MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Program Matematika Sekolah
Dosen Pengampu: Hikmatul Husna, M.Pd.
Oleh Kelompok 6
Ayu Budi Cahayani (1901105038)
Nurul Fathonah Najla (1901105078)
Muhammad Ilham Fikri Fathoni (1901105006)
Kelas – 7G
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2021
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
terlibat dalam pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Problematika Matematika Sekolah pada semester 7 di tahun akademik 2021/2022
dengan judul “Problematika Matematika Sekolah”
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
bersifat positif, guna penyusunan makalah yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini dapat memberikan informasi kepada
pembaca mengenai model-model pembelajaran.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika memiliki peranan penting dalam segala aspek kehidupan
terutama dalam meningkatkan daya pikir manusia (Sumatini, 2016, Sahudin,
2014; Damaningsih, 2016). Pembelajaran matematika merupakan suatu proses
yang mengandung dua jenis kegiatan yang tidak terpisahkan yaitu belajar dan
mengajar. Kedua kegiatan tesebut berpadu menjadi suatu kegiatan yang membuat
terjadinya interaksi antara peserta didik dengan guru dan sesama peserta didik
disaat berlangsungnya proses belajar disekolah (Sahudin, 2014).
Proses pembelajaran merupakan sesuatu yang penting dalam dunia
pendidikan yang patut diperhatikan, direncanakan dan dipersiapkan, karena
pembelajaran merupakan penentu utama dalam keberhasilan pendidikan (Hamid,
2013; Damaningsih, 2016). Proses belajar mengajar matematika berhubungan
dengan banyak konsep. Konsep matematika memiliki hubungan antara satu
konsep dengan konsep lainnya. Peserta didik menganggap bahwa matematika
merupakan pelajaran yang sulit, karena sifatnya yang abstrak (Novitasari, 2016).
Pada pembelajaran matematika penguasaan konsep menjadi salah satu
problematika yang sering muncul di sekolah menengah pertama (Novitasari,
2016). Konsep matematika yang abstrak tersusun secara berurutan dan berjenjang
serta diperlukan pembuktian khusus, sehingga dalam proses pembelajaran konsep
matematika sebelumnya harus dikuasai karena merupakan prasyarat untuk
melanjutkan konsep berikutnya (Misel, 2016; Suandito, 2017).
Kualitas pembelajaran memerlukan berbagai upaya untuk mewujudkannya.
Upaya tersebut terkait dengan berbagai komponen yang terlibat di dalam
pembelajaran (Hikmawati, 2013). Pemerintah perlu menghasilkan guru yang
berkualitas untuk setiap kelas matematika (Wasserman, 2010). Guru matematika
yang baik harus memberikan pengetahuan prasyarat, mempromosikan pemahaman
matematika, terlibat dan memotivasi peserta didik, dan membutuhkan manajemen
yang efektif (Wasserman, 2010). Jadi guru matematika yang kompeten diperlukan
dalam pembelajaran matematika untuk menghasilkan pembelajaran yang
berkwalitas.
Hasil belajar matematika masih jauh dari harapan, walaupun usaha-usaha
pemerintah untuk meningkatkan dan memperbaiki prestasi belajar matematika
dalam setiap jenjang pendidikan telah banyak dilakukan, antara lain: revisi
kurikulum matematika, penataran guru matematika, penyediaan sarana-prasarana
pembelajaran, dan sebagainya. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hasil
belajar matematika masih rendah (Hikmawati, Raras Kartika Sari Analisis
Problematika Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama dan Solusi
Alternatifnya Prismatika: Jurnal Pendidikan dan Riset Matematika Vol. 2 No. 1
(2019) 25 2013). Penggunaan metode yang kurang tepat dalam menyampaikan
4
materi dapat membuat proses belajar mengajar cenderung tidak efektif
(Agustyaningrum, 2016).
Masalah dalam belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu ketidakmampuan
belajar yang terletak dalam perkembangan kognitif peserta didik tersebut dan
penyebab kesulitan belajar di luar anak atau masalah lain pada peserta didik
(Dumont, 1994; Steenbrugge, et all., 2011; Asnawir & Usman B, 2002;
Hikmawati, 2013). Diagnosis ketidakmampuan belajar dapat ditarik dari penilaian
global anak termasuk pembelajaran dan konteks sekolah (Mazzocco & Myers,
2003; Steenbrugge, dkk., 2001). Diagnosis utama didasarkan pada gabungan
penggunaan alat diagnostik (Denburg & Tranel, 2003; Kamphaus, dkk., 2000;
Steenbrugge, et all., 2011).
Banyak peserta didik di semua tingkat pendidikan di negara-negara
berkembang memiliki masalah dalam pembelajaran matematika (Mundla, 2012).
Masalah yang timbul disebabkan oleh masalah dari dalam dan dari luar diri
peserta didik. Masalah akademik dan pribadi peserta didik dalam lembaga
pendidikan dapat diidentifikasi dan diselesaikan dalam sejumlah cara yang
berhubungan dengan psikolog pendidikan, konselor sekolah, dan penelitian
pendidikan. Biasanya, masalah peserta didik cenderung banyak, beragam dan
kompleks dan membutuhkan interdisipliner pendekatan untuk memahami mereka
secara memadai.
Problematika pembelajaran matematika dapat disebabkan oleh faktor dari
peserta didik maupun guru. Salah satu faktor guru yang menimbulkan
problematika dalam pembelajaran matematika adalah kurangnya penguasaan
metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam setiap
kelas yang berbeda.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaskud pembelajaran matematika?
2. Apa yang dimaksud problematika dalam Pendidikan matematik?
3. Bagaimana masalah yang berkaitan dengan metode pembelajaran matematika?
4. Macam-macam problematika matematika sekolah?
5. Apa solusi dari problematika matematika sekolah?
6. Problematika matematika dan solusi alternatif?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Pembelajaran Matematika Sekolah
2. Untuk mengetahui problematika dalam Pendidikan matematik
3. Untuk mengetahui masalah yang berkaitan dengan metode pembelajaran
matematika
4. Untuk mengetahui Macam-macam problematika matematika sekolah
5. Untuk mengetahui solusi dari problematika matematika sekolah
6. Untuk mengetahui Problematika matematika dan solusi alternatif
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
ketidakmampuan belajar dapat ditarik dari penilaian global anak termasuk
pembelajaran dan konteks sekolah (Mazzocco & Myers, 2003; Steenbrugge, dkk.,
2001). Diagnosis utama didasarkan pada gabungan penggunaan alat diagnostik
(Denburg & Tranel, 2003; Kamphaus, dkk., 2000; Steenbrugge, et all., 2011). Banyak
peserta didik di semua tingkat pendidikan di negara-negara berkembang memiliki
masalah dalam pembelajaran matematika (Mundla, 2012). Masalah yang timbul
disebabkan oleh masalah dari dalam dan dari luar diri peserta didik. Masalah
akademik dan pribadi peserta didik dalam lembaga pendidikan dapat diidentifikasi
dan diselesaikan dalam sejumlah cara yang berhubungan dengan psikolog pendidikan,
konselor sekolah, dan penelitian pendidikan.
Biasanya, masalah peserta didik cenderung banyak, beragam dan kompleks dan
membutuhkan interdisipliner pendekatan untuk memahami mereka secara memadai.
Problematika pembelajaran matematika dapat disebabkan oleh faktor dari peserta
didik maupun guru. Salah satu faktor guru yang menimbulkan problematika dalam
pembelajaran matematika adalah kurangnya penguasaan metode dan pendekatan
pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam setiap kelas yang berbeda.
7
b. Merencanakan cara penyelesaian
c. Memecahkan masalah sesuai dengan rencana; dan
d. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.
8
siswa bersangkutan untuk memecahkan masalah belajarnya. Pertama-tama
seorang siswa mengalami masalah secara aktif dengan teman-temannya;
kemudian, ia secara bertahap mampu secara bebas menginternalisasi konsep
(Taylor, 1993: 6). Potensi siswa lain dalam kelompok (lingkungan) dapat
memberikan keuntungan bagi seorang siswa dalam mengatasi kesulitannya dan
demikian pula sebaliknya. Dengan pengaturan yang baik, interaksi antarsiswa
akan menjadi optimal dalam kerja kelompok.
4. Menekankan Drill dan Kurang Mengembangkan Daya Nalar
Drill (latihan) soal-soal banyak dilakukan terutama menghadapi UAN
maupun Ulangan Blok atau UAS. Guru lebih intens dalam menggunakan drill
dengan pertimbangan bahwa soal Ulangan Blok atau UAS maupun UAN
menggunakan bentuk soal yang sesuai dengan drill, yaitu soal bentuk pilihan
ganda. Dalam pemecahan masalah, siswa tidak dibiasakan atau dikondisikan
untuk berlatih menyelesaikan soal dengan langkah-langkah yang logis dan
sistematis. Umumnya guru tidak cukup sabar untuk mencermati langkah-langkah
jawaban siswa. Dengan demikian banyak siswa yang lebih memilih jalan pintas
atau “njujug” tanpa mengetahui proses mendapatkan jawaban. Keterampilan
untuk mendapatkan jawaban secara cepat dan tepat perlu dimiliki siswa, namun
menurut NCTM (dalam Taylor, 1993: 14); kemampuan memberikan alasan secara
matematis, mengkomunikasikannya secara efektif, dan menciptakan hubungan
antara Matematika dengan subjek atau aspek lain dalam kehidupan juga tak kalah
pentingnya.
5. Meminta Siswa Menghafal Rumus
Menghafal rumus ataupun definisi masih sering ditekankan guru pada
siswanya. Walaupun pemahaman belum dimiliki dengan baik, hafalan diberikan
guru sebagai jalan pintas. Jalan pintas melalui hafalan dilakukan dengan
pertimbangan bahwa pemahaman akan dibenahi melalui latihan soal pada tahap
berikutnya. Menurut Ausubel, hafalan bertentangan dengan prinsip belajar
bermakna, karena menghafal sebenarnya mendapatkan informasi yang terisolasi
dengan struktur kognisi siswa (Hudoyo, 1988: 62). Dengan hafalan, sangat
mungkin pemahaman yang diperoleh tidak mantap. Pemahaman yang tidak
mantap akan mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam menerapkan pada
masalah sehari-hari. Bloom (dalam Ruseffendi, 1980: 23) menempatkan aplikasi
sebagai tahap kelanjutan setelah tahap pemahaman. Dengan demikian, hafalan
seharusnya diberikan setelah siswa memperoleh pemahaman. Di samping itu,
hafalan seyogyanya dibatasi hanya pada istilah-istilah, notasi, definisi, prosedur,
dan algoritma. Agar hafalan dapat bertahan lama dalam memori dan mudah
“dipanggil” kembali, guru dapat menggunakan berbagai metode menghafal yang
sesuai.
6. Masalah Berkaitan dengan Pengelolaan Kelas
• Keberanian Bertanya Kurang (Pasif)
Agaknya sulit untuk menunjuk penyebab terjadinya sifat pasif siswa.
Gurukah, keluargakah atau masyarakat (budaya), atau mungkin interaksi di
antara ketiganya. Apakah guru yang kurang memberikan kesempatan dan
9
kepercayaan diri siswa untuk bertanya ataukah siswa yang tidak mau atau
tidak berani untuk bertanya karena alasan tertentu. Sifat pasif siswa akan
mengakibatkan kurangnya interaksi siswa-siswa, siswa-guru. Kesulitan
dalam memahami konsep atau miskonsepsi yang terjadi pada siswa tidak
segera dapat diatasi, karena siswa tidak berani bertanya. Ketidakpahaman
atau miskonsepsi akan semakin bertambah bilamana guru juga tidak mampu
melacak kadar pemahaman siswa. Tampaknya masih ada kemungkinan untuk
mengubah sifat pasif siswa, jika guru mampu menciptakan lingkungan
belajar yang mendukung (supportive), interpersonal, dan interaktif (Taylor,
1993: 15). Ketelatenan guru untuk menciptakan suasana belajar yang
mendukung, saling membangun kepercayaan, baik antara guru dengan siswa
dan siswa dengan siswa adalah sebagian upaya yang dapat dilakukan guru
sesuai saran Taylor.
• Pengaturan Tempat Duduk dan Ruangan yang Formal.
Suasana formal sangat mendominasi pembelajaran Matematika pada
banyak sekolah. Suasana bangku yang berderet di satu sisi menghadap papan
dan meja guru di sisi yang lain adalah suasana yang umum terjadi.
Pengaturan demikian memberi kesan yang formal dan secara alami akan
menjaga jarak antara siswa dan guru Pengaturan tempat duduk yang berubah-
ubah akan mempengaruhi variasi suasana dan akan mengurangi timbulnya
kebosanan dan kesehatan mata. Perubahan metode mengajar kadang-kadang
juga memerlukan perubahan penataan tempat duduk, misalnya perubahan
dari metode pembelajaran ekspositori ke metode diskusi atau kerja kelompok
10
ada beberapa masalah yang dialami siswa dalam pembelajaran matematika
terkait dengan kurikulum, diantaranya yaitu:
1. Menurut Yuwono (2014:1) adanya sistem tagihan: (contoh: lulusan UN
100%) yang hanya mengutamakan hasil belajar jangka pendek. terjadi
kecenderungan pengajaran matematika matematika ke arah penekanan
penekanan pada kemampuan kemampuan prosedural, prosedural, aspek
hitung menghitung, hafalan rumus, hanya mementingkan Langkah-
langkah prosedural prosedural (algoritmis) dan memberikan
memberikan perhatian perhatian yang rendah pada proses pemerolehan
pemerolehan konsep prosedur, prosedur, atau rumus. Akibatnya, siswa
tidak mengalami proses pembelajaran matematika secara bermakna.
2. menurut Arbai (2014), pada pelaksanan kurikulum 2013, siswa merasa
terbebani karena selalu diberikan pekerjaan rumah yang bebabnnya
melebihi kemmapuan anak. Orang tua yang membantu anak
mengerjakan PR juga banyak yang ikut kebingungan karena materi
yang diajarkan berbeda dengan zaman mereka dulu.
c. problematika Saranan pra sarana
ada beberapa masalah sarana dan prasara penunjang kurikulum,
diantaranya:
1. Menurut Alawiyah (2013:11), minimnya informasi mengenai pedoman
dan sosialisasi dari perubahan kurikulum KTP ke kurikulum 2013. Hal
ini terlihat dari kasus kekurangan buku panduan pelajaran dari
pemerintah pusat pada satuan Pendidikan, karena belum
terdistribusikan dengan baik.
2. Menurut Alawiyah (2013:11), isi buku pada kurikulum 2013 juga
banyak yang tidak sesuai. Ditemukan adanya ketidaksesuaian antara isi
buku dengan materi dan perkembangan kognitif peserta didik.
Beberapa temuan tersebut antara lain masih adanya analogi- analogi
yang masih dirasa belum pantas diberikan kepada siswa karena
mengandung kata-kata kasar, dan beberapa materi atau bahan bacaan
tidak sesuai dengan usia siswa.
3. Pemeberian contoh 2.1 dan 2.2 pada halaman 65 kurang tepat untuk
mengarahkan siswa ke penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat
yang cukup banyak.
b. Problematika Guru
12
Ada beberapa problematika guru terkait dengan konten matematika
sekolah, diantaranya yaitu:
1. Menurut Suwarsono (2013:20), guru belum membiasakan siswa
menyelesaikan soal terbuka, membuat soal, serta mempresentasikan
didepan kelas. Padahal salah satu upaya pengembangan kreatifitas
siswa adalah dari soal terbuka (open ended) dengan jawaban yang
beragam dan cara penyelesaian yang berbeda-beda.
c. Problematika siswa
1. Menurut Kencawati (2013), siswa kesulitan memepelajari materi
logika matematika di SMA, siswa seringkali menganggap mempelajari
logika seperti hanya sedang barmain teka -teki silang Ketika mengisi
table kebenaran. Selain itu, siswa mengeluhkan sulitnya menarik
kesimpulan Ketika bercampur Bahasa.
13
2. Menurut Hasinah (2012), pada saat mengajar guru hanya
menggunakan metode ceramah kemudian siswa diberi contoh Latihan
soal dan siswa memperhatikan penjelasan guru tanpa menggunakan
metode model yang bervariasi sehingga siswa bersikap pasif
3. Menurut Afifah ( dalam Kompas, 2012) ada empat masalah guru yaitu:
• Pendidikan guru yang jauh dari memadai tersebut berdampak pada
kualitas dan kompetensi guru ada saat ini.
14
• Hak guru yang tidak diterima sesuai waktu yang ditentukan.
b. Problematika Siswa
1. Menurut Kadir (2019), kemmapuan pemecahan masalah matematika
siswa pesisir amsih rendah sebagaimana terlihat dari rendahnya daya
serap siswa terhadap soal cerita dan pemecahan masalah pada ujian
nasional matemtaika SMP.
2. Menurut Hidayati (2010) siswa kesulitan dalam mempelajari materi
aljabar. Kesulitan belajar matematika yang dialami siswa akan
berdampak pada bagian-bagian matematika yang lain.
c. Problematika Sarana Prasarana
1. Menurut Rouzqi (2013), rendahnya kualitas sarana fisik misalnya,
banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi yang gedungnya rusak,
kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan
tidak lengkap.
2. Menurut Mardiah (2012), banyak permasalahan sarana sekolah di
Indonesia sering dengan perkembangan zaman dan teknologi. Misalnya
adanya infocus ditiap kelas, jaringan atau wirless disekolah dll.
15
2. Berdasarkan kajian Permen Nomor 66 tahun 2013 tentang standar penilain,
penilain, penilaian yang terlalu rumit menyebabkan siswa terbani karena
banyaknya jenis soal dan guru menjadi terlalu sibuk dengan penilaian.
a. Problematika Guru
1. berdasarkan kajian Permen Nomor 20 tahun 2007 tentang standar
penilaian, pamahaman guru mengenai aspek penilaian seperti
pemahaman konsep, penerapan dan komunikasi dan pemecahan
masalah, serta kognitif, afektif, dan psikomotor sangat kurang.
2. Berdasarkan kajian kurikulum 2013, mind set dan resistensi guru pada
kurikulum lama membuat pembelajaran dan penilaian kurikulum 2013
tidak cepat dipahami.
b. Problematika Sarana Prasarana
problematika kebijakan yang terkait dengan penilain matematika sekolah,
antara lain:
1. Berdasarkan Permen Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian,
Naskah soal belum mengacu pada ketiga aspek yang dimaksud
(kognitif, afektif dan psikomotorik).
2. Berdasarkan kajian 2013, referensi penilaian otentik yang dibutuhkan
guru sangat minim.
16
E. Solusi dari Problematika Pendidikan Matematika di Sekolah
Suatu masalah dalam matematika sering diidentikan dengan soal
matematika. Sehingga apabila seseorang dihadapkan pada suatu masalah dalam
hal ini soal matematika, maka akan ada beberapa kemungkinan yang mungkin
terjadi di dalam proses pemecahan masalah. Salah satu diantaranya adalah ia
tidak mempunyai gambaran tentang penyelesaiannya tetapi berkeinginan untuk
menyelesaikannya, maka dapat dikatakan orang tersebut berhadapan dengan
suatu masalah. Sutawidjaja (1998: 2) mengatakan bahwa “suatu soal merupakan
suatu masalah bagi seseorang apabila diprlukan dua syarat: (1) orang itu tidak
mempunyai gambaran tentang jawaban soal itu, dan (2) orang itu berkeinginan
atau berkemauan untuk menyelesaikan soal tersebut. Ini berhati suatu soal
mepuakan masalah atau tidak bagi seseorang sangat relaitf bagi orang tersebut.
Suparno (1997:6) menyatakan bahwa “mengajar bukanlah suatu kegiatan
memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya”. Dalam pembelajaran
matematika terutama dalam belajar dan mengajar pemecahan masalah seorang
guru memposisikan dirinya sebagai fasilitator bagi siswa. Dalam peranannya
sebagai fasilitator seperti yang dijelaskan oleh Munandar (1992: 45) seorang guru
seharusnya:
1. Mendorong belajar mandiri sebanyak munkin
2. Dapat menerima gagasan- gagasan dari semua siswa
3. Memupuk siswa untuk memberi kritik secara konstuktif dan untuk
memberikan penilaian diri sendiri
4. Berusaha menghindari pemberian hukuman atau celaan terhadap ide-ide yang
tidak biasa
5. Dapat menerima perbedaan menurut waktu dan kecepatan antar siswa dalam
kemampuan berpikir. Untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah sangatlah diperlukan suatu strategi khusus.
Perry dan Conroy (dalam Sutawidjaja, 1998: 9) mengemukakan mengenai
strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah yaitu:
1. Strategi untuk meningkatkan kemampuan untuk memecahkan masalah yang
berkaitam dengan siswa;
a. siswa harus diberanikan untuk menerima ketidaktahuan dan merasa senang
untuk mencari tahu
b. setiap siswa dalam kelompok harus diberanikan untuk membuat soal atau
pertanyaan
c. siswa diperbolehka memilih masalah-masalah dari sejumlah masalah yang
diberikan
d. siswa harus diberanikan untuk mengambil resiko atau mencari alternatif
17
2. Strategi untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah yang berkaitan
dengan guru
a. guru harus sadar akan sikap positif dan cara-cara yang mengembangkan hal
ini
b. guru harus berani mencari dan mengembangkan keterampilan siswa dalam
memecahkan masalah
c. guru harus mencari masalah yang menarik yang sering muncul secara
spontan
d. guru perlu memperjelas situasi belajar dengan bertanya untuk menggalakkan
jawaban dan penyajian siswa
e. guru harus mau membiarkan pemecahan suatu masalah menurut persepsi
siswa walaupun mungkin mempunyai arah yang berbeda dengan yang
direncanakan
f. masalah tidak harus selalu diselesaikan oleh siswa. Masalah dapat
dilontarkan sebagai awal dari penyajian materi baru.
18
dapat menangani hambatan berpikir peserta
didik dalam memecahkan masalah.
rendahnya motivasi peserta didik motivasi peserta didik yang kurang baik yakni
yang kurang baik akibat dari adanya dengan cara guru memberikan pendekatan
game online di sekitar lingkungan personal, memberikan bimbingan dan
sekolah pendekatan psikologis kepada peserta didik
agar lebih semangat dalam mengikuti
pembelajaran matematika. Seperti yang
diungkapkan Podomi (2015) bahwa ada
pengaruh yang baik dalam pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan analogi
personal terhadap kemandirian belajar peserta
didik.
19
membuat peserta didik memperoleh prestasi
belajar yang baik (Agustyaningrum, 2016).
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Problematika pembelajaran matematika dapat disebabkan oleh faktor
dari peserta didik maupun guru. Salah satu faktor guru yang menimbulkan
problematika dalam pembelajaran matematika adalah kurangnya penguasaan
metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam
setiap kelas yang berbeda. Dalam problematika matematika sekolah terdapat
macam-macam diantaranya: Problematika matematika sekolah yang
didasarkan pada kurikulum, Problematika matematika sekolah yang
didasarkan pada konten, Problematika matematika sekolah yang didasarkan
pada pendagogi, dan Problematika matematika sekolah yang didasarkan pada
penilaian.
Solusi dalam problematika yaitu di dalam proses pemecahan masalah.
Salah satu diantaranya adalah ia tidak mempunyai gambaran tentang
penyelesaiannya tetapi berkeinginan untuk menyelesaikannya, maka dapat
dikatakan orang tersebut berhadapan dengan suatu masalah. Sutawidjaja
(1998: 2) mengatakan bahwa “suatu soal merupakan suatu masalah bagi
seseorang apabila diprlukan dua syarat: (1) orang itu tidak mempunyai
gambaran tentang jawaban soal itu, dan (2) orang itu berkeinginan atau
berkemauan untuk menyelesaikan soal tersebut. Ini berhati suatu soal
mepuakan masalah atau tidak bagi seseorang sangat relaitf bagi orang tersebut.
21
DAFTAR PUSTAKA
22