Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD

“MATEMATIKA SEKOLAH 2 STANDAR NCTM

(COMMUNICATION, CONECTION, AND REPRESENTATION)”

Dosen Pengampu: Awal Nur Kholifatur Rosyida, M.Pd & Radiusman, M.Pd)

Oleh:

Kelas 3F

Anggota Kelompok 3

1. Maula Fatihal Ikhlas (E1E019204)


2. M. Andrian Rangga Ramadhan (E1E019208)
3. Nadya Safitri (E1E019217)
4. Nazriel Ilham (E1E019222)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

(2020/2021)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan seluruh
sekalian alam, oleh karena rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Matematika Sekolah 2 Standar NCTM (Communication, Conection, And
Representation)” dengan baik dan insya Allah tepat waktu.

Tidak lupa pula kami menyampaikan rasa terima kasih pada dosen pembimbing
yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang sangat bermanfaat dalam
proses penyusunan makalah ini.

Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang


penyusunan makalah ini, namun kami menyadari di dalam makalah yang kami susun ini
masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami mengharapkan kritik, saran serta masukan
dari dosen, para pembaca, demi tersusunnya makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
Akhir kata, kami berharap agar makalah ini bisa memberikan manfaat dan menjadi referensi
bagi pembaca.

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
A. Rumusan Masalah.......................................................................................................................2
B. Tujuan..........................................................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................4
A. Komunikasi Matematika (Mathematical Communication)..............................................................4
1. Pengertian Komunikasi Matematis (Mathematical Communication)..............................................4
2. Kemampuan Komunikasi Matematis...............................................................................................7
3. Implementasi Komunikasi Matematika di Sekolah..........................................................................9
4. Contoh Soal dan Penyelasaian Komunikasi Matematika...............................................................10
B. Koneksi Matematika (Mathematical Connection).........................................................................12
5. Pengertian Koneksi Matematika (Mathematical Connection)...................................................12
6. Tahapan Koneksi Matematika....................................................................................................14
7. Kemampuan Koneksi Matematika.............................................................................................15
8. Implementasi Koneksi Matematika...........................................................................................17
9. Contoh Soal dan Penyelasaian Koneksi Matematika.................................................................18
A. Representasi Matematika (Representation Mathematic)..............................................................19
1. Pengertian Representasi Matematika........................................................................................19
2. Bentuk Bentuk Representasi......................................................................................................21
3. Kemampuan Representasi Matematika.....................................................................................22
4. Implementasi Representasi Matematika di Sekolah..................................................................25
5. Contoh soal dan Penyelesaian Representasi Matematika.........................................................28
BAB III........................................................................................................................................................30
PENUTUP...................................................................................................................................................30

ii
A. Kesimpulan....................................................................................................................................30
B. Saran..............................................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................33

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan keadaan zaman membawa pengaruh yang
besar didalam perubahan kurikulum di Indonesia. berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Menteri
pendidikan dasar dan menengah yang lalu telah mencetuskan kurikulum baru yang
dikenal dengan kurikulum Nasional (Haji, Abdullah, & Maizora, 2017). Peraturan
tersebut mengubah berbagai standar nasional pendidikan. Kurikulum ini merupakan
revisi dari kurikulum terdahulu yakni kurikulum 2013. Penerapan kurikulum ini dimulai
pada tahun 2014. Hal tersebut sesuai dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh menteri
pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia nomor 156928/MPK.A/KR/2013.
Banyak dampak yang ditimbulkan oleh perubahan kurikulum ini, salah satunya adalah
perubahan paradigma pembelajaran yang kini menjadi konstruktivisme (Pitriani &
Afriansyah, 2016).
Menurut Kartika & Tandililing (2016) kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan
kompetensi, antara lain ingin mengubah pola pendidikan dari orientasi terhadap hasil dan
materi ke pendidikan sebagai proses, melalui pendekatan tematik integratif dengan
contextual teaching and learning (CTL). Dikarenakan hal tersebut, guru dituntut untuk
bisa menyesuaikan diri dan mengubah pola pembelajaran mereka. Salah satu bentuk
perubahan tersebut adalah pemilihan model pembelajaran atau pun pendekatan
pembelajaran (Gordah, 2012). Guru harus merancang sebuah kegiatan pembelajaran yang
sesuai dengan tuntutan kurikulum baru ini, namun juga harus efektif mengingat beban
materi yang diberikan juga cukup banyak.
Mata pelajaran matematika, sebagai mata pelajaran yang ada pada setiap jenjang
pendidikan, tentu juga mengalami perubahan seiring dengan perubahan kurikulum. Guru
yang mengajar mata pelajaran ini juga harus siap memberikan sebuah kegiatan
pembelajaran yang mampu menyesuaikan perubahan kurikulum baik dari segi materi
maupun pendekatan yang digunakan (Noto, Hartono, & Sundawan, 2016);(Haji et al.,
2017);(Prihandhika, 2017).

1
Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, National Council of Teachers
of Mathematics (NCTM) menyatakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dari
jenjang pendidikan dasar hingga kelas XII memerlukan standar pembelajaran yang
berfungsi untuk menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan berfikir, kemampuan
penalaran matematis, memiliki pengetahuan serta keterampilan dasar yang bermanfaat.
Standar pembelajaran tersebut meliputi standar isi dan standar proses (Isfayani, Johar, &
Munzir, 2018). Standar isi adalah standar pembelajaran matematika yang memuat
konsep-konsep materi yang harus dipelajari oleh siswa, yaitu: bilangan dan operasinya,
aljabar, geometri pengukuran analisis data dan peluang. Sedangkan standar proses adalah
kemampuankemampuan yang harus dimiliki oleh siswa untuk mencapai standar isi.
Menurut NCTM (2000) standar proses meliputi: pemecahan masalah (problem solving),
penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi (communication), koneksi
matematis (mathematical connection), dan representasi (representation) (Yuliani, Praja,
& Noto, 2018).
Makalah ini merupakan lanjutan pembahasan dari matematika standar 1 yang
membahas tentang pemecahan masalah (problem solving), serta penalaran dan
pembuktian (reasoning and proof). Makalah ini akan mengulas, mendeskripsikan, serta
menjelaskan mengenai matematika standar 2 berstandar NCTM yaitu komunikasi
(communication), koneksi matematis (mathematical connection), dan representasi
(representation).

A. Rumusan Masalah
1. Apa itu komunikasi matematika?
2. Bagaimanakah cara pengimplikasian komunikasi matematika di sekolah?
3. Apa itu koneksi matematika?
4. Bagaimanakah tahapan-tahapan koneksi matematika?
5. Bagaimana cara pengimplikasian koneksi matematika di sekolah?
6. Apa itu representasi matematika?
7. Bagaimana cara pengimplikasian representasi matematika di sekolah?

B. Tujuan
1. Untuk menjelaskan komunikasi matematika.
2. Untuk menjelaskan pengimplikasian komunikasi matematika di sekolah.

2
3. Untuk menjelaskan koneksi matematika.
4. Untuk menjelaskan tahapan-tahapan koneksi matematika.
5. Untuk menjelaskan cara pengimplikasian koneksi matematika di sekolah.
6. Untuk menjelaskan representasi matematika.
7. Untuk menjelaskan cara pengimplikasian representasi matematika di sekolah.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komunikasi Matematika (Mathematical Communication)
1. Pengertian Komunikasi Matematis (Mathematical Communication)
Matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang dapat digunakan untuk
berkomunikasi secara tepat. Matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir tetapi
matematika sebagai alat komunikasi antar siswa dan guru dengan siswa (Ega Edistria,
2017). Setiap siswa diharuskan belajar matematika dengan alasan bahwa matematika
merupakan alat komunikasi yang sistematis dan tepat, karena matematika berhubungan erat
dengan kehidupan sehari-hari. Dengan berkomunikasi siswa dapat meningkatkan kosa kata,
mengembangkan kemampuan berbicara, menulis ide-ide secara sistematis, dan memiliki
kemampuan belajar yang lebih baik.

Fitriana, Isnarto, & Ardhi Prabowo (2018) berpendapat bahwa komunikasi


matematis merupakan kecakapan seseorang dalam mengungkapkan pikiran mereka, dan
bertanggungjawab untuk mendengarkan, menafsirkan, bertanya, dan menginterpretasikan
antara ide satu dengan ide-ide yang lain dalam memecahkan masalah baik itu pada
kelompok diskusi maupun di kelas. Komunikasi merupakan bagian penting pada
matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi merupakan cara berbagi ide-ide dan
memperjelas pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide menjadi objek yang dapat
direfleksikan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Proses komunikasi juga
membantu membangun makna dan mempermanenkan ide-ide serta dapat memperumum
atau menjelaskan ide-ide (NCTM, 2000).

Pikiran dan kemampuan tentang matematika siswa ditantang selama proses


pembelajaran, sehingga komunikasi merupakan bagian penting dari siswa dalam
menyampaikan hasil berpikir mereka secara lisan atau dalam bentuk tulisan. Hal ini, dengan
adanya komunikasi matematis akan memudahkan guru untuk dapat memahami kemampuan
siswa dalam menginterpretasikan dan mengekspresikan pemahaman siswa dalam konsep
yang mereka pelajari. Hal tersebut diharapkan dapat digunakan untuk semua tingkatan
(Zakiri, Pujiastuti, & Asih, 2018).

4
Menurut Baroody (dalam Ega Edistria, 2017) menyebutkan sedikitnya ada 2 alasan
penting yang menjadikan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditingkatkan
dikalangan siswa. Pertama, mathematics as language; matematika tidak hanya sekedar alat
bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan
masalah namun matematika juga “an invaluable tool for communicating a variety of ideas
clearly, precisely, and succintly, yang artinya sebagai suatu alat yang berharga untuk
mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat, dan cermat (Zakiri et al., 2018).

Kedua, mathematics learning as social activity artinya sebagai aktivitas sosial,


dalam pembelajaran matematika, interaksi antar siswa, seperti juga komunikasi guru siswa
(María & Clara Jessica, 2016). Akan tetapi, sampai saat ini kemampuan komunikasi
matematis siswa dalam pembelajaran belum mendapatkan perhatian. Dalam pembelajaran
matematika Guru lebih berusaha agar siswa mampu menjawab soal dengan benar tanpa
meminta alasan atau jawaban siswa, ataupun meminta siswa untuk mengkomunikasikan
pemikiran, dan ide-idenya. Karena siswa jarang diminta untuk berargumentasi dalam
pembelajaran matematika, maka siswa akan merasa asing untuk berbicara tentang
matematika (Muqtada, Irawati, & Qohar, 2018).

Komunikasi matematis merupakan cara berbagi ide-ide dan memperjelas


pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide menjadi objek yang dapat direfleksikan,
diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Proses komunikasi juga membantu
membangun makna dan mempermanenkan ide-ide serta dapat menjelaskan ide-ide (NCTM,
2000).

NCTM (2000) mengemukakan bahwa standar komunikasi matematis menekankan


pembelajaran matematika pada kemampuan siswa dalam hal berikut.

a. Mengatur dan menggabungkan pemikiran matematis mereka melalui komunikasi


b. Mengkomunikasikan berpikir matematis mereka secara logis dan jelas kepada teman-
temannya, guru dan orang lain,
c. Menganalisis dan mengevaluasi berpikir matematis dan strategi yang digunakan orang
lain,
d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ideide matematis secara
benar.

5
Berdasarkan Principles and Standards for School Mathematics dari NCTM tahun
2000 (dalam Meiva Marthaulina Lestari Siahaan & Napitupulu, 2018) kemampuan
komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari beberapa aspek berikut:

1) Kemampuan menyatakan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, serta


menggambarkan secara visual.
2) Kemampuan menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan
maupun tertulis.

Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, simbol simbol matematika, dan


struktur-strukturnya untuk memodelkan situasi atau permasalahan matematika.

Menurut Triana & Zubainur (2019) komunikasi matematis dapat diartikan sebagai
suatu percakapan yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas. percakapan berisi tentang
materi matematika yang dipelajari di kelas, komunikasi di lingkungan kelas adalah guru dan
siswa. Sedangkan komunikasi matematis dapat secara tertulis maupun lisan yang
disampaikan guru kepada siswa. Sehingga komunikasi dapat berjalan dengan lancar dan
sebaliknya, jika komunikasi antara siswa dengan guru tidak berjalan dengan baik maka
kemampuan komunikasi matematis rendah.

Tanjungpura (2018) menyatakan bahwa menulis tentang sesuatu yang dipikirkan


dapat membantu para siswa untuk memperoleh kejelasan dan dapat mengungkapkan tingkat
pemahaman siswa. Menulis tentang konsep-konsep matematika dapat menuntun siswa untuk
menemukan tingkat pemahamannya. Disamping kelima aspek yang di atas, menurut Triana
& Zubainur (2019) indikator komunikasi matematis adalah sebagai berikut:

a. Mengubah benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika


b. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan atau tulisan dengan benda
nyata, gambar, grafik dan aljabar
c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika
d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika
e. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.
f. Menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.
g. Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri.

6
Adapun indikator komunikasi matematika jenjang sekolah dasar adalah sebagai
berikut:

a. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika


b. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan, dengan
benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar
c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa simbol matematika.
d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika

2. Kemampuan Komunikasi Matematis


Menurut (Dina & Ikhsan, 2019), pentingnya komunikasi karena beberapa hal yaitu
untuk menyatakan ide melalui percakapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskan secara
visual dalam tipe yang berbeda; memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide
yang disajikan dalam tulisan atau dalam bentuk visual; mengkonstruksi, memginterpretasi,
dan mengaitkan berbagai bentuk representasi ide dan berhubungannya; membuat
pengamatan dan konkekture, merumuskan pertanyaan, membawa dan mengevaluasi
informasi; menghasilkan danmenyatakan argumen secara persuasif. Senada dengan yang
disampaikan Meiva Marthaulina Lestari Siahaan & Napitupulu (2018), dan Van de Walle
(2008: 5) menyatakan bahwa: “cara terbaik untuk berhubungan dengan suatu ide adalah
dengan mencoba menyampaikan ide tersebut pada orang lain.’’ Kemampuan komunikasi
matematika merupakan suatu hal yang sangat mendukung untuk seorang guru dalam
memahami kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika. Hal ini didukung oleh
NCTM dalam Van de Walle (2008:48) mengungkapkan bahwa tanpa komunikasi dalam
matematika, guru akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman
siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika (Triana & Zubainur, 2019). Di
antara kemampuan matematis siswa yang rendah adalah kemampuan komunikasi
matematis. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Sür & Delice (2016)
bahwa kemampuan siswa dalam hal mengemukakan ide keterkaitan suatu konsep dengan
konsep lain dengan bahasa sendiri masih rendah.

Dari beberapa pengertian komunikasi matematika di atas dapat ditarik kesimpulan


bahwasanya komunikasi adalah komponen yang sangat penting tak hanya di dalam
pembelajaran matematika tetapi juga di dalam semua bidang studi manapun. Dengan adanya

7
komunikasi, tidak terjadi kesalahpahaman informasi yang disampaikan (Pratiwi & Waziana,
2018).

Agar komunikasi matematika itu dapat berjalan dan berperan dengan baik, maka
diciptakan suasana yang kondusif dalam pembelajaran yang dapat mengoptimalkan
kemampuan siswa dalam komunikasi matematika, siswa sebaiknya diorganisasikan dalam
kelompok-kelompok kecil yang dapat dimungkinkan terjadinya komunikasi multi-arah,
yaitu komunikasi siswa dengan siswa dalam satu kelompok. Melalui komunikasi yang
terjadi di kelompokkelompok kecil, pemikiran matematika siswa dapat diorganisasikan dan
dikonsolidasikan.

Pengkomunikasian matematika yang dilakukan siswa pada setiap kali pelajaran


matematika, secara bertahap tentu akan dapat meningkatkan kualitas komunikasi, dalam arti
bahwa pengkomunikasian pemikiran matematika siswa tersebut semakin cermat, tepat,
sistematis dan efisien. Pendekatan dan model pembelajaran yang bervariasi dapat
digunakan untuk membantu meningkatkan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis
siswa (Sür & Delice, 2016). Pembelajaran dengan metakognitif mengarahkan perhatian
siswa pada apa yang relevan dan membimbing mereka untuk memilih strategi yang tepat
untuk menyelesaikan soal-soal melalui bimbingan scaffolding terakait dengan kemampuan
koneksi dan komunikasi matematis siswa untuk mengembangkan Zone of Proximal
Development (ZPD) yang ada padanya, yang diperkirakan sesuai dengan kebutuhan siswa
dalam mengembangkan kemampuan berpikir matematis mereka untuk menyelesaikan
masalah matematika (Zaretsky & Evtah, 2011). Selain itu, untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa dapat menggunakan pendekatan CTL seperti pada penelitian
yang dilakukan oleh Diah Setawati menunjukan bahwa peningkatan kemampuan
komunikasi siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan CTL lebih signifikan
dibandingkan pembelajaran konvensional dan proses penyelesaian jawaban siswa di kelas
yang menggunakan pendekatan CTL lebih tinggi (Tanjungpura, 2018).

Dengan adanya komunikasi yang baik di dalam kelas tentunya akan membantu siswa
dalam memecahkan masalah yang terkait dengan pembelajaran maematika. Kaitan antara
komunikasi dan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika adalah komunikasi
dalam pembelajaran matematika bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami soal

8
cerita dan mengkomunikasikan hasilnya. Selain itu penguasaan bahasa yang baik mampu
mengkristalkan dan membantu pemahaman dan idea matematika siswa.Kemampuan siswa
dalam mengkomunikasikasikan masalah matematika, pada umumnya ditunjang oleh
pemahaman mereka terhadap bahasa (Triana & Zubainur, 2019).

3. Implementasi Komunikasi Matematika di Sekolah


Guru dapat membentuk kemampuan komunikasi siswa saat diskusi kelas. Pertama
yaitu membentuk perilaku yang mendukung proses pembelajaran di kelas. Selain itu,
memilih dan menggunakan permasalahan matematika yang memungkinkan terjadi banyak
komunikasi. Ketiga, memandu diskusi kelas mengenai apa yang sedang dipelajari dengan
memantau proses belajar siswa. Guru sebaiknya berusaha untuk membentuk pembelajaran
yang kaya akan komunikasi matematis dimana siswa diyakinkan untuk membagikan idenya
dan mencari pembenaran hingga ia paham (Zakiri et al., 2018). Beberapa pengajaran
sekolah menjadikan komunikasi sebagai pusat pengajaran dan pembelajaran matematika
serta menilai pengetahuan siswa.

Fokus dari pembelajaran adalah mencoba memaknai matematika bersama-sama.


Menjelaskan, menanya, mendiskusikan, dan memaknai adalah pembelajaran alami dan yang
sangat diharapkan terjadi dalam pembelajaran (Rohendi & Dulpaja, 2013). Demi mencapai
pembelajaran yang demikian, guru perlu membentuk lingkungan belajar yang saling percaya
dan patuh, yang dapat diperoleh dengan memberi semangat kepada siswa untuk mengambil
tanggungjawab substansial dari pembelajaran matematika mereka dan teman sebaya
(Panasuk, 2010).

Guru selayaknya dapat membangun lingkungan agar siswa mau untuk berjuang
memperoleh ide, membuat kesalahan, dan merasa tidak yakin (Mustamin, 2018). Kebiasaan
seperti ini menjadikan siswa berani berpartisipasi secara aktif dalam mencoba memahami
apa yang diminta untuk dipelajari karena mereka tahu bahwa mereka tidak akan dikritisi
secara personal, meskipun sebenarnya yang dikritisi adalah pemikiran matematis mereka.
Komunikasi sebaiknya berfokus pada permasalahan nyata. Guru sebaiknya mengidentifikasi
dan memberi tugas yang memenuhi hal-hal berikut (NCTM, 2000):

a. Berkaitan dengan ide matematika yang penting.


b. Dapat diselesaikan dengan berbagai metode.

9
c. Memungkinkan timbulnya berbagai representasi.
d. Memberikan kesempatan siswa untuk menginterpretasikan, memberi alasan, dan
menduga.

Guru juga harus memfasilitasi pembelajaran matematika siswa melalui diskusi kelas
yang membutuhkan keterampilan dan penilaian yang baik (Rusmini & Surya, 2017).
Contohnya, untuk meyakinkan siswa guru dapat menunjuk siswa lain yang memiliki cara
yang berbeda untuk mempresentasikan idenya di depan kelas. Guru sebaiknya juga
memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkontribusi dalam pembelajaran,
meskipun tidak mungkin untuk memberikan kesempatan bicara bagi seluruh siswa
(Hemdriana, Slamet, & Sumarmo, 2014). Dengan demikian, siswa akan memperoleh
pertanyaan dari guru dan siswa lainnya untuk menjelaskan pemikiran matematis dan
penalarannnya.

Guru juga perlu mengontrol siswa-siswa yang terlihat tidak aktif agar mereka tidak
hilang dari lingkaran diskusi kelas untuk waktu yang terlalu Panjang (Muqtada et al., 2018).
Tetapi, dengan pembelajaran yang banyak menyertakan komunikasi lisan memungkinkan
terjadinya pernyataan atau topik yang tidak relevan atau tidak mengandung subtansi
matematis. Meskipun hal ini terjadi, guru dan siswa tetap memperoleh keuntungan. Guru
dapat menggunakan komunikasi lisan atau tulis untuk memberi siswa kesempatan sebagai
berikut (NCTM, 2000).

a. Berpikir melalui permasalahan


b. Menyusun penjelasan
c. Mencoba kosakata atau notasi yang baru
d. Membuat bentuk pernyataan
e. Mengklarifikasi dugaan
f. Mengkritisi hasil klarifikasi
g. Merefleksikan pemahaman mereka dan ide dari teman.

4. Contoh Soal dan Penyelasaian Komunikasi Matematika


Dalam hal ini, kita dapat menggunakan contoh dalam strategi menulis kalimat
matematika terbuka yang merupakan salah satu strategi dalam memecahkan masalah
matematika. Strategi menulis kalimat matematika terbuka ini melibatkan pemahaman

10
tentang hubungan dan pertanyaan dalam masalah dan menerjemahkannya ke dalam bahasa
matematika. Siswa harus memahami konsep dari operasi dan menulis kalimat matematika
terbuka jika mereka akan menggunakan strategi itu.

Contoh masalah yang relevan sebagai berikut.


1. Novi belajar untuk mengeja tiga kata hari ini dan 3 kata kemarin. Berapa banyak kata
yang dipelajari Novi dalam dua hari ini?
2. Meitri membeli 4 kerudung. Dia akan memberikan satu kerudung kepada temannya
yang berulang tahun. Berapa kerudung Meitri yang tersisa?
3. Arum pergi berlibur selama 2 minggu. Berapa hari ia berlibur?
4. Sigit mempunyai 24 batang seledri untuk snack 8 anak laki-laki di kelompoknya.
Berapa batang seledri diperoleh tiap anak jika yang mereka dapatkan sama?

Penyelesaian:

1. Diketahui: Hari ini Novi mengeja tiga kata = 3


Hari kemarin: 3
Ditanya: berapa banyak kata yang dipelajari Novi dalam dua hari?
Jawab: 3 + 3 = 6
2. Diketahui: Metri membeli kerudung = 4
Metri memberikan kerudung = 1
Ditanya: berapa kerudung Metri yang tersisa?
Jawab: 3 – 1 = 2
3. Diketahui: Arum berlibur selama 2 minggu
1 Minggu = 7 hari
Ditanya: berapa hari Arum berlibur?
Jawab: 1 Minggu = 7 hari
2 Minggu = 7 + 7
= 14
Jadi, Arum berlibur selama 14 hari.
4. Diketahui: Sigit mempunyai seledri = 24
Untuk snack anak laki-laki = 8
Ditanya: berapa batang seledri yang diperoleh setiap anak?

11
Jawab: 24 : 8 = 3
Jadi, setiap anak mendapatkan 3 batang seledri.

Dalam hal ini, siswa dapat memecahkan masalah tersebut secara individu atau
berkelompok menggunakan strategi yang mereka tahu. Setelah mereka menyelesaikan
masalah, siswa dapat melaporkan solusi dan bagaimana cara berpikir untuk mendapatkan
solusi tersebut. Setelah siswa memecahkan banyak masalah menggunakan strategi yang
mereka pilih, tunjukkan bahwa mereka telah membangun konsep operasi dan pengenalan
kalimat matematika. Siswa dapat menggunakan konsep atau pemahaman mereka sendiri
dalam memaknai dan memahami soal. Siswa dapat menggunakan bahasa mereka sendiri
dalam memecahkan masalah matematika tersebut. Dengan begitu, siswa akan lebih mudah
dalam mengartikan soal tersebut dalam bahasa matematika.

B. Koneksi Matematika (Mathematical Connection)


5. Pengertian Koneksi Matematika (Mathematical Connection)
Koneksi dalam bahasa Inggris diartikan hubungan. Sedangkan secara umum koneksi
diartikan sebagai suatu hubungan atau keterkaitan. Sehingga koneksi matematis adalah
hubungan atau keterkaitan dengan ilmu matematika. Artinya koneksi matematis adalah
keterkaitan antara konsep-konsep matematika yang berhubungan dengan matematika itu
sendiri dan keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari (Yuliani et al.,
2018);(Isfayani et al., 2018).

Adirakasiwi (2018) juga menjelaskan bahwa koneksi matematika dapat diartikan


sebagai keterkaitan secara internal dan eksternal. Keterkaitan secara internal adalah
keterkaitan antara konsepkonsep matematika yaitu berhubungan dengan matematika itu
sendiri dan keterkaitan secara eksternal, yaitu keterkaitan antara matematika dengan
kehidupan sehari-hari.

Dalam kaitannya dengan koneksi eksternal, Hendriana, Slamet, & Utari


Sumarmo (2014) menyatakan bahwa mudah sekali mempelajari matematika kalau kita
melihat penerapannya di dunia nyata. Hal ini berkenaan dengan kebermaknaan belajar,
dengan mengaitkan matematika ke dalam dunia nyata, maka pembelajaran akan dirasa lebih
bermakna (Kenedi, Helsa, Ariani, Zainil, & Hendri, 2019). Dengan demikian, kemampuan
siswa untuk mengaitkan matematika ke dalam konteks dunia nyata perlu ditingkatkan.

12
Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis itu perlu
dikembangkan oleh para siswa.

Gagasan koneksi matematis telah lama diteliti oleh W.A. Brownell tahun 1930-an,
namun pada saat itu ide koneksi matematis hanya terbatas pada koneksi pada aritmetik
(Hendriana et al., 2014). Koneksi matematis diilhami oleh karena ilmu matematika tidaklah
terpatisi dalam berbagai topik yang saling terpisah, namun matematika merupakan satu
kesatuan. Selain itu matematika juga tidak bisa terpisah dari ilmu selain matematika dan
masalah-maslah yang terjadi dalam kehidupan. Tanpa koneksi matematis maka siswa harus
belajar dan mengingat terlalu banyak konsep dan prosedur matematika yang saling terpisah
(NCTM, 2000). Konsep-konsep dalam bilangan pecahan, presentase, rasio, dan
perbandingan linear merupakan salah satu contoh topik-topik yang dapat dikait-kaitkan
(Kenedi et al., 2019).

Dalam belajar matematika, siswa melakukan aktivitas-aktivitas belajar seperti


menerima, mengolah dan mengungkapkan gagasangagasan atau ide-ide matematis. Untuk
menghubungan berbagai macam gagasan-gagasan atau ide-ide matematis yang diterima oleh
siswa, diperlukan kemampuan koneksi matematis (mathematical connection). Koneksi
matematis merupakan salah satu kemampuan standar yang sudah ditetapkan oleh NCTM
serta sudah diadopsi dan digunakan dalam pembelajaran maematika oleh banyak Negara,
termasuk Indonesia. Secara umum Rismawati, Irawan, & Susanto (2017), mengemukakan
bahwa kemampuan koneksi matematis meliputi:

a. Menghubungkan pengetahuan konsetual dan procedural,


b. Menggunakan matematika pada topik lain (other curriculum areas),
c. Menggunakan matematika dalam aktivitas kehidupan,
d. Melihat matematika sebagai kesatuan yang terintregasi,
e. Menerapkan kemampuan berpikir matematis dan membuat model untuk menyelesaikan
masalah dalam pelajaran lain, seperti musik, seni, psikologi, sains, dan bisnis,
f. Menggunakan koneksi antara topik-topik dalam matematika, dan
g. Mengenal berbagai representasi untuk konsep yang sama.

Dari tujuh kemampuan koneksi yang telah dipaparkan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa sebenarnya terdapat tiga kata kerja indikator pada kemampuan koneksi yang

13
dimaksud. Kata kerja indikator tersebut yaitu melihat/ mengenal, menghubungkan, dan
menggunakan/ menerapkan. Sementara itu, terdapat empat komponen yang dapat
dikoneksikan secara matematis yaitu: pengetahuan konseptual dan prosedural, topik-topik
dalam matematika, topik/pelajaran di luar matematika, dan aktivitas kehidupan sehari-hari
(Sari, Chandra, & Sudirman, 2018).

NCTM (2000) menjelaskan bahwa standar koneksi siswa adalah penekanan


pembelajaran matematika pada kemampuan siswa yang meliputi: (1) Mengenali dan
menggunakan hubungan antara ide-ide matematika. (2) Memahami bagaimana ide-ide
matematika saling berhubungan dan membangun satu ide ke ide lain untuk menghasilkan
suatu kesatuan yang utuh. (3) mengenali dan mengaplikasikan konsepkonsep matematika di
luar matematika. Sesuai standar koneksi matematis tersebut maka dapat dirumuskan bahwa
pada dasarnya terdapat tiga kata kunci indikator yang ditekankan yaitu mengenali,
memahami, dan menggunakan/mengaplikasikan. Sementara komponen untuk konteks
matematis yang dirumuskan secara tersirat meliputi ideide matematika dalam satu materi,
ide-ide matematika antarmateri, dan konsep-konsep matematika dengan selain matematika
(bidang ilmu lain/kehidupan sehari-hari) (Adirakasiwi, 2018).

6. Tahapan Koneksi Matematika


Setiawan, Suyitno, & Susilo (2017) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang
berkaitan dengan koneksi matematis disasumsikan ada tiga. Ketiga aspek yang dimaksud
yaitu: (1) unifying themes, (2) mathematical processes, dan (3) mathematical connectors.

Pertama, unifying themes atau penyatuan tema-tema. Penyatuan tema-tema seperti


perubahan (change), data dan bentuk (shape) dapat digunakan untuk menarik perhatian
terhadap sifat dasar matematika yang berkaitan. Gagasan tentang perubahan dapat menjadi
penghubung antara aljabar, geometri, matematika diskrit, dan kalkulus. Misalnya bagaimana
kaitan antara laju perubahan tetap dengan garis dan persamaan garis? Bagaimana keliling
suatu bangun datar berubah ketika bangun datar itu ditransformasikan? Apakah artinya laju
perubahan sesaat dari suatu fungsi di suatu titik? Setiap pertanyaan memberi kesempatan
untuk mengaitkan topik-topik matematika dengan menghubungkannya melalui tema
perubahan. Tema lain yang memberi kesempatan luas untuk membuat koneksi matematika
adalah data (Prasetyo, Dwidayati, & Junaedi, 2017). Misalnya data berpasangan menjadi

14
konteks dan motivasi untuk mempelajari fungsi linear, karena data berpasangan sering
ditampilkan dengan grafik fungsi. Bentuk juga merupakan tema lain yang dapat digunakan
untuk memperlihatkan koneksi matematika. Sebagai contoh bentuk kurva berkaitan dengan
karakteristik datanya.

Kedua, mathematical process atau proses matematis. Aspek proses matematis dari
koneksi matematis meliputi: representasi, aplikasi, problem solving dan reasoning (Asiyah,
Suyitno, & Safa’atullah, 2017). Empat kategori aktivitas ini akan terus berlangsung selama
seseorang mempelajari matematika. Agar siswa dapat memahami konsep secara medalam,
mereka harus membuat koneksi diantara representasi. Aktivitas aplikasi, problem solving,
dan reasoning, membutuhkan berbagai pendekatan matematika, sehingga siswa dapat
menemukan koneksi. Sebagai contoh untuk mencari turunan menggunakan definisi fungsi,
siswa harus mengaplikasikan limit dan komposisi fungsi. Komposisi fungsi dengan polinom
berderajat besar melibatkan ekspansi binomial, yang koofisiennya dapat diperoleh melalui
perhitungan kombinatorik (Yosopranata, Zaenuri, & Mashuri, 2018). Aktivitas problem
solving seperti pencarian nilai optimum melibatkan pemodelan, representasi aljabar atau
kalkulus. Pembuktian rumus-rumus turunan merupakan kegiatan reasoning yang melibatkan
ide-ide matematis.

Ketiga, mathematical connectors atau konektor matematis. Fungsi, matrik,


algoritma, grafik, variable, perbandingan dan transformasi merupakan ide-ide metamatis
yang menjadi konektor ketika mempelajari topik-topik matematika dengan spectrum yang
luas. Algoritma adalah konektor yang sering digunakan dalam matematika. Grafik
membantu siswa melakukan koneksi matematis dengan lebih mudah. Koneksi matematis
dapat diperlihatkan melalui konektor variabel. Rasio atau perbandingan berguna hampir di
setiap level pembelajaran matematika (Metha, Pebriyanti, & Karomah, 2018). Oleh karena
itu, rasio dapat menjadi konektor siswa dengan matematika.

7. Kemampuan Koneksi Matematika


NCTM (2000), menyatakan bahwa matematika bukan kumpulan dari topik dan
kemampuan yang terpisah-pisah, walaupun dalam kenyataannya pelajaran matematika
sering dipartisi dan diajarkan dalam beberapa cabang. Matematika merupakan ilmu yang

15
teritegrasi. Oleh karena itu memandang matematika secara keseluruhan sangat penting
dalam belajar dan berpikir tentang koneksi diantara topik-topik dalam matematika.

Kaidah koneksi dari Yosopranata et al. (2018) menyebutkan bahwa setiap konsep,
prinsip, dan keterampilan lainnya. Stuktur koneksi yang terdapat di antara cabang-cabang
matematika memungkinkan siswa melakukan penalaran matematis secara analitik dan
sintetik. Melalui kegianatn ini, kemampuan matematis siswa menjadi berkembang. Bentuk
koneksi yang paling utama dalah mencari koneksi dan relasi diantara berbagai struktur
dalam matematika. Dalam pembelajaran matematika guru tidak perlu membantu siswa
dalam menelaah perbedaan dan keragaman struktur-struktur dalam matematka, tetapi siswa
perlu menyadari sendiri adanya koneksi antara berbagai struktur dalam matematika. Struktur
matematika adalah ringkas dan jelas, sehingga melalui koneksi matematis maka
pembelajaran matematika menjadi lebih mudah dipahami oleh anak (Hidayah & Kurniaasih,
2019). Metha et al. (2018) menyatakan bahwa tidak hanya koneksi matematis yang penting
namun kesadaran perlunya koneksi dalam belajar matematika juga penting. apabia ditelaah
tidak ada topik dalam matematika yang berdiri sendiri tanpa adanya koneksi dengan topik
lainnya. Koneksi antar topik dalam matematika dapat dipahami anak apabila anak
mengalami pembelajaran yang bermakna. Koneksi diantara proses-proses dan konsep-
konsep dalam matematika merupakan objek abstrak artinya koneksi ini terjadi dalam pikiran
siswa, misalnya siswa menggunakan pikirannya pada saat mengkoneksikan antara symbol
dengan represntasinya (Xu, Liu, Cheng, & Chen, 2019). Dengan koneksi matematis maka
pelajaran matematika terasa menjadi lebih bermakna.

Dalam artikel lain disebutkan bahwa koneksi matematis merupakan “alat pemecahan
masalah”. (Nägele, Weckwerth, Szymanski, & Planck, 2014) membenarkan ungkapan
NCTM bahwa koneksi matematis merupakan alat pemecahan masalah. Dengan menganggap
koneksi matematis sebagai alat pemecahan masalah, maka implikasinya terhadap
pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran harus membangun koneksi baru dan
menggunakan koneksi yang telah terbentuk untuk menyelesaikan suatu masalah. Jika siswa
tidak mampu untuk membangun suatu koneksi maka koneksi tidak berperan apa-apa dalam
pemecahan masalah (Hidayah & Kurniaasih, 2019).

16
Keterkaitan antar konsep atau prinsip dalam matematika memegang peranan yang
sangat penting dalam mempelajari matematika. Dengan pengetahuan itu, siswa memahami
matematika secara lebih menyeluruh dan lebih mendalam. Selain itu dalam menghafal juga
semakin sedikit dan akibatnya belajar matematika menjadi lebih mudah (Metha et al., 2018).

Pembelajaran matematika yang menekankan pada hubungan atau keterkaitan antar


konsep dan ide matematika diharapkan bisa memberikan pengalaman belajar yang bisa
meningkatan kemandisrian belajar. Dengan berbekal pada pemahaman konsep yang sudah
pernah dipelajar, siswa akan mempunyai disposisi ataupun rasa percaya diri untuk
mempelajari konsep-konsep baru yang diyakininya punya hubungan dengan konsep yang
sudah dipahami. Dengan memiliki kemampuan koneksi matematis maka siswa akan bisa
membangun pengetahuan matematikanya didasarkan pada hubungan antar konsep
matematika yang sudah dikuasainya (Sari et al., 2018). Siswa juga bisa mempunyai
kesadaran yang lebih tinggi tentang manfaat matematika, karena mereka mengetahui bahwa
matematika bisa digunakan untuk mendukung bidang studi lain dan matematika bisa
diterapkan pada kehidupan sehari-hari.

Jadi, kemampuan koneksi matematis sangat penting dimiliki oleh siswa khususnya
dalam belajar matematika. Pentingnya koneksi matematis tersebut secara umum dapat
dirangkum sebagai berikut (Hidayah & Kurniaasih, 2019):

a. Koneksi matematis dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk dapat memahami
matematika secara mendalam, lebih menyeluruh dan lebih bermakna,
b. Koneksi matematis sangat bermanfaat bagi siswa sebagai alat dalam problem solving,
dan
c. Koneksi matematis dapat memberikan pengalaman belajar yang bisa meningkatkan
kemandirian belajar, menumbuhkan kepercayaan, dan kesadaran yang lebih tinggi
tentang manfaat matematika.

8. Implementasi Koneksi Matematika


Kemampuan representasi sangat penting bagi siswa sekolah dasar. Sebagai contoh,
representasi objek konkrit digunakan untuk memulai pembelajaran dan kemudian melalui
representasi gambar dan simbol abstrak siswa belajar penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian, nilai tempat, dan desimal. Koneksi antara representasi benda konkrit, gambar,

17
dan simbol abstrak diperlukan pada saat siswa belajar memahami maknaoperasi bilangan.
Di sekolah menengah, representasi yang beragam perlu ditampilkan, dieksplorasi, dan
ditekankan. Sebagai contoh ketika mempelajari kesebanguan dua segiempat, representasi
yang diperlukan meliputi representasi gambar, simbol dan tabel.

Ketika siswa dapat melihat hubungan terhadap bidang isi matematika yang berbeda,
mereka mengembangkan pandangan matematika sebagai suatu kesatuan. Selama mereka
membangun pada pemahaman matematika mereka sebelumnya sambil belajar konsep-
konsep baru, siswa menjadi semakin sadar akan koneksi antara berbagai topik matematika.
Seperti pengetahuan siswa tentang matematika, kemampuan mereka untuk menggunakan
berbagai representasi matematika, dan akses mereka ke teknologi canggih dan peningkatan
software, menjadikan koneksi mereka dengan disiplin ilmu lain, terutama ilmu-ilmu science
dan ilmu-ilmu sosial, memberi mereka kemampuan matematika yang lebih besar.

Kepercayaan bahwa konsep-konsep matematika saling berhubungan bisa


dikembangkan dengan pertanyaa-pertanyaan pengarahan yang diberikan kepada siswa.
pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa dibuat oleh guru atau oleh siswa yang sudah dilatih
untuk membuat pertanyaan tentang koneksi atau hubungan antar konsep. Dengan adanya
rasa percaya diri dalam belajar tersebut, maka kemandirian belajar siswa juga akan
terbentuk. Pembelajaran yang menekankan pada koneksi matematis juga harus bisa
menumbuhkan kepercayaan pada siswa bahwa matematika bisa dihubungkan danditerapkan
pada konteks-konteks di luar matematika (Kenedi et al., 2019); (Xu et al., 2019).

Pemberian contoh di luar matematika akan membangun kepercayaan tersebut.


Misalkan ahli bangunan yang akan menghitung banyaknya material yang diperlukan untuk
membuat gorong-gorong yang berbentuk tabung, kasus ini bisa dihubungkan dengan
volume tabung maupun konsep selimut tabung. Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan
dalam NCTM (2000) bahwa di kelas 6-8 dan di kelas 9-12 siswa harus percaya diri
menggunakan matematika untuk aplikasaplikasi yang kompleks di dunia luar.

9. Contoh Soal dan Penyelasaian Koneksi Matematika


Perhatikan Soal di bawah ini.

18
1) Berapa banyak kertas yang digunakan di sekolah Anda dalam satu tahun? Berapa
banyak pohon yang ditebang untuk membuat kertas-kertas yang digunakan di sekolah
Anda?
Jawab:
Fakta menunjukkan bahwa 250 kg kertas memerlukan kira-kira satu pohon sebagai
bahan bakunya. Berapa banyak kertas yang digunakan sekolah Anda setiap hari? Jika
satu hari menggunakan 100 lembar kertas maka dalam satu tahun ada 100 × 365 =
36.500 lembar. Satu lembar kertas beratnya 5 g, berarti dalam satu tahun menggunakan
kertas sebanyak 36.500 × 5 = 182.500g = 182,5kg. Jika ada 1.000 sekolah maka dalam
setahun menghabiskan 1.000 × 182,5 = 182.500 kg. Mengingat 250 kg diperlukan satu
pohon maka untuk 182.500kg kertas diperlukan 730 pohon. Bayangkan jika keadaan ini
berlangsung dalam puluhan tahun di seluruh dunia. Berapa pohon yang ditebang untuk
keperluan membuat kertas?

Masalah di atas merupakan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari (atau paling
tidak masalah kontekstual) yang penyelesaiannya memerlukan keterampilan, fakta, konsep
dan prosedur matematika. Disini matematika menjadi alat (tool) untuk mengorganisasi,
menyimpulkan, menyajikan data dan menyediakan bahan untuk membuat keputusan.

Dalam masalah tersebut, siswa tidak hanya belajar mengenai matematika saja, tetapi
siswa juga dapat belajar mengenai bagaimana menyajikan suatu data dengan baik. Selain
itu, siswa juga mendapatkan informasi mengenai penggunaan kertas pada kehidupan sehari-
hari. Dengan mengetahui hal tersebut, diharapkan siswa dapat menghemat penggunaan
kertas untuk melindungi populasi pohon di Indonesia.

A. Representasi Matematika (Representation Mathematic)


1. Pengertian Representasi Matematika
Kemampuan matematis yang perlu dikembangkan di antaranya adalah kemampuan
representasi matematis. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000)
menyebutkan bahwa kemampuan pemahaman dan representasi matematis merupakan aspek
yang sangat penting dalam prinsip pembelajaran matematika. Siswa dalam belajar
matematika harus disertai dengan pemahaman yang merupakan tujuan dari belajar
matematika (Yang, Kabir, & Hoque, 2016). Siswa dapat mengembangkan dan memahami

19
konsep matematis lebih dalam dengan menggunakan representasi yang bermacam-macam.
Kemampuan representasi yang digunakan dalam belajar matematika seperti menggambar
grafik maupun simbol akan membantu komunikasi dan berpikir siswa (Ramziah, 2016).

Siswa dapat mengembangkan dan memperdalam pemahaman konsep matematis


mereka dan hubungannya seperti membuat, membandingkan, dan menggunakan variasi
representasi. Representasi meliputi bentuk objek, gambar, diagram, grafik, dan simbol yang
juga dapat membantu siswa mengkomunikasikan pikiran mereka (Sajadi, Amiripour, &
Rostamy-malkhalifeh, 2013);(Yuanita, 2018). Siswa yang telah diajar dengan standar ini
dalam pikiran akan belajar untuk mengenal, membandingkan, dan menggunakan suatu
aturan bentuk representasi untuk pecahan, desimal, persen, dan bilangan bulat.

Mereka juga akan belajar menggunakan bentuk representasi seperti eksponen dan
notasi ilmiah ketika bekerja dengan angka-angka besar dan kecil serta menggunakan suatu
variasi grafis untuk merepresentasikan dan menganalisis himpunan data (NCTM, 2000).

Representasi pada hakekatnya bukan menunjukkan kepada produk atau hasil yang
terwujud dalam bentuk konstruksi baru, tetapi juga proses berpikir yang dilakukan dalam
menangkap dan memahami konsep, operasi, dan hubungan-hubungan matematis dari suatu
konfigurasi (Dahlan dan Juandi, 2011);(Ningsih, 2018).

Dengan kata lain representasi berlangsung dalam dua tahap, yaitu representasi
internal dan eksternal. Representasi internal didefinisikan sebagai proses berpikir tentang
ide-ide matematis yang memungkinkan pikiran seseorang bekerja atas ide tersebut (Yang et
al., 2016). Sedangkan representasi eksternal adalah perwujudan untuk menggambarkan apa
yang dikerjakan secara internal. Menurut Kartini (2009), anak dapat diekspos pada sejumlah
perwujudan fisik, misalnya”lima” dan kemudian mulai mengabtraksikan konsep lima
tersebut. Dalam proses ini, anak tersebut dapat membangun sebuah representasi internal
(representasi mental, representasi kognitif, gambaran mental, skema) (Kurhan & Kurhan,
2017). Dapat disimpulkan bahwa representasi matematis adalah ungkapan-ungkapan dari
ide-ide matematika yang digunakan untuk memperlihatkan (mengkomunikasikan) hasil
kerjanya dengan cara tertentu sebagai hasil interpretasi dari pikirannya.

20
2. Bentuk Bentuk Representasi
Representasi berguna untuk menyelesaikan masalah atau memperjelas, atau
memperluas ide-ide matematika. Mulai dari proses mengumpulkan fakta (data), menyusun
tabel atau grafik, sampai pada pengembangan representasi simbolik (aljabar). Kartini (2009)
mengungkapkan bahwa pada dasarnya bentuk-bentuk representasi digolongkan menjadi
representasi visual (gambar, diagram grafik, atau tabel), representasi simbolik
(pernyataan/notasi matematik, numerik/simbol aljabar), dan representasi verbal (teks
tertulis/katakata) (Ratnasari, Tadjudin, Syazali, & Andriani, 2018). Bentuk-bentuk
representasi tersebut dijadikan sebagai dasar dan indikator dalam menilai kemampuan
representasi siswa. Dasar/standar kemampuan representasi yang dikemukakan National
Council of Teachers of Mathematics (2000) yaitu sebagai berikut.

a. Membuat dan menggunakan representasi untuk mengorganisir, mencatat, dan


mengkomunikasikan ide-ide matematis.
b. Memilih, menerapkan, dan menerjemahkan representasi matematis untuk memecahkan
masalah.
c. Menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena
fisik, sosial, dan fenomena matematis.

Pada pembelajaran matematika, representasi merupakan dasar bagaimana seorang


siswa dapat memahami dan menggunakan ide-ide matematika. Seperti yang dikemukakan
oleh Hwang dkk (2007) bahwa ketika menyelesaikan masalah aplikasi matematika, siswa
perlu mengamati dan menemukan pola-pola khusus yang ada di dalam masalah tersebut.
Siswa perlu untuk memformulasi masalah tersebut menjadi bentuk masalah matematika
yang abstrak atau model matematika. Dalam proses memformulasi inilah, siswa harus
mempunyai keterampilan representasi ganda (multiple representation) untuk
menginterpretasi masalah yang sama dalam bentuk atau pandangan yang berbeda (Juandi
dan Dahlan, 2011);(Yang et al., 2016).

Representasi seharusnya diberikan sebagai sesuatu yang penting dalam upaya


mendukung pemamahan konsep dan pengaitan matematika, dalam komunikasi matematika,
argumentasi, dan pemahaman konsep itu sendiri dan kaitan dengan yang lainnya (Retno,
Junaedi, & Hidayah, 2018), pengaturan koneksi antar konsep matematika, serta aplikasi

21
konsep matematika dalam kehidupan seharihari melalui pemodelan. Hal tersebut
diakibatkan oleh proses pembelajaran matematika yang didesain guru cenderung deduktif
(penyampaian rumus, aturan, atau dalil matematika secara langsung) tanpa diawali oleh
proses induktif atau tanpa pemberian konteks yang berkaitan dengan aturan-aturan
matematika yang diajarkan (Juandi dan Dahlan, 2011).

Siswa tidak mempunyai kesempatan untuk menyusun representasi individualnya dari


masalah (materi) yang sedang dipelajarinya. Sangat mungkin representasi siswa mungkin
berbeda satu dengan yang lainnya. Dari perbedaan inilah siswa mempunyai pengalaman dan
pemahaman bahwa representasi dari suatu masalah sangatlah beragam. Sehingga setiap
orang mempunyai representasi yang mungkin sama dan mungkin juga berbeda dengan
orang lain (The National Council of Teachers of Mathematics, 2000).

3. Kemampuan Representasi Matematika


Konsep tentang representasi merupakan salah satu konsep psikologi yang digunakan
dalam pendidikan matematika untuk menjelaskan beberapa phenomena penting tentang cara
berfikir anak-anak (Janvier dalam Maulyda, Hidayanto, & Rahardjo, 2019). Namun
sebelumnya Ningsih (2018) menyatakan bahwa sebuah representasi dapat berupa kombinasi
dari sesuatu yang tertulis diatas kertas, sesuatu yang eksis dalam bentuk obyek fisik dan
susunan ide-ide yang terkontruksi didalam pikiran seseorang. Sebuah representasi dapat
dianggap sebagai sebuah kombinasi dari tiga komponen: simbol (tertulis), obyek nyata, dan
gambaran mental. Sari & Rosjanuardi (2018) lebih sederhana menyatakan bahwa segala
sesuatu yang dibuat siswa untuk mengekternalisasikan dan memperlihatkan kerjanya disebut
representasi. Dalam pengertian yang paling umum, representasi adalah suatu konfigurasi
yang dapat menggambarkan sesuatu yang lain dalam beberapa cara (Goldin, 2002);(Surya,
Sabandar, Kusumah, & Darhim, 2013).

Selanjutnya dalam psikologi matematika, representasi bermakna deskripsi hubungan


antara objek dengan simbol (Hwang, et al., 2007);(Surya et al., 2013). Representasi adalah
sesuatu yang melambangkan objek atau proses. Misalnya kata-kata, diagram, grafik,
simulasi komputer, persamaan matematika dan lain-lain. Beberapa representasi bersifat
lebih konkrit dan berfungsi sebagai acuan untuk konsep-konsep yang lebih abstrak dan
sebagai alat bantu dalam pemecahan masalah (Rosengrant et. al , 2005).

22
Representasi-representasi berbeda yang mengacu pada konsep yang sama akan
saling melengkapi dan semuanya bersamasama berkontribusi untuk pemahaman global
darinya (Gagatsis & Shiakalli dalam Gagatsis & Elia, 2005). Oleh karena itu, tiga anggapan
untuk penguasaan konsep dalam matematika ialah sebagai berikut.

Pertama, kemampuan untuk mengidentifikasi konsep dalam beragam representasi


(multiple representasi). Kedua kemampuan untuk menangani secara fleksibel konsep dalam
sistem-sistem representasi tertentu. Ketiga, kemampuan untuk menterjemahkan konsep dari
sistem representasi ke sistem representasi lainnya (Lesh, et. al dalam Gagatsis & Elia, 2005).

Representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari


gagasan-gagasan atau ide-ide matematika yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk
mencari suatu solusi dari masalah yang sedang dihadapinya. Adapun standar representasi
yang ditetapkan National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) untuk program
pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 adalah bahwa harus
memungkinkan siswa untuk (Sari & Rosjanuardi, 2018):

a. Membuat dan menggunakan representasi untuk mengatur, mencatat, dan


mengkomunikasikan ide-ide matematika,
b. Memilih, menerapkan, dan menterjemahkan antar representasi matematika untuk
memecahkan masalah,
c. Menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena
fisik, sosial, dan matematika. (NCTM, 2000).

Representasi yang dihadirkan oleh siswa tidak mesti yang konvensional atau yang
sudah biasa kita kenal tapi dapat merupakan representasi yang tidak konvensional yang
dapat mereka mengerti. Sebagaimana yang dijelaskan dalam NCTM. Penting bagi kita
mendorong para siswa untuk merepresentasikan berbagai gagasan mereka di dalam cara-
cara yang mereka mengerti, bahkan jika representasi- representasi pertama mereka tidak
konvensional. Penting juga bahwa mereka mempelajari bentuk-bentuk representasi yang
konvensional untuk mempermudah belajar matematika dan komunikasi mereka dengan
orang lain tentang gagasan- gagasan matematis. (NCTM, 2000)

23
Dari beberapa defenisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa representasi
matematis adalah ungkapan-ungkapan dari ide-ide matematika (masalah, pernyataan,
definisi, dan lain-lain) yang digunakan untuk memperlihatkan (mengkomunikasikan) hasil
kerjanya dengan cara tertentu (cara konvensional atau tidak konvensional) sebagai hasil
interpretasi dari pikirannya.

Sejumlah pakar (Goldin; 2002 dalam Maulyda, 2018) membagi representasi menjadi
dua bagian yakni representasi eksternal dan internal. Representasi eksternal, dalam bentuk
bahasa lisan, simbol tertulis, gambar atau objek fisik. Sementara untuk berfikir tentang
gagasan matematika maka mengharuskan representasi internal. Representasi internal
(representasi mental) tidak bisa secara langsung diamati karena merupakan aktivitas mental
dalam otaknya.

Schnotz (dalam Maulyda et al., 2019)) membagi representasi eksternal dalam dua
kelas yang berbeda yaitu representasi descriptive dan depictive. Representasi descriptive
terdiri atas simbol yang mempunyai struktur sembarang dan dihubungkan dengan isi yang
dinyatakan secara sederhana dengan makna dari suatu konvensi, yakni teks, sedangkan
representasi depictive termasuk tanda-tanda ikonic yang dihubungkan dengan isi yang
dinyatakan melalui fitur struktural yang umum secara konkret atau pada tingkat yang lebih
abstrak, yaitu, display visual.

Lebih lanjut Gagatsis dan Elia (2004) mengatakan bahwa untuk siswa kelas 1, 2 dan
3 sekolah dasar, representasi dapat digolongkan menjadi empat tipe, yaitu representasi
verbal (tergolong representasi descriptive), gambar informational, gambar decorative, dan
garis bilangan (tergolong representasi depictive). Perbedaan antara gambar informational
dan gambar decorative adalah pada gambar decorative, gambar yang diberikan dalam soal
tidak menyediakan setiap informasi pada siswa untuk menemukan solusi masalah, tetapi
hanya sebagai penunjang atau tidak ada hubungan langsung kepada konteks masalah.
Gambar informational menyediakan informasi penting untuk penyelesaian masalah atau
masalah itu didasarkan pada gambar.

Ratnasari et al (2018) menyatakan bahwa siswa dapat mengkomunikasikan


penjelasan-penjelasan mereka tentang strategi matematika atau solusi dalam bermacam cara,
yaitu secara simbolis (numerik dan/atau simbol aljabar), secara verbal, dalam diagram,

24
grafik, atau dengan tabel data. Lesh, Post dan Behr (dalam Hwang, et. al., 2007) membagi
representasi yang digunakan dalam pendidikan matematika dalam lima jenis, meliputi
representasi objek dunia nyata, representasi konkret, representasi simbol aritmatika,
representasi bahasa lisan atau verbal dan representasi gambar atau grafik.

Di antara kelima representasi tersebut, tiga yang terakhir lebih abstrak dan
merupakan tingkat representasi yang lebih tinggi dalam memecahkan masalah matematika.
Kemampuan representasi bahasa atau verbal adalah kemampuan menerjemahkan sifat-sifat
yang diselidiki dan hubungannya dalam masalah matematika ke dalam representasi verbal
atau bahasa (Yuanita et al., 2018). Kemampuan representasi gambar atau grafik adalah
kemampuan menerjemahkan masalah matematik ke dalam gambar atau grafik. Sedangkan
kemampuan representasi simbol aritmatika adalah kemampuan menerjemahkan masalah
matematika ke dalam representasi rumus aritmatika.

Dari beberapa penggolongan representasi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan


bahwa pada dasarnya representasi dapat digolongkan menjadi (1) representasi visual
(gambar, diagram grafik, atau tabel), (2) representasi simbolik (pernyataan matematik/notasi
matematik, numerik/simbol aljabar) dan (3) representasi verbal (teks tertulis/katakata)
(Ruliani et al., 2018). Penggunaan semua jenis representasi tersebut dapat dibuat secara
lengkap dan terpadu dalam pengujian suatu masalah yang sama atau dengan kata lain
representasi matematik dapat dibuat secara beragam (multiple representasi).

4. Implementasi Representasi Matematika di Sekolah


Guru membantu siswa belajar menggunakan representasi melalui mendorong mereka
membuat dan menggunakan representasi untuk mendukung pikiran dan komunikasi mereka.
Guru membantu siswa mengembangkannya melalui mendengarkan, bertanya, dan membuat
suatu usaha untuk memahami apa yang mereka coba komunikasikan dengan gambar atau
tulisan mereka, khususnya ketika tidak terbiasa melibatkan representasi. Jadi, guru memiliki
sebuah peran penting dalam membantu siswa mengembangkan rasa percaya diri dan
kemampuan dalam membuat representasi mereka sendiri ketika mereka butuh
menyelesaikan suatu masalah yang menantang (NCTM, 2000). Bagian penting
pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang menggunakan bahasa, ketentuan, dan
representasi matematika. Guru harus mengenalkan siswa untuk terbiasa menggunakan

25
representasi matematika dan membantu mereka menggunakan representasi tersebut. Penting
untuk guru memperhatikan cara di mana perbedaan representasi dari objek yang sama dapat
menyampaikan informasi yang berbeda dan menekankan pentingnya memilih representasi
yang sesuai dengan keterangannya (NCTM, 2000).

Pada pembelajaran matematika di kelas, representasi tidak harus terikat pada


perubahan satu bentuk ke bentuk lainnya dalam satu cara, tetapi bisa dua cara atau bahkan
dalam multi cara (McCoy dkk dalam Kartini, 2009). Misalnya disajikan representasi berupa
grafik, guru dapat meminta siswa membuat representasi lainnya seperti menyajikannya
dalam tabel, persamaan/model matematika, atau menuliskannya dengan kata-kata. Dalam
pembelajaran matematika, ada tiga fungsi representasi yang dihasilkan siswa dalam belajar
matematika, yaitu representasi digunakan untuk memberikan informasi kepada guru
mengenai bagaimana siswa berpikir mengenai suatu konteks arau ide matematika,
representasi digunakan untuk memberikan informasi tentang pola dan kecenderungan
(trend) di antara siswa, dan representasi digunakan oleh guru dan siswa sebagai alat bantu
dalam proses pembelajaran (Kalathil dan Sherin, 2000).

Pentingnya kemampuan representasi matematik untuk dikembangkan diungkapkan


oleh Norman (Rosengrant, 2007) yang berpendapat bahwa representasi adalah inti
kecerdasan. Dia menyatakan bahwa "Kekuatan kognisi berasal dari abstraksi dan
representasi: kemampuan untuk merepresentasikan persepsi, pengalaman, dan pemikiran
dalam beberapa media selain yang telah mereka miliki, diabstraksikan dari rincian yang
tidak relevan. Ini adalah esensi dari kecerdasan, karena jika representasi dan proses yang
tepat, maka pengalaman baru, wawasan dan kreasi dapat muncul”.

Ketika memikirkan dan mengomunikasikan ide-ide matematika diperlukan cara


untuk merepresentasikannya. Dalam komunikasi diperlukan representasi fisik, yaitu
representasi eksternal, dalam bentuk bahasa lisan, simbol tertulis, gambar atau objek fisik.
Sebuah ide matematika tertentu dapat direpresentasikan dengan salah satu atau dengan
semua bentuk representasi. Akan tetapi representasi dalam belajar matematika tidak terbatas
hanya pada representasi fisik saja. Dalam berfikir tentang ide matematika diperlukan juga
representasi secara internal. Oleh karena itu, istilah representasi dapat juga dipergunakan

26
bila menggambarkan proses kognitif untuk sampai pada pemahaman tentang suatu ide
dalam matematika.

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) telah menetapkan


standarrepresentasi untuk program pembelajaran dari prataman kanak-kanak sampai kelas
12 adalah harus memungkinkan siswa untuk:

a. Membuat dan menggunakan representasi untuk mengatur mencatat, dan


mengomunikasikan ide-ide matematika,
b. Memilih, menerapkan, dan menerjemahkan antar representasi matematika untuk
memecahkan masalah,
c. Menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena
fisik, sosial, dan matematika. (NCTM, 2000).

Untuk memperkaya pengalaman siswa, kemampuan representasi matematik harus


selalu dimunculkan dalam setiap pembelajaran, karena menurut Kaput,et.al.(Tall, 2002)
bahwa penggunaan beberapa representasi akan membantu siswa melakukan transisi dari
pemahaman konkret topik terbatas tertentu untuk pemahaman yang lebih abstrak dan
fleksibel.

Berbagai cara bisa dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kemampuan


representasi matematik. Pemilihan metode, pendekatan, strategi, maupun model
pembelajaran penting untuk dilakukan, akan tetapi tidak kalah pentingnya untuk menyeleksi
tugas-tugas yang akan diberikan harus menuntut siswa berpikir dan bernalar tentang ide-ide
dan konsep-konsep matematika, memberikan alasan (justifikasi), membuat konjektur,
menginterpretasikan, dan membuat korelasi ideide matematika yang penting. Dengan tugas
seperti itu pikiran siswa akan terdorong untuk menyelesaikan masalah serta akan
menciptakan representasi yang lebih kompleks.

Guru harus merubah pola pembelajaran yang biasanya memberikan rumus- rumus
jadi tanpa memberikan pemahaman lebih lanjut, menjadi pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk merepresentasikan pemahaman akan konsepnya sendiri.
Pemberian kesempatan untuk membuat representasi informal terlebih dahulu menuju ke
representasi formal akan mengarahkan dan membimbing siswa dari situasi konkret ke

27
situasi abstrak. Siswa diberi kesempatan untuk mengamati pola, melihat dan membuat
hubungan dalam pola, membuat generalisasi, dan kemudian membuat ekspresi
matematikanya.

Pendapat Mc.Coy, Baker dan Little (Alhaddad, 2010) bahwa aktivitas pembelajaran
matematika yang melibatkan siswa berlatih dan berkomunikasi dengan menggunakan ragam
representasi menyebabkan lingkungan pembelajaran lebih kaya. Dalam pembelajaran
matematika , representasi tidak harus terikat pada perubahan satu bentuk ke bentuk lainnya
dalam satu arah, tetapi bisa dua arah atau bahkan multi arah.Representasi-representasi
berbeda yang mengacu pada konsep yang sama akan saling melengkapi dan semuanya
bersama-sama berkontribusi untuk pemahaman secara global.

Contoh sederhana ketika siswa sekolah dasar kelas satu diberikan pertanyaan
“Berapa banyak kaki yang ada di rumahmu?”. Representasi yang diberikan siswa, sebagai
berikut.

Beragam bentuk representasi dari masalah yang sama diberikan oleh siswa untuk
mengomunikasikan gagasannya. Kemampuan representasi matematik siswa akan terus
berkembang jika guru selalu menciptakan aktivitas pembelajaran matematika yang mampu
melatih siswa untuk berkomunikasi menggunakan ragam representasi sejak dini.

5. Contoh soal dan Penyelesaian Representasi Matematika


Contoh Soal:

28
1) Ayah membuat pagar sepanjang 6 meter. Terdapat jarak 3 meter antar tiang pagar.
Berapa banyak tiang dibutuhkan? (Kunci: 3 tiang)
Soal di atas dapat membantu dan melatih siswa dalam mengomunikasikan gagasannya
sehingga kemampuan mereka dalam merepresentasikan matematika akan terus
berkembang. Peran guru dalam hal ini yaitu membantu siswa dalam menerjemahkan soal
tersebut ke dalam gambar agar siswa menjadi mampu dalam merepresentasikan soal
tersebut menurut pemahaman mereka sendiri. Siswa dapat merepresentasikan soal tersebut
ke dalam diagram atau gambar. Siswa dapat terlebih dahulu mengambar sketsa tiang
dengan mengandaikan tiang tersebut berjarak 6 meter. Kemudian siswa dapat mengambar
masing masing tiang dengan jarak tiga meter. Dengan melakukan hal tersebut, siswa dapat
menyimpulkan ada berapa tiang yang dibutuhkan dalam membuat pagar. Selain itu, siswa
juga dapat mengerjakan tugas tersebut dengan berdiskusi dengan masing-masing teman
mereka tentang apa yang telah dilakukan. Jika siswa lain memiliki kesulitan dalam melihat
gambar teman mereka, siswa dapat diminta menaruh gambar matematika mereka pada
posisi yang lebih bagus untuk dilihat. Sehingga siswa yang lain dapat memahami maksud
dari gambar matematika tersebut.

29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang dapat digunakan untuk
berkomunikasi secara tepat. Komunikasi matematis merupakan cara berbagi ide-ide dan
memperjelas pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide menjadi objek yang dapat
direfleksikan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Proses komunikasi juga membantu
membangun makna dan mempermanenkan ide-ide serta dapat menjelaskan ide-ide (NCTM,
2000).
Menurut (Dina & Ikhsan, 2019), pentingnya komunikasi karena beberapa hal yaitu untuk
menyatakan ide melalui percakapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskan secara visual dalam
tipe yang berbeda; memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide yang disajikan
dalam tulisan atau dalam bentuk visual; mengkonstruksi, memginterpretasi, dan mengaitkan
berbagai bentuk representasi ide dan berhubungannya; membuat pengamatan dan konkekture,
merumuskan pertanyaan, membawa dan mengevaluasi informasi; menghasilkan
danmenyatakan argumen secara persuasif.
Guru dapat membentuk kemampuan komunikasi siswa saat diskusi kelas. Pertama yaitu
membentuk perilaku yang mendukung proses pembelajaran di kelas. Selain itu, memilih dan
menggunakan permasalahan matematika yang memungkinkan terjadi banyak komunikasi.
Ketiga, memandu diskusi kelas mengenai apa yang sedang dipelajari dengan memantau proses
belajar siswa. Guru sebaiknya berusaha untuk membentuk pembelajaran yang kaya akan
komunikasi matematis dimana siswa diyakinkan untuk membagikan idenya dan mencari
pembenaran hingga ia paham (Zakiri et al., 2018). Beberapa pengajaran sekolah menjadikan
komunikasi sebagai pusat pengajaran dan pembelajaran matematika serta menilai pengetahuan
siswa.

30
Setiawan, Suyitno, & Susilo (2017) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang berkaitan
dengan koneksi matematis disasumsikan ada tiga. Ketiga aspek yang dimaksud yaitu: (1)
unifying themes atau penyatuan tema-tema., (2) mathematical processes atau proses matematis,
dan (3) mathematical connectors atau konektor matematis.
NCTM (2000), menyatakan bahwa matematika bukan kumpulan dari topik dan
kemampuan yang terpisah-pisah, walaupun dalam kenyataannya pelajaran matematika sering
dipartisi dan diajarkan dalam beberapa cabang. Matematika merupakan ilmu yang teritegrasi.
Oleh karena itu memandang matematika secara keseluruhan sangat penting dalam belajar dan
berpikir tentang koneksi diantara topik-topik dalam matematika.
Ketika siswa dapat melihat hubungan terhadap bidang isi matematika yang berbeda,
mereka mengembangkan pandangan matematika sebagai suatu kesatuan. Selama mereka
membangun pada pemahaman matematika mereka sebelumnya sambil belajar konsep-konsep
baru, siswa menjadi semakin sadar akan koneksi antara berbagai topik matematika. Seperti
pengetahuan siswa tentang matematika, kemampuan mereka untuk menggunakan berbagai
representasi matematika, dan akses mereka ke teknologi canggih dan peningkatan software,
menjadikan koneksi mereka dengan disiplin ilmu lain, terutama ilmu-ilmu science dan ilmu-
ilmu sosial, memberi mereka kemampuan matematika yang lebih besar.
Kemampuan matematis yang perlu dikembangkan di antaranya adalah kemampuan
representasi matematis. Siswa dapat mengembangkan dan memperdalam pemahaman konsep
matematis mereka dan hubungannya seperti membuat, membandingkan, dan menggunakan
variasi representasi. Representasi meliputi bentuk objek, gambar, diagram, grafik, dan simbol
yang juga dapat membantu siswa mengkomunikasikan pikiran mereka (Sajadi, Amiripour, &
Representasi berguna untuk menyelesaikan masalah atau memperjelas, atau memperluas
ide-ide matematika. Mulai dari proses mengumpulkan fakta (data), menyusun tabel atau grafik,
sampai pada pengembangan representasi simbolik (aljabar). Representasi-representasi berbeda
yang mengacu pada konsep yang sama akan saling melengkapi dan semuanya bersamasama
berkontribusi untuk pemahaman global darinya (Gagatsis & Shiakalli dalam Gagatsis & Elia,
2005).
Guru membantu siswa belajar menggunakan representasi melalui mendorong mereka
membuat dan menggunakan representasi untuk mendukung pikiran dan komunikasi mereka.
Guru membantu siswa mengembangkannya melalui mendengarkan, bertanya, dan membuat

31
suatu usaha untuk memahami apa yang mereka coba komunikasikan dengan gambar atau
tulisan mereka, khususnya ketika tidak terbiasa melibatkan representasi. Jadi, guru memiliki
sebuah peran penting dalam membantu siswa mengembangkan rasa percaya diri dan
kemampuan dalam membuat representasi mereka sendiri ketika mereka butuh menyelesaikan
suatu masalah yang menantang (NCTM, 2000).

B. Saran
Kami selaku penulis mengetahui bahwa makalah ini memilki banyak sekali kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis memohon kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.

32
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Lis. 2017. Pengembangan Soal Untuk Mengukur Kemampuan Koneksi Antar Topik
Matematika Siswa Sekolah Dasar. Universitas Sjakhyakirti Palembang
Hodiyanto. 2017. KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 7. No. 1. Hal 9 – 18.
Maulyda, Muhammad Archi. 2020. PARADIGMA PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS
NCTM. Malang: CV IRDH.
Wardani, Sri, dkk. 2010. PEMBELAJARAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA DI SD. KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT
JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA
KEPENDIDIKAN MATEMATIKA.

33

Anda mungkin juga menyukai