Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PERMASALAHAN DALAM PENDIDIKAN MATEMATIKA

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Problematika Pendidikan Matematika

Dosen Pengampu : Ciptianingsari Ayu Vitantri, M. Pd.

Disusun oleh :

Umi Rahma Wahidah (2420001)


Miftakhul Khoiroh (2420002)
Nisatun Nahdliya (2420008)
Ahmad Habibulloh (2420011)
Siti Nur Hidayah (2420015)

PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL’ULUM JOMBANG

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas nikmat dan karunianya, penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Permasalahan dalam Pendidikan Matematika”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Problematika Pendidikan Matematika.
Dalam makalah ini akan membahas tentang Permasalahan dalam Pendidikan Matematika.

Tak lupa penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu kami
Ciptianingsari Ayu Vitantri, M. Pd. yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan,
sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberi wawasan lebih kepada pembaca khususnya mahasiswa
jurusan Pendidikan Matematika. Akhir kata penyusun mengucapkan terimakasih dan mohon
maaf yang sebesar-besarnya jika ada salah kata.

Jombang, 05 Maret 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 2
BAB I ...................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 4
C. Tujuan Masalah ........................................................................................................................... 4
D. Manfaat Penulisan ....................................................................................................................... 4
BAB II..................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
2.1 Hakikat Pembelajaran Matematika ............................................................................................... 6
2.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah ........................................................................................... 6
2.3 Problematika dalam Pendidikan Matematika di Sekolah.............................................................. 7
2.4 Solusi dari Problematika dalam Pendidikan Matematika di Sekolah ........................................... 9
BAB III ................................................................................................................................................. 15
PENUTUP ............................................................................................................................................ 15
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 15
3.2 Saran ........................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 16

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan adanya perubahan
perilaku baik potensial maupun aktual dan bersifat relatif permanen sebagai akibat dari
latihan dan pengalaman. Sedangkan kegiatan pembelajaran adalah kegiatan interaksi
antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Dalam kegiatan pembelajaran siswa dituntut keaktifannya. Aktif yang dimaksud adalah
siswa aktif bertanya, mempertanyakan, mengemukakan gagasan dan terlibat aktif
dalam kegiatan pembelajaran, karena belajar memang merupakan suatu proses aktif
dari siswa dalam membangun pengetahuannya. Sehingga, jika pembelajaran tidak
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran
tersebut bertentangan dengan hakikat belajar.
Dalam kegiatan pembelajaran siswa tidak hanya dituntut keaktifannya saja tapi
juga kekreativitasannya, karena kreativitas dalam pembelajaran dapat menciptakan
situasi yang baru, tidak monoton dan menarik sehingga siswa akan lebih terlibat dalam
kegiatan pembelajaran.
Tujuan diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah
adalah memberi tekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta pada
keterampilan dalam penerapan matematika, seperti yang dikemukakan Erman
Suherman . Belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi sebab
matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak yang berkenaan dengan ide-ide,
struktur hubungan-hubungan yang diatur secara logis yang akan membawa terjadinya
proses pembelajaran matematika itu sendiri. Beberapa faktor yang mementukan
terjadinya proses pembelajaran matematika meliputi : siswa, pengajar atau tenaga
pendidik, sarana, dan prasarana, serta penilain disamping materi pelajaran. Proses
pembelajaran akan berhasil apabila faktor-faktor tersebut dikelola dengan baik.
Pengelolaan pembelajaran di kelas biasanya didominasi oleh guru, disinilah pangkal
kesalahan dari guru dalam mengelola kelas. Guru seharusnya bisa mengurangi
dominasi dan dalam pembelajaran siswa yang seharusnya lebih banyak diberikan porsi.
Keberhasilan proses pembelajaran terletak pada turut sertanya peserta didik secara aktif
oleh karena itu apapun metode yang digunakan dalam proses pembelajaran harus
memungkinkan peserta didik dapat belajar secara aktif. Karena apabila peserta didik

3
tidak dapat diarahkan untuk aktif, maka interaksi dan komunikasi dalam pembelajaran
tidak akan terjadi. Untuk itulah perlu diguakan cara-cara mengajar yang sesuai dan
bervariasi dalam proses pembelajaran matematika
Dalam pembelajaran matematika seringkali siswa merasa kesulitan dalam
belajar, selain itu belajar siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang
konsep salah. Akibatnya prestasi siswa baik secara nasional maupun internasional
belum menggembirakan. Rendahnya prestasi disebabkan oleh faktor siswa yaitu
mengalami masalah secara komprehensip atau secara parsial. Sedangkan guru yang
bertugas sebagai pengelola pembelajaran seringkali belum mampu menyampaikan
materi pelajaran kepada siswa secara bermakna, serta penyampaiannya juga terkesan
monoton tanpa memperhatikan potensi dan kreativitas siswa sehingga siswa merasa
bosan karena siswa hanya dianggap sebagai botol kosong yang siap diisi dengan materi
pelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika guru harus
menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi dan disesuaikan dengan kondisi
siswa sehingga siswa lebih memahami materi yang disampaikan dan siswa lebih
berkesan dengan pembelajaran yang telah disampaikan serta siswa akan lebih
mengingat dan tidak mudah melupakan hal- hal yang dipelajarinya.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Apakah problematika yang ditemui di sekolah dalam pembelajaran matematika?
2. Bagaimana alternatif solusi untuk mengatasi problematika yang dihadapi?

C. Tujuan Masalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Menginformasikan problematika yang ditemui di sekolah dalam pembelajaran
matematika.
2. Untuk mengetahui alternatif solusi untuk mengatasi problematika yang dihadapi.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah diharapkan mampu menambah informasi
kepada pembaca tentang problematika dan alternatif solusi yang dapat
diimplementasikan dalam pendidikan matematika khususnya interaksi belajar yang
terjadi di kelas. Dengan bertambahnya wawasan tentang problematika dan berbagai

4
alternatif solusinya ini, diharapkan semakin banyak pihak yang tertarik untuk
mengembangkan dan meneliti metode ataupun pendekatan-pendekatan pembelajaran
guna mengatasi masalah pendidikan yang dihadapi dan tentunya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di negara ini.

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Pembelajaran Matematika
Pembelajaran sebagai proses kegiatan belajar mengajar yang melibatkan guru dan
siswa untuk mencapai tujuan/indikator yang telah ditentukan (Hamzah,2011:148).
Pembelajaran mengandung makna belajar dan mengajar, atau merupakan kegiatan belajar
mengajar. Belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai subjek
yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan
oleh guru sebagai pemberi pelajaran. Kedua aspek tersebut akan berkolaborasi secara
terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dengan siswa.

Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh
guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir siswa yang dapat meningkatkan
kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi
matematika (Susanto, 2014:160). Dalam proses pembelajaran matematika, baik guru
maupun siswa bersama-sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran akan mencapai hasil yang maksimal apabila pembelajaran


berjalan secara efektif. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu
melibatkan seluruh siswa secara aktif. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses
dan segi hasil. Pertama, dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas
apabila seluruhnya atau sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental,
maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping menunjukkan semangat belajar
yang tinggi dan percaya pada diri sendiri. Kedua, dari segi hasil, pembelajaran dikatakan
efektif apabila terjadi perubahan tingkah laku kearah positif, dan tercapainnya tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.

2.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah


Berbagai pendapat muncul mengenai definisi matematika, dipandang dari
pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa
matematika itu bahasa simbol, matematika adalah bahasa numerik, matematika adalah
bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional, dan masih banyak
lagi yang lainnya.

6
Banyak jawaban yang muncul terhadap pertanyaan "what is matematics?”,
diantaranya ada yang mendefinisikan "mathematics is power” dan "mathematics is a tool".
Mathematics is power, Ruseffendi ET (1980 : 148) mengemukakan bahwa matematika
terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan
penalaran. Simbol ataau notasi dalam matematika mempunyai peranan penting dalam
mengkomunikasikan ide-ide dalam membangun matemaiika. Terbentuknya suatu konsep
matematika melalui proses berikut, adanya simbol-simbol dari ide-ide dengan
mengkomunikasikan simbol-simbol akan membangun konsep-konsep matematika sebagai
kekuatan. Kline (1973) dalam bukunya mengatakan matematika bukanlah pengetahuan
yang menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika
itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan dan menguasai persoalan
sosial, ekonomi dan alam. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir,
dikatakan sebagai alat karena matematika dapat membantu mengembangkan ilmu yang
lain memecahkan masalah kehidupan serta mengembangkan ilmu untuk dirinya sendiri
dan dikkembangkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karakteristik pembelajaran matematika diantaranya: pembelajaran matematika adalah
berjenjang, pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral, pengajaran matematika
menekankan pola berfikir deduktif, pembelajaran matematika menganut kebenaran
konsistensi.
Salah satu tujuan diberikannya matematika dijenjang pendidikan dasar dan menengah,
yaitu untuk “Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari …” (Depdikbud 1994:1). Dikatakan pula oleh
Gagne (Ruseffendi, 1988: 165), bahwa objek tidak langsung dari mempelajari matematika
adalah agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah. Dari pendapat Gagne dan
tujuan Kurikulum Matematika, dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk dapat memecahkan
suatu masalah, para siswa perlu memiliki kemampuan bernalar yang dapat diperoleh
melalui pembelajaran matematika.

2.3 Problematika dalam Pendidikan Matematika di Sekolah


Peraturan Menteri (Permen) nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan secara jelas menyiratkan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik
setelah mempelajari matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah yang meliputi
kemampuan untuk memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Kompetensi lain yang diharapkan dimiliki

7
oleh peserta didik yaitu memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Kedua kompetensi tersebut memberikan makna bahwa dalam proses belajar mengajar
matematika, guru dan siswa harus menyadari bahwa sasaran dari belajar matematika
adalah kemampuan untuk memecahkan masalah serta menggunakannya dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam NCTM (1989) dinyatakan bahwa “… problem solving should become
the focus of mathematics in school”. Ini berarti bahwa fokus dari pembelajaran matematika
di sekolah adalah kemampuan siswa untuk memecahkan masalah. Masalah yang diberikan
kepada siswa mencakup masalah tertutup yaitu masalah dengan solusi tunggal, masalah
terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian.
Katagori masalah tersebut dikenal sebagai problem solving question. Dengan diberikannya
soal pemecahan masalah kepada siswa, maka kemampuannya dalam menyelesaiakan
dengan langkah-langkah yang tepat merupakan indikator ketercapaian kompetensi
tersebut. Langkah-langkah yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan langkah langkah
penyelesaian masalah menurut Polya, yaitu:
a) Memahami masalahnya. Dalam hal ini, pemecah masalah harus mengetahui apa yang
diketahui dan apa yang ditanyakan
b) Merencanakan cara penyelesaian
c) Memecahkan masalah sesuai dengan rencana; dan
d) Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.

Namun, dari hasil observasi proses belajar mengajar di kelas VIII SMP Negeri 3 Ubud
Kabupaten Gianyar serta diskusi dengan guru mata pelajaran Matematika terindikasi
beberapa permasalahan dalam proses belajar mengajar, diantaranya:

a. Kemampuan siswa, khususnya dalam pemecahan masalah matematika masih


memerlukan perhatian khusus.
b. Motivasi siswa untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah masih kurang.
c. Siswa lebih berorientasi untuk memecahkan soal-soal yang dapat diselesaikan dengan
prosedur rutin dan kurang memperhatikan bahwa kompetensi yang dituntut adalah
kemampuan dalam pemecahan masalah.
d. Siswa kurang terbiasa untuk memecahkan masalah. Ini yang merupakan indikasi
minimnya kesempatan berlatih dalam proses belajar mengajar di kelas.

8
e. Sebagian besar siswa belum mampu mengkomunikasikan gagasannya dengan
menggunakan simbol-simbol matematika, tabel dan grafik.
f. Terdapat kesalahan prosedur (algoritma) dalam proses penyelesaian masalah.
g. Masih terdapat kecendrungan terjadi kesalahan penulisan notasi ataupun langkah
dalam pemecahan masalah

Sebagian dari permasalahan yang dihadapi peserta didik di atas memerlukan penangan
secara cepat dan inovatif tentu oleh guru sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran di
kelas. Oleh karena itu, terdapat indikasi bahwa kesenjangan yang terjadi disebabkan
karena implementasi pendekatan pembelajaran yang belum mendukung secara maksimal
kesempatan siswa untuk berlatih memecahkan masalah. Padahal, jika dikaji secara rinci
sasaran yang ingin dicapai dalam belajar matematika dan karakteristik masing-masing
pendekatan pembelajaran, terdapat beragam model, strategi, pendekatan, ataupun metode
pembelajaran yang bisa diterapkan diantaranya model kooperatif (STAD, JIGSAW, TAI,
TGT, NHT, GI, dan sebagainya), pembelajaran kontekstual, inkuiri, dicovery learning,
problem based learning, project based learning, problem possing, dan masih banyak
pendekatan lainnya. Namun, dengan memperhatikan muara dari pembelajaran matematika
serta karakteristik masalah yang dialami oleh siswa kelas VIII SMPN 3 Ubud, pendekatan
Problem-Based Learning merupakan salah satu pendekatan yang relevan.

2.4 Solusi dari Problematika dalam Pendidikan Matematika di Sekolah


Suatu masalah dalam matematika sering diidentikan dengan soal matematika.
Sehingga apabila seseorang dihadapkan pada suatu masalah dalam hal ini soal matematika,
maka akan ada beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi di dalam proses pemecahan
masalah. Salah satu diantaranya adalah ia tidak mempunyai gambaran tentang
penyelesaiannya tetapi berkeinginan untuk menyelesaikannya, maka dapat dikatakan
orang tersebut berhadapan dengan suatu masalah. Dalam pembelajaran matematika
terutama dalam belajar dan mengajar pemecahan masalah seorang guru memposisikan
dirinya sebagai fasilitator bagi siswa. Dalam peranannya sebagai fasilitator seperti yang
dijelaskan oleh Munandar (1992: 45) seorang guru seharusnya:

1. Mendorong belajar mandiri sebanyak munkin


2. Dapat menerima gagasan- gagasan dari semua siswa
3. Memupuk siswa untuk memberi kritik secara konstuktif dan untuk memberikan
penilaian diri sendiri

9
4. Berusaha menghindari pemberian hukuman atau celaan terhadap ideide yang tidak
biasa
5. Dapat menerima perbedaan menurut waktu dan kecepatan antar siswa dalam
kemampuan berpikir.

Untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sangatlah


diperlukan suatu strategi khusus. Perry dan Conroy (dalam Sutawidjaja, 1998: 9)
mengemukakan mengenai strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah yaitu:

1) Strategi untuk meningkatkan kemampuan untuk memecahkan masalah yang


berkaitam dengan siswa;
a. Siswa harus diberanikan untuk menerima ketidaktahuan dan merasa senang untuk
mencari tahu
b. Setiap siswa dalam kelompok harus diberanikan untuk membuat soal atau
pertanyaan
c. Siswa diperbolehka memilih masalah-masalah dari sejumlah masalah yang
diberikan
d. Siswa harus diberanikan untuk mengambil resiko atau mencari alternatif
2) Strategi untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah yang berkaitan
dengan guru;
a. Guru harus sadar akan sikap positif dan cara-cara yang mengembangkan hal ini.
b. Guru harus berani mencari dan mengembangkan keterampilan siswa dalam
memecahkan masalah.
c. Guru harus mencari masalah yang menarik yang sering muncul secara spontan
d. Guru perlu memperjelas situasi belajar dengan bertanya untuk menggalakkan
jawaban dan penyajian siswa.
e. Guru harus mau membiarkan pemecahan suatu masalah menurut persepsi siswa
walaupun mungkin mempunyai arah yang berbeda dengan yang direncanakan.
f. Masalah tidak harus selalu diselesaikan oleh siswa, masalah dapat dilontarkan
sebagai awal dari penyajian materi baru.

Berkaitan dengan pendekatan Problem-Based Learning yang merupakan pendekatan


yang relevan sebagai salah satu alternatif solusi dari masalah pendidikan matematika yang

10
penulis temui di tingkat sekolah khususnya di SMP Negeri 3 Ubud, ada beberapa hal yang
sudah sepatutnya diperhatikan untuk meredusir masalah yang ditemui.

1. Pengajuan masalah atau pertanyaan


Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip atau
ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah
mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang keduaduanya
secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka dihadapkan
situasi kehidupan nyata yang autentik , menghindari jawaban sederhana, dan
memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu. Menurut Arends
(dalam Abbas, 2000:13), pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi
criteria sebagai berikut.
a. Autentik
Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari pada
berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
b. Jelas
Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah
baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
c. Mudah dipahami
Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu
masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
d. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran
Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya
masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai
dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah
disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
e. Bermanfaat
Yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik
siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah
yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir
memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.

11
2. Penyelidikan autentik
Pengajaran berbasis masalah siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari
penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan
mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan,
mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan),
membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan. Metode penyelidikan yang
digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.
3. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu
dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili
bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkip
debat, laporan, model fisik, video atau program komputer (Ibrahim & Nur, 2000:5-7
dalam Nurhadi, 2003:56)
4. Kerjasama
Model pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu
sama lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama
memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks
dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk
mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

Adapun prosedur-prosedur PBL yang penulis sarankan dalam pembelajaran di kelas


sesuai dengan fase/ tahapan pelaksanaan PBL sebagai berikut.

Fase Aktivitas guru

 Fase 1: Mengorientasikan siswa pada masalah


Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitasaktivitas
yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana
guru/dosen harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh
siswa/mahasiswa dan juga oleh dosen. Disamping proses yang akan berlangsung,
sangat penting juga dijelaskan bagaimana guru/dosen akan mengevaluasi proses
pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat
engage dalam pembelajaran yang akan dilakukan.
 Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar

12
Disamping mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL
juga mendorong siswa/mahasiswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah
sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru/dosen
dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa
dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang
berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat
digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi
antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya.
Guru/dosen sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing
kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran.
Setelah mahasiswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk
kelompok belajar selanjutnya guru dan mahasiswa menetapkan subtopik-subtopik
yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada
tahap ini adalah mengupayakan agar semua mahasiswa aktif terlibat dalam sejumlah
kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan
penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.
 Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan
teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter
yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan,
dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek
yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong mahasiswa untuk
mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai
mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar
mahasiswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide
mereka sendiri. Pada fase ini seharusnya lebih dari sekedar membaca tentang masalah-
masalah dalam buku-buku. Guru membantu mahasiswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan
pertanyaan pada mahasiswa untuk berifikir tentang massalah dan ragam informasi
yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.
 Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya) dan mempamerkannya
Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya) dan pameran.
Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu videotape (menunjukkan

13
situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari
situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia.
Tentunya kecanggihan artifak sangat dipengaruhi tingkat berfikir mahasiswa.
Langkah selanjutnya adalah mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai
organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan mahasiswa-
mahasiswa lainnya, guru-guru, orangtua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai”
atau memberikan umpan balik.
 Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu
mahasiswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan kete-rampilan
penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta
mahasiswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama
proses kegiatan belajarnya. Kapan mereka pertama kali memperoleh pemahaman
yang jelas tentang situasi masalah? Kapan mereka yakin dalam pemecahan tertentu?
Mengapa mereka dapat menerima penjelasan lebih siap dibanding yang lain?
Mengapa mereka menolak beberapa penjelasan? Mengapa mereka mengadopsi
pemecahan akhir dari mereka? Apakah mereka berubah pikiran tentang situasi
masalah ketika penyelidikan berlangsung? Apa penyebab perubahan itu? Apakah
mereka akan melakukan secara berbeda di waktu yang akan datang? Tentunya masih
banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan untuk memberikan umpan balik dan
menginvestigasi kelemahan dan kekuatan PBL untuk pengajaran.

14
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut

1. Terdapat beberapa problematika dalam pembelajaran matematika di sekolah


khususnya di SMP N 3 Ubud yang memerlukan penangan secara cepat dan inovatif
tentu oleh guru sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran di kelas. Terdapat
indikasi bahwa kesenjangan yang terjadi disebabkan karena implementasi
pendekatan pembelajaran yang belum mendukung secara maksimal kesempatan
siswa untuk berlatih memecahkan masalah
2. PBL adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan yang esensial dari materi
pelajaran.
3. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu
kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual dan belajar
menjadi pembelajar yang otonom. Pembelajaran berbasis masalah melibatkan siswa
dalam penyelidikan pilihannya sendiri, yang memungkinkan siswa
menginterpretasikan dunia nyata dan membangun pemahaman tentang fenomena
tersebut. Hal ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif solusi
dalam menghadapi problematika yang dihadapi

3.2 Saran
Dalam menyusun makalah ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi makalah ini
belumlah sempurna dan masih kurang baik mengenai materi maupun cara penulisannya.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari pihak lain yang dapat menyempurnakan makalah berikutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA
B, Hamzah., & Nurdin (2011). Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta: PT Bumi
Aksara

Ahmad Susanto. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana

Erman , Suherman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Konterporer. Jakarta:


IMSTEP Universitas Pendidikan Indonesia.

National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and evaluation


standards for school mathematics. Reston, VA: Author.

Roh & Kyeong Ha. 2003). Problem-Based Learning in Mathematics. ERIC Digest. ERIC
Clearinghouse for Science Mathematics and Environmental Education Columbus OH.

Shadiq, Fajar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah disajikan
dalam diklat instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar di PPPG
Matematika Yogyakarta.

Sulianto, Joko. 2011. Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Kreativitas Siswa dalam
Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar dengan Metode Pemecahan Masalah

http://www.dikti.go.id/index.php

16

Anda mungkin juga menyukai