Anda di halaman 1dari 22

PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

(REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION) DAN PENDEKATAN


KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL APPROACH)

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Strategi Pembelajaran Matematika

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Nurdin Arsyad, M.Pd.

Oleh:
Kelompok 4
Husnul Khatimah (220101500021)
Yuniar Angraeni (220101501052)

KELAS A13
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatNya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Prof. Dr.Nurdin Arsyad,
M.pd. sebagai dosen pengampu mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika
yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Makassar, 18 September 2023

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
2.1 Pengertian Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik ....................... 4
2.2 Prinsip Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik ............................. 5
2.3 Langkah-langkah Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik ............ 6
2.4 Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
…………………………………………………………………………...7
2.5 Implementasi Pendekatan Pendidikan Metematika Realistik di Sekolah. 8
2.6 Pengertian Pendekatan Kontekstual ......................................................... 9
2.7 Prinsip Pendekatan Kontekstual ............................................................. 10
2.8 Langkah-Langkah Pendekatan Kontekstual ........................................... 12
2.9 Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Kontekstual .............................. 13
2.10 Bentuk Implementasi Pendekatan Kontekstual ...................................... 14
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 17
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 17
3.2 Saran ....................................................................................................... 17
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang sangat penting bagi anak,
dimana matematika akan membantu siswa untuk memecahkan masalah-
masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, serta matematika merupakan
sarana untuk berpikir logis dan jelas (Arsana et al., 2019; Kasanah et al., 2019;
Septiana et al., 2018; Wibowo, 2017). Mengingat pentingnya pelajaran
matematika maka, diupayakan pembelajaran harus berpusat pada siswa
sehingga proses pembelajaran lebih bermakna sehingga dapat mewujudkan
peningkatan mutu pendidikan (Muliandari, 2019; Mulyati, 2016). Untuk
mewujudkan hal tersebut, maka peranan guru diperlukan agar pembelajaran
matematika mudah dipahami siswa.
Namun, guru dalam mengajarkan matematika tidak bervariasi,
pembelajaran yang dilakukan yaitu menggunakan metode ceramah, siswa
mencatat dan penugasan. Kemudian siswa mengerjakan soal dengan mengikuti
contoh yang dijelaskan guru tersebut. Hal ini menunjukkan pembelajaran
matematika kurang bermakna. Pembelajaran masih berpusat pada guru.
Sehingga siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan menjadi pasif. Siswa
tidak terlibat dalam pembelajaran di kelas dan tidak diberi kesempatan untuk
menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Cara
mengajarkan matematika yang dilakukan guru membuat matematika sebagai
mata pelajaran yang kurang menarik bagi siswa. Siswa berpendapat
matematika merupakan pelajaran yang sulit. Sehingga siswa tidak semangat
untuk mengerjakan soal latihan yang diberikan guru. Selain itu masih
rendahnya tingkat pemahaman konsep berhitung dalam pelajaran matematika
membuat siswa kesulitan mengerjakan soal matematika.
Adapun upaya untuk mengatasi masalah yang sudah dijabarkan sebelumnya
adalah melalui perbaikan pembelajaran dengan pendekatan yang
memungkinkan tercapainya hasil belajar matematika siswa yang lebih baik,
pendekatan yang bisa digunakan adalah pendekatan pendidikan matematika
realistik (PMR) dan pendekatan kontekstual. Pendekatan Matematika Realistik

1
adalah pendekatan pembelajaran matematika yang berawal dari suatu masalah
yang nyata kemudian dengan proses matematisasi berjenjang, dibawa menuju
ke bentuk formal dengan suasana pembelajaran yang menyenangkan (Sulastri
et al., 2017; Wahyuni et al., 2019; Yusmaniar, 2017). Pembelajaran dengan
model kontekstual yaitu proses pembelajaran yang berasal dari pandangan
konstruktivisme, berarti pengetahuan dalam pembelajaran bermakna berawal
dengan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki pada siswa (MZ &
Mulyani, 2019). Pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran matematika
merupakan model atau pendekatan yang penting untuk dilakukan terutama
dalam pemahaman konsep siswa. Hal ini berkaitan dengan pendapat hasil
penelitian yang menjelaskan bahwa kemampuan siswa dalam memahami
konsep meningkat melalui pembelajaran kontekstual (Maryati, 2018). Begitu
juga untuk penelitian pada (Hendrayana, 2017) menunjukan bahwa siswa yang
proses belajarnya menggunakan model pembelajaran kontekstual lebih baik
untuk pemahaman konsep matematika dan dapat menghubungkan dengan
situasi kehidupan nyata pada materi yang dipelajari siswa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pendekatan pendidikan matematika realistik?
2. Apa saja prinsip pendekatan pendidikan matematika realistik?
3. Apa saja langkah-langkah pendekatan pendidikan matematika realistik?
4. Apa saja kelebihan dan kelemahan pendekatan pendidikan matematika
realistik?
5. Apa saja contoh implementasi pendekatan pendidikan matematika
realistik?
6. Apa pengertian dari pendekatan kontekstual
7. Apa saja prinsip pendekatan konteksual?
8. Apa saja langkah-langkah pendekatan kontekstual?
9. Apa saja kelebihan dan kelemahan pendekatan kontekstual?
10. Bagaimana contoh implementasi pendekatan kontekstual?

2
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari pendekatan pendidikan matematika
realistik.
2. Untuk mengetahui prinsip pendeketan pendidikan matematika realistik.
3. Untuk mengetahui langkah-langkah pendekatan pendidikan matematika
realistik.
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari pendekatan pendidikan
matematika realistik.
5. Untuk mengetahui bentuk implementasi dari pendekatan pendidikan
matematika realistik.
6. Untuk mengetahui pengertian dari pendekatan kontekstual.
7. Untuk mengetahui prinsip pendekatan kontekstual.
8. Untuk mengetahui langkah-langkah pendekatan kontekstual.
9. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari pendekatan kontekstual.
10. Untuk mengetahui bentuk implementasi dari pendekatan kontekstual.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik


Pendidikan Matematematika Realistik atau Realistic Mathematic
Education (RME) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari hari dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Realistic Mathematic
Education (RME) merupakan teori pembelajaran matematika yang
dikembangkan di negeri Belanda oleh Freudhenthal pada tahun 1973.
Menurut Freudhental matematika merupakan aktivitas manusia (mathematics
as a human activity) dan harus dikaitkan dengan realita (de Lang, 1999;
Gravemeijer, 1994).
Hartono (2007) Realistic mathematics education, yang diterjemahkan
sebagai pendidikan matematika realistik (PMR), adalah sebuah pendekatan
belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok
ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht Universitydi Negeri
Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905
– 1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini,
kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada
siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep
matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Pengertian tersebut
dapat diartikan bahwa matematika tanpa disadari telah digunakan oleh siswa,
pada pembelajaran matematika realialistik inilah siswa kembali menggali dan
mengeskplorasi hal-hal dalam kehidupan nyata apa saja yang berkaiatan
dengan matematika
Pembelajaran Matematika Realistik memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep-konsep
matematika berdasarkan pada masalah realistik yang diberikan oleh guru
(Ishabu 2015). Dhoruri (2010) mengemukakan bahwa dasar filosofi yang
digunakan dalam PMRI adalah kontruktivisme yaitu dalam memahami suatu
konsep matematika siswa membangun sendiri pemahaman dan
pengertiannya. Karakteristik dari pendekatan ini adalah memberikan

4
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengkonstruksi atau
membangun pemahaman dan pengertiannya tentang konsep yang baru
dipelajarinya.
Dari pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan pembelajaran
matematika realistik adalah pembelajaran matematika yang dikaitkan dengan
kehidupan nyata lalu siswa membangun pengetahuannya untuk
menyelesaikan permasalahanya secara baik dan benar. Pembelajaran
matematika realistik juga berkaitan dengan hal-hal yang masih abstrak dapat
dilihat dan dirasakan secara kongkrit oleh siswa berkaitan dengan konteks
kehidupan sehari-hari siswa.
2.2 Prinsip Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Menurut Gravemeijer (1994:90-91) dalam pembelajaran matematika yang
menggunakan pendekatan RME terdapat tiga prinsip utama yaitu:
1. Penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi
progresif (progressive mathematization)
Menurut prinsip reinvention bahwa dalam pembelajaran matematika
perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman dalam menemukan
sendiri berbagai konsep, prinsip atau prosedur, dengan bimbingan guru.
Seperti yang dikemukakan oleh Hans Freudenthal bahwa matematika
merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan
demikian, ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka
dalam dirinya terjadi proses matematisasi. Terdapat dua macam proses
matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
Matematisasi horizontal merupakan proses penalaran dari dunia nyata ke
dalam simbol-simbol matematika. Sedangkan matematisasi vertikal
merupakan proses penalaran yang terjadi di dalam sistem matematika itu
sendiri, misalnya : penemuan cara penyelesaian soal, mengkaitkan antar
konsep-konsep matematis atau menerapkan rumusrumus matematika.
2. Fenomenologi didaktis (didactical phenomenology)
Yang dimaksud fenomenologi didaktis adalah para siswa dalam
mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait
dengan matematika bertolak dari masalah-masalah kontekstual yang

5
mempunyai berbagai kemungkinan solusi, atau setidaknya dari masalah-
masalah yang dapat dibayangkan siswa sebagai masalah nyata.
3. Mengembangkan model-model sendiri (self-developed model)
Yang dimaksud mengembangkan model adalah dalam mempelajari
konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan
matematika, dengan melalui masalah-masalah konteksual, siswa perlu
mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara menyelesaikan
masalah tersebut. Model-model atau cara-cara tersebut dimaksudkan
sebagai wahana untuk mengembangkan proses berpikir siswa, dari proses
berpikir yang paling dikenal siswa, ke arah proses berpikir yang lebih
formal. Jadi dalam pembelajaran guru tidak memberikan informasi atau
menjelaskan tentang cara penyelesaian masalah, tetapi siswa sendiri yang
menemukan penyelesaian tersebut dengan cara mereka sendiri
2.3 Langkah-langkah Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Pembelajaran matematika realistik lebih menekankan atau menciptakan
suasana pembalajaran yang menyenangkan bagi anak. ketika anak merasa
nyaman dalam pembelajaran maka hasil belajar anak meningkat serta
kemampuan pengetahuan anak juga akan meningkat. Pada pembelajaran
matematika realistik guru merupakan fasilitator bagi anak sehingga berperan
penting dalam pembelajaran. Guru akan mengelola lingkungan belajar dan
memberikan kesempatan pada anak untuk terlibat.
Agar lingkungan belajar menjadi meyenangkan dan dapat memberikan
kesempatan anak untuk terlibat didalamnya maka harus memperhatikan
langkah-langkah dalam pembelajaran matematika realistik. Secara umum
langkah-langkah pembelajaran matematika realistik dapat dijelaskan sebagai
berikut
1. Persiapan
Selain menyiapkan masalah konstektual, guru harus benar-benar
memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin
akan ditempuh anak dalam menyelesaikanya.

6
2. Pembukaan
Pada bagian ini anak diperkenalkan dengan strategi pembelajaran
yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata.
Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan
cara mereka sendiri.
3. Proses Pembelajaran
Pada bagian ini anak diperkenalkan dengan strategi pembelajaran
yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata.
Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan
cara mereka sendiri.
4. Penutup
Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui
diskusi kelas, anak diajak menarik kesimpulan dari pembelajaran saat itu.
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penggunaan strategi
matematika realistik guru merupakan fasilitator, dimana guru menyampaikan
permasalahan di awal selanjutnya anak menyelesaikan permasalahan tersebut
sesuai dengan kemampuannya sehingga anak akan menarik kesimpulan dari
pembelajaran tersebut
2.4 Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Pendidikan Matematika
Realistik
1. Kelebihan pendekatan pendidikan matematika realistik
a) Karena siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak
mudah lupa dengan pengetahuannya.
b) Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena
menggunakan realitas kehidupan
c) Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban
siswa ada nilainya.
d) Memupuk kerjasama dengan kelompok
e) Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannyaa.
f) Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat.
g) Pendidikan budi pekerti, misalnya: kerja sama dan saling
menghormati teman yang sedang berbicara.

7
2. Kelemahan pendekatan pendidikan matematika realistik
a) Karena sudath terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa
masih kesulitan dalam menemukan sediri jawabannya
b) Membutuhkan waktu yang dala terutama bagi siswa yang lemah
c) Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti
temannya yang belum selesai.
d) Membutuhkan alat praga yang sesuai dengan situasi pembelajaan
saat itu.
e) Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan
dalam evaluasi/memberi nilai.
2.5 Implementasi Pendekatan Pendidikan Metematika Realistik di Sekolah
Implementasi pendidikan matematika realistik di Indonesia harus dimulai
dengan mengadaptasi pendidikan matematika realistik sesuai dengan
karakteristik dan budaya bangsa Indonesia. Pengimplementasian PMT di
kelas harus didukunh oleh sebuah perangkat yang dalam hal ini adalah buku
ajar yang sesuai dengan kondisi bangsa indonesia. Implementasi Pendekatan
Pendidikan PMR di kelas meliputi tiga fase yakni:
a) Fase pengenalan
Pada fase pengenalan, guru memperkenalkan masalah realistik
dalam matematika realistik kepada seluruh siswa serta membantu untuk
memberikan pemahaman masalah. Pada fase ini sebaiknya ditinjau ulang
semu konsep-konsep yang berlaku sebelunya dan diusahakan untuk
mengaitkan masalah yang dikaji saat itu ke pengalaman siswa
sebelumnya.
Contohnya pada pembelajaran matematika harus ditempatkan dalam
konteks dan situasi yang relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Jika mengajar konsep pecahan, guru dapat menggunakan situasi
pembagian makanan atau bahan-bahan dapur untuk membuat konsep itu
nyata. Hal ini membuat matematika lebih bermakna dan membantu siswa
melihat koneksi antara matematika dan dunia nyata.

8
b) Fase eksplorasi
Pada fase eksplorasi, siswa dianjurkan bekerja secara individual,
berpasanagan atau dalam kelompok kecil. Pada saat siswa sedang
bekerja, mereka mencoba membua model situasi masalah, berbagi
penngalama atau ide, membua dugaan. Selanjutnya dikembangkan
strategi-strategi pemecahan masalah yang mungkin dilakukan
berdasarkan pada pengetahuan informal dan formal yang dimiliki siswa.
c) Fase meringkas
Peranan siswa dalam fase ini sangat penting seperti: mengajukan
dugaan, pertanyaan kepada yang lain, bernegosiasi, alternatif-alternatig
pemecahan masalah, memberikan alasan, memperbaiki strategi dan
dugaan mereka, dan membuat keterkaitan. Sebagai hasi diskusi, siswa
diharapkan menemukan konsep-konsep awal atau pengetahuan
matematika formal sesuai dengan tujuan materi.
2.6 Pengertian Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka (Muslich, 2007: 41).
Nurhadi (2004: 5), berpendapat bahwa pembelajaran kontekstual adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan
melibatkan ketujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu
kontruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, permodelan, dan
penilaian sebenarnya atau authentic assessment. Sedangkan Erman Suherman
(2001: 3), menyatakan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah
pembelajaran yang mengambil (menstimulasikan, menceritakan, berdialog,
atau tanya jawab) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang
dialami siswa kemudian diangkat kedalam konsep yang dibahas.

9
Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan
pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah
pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu
pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan
dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka
terapkan dalam pembelajaran seumur hidup. Pembelajaran kontekstual
menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari
siswa dengan konteks materi tersebut digunakan, serta hubungan bagaimana
seseorang belajar atau cara siswa belajar. Dalam kegiatan pembelajaran perlu
adanya upaya membuat belajar lebih mudah, sederhana, bermakna dan
menyenangkan agar siswa mudah menerima ide, gagasan, mudah memahami
permasalahan dan pengetahuan serta dapat mengkonstruksi sendiri
pengetahuan barunya secara aktif, kreatif, dan produktif. Untuk mencapai
usaha tersebut segala komponen pembelajaran harus dipertimbangkan
termasuk pendekatan kontekstual.
2.7 Prinsip Pendekatan Kontekstual
Menurut ditjen dikdasmen depdiknas 2002 menjelaskan bahwa Kurikulum
dan pembelajaran kontektual harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Ketergantungan (keterkaitan), relevansi (relation). Pebelajaran hendaknya
ada keterkaitan dengan bekal pengetahuan (Prerequisite knowledge) yang
teah dimiliki
2. Pengalaman langsung (experiencing). Hal ini bisa didapatkan dengan
kegiatan eksplorasi, penemuan (discorvery, inventory, investigasi, penelitian
dan lain-lain. Experiencing dinilai sebagai jantuk pembelajaran kontekstual.
Proses pembelajaran ini berlangsug cepat bila siswa mendapat kesempatan
untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan
bentuk-bentuk kegiatan penelitian secara aktif.
3. Aplikasi (aplying). Mengaplikasikan fakta, konsep, prinsip dan prosedur
yang dipelajari dalam kelas bersama guru yakni memecahkan masalah dan
mengerjakan tugas bersama adalah strategi pembelajaran pokok
pembelajaran kontekstual.

10
4. Transwerring. Adalah menekankan pada kemampuan siswa untuk
mentranswer situasi dan konteks yang lain adalah pembelajaran tingkat
tinggi, lebih dari sekedar hafal.
5. Koopertatif (cooperating). Yakni kerjasama dalam konteks saling tukar
pikiran, tanya jawab, komonikasi interaktif antar sesama siswa.
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa prinsip-prinsip di atas adalah
acuan untuk menerapkan model pembelajaran kontekstual lebih
mengutamakan strategi pembelajaran daripada hasil belaja, proses belajar
secara alami, dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
transwer pengetahuan dari guru kepada siswa. Dengan pembelajaran
Contextual Theaching Learning, pendidik telah melaksanakan tiga prinsip
ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam smesta
yakni :
a. Prinsip saling ketergantungan
Segala sesuatu yang ada di alam raya ini saling ketergantugandan saling
berhubungan satu dengan lainnya. Dalam pembelajaran Contextual
Theaching Learning mengajak pada guru untuk mengenali keterkaitan
mereka dengan guru lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan
dengan lingkungan. Prinsip ini mengajak siswa untuk saling bekerjasama,
saling mengetengahkan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan
persoalan, merancang rencana dan mencari solusi dari persoalan yang ada.
b. Prinsip deferensiasi
Prinsip ini merujuk pada motivasi terus-menerus dari smesta alam untuk
menghasikan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam Contextual
Theaching Learning prinsip deferensiasi membebaskan para siswa
melakukan penjelajahan bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-
masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri.
c. Prinsip Pengaturan diri
Segala sesuatu diatur, dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip
ini mengajak para siswa menunjukan segala potensinya. Mereka menerima
tanggungjawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif,

11
membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi,
menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti.
2.8 Langkah-Langkah Pendekatan Kontekstual
Agar penerapan pembelajaran kontekstual berjalan lancar dan lebih
bermakna, perlu mengetahui langkah-langkah pendekatan kontekstual.
Berikut ini merupakan langkah – langkah pendekatan kontekstual, yaitu:
1. Modelling
Langkah pertama dalam pembelajaran dan pengajaran kontekstual adalah
modelling. Pada tahap ini, guru akan menyampaikan mengenai kompetensi
dan tujuan, bimbingan, dan motivasi kepada para peserta didik. Guru harus
menanamkan pola pikir kepada para peserta didik untuk lebih memahami
pelajaran yang disampaikan dengan belajar, menemukan ilmu, sampai
mengonstruksikan gagasan secara mandiri. Guru juga memberikan
pemusatan perhatian dan motivasi kepada peserta didik. Pada tahap ini semua
kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, serta contoh
disampaikan oleh guru.
2. Inquiry
Tahap berikutnya adalah inquiry atau tahap identifikasi. Tahap ini terdiri
dari pengidentifikasian, analisis, observasi, serta hipotesis yang akan
dilakukan oleh peserta didik. Guru akan membimbing peserta didik dalam
melakukan tahap ini dan membuat mereka berpikir secara kritis. Lakukan
tahap inquiry untuk berbagai teori dan konsep pembelajaran yang ada. Peserta
didik nantinya akan menemukan hasil dari identifikasinya yang akan
membuat mereka lebih ingin tahu lagi mengenai pelajarannya. Maka dari itu,
tahap selanjutnya adalah questioning atau bertanya.
3. Questioning
Seperti yang telah dijelaskan di tahap sebelumnya, tahap questioning atau
bertanya ini akan jadi tahap untuk menanamkan karakter ingin tahu pada
peserta didik dengan bertanya. Mereka bertanya karena telah berpikir dengan
kritis. Pada tahap ini, guru akan membantu peserta didik dalam mengarahkan,
mengeksplorasi, menuntun, mengevaluasi (inquiry) dan juga dalam
generalisasi.

12
4. Learning Community
Pada tahap ini, guru akan membuat peserta didik belajar dengan
membentuk kelompok/grup belajar. Peserta didik akan diminta untuk bekerja
sama, melaksanakan berbagai aktivitas dan penelitian dalam kelompok
belajar tersebut. Seluruh peserta didik wajib berpartisipasi aktif untuk
mengerjakan dan belajar. Walaupun ini adalah kegiatan belajar kelompok,
peserta didik juga tetap akan dilihat performanya secara individu.
5. Constructivism
Pada tahap ini, guru akan membuat peserta didik membuat pengertian
secara mandiri dari kegiatan sebelumnya yang telah mereka lakukan. Selain
itu, peserta didik juga akan membuat tesis-sintesis, konstruksi teori dan
pemahaman dari pengalaman yang sudah mereka pahami. Dari sini mereka
membangun pemahamannya sendiri dan mengonstruksi konsep/aturan yang
ada.
6. Reflection
Tahap ini, sesuai namanya, guru akan meminta peserta didik untuk
merefleksi kegiatan yang telah mereka lakukan selama ini. Peserta didik akan
diminta oleh guru untuk mengulas dan merangkum materi. Kegiatan ini
biasanya akan dilakukan pada sesi akhir pertemuan pembelajaran. Peserta
didik akan me-review atau mengulas kembali, merangkum, juga menindak
lanjuti apa yang telah mereka refleksikan.
7. Authentic Assessment
Tahap authentic assessment merupakan tahapan terakhir dalam
pembelajaran dan pengajaran kontekstual. Pada tahap ini, guru akan menilai
peserta didik secara secara objektif supaya mereka bisa mewujudkan
kompetensi yang telah disampaikan pada awal pembelajaran oleh guru.
2.9 Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Kontekstual
Dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan CTL diharapkan kita
mampu untuk memperbaiki dan menyempurnakan CTL dalam pembelajaran.
a. Kelebihan
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah

13
dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat
mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan
saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi
materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa,
sehingga tidak akan mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan
konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran
konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan
pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme
siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan”menghafal”.
b. Kelemahan
1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL.
Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk
menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa
dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan
belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru
bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak
melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar
sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari
dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk
belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian
dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran
sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
2.10 Bentuk Implementasi Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran dikatakan mengunakan pendekatan kontekstual jika materi
pembelajaran tidak hanya tekstual melainkan dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari siswa di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, dan dunia
kerja, dengan melibatkan ketujuh komponen utama tersebut sehinggga

14
pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Model pembelajaran apa saja
sepanjang memenuhi persyaratan tersebut dapat dikatakan menggunakan
pendekatan kontekstual.
Pembelajaran kontekstual dapat diterapakan dalam kelas besar maupun
kelas kecil, namun akan lebih mudah organisasinya jika diterapkan dalam
kelas kecil. Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kurikulum berbasis
kompetensi sangat sesuai. Dalam penerapannya pembelajaran kontekstual
tidak memerlukan biaya besar dan media khusus. Pembelajaran kontekstual
memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran yang ada di
lingkungan sekitar seperti tukang las, bengkel, tukang reparasi elektronik,
barang-barang bekas, koran, majalah, perabot-perabot rumah tangga, pasar,
toko, TV, radio, internet, dan sebagainya. Guru dan buku bukan merupakan
sumber dan media sentral, demikian pula guru tidak dipandang sebagai orang
yang serba tahu, sehingga guru tidak perlu khawatir menghadapi berbagai
pertanyaan.
Agar lebih jelasnya mari kita lihat bagaimana penerapan pembelajaran
kontekstual dibawah ini.
- Kegiatan Pendahuluan
1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses
pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL. Siswa dibagi ke dalam
beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa tiap kelompok ditugaskan
untuk melakukan identifikasi kebutuhan dan keinginan; misalnya kelompok
1 dan 2 melakukan identifikasi kebutuhan dan keinginan pada panti asuhan,
dan kelompok 3 dan 4 melakukan identifikasi kebutuhan dan keinginan pada
orang miskin yang ada di sekitar, melalui identifikasi tersebut siswa
ditugaskan untuk mencatat berbagai macam kebutuhan dan keinginan apa
saja yang ditemukan dilapangan.
3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh
setiap siswa.
- Kegiatan Inti

15
Kegiatan dilapangan, meliputi: (a) siswa melakukan identifikasi sesuai
dengan pembagian tugas kelompok, dan; (b) siswa mencatat hal-hal yang
mereka temukan sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan
sebelumnya. Kemudian kegiatan di kelas, meliputi: (a) siswa mendiskusikan
hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing; (b) siswa
melaporkan hasil diskusietiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan oleh kelompok lain.
- Kegiatan penutup, yaitu: (a) dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil
identifikasi sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai, dan; (b)
guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman
belajar mereka dengan tema “utamakan kebutuhan bukan keinginan”.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendekatan pendidikan matematika realistik dan pendekatan kentekstual
merupakan suatu cara ditempuh oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran
agar konsep yang disajikan dapat beradaptasi dengan peserta didik. Dalam
pendekatan pembelajaran matematika realistik ini peserta didik dituntun untuk
terlibat secara aktif dalam pembelajaran dan guru hanya sebagai fasilitator.
prinsip pembelajaran realistik merupakan dasar berpikir dan bertindak yang
benar dalam pembelajaran realistik. Dalam pemahaman akan prinsip-prinsip
pembelajaran realistik mutlak harus dikuasai oleh seorang guruyang hendak
menggunakan pendekatan pembelajaran ini. Pemahaman terhadap prinsip
jugatentunya agar guru ketika hendak mengemplementasikan pada proses
pembelajaran tidak terjadi kekeliruan atau kesalahan. Dalam pendekatan
kontekstual materi pembelajaran tidak hanya tekstual melainkan dikaitkan
dengan kehidupan sehari-hari siswa di lingkungan keluarga, masyarakat, alam
sekitar, dan dunia kerja, dengan melibatkan ketujuh komponen utama tersebut
sehinggga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Model pembelajaran
apa saja sepanjang memenuhi persyaratan tersebut dapat dikatakan
menggunakan pendekatan kontekstual.
3.2 Saran
Pendekatan pendidikan matematika realistik dan pendekatan kontekstual
merupakan pendekatan yang sedang marak diimplementasikan pada
pembelajaran matematika. Oleh karena itu diharapkan guru maupun calon guru
dapat memahami dan mengetahui baik secara konseptual maupun prosedural
mengenai pendekatan pembelajaran matematika yang didasarkan kepada
tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Dengan memahami pendekatan
pembelajaran maka guru dapat mengimplementasikannya dalam pembelajaran
sehingga pembelajaran dapat berlangsung optimal dan tujuan pembelajaran
dapat tercapai seefisien mungkin

17
DAFTAR ISI

Andriyani, L. (2016). Strategi Pembelajaran Matematika Realistik Dalam


Mengenalkan Matematika Permulaan Pada Anak Kelompok A di TK
Ananda Kudus .
Hidayat, M. (2012). Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran. INSANIA.
Sita Husnul Khotimah, M. A. (2020). Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Terhadap hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah
Pendidikan dan Pembelajaran, 492.
Supini, E. (2021). Kejar Cita. Retrieved from https://blog.kejarcita.id/sintaks-
pembelajaran-kontekstual-dan-contoh-rpp/

18
19

Anda mungkin juga menyukai