Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk mempersiapkan atau memberi

bekal pada peserta didik agar kelak dikemudian hari mereka dapat hidup mandiri di

masyarakat, tanggap terhadap segala permasalahan yang ada di lingkungan masyarakat

serta memiliki keterampilan untuk menyelesaikan masalah.

Pendidikan untuk setiap disiplin ilmu selain membantu siswa belajar berpikir, juga

membantu siswa untuk mempertanggungjawabkan berpikirnya. Dalam hal ini pendidikan

matematika sangat layak untuk menerima tanggung jawab ini, sebab matematika mulai dari

tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi dapat digunakan untuk menyelesaikan

masalah.

Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang berperan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Matematika dan cara berpikir matematika mendasari

bangunan pendidikan disiplin ilmu yang lain dan bahkan mengembangkannya. Matematika

dapat tumbuh dan berkembang secara "mandiri" tetapi juga tidak dapat dipungkiri bahwa

ia berkembang karena adanya beberapa tuntutan perkembangan ilmu dan pengetahuan lain.

Semua pihak menyadari bahwa pendidikan dewasa ini berorientasi pada siswa sekurang-

kurangnya dimaksudkan memberikan bekal kepada siswa agar setelah menyelesaikan

pendidikan mereka dapat menjalani kehidupannya dengan berhasil. Ini berarti bahwa bahan

ajar yang diberikan harus sudah dipilih yang memang dapat bermanfaat bagi siswa kelak.

Dengan kata lain diperlukan kemampuan antisipasi masa depan. Satu aspek penting dalam

rangka antisipasi, khususnya dalam hal matematika sekolah, adalah menentukan orientasi

masa depan matematika sekolah di Indonesia. Ada tiga aspek orientasi matematika sekolah,
yaitu (1) Orientasi kepada kompetensi yang diharapkan, (2) Orientasi tentang bahan

ajar/materi. (3) Orientasi kepada kondisi lingkungan (Siti Mahmuda, 2015).

Kurikulum Merdeka telah diupayakan secara ramping ditinjau dari materi atau

bahan ajar karena itu perlu kita upayakan agar kompetensi (pengetahuan, sikap dan

keterampilan) yang dimiliki siswa di sekolah dapat diterapkan pada situasi nyata dalam

kehidupan sehari-hari maupun situasi lain. Untuk itu siswa perlu diberi kesempatan dan

kemudian berlatih dalam pemecahan masalah terutama yang berkaitan dengan pengalaman

belajar mereka.

Kurikulum merdeka melanjutkan pengembangan kurikulum sebelumnya yang

komprehensif, berbasis kompetensi, dan disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks siswa,

sebagai bagian dari upaya pemulihan pembelajaran. Kurikulum merdeka yang sebelumnya

dikenal dengan Prototype Kurikulum mendorong tumbuhnya karakter, potensi, dan

kualitas peserta didik serta menawarkan kerangka kurikulum yang fleksibel yang berfokus

pada materi-materi utama (Kemendikbudristek , 2022)

Kurikulum merdeka belajar memberikan kebebasan pada sekolah dalam

mengembangkan kurikulum yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa dan masyarakat di

sekitarnya (Fianingrum, Novaliyosi, & Nindiasari, 2023). Dengan adanya kebebasan ini,

sekolah dapat mengembangkan kurikulum matematika yang lebih berorientasi pada

penerapan matematika dalam kehidupan nyata, sehingga siswa akan lebih memahami

kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Konsep pembelajaran matematika merupakan proses interaktif antara guru dan

siswa untuk mengembangkan model pembelajaran berpikir dan logis yang dibuat oleh guru

dengan menggunakan metode agar pembelajaran matematika lebih berkembang dan

tumbuh secara maksimal, serta siswa mampu belajar lebih efektif dan efisien. Matematika

merupakan salah satu ilmu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Matematika

sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah berkontribusi terhadap
terwujudnya tujuan pendidikan nasional dan membangun bangsa Indonesia yang produktif,

kreatif, inovatif dan berwawasan. Siswa memperlukan matematika untuk memenuhi

kebutuhan dunia nyata dan memecahkan masalah (Widayati, 2022).

Dalam rangka meningkatkan keefektifan pembelajaran matematika, guru

hendaknya memiliki kompetensi untuk memilih dan menggunakan media pembelajaran

yang tepat. Proses pembelajaran matematika mulai SD sampai dengan SMP harus dimulai

dari bahan-bahan yang konkret. Konsep matematika akan dibangun dan dikonstruksi dari

bahan-bahan yang konkret menjadi absrak dalam benak sang anak.

Pembelajaran operasi penjumlahan dan pengurangan pada soal cerita perlu

mendapat perhatian khusus dari guru. Perhatian ini bukan hanya dalam hal cara menyajikan

materinya, tetapi perlu dipelajari lebih dini tentang kesalahan yang umumnya dilakukan

siswa, faktor yang menyebabkannya dan terutama alternatif cara mengatasinya. Kesalahan

yang umumnya dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal cerita adalah siswa kurang

terampil dalam mendapatkan informasi dari soal cerita, menemukan hal yang ditanyakan,

menemukan kalimat matematika, dan menyelesaikan.

Dengan memperhatikan adanya kesenjangan antara harapan-harapan dengan

kenyataan yang ada, peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian dalam pembelajaran

matematika khususnya di kelas III SDN Barengkrajan 2 Kecamatan Krian Kabupaten

Sidoarjo. Mengingat adanya keterbatasan waktu, maka penelitian pembelajaran

matematika yang peneliti pilih yaitu materi soal cerita tentang penjumlahan dan

pengurangan sampai dengan bilangan 500 di kelas III pada semester gasal 2023/2024.

Peneliti berpikir bahwa untuk meningkatkan keterampilan menyelesaikan soal

cerita matematika pada siswa kelas III dapat menggunakan media kartu kerja karena kartu

kerja tersebut dapat menjadi panduan Langkah-langkah siswa dalam menyelesaikan soal

cerita, sehingga siswa memiliki pemahaman yang jelas tentang informasi dan operasi

hitung apa yang diperlukan untuk menyelesaikan soal cerita. Karena itu dalam penelitian
ini peneliti akan menggunakan media kartu kerja sebagai upaya meningkatkan

keterampilan menyelesaikan soal cerita matematika materi penjumlahan dan pengurangan

pada siswa kelas III SDN Barengkrajan 2, maka tepatlah kiranya apabila peneliti

merumuskan judul penelitian “PENINGKATAN KETERAMPILAN

MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA MENGGUNAKAN MEDIA

KARTU KERJA PADA SISWA KELAS III SDN BARENGKRAJAN 2

KECAMATAN KRIAN KABUPATEN SIDOARJO TAHUN PELAJARAN

2023/2024”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut: Bagaimana penggunaan media kartu kerja dapat meningkatkan keterampilan

menyelesaikan soal cerita matematika pada siswa kelas III SDN Barengkrajan 2

Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo Tahun Pelajaran 2023/2024?

C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran


1. Tujuan Umum

Untuk meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar matematika pada

siswa SDN Barengkrajan 2 Kecamatan Krian.

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui bagaimana penggunaan media kartu kerja dapat

meningkatkan keterampilan menyelesaikan soal cerita pada siswa kelas III SDN

Barengkrajan 2 Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo Tahun Pelajaran 2023/2024.


D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat kami uraikan sebagai berikut:

1. Bagi siswa, membantu meningkatkan keterampilan menyelesaikan soal cerita

matematika, dan memberikan kesadaran tentang manfaat belajar matematika dalam

kehidupan sehari-hari.

2. Bagi guru, sebagai tambahan wawasan tentang pentingnya penggunaan media dalam

pembelajaran dan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan alternatif media

yang tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita

matematika.

3. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam

pengadaan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, dan

sesuai dengan tahap perkembangan siswa.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan peneliti uraikan kajian teoretik tentang soal cerita matematika dan

media kartu kerja beserta hal-hal yang terkait dengan masalah tersebut:

A. Soal Cerita Matematika

Pendidikan di SD menitikberatkan pada kemampuan membaca, menulis, dan

berhitung. Kemampuan ini merupakan modal yang sangat mendasar untuk proses belajar

selanjutnya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan berhitung siswa

khususnya di SD masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil penilaian prestasi

belajar matematika yang masih belum memuaskan. Berdasarkan hasil pengalaman dan

pengamatan permasalahan umum yang dijumpai ternyata siswa banyak yang mengalami

kesulitan di antaranya: dalam pengerjaan hitung campuran, menyelesaikan masalah suku

yang belum diketahui, pengerjaan pecahan, serta pengerjaan soal cerita.

Pemecahan masalah (termasuk soal cerita) merupakan bagian yang sangat penting

dalam kurikulum matematika karena dalam proses pembelajarannya maupun

penyelesaiannya siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan

pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan

masalah yang tidak rutin.

Soal cerita merupakan uraian kalimat yang dituangkan dalam bentuk cerita atau

rangkaian kata-kata yang menguraikan suatu pertanyaan yang harus dipecahkan mengenai

masalah kehidupan sehari-hari maupun masalah lainnya (Sholihah, 2008). Soal cerita

matematika berdasarkan Raharjo dan Astuti (2001) dalam Rahmania & Rahmawati (2006)

merupakan soal yang berkaitan dengan kehidupan kita sehari-hari yang mana untuk

menyelesaikannya menggunakan kalimat matematika yang memuat operasi hitung ,


bilangan, dan relasi. Selain itu soal cerita juga merupakan salah satu permasalahan yang

menggunakan pendekatan pemecahan masalah. Pembelajaran soal cerita dapat digunakan

sebagai cara untuk melatih siswa menyelesaikan masalah. Dalam soal cerita siswa dituntut

untuk dapat memahami maksud dari permasalahan dan menemukan cara penyelesaiannya.

Soal pemecahan masalah atau soal cerita mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi

jika dibandingkan dengan soal-soal biasa yaitu soal-soal yang langsung dikemukakan

dalam bentuk kalimat matematika.

Dalam belajar matematika siswa harus banyak berlatih mengerjakan soal-soal latihan,

seringnya siswa melakukan latihan-latihan penyelesaian soal dapat peningkatkan dan

memperdalam penguasaan siswa terhadap konsepkonsep matematika, disamping itu juga

dapat memperlancar kemampuan operasi hitung sebagai kemampuan dasar dalam belajar

matematika. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Reber yang dikutip dalam Muhibbin

Syah (2008:127) bahwa salah satu asumsi penting yang mendasari Hukum Jost (Jost’s

Law) adalah siswa yang lebih sering mempraktikkan materi pelajaran akan lebih mudah

memanggil kembali memori lama yang berhubungan dengan materi yang ia tekuni.

Selanjutnya berdasarkan asumsi Hukum Jost’s maka belajar dengan kiat 5 x 3 adalah lebih

baik daripada 3 x 5 walaupun hasil perkalian kedua kiat tersebut sama. Untuk itulah peneliti

menyarankan dalam pembelajaran matematika sebaiknya siswa seringkali dilatih dengan

latihan soal-soal terutama soal cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga

siswa memiliki pemahaman yang kuat terhadap konsep matematika.

Dari beberapa pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa soal cerita adalah soal

yang menggambarkan peristiwa, pengalaman, atau permasalahan nyata dalam kehidupan

sehari-hari yang penyelesaiannya menggunakan konsep-konsep dan teorema matematika.

Penyelesaian soal cerita matematika dapat diperoleh dari pemahaman terhadap

konsep matematika dan menggunakan aritmatika yang sesuai, misalnya menjumlah,


mengurangi, mengalikan, membagi, atau kombinasi dari operasi-operasi tersebut. Julius

Hambali (1995:68) mengemukakan bahwa dalam menyelesaiakan soal cerita siswa harus:

a. Mengerti soalnya dan mengetahui dengan jelas apa yang ditanyakan.

b. Dapat menuliskan kalimat matematikanya dalam bentuk kalimat bilangan dengan salah

satu peubah (biasanya menggunakan huruf n)

c. Mencari bilangan yang membuat kalimat itu menjadi benar (berapakah n?)

d. Menjawab pertanyaan dalam soal cerita itu menggunakan bilangan yang diperoleh.

Menurut Polya dalam Solichan (2004) memberikan empat langkah pokok cara

pemecahan masalah, yaitu: (1) memahami masalahnya, (2) menyusun rencana

penyelesaian, (3) melaksanakan rencana penyelesaian itu, dan (4) memeriksa kembali

penyelesaian yang telah dilaksanakan.

Sehubungan dengan hal itu Mardjono dalam Solichan (2004) merinci langkah-

langkah penyelesaian masalah soal cerita sebagai berikut:

a. Memahami soal/masalah

Masalah biasanya disajikan secara tertulis. Untuk dapat memahaminya masalah/soal

harus dibaca berulangkali sehingga dapat diketahui: informasi yang diberikan, apa

yang harus dicari, arti kata-kata atau istilah yang ada, soal sejenis yang pernah

dikerjakan.

b. Menentukan hubungan yang ada dengan soal yang pernah diselesaikan dan

pengertian-pengertian yang pernah dimiliki. Dalam hal ini kita harus mengingat

kembali pengertian-pengertian, fakta-fakta, asumsi, teorema, rumus, atau

pengalaman lain yang berhubungan dengan masalah itu, mencari korespondensi,

mencoba menemukan variasi, mencari pola, mencoba membentuk generalisasi,

mencari sifat yang sama dalam situasi yang berbeda, dan sebagainya. Sedapat

mungkin masalah/soal diubah menjadi lebih sederhana.


c. Menentukan strategi dengan mengidentifikasi struktur soal (fakta-fakta, syarat-

syarat, dan variabel-variabel yang ada) mencari metode-metode pembuktian yang

sesuai, induktif atau deduktif, langsung atau tidak langsung. Kemudian menentukan

model penyelesaiannya, apakah berupa persamaan, pertidaksamaan, grafik, diagram,

alur dan sebagainya.

d. Menggunakan model yang telah ditentukan untuk memperoleh jawaban, melakukan

perhitungan, pembuktian, dan menentukan himpunan penyelesaian. Model yang

dimaksudkan dapat berupa persamaanpersamaan yang di dalamnya memuat operasi

bilangan sesuai dengan soal yang ada.

e. Menafsirkan hasil yang diperoleh. Hasil itu kemudian dicoba pada situasi lain

beberapa kemungkinan perlu diselidiki, misalnya apakah soal dapat diselesaikan

untuk semua variabel ataukah untuk variabel terbatas.

f. Menganalisis metode penyelesaian, yaitu menuliskan langkah-langkah dalam urutan

yang logis, menunjukkan informasi yang didapat dari penalaran yang digunakan.

Dari beberapa uraian pendapat para ahli terkait dengan soal cerita, peneliti dapat

menyampaikan beberapa usaha yang seharusnya dilakukan guru dalam membantu siswa

dalam menyelesaikan soal cerita matematika.

a. Usahakan siswa dapat memahami masalah, artinya mampu mengidentifikasi:

apa yang diketahui, informasi-informasi yang ada, apa yang ditanyakan. Dalam tahapan

ini diharapkan siswa membaca secara berulang-ulang permasalahan yang ada. Guru

dapat membantu membuat pertanyaan-pertanyaan yang membantu pemahaman siswa

terhadap permasalahan yang ada.

b. Membuat iklim yang sehat untuk belajar, antara lain siswa diberikan waktu yang

cukup untuk berfikir, menganalisa, dan mungkin memecahkan masalah. Guru bersifat
terbuka dan dengan senang menerima pertanyaan siswa, serta bersifat sabar terhadap

siswa yang lambat berfikir atau sukar menemukan jawaban.

c. Menumbuhkan dan mempertahankan motivasi siswa, antara lain dengan

menunjukkan pentingnya belajar matematika khususnya memecahkan masalah/soal,

memberi contoh kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari, serta memberi

soal yang tidak terlalu jauh dari kemampuan siswa.

d. Menekankan keanekaan dalam pemecahan masalah, artinya guru tidak perlu

mengharuskan siswa untuk menggunakan prosedur dan langkah penyelesaian yang

sama.

e. Mengajak siswa untuk menemukan model matematika atau kalimat matematika

yang sesuai.

f. Mengajak siswa untuk menekankan cara menyelesaikan masalah atau proses

pengerjaan yang runtut. Siswa ditekankan agar tidak hanya

berorientasi pada hasil saja tetapi juga pada cara penyelesaian soal cerita.

g. Memberikan latihan yang cukup, yaitu siswa harus banyak berlatih

memecahkan masalah/ dengan jumlah soal dan waktu yang cukup.

Kajian tentang Matematika.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini

dilandasi oleh perkembangan matematika. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di

masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Menurut Falasifah, Farah., dkk. (2022) matematika merupakan sebuah pemegang

kedudukan penting mata pelajaran dalam pendidikan yang diwajibkan. Hal ini didukung

oleh pendapat Abidin, dkk. (2017) bahwa matematika merupakan sumber dari seluruh
ilmu. Matematika juga berguna dalam kehidupan memajukan daya pikir manusia oleh

sebab itu bisa dikatakan jika matematika adalah sebuah ilmu universal (Permendikbud,

2014). Dalam penerapannya, matematika bisa dikreasikan melalui proses pembelajaran

dengan pengolahan materi oleh guru secara aktif (Abidin, dkk., 2017). Sesuai dengan

pendapat Susanto (2015) bahwa guru merupakan pihak yang dapat memberi pengaruh

terhadap proses maupun hasil pembelajaran. Pengaruh ini bisa dilakukan melalui

pemanfaatan desain pembelajaran dalam matematika baik pemanfaatan model, media,

hingga inovasi lainnya supaya keterampilan dan hasil peserta didik mampu tercapai secara

maksimal (Falasafah, dkk., 2022)Pentingnya melakukan inovasi pada media pembelajaran

dikarenakan melalui media dapat dijadikan sebagai alat bantu ketika mengajar yang

dimanfaatkan oleh guru dalam penyampaian pesan dari sumber kepada penerima materi

belajar (Suryani, 2018). Sesuaidengan pendapat Aulisia (2019) pemanfaatan media yang

baik mampu memacu siswa dalam berpikir kritis. Sehingga media tersebut mampu

dimanfaatkan guru sebagai daya tarik terhadap keterampilan bukan sebatas penyampaian

informasi dari suatu materi pelajaran. Melihat kondisi tersebut, penggunaan produk inovasi

media yang akan dikembangkan oleh peneliti diharapkan dapat menjadi sebuah upaya

untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik melalui keterampilan berpikir kritis.

Matematika adalah prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian

masalah bilangan (Isnaeni,2004). Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun

2003 pasal 37 tentang kurikulum Pendidikan dasar dan Menengah, wajib memuat mata

pelajaran antara lain matematika. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, dewasa ini

telah berkembang sangat pesat baik materi maupun kegunaannya. Dengan demikian, dalam

penyusunan kembali/penyempurnaan kurikulum matematika sekolah perlu selalu

mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut.

Yang dimaksud dengan matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di

pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Matematika yang diajarkan di sekolah dasar
merupakan matematika sekolah yang terdiri dari bagian-bagian matematika yang dipilih

guna menumbuhkembangkan kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpandu

kepada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Soedjadi (1993:1) mengemukakan

bahwa matematika sekolah adalah bagian atau unsur dari matematika yang dipilih antara

lain dengan pertimbangan atau berorientasi pada pendidikan.

Ruang lingkup materi/bahan ajar matematika di SD meliputi bilangan, geometri dan

pengukuran, serta pengolahan data. Pembelajarannya ditekankan pada penguasaan

bilangan, termasuk berhitung.

Sejalan dengan pengertian dan ruang lingkup matematika di atas maka fungsi dan

tujuan matematika adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Matematika

Fungsi matematika menurut Soleh (dalam Isnaeni, 2003) adalah untuk

mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan

simbol juga untuk mengembangkan ketajaman penalaran yang dapat memperjelas dan

menyelesaikan permasalahan dalam

kehidupan sehari-hari.

Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar (1993:69-70) dikemukakan bahwa fungsi

matematika sekolah adalah sebagai salah satu unsur masukan instrumental yang

memiliki objek dasar abstrak yang berlandaskan kebenaran konsistensi dalam sistem

proses mengajar belajar untuk mencapai tujuan pendidikan.

b. Tujuan Matematika

Tujuan umum pengajaran matematika di jenjang pendidikan Dasar sebagaimana

tercantum dalam Kurikulum Pendidikan Dasar (1993:70) adalah: (1) mempersiapkan

siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia

yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis,

rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif, dan (2) mempersiapkan siswa agar
dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-

hari serta di dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Dalam Kurikulum 2006, mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa

memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat

dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta

sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Keterampilan.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, keterampilan berasal dari kata terampil yang

artinya cakap dalam menyelesaikan tugas; mampu dan cekatan. Keterampilan sendiri

diartikan sebagai suatu kecakapan untuk menyelesaikan tugas.

Reber dalam Muhibbin (2008) menjelaskan, keterampilan adalah kemampuan

melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan

sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi

gerakan motorik melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif.
Konotasinyapun luas sehingga sampai pada mempengaruhi atau mendayagunakan orang

lain. Artinya orang yang mampu mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap

orang yang terampil.

Keterampilan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika.

Menurut Suwarsono (2008), keterampilan-keterampilan matematika adalah operasi-

operasi dan prosedur-prosedur dalam matematika, yang masing-masing merupakan suatu

proses untuk mencari (memperoleh) hasil tertentu. Contoh keterampilan matematika adalah

proses mencari jumlah dua bilangan, proses mencari kelipatan persekutuan terkecil dari

dua bilangan, proses mencari akar suatu persamaan , dan sebagainya.

Keterampilan menyelesaikan soal cerita matematika adalah kegiatan untuk

menyelesaikan soal-soal matematika yang menggambarkan peristiwa, pengalaman, atau

permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari, dimana dalam penyelesaiannya

menggunakan konsep-konsep dan teorema

matematika.
B. Media Kartu Kerja.

Untuk menghindari salah penafsiran tentang media kartu kerja yang dimaksudkan

dalam penelitian ini, peneliti akan menguraikan konsep-konsep yang berkaitan dengan

media kartu kerja yaitu:

1. Media.

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ”tengah”,

”perantara” atau ”pengantar”. Dalam bahasa arab media adalah perantara atau

pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach dan Ely dalam Azhar

Arsyad (2002:3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah

manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu

memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku

teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus pengertian media
dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis,

atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual

atau

verbal.

Menurut Udin S (1997:5.3), dalam proses pembelajaran, media dapat diartikan

sebagai berikut:

a. Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan

pembelajaran (Schramm, 1977)

b. Sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti buku, film,

video, slide, dan sebagainya (briggs, 1977)

c. Sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang dengar, termasuk

teknologi dengan perangkat kerasnya (NEA, 1969)

Dari uraian tentang beberapa pengertian media, dapat peneliti simpulkan bahwa

media dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk proses

komunikasi, penanaman konsep (dari yang abstrak ke yang konkrit) agar siswa

memperoleh pengetahuan,

keterampilan, atau sikap.

Winkel (2007) dalam bukunya Psikologi Pengajaran menyatakan bahwa secara

tradisional buku pelajaran, papan tulis, dan gambar dinding merupakan media

pengajaran visual yang seringkali digunakan. Namun dewasa ini, media pengajaran

telah mengalami perluasan yang pesat. Disamping buku pelajaran, digunakan stensilan,

fotokopi, buku kerja, ensiklopedi, kamus, majalah, dan surat kabar; disamping papan

tulis, digunakan papan flanel, papan spidol, papan magnetis, dan kertas flap yang besar;

disamping gambar dinding digunakan papan pameran (display), model, dan makette.

Peneliti berpendapat bahwa untuk membuat media pembelajaran tidak harus

dengan barang-barang yang mahal dan baru, tetapi dapat memanfaatkan bahan-bahan
bekas yang ada di sekitar lingkungan siswa, yang terpenting adalah dengan media

pembelajaran yang ada siswa termotivasi untuk belajar dan efektivitas pencapaian

tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Untuk lebih meningkatkan pemahaman tentang media pembelajaran, peneliti

menyajikan pendapat Sudjana dan Rivai dalam Azhar Arsyad (1996: 24-25) yang

mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam

proses belajar siswa, yaitu:

a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar.

b. Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh

siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajarannya.

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal

melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak

kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya

mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan,

mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-

lain.

Sejalan dengan manfaat media pembelajaran di atas, maka secara khusus media

pembelajaran menurut Wina Sanjaya (2006: 170-171) memiliki fungsi dan berperan

untuk:

a. Menangkap suatu objek atau peristiwa tertentu.

Peristiwa-peristiwa penting atau objek yang langka dapat diabadikan dengan foto,

film, atau direkam melalui video atau audio, kemudian peristiwa itu dapat disimpan

dan digunakan manakala diperlukan.


b. Memanipulasi keadaan, peristiwa, dan objek tertentu.

Melalui media pembelajaran guru dapat menyajikan bahan pelajaran yang bersifat

abstrak menjadi konkrit sehingga dapat dipahami dan dapat menghilangkan

verbalisme. Misalkan untuk bahan pelajaran sistem peredaran darah pada manusia

dapat disajikan melalui film. Untuk memanipilasi keadaan, media peljaran dapat

menampilkan suatu proses yang cepat menjadi lambat, dan yang lambat menjadi

cepat, atau benda yang besar menjadi kecil, dan yang kecil menjadi lebih besar.

c. Menambah gairah dan motivasi belajar siswa.

Penggunaan media dapat menambah motivasi belajar siswa sehingga perhatian

siswa terhadap materi pembelajaran dapat lebih meningkat.

Wina Sanjaya (2006: 173) menyampaikan bahwa agar media pemelajaran benar-

benar dapat membelajarkan siswa, maka ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan,

diantaranya:

a. Media yang digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai

tujuan pembelajaran.

b. Media yang digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran.

c. Media yang digunakan harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi

siswa.

d. Media yang digunakan harus memerhatikan efektifitas dan efesiensi.

e. Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam

mengoperasikannya.

Kemp dan Dayton dalam Azhar Arsyad (1996: 37) mengelompokkan media

kedalam delapan jenis, yaitu (1) media cetakan, (2) media pajang, (3) overhead

transparacies, (4) rekaman audiotape, (5) seri slide dan filmstrips, (6) penyajian multi-

image, (7) rekaman video dan film hidup, dan (8) komputer.
Karena luasnya ragam media tersebut maka peneliti membatasi penjelasan ragam

media hanya pada media cetakan sesuai dengan fokus media yang akan diteliti.

Pemilihan fokus media ini didasarkan pada alasan kesesuaian dengan karakteristik

indikator dan langkah-langkah yang akan dilakukan siswa menyelesaikan soal cerita

melalui kartu kerja.

Media cetakan meliputi bahan-bahan yang disiapkan di atas kertas untuk

pengajaran dan informasi. Disamping buku teks atau buku ajar, termasuk pula lembaran

penuntun berupa langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan sesuatu.

Lembaran penuntun tersebut dapat berupa urutan langkah yang harus dikerjakan atau

diselesaikan oleh siswa dalam menyelesaikan soal atau tugas.

Salah satu kelebihan media cetakan adalah siswa dapat belajar dan maju dengan

kecepatan masing-masing. Materi pelajaran dapat dirancang sedemikian rupa sehingga

mampu memenuhi kebutuhan siswa, baik yang cepat maupun yang lamban membaca

dan memahami. Namun, pada akhirnya semua siswa diharapkan dapat menguasai

materi pelajaran itu. Disamping dapat mengulangi materi dalam media cetakan, siswa

dapat mengikuti urutan pikir secara logis yang diantaranya berisikan langkahlangkah

kerja untuk menyelesaikan soal atau tugas.

2. Kartu Kerja.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kartu adalah kertas tebal, berbentuk

persegi panjang untuk berbagai keperluan, hampir sama dengan karcis (Depdikbud:

392).

Kartu kerja adalah kartu yang berisikan soal cerita dan urutan langkah-langkah

penyelesaian soal. Kartu kerja pada penelitian ini memuat soal-soal cerita yang

berkaitan dengan keterampilan penjumlahan dan pengurangan. Penyajian soal cerita

dapat dilakukan sebagai bagian dari pembelajaran dengan kompetensi dasar melakukan

penjumlahan dan pengurangan sampai bilangan 500. Operasi bilangan penjumlahan


dan pengurangan dapat dipandang sebagai kemampuan prasaratnya. Setelah siswa

terampil dalam topik tersebut mereka dapat dihadapkan dengan soal cerita yang termuat

dalam tiap kartu.

Agar penyusunan kartu kerja dapat menjadi media pembelajaran matematika yang

mempunyai kualitas tinggi, guru hendaknya memakai langkah-langkah yang dapat

dijadikan pedoman bagi siswa untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah (soal

cerita), seperti yang dinyatakan oleh Sutawidaja (1992:50) yaitu (1) temukan (cari) apa

yang ditanyakan oleh soal cerita tadi, (2) cari informasi (keterangan) yang esensial, (3)

pilih operasi yang sesuai, (4) tulis kalimat matematika, (5) selesaikan kalimat

matematika, (6) nyatakan jawaban itu dalam suatu kalimat sehingga menjawab

pertanyaan dari soal cerita tersebut.

Contoh soal cerita dan cara penyelesaiannya dengan menggunakan kartu kerja

adalah sebagai berikut.

Bacalah soal di bawah ini!

Ida membeli jeruk sebanyak 500 buah. Jeruk tersebut diberikan kepada kakaknya

200 buah. Lalu Ayah membelikan Ida buah jeruk lagi sebanyak 50 buah. Berapa jumlah

buah jeruk yang dimiliki oleh Ida sekarang?

Selanjutnya jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!

1. Berapa jumlah buah jeruk yang dibeli oleh Ida?

2. Berapa jumlah buah jeruk yang diberikan Ida pada kakaknya?

3. Setelah diberikan pada kakaknya, jumlah jeruk yang dimiliki Ida menjadi

berapa buah? Tulislah perhitungannya!

4. Berapa jumlah buah jeruk yang dibelikan Ayah untuk Ida?

5. Berapa jumlah buah jeruk Ida sekarang? Tulislah perhitungannya!

6. Jadi berapa jumlah buah jeruk Ida sekarang?

Jawaban dari pertanyaan diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:


1. Jumlah buah jeruk yang dimiliki Ida adalah 500 buah.

2. Jumlah buah jeruk yang diberikan Ida pada kakaknya adalah 200 buah.

3. Jumlah jeruk yang dimilki Ida = 500-200

= 300 buah.

4. Jumlah jeruk yang dibelikan Ayah untuk Ida adalah 50 buah.

5. Jumlah jeruk Ida sekarang = 300+50

= 350 buah.

5. Jadi, jumlah jeruk yang dimiliki Ida sekarang adalah 350 buah.
Dalam penelitian ini uraian dan langkah-langkah menyelesaikan soal cerita dapat
disusun dalam sebuah kartu kerja sebagai berikut:

Kartu Kerja
Bacalah soal di bawah ini !
Ida membeli jeruk sebanyak 500 buah. Jeruk tersebut diberikan kepada
kakaknya 200 buah. Lalu Ayah membelikan Ida buah jeruk lagi sebanyak
50 buah. Berapa jumlah buah jeruk yang dimiliki oleh Ida sekarang?
Selanjutnya jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut !
1. Berapa jumlah jeruk Ida?
2. Berapa jumlah jeruk Ida yang diberikan pada kakaknya?
3. Setelah diberikan pada kakaknya, jumlah jeruk Ida
menjadi berapa buah? Tuliskan perhitungannya!
4. Berapa jumlah Jeruk yang Ayah belikan untuk Ida?
5. Berapa jumlah jeruk Ida sekarang? Tuliskan
pengitungannya !
6. Jadi berapa jumlah jeruk Ida?

Gambar 2.1: Contoh Bentuk Kartu Kerja

C. Pengaruh Penggunaan Media Kartu Kerja terhadap Peningkatan keterampilan

Menyelesaikan Soal Cerita.

Pada umumnya siswa merasa kesulitan apabila menghadapi soal pemecahan

masalah yang berbentuk soal cerita, padahal kemampuan siswa dalam operasi hitung

bilangan yang berkaitan dengan soal cerita tersebut sudah dikuasai. Dari identifikasi

masalah salah satu penyebab kurangnya keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal
cerita adalah siswa kurang memiliki keterampilan menemukan informasi dalam soal cerita,

keterampilan menemukan hal yang ditanyakan dalam soal cerita, ketepatan menentukan

kalimat matematika (operasi hitung yang digunakan), keterampilan melakukan operasi

hitung dan menemukan hasil dan keterampilan menyimpulkan jawaban. Salah satu

penyebab kurangnya keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita adalah guru

selama ini jarang melatih siswa untuk menguasai cara-cara atau langkah-langkah untuk

memahami masalah dari informasi-informasi yang disajikan dalam soal cerita, menentukan

secara tepat hal yang ditanyakan dalam soal cerita, mengubah dari kalimat yang ada dalam

soal cerita ke dalam bentuk kalimat matematika, menentukan model penyelesaian, dan

menyimpulkan jawaban terhadap permasalahan yang ada dalam soal cerita.

Media kartu kerja yang berisi tuntunan langkah-langkah penyelesaian soal cerita,

apabila digunakan secara efektif sangat membantu dalam meningkatkan keterampilan

siswa dalam menyelesaikan soal cerita, karena dengan media kartu kerja siswa dilatih dan

dibiasakan untuk memahami soal/masalah dengan mengetahui informasi yang diberikan;

menentukan apa yang harus dicari, menemukan arti kata-kata atau istilah yang ada;

menemukan hubungan yang ada dengan soal yang pernah diselesaikan dan pengertian-

pengertian yang pernah dimiliki; menentukan strategi dengan mengidentifikasi struktur

soal (fakta-fakta, syarat-syarat, dan variabel-variabel yang ada), kemudian menentukan

model penyelesaiannya, apakah berupa persamaan, pertidaksamaan, grafik, diagram, alur

dan sebagainya dan menggunakan model yang telah ditentukan untuk memperoleh

jawaban; serta melakukan perhitungan, pembuktian, dan menentukan himpunan

penyelesaian.

Media kartu kerja ini belum pernah dilaksanakan pada pembelajaran di SDN

Barengkrajan 2 Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo, karena itu peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan menggunakan media kartu kerja tersebut dengan dilandasi

oleh teori-teori tentang media kartu kerja, dan prosedur penggunaan media kartu kerja.
D. Hipotesis Tindakan

Jika penggunaan media kartu kerja dilaksanakan dengan baik maka dapat

meningkatkan keterampilan siswa kelas III SDN Barengkrajan 2 Kecamatan Krian

Kabupaten Sidoarjo Tahun Pelajaran 2023/2024 dalam menyelesaikan soal cerita.

Anda mungkin juga menyukai