Anda di halaman 1dari 36

Strategi Belajar Mengajar Matematika

“Pendekatan Realistic Mathematics Education &


Problem Based Learning”

Dosen Pengampu :
Dra. Roseli Theis, M.S.

Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. Tulasih ( A1C217013 )
2. Jeny Wulandari ( A1C217040 )
3. Mastiuli ButarButar ( A1C217049 )
4. Deva Amelia ( A1C217052 )
5. Nadela Sadewata ( A1C217058 )
6. Indri Kartika Dewi ( A1C217061 )
7. Novita Anggraini Putri ( A1C217076 )

PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, rasa syukur kami ucapkan kehadirat Allah
SWT atas segala kemurahan, rahmat serta karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Pendekatan Realistic Mathematics Education dan
Problem Based Learning” meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam
proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar
Mengajar Matematika. Kami mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
dalam penyelesaian makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak terutama kepada Ibu Dra. Roseli Theis, M.S selaku dosen pengampu mata
kuliah ini yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun guna perbaikan makalah ini sangat kami
harapkan.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan informasi
dan bermanfaat dalam usaha pengembangan wawasan serta meningkatkan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Jambi, 22 Agustus 2019

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................


DAFTAR ISI .............................................................................................................

TUGAS WAJIB
1. Objek Langsung Dan Tidak Langsung Pada Pembelajaran
Matematika .......................................................................................................1
2. Perbedaan Dan Penjelasan Model, Strategi, Pendekatan,
Metode, Teknik, Dan Taktik Pembelajaran ......................................................3
3. Karakteristik topik pembelajaran matematika sekolah ...................................10

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................12
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………. 13
1.3 Tujuan Penulisan Makalah ..............................................................................14

BAB II PEMBAHASAN
3.1 Definisi Pembelajaran Matematika Realistik ………………………………..15
3.2 Prinsip-prinsip Pembelajaran Matematika Realistik ……………………… 16
3.3 Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik ………………………… 17
3.4 Sintaks Model Pembelajaran Matematika Realistik ……………………… 22
3.5 Kelebihan Model Pembelajaran Matematika Realistik …………………… 23
3.6 Kekurangan Model Pembelajaran Matematika Realistik ………………… 24
3.7 Penerapan Model Pembelajaran Matematika Realistik …………………… 24
3.8 Contoh Pembelajaran Matematika Realistik ……………………………… 25

BAB III PEMBAHASAN


4.1 Definisi Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) ………28
4.2 Prinsip-prinsip Dalam Penerapan PBL ……...………………………………30
4.3 Karakteristik Problem Based Learning (PBL) ………………………………32
4.4 Sintaks Model PBL …………………………………………………………33
4.5 Kelebihan Model PBL (Problem Based Learning) ………………………….34
4.6 Kelemahan Model PBL ……………………………………………………...35
4.7Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dalam Pembelajaran
Matematika ………………………………………………………………………36
4.8 Contoh pada pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ………………..36

BAB V PENUTUP … ..............................................................................................


5.1. Kesimpulan .................................................................................................40
5.2. Saran ...............................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat
menuntut kita untuk siap menghadapi segala tantangan dan permasalahan
yang muncul, sehingga menuntut dunia pendidikan termasuk matematika
untuk selalu berkembang guna menjawab tantangan dalam menghadapi
permasalahan tersebut. Namun, pada kenyataannya kemampuan siswa di
Indonesia untuk menerapkan pengetahuan yang sudah mereka dapat di
sekolah masih sangat rendah.
Saat ini Indonesia memiliki kualitas pendidikan yang rendah di semua
aspek. Ditinjau dari pendekatan mengajarnya, pada umumnya guru mengajar
hanya menyampaikan apa yang ada di buku paket dan kurang
mengakomodasi kemampuan siswanya. Dengan kata lain, guru tidak
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan
matematika yang akan menjadi milik siswa sendiri. Hal ini akan mematikan
potensi yang dimiliki oleh siswa.
Siswa hendaknya dilibatkan secara aktif di dalam membina konsep dan
pengetahuan yang berhubungan dengan setiap isi pelajaran yang
dipelajarinya. Siswa perlu menata nalarnya, membentuk kepribadiannya,
serta dapat menggunakan atau menerapkan pengetahuan yang dipelajarinya
dalam kehidupannya kelak sesuai dengan jenjang pendidikannya .
Sehubungan dengan itu diperlukan pendekatan pembelajaran yang selain
mengaktifkan guru juga mengaktifkan siswa salah satunya adalah Problem
Based Learning (PBL) dan Realistic Mathematics Education (RME).
Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk
belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi
pelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) siswa dihadapkan pada masalah-masalah sehari-hari dan
dalam pembelajaran siswa diajak untuk memecahkan masalah.
Pembelajaran Matematika Realistik merupakan pendekatan yang
orientasinya menuju kepada penalaran siswa yang bersifat realistik sesuai
dengan tuntutan kurikulum berbasis kompetensi yang ditujukan kepada
pengembangan pola pikir praktis, logis, kritis dan jujur dengan berorientasi
pada penalaran matematika dalam menyelesaikan masalah itu.
Bila anak belajar terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka
anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan pelajaran tersebut. Ini
berarti bahwa pembelajaran ditekankan pada keterkaitan antara konsep-
konsep dengan pengalaman anak sehari-hari. Dengan model Realistic
Mathematics Education (RME) siswa dapat membangun sendiri
pengetahuannya karena menggunakan realitas kehidupan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.2.1 Bagaimanakah konsep dan prinsip pendekatan Realistic Mathematics
Education?
1.2.2 Bagaimanakah karakteristik pendekatan Realistic Mathematics Education?
1.2.3 Bagaimanakah langkah-langkah (sintaks) dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan Realistic Mathematics Education?
1.2.4 Bagaimana penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education serta
kelebihan dan kekurangannya?
1.2.5 Bagaimanakah konsep dan prinsip Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning)?
1.2.6 Bagaimanakah karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning)?
1.2.7 Bagaimanakah langkah-langkah (sintaks) dalam pembelajaran menggunakan
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)?
1.2.8 Bagaimana penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning) serta kelebihan dan kekurangannya?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui konsep dan prinsip pendekatan Realistic Mathematics
Education.
1.3.2 Untuk mengetahui karakteristik pendekatan Realistic Mathematics
Education.
1.3.3 Untuk mengetahui langkah-langkah (sintaks) dalam pembelajaran
menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education.
1.3.4 Untuk mengetahui penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education
beserta kelebihan dan kekurangannya.
1.3.5 Untuk mengetahui konsep dan prinsip Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning).
1.3.6 Untuk mengetahui karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning).
1.3.7 Untuk mengetahui langkah-langkah (sintaks) dalam pembelajaran
menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).
1.3.8 Untuk mengetahui penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning) beserta kelebihan dan kekurangannya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pembelajaran Matematikan Realistik


Menurut Syarif (2015:108) Realistic Mathematic Education (RME)
merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika. Realistic
Mathematic Education (RME) yang dalam makna Indonesia berarti
pendidikan matematika realistik (PMR) dikembangkan berdasarkan
pemikiran Hans Freudenthal yang berpendapat matematika merupakan
aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realistas.
Menurut Syarif (2015: 109) strategi pembelajaran realistik merupakan
teori pembelajaran dalam matematika . teori pendekatan realistic pertama kali
di perkenalkan dan dikembangkan di belanda pada tahun 1970 oleh institut
Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan
bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan
aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan siswa dan
relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas
manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan
kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa.
Matematika Realistik (RME) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan
pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Pembelajaran RME
dikelas berorientasi pada karakteristik-karakteristik RME, sehingga siswa
mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep
matematika atau pengetahuan matematika formal.
Selanjutnya siswa diberikan kesempatan mengaplikasikan konsep-
konsep matematika untuk memecahkan masalah dalam bidang lain.Karena
matematika realistik menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak
pembelajaran, maka situasi perlu di usahakan benar-benar kontekstual atau
sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga siswa dapat memecahkan masalah
dengan cara-cara informal melalui matematisasi horizontal. Cara-cara
informal yang ditunjukkan oleh siswa digunakan sebagai inspirasi
pembentukan konsep atau aspek matematiknya ditingkatkan melalaui
matematika vertical.

2.2 Prinsip-prinsip Pembelajaran Matematika Realistik


1. Re-invention and progressive mathematizing
Siswa diberi kesempatan untuk mengalami proses pembelajaran
seperti para ilmuwan saat mereka menemukan suatu konsep melalui
masalah yang disajikan. Guru mendorong atau mengaktifkan siswa
dalam proses pembelajaran sehingga siswa merasa menemukan sendiri
apa yang dipelajarinya.
Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan masalah nyata yang
mempunyai beberapa cara penyelesaian kemudian dilanjutkan dengan
proses matematisasi horizontal yaitu mengubah masalah kontekstual
menjadi simbol-simbol informal yang dilanjutkan dengan matematisasi
vertikal yang merupakan proses pengorganisasian kembali dengan
menggunakan simbol-simbol matematika formal.
2. Didactical Phenomenology (fenomenologi didaktik)
Pada awal pembelajaran matematika siswa diberi masalah yang
terkait dengan kehidupan sehari-hari, kemudian mereka diminta untuk
menyelesaikan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri. Dengan
demikian penyajian masalah matematika didasarkan pada pertimbangan
kegunaan dan sumbangannya pada matematika lanjut. Ada dua
panadangan tentang matematika, pandangan pertama menyatakan
bahwa “matematika adalah alat”, sedangkan pandangan kedua
menyatakan bahwa “matematika adalah kegiatan manusia”.
Kedua pandangan tersebut masih sangat diperlukan dalam
pembelajaran matematika di Indonesia. Pandangan kedua yang
dianggap sebagai langkah pertama dalam pembelajaran matematika
adalah kegiatan peserta didik yang menjadi perhatian utama.
Selanjutnya pandangan pertama ditempatkan sebagai langkah kedua. Ini
berarti bahwa dalam pembelajaran matematika, kemampuan penerapan
matematika tetap perlu dialami peserta didik selagi dalam proses
pendidikan.
3. Self-developed model (Model yang dikembangkan sendiri)
Pada saat menyelesaikan masalah nyata siswa mengembangkan
model sendiri. Karena berpangkal pada masalah konteks dan akan
menuju ke matematika formal, serta ada kebebasan pada peserta didik,
maka tidak mustahil peserta didik akan mengembangkan model sendiri.
Model itu mungkin masih sederhana dan masih mirip dengan masalah
konteksnya. Model ini disebut “model of” dan sifatnya masih dapat
disebut “matematika informal”.
Selanjutnya mungkin melalui generalisasi atau formalisasi dapat
mengembangkan model yang lebih umum, yang mengarah ke
matematika formal. Model tahap kedua yang memiliki sifat lebih umum
ini disebut “model for”. Dua jenis proses demikian itu sesuai dengan dua
matematisasi, yang juga berurutan yaitu matematisasi horizontal dan
matematisasi vertikal, yang memungkinkan peserta didik dapat
menyelesaikan masalah tersebut dengan caranya sendiri. Dengan
demikian jelas sudah bahwa urutan pembelajaran yang diharapkan
terjadi dalam PMR adalah penyajian masalah nyata, membuat model
masalah, model formal dari masalah, dan pengetahuan formal.

2.3 karakteristik pembelajaran matematika realistic


Karakteristik pendekatan realistic adalah menggunakan konteks dunia
nyata, model-model (matematikasiasi), menggunakan produksi dan
konstuksi siswa, interaktif, dan keterkaitan (Treffers, 1991 ; Van den Heuvel-
Panhuizen 2010).
1. Menggunakan konteks (the use of context)
Pembelajaran diawali dengan menggunakan konteks (dunia
nyata). Masalah konteks yang diangkat sebagai langkah awal
pembelajaran harus merupakan masalah yang “dikenal” oleh peserta
didik. Dengan penggunaan konteks peserta didik dilibatkan secara
aktif untuk melakukan eksplorasi permasalahan.
Masalah konteks dapat disajikan diawal yaitu untuk
memungkinkan peserta didik membangun atau menemukan suatu
konsep, definisi, operasi ataupun sifat matematis, serta pemecahan
masalah itu. Di tengah yaitu untuk memantapkan apa yang telah
dibangun atau ditemukan. Di akhir pembelajaran yaitu untuk
megembangkan kemampuanpeserta didik dalam mengaplikasikan apa
yang telah dibangun atau ditemukan.

2. Menggunakan model (use models,bridging by vertical di instrument)


Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model
matematika yang di kembangkan sendiri oleh siswa, sebagai jembatan
dari pengetahuan dan matematika konkrit menuju pengetahuan
matematika tingkat formal. Dengan menggunakan instrumen-
instrumen vertical seperti model-model, skema-skema, diagram-
diagram,symbol-simbol dan sebagainya.
Secara umum ada dua macam model dalam pendidikan
matematika realistik, yaitu model of dan model for. Menurut
Gravemeijer ada empat level atau tingkatan dalam mengembangkan
model, yaitu model situasional, model referensial, general dan formal.
Adapun penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut
Contoh Masalah: Ali mengundang teman-temannya untuk menghadiri
perayaan ulang tahunnya. Pada acara tersebut setiap empat orang tamu
undangan duduk mengelilingi satu meja. Berapa banyak meja yang
harus disiapkan jika undangan seluruhnya sebanyak 36 orang ?
Level Definisi Contoh Jawaban Sementara
Situasional Level paling dasar Menyelesaikan masalah
dari pemodelan dengan cara menghitung
dimana pengetahuan banyak kursi dan meja
dan model masih sebenarnya yang ada dalam
berkembang dalam kelas (sebagai representasi
konteks situasi tempat perayaan ulang tahun)
masalah yang
digunakan.
Referensial Pada level ini, Membuat model untuk
peserta didik merepresentasikan situasi
membuat model ulang tahun. Misalnya:
untuk dan seterusnya ……. .
menggambarkan
situasi konteks
sehingga hasil
pemodelan ini
disebut sebagai
model dari (model
of) situasi.

General Pada level ini, model Pada level ini peserta didik
yang dikembangkan sudah mulai fokus pada
peserta didik sudah matematika, bukan lagi pada
mengarah pada konteks. Peserta didik
pencarian solusi menggunakan pengurangan
secara matematis. berulang dari 36, yaitu:
Model pada level ini 36–4–4–…–4 = 0
disebut model untuk
(model for)
penyelesaian
masalah

Formal Pada level ini, Pada level ini peserta didik


peserta didik sudah dengan bantuan guru sudah
bekerja dengan mulai mengembangkan
menggunakan algoritma atau prosedur
simbol dan pembagian bilangan.
representasi
matematis. Tahap ini
merupakan tahap
perumusan dan
penegasan konsep
matematika yang
bangun oleh peserta
didik.

3. Menggunakan kontribusi peserta didik (students contribution)


Kontribusi yang besar pada proses pembelajaran diharapkan
dating dari peserta didik, artinya semua pikiran (produksi dan
konstuksi) perserta didik diperhatikan. Bentuk konstribusi peserta
didik dapat berupa ide, variasi jawaban, atau variasi penyelesaian
masalah. Kontribusi tersebut dapat memperbaiki atau memperluas
konstruksi yang perlu dilakukan atau produksi yang perlu dihasilkan
sehubungan dengan pemecahan masalah kontekstual.
4. Menggunakan interaktivitas (interactivity)
Mengoptimalkan proses pemebelajaran melalui interaksi
peserta didik dengan peserta didik lainnya, peserta didik dengan guru
dan peserta didik dengan sarana prasarana merupakan hal penting
dalam pembelajaran matematika realistic. Interaksi tersebut sampai
proses konstruksi sehingga menjadi interasi bermanfaat. Interaksi
yang terjadi bisa merupakan pola interaksi social yang tidak terikat
pada topic atau materi pembelajaran seperti cara mengemukakan
pendapat. Ada juga interaksi yang terkait dnegan argumentasi secara
matematika, yaitu bagaimana peserta didik melakukan interaksi dan
negoisasi untuk memahami konsep-konsep matematika.

5. Terintegrasi dengan topik lainnya (intertwining)


Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, oleh karena
itu keterkaitan dan keintegritasian antar topik (unit pelajaran) harus di
eksplorasi untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang
lebih bermakna.
Kelima hal tersebut merupakan satu kesatuan yang menyokong
pendekatan realistik. Proses pengembangan konsep perkembangan
realistik bermula dari dunia nyata dan pada akhirnya perlu
merefleksikan hasil-hasil yang diperoleh dalam matematika tersebut
ke dalam bentuk alam yang nyata.
Artinya, yang dilakukan dalam proses matematika adalah
mengambil sesuatu bentuk dunia nyata di bawa kedalam model
matematikasasi dan pada akhirnya dikembangkan lagi kedalam
bentuk nyata.
Untuk menjembantani konsep-konsep matematika dalam
penerapan matematika sehari-hari digunakanlah model-model atau
penghubung model tersebut akan menjembatani siswa dari situasi real
ke situasi abstrak atau dari matematika informal kedalam matematika
formal. Model-model tersebut dikembangkan siswa
sendiri sehingga dinamakan self development models. Model
tersebut dimulai dari model situasi yang dekat dengan dunia nyata
siswa.
Pembelajaran realistik tentunya juga dikembangkan di
Indonesia. Dalam implementasinya pendekatan realistik harus di
dukung oleh sebuah perangkat pembelajaran yang dalam hal ini
adaalah buku panduan dalam mengajar yang sesuai dengan kondisi
bangsa Indonesia. Menurut Heruman (2009), bahwa implementasi
PMR di kelas meliputi tiga fase yaitu : (1). Fase pengenalan. (2). Fase
eksplorasi dan (3). Fase meringkas.
Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, kegiatan pertama yang
dilakukan oleh guru adalah dengan memperkenalkan masalah yang
dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari. Tujuannya untuk
memeberi pemahaman masalah kepada siswa. Dalam pembelajaran
matematika realistik, sebelum belajar matematika dalam sistem yang
formal, siswa di bawa kedalam situasi informal terlebih dahulu. Siswa
di perkenalkan dengan permasalahan yang dialami.
Dalam menyelesaikan masalah siswa dapat bekerja sendiri atau
bisa juga bekerja kelompok. Kemudian siswa membuat model sendiri
berdasarkan pengalaman sebelumnya atau mendiskusikan bersama
dengan teman sekelompok. Kemudian langkah selanjutnya siswa
membuat cara-cara pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan
atau infomasi yang dimiliki.

2.4 Sintaks Model Pembelajaran Matematika Realistik


1. Memahami masalah kontekstual
Pada langkah ini siswa diberikan masalah kontekstual dan siswa diminta
untuk memahami masalah kontekstual yang diberikan.
2. Menjelaskan masalah kontekstual
Pada langkah ini guru menjelaskan situasi dan kondisi masalah dengan
memberikan petunjuk atau saran seperlunya terhadap bagian tertentu yang
belum dipahami siswa.
3. Menyelesaikan masalah kontekstual
Setelah memahami masalah, siswa menyelesaikan masalah kontekstual
secara individual dengan cara mereka sendiri, dan menggunakan
perlengkapan yang sudah mereka pilih sendiri.

4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban


Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan jawaban soal secara berkelompok, untuk selanjutnya
dibandingkan dan didiskusikan di kelas. Di sini siswa dilatih untuk
belajar mengemukakan pendapat.

5. Menyimpulkan
Setelah selesai diskusi kelas, guru membimbing siswa untuk mengambil
kesimpulan suatu konsep atau prinsip.

2.5 Keunggulan Model Pembelajaran Matematika Realistik


1. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan
kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.
2. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa.
3. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan
tidak harus sama antara orang yang satu dengan orang yang lain. Setiap
orang dapat menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang
itu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut.
Dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan yang lain
akan dapat diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat.
2.6 kekurangan Model Pembelajaran Matematika Realistik
Sebagai sebuah pendekatan dengan paradigma baru, penerapan PMR
dalam pembelajaran tentunya juga mengalami beberapa kesulitan tau
kendala. Berikut ini adalah beberapa kesulitan dalam upaya implementasi di
lapangan.
1. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat yang dituntut
oleh pmrtidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu
dipelajari siswa, terlebih karena soal tersebut masing-masing harus bisa
diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
2. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk
menyelesaikan soal juga merupakan tantangan tersendiri.
3. Pemilihan alat-alat peraga harus cermat agar bisa membantu proses
berfikir siswa sesuai tuntutan PMR.
4. Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah,
sehingga siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar menanti
temannya yang belum selesai.

2.7 Penerapan Model Pembelajaran Matematika Realistik


Berikut ini akan disajikan contoh penerapan mengenai masalah konteks
dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan Pendidikan
Matematika Realistik.
Para peserta didik kelas 1 busana II diminta oleh guru menjahit busana
Untuk merancang baju sesuai dengan ide mereka masing-masing. Ayu dan
dita berencana membuat mini dress karena mereka menganggap baju jenis
tersebut lagi trend di kalangan remaja.
Mereka pergi ke toko “jangkrik” untuk membeli Kain dan kancing. Ayu
membeli 1 m kain dan 3 buah kancing seharga Rp 31.500,00 dan dita membeli
1,5 m kain dan 10 buah kancing seharga Rp 50.000,00. Jika dara
ingin membeli 3 m kain dan 8 kancing di toko yang sama dengan ayu
dan dita, berapa uang yang harus dikeluarkan oleh dara?
Penyelesaian dari permasalahan diatas dapat diselesaikan dengan
berbagai cara khususnya dalam materi SPLDV. Persoalan diatas dapat
diselesaikan mengguakan pendekatan Matematika Realistik yang akan
dijelaskan pada contoh pembelajaran berikut ini.

2.8 Contoh Pembelajaran Matematika Realistik


Berikut ini disajikan sebuah contoh pembelajaran matematika realistic
yaitu menentukan penyelesaian spldv dengan metode eliminasi yang
memberikan gambaran tentang tahapan-tahapan aktivitas pembelajaran yang
menggunakan pendekatan PMR.
Banyak permasalahan dalam kehidupan sehari – hari yang dapat
dituliskan dalam sistem persamaan linear sehingga lebih mudah diselesaikan.
Penerapan Pembelajaran RME pada materi sistem persamaan linear dua
variabel sebagai berikut :
1. Pembelajaran dimulai dengan masalah kontekstual/ realistik
Contoh masalah:
Para peserta didik kelas 1 busana II diminta oleh guru menjahit busana
Untuk merancang baju sesuai dengan ide mereka masing-masing. Ayu
dan dita berencana membuat mini dress karena mereka menganggap baju
jenis tersebut lagi trend di kalangan remaja.
Mereka pergi ke toko “jangkrik” untuk membeli Kain dan kancing. Ayu
membeli 1 m kain dan 3 buah kancing seharga Rp 31.500,00 dan dita
membeli 1,5 m kain dan 10 buah kancing seharga Rp 50.000,00. Jika dara
ingin membeli 3 m kain dan 8 kancing di toko yang sama dengan ayu dan
dita, berapa uang yang harus dikeluarkan oleh dara?
2. Peserta didik diberi kesempatan menyelesaikan masalah tersebut dengan
memilih/ membangun strategi sendiri. Guru memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk menyelesaikan contoh masalah tanpa
pemberitahuan langkah formalnya terlebih dahulu. Guru membiarkan
peserta didik menyelesaikan contoh masalah tersebut dengan cara mereka
sendiri. Waktu yang diberikan guru untuk peserta didik sekitar 10 menit.
3. Beberapa peserta didik menjelaskan caranya menyelesaikan masalah
informal. Penyelesaian contoh masalah secara informal berdasarkan
strategi peserta didik sendiri antara lain sebagai berikut.
a. Diketahui
Ayu: a + 3b = 31.500
Dita: 1,5 a + 10b = 50.000

Ditanya :
Berapa harga yang harus dibayar jjika ingin membeli 3 m kain dan 8
buah kancing?

Jawab:
1a + 3b = 31.500 x 10 10a + 30b = 315.000
1,5a + 10b= 50000 x 3 4,5a + 30b = 150.000
5,5a = 165.000
a = 30.000
Karena a = 30.000 sehingga a + 3b = 31.500
30.000 + 3b = 31.500
3b = 1.500
b = 500
Karena dara ingin membeli 3 m kain dan 8 buah kancing, maka uang
Yang harus ia keluarkan 3(30.000) + 8 (500) = 94.000,00
Jadi uang yang harus ia keluarkan adalah rp 94.000,00
b. Diketahui:
x = kain
y = kancing
Persamaan: x + 3y = 31.500…………(1)
1,5 x + 10y = 50.000………..(2)

Ditanya:
Jika dara ingin membeli 3 m kain dan 8 kancing, berapa uang yang
harus ia keluarkan?

Jawab:
x + 3y= 31.500 x = 31500 – 3y……..(3)
Substitusi 3 ke 2 didapat
1,5 ( 31.500 – 3y) + 10y = 50.000
47250- 4,5 y + 10y = 50.000
47250 + 5,5y = 50.000
5.5y = 2750
y = 500
y = 500 maka x + 3y = 31.500
x + 3(500)= 31.500
x + 1500 = 31.500
x = 30.00
Uang yang harus dikeluarkan dara adalah 3(30000) + 8(500) = 94.000.
Jadi uang yang harus dikeluarkan dara adalah rp 94.000,00

4. Peserta didik berdiskusi dan beberapa peserta didik memberi


tanggapannya tentang hasil jawaban yang telah disampaikan oleh teman
mereka beberapa peserta didik mengungkapkan pendapatnya berupa
setuju atau tidak setuju dengan jawaban temannya yang telah disampaikan
di papan tulis serta menyampaikan jika ada alternatif jawaban lain.

5. Guru bersama peserta didik mambahas kaitan permasalahan dengan


sistem Persamaan linear dua variabel. Kaitan contoh masalah yang telah
disajikan dengan materi sistem persamaan linear dua variabel adalah
contoh masalah tersebut terdiri dari dua persamaan yaitu ayu membeli 1
m kain dan 3 buah kancing seharga :
Rp 31.500,00 dan dita membeli 1,5 m kain dan 10 buah kancing seharga Rp
50.000,00. Selain itu, persamaan tersebut terdiri dari dua variabel yaitu kain
dan kancing yang misalkan dapat dilambangkan dengan x ( untuk kain) dan
y (untuk kancing).

6. Guru secara perlahan membawa peserta didik ke matematika formal guru


menjelaskan penyelesaian contoh masalah tersebut dengan metode
Eliminasi (sesuai dengan materi yang akan dibahas)
Diketahui:
Misalkan: harga kain dilambangkan dengan x
Harga kancing dilambangkan dengan y
Maka persamaannya 1x + 3y = 31.500
1,5x + 10y = 50.000

Ditanya:
Jika dara ingin membeli 3 meter kain dan 8 kancing, berapa uang yang
harus ia keluarkan?

Penyelesaian:
Langkah-langkah yang harus dilakukan pada metode eliminasi adalah:
Menghilangkan variabel x agar variabel x dapat dihilangkan, maka
koefisien x pada kedua persamaan harus sama. Jika koefisien kedua
persamaan tersebut tidak sama, maka kalikan masing – masing persamaan
itu terlebih dahulu sedemikian rupa sehingga koefisien x dari kedua
persamaan tersebut menjadi sama, kemudian jika tanda koefisien kedua
persamaan tersebut sama, maka kurangkan kedua Persamaan. Jika tanda
koefisien kedua persamaan tersebut berbeda, maka Jumlahkan kedua
persamaan tersebut.
1x + 3y = 31.500 x 3 3x + 9y = 94.500
1,5x + 10y= 50000 x2 3x + 20y = 100.000
-11 y =- 5.500
y = 500
Menghilangkan variabel y
Agar variabel y dapat dihilangkan, maka koefisien y pada kedua
persamaan harus sama. Jika koefisien kedua persamaan tersebut tidak
sama, maka kalikan masing – masing persamaan itu terlebih dahulu
sedemikian rupa sehingga koefisien x dari kedua persamaan tersebut
menjadi sama, kemudian jika tanda koefisien kedua persamaan tersebut
sama, maka kurangkan kedua Persamaan.
Jika tanda koefisien kedua persamaan tersebut berbeda, maka jumlahkan
kedua persamaan tersebut.
1x + 3y = 31.500 x 10 10x + 30y = 315.000
1,5x + 10y= 50000 x3 4,5x + 30y = 150.000
5,5x = 165.000
x = 30.000
Jadi harga kain = rp 30.000,00 dan harga kancing = rp 500,00
Uang yang harus dikeluarkan dara untuk membeli 3 m kain dan 8 kancing
adalah 3 (30.000) + 8(500)=94.000
Jadi uang yang harus dikeluarkan dara adalah rp 94.000,00
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Definisi Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)


Pembelajaran berbasis masalah telah digunakan dalam jangka waktu
yang cukup lama. Menurut Rideout (2001), model ini pertama kali diterapkan
di McMaster University School of Medicine Kanada pada tahun 1961.
Beberapa ahli yang sangat peduli dengan dunia pembelajaran mengemukakan
pendapat mereka tentang definisi atau pengertian dari model pembelajaran
berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL).
Menurut Boud & Feletti (1991) pembelajaran berbasis masalah sebagai
suatu pendekatan kearah penataan pembelajaran yang melibatkan para peserta
didik untuk menghadapi pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk
menghadapi permasalahan melalui praktik nyata sesuai dengan kehidupan
sehari-hari.
Menurut Duch (1995) model pembelajaran berbasis masalah adalah
suatu model pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada tantangan
belajar untuk belajar. Senada dengan kedua ahli di atas Finkle & Torp (1995)
mengemukakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah model
pembelajaran yang dapat membangun di sekitar suatu masalah nyata dan
kompleks yang secara alami memerlukan pemeriksaan, panduan informasi
dan refleksi, membuktikan hipotesis sementara dan diformulasikan untuk
dicarikan kebenaran atau solusinya.
Menurut Solso (2008) pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang
terarah secara langsung untuk melakukan suatu solusi atau jalan keluar untuk
sesuatu masalah yang spesifik. Gagne dalam Orton (1992) menyatakan bahwa
pemecahan masalah merupakan bentuk belajar yang paling tinggi.
Menurut Wina Sanjaya (2009), Problem Based Learning (PBL)
merupakan salah satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan
pembelajaran kontekstual. Pembelajaran artinya dihadapkan suatu masalah,
yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui masalah
tersebut siswa belajar keterampilan-keterampilan yang lebih mendasar.
Menurut Sumiati (2009) Problem Based Learning (PBL) adalah suatu
pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan
keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah, belajar
peranan orang dewasa yang auntentik serta menjadi pelajar mandiri.
Secara umum Problem Based Learning (PBL) adalah model
pembelajaran yang menekankan pada pemecahan autentik seperti masalah
yang terjadi dikehidupan sehari-hari. pembelajaran ini melibatkan murid
untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga
mereka dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah
tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah
Problem Based Learning (PBL) tidak dirancang untuk membantu
guru memberikan informasi yang sebanyak banyaknya kepada siswa, akan
tetapi dikembangkakn untuk membantu siswa mengembangkan
kemampuan berfikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual,
belajar melalui peran dewasa orang melaui pelibatan mereka dalam
pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang mandiri. Pemecahan
masalah juga membantu siswa dalam belajar tentang fakta, skill, konsep dan
prinsip-prinsip melalui ilustrasi aplikasi objek-objek matematika dan kaitan
antar objek-objek tersenut.
Hal ini berarti sebelum pelajar belajar, mereka diberikan umpan
berupa masalah. Masalah diajukan agar pelajar mengetahui bahwa mereka
harus mempelajari beberapa pengetahuan baru sebelum mereka
memecahkan masalah tersebut. Dalam prosesnya, model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) digunakan untuk memecahkan masalah
atau menemukan tantangan-tantangan yang dihadapi dalam hidup dan
pekerjaan.

3.2 Prinsip-prinsip dalam penerapan PBL


Pembelajaran berbasis masalah secara khusus melibatkan pembelajar
bekerja pada masalah dalam kelompok kecil yang terdiri dari lima orang
dengan bantuan asisten sebagai tutor. Masalah disiapkan sebagai konteks
pembelajaran baru. Analisis dan penyelesaian terhadap masalah itu
menghasilkan perolehan pengetahuan dan keterampilan pemecahan masalah.
Permasalahan dihadapkan sebelum semua pengetahuan relevan
diperoleh dan tidak hanya setelah membaca teks atau mendengar ceramah
tentang materi subjek yang melatarbelakangi masalah tersebut. Hal inilah
yang membedakan antara PBL dan metode yang berorientasi masalah
lainnya. Tutor berfungsi sebagai pelatih kelompok yang menyediakan
bantuan agar interaksi pembelajar menjadi produktif dan membantu
pembelajar mengidentifikasi pengetahuan yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah.
Hasil dari proses pemecahan masalah itu adalah, pembelajar
membangun pertanyaan-pertanyaan (isu pembelajar) tentang jenis
pengetahuan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah? setelah itu,
pembelajar melakukan pemecahan pada isu-isu pembelajar yang telah
diidentifikasi dengan menggunakan berbagai sumber.
Untuk itu pembelajar disediakan waktu yang cukup untuk belajar
mandiri. Proses ini akan menjadi lengkap bila pembelajar melaporkan hasil
pemecahannya (apa yang dipelajari) pada pertemuan berikutnya. Tujuan
pertama dari paparan ini adalah untuk menunjukkan hubungan antara
pengetahuan baru yang di peroleh dengan masalah yang dikuasai pembelajar.
Fokus yang kedua adalah untuk bergerak pada level pemahaman yang
lebih umum, membuat kemungkinan transfer pengetahuan baru. Setelah
melengkapi siklus pemecahan masalah ini, pembelajar akan memulai
menganalisis masalah baru, kemudian diikuti lagi oleh prosedur.

3.3 Karakteristik Problem Based Learning (PBL)


Adapun karakteristik atau ciri- ciri dari Karakteristik Problem Based
Learning (PBL) sebagai berikut :
1. Belajar dimulai dengan satu permasalahan.
2. Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata
murid.
3. Mengorganisasikan pelajaran yang berkaitan dengan masalah tersebut
dan bukan terkait disiplin tertentu.
4. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada murid dalam
membentuk dan menjalalnkan secara langsung proses belajar mereka
sendiri.
5. Menggunakan kelompok kecil.
6. Menuntut murid untuk mendemonstrasikan yang telah mereka pelajari
dalam bentuk produk atau kinerja.
Sedangkan dalam model pembelajaran Problem Based Learning (PBL),
mempunyai ciri-ciri utama yang terdapat diantaranya sebagai berikut :
1. Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan siswa
hanya sekadar mendengarkan, mencatat kemudian mneghafal materi
pelajaran, akan tetapi melalui strategi pembelajaran berbasis masalah
siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan
akhirnya menyimpulkannya.
2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.
Strategi pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai
kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya tanpa masalah tidak
mungkin ada proses pembelajaran.
3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berfikir secara ilmiaih. Berfikir dengan mengunakan metode ilmiah
adalah proses berfikir deduktif dan induktif. Proses berfikir ini dilakukan
secara sistematis dan empiris, sistematis artinya berfikir ilmiah dilakukan
melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses
penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.

3.4 Sintaks Model PBL


1. Tahap 1 (Orientasi siswa pada masalah)
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan alat bahan
yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita
untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam
pemecahan masalah yang dipilih.
2. Tahap 2 (Mengorganisasi siswa untuk belajar)
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasi
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3. Tahap 3 (Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok)
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
4. Tahap 4 (Mengembangkan dan menyajikan hasil karya)
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka
untuk berbagi tugas dengan temannya.
5. Tahap 5 (Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah)
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

3.5 Keunggulan Model PBL (Problem Based Learning)


Menurut Syarif (2015:46) setiap model pembelajaran mempunyai
keunggulan. Dalam model ini ada beberapa keunggulan model pembelajaran
berbasis masalah diantaranya:
1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2. Berpikir dan bertindak kreatif.
3. Siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
4. Mengidentifikasi dan mengevaluasi penyelidikan.
5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang bagi perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk
menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi dengan tepat.
7. Dapat membuat pendidikan lebih relevan dengan kehidupan.
Menurut Suyadi (2013: 62) keunggulan strategi PBL adalah sebagai
berikut:
1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran.
2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik,
sehingga memberikan keleluasaan untuk menentukan pengetahuan baru
bagi peserta didik.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran
peserta didik.
4. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana
mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam
kehidupan nyata.
5. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam
pembelajaran yang dilakukan.
6. Peserta didik mampu memecahkan masalah dengan suasana
pembelajaran yang aktif menyenangkan.
7. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik
untuk berpikir kritis dn mengembangkan kemampuan mereka guna
beradaptasi dengan pengetahuan baru.
8. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta didik
untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia
nyata.
9. PBM dapat mengembangkan minat peserta didik untuk
mengambangkan konsep belajar secara terus menerus, karena dalam
praksisnya masalah tidak akan pernah selesai. Artinya ketika satu
asalah selesai diatasi, masalah lain muncul dan membutuhkan
penyelesaian secepatnya.
3.6 Kelemahan Model PBL
Menurut Suyadi (2013:46) selain memiliki keunggulan, strategi
pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Ketika peserta didik tidak memiliki minat tinggi, atau tidak mempunyai
kepercayaan diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah yang
dipelajari, maka mereka cenderung enggan untuk mencoba karena takut
salah
2. Tanpa pemahaman “mengapa mereka berusaha” untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa
yang mereka ingin pelajari . Artinya perlu dijelaskan manfaat
menyelesaikan masalah yang dibahas pada peserta didik
3. Proses pelaksanaan PBL membutuhkan waktu yang lebih lama atau
panjang. Itu pun belum cukup, karena sering kali peserta didik masih
memerlukan waktu tambahan untuk menyelesaikan persoalan yang
diberikan. Padahal, waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan
beban kurikulum yang ada.
Menurut Syarif (2015: 77) beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk
menerapkan model ini. Misalnya terbatasnya sarana prasarana atau media
pembelajaran yang dimiliki dapat menyulitkan siswa untuk melihat dan
mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan konsep yang diajarkan.

3.7 Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dalam


Pembelajaran Matematika
Berikut ini akan disajikan contoh mengenai masalah konteks dalam
pembelajaran matematika dengan menggunakan Pendidikan Matematika
Problem Based Learning .
Umur Nisa 4 tahun lebih tua dari Maulana. Jumlah kuadrat umur mereka
adalah 136.
a) Bagaimanakah bentuk persamaan yang terjadi?
b) Tentukanlah berapa umur mereka masing-masing!
3.8 Contoh pada pembelajaran Problem Based Learning (PBL)\
Contoh pada pembelajaran Problem Based Learning meliputi kegiatan, yaitu:
1. Tahap – 1: Mengorientasi siswa pada masalah
Pada kegiatan ini guru memulai pelajaran dengan memberikan salam
pembuka, mengingatkan siswa tentang materi pelajaran yang lalu,
memotivasi siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan
model pembelajaran yang akan dijalani. Pada kegiatan ini guru
mengajukan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari–hari
sesuai dengan materi yang diajarkan misalkan materi tentang persamaan
kuadrat, melalui pemberian Lembar Kegiatan Siswa. Selain itu guru juga
meminta siswa untuk mempelajari masalah tersebut dan
menyelesaikannya secara berkelompok.
Contoh permasalahan:
Umur Nisa 4 tahun lebih tua dari Maulana. Jumlah kuadrat umur mereka
adalah 136.
a) Bagaimanakah bentuk persamaan yang terjadi?
b) Tentukanlah berapa umur mereka masing-masing!
Persoalan diatas dapat diselesaikan mengguakan model pembelajaran PBL
yang akan dijelaskan pada contoh pembelajaran berikut ini..

2. Tahap -2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar


Dalam tahap ini, pertama guru meminta siswa untuk berkelompok sesuai
dengan kelompoknya masing-masing. Pembagian kelompok dapat
dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antar siswa dan
guru.Membimbing siswa untuk aktif dalam pembelajaran,
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
tersebut.

3. Tahap -3: Membantu siswa memecahkan masalah


Pada tahap ini, siswa melakukan penyelidikan/pemecahan masalah secara
bebas dalam kelompoknya. Guru bertugas mendorong siswa
mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen aktual hingga mereka
benar-benar mengerti dimensi situasi permasalahannya. Tujuannya
adalah agar siswa mampu mengumpulkan informasi yang cukup yang
diperlukan untuk mengembangkandan menyusun ide-ide mereka
sendiri.Untuk itu guru harus lebih banyak tahu tentang masalah yang
diajukan agar mampu membimbing siswa dan memecahkan masalah.
Langkah-langkah penyelesaian masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Langkah -1: Memahami Masalah
Mengarahkan siswa mengamati soal dan mengerti apa yang diminta
dalamsoal. Siswa berdiskusi dengan pasangannya bagaimana cara
menyelesaikan permasalahan yaitu dengan cara:
1. Menuliskan apa yang diketahui dalam soal.
2. Menuliskan apa yang ditanya dalam soal.
Contoh:
Diketahui: Umur Nisa 4 tahun lebih tua dari umur Maulana
Jumlah kuadrat umur mereka = 136
a. Bentuk persamaan
b. Umur Nisa dan Maulana
2. Langkah -2: Merencanakan penyelesaiannya
Strategi yang digunakan menggunakan kalimat terbuka. Setiap
kelompok mengilustrasikan masalah yang ada pada contoh tersebut.
Siswa menentukan variabel yang dapat digunakan untuk
menyelesaikanmasalah ke model matematika. Kemudian membuat
masalah ke dalam model matematika.
Misalkan:
Umur Maulana = x dan umur Nisa = y
Sehingga model matematikanya y = 4 + x

3. Langkah -3: Melaksanakan masalah sesuai rencana


Mengarahkan siswa dalam menetapkan konsep yang telah dipelajari
untuk menyelesaikan masalah berdasarkan model matematika
kemudian melakukan penyelesaian masalah.
Misalnya:
Jumlah kuadrat = y2 + x2 = 136
(4 + x)2 + x² = 136
16 + 8x + x2 + x2 = 136
2x2 + 8x – 120 = 0
x2 + 4x – 60 = 0
Bentuk persamaan yang terjadi adalah x2 + 4x – 60 = 0
Untuk mengetahui umur Maulana dan Nisa, terlebih dahulu
diselesaikan persamaan x2 + 4x – 60 = 0, dengan cara memfaktorkan:
x2 + 4x – 60 = 0
(x – 6)(x + 10) = 0
x– 6 = 0 atau x + 10 = 0
x = 6 atau x = -10 (Tidak Memenuhi)
sehingga diperoleh umur :
Maulana = x = 6 tahun
Nisa = y = 4 + x = 4 + 6 = 10 tahun
4. Langkah -4: melakukan pengecekan kembali terhadap semua
langkah yang dikerjakan
Dengan melihat kembali dari langkah 1 sampai 3, maka pemecahan
masalah disimpulkan guru apakah semua langkahnya sudah benar.
Memasukkan nilai x = 6 dan nilai y = 10 ke persamaan
y2 + x2 = 136
10² + 6² = 136
100 + 36 = 136
136 = 136 (benar)
Sehingga dapat disimpulkan semua langkah dan jawabannya sudah
benar.

4. Tahap-4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil pemecahan


masalah
Pada tahap ini guru memilih secara acak kelompok yang mendapat tugas
untuk mempresentasikan hasil diskusinya, serta memberikan kesempatan
kepada kelompok lain untuk menanggapi dan membantu siswa
mengalami kesulitan.Kegiatan ini berguna untuk mengetahui hasil
sementara pemahaman dan penyusunan siswa terhadap materi yang
disajikan.

5. Tahap -5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan


masalah
Pada tahap ini guru membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah yang telah mereka kerjakan. Sementara itu
siswa menyusun kembali hasil pemikiran dan kegiatan yang dilampaui
pada tahap penyelesaian masalah.
BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Realistic Mathematic Education (RME) merupakan salah satu
pendekatan dalam pembelajaran Matematika. Strategi pembelajaran realistic
merupakan teori pembelajaran dalam matematika. Teori ini mengacu pada
pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan
dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Yang artinya
matematika harus dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan nyata
sehari-hari.
Karena matematika realistik menggunakan masalah realistic sebagai
pangkal tolak pembelajaran, maka situasi perlu di usahakan benar-benar
konstektual atau sesuai dengan pengalaman manusia, sehingga manusia dapat
memecahkan masalah dengan cara-cara informal melalui matematisasi
horizontal. Cara informal yang di tunjukan oleh manusia digunakan sebagai
inspirasi pembentukan konsep atau aspek matematiknya ditingkatkan melalui
matematika vertical.
Beberapa prinsip dan karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik
: Prinsip Re-invention and progressive mathematizing, Didactical
Phenomenology, Self-developed model dan karakteristik konteks dunia nyata,
model-model (matemayikasasi), menggunakan produksi dan konstuksi siswa,
interaktif, keterkaitan.
Secara umum Problem Based Learning (PBL) merupakan model
pembelajaran menekankan pada pemecahan autentik seperti masalah yang
terjadi di kehidupan sehari-hari. Pembelajaran ini melibatkan peserta didik
untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Ketika dalam pembelajaran peserta didik di beri umpan balik berupa
masalah, mereka harus memepelajari beberapa pengetahuan baru sebelum
memecahkan masalah tersebut. Tujuan mencapai Problem Based Learning
(PBL) adalah membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berfikir,
pemecahan masalah dan keterampilan intelektual. Adapun beberapa
karakteristik Problem Based Learning (PBL) : belajar di mulai dengan satu
permasalahan, menggunakan kelompok kecil, memastikan bahwa masalah
tersebut berhubungan dengan dunia nyata peserta didik.

1.5 Saran
Dalam memilih metode kita harus menyesuaikan dengan materi
pelajaran yang dipilih, karena tidak semua metode pembelajaran bisa di pakai
atau digunakan untuk materi pelajaran. Dengan menggunakan metode
Realistic Mathematic Education (RME) matematika berkaitan dengan realita
atau aktivitas manusia.
Dapat dikatakan matematika relevan dengan kehidupan nyata sehari-
hari. Maka situasi perlu di usahakan benar-benar konstektual atau sesuai
dengan pengalaman manusia, sehingga manusia dapat memecahkan masalah
dengan cara-cara informal
Demi menuntut kesiapan bagi peserta didik apalagi sebagai pendidik
sebagai fasilitator dan pembimbing Problem Based Learning (PBL)
sebaiknya wajib di tetapkan dalam pembelajaran. Karena PBL merupakan
model pembelajaran menekankan pada pemecahan autentik seperti masalah
yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Dan membantu peserta didik
mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah dan keterampilan
intelektual.
DAFTAR PUSTAKA

Gagne.R. m. (1985).The condition of learning and theory of instruction.Fourth


edition, CVS College publishing.

Tung Khoe Yao. 2015. Pembelajaran dan Perkembangan Belajar. Jakarta: Indeks.

Sumantri, Mohamad Syarif. 2015. Strategi Pembelajaran Teori dan Praktik di


TingkatPendidikan Dasar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya

Erman Suherman dan Udin S. Winataputra (1992/1993). Strategi Belajar Mengajar


Matematika. Modul 1-9. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai