Anda di halaman 1dari 12

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ASPEK KOGNITIF

MENGGUNAKAN PROSES PEMBELAJARAN THORNDIKE PADA


MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS VII SMP

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan kepada Tim Pertimbangan Penyusunan Skripsi (TPPS) untuk mengikuti


Seminar Proposal Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

Nama : Chikita Putri Faradina

NPM : 41154020200010

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
BANDUNG
2024
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah hal yang sangat penting di era globalisasi bahkan

sudah termasuk dalam kebutuhan dasar setiap manusia karena dengan

memperoleh Pendidikan manusia akan dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

Pendidikan juga merupakan salah satu faktor pendukung kemajuan suatu

negara, dengan tingginya tingkat Pendidikan suatu negara maka dapat

menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Suatu proses kegiatan

pembelajaran dikatakan berhasil jika sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan

berdasarkan beberapa faktor, seperti guru, siswa, manajemen, kurikulum,

lingkungan, masyarakat, dan juga sarana prasarana.

Dalam dunia Pendidikan formal di Indonesia, terdapat dua jenjang

pendidikan yaitu tahap Pendidikan dasar yang meliputi jenjang sekolah dasar

dan sekolah menengah pertama, dan tahap Pendidikan menengah yang

meliputi sekolah menengah atas dan kejuruan. Matematika menjadi mata

pelajaran yang diberikan dalam setiap tersebut.

Pada pembelajaran matematika di Indonesia sendiri masih banyak

dijumpai permasalahan. Masalah umum dalam pembelajaran matematika

diantaranya rendahnya peringkat kemampuan matematika di ajang

internasional yang sudah diadakan oleh PISA, rendahnya nilai matematika


pada ujian dibanding mata pelajaran lainnya, banyaknya miskonsepsi yang

dialami siswa, dan rendahnya minat siswa terhadap pembelajaran matematika.

Berdasarkan hasil survei Programme for International Student Assesment

(PISA) 2018 yang diterbitkan pada maret 2019 lalu memotret sekelumit

masalah Pendidikan Indonesia. Dalam kategori kemampuan baca, sains, dan

matematika, skor Indonesia tergolong rendah karena berada diurutan ke-74

dari 79 negara. Pada kategori matematika, Indonesia berada di peringkat ke-7

dari bawah dengan skor rata-rata 379. Turun dari peringkat 63 pada tahun

2015. Jika dibandingkan, kemampuan matematika dan sains siswa Indonesia

masih berada di bawah rata-rata dunia. Indonesia sudah berpartisipasi dalam

penilaian ini selama 18 tahun, sejak tahun 2000. Namun selama itu pula nilai

kemampuan siswa tak pernah berada di atas rata-rata.

Proses pembelajaran matematika yang terjadi saat ini di sekolah juga

menjadi faktor penyebab rendahnya hasil belajar masalah siswa. Proses

pembelajaran lebih berorientasi pada upaya pengembangan dan menguji daya

ingat siswa sehingga kemampuan berpikir siswa direduksi dan sekedar

dipahami sebagai kemampuan mengingat. Selain itu, hal tersebut juga

berakibat siswa sulit menghadapi masalah-masalah yang menuntut pemikiran

dan pemecahan masalah yang lebih kompleks. Siswa terlalu terpacu pada

pencapaian hasil akhir dari penyelesaian soal sehingga kurang memperhatikan

proses dan tahapan-tahapan dalam memperoleh hasil akhir dari soal-soal dan

permasalahan yang dihadapi.


Usaha untuk memperbaiki proses pembelajaran melalui upaya pemilihan

metode pembelajaran yang tepat dan inovatif dalam pembelajaran matematika

di sekolah merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting untuk dilakukan.

Husna et al. (2013: 82) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika

umumnya masih berlangsung secara tradisional dengan karakteristik berpusat

pada guru, menggunakan pendekatan yang bersifat ekspositori sehingga guru

lebih mendominasi aktivitas pembelajaran di kelas sedangkan siswa pasif.

Siswa hanya mendengar, mencatat, dan mengerjakan soal yang diberikan

guru. Kondisi seperti ini tidak akan menumbuh kembangkan aspek

kepribadian, kemampuan, dan aktivitas siswa.

Husna et al. (2013: 82) juga mengatakan bahwa Latihan yang diberikan

lebih banyak soal-soal yang bersifat rutin sehingga kurang melatih daya nalar

dalam pemecahan masalah dan kemampuan berpikir siswa hanya pada tingkat

rendah. Fauziah dan Sukasno (2015: 11) mengemukakan bahwa belum

memuaskannya hasil belajar siswa disebabkan karena proses pembelajarannya

lebih berkonsentrasi pada latihan soal yang bersifat prosedural dan mekanitik

serta proses pembelajaran yang tidak melibatkan siswa secara aktif dalam

menggali ide atau konsep secara bermakna.

Aspek kognitif dalam hasil pembelajaran matematika merujuk pada

kemampuan kognitif atau berpikir yang terlibat dalam memahami,

menganalisis, dan memecahkan masalah matematika. Aspek kognitif ini

melibatkan berbagai proses berpikir dan pemahaman yang diperlukan untuk


mencapai pemahaman matematika yang baik. Beberapa aspek kognitif C1-C6

Revisi Taksonomi Bloom meliputi:

1. Mengingat/Remember (C1)

Mengetahui, misalnya : istilah, fakta, aturan, urutan, metoda.

2. Memahami/Understand (C2)

Menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan.

Misalnya: konsep, kaidah, prinsip, kaitan antara, fakta, isi pokok.

Mengartikan, menginterpretasikan. Misalnya: tabel, grafik, bagan.

3. Menerapkan/Apply (C3)

Memecahkan masalah, membuat bagan/grafik, menggunakan.

Misalnya: metoda, prosedur, konsep, kaidah, prinsip.

4. Menganalisis/Analize (C4)

Mengenali kesalahan, memberikan

Misalnya: fakta-fakta

Menganalisis, misalnya : struktur, bagian, hubungan.

5. Mengevaluasi/Evaluate (C5)

Menilai berdasarkan norma internal. Misalnya: hasil karya, mutu,

karangan dll.

6. Menciptakan/Create (C6)

Menghasilkan, misalnya : klarifikasi, karangan, teori

Menyusun, misalnya : laporan, rencana, skema, program, proposal.

Penting untuk mengembangkan aspek kognitif ini dalam pembelajaran

matematika agar siswa dapat memahami dan menerapkan matematika dengan


baik. Ini juga membantu mereka dalam menyelesaikan masalah matematika

dalam kehidupan sehari-hari dan dalam disiplin ilmu lain yang membutuhkan

pemikiran dan pemahaman konsep.

Banyak orang berpendapat bahwa matematika itu pelajaran yang sulit

untuk di pelajari karena pelajaran matematika banyak rumus, teorema dan

sebagainya. Hal demikian mempengaruhi siswa generasi selanjutnya yang

akan terpengaruh dengan berpendapat yang sama mengenai matematika.

Secara tidak langsung mereka membuat pengaruh yang negatif yang belum

dicoba terlebih dahulu. Padahal belajar matematika itu mudah dan

menyenangkan jika ada keinginan yang kuat untuk mempelajarinya. Belajar

matematika harus runtut, terperinci dan terhadap karena ada berkaitan antara

materi. Pemahaman konsep dasar matematika harus diutamakan sebagai acuan

dalam belajar, pemahaman yang baik akan memudahkan siswa belajar

matematika. Pemahaman konsep dasar harus diberikan sejak awal

diperkenalkannya matematika, karena konsep matematika saling terkait dari

jenjang Pendidikan awal hingga jenjang Pendidikan lanjut. Pemahaman

konsep dasar juga menentukan bagaimana kedepannya dalam belajar

matematika.

Edward Thorndike adalah seorang psikolog Amerika yang

mengembangkan teori belajar yang dikenal sebagai "teori belajar

koneksionisme" atau "teori belajar stimulus-respons." Meskipun teorinya lebih

banyak dikaitkan dengan pembelajaran hewan dan eksperimen psikologi


eksperimental, prinsip-prinsipnya juga dapat diterapkan dalam konteks

pembelajaran matematika.

Metode pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran matematika

adalah metode pembelajaran pada teori belajar Thorndike. Pada teori belajar

Thorndike lebih menekankan siswa untuk banyak berlatih dan mencoba. Teori

Thorndike dikembangkan oleh Edward Lee Thorndike yang mengembangkan

teori belajar melalui stimulus-respon (S-R). Teori S-R mengungkapkan bahwa

pertama kali organisme (hewan, orang) belajar adalah melalui cara mencoba

dan mengulang atau dikenal dengan istilah ‘trial and error’. Teori ini sangar

cocok digunakan dalam pembelajaran matematika karena siswa belajar

mencoba dan terus mencoba. Apabila siswa melakukan kesalahan, maka siswa

harus mengulang Kembali sampai benar. Dengan demikian pemahaman siswa

pada konsep matematika akan tersimpan di dalam otak karena siswa

melakukannya berulang-ulang sampai menemukan nilai kebenaran sendiri.

Prinsip-prinsipnya juga dapat diterapkan dalam konteks pembelajaran

matematika. Prinsip-prinsip utama dari teori belajar Thorndike yang dapat

berlaku dalam pembelajaran matematika adalah:

1. Hukum Efek

Menurut hukum efek Thorndike, perilaku yang diikuti oleh konsekuensi

positif cenderung diulang, sementara perilaku yang diikuti oleh

konsekuensi negatif cenderung dihindari. Dalam pembelajaran

matematika, penguatan positif seperti pujian atau keberhasilan dalam


memecahkan masalah matematika dapat meningkatkan motivasi siswa

untuk belajar lebih lanjut.

2. Hukum Latihan

Hukum latihan Thorndike menunjukkan bahwa latihan yang berulang-

ulang dapat memperkuat asosiasi antara stimulus dan respons. Dalam

konteks matematika, ini menekankan pentingnya latihan dan berulangnya

praktik dalam memperkuat pemahaman konsep matematika dan

kemampuan pemecahan masalah.

3. Hukum Kesiapan

Hukum kesiapan Thorndike menunjukkan bahwa siswa lebih mungkin

untuk belajar ketika mereka siap atau termotivasi untuk belajar. Dalam

matematika, guru dapat memastikan bahwa pembelajaran dilakukan dalam

konteks yang relevan dan relevan dengan tingkat kesiapan siswa.

4. Hukum Kesederhanaan

Hukum kesederhanaan Thorndike menekankan bahwa materi

pembelajaran harus disajikan dengan cara yang sederhana dan mudah

dimengerti oleh siswa. Dalam matematika, pengajaran yang jelas dan

metode penyajian yang sederhana dapat membantu siswa memahami

konsep-konsep matematika.

5. Hukum Asosiasi

Teori Thorndike berfokus pada asosiasi antara stimulus dan respons.

Dalam matematika, ini mencerminkan pentingnya menyajikan konsep


matematika dan kemudian mengaitkannya dengan pemecahan masalah

yang relevan.

6. Hukum Transfer

Hukum transfer Thorndike menyatakan bahwa pengetahuan yang

dipelajari dalam satu konteks dapat diaplikasikan dalam konteks lain.

Dalam matematika, ini mengacu pada kemampuan siswa untuk

menggunakan konsep matematika yang mereka pelajari dalam situasi

nyata atau dalam pemecahan masalah yang berbeda.

Meskipun teori Thorndike lebih sering dikaitkan dengan eksperimen

psikologi, konsep-konsepnya seperti hukum efek, hukum latihan, dan hukum

transfer tetap memiliki relevansi dalam pembelajaran matematika. Penggunaan

prinsip-prinsip ini dapat membantu guru merancang pengalaman belajar yang

lebih efektif dalam mengajar matematika kepada siswa.

Dengan teori thorndike yang dilakukan dengan metode latihan atau dengan

terus mencoba menunjukan bahwa sikap dalam mempelajari matematika

mempunyai hubungan positif terhadap pencapaian matematikanya, walaupun

dengan proses atau tahapan yang membutuhkan waktu yang lama.

Dilihat dari uraian di atas terlihat bahwa teori belajar Thorndike diduga dapat

meningkatkan hasil belajar aspek kognitif siswa dalam proses pembelajaran,

sehingga perlu di adakan penelitian mengenai pembelajaran matematika dengan

menggunakan proses pembelajaran Thorndike dalam meningkatkan hasil belajar

aspek kognitif siswa, sehingga penulis melaksanakan penelitian dengan judul


“Meningkatkan Hasil Belajar Aspek Kognitif Menggunakan Proses Pembelajaran

Thorndike Pada Mata Pelajaran Matematika di kelas VII SMP”

1.2 Rumusan Masalah

Mengacu pada konteks latar belakang yang telah di sampaikan, maka rumusan

masalah yang akan diajukan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pembelajaran matematika jika diterapkan proses

pembelajaran Thorndike?

2. Apakah terdapat peningkatan hasil belajar aspek kognitif setelah diberikan

proses pembelajaran Thorndike?

3. Apakah peningkatan kemampuan hasil belajar aspek kognitif yang

pembelajarannya menggunakan proses pembelajaran Thorndike lebih baik

daripada yang pembelajaran konvensional?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan efektivitas pelaksanaan proses pembelajaran Thorndike

2. Menilai sejauh mana metode pembelajaran Thorndike dapat meningkatkan

hasil belajar siswa dalam aspek kognitif.

3. Mengukur perbedaan peningkatan kemampuan hasil belajar aspek kognitif

pada siswa yang menerapkan proses pembelajaran Thorndike

dibandingkan dengan siswa yang menerapkan metode konvensional


1.4 Kegunaan Penelitian

1. Segi Teori

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi dunia Pendidikan

khususnya dalam pelaksanaan matematika. Selain itu, dapat juga di

jadikan sebagai sumber referensi untuk mengembangkan pelaksanaan

pembelajaran matematika di negara ini.

2. Segi Praktik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak yang terkait dalam penelitian ini diantaranya:

1) Guru

Pembelajaran yang menggunakan proses pembelajaran Thorndike

dapat menjadi alternatif dalam pelaksanaan untuk meningkatkan hasil

belajar aspek kognitif matematika pada siswa.

2) Siswa

Diberikan kesempatan untuk dilibatkan dalam pembelajaran secara

aktif dan menyenangkan, sehingga tanpa disadari kapasitasnya dalam

menyelesaikan permasalahan yang diberikan meningkat dikarenakan

terbiasa dengan pola pembelajaran bersiklus yang terorganisir dengan

baik.

3) Segi Isu dan Aksi Sosial

Penelitian ini merupakan salah satu alat untuk memberikan pencerahan

serta pengalaman bagi peneliti serta semua pihak yang terlibat


mengenai pelaksanaan proses pembelajaran Thorndike dalam

meningkatkan hasil belajar matematika aspek kognitif pada siswa.

Anda mungkin juga menyukai