(RME)
Disusun Oleh :
PENDIDIKAN MATEMATIKA
T.A 2020/2021
1
DAFTAR ISI
Daftar Isi........................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah......................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
Kesimpulan...................................................................................................14
Daftar Pustaka
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang mutlak bagi manusia agar dapat
membangun peradaban bangsanya. Dalam pendidikan itu, manusia diajarkan dengan berbagai
disiplin ilmu sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan diberbagai jenjang pendidikan
dasar sampai perguruan tinggi adalah matematika.Salah satu karakteristik matematika adalah
mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa
mengalami kesulitan dalam memahami matematika. Selain itu, belajar matematika siswa
belum bermakna, sehingga dalam hal ini siswa sangat lemah.
B. Rumusan Masalah
3
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Treffers (1991) ada dua jenis matematisasi, yaitu matematisasi horizontal
dan vertikal. Dalam matematika horizontal siswa menggunakan matematika untuk
mengorganisasikan dan menyelesaikan masalah yang ada pada situasi nyata. Contoh
matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan pemvisualan masalah
dalam cara yang berbeda, merumuskan masalah kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk
matematika. Sementara matematisasi vertikal berkaitan dengan proses pengorganisasian
kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol matematika yang lebih abstrak.
Contoh matematisasi vertikal adalah menghaluskan/memperbaiki model, menggunakan
model yang berbeda, memadukan dan mengombinasikan model , membuktikan keteraturan,
merumuskan konsep matematika yang baru, dan penggeneralisasian.
Dalam RME kedua matematisasi horizontal dan vertikal digunakan dalam proses
belajar mengajar. Treffers (1991) mengklasifikasikan empat pendekatan pembelajaran
matematika, yaitu mekanistik, emperistik, strukturalis, dan realistik.
5
Pada prinsip ini dikatakan bahwa belajar matematika adalah aktibitas konstruksi.
Karakteristik konstruksi ini tampak jelas dalam pembelajaran, yaitu siswa menemukan
sendiri prosedur untuk dirinya sendiri. Pengkonstruksian ini akan lebih menghasilkan
apabila menggunakan pengelaman dan benda-benda konkret.
b. Levels and Models
Belajar konsep matematika atau ketrampilan adalah proses yang merentang panjang dan
bergerak pada level abstraksi yang bervariasi. Untuk dapat menerima kenaikan dalam
level ini dari batas konteks aritmatika informal sampai aritmatika formal dalam
pembelajaran digunakan model supaya dapat menjembatani antara konkret dan abstrak.
c. Reflection and Special Assigment
Belajar matematika dan kenaikan level khusus dari proses belajar ditingkatkan melalui
refleksi. Penilaian terhadap seseorang tidak hanya berdasarkan pada hasil saja, tetapi
juga memahami bagaimana proses berpikir seseorang. Perlu dipertimbangkan bagaimana
memberikan penilaian terhadap jawaban siswa yang bervariasi.
d. Social context and interaction
Belajar bukan hanya merupakan aktivitas individu, tetapi sesuatu yang terjadi dalam
masyarakat dan langsung berhubungan dengan konteks sosiokultural. Maka dari itu
didalam belajar, siswa harus diberi kesempatan bertukar pikiran, adu argumen, dan
sebagainya.
e. Structuring and interwining
Belajar matematika tidak hanya terdiri dari penyerapan kumpul an pengetahuan dan
unsur-unsur keterampilan yang tidak berhubungan, tetapi merupakan kesatuan yang
terstruktur. Konsep baru dan okbjek mental harus cocok dengan dasar penegtahuan yang
lebih besar atau lebih kecil sehingga dalam pembelajaran diupayakan agar ada
keterkaitan antara yang satu dan yang lainnya.
Berdasarkan pada uraian diatas, pada dasarnya prinsip atau ide yang mendasari Realistic
Mathematic Education (RME) adalah situasi ketika siswa diberi kesempatan untuk
menemukan kembali ide-ide matematika. Berdasarkan situasi realistik, siswa didorong untuk
mengonstruksi sendiri masalah realistik, karena masalah yang dikontruksi oleh siswa akan
menarik siswa lain untuk memecahkannya. Proses yang berhubungan dalam berpikir dan
pemecahan masalah ini dapat meningkatkan hasil mereka dalam masalah.
6
B. Negara-negara yang telah menerapkan pembelajaran Realistic Mathematic
Education (RME)
1. Belanda (Nedherland)
Menurut sejarahnya RME merupakan suatu suatu pendekatan pembelajaran
matematika yang dikembangkan di Belanda sekitar 30 tahun yang lalu oleh Freudenthal
Institute (Streefland, 1991; Grevemeijer, 1994). Perubahan mendasar lebih difokuskan
kepada mengganti pembelajaran matematika yang berifat mekanistik menjadi realitik. RME
banyak diwarnai olehpandangan Freudenthal tentang matematika. Ada dua pandangan
penting menurut Freudenthal yaitu matematika dihubungkan dengan realitas dan matematika
sebagai aktivitas manusia. Berkaitan dengan dua pandangan diatas Gravemeijer mengatakan
bahwa matematika harus diusahakan dekat dengan siswa dan harus dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari. Disamping itu siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan
aktivitas bekerja matematika atau aktivitas matematisasi matematika. Di negara asalnya,
Belanda, RME telah mengangkat prestasi siswa dalam matematika di tingkat international.
Ini terbukti dari laporan TIMSS tahun 1999, Belanda ada pada posisi ke-7 dari 38 negara
peserta (Mullis dkk., 2000). Posisi ini mengalahkan Amerika Serikat dan Inggris yang
berturut-turut ada pada urutan ke-19 dan 20.
2. Amerika Serikat (USA)
Pada tahun 1991, Universitas Wisconsin, di danai oleh National Science Foundation
(AS) bekerja sama dengan Freudenthal Institute mulai mengembangkan Matematika dalam
konteks pendekatan berdasarkan RME. Bahan awal dirancang oleh pekerja atau staf dari
Freudenthal Institute yang berdasarkan pada 20 tahun pengalaman dalam mengembangkan
kurikulum. Setelah di revisi oleh staf dari Universitas Wisconsin, materi telah di ujicobakan,
direvisi dan diuji ulang melalui jangka waktu lima tahun. Uji coba tidak hanya melibatkan
pengecekan berbagai versi pertanyaan untuk efektivitas tetapi juga pemeriksaan yang teliti
dari stretegi siswa dan kebutuhan, keyakinan dan harapan guru. Pembelajran RME telah
banyak diterapkan diberbagai daerah di USA dan telah menghasilkan prestasi siswa yang
mengesankan. Hal ini dejelaskan dalam buku Standards-based school Mathematics Curricula
pada tahun 2003.
3. Inggris (UK)
7
Pada tahun 2003, pusat Pendidikan Matematika di Manchester Metropolitan
University (MMU) membeli seperangkat materi matematika konteks dan mencobanya di
tujuh kelas di sekolah local. Reaksi terhadap materi sangat positif dan merasa bahwa
pendekatan RME yang digunakan layak untuk di eksplorasi lebih lanjut. Dan akhirnya
Gatsby Foundation setuju untuk mendanai MMU melakukan riset menggunakan
pembelajaran RME yang melibatkan lebih dari 20 sekolah selama tiga tahun. Riset ini
berfokus pada tiga masalah utama :
Mengembangkan pemahaman tentang RME dalam konteks Bahasa Inggris.
Memahami bagaimana siswa berkembang.
Mendukung guru untuk mengembangkan keterampilan praktis dan pengetahuan yang
mendalam tentang RME.
4. Indonesia
Di Indonesia pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) disebut
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) (Turmudi, 2000) atau Pembelajaran Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) (Hadi, @001). Pembelajaran ini dipandang sebagai pembelajaran
yang banyak memberikan harapan bagi peningkatan hasil pembelajaran matematika
Indonesia. Harapan itu muncul karena PMR memberikan pengertian yang jelas dan
operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-
hari, matematika dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak diharuskan
setiap siswa menyelesaikan soal-soal matematika dengan cara yang sama dan dengan hasil
yang sama pula, dalam mempelajari matematika proses pembelajaran merupakan suatu yang
utama dan proses itu harus dijalani oleh siswa, dan PMR memadukan berbagai pendekatan
pembelajran seperti pemecahan masalah, konstruktivisme, dan pendekatan pembelajran
berbasis lingkungan (Suwarsono, 2001: 5-7).
Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan siswa diminta untuk memahami
masalah tersebut. Guru menjelakan soal atau masalah dengan memberikan petunjuk/saran
seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa. Pada langkah ini
karakterisrik RME yang diterapkan adalah karakteristik pertama. Selain itu, pemberian
masalah kontekstual berarti memberi peluang terlaksananya prinsip pertama dari RME.
8
Langkah 2 : Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa secara individual disuruh menyelesaikan masalah kontekstual pada Buku Siswa
atau LKS dengan caranya sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah yang berbeda lebih
diutamakan. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa memperoleh
penyelesaian soal. Misalnya : bagaimana kamu tahu itu, bagaimana caranya, mengapa kamu
berpikir seperti itu, dan lain-lain. Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menemukan kembali
tentang ide atau konsep atau defenisi dari soal matematika. Di samping itu, pada tahap ini
siswa juga diarahkan untuk membentuk dan menggunakannya guna memudahkan
menyelesaikan masalah (soal). Guru diharapkan tidak memberi tahu penyelesaian soal atau
masalah tersebut, sebelum siswa memperoleh penyelesaian sendiri. Pada langkah ini semua
prinsip RME muncul, sedangkan karakteristik RME yang muncul adalah karakteristik ke-2,
menggunakan model.
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang dilakukan, guru
mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep, defini, teorema, prinsip atau
prosedur matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan.
Karakteristik RME yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan interaksi antara guru
dan siswa.
Kelebihan :
9
Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa
tenatng kehidupan sehari-sehari dan kegunaaan pada umumnya manusia.
Pembelajaran matematika realistik memeberikan penegertian yang jelas kepada siswa
bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikontruksi dan dikembangkan
sendiri oleh siswa, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut
Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa cara
penyelesaian suatu soa atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sam antara yang
satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau mengguanakan cara
sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah
tersebut. Selanjutnya, dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara
penyelesaian yang tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.
Pembelajaran matematika realistik memeberikan pengertian yang jelas kepada siswa
bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang
utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri kosep
–konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang lebih mengetahui (misalnya guru).
Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna
tidak akan tercapai.
Kekurangan :
Tidak mudah untuk mengubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya
mengenai siswa, guru, dan peranan sosial atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu
merupakan syarat untuk dapat diterapkan RME.
Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam
pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan
matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa
diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara
dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.
Tidak mudah bagi guru ntuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan
penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.
E. Pengaplikasian Realistic Mathematic Education pada Materi Matematika
10
Deskripsi Kegiatan
Waktu
Guru Siswa
Kegiatan pendahuluan (5 menit)
12
BAB III
PENUTUP
13
Kesimpulan :
Pendekatan realistik adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menerapkan agar
pembelajaran bertitik tolak pada hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan keterampilan
berdiskusi, dan berargumentasi dengan teman sekelas. Sehingga mereka dapat menemukan
sendiri, dan pada akhirnya menggunakan matematika dalam menyelesaikan masalah baik
secara individu maupun secara kelompok. Tidak ada satupun model pembelajaran yang
diangap paling baik diantara model- model pembelajaran yang lain. Tiap model pembelajaran
mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing- masing.
Suatu model pembelajaran jika digunakan sesuai situasi dan kondisi pasti akan jadi model
pembelajaran yang baik.
Daftar Pustaka
14
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta:
AR-RUZZ MEDIA
Dickinson, Paul, dan Sue Hugh. 2012. Using Realistic Mathematic Education in UK
Classrooms. ISBN: 978-0-948186-24-0
Nur’Aini, Siti Erna, Riana Irawati, dan Julia. 2016. Pengaruh Pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis
dan Kepercayaan Diri Siswa pada Materi Menyederhanakan Pecahan. Jurnal
Pena Ilmiah : Volume I, No.1
Fauzi, Akhmad, St. Budi Waluya, dan Masrukan. 2018. Math Learning with Realistic
Mathematics Education Approach (RME) Based on Open Source – Ended to
Improve Mathematic Communication. Journal of Primary Education: Volume I
Utarni, Helen, dan Fauzi Mulyatna. 2020. Penerapan Pembelajaran Realistic Mathematic
Education dengan Strategi Means Ends Analysis untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis. Volume 02. No. 01
Susilowati, Endang. 2018. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa SD
Melalui Model Realistic Mathematic Education (RME) pada siswa Kelas IV
Semester I di SD Negeri 4 Kradenan Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan
Tahun Pelajaran 2017/2018. Jurnal Pinus: Volume 4 No. 1
Soraya, Farida, Yurniwati, dan Ucu Cahyana. 2018. Penerapan Pendekatan Realistic
Matematic Education (RME) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif
Pokok Bahasan Pecahan Pada Siswa Kelas IV SDN Rajawati 06 Pagi. Jurnal
JPSD Vol. 4 No. 2
15