Anda di halaman 1dari 15

Analisis proses berfikir dalam pemecahan masalah matematika siswa kelas XI SMK IC

melalui penerapan open ended learning.

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas Pada Mata Kuliah Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada Program Studi Pendidikan Matematika.

Oleh:
ANITA FITRIA
NPM. 130119000
MAMAY HUMAEROH
NPM. 13011900039

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS BINA BANGSA

2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Pendidikan dianggap sangatlah penting bagi semua kalangan, terlebih lagi


pendidikan juga banyak mengajarkan kita dari segi teori maupun akademisi. Tidak
dapat dipungkiri kemajuan dunia pun akan mempeengaruhi negara itu sendiri, salah
satunya dibidang pendidikan ini. Maka dari itu suatu negara membutuhkan warga
(penerus bangsa) yang dapat memajukan bnagsa itu sendiri. Yang secara tidak
langsung para penerus bangsa diminta untuk dapat memiliki kemampuan yang
bauik untuk menghadapi permaslaahn permasalhan yang akan trjadi nantinya.
Banyak pula pelajaran pelajaran yang harus mereka ketauhi dan pelajari seperti
agama, bahasa, kimia, fisika, sosiologi, akuntansi, astronomi dan masi banyak lagi
terutama matematika. Yang dimana matematika sendiri pasti ada di semua
tingkatan dan jurusan baik SD, SMP/MTS, SMA/MA. Tidak dipungkiri banyak
siswa yang mengatakan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sangat sulit
untuk dimengerti dan dipahami. Hal itu didasari karena mereka mengalami
kesulitan dalam memecahkan masalah matematika. Sebenarnya lebih tepatnya
karena mereka tidak memahami konsep matematika dengan baik. Yang dimana
membutuhkan pendekatan dan model pembelajaran yang pas dan sesuai dengan
materi pembelajran. Dan kita bisa lihat hal itu terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Matematika merupakan sebuah ilmu yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
memajukan daya pikir manusia. Sehingga mata pelajaran matematika merupakan
mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan, dari pendidikan
dasar hingga pendidikan menengah atas. Dengan memahami matematika,
diharapkan Bangsa Indonesia dapat menguasai perkembangan teknologi. Ernest
mengatakan bahwa mathematics as a social institution, resulting from human
problem posting and solving. Matematika mempunyai obyek kajian yang abstrak ,
sehingga belajar matematika membutuhkan tingkat mental yang tinggi. Sifat
abstrak obyek matematika mengakibatkan obyek matematika hanya ada dalam
pikiran manusia.
Menurut Soedjadi, sifat abstrak tersebut merupakan salah satu penyebab
sulitnya seorang guru mengajarkan matematika, sehingga guru diharapkan dapat
berusaha untuk mengurangi sifat abstrak obyek matematika dengan melaksanakan
pembelajaran di sekolah.
Mata pelajaran matematika pada pendidikan dasar dan menengah disebut
matematika sekolah. Matematika sekolah disampaikan seorang pengajar kepada
siswa dalam sebuah sistem pembelajaran. Menurut Van de Walle, pengajaran yang
paling efektif berfokus pada keterlibatan anak-anak dalam memecahkan soal.
Namun, tak sedikit guru matematika yang mengajar tanpa memperhatikan
keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah. Padahal tujuan matematika sekolah,
yaitu siswa diharapkan tidak hanya dapat mengerjakan soal, namun dapat
menggunakan ilmu matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. Apabila
guru kurang melibatkan siswa, maka siswa merasa tidak dapat menikmati
pembelajaran matematika dengan baik. Siswa beranggapan bahwa matematika sulit
dan membosankan.
Hakikatnya, matematika bukanlah ilmu yang kering, hanya sekedar teoritis
dan berisi rumus-rumus. Jika siswa mempunyai anggapan buruk tentang
matematika, maka siswa akan kesulitan mempelajari matematika. Dan siswa tidak
memiliki motivasi diri untuk menyenangi matematika. Hal ini menjadi tugas
seorang guru untuk memberikan pembelajaran yang mengubah pandangan bahwa
matematika itu tidak kering. Misalnya, dengan mengajak siswa untuk memecahkan
masalah dari kehidupan sehari-hari. Agar siswa dapat berkembang melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan
efektif.
Sering kali kita dapatkan, guru sering mengambil soal yang sudah ada
kunci jawaban. Mayoritas soal tersebut, sudah pernah digunakan pada
pembelajaran sebelumnya atau soal kurang menantang. Pemecahan masalah dari
soal yang kurang menantang tidak membutuhkan proses berfikir yang tinggi.
Padahal dengan pemecahan masalah siswa memerlukan analisis logis, sehingga
siswa mampu mengidentifikasi masalah dan menemukan informasi-informasi
dalam masalah tersebut.
Melalui pemecahan masalah, siswa dapat memperoleh pengalaman
menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki. Sehingga pemecahan
masalah menjadi penting dalam tujuan pendidikan matematika. Hal itu disebabkan
karena manusia tidak dapat menghindari masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Aktifitas memecahkan masalah merupakan aktifitas dasar manusia. Karena suatu
masalah akan memaksa manusia untuk mencari jalan keluar (solusi) oleh manusia
itu sendiri.
Dari pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwasanya itu perlu
dilakukan inovasi lagi dalam proses belajar mengajar dikelas agar siswa lebih
tertarik belajar. Dalam hal ini yang paling terpenting adalah pada mata pelajaran
matematika. Karena dalam mata pelajaran ini siswa lebih sering kesulitan
memahami konsepnya. Kesulitan memahami konsep matematika umumnya di
sebabkan karena sifat dari matematika yang memiliki obyek abstrak yang sulit
dicerna siswa.
Proses berfikir adalah masuknya informasi kemudian diolah dalam otak
seseorang. Penyesuaian informasi baru dengan skema yang sudah ada dalam otak
disebut adaptasi. Proses adaptasi dibedakan menjadi dua, yaitu asimilasi dan
akomodasi. Proses adaptasi setiap siswa hendaknya diketahui setiap guru. Dengan
mengetahui proses berfikir siswa, guru dapat melacak letak dan jenis kesalahan
yang dilakukan siswa. Sehingga guru dapat melakukan perbaikan pemahaman
siswa melalui pembelajaran yang dirancang sesuai dengan proses berfikir siswa.
Hasil pengamatan pada siswa kelas XI SMK IC Padarincang, setiap
individu mempunyai respon yang berbeda ketika guru sedang mengajar. Ada
beberapa siswa yang selalu terlihat aktif dan ingin menjadi nomer satu. Namun, ada
juga beberapa siswa yang selalu pasif dan tidak ingin memperhatikan penjelasan
guru. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap individu mempunyai perbedaan
tingkah laku. Perbedaan tingkah laku siswa menyebabkan suatu metode
pembelajaran sesuai dengan beberapa siswa , tetapi tidak sesuai dengan beberapa
siswa yang lain. Perbedaan siswa harus diterima dan dimanfaatkan dalam proses
pembelajaran. Hal inilah yang menyebabkan guru harus menentukan metode
pembelajaran yang tepat untuk beberapa siswa.

Open-Ended adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memanfaatkan


permasalahan yang diformulasikan sedemikian rupa, sehingga memberikan peluang
munculnya berbagai macam jawaban dengan berbagai strategi atau cara masing-
masing. Menurut Huda (2013), pembelajaran Open Ended Learning merupakan
proses pembelajaran yang di dalamnya tujuan dan keinginan individu atau peserta
didik dibangun dan dicapai secara terbuka. Tidak hanya tujuan, OEL juga bisa
merujuk pada cara-cara untuk mencapai maksud pembelajaran itu sendiri. Menurut
Suyatno (2009), pembelajaran Open Ended Learning artinya pembelajaran yang
menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan
solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency).

Open-Ended learning sendiri memiliki beberapa keunggulan, diantaranya


yaitu :

1. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering


mengekspresikan idenya.

2. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan


pengetahuan dan ketrampilan matematika secara komprehensif.

3. Siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon


permasalahan dengan cara mereka sendiri.

4. Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau


penjelasan.

5. Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam


menjawab permasalahan.

Maka dari itu, metode Open Ended ini sangat membantu siswa untuk
memecahkan masalah matematika. Karena, Open Ended menyajikan permasalahan
dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam
(multi jawab, fluency). Selain itu juga, Open Ended merupakan pembelajaran yang
memanfaatkan permasalahan yang diformulasikan sedemikian rupa, sehingga
memberikan peluang munculnya berbagai macam jawaban dengan berbagai strategi
atau cara masing-masing.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses berfikir dalam pemecahan masalah matematika pada siswa kelas
XI SMK IC Padarincang melalui penerapan Open Ended Learning.
2. Apakah hubungan proses berfikir dalam pemecahan masalah matematika pada siswa
kelas XI SMK IC Padarincang dengan penerapan Open Ended Learning.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan pada penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan:
a. Proses berfikir dalam pemecahan masalah matematika siswa kelas XI SMK IC
Padarincang melalui penerapan Open Ended Learning.
b. Hubungan proses berfikir dalam pemecahan masalah matematika siswa kelas
XI SMK IC Padarincang dengan penerapan Open Ended Learning.
2. Manfaat penelitian
Secara Teoritis
Hasil dari penelitian ini dapat memperkaya khazanah pengetahuan tentang
analisis proses berfikir siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan
menggunakan pemecahan masalah yang ditinjau dari metode Open Ended
Secara Praktis
a. Bagi siswa, yaitu dapat mengetahui proses berfikir siswa dalam menyelesaikan
masalah matematika.
b. Bagi guru dan sekolah, yaitu menjadi bahan pertimbangan guru dalam
melaksanakan pembelajaran matematika pada siswa dengan proses berfikir
dalam pemecahan masalah dengan penerapan Open Ended Learning.
c. Bagi peneliti, yaitu:
a). Memperoleh pengetahuan langsung tentang proses berfikir siswa dalam
pemecahan masalah matematika dengan penerapan open ended Learning.
b) Memperoleh bekal sebagai calon guru matematika, agar siap mengajar di
lapangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Proses Berfikir

Manusia merupakan makhluk Allah SWT. yang dianugrahi akal untuk


berfikir. Misalnya pada saat membaca buku, informasi yang diterima melalui
berbagai tahapan mulai dari proses sensori sampai dengan proses ingatan. Setiap
informasi yang diperoleh akan disimpan dalam long-term memory1 . Informasi
akan ditransformasikan, sehingga menghasilkan informasi baru dan hal ini akan
menjadi pengetahuan baru bagi pembaca.

Berfikir merupakan kegiatan memanipulasi dan menstransformasi


informasi dalam memori. Berfikir juga dikatakan sebagai proses yang merantai
stimulus dan respon. Drever menyatakan bahwa thingking is any course or train
of ideas; in the narrower and stricter sense, a course of ideas initiated by a
problem (berfikir adalah melatih ide-ide, dengan cara yang tepat dan seksama,
yang dimulai dengan adanya masalah). Menurut Solso, thingking is a process by
which a new mental representation is formed through the transformation of
information by complex interaction of mental attributes of judging, abstracting,
reasoning, imagining, and problem solving (berfikir dapat didefinisikan sebagai
proses menghasilkan representasi mental yang baru melalui transformasi
informasi yang melibatkan interaksi secara kompleks antara atribut-atribut
mental seperti penilaian, abstraksi, alasan, imajinasi, dan pemecahan masalah).

Proses berfikir didefinisikan sebuah proses yang melibatkan pengetahuan


dan sistem kognitif untuk menyelesaikan masalah atau mengarahkan pada
solusi. Psikologi kognitif diperbarui dalam formasi konsep yang menarik,
problem solving yang kompleks, dan hubungan antara struktur kognitif dan
tingkah laku. Tujuan berfikir untuk membentuk konsep, menalar, berfikir secara
kritis, membuat keputusan.

Pada dasarnya, sulit mengamati proses berfikir seseorang secara


langsung. Begitu juga dengan seorang pengajar, pengajar mengalami kesulitan
untuk mengamati proses berfikir siswanya. Padahal proses berfikir siswa dalam
pembelajaran matematika merupakan hal penting diketahui oleh seorang
pengajar. Menurut Steiner dan Fresenberg, tugas pokok pendidik matematika
adalah menjelaskan proses berfikir siswa dalam mempelajari matematika dengan
tujuan memperbaiki pengajaran matematika di sekolah.7 Dapat disimpulkan
bahwa, peningkatan kemampuan matematika siswa tidak terlepas dari
kemampuan guru mengorganisasikan metode pembelajaran. Metode
pembelajaran akan terorganisasi dengan baik apabila materi pelajaran mudah
diterima oleh siswa dan sesuai dengan proses berfikir siswa.

Berfikir merupakan proses yang pasti ada dalam proses belajar.


Berdasarkan berberapa penelitian, berfikir memiliki implikasi dalam praktik
pendidikan sebagai berikut;

a. Untuk membantu siswa mencapai penguasaan ketrampilan,


guru dapat menggunakan metode-metode seperti reciprocal
teaching.
b. Guru harus menggunakan pendekatan mengajar yang sesuai
dengan tujuan.
c. Guru harus mengajarkan materi sesuai dengan konteksnya.
d. Untuk menghindari dekontesktualitas, guru harus membuat
siswa mengatasi berbagai masalah-masalah nyata tetapi
identik dengan tujuan yang diharapkan.
e. Siswa perlu diminta untuk mengklarifikasi segala sesuatu ke
dalam kategori-kategori dan dimensi-dimensi, membuat
hipotesis, menarik kesimpulan, melakukan analisis, dan
memecahkan masalah.
f. Guru memainkan peran penting dalam meningkatkan
pemahaman terhadap proses belajar.

Proses berfikir terjadi dalam otak manusia dengan melibatkan dua


komponen, yaitu informasi yang masuk dan skema yang telah terbentuk dalam
pikiran. Skema adalah suatu struktur mental seseorang dimana ia secara
intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam proses berfikir,
skema merupakan sebuah rangakain proses. Skema manusia akan selalu
mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh
pengalaman dan pengetahuan yang ia peroleh. Pembentukan skema seseorang
itu dilakukan selama ia hidup.

Proses berfikir dalam penelitian ini adalah sebuah aktivitas mental yang
terjadi dalam pikiran siswa yang mencakup adanya penerimaan informasi dalam
menghadapi masalah yang diamati melalui proses asimilasi, akomodasi, dan
abstraksi. Adapun indikator proses berfikir adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Indikator Proses Berfikir Proses Berfikir

Proses Poin-poin Indikator


Berfikir

Asimilasi 1. Informasi yang diperoleh 1. Siswa dapat menerima


sesuai dengan skema informasi dengan
dalam otak lancar.
2. Masalah yang dihadapi 2. . Siswa dapat
sesuai dengan skema menyampaikan
dalam otak. informasi dengan
3. Terjadi integrasi langsung lancar dan benar.
antara informasi/masalah 3. Siswa dapat
dengan skema otak. menyelesaikan
masalah dengan lancar
dan tepat.

Akomodas 1. Informasi yang diperoleh 1. Siswa dapat menerima


i kurang/tidak sesuai informasi dan
dengan skema dalam otak menyelesaikan
2. . Masalah yang dihadapi masalah dengan tepat
kurang/tidak sesuai namun membutukan
dengan skema dalam otak waktu berfikir yang
3. Terjadi modifikasi skema lama.
otak agar sesuai dengan 2. Siswa menyelesaikan
informasi/masalah yang masalah dengan
dihadapi. kurang tepat atau
belum terselesaikan
3. Siswa mengalami
kebingungan saat
menerima informasi
maupun
menyelesaikan
masalah.
4. Siswa mengubah
jawaban setelah
mengira jawaban
sebelumnya kurang
tepat.

Abstraksi 1. Informasi/masalah yang 1. Siswa menggunakan


dihadapi menjadi skema obyek mental untuk
baru dalam otak. merepresentasikan
informasi yang
diterima.
2. Siswa dapat
mengoperasikan
symbol untuk
menyelesaikan
masalah.
3. Siswa dapat
merumusakan
teori/konsep dari
informasi yang
diterima.

2. Pemecahan Masalah melalui penerapan Open Ended Learning


a. Pemecahan Masalah
Salah satu kemampuan dalam matematik adalah kemampuan
pemecahan masalah matematik, kemampuan ini harus dimiliki oleh
siswa sekolah menengah. Dengan tujuan dapat memecahkan
permasalahan yang ada di dalam diri siswa maupun masalah yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Ayubi, 2018:356; Maharani,
2018:821; Bernard, 2018:77) . Seringkali siswa merasa kesulitan
untuk memecahkan materi dan persoalan yang sedang dipelajari.
Masalah matematika adalah soal matematika yang tidak
dapat dikerjakan secara langsung dengan aturan tertentu. Masalah
matematika berbeda dengan soal matematika. Hudojo menyatakan
bahwa suatu soal merupakan masalah jika seseorang tidak
mempunyai aturan/hukum tertentu untuk menemukan jawaban soal
secara langsung. Namun penyelesaian secara langsung atau tidak
bergantung pada setiap individu. Artinya, kesenjangan masalah yang
dihadapi dengan pengetahuan yang dimiliki merupakan suatu
masalah bagi seorang, yang belum tentu menjadi masalah untuk
orang lain. Jika seseorang menemukan aturan tertentu untuk
mengatasi kesenjanagan yang dihadapi, maka orang tersebut sudah
menyelesaikan masalah atau sudah mendapatkan pemecahan
masalah. Hal itu menunjukkan bahwa seorang dapat segera
mengatasi masalah dengan belajar atau pengalaman yang lalu.
Siswa membutuhkan lingkungan belajar, dimana siswa
ditantang untuk memecahkan masalah matematika. Menurut Gagne,
kalau seorang siswa dihadapkan pada suatu masalah, maka pada
akhirnya mereka bukan hanya sekedar memecahkan masalah, tetapi
juga belajar sesuatu yang baru. Anderson menganggap pemecahan
masalah menjadi proses kunci dalam pembelajaran, khususnya
diranah sains dan matematika. Sehingga pemecahan masalah
menjadi salah satu kemampuan yang diajarkan dalam sebuah
pembelajaran
Pemecahan masalah merupakan penemuan sebuah cara yang
sesuai untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Reed, pemecahan
masalah adalah sebuah upaya untuk mengatasi rintangan yang
menghambat jalan menuju solusi. Problem solving happen when you
want to reach a certain goal, but the solution is not immediately
obvious because imprtant information is missing, and obstacles are
blocking your path. Dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah
matematika adalah suatu upaya untuk mengatasi kesenjangan
masalah matematika dengan pengetahuan yang dimiliki, sehingga
memerlukan proses untuk menemukan aturan-aturan yang dapat
digunakan agar masalah terselesaikan.

Menurut Sumarmo dkk (2017:43) bahwa kemampuan pemecahan masalah


matematis meliputi metode, prosedur dan strategi yang merupakan proses inti dan
utama dalam kurikulum matemtika atau merupakan tujuan umum pembelajaan
matematika. Sedangkan menurut Hendriana dkk (2014:23) proses pemecahan
masalah matematik merupakan salah satu kemampuan dasar matematik yang harus
dikuasai oleh siswa sekolah menengah. Sejalan dengan Cooney (Sumarmo 2005)
mengemukakan bahwa kepemilikan kemampuan pemecahan masalah membantu
siswa berpikir analitik dalam mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari dan
membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi situasi baru.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematik sangat dibutuhkan dalam
mempersiapkan pola pikir siswa dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari baik
masalah individu maupun kelompok.

Menurut Rosalina (2016) ada beberapa indikator kemampuan pemecahan


masalah antara lain : 1). Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan,
dan kecukupan unsur yang diperlukan, 2). Merumuskan masalah matematik atau
menyusun model matematik, 3). Menerapakan strategi untuk menyelesaikan masalah
sehari-hari, 4). Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan
awal, 5). Menggunakan matematika secara bermakna.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru matematika yang


mengajar di kelas XI SMK Plus Al-Farhan Sukabumi bahwa kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa masih tergolong rendah. Selain itu, proses pembelajaran
matematika tidak menarik bagi siswa karena matematika dianggap pelajaran yang
sukar dipahami dan menakutkan. Siswa sering tidak dapat menyelesaikan soal-soal
matematika karena kemampuan pemecahan masalah yang mereka miliki sangat
rendah, hal ini sejalan dengan Timutius(2018:306) bahwa kecenderungan siswa tidak
menguasai pemecahan masalah pada kesalahan mengerjakan langkah-langkah dan
konsep yang digunakan. Matematika lebih mudah diingat apabila siswa dapat
mengaitkan konsep baru dengan konsep yang telah diketahui sebelumnya hal ini
tentunya dibutuhkan keprofesional guru untuk menguasai konsep matematika yang
diberikan kepada siswa (Bernard & Chotimah, 2018)
b. Open Ended learning
Open-Ended yaitu model pembelajaran yang berasal dari tulisan Becker dan
Shimada berjudul The Open-Ended Approach: A New Proposal for Teaching
Mathematics yang kemudian dikembangkan. Pada dasarnya open-ended merupakan
pengembangan dari model problem-based learning yang mana siswa pada awalnya
diberikan problem oleh guru kemudian mempresentasikan dan menilai
pemecahannya.
Pembelajaran open-ended melibatkan penyajian masalah yang mempunyai
bermacam ragam method dan memungkinkan siswa untuk memilih dari berbagai
macam cara untuk memecahkannya. Jenis pembelajaran open-ended ini
mengembangkan dan memelihara keaslian pemikiran, berpikir kreatif, keterampilan
berpikir kritis, berbagi, keterbukaan, dan kemampuan bersosialisasi.

Dalam pelaksanaannya siswa dapat menggunakan pembelajaran terbuka


untuk mempelajari strategi dan metode alternatif yang mereka yakini sesuai dengan
intelektual mereka untuk menjelaskan permasalahan. Tujuannya agar kemampuan
berpikir matematis siswa tumbuh secara ideal sekaligus mengkomunikasikan
aktivitas kreatif melalui interaction siswa dan guru selama proses belajar mengajar.
Ini adalah konsep dasar dari pembelajaran open-ended, yang melibatkan penciptaan
interaction antara siswa dan matematika untuk mendorong siswa menyelesaikan
masalah dengan menggunakan beraneka ragam cara.
Menurut Erman Suherman (Febrianto, 2017) berpendapat bahwa tiga
kriteria berikut harus dipenuhi untuk aktivitas matematika dan aktivitas siswa
untuk diklasifikasikan sebagai terbuka:.
1) Aktivitas antar siswa perlu saling terbuka Aktivitas antar siswa perlu
saling terbuka, yang berarti bahwa kegiatan pendidikan harus
menghormati hak setiap siswa untuk memilih tindakan atau berbagai
macam cara yang mereka lakukan sendiri.
2) Aktivitas matematika ialah aneka pikiran Aktivitas matematika adalah
aktivitas dimana metode abstraksi dari experience kehidupan nyata ke
dalam dunia matematika atau sebaliknya berlangsung.
3) Aktivitas antara matematika maupun siswa merupakan satu kepaduan
aktivitas guru mempertimbangkan tuntutan guru dan pemikiran
matematis siswa lewat aktivitas matematika yang berguna untuk
memecahkan masalah lain,
Ketika menggunakan open-ended, siswa sering diberikan masalah terbuka
untuk dipecahkan. Siswa harus mampu menyelesaikan masalah dengan bermacam-
macam cara dan memiliki solusi yang tepat sebagai hasil dari kegiatan belajarnya.
Akibatnya, pengalaman dan potensi berpikir siswa dalam proses belajar
pembelajaran yang baru akan meningkat. Instruktur membuat rencana
pembelajaran didalam kelas mencakup aktivitas guru dan siswa serta alokasi
waktu.
Berikut ini adalah prosedural dalam pembelajaran open-ended:
1) Penyesuaian. Pembelajaran diawali dengan penyajian motivasi siswa dan
tujuan pembelajaran dalam bentuk masalah kehidupan nyata.
2) Pengajuan masalah open-ended. Guru mengajukan pertanyaan yang luas
mengenai materi disajikan.
3) Penyelesaian masalah open-ended secara individual. Siswa diharapkan
untuk mengerjakan atau menyelesaikannya masalah sendiri. Karena
pembekalan yang ditawarkan kepada siswa, ini bermaksud agar
mengetahui kemajuan taraf creativity masing-masing siswa secara mandiri.
Siswa tidak dibenarkkan untuk meminta/memberi bantuan siswa lainnya
saat mengerjakan soal atau soal, sehingga mereka benar-benar terpacu
untuk berkreasi dalam memecahkan masalahnya sendiri. Siswa diminta
untuk mengumpulkan lembar penyelesaian setelah mereka selesai
mengerjakan kesulitan atau masalah tersebut.
4) Diskusi di kelas tentang masalah open-ended. Siswa diminta bekerja sama
dalam kelas untuk mendiskusikan hasil penilaian individu tugas terbuka.
Sebagai hasilnya, diharapkan percakapan kelas akan menghasilkan ide
untuk setiap siswa, sehingga meningkatkan kreativitas siswa di masa
depan.
5) Persentasi hasil diskusi kelompok. Hasil kerja kelas dipresentasikan oleh
sebagian atau seluruh anggota.
6) Penutup. Siswa dan guru membuat rangkuman atau kesimpulan dari ide
atau konsep yang terkandung dalam masalah yang diberikan.
Hasil belajar bukan merupakan tujuan dari pembelajaran matematika, namun
akibat dari pencapaian tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran matematika
yang paling tinggi tingkatannya adalah pemecahan masalah. Salah satu
indikatornya adalah mengembangkan strategi pemecahan masalah. Untuk itu,
siswa harus mampu mengajukan dugaan dan memanipulasi. Akan tetapi,
berdasarkan observasi selama bulan Februari 2011, terlihat bahwa kemampuan
pemecahan masalah siswa masih rendah. Contohnya, ketika guru memberikan soal
berbeda daripada contoh sebelumnya, tanpa berpikir mereka langsung
menanyakan cara penyelesaiannya. Alasan yang digunakan adalah mereka tidak
mengerti sama sekali dengan soal yang diberikan, padahal mereka hanya perlu
mengaitkan materi yang baru dipelajari dengan materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
Pokok pikiran dari pendekatan open ended adalah pembelajaran yang
membangun kegiatan interaktif antara siswa dan matematika, sehingga mereka
mampu menjawab permasalahan dengan berbagai strategi.Kemampuan
pemecahan masalah adalah kecakapan untuk menerapkan pengetahuan yang telah
diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal(Wardhani, 2005:
93). Secara garis besar, langkah-langkah pendekatan pemecahan masalah mengacu
kepada empat tahap pemecahan masalah yang diusulkan oleh George Polya
(Suherman, 2003: 91) yaitu:
1. Memahami Masalah Pada tahap ini, kegiatan pemecahan masalah diarahkan
untuk membantu siswa menetapkan apa yang diketahui pada permasalahan
dan apa yang ditanyakan.
2. Membuat Rencana untuk Menyelesaikan Masalah Guru hendaknya
mengarahkan siswa untuk mengidentifikasi strategi pemecahan masalah
yang sesuai.
3. Melaksanakan Penyelesaian Soal Kemampuan siswa memahami substansi
materi dan keterampilan melakukan perhitungan matematika sangat
diperlukan dalam melaksanakan tahap ini.
4. Memeriksa Ulang Jawaban yang Diperoleh Tahap ini penting dilakukan
untuk mengecek apakah hasil yang diperoleh telah sesuai dengan ketentuan.
3. Hubungan proses Berfikir dan Pemecahan masalah
DAFTAR PUSTAKA
E-book: Paul Ernest, The Philosophy of Mathematics Education, (Inggris: Taylor&
Francis e-library, 2004), halaman 281.
E-book: Sumardyono, Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Matematika, (Yogyakarta: P4TK, 2004), halaman 31.
3
Utami dkk, “Implementasi Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika
Realistik di Sekolah Menengah Pertama”, Cakrawala Pendidikan, (Vol. XXXIII,No.
3, Oktober/2014), halaman 463
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009),
halaman 111
M. J. Dewiyana, “Karakteristik Proses Berfikir Siswa dalam Mempelajari
Matematika berbasis Tipe Kepribadian”, Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan,
dan Penerapan MIPA, (Yogyakarta: UNY, 16 Mei 2009) 6 M
Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2014),
halaman 112
Nyayu Khodijah, Psikologi …, halaman 103
Patma Sopamena, “Kontruktivisme dalam Pendidikan Matematika”, Horizon
Pendidikan, (Vol. 4 No. 1, Juni/2009), halaman 95
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009),
halaman 7
Milda dkk, Proses Berfikir Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Ditinjau
Berdasarkan Kemampuan Matematika, Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI
Sidoarjo, (Sidoarjo: Vol. 1 NO. 2, September 2013) ISSN. 2337-8166
Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 2001), halaman 21
Herman Hudojo, Pengembanagan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaan di depan
kelas, (Surabaya: Usaha Nasional, 1979)
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008),
halaman 111
Dale H. Schunk, Teori-teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012), halaman 416
John W. Santrock, Psikologi …, halaman 26
Robert J. Sternberg, Psikologi Kognitif, (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2008),
halaman 365
E-book: Margaret W. Matlin, Cognition, (Crawfordsville: R.R. Donnelley, 2009),
halaman 357
Dian purnamasari, pawestri. (ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I
PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG, 2015 )
file:///C:/Users/ACER/Downloads/2643-9536-1-PB.pdf
Delyana,Hafizah (PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA SISWA KELAS VII MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN
OPEN ENDED,2015)
https://ejournal.upgrisba.ac.id/index.php/jurnal-lemma/article/viewFile/523/318

Anda mungkin juga menyukai