Disusun Oleh:
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
situasi dan kondisi serta konteks di Indonesia, maka ditambahkan kata
“Indonesia” untuk memberi ciri yang berbeda. Prinsip dan karakteristik dasar dari
PMRI tetap sama mendasarkan pada PMRI.
Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
horisontal bertolak dari ranah nyata menuju ranah simbol, sedangkan
matematisasi vertikal bergerak dalam ranah simbol. Kedua bentuk
matematisasi ini sesungguhnya tidak berbeda maknanya dan sama nilainya
(Freudenthal, 1991). Hal ini disebabkan oleh pemaknaan “realistik” yang
berasal dari bahasa Belanda “realiseren” yang artinya bukan berhubungan
dengan kenyataan, tetapi “membayangkan”. Kegiatan “membayangkan” ini
ternyata akan lebih mudah dilakukan apabila bertolak dari dunia nyata, tetapi
tidak selamanya harus melalui cara itu.
Karena PMRI merupakan adaptasi dari RME maka prinsip PMRI sama
dengan prinsip RME tetapi dalam beberapa hal berbeda dengan RME karena
konteks, budaya, sistem sosial dan alamnya berbeda. Gravemeijer (1994)
merumuskan tiga prinsip RME yaitu:
4
b) Fenomenologi Didaktis (Didactical Phenomenology)
5
mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal.
Model bertindak sebagai jembatan antara yang informal dan yang
formal. Model yang semula merupakan model suatu situasi berubah
melalui abtraksi dan generalisasi menjadi model untuk semua masalah
lain yang ekuivalen
d. Prinsip Jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika
jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang
terpisah, tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat
hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik. Konsep matematika
adalah relasi-relasi. Secara psikologis, hal-hal yang berkaitan akan lebih
mudah dipahami dan dipanggil kembali dari ingatan jangka panjang
daripada hal-hal yang terpisah tanpa kaitan satu sama lain.
e. Prinsip Interaksi, yaitu matematika dipandang sebagi aktifitas sosial.
Kepada siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan
strateginya menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk
ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan
strateginya menemukan hal itu serta menanggapinya. Melalui diskusi,
pemahaman siswa tentang suatu masalah atau konsep menjadi lebih
mendalam dan siswa terdorong untuk melakukan refleksi yang
memungkinkan dia menemukan insight untuk memperbaiki strateginya
atau menemukan solusi suatu masalah.
f. Prinsip Bimbingan, yaitu siswa perlu diberikan kesempatan untuk
menemukan kembali (re-invent) pengetahuan matematika
‘terbimbing’. Guru menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan
siswa mengkonstruk pengetahuan matematika mereka.
Karakteristik PMRI:
Aktif di sini berarti aktif berbuat (kegiatan tubuh) dan aktif berpikir
(kegiatan mental). Jadi konsep-konsep matematika ditemukan lewat sinergi
6
antara pikiran (fungsi otak abstrak) dan tubuh (jasmani, konkrit atau real).
Indera kita menerima informasi (dari lingkungan: luar diri atau dalam diri
kita sendiri), diteruskan ke otak, di sana diolah (refleksi) dan disimpan
dalam memori jangka panjang kita (internalisasi), pada suatu saat di ambil
lagi (dibawa ke ingatan jangka pendek, di recall) untuk diolah bersama
informasi baru yang masuk (transformasi), lalu disimpan lagi (retained)
dalam bentuk baru (retrukturisasi)
Tidak hanya satu cara menyelesaikan masalah. Ada banyak cara, itu
sangat tergantung pada struktur kognitif siswa (pengalamannya). Guru tidak
perlu mengajari siswa bagaimana cara menyelesaikan masalah. Mereka
harus berlatih menemukan cara sendiri untuk menyelesaikannya. Soal yang
diberikan pada siswa hendaknya tidak jauh dari skema yang sudah mereka
miliki dalam pikirannya. Dalam keadaan tertentu guru dapat membantu
siswa dengan memberikan sedikit informasi sebagai petunjuk arah yang
dapat dipilih siswa untuk dilalui. Itu dapat dilakukan dengan bertanya atau
memberi komentar. Itupun sedapat mungkin dilakukan jika semua siswa
7
tidak mempunyai ide bagaimana menyelesaikan masalah. Jika satu siswa
mempunyai ide, hendaklah guru mendorong siswa tadi mensharingkan
idenya kepada teman-temannya (interaksi). Soal-soal yang diberikan
kepada siswa berkaitan dengan dunia real atau bisa dibayangkan siswa,
merupakan soal terbuka atau soal yang cara menyelesaikannya tidak
tunggal.
8
menimbulkan dorongan-dorongan (drive) yang sesuai dalam diri setiap
orang. Ternyata, sikap dan motivasi ini dapat diubah. Inilah salah satu tugas
pendidikan yang sangat penting. Untuk itu, guru perlu belajar
menumbuhkan sikap dan motivasi siswa dalam belajar. Hal itu sukar
ditumbuhkan dengan menghukum. Dengan menciptakan suasana yang
menyenangkan dan menghargai anak-anak sebagai manusia (memanusiakan
manusia) maka perlahan-lahan sikap dan motivasi siswa dapat
dikembangkan dan hal ini akan memberikan dampak meningkatkan prestasi
belajar mereka. Kami menyebut pendekatan ini pendekatan SANI (santun,
terbuka dan komunikatif), yang pada dasarnya mempraktekkan
“memanusiakan manusia”. Cara-cara lain untuk menciptakan kondisi yang
menyenangkan perlu dipikirkan guru. Belajar sambil bermain, belajar
dengan duduk di lantai, belajar dalam kelompok, belajar di luar kelas atau
di luar sekolah, membuat ruangan menarik, dan sebagainya adalah beberapa
cara lain untuk membuat suasana belajar yang menyenangkan.
Belajar dengan bekerja sama (sinergi) lebih efektif dari pada belajar
secara individual. Memang harus diakui bahwa ada banyak tipe belajar: ada
yang lebih senang belajar individual, ada yang lebih senang belajar dalam
kelompok; ada yang cenderung visual, ada yang auditif, ada yang kinestetik
(enaktif); Saling tukar informasi penting untuk memahami sesuatu.
Informasi yang bertentangan pun (konflik kognitif) dengan yang dimiliki
seseroang dapat membuat pemahaman orang itu terhadap suatu masalah
menjadi lebih baik. Informasi yang baru dapat menyebabkan infrormasi
lama ditransformasi (diperkuat/diperbaiki atau diperlemah/diperburuk atau
dirubah bentuk atau polanya). Tugas guru membantu siswa agar informasi
baru dapat memperkuat atau memperbaiki pengetahuan seseorang. Maka
interaksi dan negosiasi perlu sekali dalam pembelajaran matematika. Selain
itu interaksi dan negosiasi antara siswa dengan siswa atau siswa dengan guru
9
merupakan cara mendapatkan pengetahuan yang baik dan efektif. Siswa
lebih terbuka dan lebih berani berdiskusi dengan sesama dari pada dengan
orang yang lebih dewasa dari mereka.
10
terus menerus, cara belajar di kelas yang sama terus menerus dan
penampilan guru yang sama terus menerus menimbulkan rasa bosan pada
siswa. Oleh karena itu guru perlu berpikir untuk selalu melakukan variasi
pembelajaran: variasi susunan tempat duduk, variasi dekorasi kelas, variasi
penampilan guru, variasi metode pembelajaran, dsb.nya. Ini tidak berarti
bahwa setiap jam pertemuan harus berbeda situasinya. Perlu ada
perencanaan yang dilakukan oleh guru, kalau perlu dengan meminta usul
dan saran dari siswa. Guru perlu menanamkan dalam diri sendiri sikap
positip terhadap perubahan, terhadap variasi. Mulailah dengan melatih diri
Anda untuk berkata (dalam hati) ‘’inilah saatnya saya harus berubah” dan
lakukanlah. Mengajar adalah belajar. Kita harus terus menerus belajar dari
cara mengajar kita. Jangan pernah bersikap “sudah baik tak perlu diperbaiki
lagi”, tetapi bersikaplah ”sudah baik tetapi masih bisa ditingkatkan”.
Salah satu ciri penting PMRI ialah interaksi dan negosiasi. Siswa
perlu belajar untuk mengemukakan idenya kepada orang lain (kawan-
kawannya atau gurunya), supaya mendapat masukan berupa informasi yang
melalui refleksi dapat dipakai memperbaiki atau meningkatkan kualitas
pemahamannya. Untuk itu perlu diciptakan suasana yang mendukung.
Misalnya, jangan menghukum siswa jika membuat kesalahan dalam
menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah, jangan mentertawakan,
tetapi menghargai pendapatnya. Berbagai model pembelajaran perlu
diciptakan guru (misalnya belajar dalam kelompok, diskusi kelas,
menceritakan pengalaman, menjelaskan caranya menyelesaikan
masalah). Murid diberi tugas atau proyek (kelompok atau individu),
penyelesaiannya dipamerkan atau didiskusikan dalam ruang kelas.
11
8) Siswa Bebas Memilih Modus Representasi Yang Sesuai Dengan
Struktur Kognitifnya Sewaktu Menyelesaikan Suatu Masalah
(Menggunakan Model).
12
Mendidik anak bersikap santun adalah dengan memperlakukannya secara
santun, mendidik anak bersikap terbuka adalah dengan menunjukkan
kepadanya sikap keterbukaan dan mengajak anak berkomunikasi dengan
cara yang komunikatif atau dengan bahasa yang dapat dimengertinya.
D. Strategi Pembelajaran
1. Strategi Umum
13
pemecahan masalah yang disusul dengan diskusi. Sebagai contoh masalah:
berapa bus terdapat dalam terminal dan setiap saat masuk dan keluar bila
ada sejumlah data sebagai berikut:
1 15 7
2 9 1
3 8 0
4 13 15
5 1 1
6 2 0
7 9
8 10
14
Bertolak dari pandangan itu maka konstruksi pemecahan masalah
dapat melalui langkah-langkah berikut:
15
2. Metode
3. Media
4. Evaluasi
2. Untuk pelajar yang telah mampu berpikir pada taraf yang lebih tinggi,
digunakan garis bilangan yang kosong untuk melakukan penambahan
dan pengurangan, sebagai berikut:
3. Pada taraf berpikir yang lebih tinggi lagi, digunakan garis bilangan
berganda untuk memecahkan masalah perbandingan sebagai berikut:
16
garis bilangan dibuat gambar empat persegi panjang yang dibagi menjadi 2
bagian dengan luas area yang sama dan ditandai dengan bilangan yang
menyatakan luas tiap bagian tersebut. Di bagian bawah tiap bilangan
dicantumkan persentase luasnya. Selanjutnya pelajar ditugaskan untuk
menaksir berapa persen luas yang ditunjukkan pada tanda yang diberikan
dan digambarkan sebagai berikut: Dengan demikian maka bentuk evaluasi
dapat disusun sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai melalui
pembelajaran berdasarkan tahap pencapaian tingkat berpikir yang tepat
untuk tingkat kelas pebelajar. Evaluasi perlu dilakukan bukan saja melalui
tes untuk mengukur hasil pembelajaran, melainkan dilakukan pula selama
proses pembelajaran. Hal ini dilakukan terhadap aktivitas pebelajar
berinteraksi selama proses pemecahan masalah, juga terhadap presentasi
yang dilakukan pelajar dalam memaparkan temuan pemecahan masalahnya.
Selama diskusi baik dalam rangka pemecahan masalah, maupun tanggapan
pada presentasi, pelajar juga dievaluasi kemampuannya melakukan refleksi
hal ini sangat penting.
17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
iii