih aktif dalam
menyalurkan ide-ide yang mereka miliki dalam pembelajaran matematika, dan
mereka memiliki peluang besar dalam menggunakan pengetahuannya dan juga
keterampilan yang mereka miliki secara komprehensif dan dalam proses
penemuan dan penerimaan persetujuan dari teman mereka mampu melawan
dengan argumen yang telah ada pada diri mereka. Hal tersebut sesuai dengan
yang ditekankan dalam pendekatana PMRI yaitu kreativitas peserta didik.
Aspek keterbukaan dalam soal terbuka dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
tipe, yaitu: (1) terbuka proses penyelesaiannya, yakni soal itu memiliki beragam
cara penyelesaian, (2) terbuka hasil akhirnya, yakni soal itu memiliki banyak jawab
yang benar, dan (3) terbuka pengembangan lanjutannya, yakni ketika siswa telah
menyelesaikan suatu, selanjutnya mereka dapat mengembangkan soal baru dengan
mengubah syarat atau kondisi pada soal yang telah diselesaikan. Berikut diberikan
ilustrasi dua soal untuk membedakan antara soal tertutup dan soal terbuka.
(1) Gedung bioskop mencatat penjualan tiket film Agak Laen selama tiga hari
berturut-turut adalah 560 lembar, 600 lembar, dan 680 lembar. Hitung banyak tiket
yang terjual selama tiga hari tersebut.

8
(2) Rumah Anton dan rumah Beni berjarak masing-masing 5 km dan 3 km dari
sekolah. Berapa jarak rumah Anton dan rumah Beni?.
Soal (1) merupakan soal rutin dan bukan masalah terbuka karena prosedur yang
digunakan untuk menentukan penyelesaiannya sudah tertentu yakni hanya
menjumlahkan ketiga bilangan yang terdapat pada soal. Soal ini juga hanya
memiliki satu jawaban yang benar. Sedangkan soal (2) merupakan soal terbuka
(open-ended problem). Soal ini juga dikategorikan sebagai soal non-rutin.
Keterbukaan soal ini meliputi keterbukaan proses, keterbukaan hasil akhir, dan
keterbukaan pengembangan lanjutan. Soal ini dikategorikan sebagai soal non-rutin
karena tidak memiliki prosedur tertentu untuk menjawabnya.
Untuk mengembangkan masalah terbuka, terdapat langkah-langkah atau
”heuristik” tertentu yang dapat diacu. Salah satu cara untuk mengembangkan soal
baru adalah dengan mengubah soal biasa atau tertutup menjadi soal terbuka. Contoh
soal tertutup: “Dari bilangan-bilangan berikut, manakah yang merupakan bilangan
prima? 7, 57, 67, 117”. Revisi soal terbuka: “Menurut Fred 57 dan 67 adalah
bilangan prima karena keduanya mempunyai satuan 7, yang merupakan bilangan
prima. Dick tidak setuju dengan Fred. Siapakah yang benar? Mengapa?”.
Selain mengubah soal tertutup menjadi soal terbuka sebagaimana
dicontohkan di atas, terdapat beberapa cara lain dalam mengembangkan soal
terbuka, di antaranya: (1) Memberikan contoh yang memenuhi kondisi atau syarat
tertentu. Contohnya, “Lukislah segiempat beserta ukuran sisi-sisinya sedemikian
sehingga kelilingnya lebih dari 19 dan kurang dari 20 satuan. Jelaskan bagaimana
kamu mengetahui bahwa keliling itu lebih dari 19 dan kurang dari 20”. (2)
Menentukan siapa yang benar. Contohnya, “Susi dan Yuli akan menuliskan 5%
dalam bentuk desimal. Susi menulis 0,5 dan Yuli menulis 0,05. Siapakah yang
benar? Mengapa?”. (3) Menyelesaikan soal dengan berbagai cara. Metode ini
jarang digunakan karena relatif sulit diterapkan karena tidak mudah untuk
menentukan apakah terdapat alternatif metode penyelesaian suatu masalah. Selain
itu, mungkin siswa akan berpikir untuk apa mencari alternatif metode untuk
menyelesaikan suatu masalah, sementara mereka telah menyelesaikan masalah
tersebut. Dalam hal ini, sikap siswa adalah “mengapa harus menemukan cara lain
sedangkan sudah ditemukan cara atau jawaban yang memenuhi?” Namun demikian,

9
cara demikian perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran agar siswa
menyadari bahwa terdapat beragam cara untuk menyelesaikan suatu masalah. Hal
demikian akan mendorong siswa berpikir kreatif untuk mengkreasi cara mereka
sendiri dalam upaya menyelesaikan masalah (Ali, 2008).

10
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Pendekatan PMRI merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang lebih
mementingkan aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas sehingga
peserta didik mampu membangun sendiri pengetahuannya terhadap masalah yang
ada pada matematika.
Menurut Gravemeijer, terdapat tiga prinsip pendekatan PMRI yaitu:
penemuan (kembali) secara terbimbing (Guided Reinvention), fenomena didaktik
(Didactial Phenomenology), dan pengembangan model sendiri (Self-developed
Models).
Terdapat beberapa karakteristi pendekatan PMRI yaitu penggunaan konteks,
penggunaan model untuk matematisasi progresif, pemanfaatan hasil konstruksi
siswa, interaktivitas proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu
melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial, dan keterkaitan
konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep
matematika yang memiliki keterkaitan.
Pengembangan masalah terbuka PMRI dapat dilakukan dengan beberapa
langkah. Pertama, mengubah soal biasa atau tertutup menjadi soal terbuka. Kedua,
memberikan contoh yang memenuhi kondisi atau syarat tertentu. Terakhir,
menyelesaikan soal dengan berbagai cara.

B. Saran
Sebagai pendidik khususnya pada jenjang Sekolah Dasar, kita harus
mengetahui dan mampu menerapkan pendekatan matematika realistik dalam
mengajarkan matematika kepada peserta didik, agar pendidikan matematika di
Indonesia semakin maju dan menyenangkan sehingga menghasilkan peserta didik
yang unggul. Oleh sebab itu sebagai pendidik, seharusnya mendalami materi
tentang pendekatan PMRI sebagai salah satu pendekatan pembelajaran yang
mendukung pembelajaran realistik khususnya pada mata pelajaran matematika.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mahmudi. “Mengembangkan Soal Terbuka (Open-Ended Problem) dalam


Pembelajaran Matematika”, (Universitas Negeri Yogyakarta: Yogyakarta,
2008), hal. 5.

Deviana Novita, N. L., Wiarta, I. W., & Wiyasa, K. N. (2017). Model


Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble Berbantuan Bahan Manipulatif
Berpengaruh Terhadap Kompetensi Pengetahuan Matematika. 1, 133–140

Dickinson, P., & Hough, S. (2012). Using Realistic Mathematics Education in UK


classrooms. Manchester: Centre for Mathematics Education, Manchester
Metropolitan University

Idris, & Silalahi, K. (2016). Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika


Realistik (Pmr) Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyelesaian Soal Cerita.
Jurnal Edumatsains, 1(1), 73–82.

Imron Arba’in, “Efektivitas Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia


(PMRI) Terhadap Kemampuan Representasi Matematis dan Keaktifan Siswa”,
(Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga: Yogyakarta, 2015), hal. 1.

Mujib, “Perbandingan Antara Proses Pembelajaran Matematika dan Strategi


Menyelesaikan Masalah Tentang Pecahan oleh Siswa Sekolah Dasar di Sekolah
yang Mengimplementasikan PMRI dan yang tidak Mengimplementasikan
PMRI”, Tesis Program Studi Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas
Sebelas Maret, 2010, hal. 55-60.

NCTM. (2010). Why is Teaching with Problem Solving Important to Student


Learning?. Reston, USA: NCTM, Inc.

Widayanti Nurma Sa’adah, “Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Peserta


didik Kelas VIII SMP Negeri 3 Banguntapan dalam Pembelajaran Matematika
Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia”, Program
Studi Pendidikan Matematika UNY, 2010, hal. 18-20

Widyastuti, N. S., & Pujiastuti, P. (2014). Pengaruh Pendidikan Matematika


Realistik Indonesia (PMRI) Terhadap Pemahaman Konsep Dan Berpikir Logis
Peserta didik. Jurnal Prima Edukasia, 2(2)

Yulia, & Jamaliah. (2016). Efektivitas Pembelajaran Matematika Melalui PMRI


Terhadap Hasil Belajar Peserta didik Kelas Viii. Pythagoras : Jurnal Program
Studi Pendidikan Matematika, 5(2).

12

Anda mungkin juga menyukai