DISUSUN OLEH:
NAMA : LAILA FADILA
NIM : E1R020062
KELAS : 6C
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha
Esa, karena kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian ini yang berjudul “Pengaruh Kecemasan Matematis terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMPN 4
Pringgabaya”. Proposal penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Seminar Pendidikan Matematika. Dalam penyusunan proposal penelitian ini, peneliti
mengalami kesulitan dalam beberapa hal, sehingga proposal penelitian ini masih jauh
dari kata sempurna. Untuk itu sangat diharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan proposal penelitian ini.
Dalam kesempatan ini pula peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada bapak Dr. Harry Soeprianto, M. Si. selaku dosen pengampu
mata kuliah Seminar Pendidikan Matematika yang telah banyak memberikan arahan
dan bimbingan kepada peneliti selama proses penyusunan proposal penelitian ini.
Peneliti berharap proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Terima kasih.
Laila Fadila
NIM: E1R020062
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
menyelesaikan masalah matematika yang diberikan guru. Ini berdampak pada
tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menjadi rendah.
Sejalan dengan hal tersebut menurut survei dari Trend In Mathematics and
Science Study (TIMSS) dan Programme for International Student Assesment
(PISA), yang dilakukan oleh IEA dari 50 negara yang disurvei kemampuan peserta
didik Indonesia dalam memecahkan masalah menempati posisi ke-45. Hal
tersebut berarti kemampuan peserta didik di Indonesia dalam memecahkan
masalah masih sangat rendah (Makis Setiawan et al., 2021). Terdapat faktor-faktor
yang mempengaruhi rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa. Selain faktor eksternal dari siswa, tentunya faktor internal dari dalam diri
siswa juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa. Seperti siswa dari awal
sudah tidak menyukai mata pelajaran matematika karena anggapan matematika
merupakan pelajaran yang sulit dan dirasa sangat menakutkan bagi siswa.
Menurut Dian Putri Anggraini (2021) pandangan tersebut muncul karena
karakteristik matematika yang bersifat abstrak, logis, sistematis dan penuh dengan
lambang serta rumus yang membingungkan, dan anggapan tersebut dapat
diperburuk dengan kondisi pembelajaran yang tidak menyenangkan. Maka dapat
disimpulkan bahwa rasa takut terhadap pelajaran matematika akan menimbulkan
kecemasan bagi siswa. Kecemasan tersebut dinamakan kecemasan matematika
(Math Anxiety).
Salah satu aspek afektif yang dapat mempengaruhi pembelajaran
matematika adalah kecemasan matematis. Kecemasan matematis merupakan
perasaan tegang, panik, dan gangguan mental yang muncul pada seseorang saat
menyelesaikan masalah matematika (Adam Supriatna et al., 2019). Manusia tidak
lepas dari rasa cemas dalam menjalani kehidupan sehari-harinya begitu pula pada
saat pembelajaran matematika di sekolah. Saat diberikan tugas sulit untuk
dikerjakan biasanya siswa akan merasa cemas. Sejalan dengan pendapat Novita
Mulidya Jalal, (2020) menyatakan bahwa kecemasan matematika akan timbul
akibat sikap negatif terhadap matematika secara berulang kali timbul saat peserta
didik mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal atau ketika ujian. Jika siswa
memiliki kecemasan matematis rendah maka siswa dalam menyelesaikan soal
akan merasa tertantang dan akan terus mencoba hingga soal tersebut terpecahkan.
2
Namun, siswa yang memiliki kecemasan tinggi akan cenderung bertindak
sebaliknya yang menghasilkan ketidakmampuan siswa dalam memecahkan soal
tersebut. Dan kenyataan pada kehidupan sehari-hari, banyak siswa yang
mengalami kecemasan matematis yang berlebih (tinggi). Oleh karena itu
kecemasan matematis merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran matematika.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh Maryamah & Masykuri (2020) juga mengkaji pengaruh
kecemasan matematis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
SMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan matematis berpengaruh
negatif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Selanjutnya
Penelitian yang dilakukan oleh Rahman et al., (2021) mengkaji hubungan antara
kecemasan matematis dengan kemampuan pemecahan masalah matematis pada
siswa SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan matematis
berpengaruh negatif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Secara umum, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kecemasan
matematis berpengaruh negatif terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengatasi
kecemasan matematis siswa agar dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematisnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian pada siswa kelas VII SMPN 4 Pringgabaya terkait bagaimana pengaruh
kecemasan matematis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa. Oleh karena itu, penelitian akan dilakukan dengan judul “Pengaruh
Kecemasan Matematika terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa kelas
VII SMPN 4 Pringgabaya”.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Kemampuan siswa dalam menemukan pemecahan masalah matematika masih
rendah
2. Kecemasan matematika dianggap sebagai salah satu penghambat dalam proses
pembelajaran matematika terutama dalam tingkat kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa
3
1.3 Pembatasan Masalah
1. Kecemasan matematika yang dimaksud adalah gejala-gejala kecemasan yang
dialami siswa dalam proses pembelajaran matematika
2. Tingkat kecemasan matematis yang akan diukur adalah tingkat kecemasan
rendah dan tinggi
3. Tempat yang menjadi objek penelitian adalah SMPN 4 Pringgabaya (siswa
kelas VII) dengan subjek penelitian adalah kelas VII B
4. Materi pelajaran yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan
masalah matematika pada siswa kelas VII SMPN 4 Pringgabaya adalah materi
himpunan
4
faktor kecemasan matematis didalamnya sehingga guru dapat memilih dan
mendesain model serta metode pembelajaran yang tepat dalam meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa.
5. Bagi peneliti selanjutnya: sebagai pembanding bagi peneliti-peneliti lainyang
ingin melakukan penelitian sejenis
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1.2 Pemecahan Masalah Matematika
Masalah merupakan suatu situasi atau pertanyaan yang dihadapi oleh
individu atau kelompok ketika mereka tidak mempunyai aturan atau algoritma
tertentu yang dapat segera digunakan untuk menentukan jawaban terkait.
Adapun ciri-ciri suatu masalah adalah: (1) individu mengenali suatu situasi
(pertanyaan-pertanyaan) yang sedang dihadapi, dan memiliki pengetahuan
prasyarat terkait situasi tersebut; (2) individu menyadari situasi tersebut
memerlukan tindakan dan menantang untuk diselesaikan; (3) langkah
pemecahan suatu masalah tidak begitu jelas ditangkap orang lain, berupa
individu tersebut sudah mengetahui bagaimana menyelesaikan masalah
tersebut meskipun belum jelas (Jamaluddin, 2021).
Masalah matematika adalah soal yang menantang dimana cara
penyelesaiannya tidak segera dapat dilihat oleh siswa. Masalah matematika
digolongkan berdasarkan tujuannya dan banyaknya jawaban. Menurut Rani
anggrainy & Gida Kadarisma, (2020) Polya mengelompokkan masalah dalam
matematika menjadi dua kelompok yaitu : (1) Masalah untuk menemukan,
dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret, termasuk teka-teki. Bagian
utama dari suatu masalah adalah apa yang dicari, bagaimana data yang
diketahui, dan bagaimana syaratnya Ketiga bagian utama tersebut merupakan
landasan untuk dapat menyelesaikan masalah jenis ini; (2) Masalah untuk
membuktikan, adalah menunjukkan bahwa suatu pernyataan itu benar, salah,
atau tidak keduanya. Bagian utama dari masalah ini adalah hipotesis dan
konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya. Kedua
bagian utama tersebut sebagai landasan utama untuk dapat menyelesai-kan
masalah jenis ini.
Menurut Polya (Jamaluddin, 2021), pemecahan masalah adalah usaha
mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan
mudah dapat dicapai. Hamimah (2019) mengungkapkan bahwa memecahkan
suatu masalah matematika itu bisa merupakan kegiatan menyelesaikan soal
cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika
dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain. Dalam dunia pendidikan
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa akan menjadi masalah
7
apabila pertanyaan itu harus dipahami dan merupakan tantangan yang harus
dipecahkan namun siswa sulit untuk memecahkannya.
Sejalan dengan hal tersebut Melinda Rismawati et al., (2022)
mengungkapkan bahwa faktor – faktor penyebab siswa kesulitan dalam
memecahkan masalah matematika : (1) rendahnya analisis pemecahan masalah
yang dimiliki siswa dalam mengerjakan soal berbentuk himpunan; (2) siswa
kurang cermat pada saat mengerjakan soal himpunan; (3) langkah penyelesaian
tidak terstruktur; (4) kesusahan dalam memlaksankan prosedur penarikan suatu
kesimpulan akhir; (5) tidak berlatih terlebih dahulu sebelum mengerjakan soal;
(6) siswa kurang mampu untuk menguraikan soal dalam konteks yang lebih
konkret [8]. Dari uraian tersebut, kita menegtahui bahwa sebagian besar siswa
melakukan kesalahan dalam pemecahan masalah karena rendahnya tingkat
kemampuan mereka dalam melakukan prosedur pemecahan masalah.
Menurut Polya (Rani anggrainy & Gida Kadarisma, 2020) terdapat
empat langkah pokok pemecahan masalah antara lain: “Understanding the
problem (memahami masalah), Devising a Plan (menyusun rencana
penyelesaian), Carrying out the Plan (melaksanakan rencana), dan Looking
Back (memeriksa kembali hasil yang diperoleh)”. Secara terperinci keempat
langkah tersebut dijabarkan dalam tabel berikut:
8
Langkah Pemecahan Masalah Indikator Tahapan Pemecahan Masalah
3. Jika rencana yang dilaksanakan belum
berhasil setelah menulis beberapa baris
buat rencana lainnya dan laksanakan
4 Mengevaluasi kembali 1. Siswa dapat memeriksa kembali
jawaban yang telah diperoleh dengan
menggunakan cara atau langkah yang
benar
2. Siswa dapat meyakini kebenaran dari
jawaban yang telah dibuat
(Sumber: Jamaluddin (2021))
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematis adalah suatu aktivitas kognitif yang kompleks,
sebagai proses dalam mengatasi suatu masalah yang ditemui dan diperlukan
sejumlah strategi untuk menyelesaikannya. Pemecahan masalah mempunyai
fungsi penting dalam kegiatan belajar mengajar matematika, karena melalui
pemecahan masalah siswa dapat melatih dan mengintegrasikan konsep-konsep,
teorema-teorema dan keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya untuk
memecahkan masalah.
9
mathematics based on past unpleasant experience which harm future
learning”. Kutipan ini bermakna bahwa kecemasan matematika adalah suatu
reaksi emosional yang muncul akibat dari pengalaman yang tidak
menyenangkan dan berdampak negatif terhadap proses belajar selanjutnya.
Tobias (Dina Julya & Iyan, 2022) menyatakan bahwa terdapat tiga
faktor penyebab kecemasan matematis pada peserta didik antara lain sebagai
berikut:
1. Otoritas yang dipaksakan artinya peserta didik berpikir bahwa guru
adalah satu-satunya sumber pengetahuan.
2. Merasa takut dalam mengemukakan pendapat, artinya peserta didik
takut bertanya atau memberikan jawaban di depan kelas karena takut
salah dan dipermalukan.
3. Ketika ujian dapat menyebabkan kecemasan dan strees bagi peserta
didik.
Selain itu menurut Sugianto et al., (2019) mencatat bahwa kecemasan
matematika disebabkan oleh banyak faktor yang dapat dibagi menjadi
lingkungan, intelektual (mental), dan individu. Dari studi yang telah
dilakukan, penyebab dari kecemasan matematika kompleks dan disebabkan
oleh faktor kepribadian, intelektual dan lingkungan. Faktor kepribadian yaitu
penghargaan diri yang rendah, ketidakmampuan dalam mengontrol frustasi,
rasa malu dan intimidasi. Secara intelektual, faktor yang berkontribusi kuat
adalah ketidakmampuan dalam memahami konsep matematika,
ketidaktepatan dalam gaya belajar dan keraguan diri akan kemampuan.
Kemudian faktor terakhir adalah lingkungan. Faktor tersebut sangat
bergantung kepada dua macam. Hal pertama adalah orang tua, dimana
harapan dan tekanan persepsi orang tua yang sangat kuat. Kedua adalah
pengalaman negatif dengan kelas, seperti buku teks yang tidak bermutu,
penekanan pada sistem drill tanpa pemahaman dan guru matematika yang
kurang kompeten.
Menurut Faiq Zulfikar Hadi et al., (2020) tingkat kecemasan adalah
suatu rentang respon yang membagi individu apakah termasuk cemas ringan,
10
sedang, berat, atau bahkan panik. Beberapa kategori menurut Stuart (2007)
yaitu:
1. Kecemasan Ringan, kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan
yang menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang
persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta kreativitas.
2. Kecemasan Sedang, kecemasan ini memungkinkan individu untuk
berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.
Kecemasan sedang ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan
demikian, individu tidak mengalami perhatian yang selektif namun
dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk
melakukannya.
3. Kecemasan Berat, pada tingkat kecemasan ini sangat mengurangi
lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu
yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua
perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut
memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
Berbeda dengan pengelompokan tingkat kecemasan diatas, pada
penelitian ini kecemasan matematika digolongkan pada dua tingkatan
peneliti yaitu pada tingkat kecemasan rendah (kecemasan ringan) dan
tingkat kecemasan tinggi (kecemasan berat). Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar hipotesis yang diuji tidak banyak.
Kemudian terkait indikator dalam kecemasan matematis adalah sebagai
berikut: a) Mood yaitu ditandai dengan perasaan tegang, khawatir, takut, was-
was dan gugup. b) Motorik yaitu ditandai dengan ketegangan pada gerakan
(motorik), seperti gemetar dan sikap tidak tenang atau terburu-buru. c) Kognitif
yaitu ditandai dengan kesulitan dalam berkonsentrasi, dan tidak mampu
mengambil suatu keputusan dalam menyelesaikan permasalahan. d) Sematik
yaitu ditandai dengan gangguan pada jantung seperti meningkatnya denyut
jantung dan tangan berkeringat (Dina Julya & Iyan, 2022). Selain itu menurut
Faiq Zulfikar Hadi et al., (2020) dalam kecemasan matematis terdiri dari tiga
aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan fisiologis.
11
Faktor Kecemasan Indikator
Aspek kognitif Kemampuan diri
Kepercayaan diri
Sulit konsentrasi
Takut gagal
Aspek afektif Gugup
Kurang senang
Gelisah
Aspek fisiologis Rasa mual
Berkeringat dingin
Jantung berdebar
Sakit kepala
12
strategi penyelesaian, melakukan perhitungan matematika, dan mengevaluasi
solusi yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, dapat diketahui kecemasan
matematis berpengaruh negatif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kecemasan matematis siswa,
maka kemampuan pemecahan masalah siswa semakin menurun.
13
BAB III
METODE PENELITIAN
14
homogen. Dari seluruh populasi sebanyak empat kelas, dipilih secara acak satu
kelas sebagai sampel, yaitu kelas VII B sebanyak 30 siswa.
15
pertanyaan. Adapun kisi-kisi instrumen kecemasan matematis sebagai
berikut:
Butir Jumlah
Dimensi
No Indikator Pernyataan Butir
Kecemasan
Positif Negatif Soal
1 Kognitif Kemampuan diri 7 3,10 4
(berpikir)
Kepercayaan diri 13 2
Sulit konsentrasi 14 1
Takut gagal 18 6 2
2 Afektif Gugup 9 1
(sikap) Kurang senang 12 17 3
Gelisah 2 1
3 Fisiologis Rasa mual 15 5,8 3
(reaksi Berkeringat dingin 4,16 2
kondisi Jantung Berdebar 1 1
fisik) Sakit kepala 11 1
Jumlah Butir 7 11 18
16
3.5.2 Tes
Instrumen penelitian untuk tes kemampuan pemecahan masalah
matematika menggunakan soal uraian. Tes ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran matematika.
Bahan tes diambil dari materi pelajaran matematika SMP kelas VII dengan
materi Himpunan yang mengacu pada kurikulum yang ditetapkan di
SMPN 4 Pringgabaya. Data kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa diperoleh berdasarkan nilai tes dengan mengacu pada pedoman
penskoran berikut:
Tabel Pedoman Penskoran
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
17
Aspek yang Skor Keterangan
dinilai
Mengevaluasi 1 Menafsirkan hasil yang diperoleh dengan
kembali membuat kesimpulan tetapi kurang tepat
2 Menafsirkan hasil yang diperoleh dengan
membuat kesimpulan secara tepat.
Sumber: Polya dalam Jamaluddin (2021)
Keterangan:
Skor mentah : skor yang diperoleh siswa
Skor maksimum ideal : skor maksimum x banyaknya soal
18
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik
deskriptif dalam penelitian ini menggunakan kelas interval, frekuensi,
kategori, dan persentase. Penelitian ini terdapat lima kategori yang
digunakan untuk menggambarkan keadaan hasil dari penelitian dari
sampel yang diolah, mulai dari kategori sangat tinggi, tinggi, sedang,
rendah, dan sangat rendah.
Penetapan kriteria skor masing-masing variabel tersebut sebagai berikut :
a. Angket kecemasan matematika. Jumlah item 18 soal, untuk skor
tertinggi yang diperoleh adalah item dikalikan dengan skor
tertinggi yaitu 18 x 4 = 72 dan skor terendah yaitu 18 x 1 = 18.
b. Tes pemahaman matematis. Jumlah item 8 soal, untuk skor
tertinggi yang diperoleh yaitu 100 dan skor terendah yaitu 0.
Skor Kategori
59-72 Sangat tinggi
45-58 Tinggi
31-44 Rendah
18-30 Sangat rendah
Skor Kategori
76-100 Sangat tinggi
51-75 Tinggi
26-50 Rendah
0-25 Sangat rendah
19
sampel itu kebenarannya bersifat peluang. Dalam statistik inferensial
terdapat statistik parametris dan nonparametris. Pada penelitian ini statistik
yang digunakan adalah statistik parametris. Statistik parametris digunakan
untuk menguji parameter populasi melalui statistik, atau menguji ukuran
populasi melalui data sampel (Dian Putri Anggraeni, 2022).
Analisis data ini dilakukan dengan statistika inferensial yaitu uji
hipotesis dengan menggunakan uji regresi linear sederhana. Menurut
Ratna & Amran, (2022) regresi linear sederhana adalah hubungan secara
linear antara satu variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y).
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji
persyaratan analisis yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas (Shinta
Dwi Handayani,2019).
a) Uji Prasyarat
1. Uji Normalitas
Langkah pertama untuk mengnalisis data secara spesifik
digunakan uji normalitas. Dengan pengujian ini, dapat diketahui
apakah data tersebut berdistribusi normal atau tidak. Kemudian,
dalam penelitian ini peneliti menggunakan pengujian kolmogrov-
smirnov dengan taraf sign.5% (0,05). Pengujian hipotesis memiliki
kriteria pengujian apabila sign. lebih besar dari taraf sign.(a =
0,05), maka dapat dikatakan bahwa data yang diperoleh
berdistribusi normal.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel
bebas dan variabel terikat memiliki hubungan yang linear secara
signifikan atau tidak. Dasar pengambilan keputusan dari uji ini
dapat dilihat dari nilai signifikan, apabila nilai signifikan >0,05
dapat disimpulkan bahwa hubungan bersifat linear.
b) Uji Hipotesis
Setelah pengujian prasyarat, maka dilanjutkan dengan
pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear sederhana
20
terhadap variabel bebas kecemasan matematis sedangkan yang
menjadi variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa.
Model regresi linear sederhana (hipotesis 1) yang digunakan
dalam penelitian ini dijelaskan dalam persamaan berikut.
Minat belajar = α + β1 (kecemasan matematika) + ε
Keterangan :
Y : Minat belajar
α : Konstanta
β1 : Koefisien regresi
X : kecemasan matematika
ε : Error term, yaitu tingkat kesalahan penduga dalam penelitian.
Untuk menyelidiki bentuk hubungan antar variabel terikat dan
beberapa variabel bebas maka digunakan pengujian regresi linear
sederhana, untuk mengetahui apakah semua variabel bebas bersama-
sama berpengaruh signifikan pada variabel terikat.
1. Uji t
Untuk menguji suatu hipotesis dalam penelitian ini
menggunakan uji “t”. Manfaat dari Uji “t” untuk membutikan ada
atau tidaknya pengaruh yang signifikan mengenai pengaruh
kecemasan matematika terhadap minat belajar. Menurut Ghozali,
teknik yang digunakan untuk uji “t” adalah membandingkan nilai
statistic t dengan nilai tabel. Apabila nilai t hasil perhitunganya
tinggi daripada nilai ttabel, maka hipotesis alternatif dinyatakan atau
variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen.
2. Koefisien Korelasi
Penelitian ini menggunakan analisis koefisien korelasi untuk
mencari seberapa besar pengaruh self-efficacy terhadap hasil
belajar matematika siswa. Berikut adalah rumus dari korelasi
product-moment :
21
Keterangan :
= koefisien korelasi product moment
= banyak responden
= skor kecemasan matematis
= skor total
22
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, F. Z., Maman, F., dan Cecep, A. H. F. (2020). Kecemasan Matematika dan
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa di Sekolah Menengah
Pertama. Algoritma Journal of Mathematics Education (AJME), 2(1): 59-
72.
Jalal, Novita Maulidya. (2020). Kecemasan Siswa pada Mata Pelajaran Matematika.
J-PiMat, 2(2): 256-264.
Julya, Dina., & Iyan, R. D. I. (2022). Studi Literatur Mengenai Kecemasan Matematis
terhadap Pembelajaran Matematika. Jurnal Didactical Mathematics, 4(1):
181-190.
Masruroh, Laili. (2019). Pengaruh Kecemasan Siswa pada Matematika terhadap Hasil
Belajar Matematika di SMP. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI
Sidoarjo, 3(2): 175-186.
23
Rahman, A. F., Kurniawan, W., & Saputra, E. (2021). Hubungan Kecemasan
Matematis dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis pada
Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, 5(1): 1-9.
Riski, Fajar., Indiana, M., & Isna, R. (2019). Pengaruh Kecemasan Matematika
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa di SMA. GAUSS:
Jurnal Pendidikan Matematika, 2(2): 11-23.
Setiawan, Makis., Emi, P., & Bambang, E. S. (2021). Tinjauan Pustaka Sistematik:
Pengaruh Kecemasan Matematika terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Siswa. Qalamuna-Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama, 13(2):
239-256.
Sugiatno., Derry, P., dan Sri, R. (2019). Tingkat dan Faktor Kecemasan Matematika
pasa Siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan Matematika,
6(1): 12-22.
Supriatna, Adam., dan Raziq, Z.(2019). Studi Kasus Tingkat Kecemasan Matematis
Siswa SMA. Sesiomadika (Prosiding Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika), 12(2): 33-46.
24